• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPOSISI VEGETASI DASAR PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI TRIMULYA KECAMATAN TIMPEH KABUPATEN DHARMASRAYA ARTIKEL E-JURNAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOMPOSISI VEGETASI DASAR PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI TRIMULYA KECAMATAN TIMPEH KABUPATEN DHARMASRAYA ARTIKEL E-JURNAL"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPOSISI VEGETASI DASAR PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

DI TRIMULYA KECAMATAN TIMPEH KABUPATEN DHARMASRAYA

ARTIKEL E-JURNAL

RITA RAHMADAYANTI

NIM. 11010009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

2016

(2)
(3)

KOMPOSISI VEGETASI DASAR PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

DI TRIMULYA KECAMATAN TIMPEH KABUPATEN DHARMASRAYA

Rita Rahmadayanti

1

, Nursyahra

2

, Rizki

3

Program Studi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat

Email : rritarahmadayanti@gmail.com

ABSTRAK

Ground cover is botanical community that arranges to stratication down near the soil surface. Ground cover can be weed if it is too close to the main plant. In oil palms plantation management, Ground cover is often mown without considering its role for the ecosystem. The Function of Ground cover prevents the erosion, regulates the water sistem and also forms microclimate. The environmental balance can be disturbed if there is no Ground cover. This research has been conducted in july-August 2016 at Trimulya Kecamatan Timpeh Kabupaten Dharmasraya by using petak ganda method. The composition of Ground cover obtained consist of 39 species which is divided into 24 familia and 3325 individuals. The result of Ground cover is the highest KR is 21,41 %. The highest FR is 11,83 %. The highest DR is 52,80 %. The highest INP is 77,31 %. The divercity index is 2,46. The index similarity at station I, II and III are similar.

Key word: Ground cover, Oil palm, Composition

Pendahuluan

Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati. Keanekaragaman sumber daya hayati di Indonesia tidak hanya terbatas pada tumbuhan berkayu atau menahun, namun juga ditumbuhi oleh beranekaragam tumbuhan bawah yang memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi. Tumbuhan bawah dikenal juga dengan sebutan vegetasi dasar. Vegetasi dasar adalah komunitas tumbuhan yang menyusun stratifikasi bawah dekat permukaan tanah. Tumbuhan ini umumnya berupa rumput, herba, semak, atau perdu rendah.

Pada daerah perkebunan, vegetasi dasar hidup di sela-sela tumbuhan pokok. Demikian juga pada perkebunan kelapa sawit. Pada perkebunan kelapa sawit, vegetasi dasar sering dianggap sebagai tanaman pengganggu. Dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit, vegetasi dasar sering disiangi tanpa mempertimbangkan peranannya bagi ekosistem.

Kabupaten Dharmasraya merupakan salah satu kabupaten yang mengembangkan perkebunan kelapa sawit. Luas perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Dharmasraya yaitu 313.995,52 ha. Kelapa sawit menjadi komoditas utama diantara 7 jenis komoditi yang dikembangkan di Kabupaten Dharmasraya. Perkembangan peremajaan dan perluasan kelapa sawit cukup signifikan dari tahun 2012 (BPS, 2014). Perluasan areal perkebunan kelapa sawit mengakibatkan penggunaan lahan seperti hutan dan sawah menjadi lahan konversi untuk perkebunan kelapa sawit. Akibatnya akan terjadi perubahan ekosistem di daerah tersebut.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada perkebunan kelapa sawit di Trimulya Kecamatan Timpeh Kabupaten Dharmasraya, terdapat perbedaan cara pengelolaan terhadap perkebunan kelapa sawit, mulai dari pemupukan dan penyiangan. Ada sebagian dari petani yang

rutin menyiangi kebun kelapa sawit dari vegetasi dasar, sehingga kebun kelapa sawitnya bersih dari gangguan gulma. Namun ada juga yang tetap mempertahankan keberadaan vegetasi dasar pada bagian-bagian tertentu, hanya pada radius 1-1,5 meter dari batang kelapa sawit yang disiangi.

Komposisi dari keanekaragaman vegetasi dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti cahaya, kelembaban, pH tanah, tutupan tajuk dari pohon disekitarnya. Pada perkebunan kelapa sawit, penetrasi cahaya yang masuk berbeda-beda pada setiap usia tanam. Hal ini disebabkan batang sawit memiliki panjang pelepah yang berbeda-beda pada setiap usia tanam. Panjang pelepah yang berbada-beda tersebut akan mempengaruhi peneduhan yang berbeda pula.

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka peneliti telah melakukan penelitian tentang komposisi vegetasi dasar pada perkebunan kelapa sawit di Trimulya Kecamatan Timpeh Kabupaten Dharmasraya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi vegetasi dasar pada perkebunan kelapa sawit di Trimulya Kecamatan Timpeh Kabupaten Dharmasraya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2016. Pengambilan sampel dilakukan pada perkebunan kelapa sawit di Trimulya Kecamatan Timpeh Kabupaten Dharmasraya. Metode yang digunakan adalah metode petak ganda dengan plot ukuran 1m x 1m. Penelitian ini dilakukan pada areal perkebunan kelapa sawit usia tanam 5 tahun, 10 tahun dan 20 tahun. Penelitian ini dilakukan dengan cara membuat plot pada lokasi yang telah ditentukan dengan ukuran plot 1 m x 1 m. Lakukan pencatatan terhadap jenis

(4)

vegetasi dasar yang diperoleh dan jumlah individu pada masing-masing species. Lakukan pengkoleksian terhadap jenis vegetasi dasar dengan mengambil sampel pada tiap species yang berbeda. Sampel yang diambil untuk mengukur biomasa tidak diberi alkohol dalam pengawetannya. Sampel yang terdapat di dalam plot dicabut seluruhnya. Sampel dapat dikeringkan langsung dengan menggunakan oven atau dijemur dengan sinar matahari secara langsung.

Faktor lingkungan yang diukur meliputi suhu, kelembaban dan pH tanah.

Data komposisi vegetasi dasar hasil yang dianalisis adalah: Densitas K-i = KR-i= x100% Frekuensi F-i = FR-i = X 100 % Dominansi D-i = DR-i = x 100% Indeks Nilai Penting (INP)

INP-i = KR-i + FR-i +DR-i Indeks keanekaragaman

H’ = -∑ pi ln pi Pi =

Indeks kesamaan (index of similarity) Is =

x 100 %

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, jumlah individu vegetasi dasar pada perkebunan kelapa sawit di Trimulya Kecamatan Timpeh Kabupaten Dharmasraya sebanyak 3325 individu, yang terbagi dalam 39 species, dan 24 familia. Hasil penghitungan komposisi vegetasi dasar pada perkebunan kelapa sawit di Trimulya Kecamatan Timpeh Kabupaten Dharmasraya dapat dilihat pada Tabel. 1.

Tabel 1. Komposisi vegetasi dasar pada perkebunan kelapa sawit di Trimulya Kecamatan Timpeh Kabupaten Dharmasraya

No Species K KR F FR D DR INP Pi lnPi

1 Asystasia gangetica 0.5 0.54 0.22 2.87 0.12 0.17 3.58 -0.03 2 Colocasia esculenta 0.03 0.03 0.03 0.36 0.14 0.21 0.59 -0.002 3 Asplenium raddianum 0.47 0.51 0.11 1.43 0.39 0.56 2.50 -0.03 4 Asplenium cf. praemorsum 0.06 0.06 0.03 0.36 0.01 0.01 0.43 -0.004 5 Mikania micrantha 0.03 0.03 0.03 0.36 0.02 0.02 0.41 -0.002 6 Spilanthes paniculata 0.03 0.03 0.03 0.36 0.03 0.05 0.44 -0.002 7 Struchium sparganiphorum 0.11 0.12 0.11 1.43 0.11 0.16 1.72 -0.01 8 Rorripa indica 0.03 0.03 0.03 0.36 0.004 0.01 0.39 -0.002 9 Trema cannabina 0.03 0.03 0.03 0.36 0.02 0.03 0.41 -0.002 10 Commelina diffusa 0.44 0.48 0.08 1.08 0.14 0.21 1.76 -0.03 11 Ageratum conyzoides 7.58 8.21 0.22 2.87 0.77 1.10 12.18 -0.21 12 Eclipta alba 0.14 0.15 0.08 1.08 0.16 0.23 1.46 -0.01 13 Synedrella nodifolia 0.42 0.45 0.17 2.15 0.07 0.09 2.69 -0.02 14 Cyanthillium cenereum 0.03 0.03 0.03 0.36 0.002 0.002 0.39 -0.002 15 Kyllinga brevifolia 0.33 0.36 0.11 1.43 0.07 0.09 1.89 -0.02 16 Olfersia alata 1.64 1.77 0.39 5.02 0.70 1.00 7.79 -0.07 17 Phyllantus niruri 0.25 0.27 0.19 2.51 0.04 0.06 2.84 -0.02 18 Desmodium sp 0.14 0.15 0.03 0.36 0.02 0.03 0.54 -0.01 19 Mimosa pudica 0.14 0.15 0.08 1.08 0.08 0.11 1.33 -0.01 20 Axonopus compresus 19.78 21.41 0.92 11.83 3.97 5.69 38.93 -0.33 21 Cynodon nlemfuensis 15.56 16.84 0.72 9.32 4.37 6.26 32.42 -0.30 22 Digitaria ciliaris 0.06 0.06 0.06 0.72 0.04 0.05 0.83 -0.004 23 Eragrotis amabilis 2.94 3.19 0.25 3.23 0.45 0.64 7.06 -0.11 24 Paspalum scrobiculatum 0.06 0.06 0.03 0.36 0.06 0.08 0.50 -0.004 25 Hyptis capitata 7.14 7.73 0.25 3.23 7.63 10.94 21.89 -0.20

(5)

26 Cuphea carthagenensis 1.25 1.35 0.22 2.87 0.11 0.16 4.38 -0.06 27 Clidemia hirta 15.36 16.63 0.61 7.89 36.83 52.80 77.31 -0.30 28 Melastoma malabathricum 2.58 2.80 0.53 6.81 4.37 6.26 15.87 -0.10 29 Peperomia pellucida 0.08 0.09 0.06 0.72 0.00 0.004 0.81 -0.01 30 Mitracarpus hirtus 0.22 0.24 0.03 0.36 0.09 0.13 0.72 -0.01 31 Paederia foetida 0.11 0.12 0.06 0.72 0.14 0.20 1.04 -0.01 32 Spermacoce latifolia 5.47 5.92 0.56 7.17 1.88 2.69 15.78 -0.17 33 Spermacoce remota 0.86 0.93 0.14 1.79 0.13 0.19 2.91 -0.04 34 Lygodium volubile 0.17 0.18 0.11 1.43 0.07 0.09 1.71 -0.01 35 Scoparia dulcis 0.03 0.03 0.03 0.36 0.02 0.03 0.42 0.00 36 Torenia polygonoides 2.92 3.16 0.31 3.94 0.57 0.81 7.91 -0.11 37 Sida acuta 2.17 2.35 0.17 2.15 0.39 0.56 5.06 -0.09 38 Cissus verticillata 0.31 0.33 0.17 2.15 0.84 1.21 3.69 -0.02 39 Stachytapheta indica 2.92 3.16 0.56 7.17 4.95 7.09 17.42 -0.11 92.36 100 7.75 100 69.77 100 300 -2.46

Nilai indeks similaritas pada perkebunan kelapa sawit dapat dilihat pada table 2.

Tabel 2. Nilai indek similaritas komposisi vegetasi dasar pada perkebunan kelapa sawit di Trimulya Kecamatan Timpeh Kabupaten Dharmasraya

Stasiun 1 2 3

1 -

2 62,20 -

3 62 52 -

Hasil pengukuran faktor lingkungan pada perkebunan kelapa sawit di Trimulya Kecamatan Timpeh Kabupaten Dharmasraya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengukuran faktor lingkungan di lokasi penelitian pada perkebunan kelapa sawit di Trimulya Kecamatan Timpeh Kabupaten Dharmasraya

No Parameter Stasiun

I II III

1 Suhu Udara (°C) 30 – 35 28 – 33 28 – 34 2 Kelembaban Udara (%) 71 – 81 76 – 90 76 – 90 4 pH Tanah 6,2 – 7,0 6,2 – 6,8 6,3 – 7,0 Berdasarkan Tabel 1, nilai kerapatan reletif

vegetasi dasar berkisar antara 0,03 % - 21,41 %. Species memiliki nilai kerapatan relatif yang berbeda-beda pada setiap stasiun. Hal ini disebabkan karena setiap jenis tumbuhan memiliki kemampuan yang berbeda-beda pada lingkungan yang berbeda. Batang kelapa sawit setiap stasiun memiliki luas naungan yang berbeda-beda. Pada stasiun I memiliki suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun II dan stasiun III, sehingga akan mempengaruhi vegetasi yang hidup di sekitarnya. Menurut Iswandi (2012), kisaran toleransi suhu bagi tumbuhan sangat bervariasi. Secara garis besar semua tumbuhan memiliki kisaran toleransi terhadap suhu yang berbeda tergantung pada umur, keseimbangan air dan keadaan musim.

Species yang memiliki kerapatan relatif tertinggi adalah Clidemia hirta. Pada perkebunan kelapa sawit memiliki nauangan yang berbeda-beda karena memiliki panjang tajuk yang berbeda. Semakin panjang tajuk, maka semakin uas

naungannya, sehingga sinar matahari yang mengenai permukaan tanah sedikit dan menyebabkan kelembaban tanah tinggi. Palijama, Riri dan Wattimewa (2012) menjelaskan bahwa

Clidemia hirta merupakan gulma perdu tahunan dengan perakaran yang kuat dan berbatang keras. Tumbuhan ini sering dijumpai di tepi hutan, semak belukar, daerah terbuka dan terganggu seperti pingguran jalan, padang rumput dan perkebunan. Golongan gulma berdaun lebar ini cenderung tumbuh dengan habitat agak ternaung.

Kerapatan relatif terendah adalah species

Colocasia esculenta, Mikania micratha, Spilanthes paniculata, Rorripa indica, Trema cannabina, Cyanthillium cenereum dan Scoparia dulcis. Hal ini diduga karena penyesuaian diri dari species tersebut masih rendah, masih belum bisa bersaing dengan species lain dalam memanfaatkan ruang dan unsur hara yang persediaannya terbatas. Setiap species berusaha mempertahankan hidupnya dengan persaingan dalam hal ruang dan unsur hara. Menurut Soerianegara dan Indrawan (2012),

(6)

persaingan menyebabkan terbentuknya susunan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang tertentu bentuknya, macam dan banyaknya jenis, serta jumlah individu-individu lainnya, sesuai dengan keadaan tempat tumbuhnya. Selain persaingan, herbisida yang digunakan oleh petani juga mempengaruhi kehadiran suatu species. Jika suatu species tidak mampu bertahan dari herbisida maka jenisnya tidak akan muncul lagi. Menurut Moenandir (1988), kebanyakan herbisida akan lebih efektif pada gulma berdaun lebar, bila besar konsentrasinya tepat dan tepat pula waktu pemberian yang dibutuhkan.

Berdasarkan data Tabel 1, nilai frekuensi relatif berkisar antara 0,36 – 11,83 %. Species yang memiliki frekuensi relatif tertinggi adalah

Axonopus compresus. Hal ini diduga karena species ini memiliki kemampuan yang tinggi untuk hidup di daerah yang ekstrim. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aththorick (2005), ia juga menemukan bahwa Axonopus compresus memiliki persebaran homogen pada perkebunan kelapa sawit. Menurut Moenandir (1988), jenis tumbuhan seperti Axonopus compresus ini mudah beradaptasi pada keadaan cuaca yang beragam termasuk pada lahan yang terbuka, dan mudah mudah beradaptasi pada berbagai jenis tanah.

Sedangkan species yang memiliki frekuensi relatif terendah adalah Colocasia esculenta, Asplenium cf. praemorsum, Mikania micrantha, Spilanthes paniculata, Rorripa indica, Trema cannabina, Cyanthillium cenereum, Desmodium sp,

Paspalum scrobiculatum, Mitracarpus hirtus, Scoparia dulcis dengan nilai 0,36 %. Hal ini diduga karena species tersebut kurang menyukai daerah di sekitar tanaman kelapa sawit. Persebaran individu di dalam ekosistem kelapa sawit tidak merata. Menurut Indriyanto (2006), individu-individu yang ada dalam populasi mengalami persebaran di dalam habitatnya mengikuti salah satu di antara tiga pola penyebaran, yaitu penyebaran acak, seragam dan bergerombol.

Penghitungan nilai dominansi berdasarkan berat kering (biomasa). Penghitungan berat kering (biomasa) diukur dalam gram/m2. Nilai dominansi relatif berkisar antara 0,003 % - 52,80 %. Species yang memiliki nilai dominansi relatif tertinggi

adalah Clidemia hirta. Clidemia hirta memiliki batang yang bercabang dan berdaun lebar, sehingga ia akan menguasai suatu daerah. Clidemia hirta

memiliki biomasa yang tertinggi diantara species-species yang ditemukan di daerah penelitian. Menurut Odum (1959) dalam Soerianegara dan Indrawan (2012), jenis-jenis yang dominan memiliki jumlah biomasa yang terbesar.

Sedangkan dominansi relatif terendah dimiliki oleh Cyanthillium cenereum. Hal ini karena Cyanthillium cenereum memiliki jumlah individu yang rendah pula. Selain itu, tumbuhan tersebut kalah bersaing dengan tumbuhan lain yang mendominasi suatu tempat. Menurut Loveless (1989), pada umumnya semakin besar tumbuhan

semakin besar pula pengaruhnya terhadap keadaan habitat sehingga semakin besar pula kendalinya terhadap komunitas yang diakibatkannya. Hal ini berarti bahwa bentuk hidup yang karena ukurannya atau jumlahnya atau karena kedua-duanya, mempunyai pengaruh terbesar terhadap habitat dan mendominasi atau merajai seluruh komunitas.

Indeks nilai penting yang didapat berkisar antara 0,39 % - 77,31 %. Species yang memiliki nilai INP tertinggi adalah Clidemia hirta. Hal ini disebabkan karena Clidemia hirta memiliki nilai dominansi tertinggi, sehingga akan berpengaruh terhadap INP. Indeks nilai penting menggambarkan pentingnya peranan suatu jenis vegetasi dalam ekosistemnya. Menurut Fachrul (2006), apabila INP suatu jenis vegetasi bernilai tinggi, maka jenis itu sangat mempengaruhi kestabilan ekosistem tersebut.

Kebaradaan vegetasi dasar pada perkebunan kelapa sawit di Trimulya Kecamatan Timpeh Kabupaten Dharmasraya cukup beragam. Hal ini dibuktikan dengan nilai indeks keanekaragaman pada perkebunan kelapa sawit cukup tinggi, yaitu 2,46. Indeks keanekaragaman vegetasi dasar pada perkebunan kelapa sawit tergolong sedang. Menurut Fachrul (2006), jika nilai H’ > 3, maka keanekaragaman species adalah tinggi, jika nilai H’ 1 ≤ H’ ≤3, maka keanekaragaman species adalah sedang, jika H’ > 1, maka keanekaragaman species adalah sedikit atau rendah.

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat dilihat bahwa indeks keanekaragaman pada perkebunan kelapa sawit di Trimulya tergolong sedang. Meskipun pada perkebunan kelapa sawit sering disiangi, namun vegetasi dasar dapat menjaga agar keberadaannya tetap stabil (menjaga kestabilan ekosistem). Menurut Indriyanto (2006), keanekaragaman species merupakan ciri tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya. Keanekaragaman species dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas. Keanekaragaman species juga dapat digunakan untuk mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponen-komponennya. Keanekaragaman yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi karena interaksi species yang terjadi dalam komunitas itu sangat tinggi.

Indek similaritas pada perkebunan kelapa sawit yang ditunjukkan oleh stasiun I, II dan III termasuk mirip. Menurut Michael (1994) dalam

Gumiati (2015), nilai indeks similaritas 75-100 % dikatakan sangat mirip, 50-75 % dikatakan mirip, 25-50 % dikatakan tidak mirip, dan <25 % dikatakan sangat tidak mirip. Hal ini dapat dilihat dari table 3. Antara stasiun I dengan II, memiliki nilai 62,20 %, pada stasiun I dengan III memiliki nilai 62 %, dan pada stasiun II dengan III memiliki nilai 52 %. Nilai indeks kesamaan terendah yaitu 52 %. Hal ini diduga karena adanya penyiangan

(7)

menyebabkan tumbuhan menjadi hadir atau tidak di suatu tempat berdasarkan tempat hidupnya yang baru. Penyiangan menyebabkan ekosistem berubah, karena ekosistem yang ada dimusnahkan dengan cara membabat ataupun disemprot. Menurut Indriyanto (2008), proses perubahan yang terjadi dalam komunitas dapat diamati secara mudah dan seringkali perubahan itu berupa pergantian suatu komunitas yang lain.

Berdasarkan hasil pengukuran faktor lingkungan pada perkebunan kelapa sawit di Trimulya Kecamatan Timpeh Kabupaten Dharmasraya, pada stasiun I, suhu udara berkisar antara 30 -32o C, kelembaban udara 71 – 81 % %, pH tanah 6,2 - 7. Pada stasiun II, suhu udara berkisar antara 28 - 31o C, kelembaban udara 76 - 90 %, dan pH tanah 6,2 – 6,8. Sedangkan pada stasiun III, suhu udara berkisar antara 28 - 34o C, kelembaban udara 76 - 91 %, dan pH tanah 6,3 - 7. Kelembaban udara pada lokasi penelitian sangat tinggi karena pada saat pengambilan sampel pada saat musim penghujan sehingga mempengaruhi kelembaban uadara. Kondisi lingkungan berpengaruh terhadap keberadaan vegetasi yang ada di sekitarnya. Variasi jenis dan jumlah dari vegetasi dasar penyusun perkebunan kelapa sawit dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang berbeda-beda pada setiap usia tanam. Pada stasiun II memiliki suhu dan kelembaban tertinggi dibandingkan dengan stasiun I dan stasiun III. Hal ini dibuktikan dengan melimpahnya jumlah jenis

Clidemia hirta yang menyukai daerah yang memiliki kelembaban yang tinggi. Syafe’i (1990) menyatakan bahwa setiap individu memperlihatkan respon yang berbeda terhadap kondisi lingkungan teertentu, yang diperlihatkan dengan optimalisasi pertumbuhan yang berbeda pada kondisi lingkungan tertentu bagi jenis-jenis tumbuhan yang berbeda.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Jumlah species vegetasi dasar yang dijumpai sebanyak 39 species, yang terbagi dalam 24 familia dan 3325 individu.

2. Komposisi vegetasi dasar pada perkebunan kelapa sawit di Trimulya Kecamatan Timpeh Kabupaten Dharmasraya yaitu penghitungan

kerapatan relatif tertinggi adalah Axonopus compresus yaitu 21,41 %. Frekuensi relatif tertinggi adalah Axonopus compresus yaitu 11,83 %. Dominansi relatif tertinggi adalah

Clidemia hirta yaitu 52,80 %. Indeks nilai penting yang tertinggi adalah Clidemia hirta

yaitu 77,31 %. Nilai indeks keanekaragaman yaitu 2,46. Indeks similaritas pada stasiun I, II dan III tergolong mirip.

DAFTAR PUSTAKA

Aththorick, A. 2005. Kemiripan Komunitas Tumbuhan Bawah pada Beberapa Tipe

Ekosistem Perkebunan di Kabupaten

Labuhan Batu. Jurnal Komunikasi

Penelitian. 17(5)

Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara

Fauzi, Y. Y. E, Widyastuti. I, Satyawibawa. R. H. Paeru. 2014. Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya

Gumiati, I, A,. 2015. Komposisi Nimfa Odonata di Batang Tambangan Kenagarian Tambangan Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar.

Skripsi. Padang: STKIP PGRI Sumatera Barat

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara

Iswandi. 2012. Ekologi dan Ilmu Lingkungan. Padang: UNP Press

Loveless, A. R. 1989. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik. Jakarta: PT. Gramedia

Moenandir, Jodi. 1988. Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma (Ilmu Gulma- Buku I). Jakarta: Rajawali Pers

Palijama. W, J. Riri. A.Y, Wattimena . 2012.

Komunitas Gulma pada Pertanaman Pala (Myristica flagrans H) Belum Menghasilkan dan Menghasilkan di Desa Hutumuri Kota Ambon. Jurnal Agrologia. 1(2). Hlm: 91-169 Soerianegara. I dan Indrawan. A. 2012. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan Intitut Pertanian Bogor

Syafei. E. S. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan.

Gambar

Tabel 1. Komposisi  vegetasi  dasar pada perkebunan kelapa sawit  di Trimulya Kecamatan Timpeh Kabupaten  Dharmasraya
Tabel  3.  Hasil  pengukuran  faktor  lingkungan  di  lokasi  penelitian  pada  perkebunan  kelapa  sawit  di  Trimulya  Kecamatan Timpeh Kabupaten Dharmasraya

Referensi

Dokumen terkait

Parameter data nilai tukar EURO terhadap Rupiah dengan model ARCH(r)-mean dimodelkan dan diestimasi menggunakan metode maximum likelihood yang ditunjukkan pada Gambar

Definisi tentang kemiskinan telah mengalami perluasan, seiring dengan semakin kompleksnya faktor penyebab, indikator maupun permasalahan lain

 testiranje za otkrivanje šećerne bolesti tipa 2 i predijabetesa u asimptomatskih osoba treba uzeti u obzir kod odraslih osoba bilo koje dobi koje su prekomjerne

!erbayan rbayang g adik adik misa misannya nnya terg tergopoh-go opoh-gopoh poh membu membuka ka pintu, pintu, lalu lalu menyer menyerbunya bunya dengan dengan

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Al-Khalidi A, Jawad FH, Tawfiq NH menyatakan bahwa asupan 50g madu yang tidak spesifik oleh orang yang sehat dan pasien

Menurut Hardjowigeno (1992), bahwa Alfisols mempunyai lapisan solum yang tebal hingga agak tebal, yaitu dari 1,5 sampai 10 m, dengan batas horizon tidak jelas, dan

Penelitian ini bertujuan untuk i) mengetahui sensitivitas sensor suhu berbasis Fiber Optik Polymer (POF) yang di bentuk spiral dan berjaket gel, ii) mengetahui

Kualitas layanan (service quality) yang baik akan meningkatkan kepuasan dan mempengaruhi tingkat competitive advantage perguruan tinggi untuk dapat memenangkan