• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengalaman

Pengalaman ialah sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung dan sebagainya) bisa berupa peristiwa yang baik maupun peristiwa yang buruk (KBBI, 2005). Pengalaman adalah guru yang terbaik, demikian bunyi pepatah. Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan, atau pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu, pengalaman pribadi yang dialami oleh seseorang dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan dan informasi.

Biasanya, orang akan lebih mudah mengingat peristiwa atau hal-hal yang dianggap paling berkesan atau bermakna dalam hidupnya. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu atau mengingat peristiwa yang pernah dialami. Semua pengalaman pribadi tersebut dapat merupakan sumber kebenaran pengetahuan.

B. Persalinan

1. Defenisi Persalinan

Setelah ibu menjalani proses kehamilan, maka ibu akan mengalami proses yang kedua yaitu melahirkan. Pada proses persalinan ibu akan mengeluarkan bayi yang dikandungnya selama sembilan bulan dalam keadaan hidup. Menurut

(2)

Prawirihardjo (2002) partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yaitu bayi dan plasenta yang dapat hidup dari dalam uterus melalui jalan lahir vagina ke dunia luar. Pada persalinan rahim ibu akan mengalami kontraksi, sehingga akan merasakan mules yang menjalar dari perut sampai ke pinggang. Respon tubuh tidak akan sama dirasakan pada setiap ibu, karena diakhir kehamilan terjadi peningkatan hormon oksitosin yang menyebabkan respon aktif his pada rahim ibu, yang akan menimbulkan proses pergerakan keluar janin, plasenta dan membran dari dalam rahim melalui jalan lahir (Bobak, lowdermilk & Jensen, 2004).

Persalinan adalah proses yang diawali dengan membuka dan menipisnya serviks, dan janin akan turun kedalam jalan lahir. Bayi akan melalui jalan lahir lunak dan jalan lahir keras. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentase kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi ataupun kelainan baik pada ibu maupun pada janin, dan keduanya dinyatakan sehat dan normal (Saifuddin, 2006).

2. Jenis persalinan

Kehamilan dan persalinan merupakan proses yang normal dan alamiah, yang akan dialami oleh setiap wanita sepanjang siklus kehidupannya. Namun, dalam beberapa kasus kehamilan yang tadinya berjalan normal dan fisiologis, bisa berubah menjadi kehamilan yang patologis dan harus mendapatkan perawatan yang khusus, seperti pada kasus ibu hamil dengan solutio plasenta.

Demikian juga dengan proses persalinan, pada awalnya kita hanya mengenal proses persalinan yang normal melalui jalan lahir normal yaitu persalinan pervaginam, tetapi karena ada masalah yang menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan normal, maka

(3)

dokter akan menganjurkan persalinan melalui proses pembedahan di bagian perut ibu yang disebut persalinan perabdominal.

Menurut Saifuddin (2000) jenis persalinan ada dua, yaitu persalinan melalui jalan lahir (persalinan pervaginam) dan persalinan melalui jalan lain (persalinan perabdominal).

a. Persalianan melalui jalan lahir (Persalinan pervaginam)

Menurut Manuaba (1998) bentuk persalinan berdasarkan proses terjadinya terbagi tiga yaitu, persalinan spontan, persalinan buatan, dan persalinan anjuran. Persalinan spontan adalah bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri tanpa intervensi apapun. Persalinan buatan adalah bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar, seperti ekstraksi vakum, dan ekstraksi cunam, sedangkan persalinan anjuran adalah bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan.

Persalinan anjuran dapat dilakukan dengan jalan, memecahkan ketuban yang bertujuan mengurangi keregangan otot rahim sehingga, kontraksi segera dapat dimulai, persalinan anjuran juga dapat dilakukan dengan induksi persalinan secara hormonal/kimiawi. Induksi persalinan secara hormonal dilakukan dengan menggunakan oksitosin drip atau dengan prostaglandin. Induksi persalinan mekanis dilakukan dengan cara memakai batang laminaria dan menggunakan kateter foley.

b. Persalian melalui jalan lain (Persalinan perabdominal)

Menurut Saifuddin (2006), persalinan melalui jalan lain (persalinan perabdominal) yang juga disebut seksio sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Pada proses persalinan

(4)

perabdominal atau yang disebut persalinan seksio sesarea, sebelum janin dikeluarkan terlebih dahulu ibu akan dibius, sehingga ibu tidak akan merasakan sakit pada saat dokter melakukan pembedahan pada dinding perut ibu. Seksio sesarea atau kelahiran sesarea adalah melahirkan janin melalui irisan pada dinding perut (histerotomi) (Pritchard, MacDonald & Gant, 1991).

Seksio sesarea adalah pembedahan yang dilakukan untuk melahirkan janin dengan cara membuka dinding perut dan dinding uterus (Prawirohardjo, 2002). Seksio sesarea merupakan prosedur bedah untuk melahirkan janin dengan insisi melalui dindding perut dan uterus (Liu, 2007). Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus (rahim) melalui dinding depan perut atau vagina, juga dapat diartikan suatu histerektomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 1998).

3. Proses persalinan melalui jalan lahir (persalinan pervaginam)

Pada proses persalinan normal, ibu akan mengalami berbagai tahapan sebelum janin benar-benar keluar ke dunia. Menurut Prawirohardjo (2002), partus (persalinan) dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I seviks membuka sampai terjadi pembukaan 10 cm. Kala I dinamakan pula kala pembukaan. Kala II disebut pula kala pengeluaran, oleh karena his yang adekuat dan kekuatan mengedan ibu janin didorong ke luar sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri, plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 1 jam. Pada kala IV ibu akan lebih diawasi dan dipantau, apakah ada ancaman terjadi perdarahan postpartum atau tidak.

a. Kala I

Secara klinis dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut

(5)

darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka. Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase, yaitu fase laten : berlangsung selama 8 jam. Pembukaan berlangsung sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm, fase aktif : dibagi dalam 3 fase lagi, yakni fase akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm, fase dilatasi maksimal dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm, fase deselerasi pembukaan menjadi lambat kembali, dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap. Fase-fase ini dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi demikian, akan tetapi fase laten, fase aktif dan fase deselerasi terjadi lebih pendek dan lebih cepat.

b. Kala II

Kala II disebut juga kala pengeluaran, pada kala II merupakan tahap dimana bayi akan dilahirkan sehingga kondisi yang terjadi pada kala II ini his akan menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk diruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan, semakin kuat dan teraturnya his, maka akan mendorong janin untuk dilahirkan dengan pimpinan persalinan oleh bidan atau dokter kebidanan. Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multigravida kala II berlangsung rata-rata-rata-rata 0,5 jam.

c. Kala III

Kala III merupakan kala pengeluaran uri atau plasenta. Setelah bayi lahir, maka pada perabaan uterus akan terasa keras dengan fundus uteri agak di atas pusat.

(6)

Beberapa menit kemudian uterus akan berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta atau uri, yang ditandai dengan tersemburnya darah tiba-tiba dan pada saat dilakukan peregangan tali pusat akan bertambah panjang, biasanya plasenta akan keluar setelah 15 menit secara spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah.

d. Kala IV

Pada kala ini perlu diamati apakah ada perdarahan postpartum, sehingga kala IV disebut juga kala pengawasan, ibu akan diobservasi selama 2 jam, memperbaiki keadaan umum ibu dengan pemberian cairan yang cukup, pemeriksaan vital sign dan pengawasan kontraksi uterus, dan ibu juga bisa melakukan pemberian ASI pertama bagi bayinya.

C. Persalinan seksio sesarea

1. Istilah-istilah dalam seksio sesarea

Proses seksio sesarea ada yang direncanakan dan ada yang dilakukan karena tindakan gawat darurat. Menurut Mochtar (1998), seksio sesarea memiliki beberapa istilah, diantaranya yang sering digunakan untuk membedakan antara yang direncanakn

dan yang darurat yaitu, seksio sesarea primer (elektif): dari semula telah direncanakan

bahwa janin akan dilahirkan secara seksio sesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa,

misalnya pada panggul sempit (CV kecil dari 8 cm). Seksio sesarea sekunder : dalam hal

ini kita akan mencoba menunggu kelahiran biasa (partus percobaan), bila tidak ada

kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal, baru dilakukan seksio sesarea. Seksio

sesarea ulang adalah ibu pada kehamilan yang lalu mengalami seksio sesarea (previous

caesarean section) dan pada kehamilan selanjutnya dilakukan seksio sesarea ulang.

(7)

sesarea, langsung dilakukan histerektomi (pengangkatan rahim) oleh karena sesuatu

indikasi. Operasi porro adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri

(tentunya janin sudah mati), dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi rahim yang berat.

2. Indikasi persalinan seksio sesarea

Banyak indikasi yang dapat menyebabkan seorang ibu harus melahirkan secara seksio sesarea. Untuk itu, perlu adanya pengawasan dan pemeriksaan yang lengkap selama kehamilan.

Menurut Liu (2007), seksio sesarea dilakukan untuk mengatasi disproporsi sefalo-pelvik dan aktifitas uterus yang abnormal, mempercepat kelahiran untuk keselamatan ibu atau janin, mengurangi trauma janin (misalnya presentasei bokong prematur kecil) dan infeksi janin (misalnya resiko tertular infeksi herpetik atau HIV), mengurangi resiko pada ibu (misalnya gangguan jantung tertentu, lesi intrakranial atau keganasan pada serviks), memungkinkan ibu untuk menjalankan pilihan sesuai keinginan.

Penyebab utama dilakukan tindakan seksio sesarea bisa berasal dari ibu sendiri, atau berasal dari janin. Menurut Saifuddin (2006), indikasi dilakukan seksio sesarea dibagi 2 antara lain, indikasi pada ibu yaitu, disproporsi sefalo-pelvik (CPD), disfungsi uterus, distosia jaringan lunak dan plasenta previa. Sedangkan indikasi pada janin yaitu, janin besar, gawat janin, letak lintang.

Pada ibu, keadaan yang paling sering menghambat persalinan normal adalah bentuk dan ukuran panggul yang tidak sesuai dengan ukuran janin, sehingga janin tidak dapat melewati jalan lahir keras. Hal ini karena pada saat hamil ibu sering dikusuk pada bagian perutnya oleh dukun, padahal akibat dari pengusukan perut yang terlalu sering

(8)

dan kuat akan mengakibatkan kondisi rahim ibu terganggu. Persalinan yang panjang dan lama yang tidak menunjukkan kemajuan karena tidak adanya pembukaan pada servik juga dapat menyebabkan ibu harus dirujuk ke rumah sakit untuk dilakukan tindakan pembedahan.

Menurut Mochtar (1998), indikasi dilakukan seksio sesarea pada ibu antara lain panggul sempit, ruptura uteri yang mengancam, partus yang berlangsung lama (prolonged labor), partus tak maju (obstructed labor), pre-eklamsi dan hipertensi. Sedangkan indikasi pada janin yaitu malpresentasi janin seperti letak lintang, letak bokong, presentase dahi dan muka, presentase rangkap dan gamelli (bayi kembar).

Penyebab operasi sesarea dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, faktor janin

antara lain bayi terlalu besar yang mungkin saja ibu memiliki riwayat diabetes mellitus atau kencing manis. Pertumbuhan janin terhambat karena adanya gangguan pembentukan jaringan, kelainan letak janin (letak sungsang dan letak lintang), ancaman gawat janin (fetal distress) akan ditemukan pada pemeriksaan denyut jantung janin (DJJ) jumlahnya kurang dari 120 dan atau lebih dari 160 kali permenit, janin abnormal (misalnya gangguan Rh, kerusakan genetik, dan hidrosephalus atau kepala besar karena otak berisi cairan).

Faktor yang berasal dari plasenta antara lain plasenta previa yaitu letak plasenta yang abnormal yang menutupi jalan lahir, solutio plasenta yaitu terlepasnya plasenta sebelum bayi lahir, plasenta yang tertanam terlalu dalam atau plasenta akreta (plesenta menempel sampai ke otot rahim), biasanya terjadi pada ibu berusia rawan untuk hamil yaitu diatas 35 tahun, dan ibu yang mempunyai riwayat persalinan yang lalu dengan operasi yang operasinya meninggalkan bekas yang menyebabkan menempelnya

(9)

plasenta, vasa previa (keadaan pembuluh darah diselaput ketuban berada di mulut rahim, jika pecah dapat menimbulkan perdarahan.

Kelainan pada tali pusat antara lain prolapsus tali pusat (tali pusat menumbung) pada saat ketuban dipecahkan teraba tali pusat sehingga menghambat janin untuk turun, terlilit tali pusat biasanya ditemukan pada leher bayi akibat pergerakan janin yang terlalu aktif, bayi kembar (gamelli).

Dari faktor ibu yang menyebabkan dilakukan bedah sesarea antara lain usia

(ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya pada usia sekitar 35 tahun memiliki resiko melahirkan dengan operasi. Apalagi dengan usia 40 tahun ke atas, karena berisiko adanya penyakit penyerta seperti jantung, diabetes mellitus, hipertensi dan pre-eklamsi. Untuk itu, ibu-ibu yang berusia diatas 35 tahun, tidak dianjurkan untuk hamil. Tulang

panggul (cephalopelvic disproportion/CPD) tidak sesuai ukuran panggul dengan kepala

bayi, persalinan sebelumnya dengan operasi, faktor hambatan jalan lahir (jalan lahir yang kaku, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir (distosia). Kelainan kontraksi rahim (kontraksi yang lemah dan tidak terkoordinasi), ketuban pecah dini /KPD yaitu robeknya kantung ketuban sebelum waktunya, akan membuka rahim sehingga memudahkan masuknya bakteri lewat vagina menyebabkan terjadinya infeksi (Kasdu, 2003).

3. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan seksio sesarea

Agar proses persalinan secara seksio sesarea dapat berjalan dengan baik, perlu adanya kerjasama yang baik antara ibu dan petugas kesehatan. Menurut Prawirohardjo (2002), dalam melakukan seksio sesarea perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain :

(10)

a. Seksio elektif

Seksio sesarea ini direncanakan lebih dahulu karena sudah diketahui bahwa kehamilan harus diselesaikan dengan cara operasi, ibu hamil memang selayaknya harus melakukan pemeriksaan selama kehamilan minimal empat kali, sehingga akan dapat diketahui apakah kehamilan ibu nantinya dapat diakhiri dengan normal tanpa komplikasi atau harus melalui persalinan seksio, keuntungannya seksio elektif adalah waktu pembedahan dapat ditentukan dan direncanakan oleh dokter yang akan menolongnya dan dapat dilakukan persiapan yang lebih baik. Kerugiannya ialah oleh karena persalinan belum mulai, segmen bawah uterus belum terbentuk dengan baik sehingga menyulitkan pembedahan, dan lebih mudah terjadi atonia uteri dengan perdarahan karena uterus belum mulai berkontraksi.

b. Anestesia

Sebelum dilakukan proses operasi ibu terlebih dahulu akan dibius, ada yang menggunakan bius umum, yang membuat ibu akan tertidur dan tidak akan mengetahui apapun yang terjadi. Ada juga yang menggunakan bius lokal yang membuat tubuh ibu hanya sebagian saja yang dibius, sehingga ibu dapat mendengar dan bahkan dapat melihat bayinya.

Anestesia atau pembiusan umum mempunyai pengaruh depresif pada pusat pernafasan janin, sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan apnea yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Selain itu ada pengaruh terhadap tonus uterus sehingga kadang-kadang timbul perdarahan postpartum karena atonia uteri. Akan tetapi, bahaya terbesar pada pemberian anestesia umum sedang lambung penderita tidak kosong. Pada wanita yang tidak sadar karena anestesia ada kemungkinan isi lambung masuk kedalam jalan pernapasan, dan ini merupakan hal yang berbahaya. Anestesia spinal aman untuk

(11)

janin, akan tetapi selalu ada kemungkinan tekanan darah penderita turun dengan akibat yang buruk bagi ibu dan janin. Cara yang paling aman adalah anestesia lokal, akan tetapi tidak selalu dapat dilakukan berhubung dengan sikap mental penderita.

c. Transfusi darah

Pada umumnya perdarahan pada seksio sesarea lebih banyak dari pada persalinan pervaginam. Perdarahan tersebut akibat insisi pada uterus, ketika pelepasan plasenta, mungkin juga karena terjadinya atonia uteri postpartum. Oleh sebab itu pada setiap akan dilakukan tindakan seksio sesarea perlu diadakan persediaan darah. Namun, tidak semua rumah sakit mempunyai persediaan darah.

d. Pemberian antibiotika

Walaupun pemberian antibiotika sesudah seksio sesarea yang direncanakan sering tidak diberikan, biasanya pada seksio yang elektif sebelum operasi pasien sudah diberikan antibiotik. Namun, pada umumnya pemberiannya sangat dianjurkan. Mengingat terjadinya infeksi sangat rawan pada ibu yang post seksio.

4. Jenis-jenis seksio sesarea

Menurut Liu (2007), berdasarkan jenis insisi pada perut dan rahim, maka seksio sesarea dibagi 2, yaitu insisi abdominal dan insisi uterus.

a. Insisi abdominal

Pada dasarnya insisi ini adalah garis tengah subumbilikal dan insisi abdominal

bawah transversa. Insisi garis tengah subumbilikal, insisi ini mudah dan cepat. Akses

mudah dengan perdarahan minimal. Berguna jika akses ke segmen bawah sulit,

contohnya jika ada kifosklerosis berat atau fibroid segmen bawah anterior. Walaupun

bekas luka tidak terlihat, terdapat banyak ketidaknyamanan pascaoperasi dan luka

(12)

(pfannenstiel) insisi ini merupakan pilihan saat ini, secara kosmetik sangat memuaskan, lebih sedikit menimbulkan luka jahitan dan lebih sedikit ketidaknyamanan, memungkinkan mobilitas pascaoperasi lebih baik, insisi secara teknik lebih sulit terutama pada operasi berulang.

b. Insisi uterus

Jalan masuk ke dalam uterus dapat melalui insisi garis tengah atau insisi

segmen bawah transversa. Seksio sesarea segmen bawah, keuntungannya adalah lokasi

tersebut memiliki lebih sedikit pembuluh darah sehingga kehilangan darah yang ditimbulkan lebih sedikit, mencegah penyebaran infeksi ke rongga abdomen, merupakan bagian uterus yang sedikit berkontraksi sehingga sedikit kemungkinan terjadinya ruptur pada bekas luka di kehamilan berikutnya, penyembuhan lebih baik dengan komplikasi pascaoperasi yang lebih sedikit seperti pelekatan, implantasi plasenta di atas bekas luka uterus kurang cenderung terjadi pada kehamilan berikutnya.

Kerugiannya meliputi akses mungkin terbatas, lokasi uterus yang berdekatan dengan kandung kemih meningkatkan resiko kerusakan khususnya pada prosedur pengulangan., perluasan ke sudut lateral atau dibelakang kandung kemih dapat meningkatkan kehilangan darah.

Seksio sesarea klasik, insisi ini di tempatkan secara vertikal di garis tengah uterus, indikasi penggunaannya meliputi jika akses ke segmen bawah terhalang oleh pelekatan fibroid uterus, jika janin terimpaksi pada posisi transversa, pada keadaan segmen bawah vaskular karena plasenta previa anterior, jika ada karsinoma serviks, jika kecepatan sangat penting, contohnya setelah kematian ibu.

(13)

Kerugiannya meliputi hemostasis lebih sulit dengan insisi vaskulat yang tebal, pelekatan ke organ sekitarnya lebih mungkin, plasenta anterior dapat ditemukan selama pemasukan, penyembuhan terhambat karena involusi miometrial, terdapat lebih besar

resiko ruptur uterus pada kehamilan berikutnya. Insisi kronig-gellhom-beck, insisi ini

adalah insisi pada garis tengah pada segmen bawah yang digunakan pada pelahiran prematur apabila segmen bawah terbentuk dengan buruk atau dalam keadaan terdapatnya perluasan ke segmen uterus bagian atas yang dilakukan untuk memberi lebih banyak akses, insisi ini lebih sedikit komplikasi seksio sesarea klasik, insisi ini tidak menutup kemungkinan pelahiran pervaginam.

5. Perawatan praoperasi

Menurut Liu (2007), perawatan praoperasi yang harus dikerjakan sebelum tindakan bedah dimulai terdiri atas : pastikan alasan untuk pembedahan adalah valid dan tepat. Dokter, bidan atau perawat yang bersangkutan harus mengemukakan alasan ini dan mendiskusikannya secara jelas dengan ibu dan pasangannya. Riwayat obstetri dan riwayat medis harus ditinjau ulang. Diskusikan jenis anestesia dengan dokter anestesia dan ibu, beritahu dokter pediatri pada saat yang tepat, pemeriksaan laboratorium darah, tersedianya 2 unit darah untuk keadaan darurat, berikan antasida, dapatkan persetujuan tertulis, berikan antibiotika profilaksis. Ibu dianjurkan untuk puasa, perawat akan melakukan persiapan pada ibu, seperti pemasangan kateter, pemasangan infus, pemeriksaan vital sign yang lengkap. Kesemua hal tersebut sangat penting diperhatikan, agar proses operasi dapat berjalan dengan baik.

(14)

6. Perawatan pascaoperasi

Menurut Liu (2007) ibu yang mengalami komplikasi obstetri atau medis memerlukan observasi ketat setelah seksio sesarea, perawatan umum untuk semua ibu meliputi : kaji tanda-tanda vital baik tekanan darah, pernapasan, frekuensi jantung maupun suhu tubuh, dengan interval teratur (15 menit), pastikan kondisinya stabil. Lihat tinggi fundus pastikan rahim berkontraksi dengan baik, adanya perdarahan dari luka dan jumlah lokia, pertahankan keseimbangan cairan, pastikan analgesia yang adekuat, tangani kebutuhan khusus dengan indikasi langsung untuk seksio sesarea, misalnya diabetes mellitus. Sebelum pemulangan harus diberikan kesempatan sesuai dengan keadaan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien tentang hal-hal yang berhubungan dengan perawatan luka seksio dan lainnya, jadwalkan untuk melakukan pengkajian ulang pasca melahirkan guna memastikan penyembuhan total, mendiskusikan kehamilan berikutnya dan pemakain alat kontrasepsi, dan memastikan tindak lanjut perawatan untuk kondisi medisnya.

7. Risiko operasi seksio sesarea

Operasi seksio sesarea sebaiknya dilakukan karena pertimbangan medis, bukan karena keinginan pasien yang tidak mau menanggung rasa sakit, hal ini karena risiko operasi sesarea lebih besar dari pada persalinan alami. Demikian teori yang disebutkan

dalam buku Obstetrics and Gynecology (dalam Kasdu, 2003). Didalamnya dijelaskan,

dalam kondisi ibu dan bayi yang sehat dan tidak ada kesulitan, bedah sesarea memiliki risiko . Misalnya, kondisi pasien yang tidak dapat diduga sebelumnya. Menurut Peel dan Chamberlain, indikasi untuk melakukan operasi dengan berbagai penyebabnya mengakibatkan angka kematian ibu 17% (sebelum dikoreksi) dan 0,58% (sesudah

(15)

dikoreksi), sedangkan kematian janin 14,5%. Pada 774 persalinan berikutnya, terjadi

1,03% rupture uteri (rahim yang robek). Risiko ini bisa menimpa ibu maupun bayinya.

Persalinan dengan operasi memiliki kemungkinan risiko lima kali lebih besar terjadi komplikasi dibandingkan persalinan normal. Faktor risiko paling banyak dari operasi sesarea adalah akibat dari tindakan anestesi, jumlah darah yang dikeluarkan oleh

ibu selama operasi berlangsung, komplikasi penyulit, endometritis (radang

endometrium), tromboplebilitis (pembekuan darah pembuluh balik), embolisme

(penyumbatan pembuluh darah), paru-paru, dan pemulihan bentuk serta letak rahim menjadi tidak sempurna.

Berikut ini adalah risiko-risiko yang mungkin dialami oleh wanita yang melahirkan dengan operasi seksio sesarea yang dapat mengakibatkan cedera pada ibu maupun bayi, dan risiko ini bersifat individual, yaitu tidak terjadi pada semua orang.

a. Alergi

Biasanya risiko ini terjadi pada pasien yang alergi terhadap obat tertentu, seperti antibiotik, oleh sebab itu perlu dilakukan skin tes. Pada awalnya, yaitu pada saat pembedahan, segalanya bisa berjalan lancar sehingga bayi pun lahir dengan selamat. Namun, beberapa jam kemudian, ketika dokter sudah pulang, obat yang diberikan baru bereaksi sehingga jalan pernapasan pasien dapat tertutup. Perlu diketahui, penggunaan obat-obatan pada pasien dengan operasi sesarea lebih banyak dibandingkan dengan cara melahirkan alami. Jenis obat-obatan ini beragam, mulai dari antibiotik, obat untuk pembiusan, penghilang rasa sakit, serta beberapa cairan infus. Oleh karena itu, biasanya sebelum operasi akan ditanyakan kepada pasien apakah mempunyai alergi tertentu.

(16)

b. Perdarahan

Perdarahan dapat mengakibatkan terbentuknya bekuan-bekuan darah pada pembuluh darah balik di kaki dan rongga panggul. Oleh karena itu, sebelum operasi seorang wanita harus melakukan pemeriksaan darah lengkap. Salah satunya untuk mengetahui masalah pembekuan darahnya. Selain itu, perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri uteri ikut terbuka atau karena atonia uteri. Kehilangan darah yang cukup banyak dapat menyebabkan syok secara mendadak. Kalau perdarahan tidak dapat diatasi, kadang perlu tindakan histerektomi atau pengangkatan rahim, terutama pada kasus atonia uteri yang berlanjut.

c. Cedera pada organ lain

Jika tidak dilakukan secara hati-hati, kemungkinan pembedahan dapat mengakibatkan terlukanya organ lain, seperti rektum atau kandung kemih. Penyembuhan luka bekas bedah sesarea yang tidak sempurna dapat menyebabkan infeksi pada organ rahim atau kandung kencing. Selain itu, dapat pula berdampak pada organ lain dengan menimbulkan perlekatan pada organ-organ didalam rongga perut untuk kehamilan risiko tinggi yang memerlukan penanganan khusus.

d. Parut dalam rahim

Seorang wanita yang sudah pernah mengalami pembedahan akan memiliki parut dalam rahim. Oleh karena itu, pada tiap kehamilan dan persalinan berikutnya

memerlukan pengawasan yang cermat sehubungan dengan bahaya rupture uteri,

meskipun jika opersai dilakukan secara sempurna risiko ini sangat kecil terjadi. Sekitar

1-3% angka kejadian akibat operasi menyebabkan rupture uteri. Biasanya, kondisi ini

(17)

e. Demam

Kadang-kadang, demam setelah operasi tidak bisa dijelaskan penyebabnya. Namun, kondisi ini bisa terjadi karena infeksi. Komplikasi ringan yang sering terjadi adalah kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari dalam masa nifas, sedangkan

komplikasi berat, seperti peritonitis (radang selaput perut), sepsis (reaksi umum disertai

demam karena kegiatan bakteri), atau disebut juga terjadi infeksi puerperal. Infeksi

pascaoperasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala-gejala infeksi intrapartum atau ada faktor-faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu. Misalnya, persalinannya berlangsung lama, khususnya setelah ketuban pecah, telah diupayakan tindakan vaginal sebelumnya.

f. Mempengaruhi produksi ASI

Efek pembiusan dapat mempengaruhi produksi ASI jika dilakukan pembiusan

total (narkose). Akibatnya, kolostrum (air susu yang keluar pertama kali) tidak bisa

dinikmati oleh bayi dan bayi tidak dapat segera menyusui begitu ia dilahirkan. Namun, apabila dilakukan dengan pembiusan regional (misalnya spinal) tidak banyak mempengaruhi produksi ASI .

8. Menghindarkan bedah sesarea yang tidak perlu

Berkaitan dengan pencanangan Departemen Kesehatan, IDI, dan POGI mengenai upaya penurunan angka bedah sesarea di Indonesia, ada enam langkah yang harus ditempuh agar angka bedah sesarea dapat dikendalikan, yaitu: (1) pendidikan dan evaluasi terhadap pasien secara cermat; (2) telaah (review) eksternal; (3) penyebarluasan informasi kepada masyarakat mengenai tingginya angka bedah sesarea bagi setiap dokter atau RS; (4) reformasi terhadap horonarium dokter yang melakukan bedah sesarea; (5) reformasi pembayaran bagi RS; dan (6) reformasi terhadap tuntutan

(18)

malpraktik, di mana (selain pasien) organisasi profesi seperti IDI atau POGI (dalam hal ini) dapat mengajukan tuntutan malpraktik kepada dokter yang bertindak melanggar atau menyalahi etika maupun ketentuan-ketentuan yang telah disepakati, termasuk mengenai masalah bedah sesarea.

Keenam langkah ini memang jelas berpihak kepada pasien, sedangkan dokter

(kebidanan) harus benar-benar back to basic untuk dapat menerimanya dengan tulus.

Apabila diterapkan, maka keenam langkah tersebut akan mereduksi serta mengurangi hak istimewa dan arogansi dokter secara bermakna. Sebaliknya, memberikan hak yang lebih luas, adil dan proporsional kepada para pasien. Dengan begitu, diperoleh suatu jaminan bahwa bedah sesarea benar-benar merupakan tindakan yang profesional dan sesuai dengan etika medis. Selain itu, terdapat keseimbangan dengan hak pasien dalam proses pengambilan keputusan untuk pembedahan sesarea, sesuatu yang belakangan ini semakin diabaikan dalam hubungan profesional dokter-pasien (Dewi dan Fauzi, 2007).

9. Partisipasi pasien untuk pengendalian angka bedah seksio sesarea

a. Sebelum persalinan : para ibu harus dianjurkan untuk banyak membaca

dan mempelajari berbagai hal yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan, kalau perlu ikut mendengarkan penjelasan yang disampaikan oleh bidan, dokter, ataupun Rumah Sakit. Selain itu disarankan pula (bila memungkinkan) untuk melihat fasilitas tempatnya bersalin kelak, lalu bertanya kepada lebih dari satu orang tenaga kesehatan yang mengetahui mengenai persalinan. Jika direncanakan untuk bedah sesarea, mintalah dokter untuk menjelaskan dan membuktikan indikasi medisnya.

b. Dalam persalinan : diusahakan untuk dapat tinggal selama mungkin

dirumah, sampai dirasakan bahwa kontraksi rahim sudah sedemikian sering dan kuat sehingga tidak memungkinkan untuk berjalan-jalan atau melakukan aktivitas.

(19)

Kedatangan yang terlalu dini ke tempat bersalin seringkali justru menimbulkan stres. Para ibu akan mengalami nyeri atau rasa sakit, tetapi sebaiknya tidak meminta untuk dibius (regional maupun umum). Dalam kaitan ini, dukungan dari suami menjadi salah satu faktor penting. Dukungan tersebut harus diarahkan kepada dorongan agar sang istri yang sedang bersalin itu berusaha sekuat tenaga untuk menghindari bedah sesarea. Semua pihak harus menyadari bahwa persalinan atau kelahiran yang alamiah adalah yang terbaik, sedangkan bedah sesarea sebenarnya merupakan alternatif (Dewi & fauzi, 2007).

D. Metode Penelitian Kualitatif Fenomenologi

Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan partisipan, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Bungin, 2007)

Bogdan dan Taylor (1975, dalam Moleong, 2007) mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi yang alamiah dan bersifat penemuan. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya pengalaman, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Menurut Denzin dan Lincoln (1987 dalam Moleong, 2006, hal. 5) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan

(20)

maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Dari segi pengertian ini, latar alamiah dengan maksud agar hasilnya dapat digunakan untuk dapat menafsirkan fenomena dan yang dimanfaatkan untuk penelitian kualitatif adalah berbagai macam metode penelitian, dalam penelitian kualitatif metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen.

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai intrumen kunci,

pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik

pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif,

dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiono,

2009).

Bogdan dan Biklen (1982, dalam Sugiono, 2009, hal.21) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif memiliki karakteristik, yaitu : dilakukan pada kondisi yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen), langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci, penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif, data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka. Penelitian

kualitatif lebih menekankan pada proses dari pada produk atau outcome. Penelitian

kualitatif melakukan analisis data secara induktif. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati).

Menurut (Creswell, 1998) penelitian fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami,

(21)

sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji. Menurut Moleong (2006) penelitian fenomenologi diartiakan sebagai : 1) Pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenologikal; 2) suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang. Ada beberapa ciri pokok fenomenologi yang dilakukan oleh peneliti fenomenologis, yaitu: fenomenologis cenderung mempertentangkannya dengan naturalisme yaitu yang disebut objektivisme dan positivisme. Secara pasti, fenomenologis cenderung memastikan kognisi yang mengacu pada apa yang dinamakan kesadaran tentang sesuatu benda itu sendiri secara jelas dan berbeda dengan yang lainnya dan mencakup dari segala segi. Fenomenologi cenderung percaya bahwa bukan hanya sesuatu benda yang ada dalam dunia alam nyata dan budaya.

E. Etika Penelitian

Peneliti lapangan adalah mereka yang banyak berjumpa dengan masyarakat dan rekan sejawat. Mereka adalah tenaga profesional . Demikian juga peneliti kebidanan yang profesional dibidangnya, salah satu ciri profesi adalah bahwa dalam menyelenggarakan pekerjaan, penyandang profesi harus terikat pada kode etik, yaitu kode etik penelitian. Kode etik penelitian atau lebih tepat disebut kode etik peneliti semakin terasa diperlukan, terutama dikalangan peneliti masalah kebidanan dan kemanusiaan.

Peneliti masalah kebidanan dan kemanusiaan selalu berinteraksi dengan manusia dan produk kerja mereka diperuntukkan bagi kepentingan manusia yaitu pemecahan masalah kebidanan. Tanpa dikuasai oleh kode etik, kerja penelitian akan berhasil dengan penuh resiko, seperti keretakan hubungan antara peneliti dengan subjek penelitian seperti populasi atau sampel, menjatuhkan harga diri populasi dan sampel, menghambat

(22)

kerja penelitian peneliti lain yang menggunakan populasi dan sampel yang sama, meskipun berbeda fokus kajian, hasil penelitian tidak dapat diimplementasikan, kalaupun berhasil dalam proses. Dapat membangkitkan rasa tidak puas dalam diri peneliti, dapat menimbulkan rasa tidak aman dalam diri populasi dan sampel, hasil sampel bisa saja tidak objektif karena sumber data tidak menyampaikan data sebagaimana adanya.

Dalam melakukan penelitian, peneliti telah mengajukan surat permohonan untuk memperoleh persetujuan penelitian. Setelah memperoleh persetujuan penelitian, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta akibat yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Dan setelah dijelaskan semua partisipan bersedia untuk dijadikan sampel penelitian. Untuk menjaga kerahasiaan identitas semua informasi yang diberikan partisipan pada lembar pengumpulan data (kuesioner) hanya nomor kode yang digunakan, sehingga kerahasiaan identitas semua informasi yang diberikan tetap terjaga dan seluruh informasi yang diperoleh hanya akan digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan tetap menjaga kerahasiaannya.

F. Alat Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri merupakan alat atau pengumpul data utama. Hal itu dilakukan karena, jika memanfaatkan alat yang bukan manusia maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang ada dilapangan. Selain itu hanya manusia sebagai alat sajalah yang dapat berhubungan dengan partisipan atau objek lainnya, dan hanya manusialah yang mampu memahami kaitan kenyataan-kenyataan di lapangan. Hanya manusia sebagai instrumen pulalah yang dapat menilai apakah kehadirannya menjadi faktor pengganggu sehingga apabila terjadi hal yang demikian ia pasti dapat menyadarinya serta dapat mengatasinya.

(23)

Pengertian instrumen atau alat penelitian tepat karena ia menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian. Adapun ciri-ciri umum manusia sebagai instrumen

mencakup : segi responsif yaitu manusia sebagai instrumen responsif terhadap

lingkungan dan terhadap pribadi-pribadi yang menciptakan lingkungan. Sebagai

manusia ia harus bersifat interaktif terhadap orang dan lingkungannya. Selain itu

manusia sebagai instrumen juga harus dapat menyesuaikan diri pada keadaan dan situasi pengumpulan data. Kemampuan lainnya yang ada pada peneliti ialah kemampuan mengikhtisarkan informasi yang begitu banyak yang diceritakan partisipan dalam wawancara.

Selain peneliti sebagai instrumen, dalam penelitian ini digunakan juga kuesioner data demografi dan panduan wawancara. Kuesioner data demografi yang digunakan yaitu: umur, agama, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan penghasilan ibu. Panduan wawancara berisi pertanyaan yang akan diajukan, mengenai pengalaman ibu primipara yang melahirkan secara seksio sesarea.

Adapun jenis-jenis pertanyaan dalam wawancara dapat digolongkan pada enam jenis pertanyaan yang saling berkaitan antara lain : pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman, yaitu pertanyaan ini digunakan un tuk mengungkapkan pengalaman yang telah dialami oleh partisipan atau subjek yang diteliti dalam hidupnya. Pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat, yaitu adakalanya peneliti ingin minta pendapat kepada informan terhadap data yang diperoleh dari sumber tertentu. Pertanyaan yang berkaitan dengan perasaan yaitu pertanyaan yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan seseorang menggunakan pertanyaan yang tidak langsung. Pada awalnya dilakukan percakapan yang biasa, dan lama-lama diarahkan pada pertanyaan yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan. Pertanyaan tentang pengetahuan digunakan untuk

(24)

mengungkapkan pengetahuan informan suatu kasus atau peristiwa yang mungkin diketahui. Pertanyaan yang berkenaan dengan indera digunakan untuk mengungkapkan data atau informasi karena yang bersangkutan melihat, mendengarkan, meraba dan mencium suatu peristiwa.

Agar wawancara menjadi efektif ada beberapa cara yang dilakukan oleh peneliti yaitu : menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan, yaitu ibu-ibu yang melahirkan anak pertama secara seksio sesarea, menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan, mengawali atau membuka alur wawancara, melangsungkan alur wawancara, mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya, menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan, mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh.

G. Tingkat Keabsahan Data

Hasil penelitian diharapkan mempunyai data yang akurat dan dapat dipercaya, sehingga hasil penelitian tersebut benar-benar dapat menjadi sebuah karangan ilmiah yang bisa dipertanggung jawabkan tanpa adanya manipulasi atau pemalsuan data. Untuk itu perlu adanya cara agar penelitian tersebut memenuhi keabsahan data. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi, sebagaimana menurut Lincoln dan Guba (1985) bahwa tingkat kepercayaan hasil penelitian dapat dicapai jika peneliti berpegang pada empat

prinsip, meliputi : pertama, credibility yaitu apakah hasil penelitian dapat dipercaya atau

tidak, hal ini dapat dilakukan dengan cara triangulasi, member chek dan wawancara atau

pengamatan secara terus-menerus (prolonged engangement), kedua, Dependability yaitu

apakah hasil penelitian memiliki keandalan atau reliabilitas, dimana hasil penelitian tersebut nantinya harus memiliki kekonsistenan terhadap data yang dikumpulkan,

(25)

akan kebenaran terhadap data yang diperoleh. Dengan meminta bantuan kepada orang lain yang berkompeten untuk memeriksa dan mengoreksi hasil penelitian yang diperoleh

dan dikumplkan oleh peneliti. Keempat, transferability yaitu : mengandung makna

apakah hasil penelitian ini nantinya akan dapat dipergunakan pada situasi yang lain. H. Pengalaman Ibu yang Melahirkan Seksio Sesarea

Pada proses persalinan tidak selamanya berjalan sesuai rencana, ditengah perjalanannya sangat memungkinkan terjadi beberapa masalah yang tidak dapat diduga sebelumnya. Seperti yang dialami oleh seorang ibu yang akan melahirkan anak pertamanya, berikut ini kisahnya:

Bedah cesar datang begitu mengejutkan. Maksud saya, walaupun persalinan saya perlu waktu yang panjang untuk dimulai, saya terus berusaha ketika persalinan saya mulai terasa sulit. Lalu, ketika tiba saatnya mendorong, saya merasa senang karena saya piker saya akan segera bertemu Tommy kecil. Yah,saya mendorong dan mendorong untuk sekian lama, saya tidak tahu berapa lama. Perawat terus memeriksa saya sementara saya mengejan-memasukkan jarinya kedalam tubuh saya untuk merasakan kepala bayi. Tak lama kemudian, dokter melakukan hal yang sama. Ia berkata bayi saya terjepit dan tidak turun. Ia sangat baik ketika berkata, “Anda telah bekerja dengan sangat keras dan melakukannya dengan sangat baik. Tetapi kami harus melakukan sesuatu tindakan yang lain, demi keselamatan bayi anda, kami sebaiknya akan melakukan bedah cesar.” Saya sulit mempercayainya!, bagaimana bisa?saya sudah begitu dekat dengan bayi, kenapa malah tidak bisa keluar? Saya menangis, namun saya tahu mereka benar, jadi saya berkata, “Baiklah, setidaknya persalinan akan segera berakhir.”

(26)

Dari kisah pengalaman ibu tersebut, dapat dinilai bahwa persalinan yang awalnya fisiologis dapat berubah menjadi persalinan yang patologis dan membutuhkan penanganan segera yaitu dengan cara seksio sesarea (Whalley, J.,Simkin, P., & Keppler, A. 2009)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan model sistem dinamik diharapkan dapat menentukan preskripsi pengaturan hasil pada hutan tidak seumur yang optimal dipandang dari aspek kelestarian produksi, dan aspek

Dari telaah pustaka tentang sistem kontrol, sales training, kinerja tenaga penjualan dan efektivitas penjualan yang digunakan untuk menjawab masalah penelitian tersebut

Tema politik ketahanan pangan Jepang selama beberapa dekade terakhir, adalah diversifikasi sumber pasokan pangan dari luar negeri, dimana ini merupakan isyarat

2.2.7 Pengertian Sistem Informasi Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup pegawai, buruh,

Perkembangan kabupaten TulangBawang Barat sebagai salah satu kabupaten otonomi baru di propinsi Lampung telah meningkatkan jumlah penduduk, aktifitas pembangunan serta

Dari hasil percobaan laboratorium dengan variasi lima jenis filler tersebut menunjukkan dimana nilai retained stability pada bentonit 50% : semen 50% memiliki nilai

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat pengetahuan wartawan muslim di harian surat kabar Analisa terhadap kode etik jurnalistik terkhusus pasal 6,

Berdasarkan uraian hasil analisis mengenai Evaluasi Kebijakan Ruang Terbuka Hijau di Aloon-Aloon Kota Madiun yang sudah penulis paparkan sebelumnya, maka dapat