• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KONDUKTIVITAS LISTRIK ZEOLIT PADA PERLAKUAN TERMAL 150 C, 250 C, 350 C DAN POTENSINYA SEBAGAI ELEKTRODE SUPERKAPASITOR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN KONDUKTIVITAS LISTRIK ZEOLIT PADA PERLAKUAN TERMAL 150 C, 250 C, 350 C DAN POTENSINYA SEBAGAI ELEKTRODE SUPERKAPASITOR."

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KONDUKTIVITAS LISTRIK ZEOLIT PADA PERLAKUAN TERMAL 150 °C, 250 °C, 350 °C DAN POTENSINYA SEBAGAI

ELEKTRODE SUPERKAPASITOR (Skripsi)

Oleh

ALFI HAMIDAH

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016

(2)

i ABSTRAK

KAJIAN KONDUKTIVITAS LISTRIK ZEOLIT PADA PERLAKUAN TERMAL 150°C, 250°C, 350 °C DAN POTENSINYA SEBAGAI

ELEKTRODE SUPERKAPASITOR

Oleh

ALFI HAMIDAH

Telah dilakukan sintesis zeolit dengan bahan dasar silika sekam padi menggunakan metode sol gel dan perlakuan termal 150 °C, 250 °C, 350 °C. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perlakuan termal, mikrostruktur, dan luas permukaan spesifik yang mempengaruhi nilai konduktivitas listrik zeolit. Perlakuan termal yang tinggi menghasilkan ukuran partikel yang kecil, ukuran pori yang kecil, ukuran butir yang besar, dan luas permukaan spesifik yang tinggi. Sedangkan konduktivitas listrik yang tinggi didukung oleh ukuran partikel yang kecil, ukuran pori yang besar, ukuran butir yang besar, dan luas permukaan yang tinggi. Berdasarkan hasil LCR, diperoleh konduktivitas listrik kalsinasi 150 °C, 250 °C, 350 °C berturut-turut adalah 1,3029 x10-4, 1,5540 x10-4, dan 1,4852 x10-4 S/cm. Konduktivitas listrik paling tinggi terdapat pada suhu 250 °C, namun hanya didukung oleh pori yang besar, yaitu 3,996μm. Sedangkan pada suhu 350 °C diperoleh ukuran partikel paling kecil, ukuran butir paling besar, dan luas permukaan spesifik paling tinggi, masing-masing adalah 15,396 μm, 5,291μm 242,027 m²/g. Penyimpangan ini terjadi karena adanya aglomerasi dan perubahan struktur fasa pada suhu 250 °C. Berdasarkan nilai konduktivitas listrik yang dihasilkan, zeolit termasuk dalam semikonduktor dan berpotensi sebagai elektrode superkapasitor.

Kata Kunci: Konduktivitas listrik, luas permukaan spesifik, mikrostruktur, perlakuan termal, zeolit.

(3)

ii ABSTRACT

STUDY THE ELECTRICAL CONDUCTIVITY OF THERMAL TREATMENT OF ZEOLITES AT 150 °C, 250 °C, 350 °C AND ITS

POTENTIAL AS A SUPERCAPACITOR ELECTRODE

By

ALFI HAMIDAH

The synthesis of zeolite based silica from rice husk was conducted using sol gel method and thermal treatment at temperature 150 °C, 250 °C, 350 °C. The microstructure, specific surface area, and electrical conductivity was investigated to study the electrical conductivity of zeolite. The high thermal treatment produces small particle size, small pore size, large grain size, and high surface specific area. Meanwhile, the high electrical conductivity can be supported by small particle size, large pore size, large grain size, and high spesific surface area. The electrical conductivity of zeolite obtained at 150 °C, 250 °C, 350 °C respectively are 1,3029 x10-4, 1,5540 x10-4, and 1,4852 x10-4S/cm. The highest one was obtained at 250 °C, but it is only supported by a large pore of 3,996μm. Meanwhile, at 350 °C was obtained the smallest particle size, the largest grain size, and the highest surface area, respectively was 15,396μm, 5,291μm242,027 m²/g. These deviations occur due to particleagglomeration and structural changes phase at temperature 250 °C. Based on the result of electrical conductivity values, zeolite is included in the semiconductor and has potential as a supercapacitor electrode.

Keyword: Electrical conductivity, microstructure, specific surface area, thermal treatment, zeolite.

(4)

KAJIAN KONDUKTIVITAS LISTRIK ZEOLIT PADA

PERLAKUAN TERMAL 150 °C, 250 °C, 350 °C DAN POTENSINYA SEBAGAI ELEKTRODE SUPERKAPASITOR

Oleh

Alfi Hamidah

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung

`

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016

(5)
(6)
(7)
(8)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 25 Desember 1994, anak ke-1 dari 2 bersaudara pasangan Bapak Faizun dan Ibu Rohayati. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Al-Azhar 1 Bandar Lampung tahun 2006, MTs N 2 Bandar Lampung tahun 2009 dan MAN 1 Bandar Lampung tahun 2012.

Pada tahun 2012 penulis masuk dan terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN. Selama menempuh pendidikan penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Sains Dasar dan Asisten Praktikum Elektronika Dasar. Penulis pernah aktif di kegiatan kemahasiswaan antara lain, Himpunan Mahasiswa Fisika (Himafi) Unila sebagai anggota bidang Saintek pada periode 2012-2013 dan 2013-2014, UKMF Natural Unila sebagai anggota bidang Kesekretariatan pada periode 2012-2013 dan anggota Redaksi pada periode 2013-2014. Selain itu, penulis juga pernah menjadi Pimpinan Usaha UKMF Natural Unila pada periode 2014-2015.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. Bukit Asam Persero, Tbk Tarahan dan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Gunung Sari, Kecamatan Lambu Kibang Kabupaten Tulang Bawang Barat.

(9)

viii

MOTTO

Every work hard always paid off.

Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila

engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras

(untuk urusan yang lain)

(10)

ix

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT, ku

persembahkan karya ini untuk orang-orang yang ku

cintai dan ku sayangi karena Allah SWT

Bapak Faizun & Ibu Rohayati

Kedua orang tua yang telah banyak berdo’a, berkorban, bersabar, dan

menjadi motivasi hingga dapat menyelesaikan pendidikan ditingkat

Universitas dan menyelesaikan skripsi ini

.

Bapak-Ibu guru serta Bapak-Ibu dosen

Terima kasih atas bekal ilmu pengetahuan dan budi pekerti yang telah

membuka hati dan wawasanku

Para sahabat dan teman-teman seperjuangan

Terima kasih atas suka duka yang kita lalui dengan kebersamaan

dan

Almamaterku tercinta

Universitas Lampung

(11)

x

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahim,

Segala puji bagi Allah SWT berkat rahmat dan hidayah Nya, penulis dapat menyelesaikan kuliah serta skripsi dengan baik. Judul skripsi ini “Kajian Konduktivitas Listrik Zeolit Pada Perlakuan Termal 150 °C, 250 °C, 350 °C Dan Potensinya Sebagai Elektrode Superkapasitor”. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat dan pengikutnya.

Skripsi ini dilaksanakan dari bulan Januari 2016 sampai Juli 2016 bertempat di Laboratorium Fisika Dasar Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penekanan skripsi ini adalah diketahuinya nilai konduktivitas listrik zeolit dan potensinya sebagai electrode supekapasitor.

Penulis menyadari dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi kita semua. Aamiin…

Bandar Lampung, 19 Oktober 2016

(12)

xi

SANWACANA

Alhamdulillah, penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat dorongan, bantuan dan motivasi dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Pulung Karo Karo, M.Si. selaku Pembimbing I dan sekaligus sebagai Pembimbing Akademik.

2. Bapak Dr. Eng Bambang Joko Suroto, M.Si. selaku Pembimbing II.

3. Ibu Dr. Yanti Yulianti, M.Si. selaku Penguji dan Ketua Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 4. Bapak Prof. Warsito, D.E.A. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

5. Bapak Agus Riyanto, M.Sc yang selalu sabar memberi arahan dan saran untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Para dosen serta karyawan di Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

7. Adik Tercinta Muhammad Najib Ridho yang selalu memberikan semangat dan motivasi.

8. My close friends: Fatia Ulfah, Nurqori Setiawati, dan Izdiha Rolina Sofa’a yang selalu memberi semangat dan selalu ada dalam suka dan duka.

(13)

xii

9. Teman-teman zeolit: Jennifer, Siti, Imas, Fatia, Imas, dan Rosa yang selalu saling membantu dan memberi semangat menyelesaikan skripsi ini.

10. My fellas: Shelly, Danang, dan Fajri yang selalu bertanya kapan wisuda. 11. Anggita, Meli, Jayanti, Tiwi, Reni, Triana, Wulan, Arizka, Aknes, Juni, Adel,

Mira, Annisa, Tami, Apri, Jovi, dan teman–teman angkatan 2012. 12. Pimpinan Natural: Puja, Aida, Kak Sigit, dan rekan rekan Natural.

13. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat Fisika. Semoga senantiasa dimudahkan segala urusannya. Amin.

Bandar Lampung, 19 Oktober 2016

(14)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

PERNYATAAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

MOTTO ... viii

PERSEMBAHAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

SANWACANA ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 5 C. Batasan Masalah ... 6 D. Tujuan Penelitian ... 6 E. Manfaat Penelitian ... 7

(15)

xiv II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Silika Sekam Padi ... 8

B. Potensi Zeolit sebagai Elektrode ... 10

C. Teknik Sol Gel ... 15

D. Kalsinasi ... 16

E. Superkapasitor ... 17

F. Karakterisasi ... 20

1. SEM (Scanning Electron Microscopy) ... 20

2. SAA (Surface Area Analyzer) ... 23

3. LCR Meter (Inductance, Capacitance, and Resistance)... 26

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 29

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 29

C. Prosedur Penelitian ... 30

1. Preparasi Sekam Padi ... 30

2. Ekstraksi Silika Sekam Padi ... 31

3. Sintesis Zeolit ... 31

4. Pembuatan Pelet Zeolit ... 32

5. Kalsinasi Zeolit ... 32

6. Karakterisasi Zeolit ... 33

D. Diagram Alir ... 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Zeolit dari Silika Sekam Padi ... 36

B. Penentuan Struktur Kristal dan Komposisi Sampel ... 39

C. Pengaruh Perlakuan Termal terhadap Mikrostruktur ... 41

D. Pengaruh Perlakuan Termal terhadap Luas Permukaan Spesifik ... 47

E. Nilai Konduktivitas Listrik Zeolit ... 48

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 53

B. Saran ... 54 DAFTAR PUSTAKA

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur zeolit dari jenis yang berbeda ... 11

2. Pembentukan lapisan ganda EDLC... 19

3. Prinsip kerja SEM ... 20

4. Hasil SEM zeolit sintesis ... 22

5. Bagian-bagian SAA ... 23

6. Rangkaian LCR meter... 27

7. Diagram alir pembuatan zeolit ... 34

8. Proses preparasi sekam padi ... 35

9. Ekstraksi silika sekam padi ... 36

10. Sintesis zeolit ... 37

11. Sampel zeolit... 37

12. Hasil difraktogram sampel zeolit kalsinasi 250 °C... 39

13. Hasil spektrum EDS sampel zeolit kalsinasi 250 °C ... 40

14. Hasil Mikrograf SEM sampel zeolit kalsinasi 150 °C ... 42

15. Hasil Mikrograf SEM sampel zeolit kalsinasi 250 °C. ... 43

16. Hasil Mikrograf SEM sampel zeolit kalsinasi 350 °C ... 44

17. Grafik perubahan suhu kalsinasi terhadap luas permukaan spesifik... 47

(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Zeolit sintesis dan kegunaannya ... 14

2. Hasil perhitungan ukuran partikel... 45

3. Hasil perhitungan ukuran butir ... 46

4. Hasil perhitungan ukuran pori... 46

(18)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penggunaan baterai sebagai penyimpan energi telah banyak digunakan saat ini karena kemudahan dalam penggunaannya. Namun, baterai mempunyai siklus hidup yang pendek dan rapat daya yang rendah (yaitu < 0,1 kW/kg), sehingga dalam segi pemakaian baterai mudah cepat habis dan membutuhkan waktu pengisian yang cukup lama (Emmenegger et al, 2003). Hal ini disebabkan karena baterai harus mengubah energi listrik menjadi bentuk kimia agar energi ini dapat tersimpan (Lu dan Hartman, 2011). Salah satu alternatif perangkat penyimpan energi yang dapat menggantikan baterai yaitu superkapasitor. Dibandingkan baterai, superkapasitor memiliki banyak kelebihan diantaranya memiliki rapat daya yang besar, kapasitansi penyimpanan muatan yang sangat besar, proses pengisian muatan yang cepat, dan tahan lama (Deshpande, 2015).

Perkembangan superkapasitor saat ini telah menunjukkan kemajuan yang pesat berkaitan dengan pemanfaatannya. Superkapasitor model Electrochemical Double Layer (EDLC) telah banyak digunakan untuk menyediakan sumber listrik berbagai aplikasi elektronik (misalnya laptop, ponsel, dan kamera video) dan elektronik medik (misalnya defibrillator

(19)

2

portabel, unit pemberian obat, dan stimulator saraf) (Miller dan Burke, 2008; Miller dan Simon, 2008). Superkapasitor juga memiliki beberapa komponen penting diantaranya adalah elektrode, separator, elektrolit, dan pengumpul arus (current collector). Diantara komponen tersebut, elektrode menjadi salah satu komponen yang menentukan performa superkapasitor. Umumnya, elektrode superkapasitor menggunakan bahan karbon karena beberapa sifat keunggulannya, seperti luas permukaan yang tinggi, konduktivitas listrik yang baik, ketersediaannya melimpah, dan relatif murah. Pemanfaatan karbon sebagai material elektrode pada sistem Electrochemical Double Layer (EDLC), antara lain adalah memanfaatkan material karbon aktif, grafit, karbon aerogel dan carbon nanotubes (CNT) (Pandolfo dan Hollenkamp, 2006).

Sama halnya karbon, senyawa aluminosilikat seperti zeolit juga memiliki potensi sebagai elektrode superkapasitor. Potensi tersebut didasarkan pada karakter unik pada zeolit diantaranya selektivitas bentuk, ukuran, dan muatan, serta kapasitas tukar kation karena memiliki pori yang berukuran molekuler (Suwardi, 2000). Zeolit merupakan kristal aluminosilikat berstruktur tiga dimensi yang terbentuk dari tetrahedral alumina dan silika dengan rongga-rongga didalamnya mengandung ion-ion logam, biasanya alkali atau alkali tanah dan molekul air yang dapat bergerak bebas. Menurut Taglibue et al (2009) zeolit merupakan kristalin aluminosilikat yang mengandung pori-pori dan rongga-rongga berskala molecular dengan rentang ukuran 3Ǻ sampai 15Ǻ. Selain itu, zeolit juga memiliki luas permukaan yang cukup tinggi seperti karbon, sehingga dapat menghasilkan daya tukar kation yang cukup

(20)

3

besar. Berbeda dengan karbon yang hanya mengandalkan adsorpsi pada permukaan/pori-porinya, zeolit mampu menyimpan dan menukar kation CEC (Cation Exchange Capacity) serta mengadsorpsi pori-porinya. Sehingga zeolit memiliki kelebihan dalam bidang adsorpsi-desorpsi. Artinya, zeolit memiliki kemampuan melepaskan kembali komponen-komponen yang telah teradsorpsi pada seluruh permukaannya. Hal ini dapat terjadi karena zeolit mengadsorpsi atau mengikat komponen tersebut dengan ikatan yang lemah. Sebagai membran organik, zeolit juga memiliki sifat tidak mudah rusak bila terkena pelarut organik maupun bahan kimia, sehingga lifetime membran dapat lebih lama (Saputra dan Rosjidi, 2004). Berbagai penelitian terkait zeolit sebagai bahan elektrode telah dilakukan, diantaranya sebagai biosensor glukosa dan dalam bidang kimia elektroanalitik (Wang dan Walcarius, 1996; Walcarius; 1999). Zeolit sebagai elektrode umumnya dikenal sebagai elektrode zme (zeolite-modified electrode) atau cme (chemically-modified electrode). Menurut Mendez et al (2014) terdapat kelebihan lain dari penggunaan zeolit, diantaranya dapat meningkatkan konduktivitas ionik, kekuatan mekanik, stabilitas termal dan stabilitas elektrokimia.

Telah teridentifikasi bahwa banyak sekali struktur zeolit yang ada di dunia ini. Komposisi dan strukturnya pun sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh daerah asal zeolit tersebut. Pada umumnya, zeolit alam terdiri dari gabungan beberapa struktur dan masih mengandung impurities (pengotor). Kondisi ini menyebabkan ukuran pori menjadi tidak seragam dengan distribusi ukuran yang sangat lebar. Tentu hal ini sangat tidak menguntungkan bila diaplikasikan sebagai elektrode superkapasitor. Oleh karena itu, untuk

(21)

4

mengatasi kendala tersebut, penelitian ini difokuskan untuk membuat zeolit sintesis karena memiliki homogenitas sangat tinggi serta ukuran pori yang dapat dikendalikan sesuai dengan kebutuhan.

Zeolit merupakan material yang tersusun atas silika dan alumina dengan perbandingan tertentu. Sumber silika dapat diperoleh dari berbagai sumber, diantaranya silika sintesis, silika mineral, dan silika nabati. Dibanding silika sintesis dan silika mineral, silika nabati lebih diminati para peneliti karena mudah diperoleh dan ketersediannya sangat melimpah karena dapat ditemukan pada limbah tanaman, misalnya sekam padi. Dewasa ini, penelitian telah banyak dilakukan dengan pemanfaatan silika yang terkandung dalam sekam padi sebagai bahan untuk mensintesis zeolit (Ramli, 2003; Nur, 2001; Fuadi et al, 2012). Menurut Luh (1991) dan Sapei dkk (2012) sekam padi memiliki kandungan silika yang cukup tinggi yaitu sebesar 18-22%, memiliki sifat amorf dan ukuran ultra fine, serta sangat reaktif (Chandrasekhar et al, 2003). Teknik preparasi zeolit sintesis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik sol gel. Dengan teknik ini, beberapa keunggulan dapat diperoleh diantaranya menghasilkan kehomogenan yang lebih baik, kemurnian tinggi, suhu relatif rendah, dan tidak terjadi reaksi dengan senyawa sisa (Zawrah et al, 2009).

Sebagai elektrode superkapasitor, nilai konduktivitas listrik yang tinggi menjadi sangat penting, sehingga beragam upaya telah dilakukan untuk meningkatkan konduktivitas listrik elektrode. Menurut Yang et al (2014) peningkatan konduktivitas elektrode dapat dipengaruhi oleh korelasi porositas

(22)

5

dan luas permukaan atau jumlah mikropori. Disamping itu, nilai konduktivitas juga dipengaruhi oleh porositas material (yaitu material yang padat dan jumlah pori yang semakin berkurang) karena dapat menyebabkan hambatan menjadi semakin kecil, sehingga elektron yang mengalir akan semakin banyak. Muttaqin dkk (2014) juga telah melakukan penelitian dengan penambahan zeolit pada campuran resin dammar dan hasilnya dapat meningkatkan konduktivitas listrik campuran tersebut. Dengan demikian, sifat zeolit dengan struktur berpori dan luas permukaan yang tinggi (Auerbach et al, 2003) diharapkan dapat menghasilkan nilai konduktivitas listrik tinggi.

Berdasarkan pemaparan korelasi diatas, maka pengujian yang dilakukan terhadap zeolit meliputi mikrostruktur, luas permukaan spesifik, dan konduktivitas listrik. Pengujian mikrostruktur permukaan zeolit dilakukan dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Sedangkan luas permukaan spesifik diidentifikasi menggunakan Surface Area Analyzer (SAA) dengan menggunakan metode Brunauer, Emmelt and Teller (BET), dan untuk mengetahui konduktivitas listrik dilakukan pengujian menggunakan Inductance, Capacitance, and Resistance (LCR) meter.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh perlakuan termal terhadap mikrostruktur dan luas permukaan spesifik zeolit berbasis silika sekam padi.

(23)

6

2. Bagaimana nilai konduktivitas listrik zeolit berbasis silika sekam padi akibat pengaruh perlakuan termal, mikrostruktur, dan luas permukaan spesifik.

C. Batasan Masalah

Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian dan pengamatan dengan penekanan kepada:

1. Silika sekam padi diekstraksi dengan larutan 5% NaOH untuk mendapatkan sol silika.

2. Sintesis zeolit menggunakan bahan dasar silika dari sekam padi (sodium silikat) dan alumina (sodium aluminat) menggunakan metode sol-gel dengan perbandingan volume sebesar 5:1.

3. Pembuatan zeolit dalam bentuk pellet menggunakan 0,5 gram serbuk. 4. Zeolit berbasis silika sekam padi dikalsinasi pada suhu 150 °C, 250 °C,

dan 350 °C dengan waktu penahanan selama 3 jam.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh perlakuan termal terhadap mikrostruktur dan luas permukaan spesifik, serta konduktivitas listrik zeolit berbasis silika sekam padi akibat pengaruh perlakuan termal, mikrostruktur, dan luas permukaan spesifik.

(24)

7

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai bahan acuan bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian mengenai silika sekam padi.

2. Sebagai bahan alternatif dalam mensintesis zeolit untuk pembuatan industri material yang lebih bernilai harganya.

3. Sebagai informasi untuk melihat potensi zeolit berbasis silika sekam padi sebagai elektrode superkapasitor.

(25)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Silika Sekam Padi

Sekam padi merupakan produk samping yang melimpah dari hasil penggilingan padi. Menurut Prasad (2001) industri penggilingan padi dapat menghasilkan 72% beras, 5-8% dedak, dan 20-22% sekam. Jika sejumlah sekam padi yang dihasilkan dari industri penggilingan padi tidak dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, maka akan menimbulkan pencemaran lingkungan. Sekam padi juga mengandung 78-80% bahan organik yang mudah menguap (lignin, selulosa, gula) jika sekam dibakar dan dihasilkan sisa pembakaran 20-22% abu sekam padi (Yalςin dan Sevinς, 2001). Silika sekam padi memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan sumber silika lainnya, dimana silika sekam padi memiliki butiran halus, lebih reaktif, dan dapat diperoleh dengan cara yang mudah serta biaya yang relatif murah.

Disamping itu, silika sekam padi memiliki ketersediaan bahan baku yang melimpah dan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui. Untuk kebutuhan transformasi silika dalam struktur lain, silika sekam padi sangat cocok digunakan karena tidak memerlukan banyak energi untuk memproduksi senyawa turunannya. Dewasa ini, pengembangan silika sekam padi didasarkan pada luasnya pemanfaatan material berbasis silika dalam

(26)

9

industri. Silika telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan keramik, zeolit sintesis (Rawtani dan Rao, 1989), katalis, dan berbagai jenis komposit organik-anorganik (Sun dan Gong, 2001; Kim et al, 2004).

Perolehan silika sekam padi dikenal dengan 2 (dua) metode, yaitu metode pengabuan dan metode ekstraksi.

a. Metode Pengabuan

Sekam padi yang diproses dengan menggunakan metode ini dilakukan dengan memanaskan atau membakar sekam di atas suhu 400-500 °C. Pada suhu sekitar 450 °C sekam yang telah menjadi abu telah mulai muncul silika amorf dan jika dipanaskan lagi pada suhu antara 700-1350 °C, akan muncul silika kristal (tridimit dan kristobalit) dan silika amorf (Juliano, 1985).

b. Metode Ekstraksi

Sekam padi yang diproses dengan metode ini sangat mungkin dilakukan karena sifat kelarutan silika dalam larutan alkalis sangat baik. Dari beberapa peneliti yang telah berhasil mengekstraksi silika sekam padi di beberapa jenis alkali, ternyata hasil kemurnian silika yang tinggi dapat diperoleh ketika filtrat hasil ekstraksi diendapkan pada larutan asam (Kalapathy et al, 2000; Sembiring dkk, 2008). Ada beberapa keuntungan yang diperoleh jika menggunakan metode ini, diantaranya suhu yang diperlukan tidak terlalu tinggi sehingga sifat reaktif silika amorf lebih dapat dipertahankan, homogenitas bahannya tinggi (Ebtadiyanti, 2007).

(27)

10

B. Potensi Zeolit sebagai Elektrode

Zeolit adalah mineral kristal alumina silika tetrahidrat berpori yang mempunyai struktur kerangka tiga dimensi, terbentuk oleh tetrahedral [SiO4]4- dan [AlO4]5-yang saling terhubungkan oleh atom-atom oksigen sedemikian rupa, sehingga membentuk kerangka tiga dimensi terbuka yang mengandung kanal-kanal dan rongga-rongga. Didalamnya terisi oleh ion-ion logam, biasanya adalah logam-logam alkali atau alkali tanah dan molekul air yang dapat

bergerak bebas (Cheetam, 1992). Secara umum, bahan mesopori

aluminosilikat mempunyai ukuran pori menyerupai bahan amorf, namun memiliki keteraturan penataan dan keseragaman ukuran menyerupai bahan mikropori seperti zeolit.

Zeolit juga sering disebut sebagai molecular sieve/molecular mesh (saringan molekular) karena memiliki pori-pori berukuran molekuler sehingga mampu memisahkan/menyaring molekul dengan ukuran tertentu. Zeolit mempunyai beberapa sifat antara lain mudah melepas air akibat pemanasan, tetapi juga mudah mengikat kembali molekul air dalam udara lembab. Zeolit juga memiliki pori-pori yang besar dengan permukaan yang maksimum. Ciri-ciri yang paling menentukan sifat khusus mineral ini, yaitu adanya ruang kosong yang akan membentuk saluran di dalam strukturnya. Struktur zeolit yang berongga mampu menyerap dan menyaring sejumlah besar molekul yang berukuran lebih kecil atau sesuai dengan ukuran rongganya (Fajula et al, 1994; Bartomeuf, 1996). Zeolit dapat dituliskan dengan rumus empiris :

(28)

11

dimana M adalah kation alkali atau alkali tanah, n adalah jumlah valensi kation, w adalah banyaknya molekul air per satuan unit sel, x dan y adalah jumlah total tetrahedral per satuan unit sel, dan y/x adalah rasio yang biasanya bernilai 1 sampai 5, meskipun ditemukan juga zeolit dengan rasio y/x antara 10 sampai 100 (Georgiev et al, 2009). Zeolit memiliki beragam jenis dan struktur yang berbeda seperti ditunjukkan Gambar 1.

Gambar 1. Struktur zeolit dari jenis yang berbeda (Weitkamp, 2000).

Kerangka zeolit tersusun dalam bentuk tetrahedral TO4 (T=Si, Al) yang terhubung dengan pemakaian bersama atom oksigen. Selama struktur mengandung silika, kombinasi dari TO4 (T=Si) mengarah ke silika, yang merupakan padatan tidak bermuatan. Setelah penggabungan Al ke dalam kerangka silika, muatan 3+ pada Al membuat kerangka menjadi bermuatan negatif, dan membutuhkan kehadiran kerangka kation ekstra (kation anorganik dan organik) dalam struktur untuk menjaga kerangka agar keseluruhan menjadi netral. Kerangka kation ekstra aktif bergerak dan umumnya bertindak sebagai penukar ion, sehingga terjadi pertukaran ion dari

(29)

12

bahan-bahan tersebut dan menghasilkan zeolit baru yang ditimbulkan dari porositas mikro dan hasil topologi kerangka tersebut (Payra dan Dutta, 2003; Georgiev et al, 2009).

Zeolit memiliki bentuk kristal yang sangat teratur dengan rongga yang saling berhubungan ke segala arah yang menyebabkan luas permukaan zeolit sangat besar. Zeolit terdiri dari 2 macam yaitu zeolit alam dan zeolit sintetis.

a) Zeolit alam

Zeolit alam biasanya ditemukan di dalam celah-celah batuan beku basa akibat proses hidrotermal pada batuan. Menurut Tschenich (1992), saat ini sudah dikenal sekitar 40 jenis zeolit alam. Zeolit yang banyak ditemukan di alam adalah zeolit yang memiliki kandungan Si/Al rendah, karena struktur organik yang diperlukan dalam pembentukan siliceous zeolites tidak ada. Contoh zeolit alam seperti clipnoptilolite (HEU) dan mordenite (MOR) yang digunakan sebagai penukar ion (radioaktif) dalam bidang pertanian dan sebagai adsorben (Guthrie, 1980).

b) Zeolit sintetis

Zeolit sintesis merupakan hasil rekayasa manusia melalui proses kimia. Perolehan zeolit alam yang bergantung pada kondisi geologis dan geologis alam membuat kandungan zeolit mengandung banyak impurities (pengotor), ketidakseragaman ukuran pori, dan kekuatan asam menjadi sulit dikontrol. Sedangkan zeolit sintesis dipengaruhi oleh pembuatan dan komposisi bahan baku, sehingga dapat dihasilkan struktur yang lebih

(30)

13

teratur, pori-pori yang seragam, luas permukaan yang tinggi, serta kekuatan asam yang dapat dikontrol (Auerbach et al, 2003).

Sifat zeolit sangat bergantung pada jumlah komponen Al dan Si, sehingga zeolit sintesis dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu :

 Zeolit dengan kadar Si rendah atau kadar Al tinggi

Milton dan Breck telah menemukan zeolit tipe A dan X pada tahun 1959. Zeolit A dan X memiliki kandungan kation paling tinggi dan sifat penukar ion yang baik.

 Zeolit dengan kadar Si sedang

Breck melaporkan sintesis zeolit Y yang telah dilakukan pada tahun 1964 memiliki perbandingan SI/Al antara 1,5 sampai 3,8 dan bentuk kerangka kerja hampir sama dengan zeoit X dan mineral faujasite. Penurunan kandungan Al akan menyebabkan stabilitas termal dan asam pada proses pengembangan zeolit Y dalam pembentukan hidrokarbon.

 Zeolit dengan kadar Si tinggi

Sintesis zeolit dengan perbandingan Si/Al antara 10-100 (lebih tinggi) telah dilakukan oleh Mobil Research and Development Laboratories pada tahun 1960 dan 1970, dengan contoh yang paling dikenal dengan ZSM-5 (Argauer dan Landolt, 1972; Olson et al, 1981).

(31)

14

Tabel 1. Zeolit sintetis dan kegunaannya

Jenis zeolit Kegunaan

Zeolit X catalytic cracking (FCC) dan hidrocracking,

mereduksi NO, NO2, dan CO2

Zeolit Y removal, pemisah fruktosa-glukosa, pemisah N2di

udara, bahan pendingin kering

Zeolit US-Y memisahkan monosakarida

Zeolit A pengkonsentrasi alkohol, pengering oli, bahan gas alam padat, pembersih CO2dari udara

Zeolit ZSM-5 deaxing, produksi synfuel, mensintesis ethylbenzene Linde Zeolite-A bubuk pembersih untuk memindahkan ion Ca dan Mg (Sumber: Saputra, 2006; Mahadilla dan Putra, 2013).

Selain perbandingan Si/Al, sifat fisika seperti konduktivitas juga sangat mempengaruhi fungsi kerja dari zeolit. Zeolit dengan nilai konduktivitas yang besar memiliki kapasitas ion yang besar sehingga dapat menyerap kation-kation yang kemudian dapat dipertukarkan. Zeolit terdiri dari tiga komponen yaitu kation yang dapat dipertukarkan, kerangka alumina silikat, dan air (Hamdan, 1992). Kation-kation dalam kerangka zeolit dapat ditukar dan disubstitusi tanpa merubah struktur kerangka (isomorfis) dan dapat menimbulkan gradien medan listrik dalam kanal-kanal dan ruangan-ruangan zeolit (Smith, 1992). Gradien ini akan dialami semua adsorbat yang masuk ke pori zeolit, karena kecilnya diameter pori yang ukurannya beberapa angstrom. Sebagai akibatnya, perilaku-perilaku zat teradsorpsi seperti tingkat disosiasi, konduktivitas dan lain-lain akan berbeda dari perilaku zat yang bersangkutan dalam keadaan normalnya.

(32)

15

C. Teknik Sol Gel

Metode sol-gel merupakan salah satu metode preparasi yang paling luas penggunaannya karena kemampuannya dalam mengontrol tekstural dan sifat-sifat permukaan mixed oxides. Metode sol-gel adalah metode preparasi padatan dengan teknik temperatur rendah yang melibatkan transisi dari suatu sistem dengan partikel-partikel mikroskopik yang terdispersi dalam suatu cairan (sol) menjadi material makroskopik (gel) yang mengandung cairan. Sol merupakan suatu sistem yang memungkinkan spesies kimia padat tersuspensi stabil dalam larutan, sedangkan gel merupakan cairan yang terjebak dalam jaringan partikel padat. Pembentukan gel terjadi ketika sol terdestabilisasi. Keadaan sol yang tidak stabil ini dapat membentuk spesies sol sebagai partikel agregat maupun endapan sol sebagai partikel bukan agregat (Brinker, 1989).

Proses sol-gel dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti konsentrasi dan tipe prekursor yang digunakan, temperatur, bentuk geometri, dan ukuran bejana serta ada atau tidaknya pengadukkan. Pembentukan gel dari sol dapat berlangsung dalam beberapa detik hingga beberapa hari. Keuntungan proses sol-gel antara lain, materi yang terbentuk memiliki homogenitas dan kemurnian yang tinggi, proses pembentukan struktur dapat diatur, dan kondisi sintesis dapat divariasikan. Proses sol-gel meliputi reaksi hidrolisis dan kondensasi yang berlangsung lebih dominan dari tahapan yang lain (Brinker, 1989).

(33)

16

Proses sol gel dimulai dari melarutkan senyawa prekursor (misalnya alkoksida) dalam pelarut organik, kemudian dihidrolisis secara perlahan untuk memperoleh gel. Sol yang sedang membentuk gel ini dilapiskan ke permukaan padatan sebelum terhidrolisis sempurna kemudian dikalsinasi (Tjahjanto, 2001). Penelitian tentang sol-gel yang telah ada menunjukkan bahwa proses sol-gel tidak hanya menghasilkan material yang homogen, tetapi juga sol-gel dapat digunakan untuk sintesis berbagai macam material campuran antara organik dan anorganik (Bandyopadhyay et al, 2005), salah satunya sebagai sintesis zeolit (Saceda et al, 2011; Mahadilla dan Putra, 2013).

D. Kalsinasi

Kalsinasi merupakan proses pembakaran tahap awal yang berupa reaksi dekomposisi secara endotermik. Kalsinasi berfungsi melepaskan gas-gas dalam bentuk karbonat atau hidroksida sehingga menghasilkan bahan dalam bentuk oksida. Kalsinasi juga menghilangkan zat-zat yang tidak dibutuhkan seperti H2O, air kristal (dalam bentuk OH) dan gas (CO2). Kalsinasi merupakan perlakuan panas terhadap sampel pada suhu tertentu, tergantung pada jenis bahan.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan Widyantoro dan Susanti (2013), menunjukkan bahwa temperatur kalsinasi sangat mempengaruhi besar ukuran butir. Semakin tinggi temperatur kalsinasi, maka ukuran butir yang dihasilkan semakin besar dan kasar. Menurut Yu et al (2008), perubahan bentuk dan ukuran butir hasil kalsinasi disebabkan oleh transformasi fase, pembentukan

(34)

17

kembali butir dan pertumbuhan kristal. Tidak hanya ukuran butir, perlakuan temperatur kalsinasi juga mempengaruhi luas permukaan, semakin tinggi temperatur kalsinasi maka semakin kecil luas permukaannya, begitu juga dengan penurunan temperatur pemanasan akan menyebabkan luas permukaan aktifnya (Zamroni dan Susanti, 2012).

E. Superkapasitor

Selama beberapa tahun terakhir, kapasitor jenis baru telah dikembangkan. Kapasitor ini memanfaatkan skala nanoteknologi bahan berpori untuk elektrode kapasitor bersama dengan elektrolit. Biasanya kapasitor terdiri dari dua permukaan elektrode logam yang dipisahkan oleh media isolasi (disebut sebagai dielektrik). Namun, kapasitor ini tidak menggunakan dielektrik terpisah, tetapi lapisan dielektrik terbentuk secara alami pada antarmuka permukaan konduktor dan elektrolit. Karena tidak memerlukan bahan dielektrik, kapasitor ini dapat diproduksi dalam ukuran apapun (Colel et al, 2006; Lu et al, 2007; Rotenberg et al, 2008). Kapasitor ini dikenal sebagai

Electrochemical Capacitor” (kapasitor elektrokimia). Lapisan dielektrik

yang terbentuk sangat tipis dan bergantung pada sifat permukaan dalam bahan, begitu juga dengan elektrolit. Karena lapisan dielektrik yang ganda, kapasitor EC juga dikenal sebagai kapasitor lapisan ganda (DLC). EDLCs atau kapasitor elektrokimia berlapis ganda adalah salah satu jenis superkapasitor (ultrakapasitor) yang menyimpan energi elektrokimia dengan muatan listrik yang disimpan dalam lapisan ganda, dimana listrik terbentuk pada antarmuka antara permukaan elektroda dan larutan elektrolit.

(35)

18

Superkapasitor atau EDLCs mengisi ruang penting dalam perangkat saat proses penyimpanan energi, sehingga diperoleh kepadatan energi yang lebih besar dibandingkan kapasitor elektrostatik. Superkapasitor terdiri dari beberapa komponen penting diantaranya adalah elektrode, pengumpul arus, separator, dan elektrolit. Sementara elektrode yang digunakan adalah komponen sangat menentukan performa superkapasitor (Wu et al, 2004). Terdapat tiga jenis bahan elektrode yang cocok digunakan untuk superkapasitor, yaitu karbon aktif dengan luas permukaan tinggi, logam oksida, dan polimer konduktif.

Beberapa sifat penting yang dibutuhkan elektrode superkapasitor diantaranya memiliki luas permukaan yang tinggi, distribusi dan ukuran pori yang seragam, serta konduktivitas listrik yang baik (Misnon et al, 2014). Umumnya, electrode superkapasitor menggunakan bahan karbon karena beberapa sifat keunggulannya, seperti luas permukaan yang tinggi, konduktivitas listrik yang baik, ketersediaannya melimpah, dan relatif murah. Elektrode karbon, seperti grafit, karbon teraktivasi dan karbon glass sudah banyak digunakan yang dihubungkan dengan pengumpul arus secara kontak langsung dengan pemisah dan elektrolit (Kötz, 2000; Burke, 2000). Selain karbon, zeolit juga memiliki struktur berpori dan luas permukaan yang tinggi (Auerbach et al, 2003). Ketersediannya juga melimpah dengan memanfaatkan zeolit sintesis (Fuadi dkk, 2012).

Dua buah elektrode biasanya terbuat dari karbon berpori dan dipisahkan oleh sebuah membran, yang memungkinkan mobilitas ion bermuatan berhubungan

(36)

19

dengan kontak listrik. Seperti halnya kapasitor, superkapasitor juga menyimpan energi dalam medan listrik, yang terbentuk diantara dua partikel bermuatan ketika dipisahkan.

Gambar 2. Pembentukan lapisan ganda EDLC (Deshpande, 2015).

Pada Gambar 2 menggambarkan bagaimana sebuah listrik kapasitor lapisan ganda (EDLC) terbentuk pada masing-masing elektrode (antara elektrode dan elektrolit). Ion dalam elektrolit tetap seimbang, tetapi ketika adanya medan listrik eksternal, akan menyebar ke elektrode bermuatan sebaliknya. Prinsip kerja superkapasitor juga sama dengan baterai, ketika sebuah superkapasitor diberi muatan, muatan elektron terakumulasi pada elektrode (karbon konduktif) dan ion muatan yang berlawanan dari elektrolit mendekati muatan listrik. Elektron menumpuk di elektrode negatif dalam bahan berpori di mana mereka terikat untuk ion elektrolit. Proses sebaliknya terjadi pada anoda, ketika elektron kosong dalam karbon menjadi tempat melekatnya anion elektrolit. Elektrolit tetap bersifat konduktif, sehingga arus perpindahan selama pengisian atau pemakaian memiliki jalur konduktif antara kapasitor lapisan ganda pada masing-masing elektrode(Grbović,2014).

(37)

20

F. Karakterisasi Mikrostruktur, Luas Permukaan Spesifik, dan Konduktivitas Listrik

1. SEM (Scanning Electron Microscopy)

SEM adalah suatu tipe mikroskop elektron yang menggambarkan permukaan sampel melalui proses scan dengan menggunakan pancaran energi yang tinggi dari elektron dalam suatu pola scan raster.

Gambar 3. Prinsip kerja SEM

Dalam SEM, seberkas elektron difokuskan secara berturut-turut dengan lensa sehingga berkas itu akan mempunyai ukuran sampai 5 nm. Berkas itu kemudian akan melewati lensa objektif, dimana pasangan koil akan menyimpang pada daerah permukaaan sampel. Elektron primer akan mengenai permukaan yang tidak elastis yang dihamburkan oleh atom dalam sampel. Karena hamburan ini, berkas elektron primer akan menyebar secara merata dan masuk dalam sampel kira-kira 1 μm di

(38)

21

permukaan sampel. Interaksi inilah yang akan dideteksi dan akan menghasilkan suatu gambaran.

SEM sangat cocok digunakan dalam situasi yang membutuhkan pengamatan permukaan kasar dengan pembesaran berkisar antara 20 kali sampai 500.000 kali. SEM juga dapat menghasilkan karakteristik bentuk 3 dimensi yang berguna untuk memahami struktur permukaan (Anggraeni, 2008). SEM yang dilengkapi dengan EDS (Electron Dispersive X-Ray Spectroscopy) dapat diperoleh gambaran permukaan atau fitur material dengan resolusi yang sangat tinggi hingga memperoleh suatu tampilan dari permukaan sampel yang kemudian dikomputasikan dengan software untuk menganalisis komponen materialnya baik dari kuantitatif maupun dari kualitatifnya. Berikut ini adalah beberapa informasi SEM-EDS yang dapat diperoleh:

a) Topografi, yaitu ciri-ciri permukaan dan teksturnya (kekerasan, sifat memantulkan cahaya, dan sebagainya).

b) Morfologi, yaitu bentuk dan ukuran dari partikel penyusun objek

(kekuatan, cacat pada Integrated Circuit (IC) dan chip, dan sebagainya). c) Komposisi, yaitu data kuantitatif unsur dan senyawa yang terkandung

di dalam objek (titik lebur, kereaktifan, kekerasan, dan sebagainya). d) Informasi kristalografi, yaitu informasi mengenai bagaimana susunan

dari butir-butir di dalam objek yang diamati (konduktivitas, sifat elektrik, kekuatan, dan sebagainya) (Kroschwitz, 1990).

(39)

22

Oktaviani dan Muttaqin (2015) telah melakukan penelitian pembuatan zeolit sintesis dengan menggunakan karakterisasi SEM-EDS, hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. (a) Hasil SEM zeolit sintesis, (b) sampel zeolit sintetis 60 ºC, (c) 80 ºC, (d) 100 ºC (e) 160 ºC, (f) 180 ºC melalui proses alkali

hidrotermal (Oktaviani dan Muttaqin, 2015).

Pada Gambar 4 menunjukkan bahwa zeolit sintesis memiliki bentuk bulat besar dan seiring meningkatnya perlakuan termal menyebabkan zeolit memiliki struktur berpori yang homogen serta ukuran partikel yang lebih kecil. Dengan struktur yang berpori maka akan didapatkan luas permukaan yang besar juga. Menurut Yang et al (2014) peningkatan konduktivitas elektrode dapat dipengaruhi oleh korelasi porositas dan luas permukaan atau jumlah mikropori. Nilai konduktivitas juga dipengaruhi oleh porositas material (yaitu material yang padat dan jumlah pori yang semakin berkurang) karena dapat menyebabkan hambatan menjadi semakin kecil, sehingga elektron yang mengalir akan semakin banyak. Sari dkk (2014) juga mengemukakan bahwa pori-pori yang tertutup menyebabkan semakin

(40)

23

banyak elektron konduksi sehingga menghasilkan konduktivitas yang besar. Dengan nilai konduktivitas yang besar juga dapat meningkatkan nilai kapasitansi elektrode (Wang et al, 2015).

2. SAA (Surface Area Analyzer)

Surface Area Analyzer (SAA) merupakan salah satu alat utama dalam karakterisasi material. Alat ini berfungsi untuk menentukan luas permukaan material, distribusi pori dari material dan isotherm adsorpsi suatu gas pada suatu bahan (Gregg, 1982). Luas permukaan merupakan luasan yang ditempati satu molekul adsorbat/zat terlarut yang merupakan fungsi langsung dari luas permukaan sampel. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa luas permukaan merupakan jumlah pori disetiap satuan luas dari sampel dan luas permukaan spesifiknya merupakan luas permukaan per gram. Luas permukaan dipengaruhi oleh ukuran partikel atau pori, bentuk pori, dan susunan pori dalam partikel (Martin dkk, 1993).

Gambar 5. Bagian-bagian SAA Vacuum or flow degassing

Heating Mantles Degas temperature

controls

Status and data display Analysis selection keypad

System status display RTD

1,2,3 or 4 samples

Automated dewar elevator

RS232 port for optional PC control via NOVA

(41)

24

Prinsip kerja alat ini menggunakan mekanisme adsorpsi gas, umumnya nitrogen, argon dan helium, pada permukaan suatu bahan padat yang akan dikarakterisasi pada suhu konstan biasanya suhu didih dari gas tersebut. Alat tersebut pada dasarnya hanya mengukur jumlah gas yang dapat diserap oleh suatu permukaan padatan pada tekanan dan suhu tertentu. Secara sederhana, dapat diketahui berapa volume gas spesifik yang dapat dijerap oleh suatu permukaan padatan pada suhu dan tekanan tertentu serta dapat diketahui secara teoritis luas permukaan dari satu molekul gas yang dijerap, maka luas permukaan total padatan tersebut dapat dihitung.

Telah banyak teori dan model perhitungan yang dikembangkan para peneliti untuk mengubah data yang dihasilkan alat ini berupa jumlah gas yang diserap pada berbagai tekanan dan suhu tertentu (disebut juga isotherm) menjadi data luas permukaan, distribusi pori, volume pori dan lain sebagainya. Untuk menghitung luas permukaan padatan dapat digunakan teori BET, teori Langmuir, metode t-plot, dan lain sebagainya. Umumnya, teori Brunauer Emmett-Teller (BET) yang paling banyak digunakan, yaitu dengan adsorpsi dan desorpsi isothermis gas nitrogen (N2) oleh sampel padatan pada kondisi temperatur nitrogen cair sebagai lapisan tunggal (monolayer) (Rianto dkk, 2012). Untuk menentukan luas permukaan digunakan persamaan model adsorpsi isoterm sebagai berikut:

=

+

(2)

Dimana:

(42)

25

= Berat gas nitrogen (adsorbate) yang membentuk lapisan monolayer pada permukaan zat padat

= Tekanan kesetimbangan adsorpsi

= Tekanan penjenuhan adsorpsi cuplikan pada suhu rendaman pendingin

⁄ = Tekanan relative adsorpsi = Konstanta energi

Persamaan BET (2) akan merupakan garis lurus apabila dibuat grafik ⁄ versus 1⁄ [( ⁄ ) − 1] Prosedur standar multipoint BET minimal diperlukan tiga titik kisaran tekanan relative yang tepat. Berat gas nitrogen yang membentuk lapisan tipis (monolayer) dapat ditentukan dari slope (s) dan intercept (i) pada grafik BET dan dari persamaan (2) didapatkan :

slope, = (3)

intercept, = (4)

Berat gas nitrogen yang membentuk lapisan tipis ( ) didapatkan dari menggabungkan persamaan (3) dan (4), sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:

= (5)

Dari nilai yang diperoleh maka dapat menentukan luas permukaan total sampel dengan persamaan (6)

(43)

26

=( . . ) (6)

Dimana:

= Bilangan Avogadro (6,023 10 molekul/mol) = Berat molekul dari gas nitrogen

= Berat gas nitrogen (gram)

= Cross sectional area for nitrogen (16,2Ǻ ) (Alberty dan Daniels, 1980).

Dari hasil penelitian yang dilakukan Ariyanto dkk (2012) dengan menggunakan hasil BET dapat disimpulkan bahwa luas permukaan yang tinggi dipengaruhi meningkatnya mesoporitas karena semakin besar mesoporositas, maka aksesibilitas ion akan lebih cepat dan akan meningkatkan efisiensi dari luas permukaan elektrode. Penelitian yang dilakukan Wang et al (2015) juga menunjukkan hasil ukuran pori yang kecil menghasilkan volume pori yang besar, sehingga didapatkan luas permukaan yang tinggi.

3. LCR Meter (Inductance, Capacitance, and Resistance)

Karakterisasi sifat listrik (konduktivitas listrik) dapat diperoleh dari pengukuran resistansi dengan menggunakan alat LCR meter. Konduktivitas listrik merupakan kemampuan suatu bahan untuk mengalirkan arus listrik. Menurut Smallman dan Bishop (2010), unsur-unsur pemadu, pengotor atau ketidaksempurnaan dalam kristal, sangat mempengaruhi konduktivitas suatu penghantar. Dengan melakukan

(44)

27

pengujian konduktivitas listrik, maka dapat ditentukan apakah nilai konduktivitas listrik zeolit memenuhi kebutuhan aplikasi elektrode superkapasitor (Susmita dan Muttaqin, 2013).

Nilai konduktivitas listrik dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

= ( / ) (7)

Dimana :

= Konduktivitas (Siemens/cm) = Konduktansi (Siemens) = Tebal (cm)

= Luas permukaan bahan (cm2) (Lee et al, 1991).

Gambar 6. Rangkaian LCR Meter

Dalam pengujian konduktivitas listrik, perlakuan termal yang tinggi mengakibatkan turunnya resistansi, sehingga nilai konduktivitas listrik juga meningkat. Hal ini disebabkan dengan naiknya temperatur, susunan kristal akan menjadi semakin teratur dan elektron mudah mengalir. Pengujian

(45)

28

konduktivitas listrik zeolit telah banyak dilakukan, diantaranya zeolit sintesis dari abu dasar batubara (Oktaviani dan Muttaqin, 2015) dengan nilai konduktivitas listrik (σ) berkisar dari 0,7655 x 10-6 S/cm sampai 12,2279 x 10-6 S/cm. Nilai konduktivitas ini berada pada rentang konduktivitas semikonduktor. Mahadilla dan Putra (2013) juga telah melakukan pengukuran konduktivitas zeolit sintesis dari batu apung dan hasilnya juga menunjukkan bahwa sampel termasuk dalam bahan jenis semikonduktor, dimana kisaran nilai konduktivitasnya antara 0,3750 x 10-4 S/cm sampai 0,4040 10-4S/cm.

(46)

29

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini mulai dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai Juli 2016 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Lampung, Laboratorium

Fisika Dasar FMIPA Universitas Lampung, Laboratorium Kimia

Instrumentasi FMIPA Universitas Lampung, dan Laboratorium Teknik Mesin Universitas Lampung. Karakterisasi dilakukan di Laboratorium Baterai Terpadu Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju Badan Tenaga Nuklir Nasional (PSTBM BATAN) Tangerang Selatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL) Bandung, serta Laboratorium Instrumentasi dan Analisis Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung.

B. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan

Dalam penelitian ini bahan yang digunakan antara lain: aquades, sekam padi, aluminium hidroksida (Al(OH)3) Merck KGaA Germany, natrium hidroksida (NaOH) Merck KGaA Germany 99%, dan asam nitrat (HNO3) 68% RP Chemical Product.

(47)

30

2. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: beaker glass Pyrex USA 250 ml, 500 ml; 80 ml, labu ukur Pyrex USA 10 ml/0,2 ml, pH indikator universal, botol filum, pipet tetes, saringan teh, plastic press, spatula, aluminium foil klinpak 8x30 cm, kertas saring, masker, magnetic stirrer Kenko 79-1, magnetic hot plate stirer HMS-79, neraca digital Adventures Ohauss Kern ABT 220-4 4M, mortar dan pastle, sarung tangan, ayakan 100 µm, press hidrolic, furnace Naberthem, serta karakterisasi sampel menggunakan Shimadzu XRD-7000 X-Ray Diffractometer, SEM JEOL JSM-636OLA, SAA Quantachrome NovaWin, dan LCR HIOKI 3532-50.

C. Prosedur Penelitian

Prosedur kerja yang dilakukan pada penelitian ini dimulai dari tahap preparasi sekam padi, ekstraksi silika sekam padi, sintesis zeolit, pembuatan pellet zeolit, kalsinasi, karakterisasi SEM, SAA, dan LCR meter.

1. Preparasi Sekam Padi

Preparasi sekam padi dilakukan untuk menghilangkan zat-zat pengotor yang terkandung pada sekam padi. Proses preparasi ini dilakukan dengan langkah-langkah antara lain: membersihkan sekam padi yang telah didapat dari pabrik penggilingan padi dicuci terlebih dahulu menggunakan air bersih yang kemudian merendamnya selama 1 jam. Sekam padi yang mengapung dibuang dan yang tenggelam diambil untuk proses preparasi selanjutnya. Sekam padi tersebut direndam kembali dalam air panas selama 6 jam, proses ini bertujuan untuk menghilangkan zat-zat pengotor

(48)

31

yang menempel pada dinding sekam padi agar lebih sempurna. Setelah direndam, sekam padi ditiriskan dan dikeringkan dibawah sinar matahari selama kurang lebih 3 hari. Dalam proses penjemuran sekam padi diratakan untuk menguapkan kandungan air seluruhnya dan permukaan sekam padi benar-benar kering secara merata.

2. Ekstraksi Silika Sekam Padi

Ekstraksi silika sekam padi dilakukan dengan metode sol-gel. Langkah-langkah metode ini antara lain: sekam padi yang telah siap dipreparasi ditimbang sebanyak 50 gram kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass dan diberi larutan NaOH 5% (sebanyak 25,25 gram). Lalu direbus dengan menggunakan kompor listrik 60 watt dipanaskan hingga mendidih (selama 30 menit) sambil terus diaduk menggunakan spatula supaya panas merata dan busa tidak meluap. Kemudian didiamkan hingga uap panasnya menghilang, kemudian disaring supaya memperoleh silika berbentuk sol. Sol silika yang telah diperoleh kemudian ditutup dengan plastic press untuk proses penjenuhan (aging) selama 24 jam (Sembiring, 2007).

3. Sintesis Zeolit

Zeolit disintesis dari campuran sol silika dan larutan sodium aluminat. Larutan sodium aluminat diperoleh dengan melarutkan 5 gram Al(OH)3ke dalam 50 ml larutan NaOH 5% kemudian diaduk menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 500 rpm selama 2 jam. Setelah itu, sol silika 250 ml ditambahkan secara perlahan sambil terus diaduk pada kecepatan 500 rpm selama 1 jam. Kemudian campuran tersebut diaduk dan ditetesi HNO3

(49)

32

5% sedikit demi sedikit (7,4 ml dalam 100 ml aquades) hingga diperoleh pH 7. Kemudian diaduk dengan kecepatan 1000 rpm selama 7 jam. Selanjutnya zeolit dijenuhkan (aging) selama 24 jam dalam keadaan tertutup rapat. Gel zeolit yang telah diaging disaring kemudian dicuci menggunakan air hangat hingga gel menjadi putih. Gel zeolit ditiriskan, kemudian dikeringkan ke dalam oven pada suhu 110oC selama 7 jam. Gel yang kering kemudian digerus menggunakan mortar dan pastle sampai halus. Serbuk zeolit lalu diayak menggunakan ayakan 100 µm, supaya menghasilkan butiran yang lebih halus dan ukuran yang lebih homogen.

4. Pembuatan Pellet Zeolit

Langkah yang dilakukan dalam pembuatan pellet zeolit adalah sebagai berikut:

a. Menyiapkan sampel dan alat press hidrolic;

b. Memasukkan serbuk zeolit ke dalam cetakan press;

c. Memasang cetakan press ke dalam alat pressing kemudian

menguncinya dengan memutar sekrup;

d. Menekan tuas pompa untuk mendapatkan berat beban sebesar 5 ton; e. Menekan tuas untuk mengeluarkan hasil pellet zeolit.

5. Kalsinasi Zeolit

Proses kalsinasi dilakukan menggunakan tungku pembakaran (furnace) listrik. Suhu yang digunakan adalah 150oC, 250 oC, dan 350 oC dengan kenaikan suhu 3o per menit dan waktu penahanan selama 3 jam. Berikut ini adalah langkah yang dilakukan dalam proses kalsinasi ini adalah:

(50)

33

a. Menyiapkan pellet dan serbuk zeolit yang akan dikalsinasi; b. Memasukkan sampel ke dalam furnace pada suhu ruang; c. Menghubungkan aliran listrik dengan furnace;

d. Memutar saklar pada posisi “ON” untuk menghidupkanfurnace;

e. Mengatur suhu yang diinginkan dengan kenaikan 3oper menit dan pada puncaknya ditahan selama 3 jam;

f. Memutar saklar pada posisi “OFF” setelah proses kalsinasi selesai; g. Menunggu sampai furnace sampai suhu ruang kembali;

h. Mengeluarkan sampel dari furnace dan memutus aliran listrik furnace; i. Menimbang massa sampel.

6. Karakterisasi

1. Karakterisasi dengan SEM

Prosedur pengujian sampel pada SEM adalah sebagai berikut:

a. Menyiapkan sampel yang telah mengalami proses pemolesan (polishing) dan pembersihan;

b. Menaruh sampel pada speciment holder dengan menggunakan double sticky tip dan mengatur posisi sampel;

c. Memberikan lapisan tipis (coating) dengan emas (Au) menggunakan mesin ion sputter;

d. Memasukkan sampel ke dalam speciment chamber untuk melakukan observasi pada spesimen uji sebelum dilakukan pemotretan;

e. Melakukan pemotretan pada perbesaran 500x, 1500x, dan 2500x; f. Menganalisis struktur mikro hasil potret gambar.

(51)

34

2. Karakterisasi dengan SAA

Prosedur pengujian sampel menggunakan SAA adalah sebagai berikut: a. Menyiapkan sampel dalam bentuk serbuk;

b. Memasukkannya ke dalam tabung sampel untuk proses degassing; c. Menimbang kembali setelah proses degassing;

d. Mengatur dan menjalankan kondisi analisa dengan mengisi kontainer pendingin dengan gas cair;

e. Mengisi data-data mengenai berat sampel dan beberapa titik analisa yang diinginkan (biasanya 3-5 titik isoterm);

f. Menekan tombol pada software komputer pengendali; g. Memilih software BET untuk menganalisa luas permukaan.

3. Pengukuran menggunakan LCR meter

Langkah-langkah menggunakan LCR meter adalah sebagai berikut: a. Meletakkan sampel pada sample holder;

b. Memasang kabel dari perangkat LCR tester yang terhubung langsung pada komputer dengan dua elektrode di sisi sample holder; c. Menjalankan program LCR pada frekuensi listrik yang diinginkan; d. Mengambil data berupa nilai konduktivitas listrik dan grafik

hubungan antara frekuensi listrik dengan konduktivitas listrik.

D. Diagram Alir

(52)

35

Gambar 7. Diagram alir pembuatan zeolit Preparasi Sampel

50 gr sekam padi direbus dalam larutan 500 ml NaOH 5% selama 30 menit

5 gr Al(OH)3+ 50 ml NaOH 5% diaduk 550 rpm 2 jam

Filtrat disaring dan diaging selama 24 jam

Sol silika

Sol Sodium aluminat

250 ml sol silika + sol sodium aluminat diaduk 500 rpm selama 1 jam

larutan HNO35 % ditetesi hingga pH 7 dan diaduk 1000 rpm selama 7 jam

Gel zeolit

Diaging 24 jam, disaring, dicuci, dikeringkan selama 7 jam pada suhu 110oC, digerus, dan diayak 100 µm

Serbuk zeolit

0,5 gr serbuk zeolit dibuat menjadi pellet dikalsinasi pada 150, 250, dan 350 °C dan 350oC Mulai dikalsinasi pada 150, 250, dan 350oC

Uji SAA Uji SEM dan LCR meter

Analisis data

(53)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa struktur yang terbentuk adalah

bahan penyusun zeolit dengan fasa bohmite, gibbsite, gibbsite, dan quartz pada sudut 2 = 14.50°, 18,32°, 20,33° dan 28,18° yang ditunjukkan pada bidang (020), (002), (110), dan (011). Selain itu, diperoleh perbandingan Si/Al sebesar 3,3 pada hasil SEM EDS yang mengindikasikan bahwa zeolit yang terbentuk termasuk dalam jenis zeolit kadar Si sedang.

2. Hasil analisis gambar SEM menunjukkan bahwa pada perlakuan termal 350

°C memiliki ukuran partikel dan pori yang paling kecil, yaitu sebesar 15,396

dan 0,533-8,400 , serta memiliki ukuran butir paling besar yaitu 2,000-11,200 .

3. Hasil analisis SAA menunjukkan bahwa pada perlakuan termal 350 °C memiliki luas permukaan yang paling tinggi yaitu sebesar 242,027 m2/g. 4. Nilai konduktivitas paling tinggi diperoleh pada perlakuan termal 250 °C

yaitu sebesar 1,5540 x 10-4 S/cm dengan didukung oleh ukuran pori yang besar yaitu sebesar 3,996

5. Nilai konduktivitas listrik zeolit yang dihasilkan memiliki potensi sebagai elektrode superkapasitor.

(54)

54

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Melakukan karakterisasi SAA untuk mengetahui distribusi pori

menggunakan metode BJH dan porositas karena terbatasnya melihat pori menggunakan hasil SEM.

2. Menggunakan karakterisasi TEM sehingga dapat diketahui zeolit termasuk ke dalam mikropori, mesopori, atau makropori.

3. Melakukan karakterisasi SEM EDS pada setiap suhu agar terlihat perubahan komposisi setelah perlakuan suhu kalsinasi.

4. Melakukan karakterisasi XRD pada setiap perlakuan suhu dan menganalisis struktur kristalnya agar dapat menjelaskan perubahan yang terjadi pada nilai konduktivitas listrik zeolit.

5. Sebaiknya menggunakan template organik seperti karbon dalam jumlah yang banyak untuk mendapatkan zeolit berukuran nano dan meningkatkan nilai konduktivitas listrik zeolit.

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, M. Z. 2008. Identifikasi Fasa Intermetalik -AlFeSi pada Paduan Al-7wt% Si dan Al-11wt% Si yang Mengandung Besi. Skripsi. Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Jakarta.

Alberty, A. R. and Daniels, F. 1980. Physical Chemistry (Fifth Edition John Wiley and Sons. New York.

Arguer, R. J., and Landolt, G. R. 1972. Crystalline Zeolite ZSM-5 and Method of Preparing the same. US Patent. Vol. 3. Pp 702-886.

Ariyanto, T., Prasetyo, I., and Rochmadi. 2012. Pengaruh Struktur Pori terhadap Kapasitansi Elektroda Superkapasitor yang Dibuat dari Karbon Nanopori. Reaktor. Vol. 14, No. 1. Hal 25-32.

Auerbach, S., Carrado, K., Dutta, P. 2003. Handbook of Zeolite Science and Technology. Marcel Dekker. Inc, New York.

Bai, W., Lingwei, K., and Aiguo, G. 2013. Effects of Physical Properties on Electrical Conductivity of Compacted Lateritic Soil. Journal of Rock Mechanics and Geotechnical Engineering, Vol. 5. Pp 406-411.

Bandyopadhyay, A., Sarkar, M. D., and Bhowmick, A. K. 2005. Poly (Vinyl Alcohol)/ Silica Hybrid Nanocomposites by Sol-Gel Technique: Synthesis and Properties. Journal of Materials Science. Vol. 40. Pp 5233- 5241. Bartomeuf, D., 1996. Handbook Zeolit Science And Technology: Catal Rev Sci

Eng 38. Pp 521-612.

Bouma, J. 1977. The Function of Different Types of Macropores During Saturated Flow Through Four Swelling Soil Horizons. Soil Science Society of America Journal. Vol. 41, No. 5. Pp 945-950

Brinker, C.J., and Schrer, G.W. 1989. Sol-Gel Science. California. Elsevier Science Press.

(56)

Burke,A. 2000. Ultracapacitors: Why, How, and Where is the Technology. J.

Power Sources. Vol. 91. Pp 37–50.

Chandrasekhar, S., Pramada, P.N., and Majeed, J. 2003. Effect of Calcination Temperature and Heating Rate on The Optical Properties and Reactivity of Rice Husk Ash, Journal of Materials Science, Vol. 41. Pp 7926-7933. Cheetam, D. A.,1992, Solid State Compound. Oxford University Press. Pp

234-237.

Colel, S., Van Hertem, D., Meeus, L. and Belmans, R. 2006. The Influence of Renewable and International Trade on Investment Decisions in the Grid of the Future. ICREPQ’06 International Conference on Renewable Energies and Power Quality. Pp 1-8.

Considine, D. M. 1995. Van Nostrand’s Scientific Encyclopedia 8th Edition. Springer Science. New York. Pp 599.

Cooper, M., Pablo, V. T., and Vincent, C. 2005. Origin of Microaggregates in Soils with Ferralic Horizons. Sci. Agric. Vol. 62, No.3.

Deshpande R.P. 2015. Ultracapacitors. Mc Graw-Hill Education (India). Pp 71-72.

Ebtadiyanti, L. L. 2007. Karakterisasi tingkat Kristalinitas Silika Sekam Padi. Skripsi. FMIPA Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Emmenegger, Ch., Mauron, Ph., Sudan, P., Wenger, P., Hermann, V., Gallay, R., and Zuttel, A. 2003. Investigation of Electrochemical Double-layer (ECDL) Capacitors Electrodes Based on Carbon Nanotubes and Activated Carbon Materials. J. Power Sources. Vol.124, Pp 321-329.

Fachry, A. R, Juliyadi, T., dan Putu, E, Y. L. 2008. Pengaruh Waktu Kristalisasi dengan Proses Pendinginan Terhadap Pertumbuhan Kristal Amonium Sulfat Dari Larutannya. Jurnal Teknik Kimia, Vol. 15, No.2.

Fajula, F., Plee, D., Jansen InJC., Stocker ,M., Karge, H.G., and Weitkamp, J. 1994. Handbook Zeolit Science And Technology eds. Advanced Zeolite Science and Applications. Stud Surf Sci Catal. Vol. 85. Pp 633-651.

Fuadi, A. M., Musthofa, M., Harismah, K., Haryanto, dan Hidayati, N. 2012. Pembuatan Zeolit Sintesis dari Sekam Padi. Simposium Nasional RAPI XI FT UMS-2K012. Department of Chemical Engineering, Faculty of Engineering, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Georgiev, D., Bogdanov,B., Angelova,K., Markovska, I., and Hristov, Y. 2009. Synthetic Zeolites-Structure, Classification, Current Trends In Zeolite

(57)

Synthesis Review, International Science Conference 4t -5th, Stara Zagora, Bulgaria, Economics and Society development on the Base of Knowledge. Goldstain, J.I., Newburry, D.E., Echlin, P., Joy, D.C., Lyman, C.E., Lifahin, E.,

Sawyer, L., and Michael, J.R. 2013. Scanning Electron Microscopy and X-Ray Microanalysis Third Edition. Kluwer Academic. New York.

Grbovic, P.J. 2014. Ultra-capacitors in power conversion system; Application, Analysis, and Design from Theory to Practice. IEE Press. Hal 17.

Gregg S. J. 1982. Adsorption, Surface area, and Porosity 2 nd Edition. Academic Press. London.

Guthrie G.D. 1980. Handbook of Zeolite. Environ Health Pers 105. Pp 2192-2211. Hakamada, M., Tetsunume, K., Youging, C., Hiromu, K., and Mamoru, M. 2007. Influence of Porosity and Pore Size On Electrical Resistivity of Porous Aluminum Produced by Spacer Method. Material Transactions. Vol. 48, No.1. Pp 32-36.

Hamdan, H., 1992, Introduction to Zeolites: Synthesis, Characterization, and Modification. Universiti Teknologi Malaysia. Penang.

Juliano, B.O. 1985. Rice Bran In: Rice: Chemistry and Technology 2nd Ed. American Association of Cereal Chemist. St. Paul, MN. Pp 647-687. Handoyo, K. 1996. Kimia Anorganik. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta. Hayt, J. W.H dan John, A. B. 2006. Elektromagnetika Edisi ketujuh. Erlangga.

Jakarta.

Kalapathy, U., A. Proctor, and J. Schultz, 2000. A Simple Method for Production of Pure Silica from Rice Hull Ash. Bioresources Technology. Vol.73, Pp. 257-262.

Kim, H.S., Yang, H.S., Kim, H.J, and Park, H.J. 2004. Thermogravimetric Analysis of Rice Husk Flour Filled Thermoplastic Polymer Composites. Journal of Thermal Analysis and Calorimetry.Vol. 76. Pp 395-404.

Kötz, R., and Carlen, M. 2000. Principles and Applications of Electrochemical Capacitors. Electrochimica Acta. Vol. 45. Pp 2483-2498.

Kurniawan, C., Waluyo, T. B, dan Sebayang, P. 2011. Analisis Ukuran Partikel Menggunakan Free Software Image-J. Seminar Nasional Fisika. Pusat Penelitian Fisika-LIPI. Serpong.

(58)

Lee, W.K, J.F Liu, and A.S Nowick. 1991. Physc. Rev.Lett. Vol. 67, No.12. Pp 1559-1561.

Lu, Shuai., Corzine, A. K., and Ferdowsi, M. 2007. A New Battery/Ultracapacitor Energy Storage System design and Its Motor Drive Integration for Hybrid Electric Vehicles. IEEE Transactions on Vehicular Technology. Vol. 56, No. 4.

Lu, W., and Hartman, R. 2011. Nanocomposite Electrodes for High-Performance Supercapacitors. Journal of Physical Chemistry Letters. Vol. 43. Pp 655. Luh, B. S. 1991. Rice Volume I Van Nostrand Reinhold. University of California

New York.

Mahadilla, F.M. dan Putra, A. 2013. Pemanfaatan Batu Apung sebagai Sumber Silika dalam Pembuatan Zeolit Sintesis. Jurnal Fisika Unand. Vol.2, No 4. Martin, A., Swarbrik, J., and Cammarata, A. 1993. Farmasi Fisik Dasar-Dasar

Farmasi Fisik dalam Ilmu Farmasi. Universitas Indonesia. Jakarta.

Mendez, S.L., Lopes, A.C., and Martins, P. 2014. Aluminosilicate and Aluminosilicate Based Polymer Composites; Present Status, Applications and Future Trends. Progress in Surface Science. Vol. 89. Pp 239-277. Miller, J.R., and Burke, A.F. 2008. Electrochemical Capacitors: Challenges and

Opportunities for Real-World Applications. Electrochem. Soc. Interf. Vol. 17, No.1. Pp 53–57.

Miller, J.R., and Simon, P. 2008. Electrochemical Capacitors for Energy Management. Science.Vol. 321, No. 5889. Pp 651–652.

Misnon, I. I., Aziz, R. A., Zain, N. K. M., Vidhyadharan, B., Krishnan, S. G., and Jose, R. 2014. High Performance MnO2Nanoflower Spesific Capacitance in Highly Conductive Electrolytes. Materials Research Bulletin http://dx.doi.org/10.1016/j.materresbull.2014.05.044.

Muttaqin H.S A, Emriadi, Alif,. A dan Tetra, O.N. 2014. Konduktivitas Elektroda dari Campuran Resin Dammar dan Zeolit dari Bottom Ash. Jurnal Ilmu Fisika. Vol. 6, No. 1.

Nur, H. 2001. Direct Synthesis of NaA Zeolite From Rice Husk And Carbonaceous Rice Husk Ash. Indonesian Journal of Agricultural Science, Vol. 1. Pp 40-45.

Gambar

Gambar 1. Struktur zeolit dari jenis yang berbeda (Weitkamp, 2000).
Gambar 2. Pembentukan lapisan ganda EDLC (Deshpande, 2015). Pada Gambar 2 menggambarkan  bagaimana  sebuah  listrik  kapasitor  lapisan ganda (EDLC) terbentuk pada masing-masing elektrode (antara elektrode dan elektrolit)
Gambar 3. Prinsip kerja SEM
Gambar 4. (a) Hasil SEM zeolit sintesis, (b) sampel zeolit sintetis 60 ºC, (c) 80 ºC, (d) 100 ºC (e) 160 ºC, (f) 180 ºC melalui proses alkali
+4

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Adapun untuk topologi yang menggunakan Mikrotik , data yang didapatkan pada C lient ini lebih baik daripada kondisi tanpa Mikrotik. Dari data tersebut dapat diketahui

 orang jepang juga suka motong kata seenak perut mereka, sehingga yang seharusnya jadi “terebisi”, disingkat jadi “terebi” saja. tokai

diibaratkan seperti teknologi penginderaan jarak jauh menggunakan citra satelit yang digunakan untuk mendeteksi potensi sumber daya alam di suatu titik lokasi,

Makalah ini membahas perhitungan ketersediaan air permukaan berdasarkan data hujan dari satelit TRMM, dan selanjutnya dioleh dengan model hujan- aliran terdistribusi

Pernyataan ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Triana Megawati Supomo (2014) hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara shift

Terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan setelah dilakukan intervensi, dengan nilai Z hitung Wilcoxon Match Pairs Test sebesar - 2,646 dan nilai

c) Melakukan penelitian diperusahaan jasa pendidikan kursus bahasa Inggris. d) Wawancara secara langsung dengan siswa-siswa atau dengan pihak yang berwenang