• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. Tumbuhan Bakau (Rhizophora Muncronata) merupakan tanaman dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. Tumbuhan Bakau (Rhizophora Muncronata) merupakan tanaman dalam"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove

Tumbuhan Bakau (Rhizophora Muncronata) merupakan tanaman dalam Kindom Plantae dengan kelas Mangnolipsida, ordo Mystales, Famili Rhizophoraceae, bergenus Rhizophora, dan termasuk dalam spesies Rhizophora Mucronata. (Duke, 2006). Nama daerah Rhizophora mucronata adalah bakau, bakau gundul, bakau,genjah dan bangko. Tanaman ini termasuk ke dalam Famili Rhizophoraceae dan banyak ditemukan pada daerah berpasir serta daerah pasang surut air laut.Tanaman bakau dapat tumbuh hingga ketinggian 35-40 m. Tanaman bakau memiliki batang silindris, kulit luar berwarna cokelat keabu-abuan sampai hitam, pada bagian luar kulit terlihat retak-retak.Bentuk akar tanaman ini menyerupai akar tunjang (akar tongkat).Akar tunjang digunakan sebagai alat pernapasan karena memiliki lentisel pada permukaannya. Akar tanaman tersebut tumbuh menggantung dari batang atau cabang yang rendah dan dilapisi semacam sel lilin yang dapat dilewati oksigen tetapi tidak tembus air (Murdiyanto 2003). Tanaman bakau memiliki daun melonjong, berwarna hijau dan mengkilap dengan panjang tangkai 17-35 mm. Tanaman ini umumnya memiliki bunga berwarna kuning yang dikelilingi kelopak berwarna kuning-kecoklatan sampai kemerahan. Proses penyerbukan dibantu oleh serangga dan terjadi pada April sampai dengan Oktober. Penyerbukan menghasilkan buah berwarna hijau yang umumnya memiliki panjang 36-70 cm dan diameter 2 cm (Kusmana et al., 2003).

Mangrove adalah pohon yang sudah beradaptasi sedemikian rupa sehingga akan mampu untuk hidup di lingkungan berkadar garam tinggi seperti lingkungan

(2)

10

laut. Sedangkan hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang didominasi beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tunbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Nontji, 1993). Mangrove tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pada pantai yang datar, biasanya di tempat yang tidak ada muara sungainya, biasanya tumbuh meluas. Mangrove tidak tumbuh di pantai yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut yang kuat, karena hal ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur dari pasir, sebagai substrat yang diperlukan untuk pertumbuhannya.(Nontji,1993). Mangrove adalah jenis tanaman dikotil yang hidup di habitat payau tanaman dikotil adalah tumbuhan yang buahnya berbiji berbelah dua. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis hutan mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur. Mangrove memberikan banyak manfaat baik secara tidak langsung (non economic value) maupun secara langsung kepada kehidupan manusia (economic vallues). Beberapa manfaat tidak langsung sebagai konsumsi manusia antara lain:

1. Menumbuhkan pulau dan menstabilkan pantai

2. Menjernihkan air, penahan lumpur dan perangkap sedimen 3. Peredam gelombang dan angin

4. Mengawali rantai makanan

5. Melindungi dan memberi nutrisi (nursery dan spawning) 6. Pemasok larva ikan, udang, dan biota laut lainnya. 7. Sebagai tempat pariwisata dan edukasi.

(3)

11

Syarat tumbuh mangrove yaitu adanya lumpur (sedimentasi), kemiringan lahan landai, ombak laut tenang (muara, sungai, teluk), dan terjadi pasang surut air laut. (Iwan, 2007). Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang mempunyai ciri khusus karena lantai hutannya secara teratur digenangi oleh air yangdipengaruhi oleh salinitas serta fluktuasi ketinggian permukaan air karena adanya pasang surut air laut (Duke, 1992). Karakteristik dari ekosistem mangrove dipengaruhi oleh keadaan tanah, salinitas, penggenangan, pasang surut, dan kandungan oksigen.Adapun adaptasi dari tumbuhan mangrove terhadap habitat tersebut tampak pada morfologi dan komposisi struktur tumbuhan mangrove (Rismunandar, 2000). Ekosistem ini yang nantinya akan menbentuknya suatu ekosistem baru yaitu hutan mangrove yang terdapat banyak habitat makhluk hidup yang menempati kawasan tersebut sebagai tempat tinggal seperti, burung, ikan, kepiting, serangga, dll. Hutan mangrove adalah hutan pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Macnae, 1968). Jenis-jenis mangrove sangat beragam, menurut Abu Muadz (2012) yaitu ;

1. Acrostichum aureum

Ferna berbentuk tandan di tanah, besar, tinggi hingga 4 m. Batang timbul dan lurus, ditutupi oleh urat besar. Menebal di bagian pangkal, coklat tua dengan peruratan yang luas, pucat, tipis ujungnya,bercampur dengan urat yang sempit dan tipis. Panjang daunnya tumbuh antara 1-3 m, memiliki tidak lebih dari 30 pinak daun. Pinak daun letaknya berjauhan dan tidak teratur. Pinak daun terbawah selalu terletak jauh dari yang lain dan memiliki gagang yang panjangnya 3 cm. Ujung daun fertil berwarna coklat seperti karat. Bagian bawah dari pinak daun tertutup secara seragam oleh sporangia yang besar. Ujung

(4)

12

pinak daun yang steril dan lebih panjang membulat atau tumpul dengan ujung yang pendek. Duri banyak, berwarna hitam. Peruratan daun menyerupai jaring. Sisik yang luas, panjang hingga 1 cm, hanya terdapat di bagian pangkal dari gagang, menebal di bagian tengah. Spora besar dan berbentuk tetrahedral.

Secara ekologi Ferna merupakan tanaman tahunan yang tumbuh di mangrove dan pematang tambak, sepanjang kali dan sungai payau serta saluran. Tingkat toleransi terhadap genangan air laut tidak setinggi A.speciosum. Ditemukan di bagian daratan dari mangrove. Biasa terdapat pada habitat yang sudah rusak, seperti areal mangrove yang telah ditebangi yang kemudian akan menghambat tumbuhan mangrove untuk beregenerasi. Tidak seperti A.speciosum, jenis ini menyukai areal yang terbuka terang dan disinari matahari.

2. Bruguiera cylindrica

Deskripsi tanaman ini berupa pohon selalu hijau, berakar lutut dan akar papan yang melebar ke samping di bagian pangkal pohon, ketinggian pohon kadang-kadang mencapai 23 meter. Kulit kayu abu-abu, relatif halus dan memiliki sejumlah lentisel kecil. Permukaan atas berwarna hijau cerah bagian bawahnya hijau agak kekuningan. Unit & Letaknya sederhana & berlawanan, berbentuk elips dengan ujuk agak meruncingdengan ukuran: 7-17 x 2-8 cm. Bunganya mengelompok, muncul di ujung tandan (panjang tandan: 1-2 cm). Sisi luar bunga bagian bawah biasanya memiliki rambut putih, letaknya di ujung atau ketiak tangkai/tandan bunga dengan formasi: di ujung atau ketiak tangkai/tandan bunga. Daun Mahkota berwarna putih, lalu menjadi coklat ketika umur bertambah, 3- 4 mm. Kelopak Bunga: 8; hijau kekuningan, bawahnya seperti tabung.

(5)

13

Buahnya berjenis Hipokotil (seringkali disalah artikan sebagai “buah”) berbentuk silindris memanjang, sering juga berbentuk kurva. Warna hijau didekat pangkal buah dan hijau keunguan di bagian ujung. Pangkal buah menempel pada kelopak bunga. Ukuran panjangnya 8-15 cm dan diameter 5-10 mm.Secara ekologi merupakan tumbuhan yang tumbuh mengelompok dalam jumlah besar, biasanya pada tanah liat di belakang zona Avicennia, atau di bagian tengah vegetasi mangrove kearah laut. Jenis ini juga memiliki kemampuan untuk tumbuh pada tanah/substrat yang baru terbentuk dan tidak cocok untuk jenis lainnya. Kemampuan tumbuhnya pada tanah liat membuat pohon jenis ini sangat bergantung kepada akar nafas untuk memperoleh pasokan oksigen yang cukup, dan oleh karena itu sangat responsif terhadap penggenangan yang berkepanjangan. Memiliki buah yang ringan dan mengapung sehinggga penyebarannya dapat dibantu oleh arus air, tapi pertumbuhannya lambat. Perbungaan terjadi sepanjang tahun.

3. Bruguiera gymnorrhiza

Pohon ini selalu hijau dengan ketinggian kadang-kadang mencapai 30 m. Kulit kayu memiliki lentisel, permukaannya halus hingga kasar, berwarna abu-abu tua sampai coklat (warna berubah-ubah). Akarnya seperti papan melebar ke samping di bagian pangkal pohon, juga memiliki sejumlah akar lutut. Daun : Daun berkulit, berwarna hijau pada lapisan atas dan hijau kekuningan pada bagian bawahnya dengan bercak-bercak hitam (ada juga yang tidak). Unit & Letak: sederhana & berlawanan, berbentuk elips sampai elips-lanset dengan ujung meruncing, berukuran ukuran: 4,5-7 x 8,5-22 cm. Bunganya bergelantungan dengan panjang tangkai bunga antara 9-25 mm letaknya di ketiak daun, menggantung Formasi: soliter. Daun Mahkota: 10-14; putih dan coklat jika

(6)

14

tua, panjang 13-16 mm. Kelopak bunganya berukuran 10-14 dengan warna merah muda hingga merah dengan panjang 30-50. Buah : Buah melingkar spiral, bundar melintang, panjang 2-2,5 cm, hipokotil lurus, tumpul dan berwarna hijau tua keunguan berukuran dengan panjang 12-30 cm dan diameter 1,5-2 cm. Secara ekologi tumbuhan ini merupakan jenis yang dominan pada hutan mangrove yang tinggi dan merupakan ciri dari perkembangan tahap akhir dari hutan pantai, serta tahap awal dalam transisi menjadi tipe vegetasi daratan. Tumbuh di areal dengan salinitas rendah dan kering, serta tanah yang memiliki aerasi yang baik. Jenis ini toleran terhadap daerah terlindung maupun yang mendapat sinar matahari langsung. Bruguiera gymnorrhiza juga tumbuh pada tepi daratan dari mangrove, sepanjang tambak serta sungai pasang surut dan payau. Ditemukan di tepi pantai hanya jika terjadi erosi pada lahan di hadapannya. Substrat-nya terdiri dari lumpur, pasir dan kadang-kadang tanah gambut hitam. Kadang-kadang juga ditemukan di pinggir sungai yang kurang terpengaruh air laut, hal tersebut dimungkinkan karena buahnya terbawa arus air atau gelombang pasang. Regenerasinya seringkali hanya dalam jumlah terbatas. Bunga dan buah terdapat sepanjang tahun. Bunga relatif besar, memiliki kelopak bunga berwarna kemerahan, tergantung, dan mengundang burung untuk melakukan penyerbukan.

4. Bruguiera hainessii

Pohon yang selalu hijau dengan ketinggian mencapai 30 meter dan batang berdiameter sekitar 70 cm. Kulit kayu berwarna coklat hingga abu-abu, dengan lentisel

(7)

15

besar berwarna coklat-kekuningan dari pangkal hingga puncak. Daun berkulit, berwarna hijau pada lapisan atas dan hijau kekuningan di bawahnya. Unit & Letaknya sederhana & berlawanan, berbentuk elips sampai bulat memanjang dengan ujung meruncing berukuran 9-16 x 4-7 cm. Bunganya terletak di ujung atau ketiak tangkai/tandan bunga, panjang tandan (18-22 cm). Formasi bunganya berkelompok 2-3 bunga per tandan. Daun Mahkota: putih, panjang 7-9 mm. Berambut pada tepi bawah dan agak berambut pada bagian atas cuping. Kelopak Bunga: 10; hijau pucat; bagian bawah berbentuk tabung, panjangnya 5 mm. Buah Hipokotil berbentuk cerutu atau agak melengkung dan menebal menuju bagian ujung dengan ukuran Hipokotil 9 cm dan diameter 1 cm. Secara ekologi tumbuhan ini tumbuh di tepi daratan hutan mangrove pada areal yang relatif kering dan hanya tergenang selama beberapa jam sehari pada saat terjadi pasang tinggi. Penyebarannya mulai dari India hingga Burma, Thailand, Malaysia, seluruh Indonesia dan Papua New Guinea.

5. Bruguiera parviflora

Berupa semak atau pohon kecil yang selalu hijau, tinggi (meskipun jarang) dapat mencapai 20 m. Kulit kayu burik, berwarna abu-abu hingga coklat tua, bercelah dan agak membengkak di bagian pangkal pohon. Akar lutut dapat mencapai 30 cm tingginya. Pada daunTerdapat bercak hitam di bagian bawah daun dan berubah menjadi hijaukekuningan ketika usianya bertambah. Unit & Letaknya sederhana & berlawanan, berbentuk elips dengan ujung meruncing, berukuran 5,5-13 x 2-4,5 cm. Bunga mengelompok di ujung tandan (panjang tandan: 2 cm). Letak: di ketiak daun dengan formasi kelompok (3-10 bunga per tandan). Daun mahkota berjumlah 8 berwarna putih hijau kekuningan, panjang

(8)

16

1,5-2mm. Berambut pada tepinya. Kelopak Bunga berjumlah 8, menggelembung, warna hijau kekuningan; bagian bawah berbentuk tabung, panjangnya 7-9 mm. Buah melingkar spiral, panjang 2 cm. Hipokotil silindris, agak melengkung, permukaannya halus, warna hijau kekuningan. Ukuran hipokotil dengan panjang 8- 15 cm dan diameter 0,5-1 cm. Seacara ekologi tumbuhan ini membentuk tegakan monospesifik pada areal yang tidak sering tergenang. Individu yang terisolasi juga ditemukan tumbuh di sepanjang alur air dan tambak tepi pantai. Substrat yang cocok termasuk lumpur, pasir, tanah payau dan bersalinitas tinggi. Pada negara Australia, perbungaan tercatat dari bulan Juni hingga September, dan berbuah dari bulan September hingga Desember. Hipokotilnya yang ringan mudah untuk disebarkan melalui air, dan nampaknya tumbuh dengan baik pada areal yang menerima cahaya matahari yang sedang hingga cukup. Bunga dibuahi oleh serangga yang terbang pada siang hari, seperti kupu-kupu. Daunnya berlekuk-lekuk, yang merupakan ciri khasnya, disebabkan oleh gangguan serangga. Dapat menjadi sangat dominan di areal yang telah diambil kayunya.

6. Rhizophora apiculata

Pohon dengan ketinggian mencapai 30 m dengan diameter batang mencapai 50 cm. Memiliki perakaran yang khas hingga mencapai ketinggian 5 meter, dan kadang-kadang memiliki akar udara yang keluar dari cabang. Kulit kayu berwarna abu-abu tua dan berubah-ubah. Daunnya Berkulit berwarna warna hijau tua dengan hijau muda pada bagian tengah dan kemerahan di bagian bawah. Gagang daun panjangnya 17-35 mm dan warnanya kemerahan. Unit & Letak sederhana & berlawanan berbentuk elips menyempit dengan ujung meruncing berukuran 7-19 x 3,5-8 cm. Bunga berjenis biseksual, kepala

(9)

17

bunga kekuningan yang terletak pada gagang berukuran <14 mm. Letaknya di ketiak daun dengan formasi kelompok (2 bunga per kelompok). Daun mahkota berjumla: 4 berwarna kuning-putih, tidak ada rambut, panjangnya 9-11 mm. Kelopak bunga berjumlah 4 dengan warna kuning kecoklatan, melengkung. Benang sari berjumlah 11-12; tak bertangkai. Buah kasar berbentuk bulat memanjang hingga seperti buah pir, warna coklat, panjang 2-3,5 cm, berisi satu biji fertil. Hipokotil silindris, berbintil, berwarna hijau jingga. Leher kotilodon berwarna merah jika sudah matang. Ukuran: Hipokotil panjang 18-38 cm dan diameter 1-2 cm. Ekologi tumbuh pada tanah berlumpur, halus, dalam dan tergenang pada saat pasang normal. Tidak menyukai substrat yang lebih keras yang bercampur dengan pasir. Tingkat dominasi dapat mencapai 90% dari vegetasi yang tumbuh di suatu lokasi. Menyukai perairan pasang surut yang memiliki pengaruh masukan air tawar yang kuat secara permanen. Percabangan akarnya dapat tumbuh secara abnormal karena gangguan kumbang yang menyerang ujung akar. Kepiting dapat juga menghambat pertumbuhan mereka karena mengganggu kulit akar anakan. Tumbuh lambat, tetapi perbungaan terdapat sepanjang tahun.

7. Rhizophora mucronata

Pohon dengan ketinggian mencapai 27 m, jarang melebihi 30 m. Batang memiliki diameter hingga 70 cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam dan terdapat celah horizontal. Akar tunjang dan akar udara yang tumbuh dari percabangan bagian bawah. Daun berkulit. Gagang daun berwarna hijau, panjang 2,5-5,5 cm. Pinak daun terletak pada

(10)

18

pangkal gagang daun berukuran 5,5-8,5 cm. Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips melebar hingga bulat memanjang. Ujung: meruncing. Ukuran: 11-23 x 5-13 cm. Gagang kepala bunga seperti cagak, bersifat biseksual, masing-masing menempel pada gagang individu yang panjangnya 2,5-5 cm. Letak: di ketiak daun. Formasi: Kelompok (4-8 bunga per kelompok). Daun mahkota: 4 putih, ada rambut. 9 mm. Kelopak bunga: 4; kuning pucat, panjangnya 13-19 mm. Benang sari: 8 tak bertangkai. Buah lonjong atau panjang hingga berbentuk telur berukuran 5-7 cm, berwarna hijaukecoklatan, seringkali kasar di bagian pangkal, berbiji tunggal. Hipokotil silindris, kasar dan berbintil. Leher kotilodon kuning ketika matang. Ukuran: Hipokotil: panjang 36-70 cm dan diameter 2-3 cm. Ekologi : Di areal yang sama dengan R.apiculata tetapi lebih toleran terhadap substrat yang lebih keras dan pasir. Pada umumnya tumbuh dalam kelompok, dekat atau pada pematang sungai pasang surut dan di muara sungai, jarang sekali tumbuh pada daerah yang jauh dari air pasang surut. Pertumbuhan optimal terjadi pada areal yang tergenang dalam, serta pada tanah yang kaya akan humus. Merupakan salah satu jenis tumbuhan mangrove yang paling penting dan paling tersebar luas. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Anakan seringkali dimakan oleh kepiting, sehingga menghambat pertumbuhan mereka. Anakan yang telah dikeringkan dibawah naungan untuk beberapa hari akan lebih tahan terhadap gangguan kepiting. Hal tersebut mungkin dikarenakan adanya akumulasi tanin dalam jaringan yang kemudian melindungi mereka.

8. Rhizophora stylosa

Pohon dengan satu atau banyak batang, tinggi hingga 10 m. Kulit kayu halus, bercelah, berwarna abu-abu hingga hitam. Memiliki akar tunjang dengan panjang hingga

(11)

19

3 m, dan akar udara yang tumbuh dari cabang bawah. Daun :Daun berkulit, berbintik teratur di lapisan bawah. Gagang daun berwarna hijau, panjang gagang 1-3,5 cm, dengan pinak daun panjang 4-6 cm. Unit & Letaknya sederhana & berlawanan. Bentuk: elips melebar. Ujung: meruncing. Ukuran meruncing. Bunga Gagang kepala bunga seperti cagak, biseksual, masing-masing menempel pada gagang individu yang panjangnya 2,5-5 cm. Letaknya di ketiak daun. Dengan formasi kelompok (8-16 bunga per kelompok). Daun mahkota berjumlah 4 berwarna putih, ada rambut. 8 mm. Kelopak bunga berjumlah 4 berwarna kuning hijau, panjangnya 13-19 mm. Benang sari berjumlah 8 dan sebuah tangkai putik, panjang 4-6 mm. Buahnya panjang 2,5-4 cm, berbentuk buah pir, berwarna coklat, berisi 1 biji fertil. Hipokotil silindris, berbintil agak halus. Leher kotilodon kuning kehijauan ketika matang. Ukuran hipokotil dengan panjang 20-35 cm (kadang sampai 50 cm) dan diameter 1,5-2,0 cm. Ekologi tumbuh pada habitat yang beragam di daerah pasang surut: lumpur, pasir dan batu. Menyukai pematang sungai pasang surut, tetapi juga sebagai jenis pionir di lingkungan pesisir atau pada bagian daratan dari mangrove. Satu jenis relung khas yang bisa ditempatinya adalah tepian mangrove pada pulau/substrat karang. Menghasilkan bunga dan buah sepanjang tahun. Kemungkinan diserbuki oleh angin.

9. Terminalia catappa

Pohon meluruh dengan ketinggian 10-35 m. Cabang muda tebal dan ditutupi dengan rapat oleh rambut yang kemudian akan rontok. Mahkota pohon berlapis secara horizontal, suatu kondisi yang terutama terlihat jelas pada pohon yang masih muda. Daun sangat lebar, umumnya memiliki 6-9 pasang urat yang jaraknya berjauhan, dengan sebuah

(12)

20

kelenjar terletak pada salah satu bagian dasar dari urat tengah. Daun berubah menjadi merah muda atau merah beberapa saat sebelum rontok, sehingga kanopi pohon tampak berwarna merah. Unit & Letak sederhana dan bersilangan. Bentuknya bulat telur terbalik. Dengan ujung membundar. Ukuran: 8- 25 x 5-14 cm (kadang panjangnya sampai 30 cm). Bunga Tandan bunga panjangnya 8-16 cm ditutupi oleh rambut yang halus. Bunga berwarna putih atau hijau pucat dan tidak bergagang. Sebagian besar dari bunga merupakan bunga jantan, dengan atau tanpa tangkai putik yang pendek. Letaknya di ketiak daun dengan formasi: bulir. Kelopak bunganya halus di bagian dalam. Penampilan seperti buah almond. Bersabut dan cangkangnya sangat keras. Ukuran 5-7 cm x 4x5,5 cm. Kulit buah berwarna hijau hingga hijau kekuningan (mengkilat) di bagian tengahnya, kemudian berubah menjadi merah tua. Ekologi : Sebarannya sangat luas. Tumbuh di pantai berpasir atau berkarang dan bagian tepi daratan dari mangrove hingga jauh ke darat. Penyebaran buah dilakukan melalui air atau oleh kelelawar pemakan buah. Pohon menggugurkan daunnya (ketika warnanya berubah merah) sekali waktu, biasanya dua kali setahun (di Jawa pada bulan Januari atau Februari dan Juli atau Agustus).

10. Xylocarpus rumphii

Pohon tingginya dapat mencapai 6 m. Memiliki akar udara tapi tidak jelas. Kulit kayu kasar berwarna coklat dan mengelupas seperti guratan-guratan kecil dan sempit. Susunan daun berpasangan (umumnya 3-4 pasang pertangkai) dan ada pula yang menyendiri. Berwarna hijau tua, Unit & Letaknya majemuk & berlawanan berbentuk: bulat telur-bulat memanjang. Ujung: meruncing dengan ukuran: 7 x 12 cm. Bunganya terdiri dari dua jenis kelamin atau betina saja. Letak: di ketiak. Formasinya Gerombol

(13)

21

acak. Daun mahkota berjumlah 4 berwarna krem-putih kehijauan. Kelopak bunga berjumlah 4 cuping berwarna hijau kekuningan. Benang sari menyatu membentuk tabung berwarna putih krem. Buahnya Warna hijau, bulat seperti jambu bangkok, permukaan licin berkilauan dan di dalamnya terdapat 4-10 kepingan biji berbentuk tetrahedral. Ukuran: buah: diameter 8 cm (lebih kecil dari X. granatum). Jenis mangrove sejati, terdapat di pantai berpasir atau berbatu, di belakang atau sedikit di atas garis pasang tinggi.

B. Tipologi Pantai Utara

Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Carlos, 2011).

Masyarakat pesisir adalah sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumberdaya pesisir (Satria, 2004). Tentu masyarakat pesisir tidak saja nelayan, melainkan juga pembudidaya ikan, pengolah ikan bahkan pedagang ikan. Berikut ini aspek penting mengenai masyarakat pesisir :

(14)

22

Ditinjau dari aspek biofisik wilayah, ruang pesisir dan laut serta sumberdaya yang terkandung di dalamnya bersifat khas sehingga adanya intervensi manusia pada wilayah tersebut dapat mengakibatkan perubahan yang signifikan, seperti bentang alam yang sulit diubah, proses pertemuan air tawar dan air laut yang menghasilkan beberapa ekosistem khas dan lain-lain. Ditinjau dari aspek kepemilikan, wilayah pesisir dan laut serta sumberdaya yang terkandung di dalamnya sering memiliki sifat terbuka (open access). Dengan karakteristik open access tersebut, kepemilikan tidak diatur, setiap orang bebas memanfaatkan sehingga dalam pembangunan wilayah dan pemanfaatan sumberdaya sering menimbulkan konflik kepentingan pemanfaatan ruang dansumberdaya serta peluang terjadinya degradasi lingkungan dan problem eksternalitaslebih besar karena terbatasnya pengaturan pengelolaan sumberdaya. Ada lima ciri khas wilayah pesisir, antara lain :

1) Wilayah yang mempunyai daya dukung yang sangat tinggi dan merupakan tempat terkonsentrasinya berbagai kegiatan manusia.

2) Secara geografis, wilayah pesisir pada umumnya didiami penduduk dengan beragam latar belakang pencarian sehingga rentan terhadap kerusakan lingkungan. 3) Pengeksploitasian wilayah pesisir dengan cara monokulutur (single use) ditinjau

dari sisi ekonomi dan ekologi akan berdampak pada kerusakan lingkungan.

4) Pada era globalisasi dan informasi dewasa ini, wilayah pesisir merupakan domain penting, sebagai pintu gerbang informasi dan pusat kegiatan ekonomi, perdagangan dan jasa, lalu lintas barang dan transportasi massal

(15)

23

5) Dari perspektif masyarakat lokal, wilayah pesisir masih diperlakukan sebagai ”common property”, dan menjadi kancah perebutan wilayah usaha dan sumber konflik antar pemangku kepentingan (Nugroho dan Dahuri 2004: 250-251)

b) Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir

Masyarakat pesisir pada umumnya sebagian besar penduduknya bermatapencaharian di sektor pemanfaatan sumberdaya kelautan (marine resource based), seperti nelayan, pembudidaya ikan, penambangan pasir dan transportasi laut. Kondisi lingkungan pemukiman masyarakat pesisir, khususnya nelayan masih belum tertata dengan baik dan terkesan kumuh. Dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang relatif berada dalam tingkat kesejahteraan rendah, maka dalam jangka panjang tekanan terhadap sumberdaya pesisir akan semakin besar guna pemenuhan kebutuhan masyarakat. Masyarakat itu banyak memanfaatkan sumber daya manusia. Masyarakat itu banyak memanfaatkan sumber daya pesisir untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan mereka melakukan aktivitas kesehariaanya di kawasan itu. Dengan kata lain, wilayah pesisir mendapat tekanan dari peningkatan jumlah penduduk dan kegiatan perekonomian seperti kegiatan penangkapan ikan, penggalian pasir, pertambangan pengeboran minya dan gas bumi, lalu lintas kapal tanker, permukiman, pariwisata dan rekerasi (Hutomo, 1998).

C. Penataan Kawasan

Penataan Kawasan atau Penataan kawasan merupakan salah satu upaya rekayasa sosial yang diselenggarakan di suatu wilayah dan dilakukan bersamaan dengan upaya menciptakan suatu sistem yang komprehensif terkait aktivitas yang berlangsung di kawasan, dengan memperhatikan kualitas lingkungan hidup. Hal ini berarti yang

(16)

24

diharapkan dari Penataan Kawasan adalah hadirnya suatu tatanan baru yang dapat memberikan harapan kualitas kehidupan yang lebih meningkat. Dalam mengembangkan suatu kegiatan wisata perlu adanya hak pengelolaan kawasan wisata, baik dari pemerintah daerah, masyarakat setempat serta pengelola kawasan wisata di desa tersebut ( Lis Noer Aini, 2015). Dalam UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang BAB I, pasal I disebutkan bahwa Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Pada proses dan hasil penataan kawasan merupakan bagian dari upaya mendidik perilaku warga masyarakat sekitar dan juga merupakan pendidikan bagi para pengguna manfaat dari kawasan tersebut agar sesuai dengan tujuan Penataan Kawasan. Penataan kawasan dengan konsep seperti ini bermaksud untuk:

a) Mengembangkan kehidupan sosial masyarakat setempat; b) Meningkatkan ekonomi masyarakat setempat; serta

c) Mengembangkan kualitas lingkungan dan menjaga kelestarian lingkungan.

Dalam pernyataan tersebut diperkuat dengan adanya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyebutkan bahwa Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu pengoordinasian perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antarsektor, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dengan pertimbangan UU yang disebutkan maka,

(17)

25

dipastikan pengembangan kawasan pesisir semata-mata ditujukan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat, bukan kepentingan instansi tertentu, yang berjalan satu tujuan antara pemerintah dan rakyat yang membentuk suatu penataan kawasan yang berkelanjutan dengan mengedepankan prinsip-prinsip penataan kawasan pesisir. Pada kenyataannya UU diatas merupakan sebuah koran baca biasa, bukan dijadikan pedoman dan mengekploitasi kawasan pesisir oleh pihak swasta yang mengenyampingkan masyrakat yang telah bermukim disana dan menyengangkan perut pihak swasta sendiri.

D. Ekowisata

Ekowisata atau wisata ekologis memiliki pengertian yakni, wisatawan menikmati keanekaragaman hayati dengan tanpa melakukan aktifitas yang menyebabkan perubahan pada alam, atau hanya sebatas mengagumi,meneliti dan menikmati serta berinteraksi dengan masyarakat lokal dan objek wisata tersebut (Qomariah, 2009). Menurut Fandeli et al (2000), Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan ekowisata kawasan hutan tropika yang tersebar di kepulauan yang sangat menjanjikan untuk ekowisata dan wisata khusus. Kawasan hutan yang dapat berfungsi sebagai kawasan wisata yang berbasis lingkungan adalah kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam), kawasan suaka Alam (Suaka Margasatwa) dan Hutan Lindung melalui kegiatan wisata alam terbatas, serta Hutan Produksi yang berfungsi sebagai Wana Wisata. Dalam konteks ekowisata maka sumberdaya alam dipandang sebagai asset yang memiliki nilai, baik secara ekologi maupun ekonomi, sehingga kegiatankegiatan yang dilahirkan akan bersifat nonekstraktif. Pendekatan yang kemudian muncul dan harus digunakan para pengembang adalah yang

(18)

26

bersifat simbiotik, dimana para pelaku berinteraksi positif dengan kawasan yang dikelolanya dan bukan bersifat parasitik (Lubis, 2006).

Lubis (2006) juga menambahkan bahwa pengembangan ekowisata secara terpadu diperlukan untuk membangun ekowisata yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat. Untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat, maka perlu diciptakan suasana kondusif yakni situasi yang menggerakkan masyarakat untuk menarik perhatian dan kepedulian pada kegiatan ekowisata dan kesediaan bekerjasama secara aktif dan berkelanjutan.

Pengembangan ini melibatkan adanya sistem perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Hal yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan fisik ialah ketersediaan sarana pendukung dan aksesibilitas di lokasi wisata. Perencanaan terpadu

berupa master plan untuk membangun eco-destination berisi kerangka kerja,

stakeholders yang terkait serta tanggung jawab masing-masing stakeholders untuk kegiatan konservasi lingkungan, peningkatan ekonomi serta apresiasi budaya lokal. Berikut dikemukakan juga prinsip pengembangan ekowisata dan kriteria ekowisata yang disusun oleh kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia bekerjasama

dengan Indonesian Ecotourism Network (INDECON), yang secara konseptual

menekankan lima konsep dasar, yaitu:

1) Prinsip Konservasi ; pengembangan ekowisata harus mampu memelihara, melindungi atau berkontribusi untuk memperbaiki sumberdaya alam.

2) Prinsip Partisipasi Masyarakat ; pengembangan harus didasarkan atas musyawarah dan persetujuan masyarakat setempat serta peka dan menghormati nilai-nilai social-budaya dan tradisi keagaman yang dianut masyarakat sekitar kawasan.

(19)

27

3) Prinsip Ekonomi ; pengembangan ekowisata harus mampu memberikan manfaat untuk masyarakat, khususnya setempat, dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahya untuk memastikan bahwa daerah yang bangunan yang seimbang (balanced development) antara kebutuhan pelestarian lingkungan & kepentingan semua pihak. Dalam penerapannya juga sebaiknya dapat mencerminkan dua prinsip lainnya, yaitu :

4) Prinsip Edukasi ; pengembangan ekowisata harus mengandung unsur pendidikan untuk mengubah perilaku atau sikap seseorang menjadi memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan budaya. 5) Prinsip Wisata ; pengembangan ekowisata harus dapat memberikan kepuasan

pengalaman yang original kepada pengunjung, serta memastikan usaha ekowisata dapat berkelanjutan.

Ekowisata memberikan sarana untuk meningkatkan kesadaran orang akan pentingnya pelestarian dan pengetahuan lingkungan, baik wisatawan nusantara maupun mancanegara. Ekowisata harus menjamin agar wisatawan dapat menyumbang dana bagi pemeliharaan, keanekaragaman hayati yang terdapat di daerah yang dilindungi sebagai salah satu proses pendidikan memelihara lingkungan (Sastrayuda, 2010).

1. Zonasi dan Daya Dukung

Rencana Zonasi Pesisir Sebagai Amanat Uu No 27 Tahun 2007. Berdasarkan UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Bab 1, pasal 1; Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumberdaya dan daya dukung

(20)

28

serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir. Rencana zonasi adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumberdaya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin. Zonasi kawasan berhubungan erat dengan daya dukung kawasan. Informasi awal dari gambaran umum kawasan dan permasalahan yang ada merupakan bahan dalam penentuan zonasi. Zonasi merupakan aspek manajemen kawasan yang berhubungan dengan kepekaan suatu kawasan, objek dan atraksi wisata serta tingkat kunjungan maksimum yang disarankan (Lubis, 2006).

Kawasan ekowisata sebagian besar memanfaatkan potensi sumberdaya alam sebagai daya tarik wisata. Sistem zonasi merupakan salah satu upaya

untuk melindungi sumberdaya alam dan mempermudah pelaksanaan pengelolaan. Menurut Yulianda (2007), pada zonasi ekowisata, peletakan fasilitas dibedakan dalam 4 zonasi yaitu zona inti, zona penyangga, zona pelayanan dan zona pengembangan. a) Zona Inti berupa atraksi/daya tarik wisata utama ekowisata.

b) Zona Antara (Buffer Zone) adalah kekuatan daya tarik ekowisata dipertahankan sebagai ciri-ciri dan karakteristik ekowisata yaitu mendasarkan lingkungan sebagai yang harus dihindari dari pembangunan dan pengembangan unsur-unsur teknologi lain yang akan merusak dan menurunkan daya dukung lingkungan dan tidak sepadan dengan ekowisata.

(21)

29

c) Zona Pelayanan adalah wilayah yang dapat dikembangkan berbagai fasilitas yang dibutuhkan wisatawan, sepadan dengan kebutuhan ekowisata.

d) Zona Pengembangan adalah areal dimana berfungsi sebagai lokasi budidaya dan penelitian pengembangan ekowisata.

Daya dukung merupakan konsep pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang lestari berdasarkan ukuran kemampuannya. Konsep ini dikembangkan untuk meminimalkan kerusakan atau degradasi sumberdaya alam dan lingkungan sehingga kelestarian, keberadaan, dan fungsinya dapat tetap terwujud dan pada saat yang bersamaan, masyarakat atau pengguna sumberdaya tetap dalam kondisi sejahtera dan tidak dirugikan. Perhitungan daya dukung kawasan dimaksudkan untuk membatasi pemanfaatan yang berlebihan dan mencegah kerusakan ekosistem (Nugraha et al., 2013). Menurut Bengen (2002) dalam Prasita (2007) menjelaskan bahwa konsep daya dukung didasarkan pada pemikiran bahwa lingkungan memiliki kapasitas maksimum untuk mendukung suatu pertumbuhan organisme. Daya dukung dibedakan menjadi 4 macam, yakni:

a) Daya Dukung Ekologis : tingkat maksimum (baik jumlah maupun volume)

pemanfaatan suatu sumberdaya atau ekosistem yang dapat diakomodasi oleh suatu kawasan sebelum terjadi penurunan kualitas ekologis.

b) Daya Dukung Fisik : jumlah maksimum pemanfaatan suatu sumberdaya atau suatu ekosistem yang dapat diadsorbsi oleh suatu kawasan tanpa menyebabkan penurunan kualitasa fisik.

(22)

30

c) Daya Dukung Sosial : tingkat kenyamanan dan apresiasi pengguna suatu sumberdaya atau ekosistem terhadap suatu kawasan akibat adanya pengguna lain dalam waktu bersamaan.

d) Daya Dukung Ekonomis : tingkat skala usaha dalam pemanfaatan suatu sumberdaya yang memberikan keuntungan ekonomi maksimum secara berkesinambungan.Konsep daya dukung ini berorientasi pada penggunaan jangka panjang dan tindakan jangka pendek yang harus dipertimbangkan efek jangka panjang. Konsep ini juga berorientasi pada optimalisasi penggunaan jangka panjang yang konstan dengan produk yang maksimum (Knudson, 1980; dalam Irayati, 2000).

2. Prinsip Perencanaan Kawasan Ekowisata Pesisir dan Laut

Pengembangan Ekowisata dapat menjamin keutuhan dan kelestarian ekosistem pesisir dan laut. Hal ini didasarkan pada perencanaan yang berkelanjutan di Kawasan pesisir dan laut. Oleh karenanya, ada beberapa prinsip pengembangan Ekowisata yang harus dipenuhi, menurut Ambo Tuwo dalam buku “Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut” membaginya menjadi 8 prinsip yang harus dipenuhi, yaitu ;

a) Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap bentang

alam dan budaya masyarakat lokal. Pencegahan dan penanggulangan harus disesuaikan dengan sifat dan karakter bentang alam dan budaya masyarakat lokal ; b) Mendidik atau menyadarkan wisatawan dan masyarakat lokal akan pentingnya

konservasi ;

c) Mengatur agar kawasan yang digunakan untuk Ekowisata dan manajemen

(23)

31

pendapatan. Retribusi dan pajak konservasi dapat digunakan secara langsung untuk membina, melestarikan, dan meningkatkan kualitas kawasan pelestarian ;

d) Masyarakat dilibatkan secara aktif dalam perencanaan dan pengembangan Ekowisata ;

e) Keuntungan ekonomi yang diperoleh secara nyata dari kegiatan Ekowisata harus daoat mendorong masyarakat untuk menjaga kelesatrian kawasan pesisir dan laut ; f) Semua upaya pengembangan termasuk pengembangan fasilitas dan untilitas, harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam. Ketidak harmonisan dengan alam, hal ini akan merusak produk Ekowisata yang ada ;

g) Pembatasan pemenuhan permintaan, karena umumnya daya dukung ekosistem alamiah lebih rendah daripada daya dukung ekosistem buatan ;

h) Apabila suatu kawasan pelestarian dikembangakn untuk Ekowsiata, maka devisa dan belanja wisatawan dialokasikan secara proporsional dan adil untuk pemerintah pusat dan daerah ;

3. Manfaat dan Dampak Ekowisata Kawasan Pesisir dan Laut berbasis

masyaratakat

a) Manfaat Kawasan Pesisir sebagai Kawasan Ekowisata

Konsep Ekowisata dimaksudkan untuk menyesuaikan atau menghindari konflik dalam pemanfaatan dengan menetapkan ketentuan dalam berwisata, melindungi SDA dan budaya, serta menghasilkan keuntungan dalam bidang ekonomi untuk masyarakat lokal (Ambo Tuwo, 2011). Manfaat yang didapatkan antara lain terbentuknya ekonomi lokal bagi masyarakat di sekitar kawasan ekowisata, seperti dari penjualan hasil laut

(24)

32

oleh masyarakat, kerajinan tangan, jasa wisata, dll. Disampig dari itu pemanfaatan hasil alam harus dibatasi pengekploitasiannya, meningkatnya wawasan wisatawan maupun masyarakat lokal tentang pentingnya konservasi sumber daya alam dan peningkatan partisipasi masyarakat dan beberapa manfaat yang lain seperti meningkatnya ekonomi sumberdaya ekosistem, meningkatnya upaya kelestarian lingkungan, terbangunnya konstituensi untuk konservasi secara lokal, nasional, dan internasional, dan berkurangnya ancaman terhadap keanekaragaman hayati yang ada di obyek wisata (Ambo Tuwo, 2011).

b) Dampak Kawasan Pesisir sebagai Kawasan Ekowisata

Pengembangan kawasan pesisir yang terlepas dari dampak positif pengelolaan Ekowisata yang kurang baik dapat melupakan kepentingan ekonomi masyarakat lokal. Pada setiap pembangunan terdapat dua sisi mata uang yaitu sisi negatif dan sisi positif, untuk melihat sisi positif dan negatif dari pengembangan Ekowsiata, terlebih dahulu perlu diperhatikan beberapa hal oleh setiap perencana Ekowisata yang berkaitan dengan keberlangsungan pertumbuhan Ekowisata dan juga tentunya akan menyangkut keberlanjutan para pelaku wisata yang berada dalam kawasan tersebut, antara lain jumlah wisatawan, karakeristik wisatawan dengan berbagai keinginan untuk berwisata, tipe dari aktivitas Ekowisata yang dapat ditawarkan pada sebuah obyek wisata tersebut, kondisi lingkungan sekitar yang ada pada kawasan tersebut dan kemapuan masyarakat beradaptasi terhadap perkembangan kepariwisataan. Dampak yang ditimbulkan dari Ekowisata tersebut natara lain :

(25)

33

1) Dampak Sosial Budaya Ekowisata

Perkembangan ekonomi dapat berpengaruh terhadap budaya lokal yang berada di kawasan Ekowisata, struktur sosial dan aspek budaya dari masyarakat lokal. Hal ini terjadi karena adanya pertemuan budaya antara wisatawan dan masyarakat lokal yang kemudian akan menghasilkan perkawinan budaya. Ditakutkan akan terjadi penjajahan budaya atau degradasi budaya lokal jika, budaya pendatang lebih berpengaruh terhadap budal masyarakat lokal.

2) Dampak Lingkungan Ekowisata

Pengembangan Ekowisata dapat mendatangkan dampak psotif berupa meningkatnya upaya reservasi sumberdaya alam, pembangunan taman nasional, perlindungan pantai dan taman laut, dan mepertahankan ekosistem mangrove, namun di lain pihak pengelolaan Ekowisata yang kurang tepat dapat menimbulkan dampak negatif berupa polusi, kerusakan lingkungan fisik, pemanfaatan berlebihan, pembangunan fasilitas tanpa memperhatikan kondisi lingkungan, dan kerusakan hutan mangrove. Maka diperlukan, peran masyarakat yang bijak agar kondisi positif lebih berpengaruh terhadap sisi negatif agar tercipta kondisi Ekowisata yang lestari dan berkelanjutan.

Referensi

Dokumen terkait

79 Uji Adaptasi Varietas Tomat Makalah Dalam Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian, Denpasar, 2000. 2000 Pemuliaan Tomat Monograf Rakitan

lndikator ini tidak hanya untuk Rumah Sakit tetapijuga dapat diterapkan pada semua sarana pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan rehabilitasi medik, baik

lain-lain. Pertanyaan sendiri adalah strategi monitoring pemahaman metakognitif. Jika ia menemukan bahwa ia tidak dapat.. menjawab pertanyaan-pertanyaan sendiri, atau bahwa

Hasil penelitian menunjukkan (1) hasil belajar kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol dengan hasil rata-rata 81,63 dan hasil rata-rata 72,50; (2) ada perbedaan

5 2 2 20 Sosialisasi pada petugas BP Gigi tentang pentingnya mendapat umpan balik surat rujukan intern sebagai bukti sah dan semua pasien dikembalikan ke unit asal

Dari hasil pengamatan diperoleh posisi optimal untuk pengukuran isotop adalah pada jarak yang memberikan waktu mati 1.8% – 3.4% dalam hal ini pada jarak 5 cm dari detektor,

Metode penelitian sesuai tujuan penelitian, yaitu (a) pembuatan struktur belitan stator berupa: (i) pengkondisian bentuk fisik rumah dan inti stator, (ii) kalkulasi jumlah alur

Tujuan pembelajaran vokal pada paduan suara OMK di Gereja Katolik Kristus Raja Baciro menurut hasil wawancara dengan pelatih paduan suara OMK Bapak