• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A."

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

8 A. Pendidikan Kesehatan

1. Pengertian Pendidikan

Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku secara terencana pada diri individu, kelompok atau masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat. Pendidikan kesehatan merupakan proses belajar pada individu, kelompok atau masyarakat dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri menjadi mandiri. Sehingga pendidikan kesehatan merupakan suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan baik pengetahuan, sikap maupun ketrampilan agar tercapai hidup sehat secara optimal (Suliha, 2007).

Pendidikan kesehatan adalah suatu proses yang menjembatani kesenjangan antara informasi dan tingkah laku kesehatan. Pendidikan kesehatan memotifasi seseorang untuk menerima informasi kesehatan dan berbuat sesuai dengan informasi tersebut agar mereka menjadi lebih tahu dan lebih sehat (Bobak, 2008). Menurut Purwanto (2009), pendidikan kesehatan merupakan proses belajar, dalam hal ini berarti terjadi proses perkembangan atau perubahan kearah yang lebih tahu dan lebih baik pada diri individu. Pada kelompok masyarakat dari tidak tahu tentang nilai- nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu mengatasi sendiri masalah- masalah kesehatan menjadi mampu.

Menurut Craven dan Hirnle (2006), pendidikan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik belajar atau instruksi, degan tujuan untuk mengingat fakta atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan terhadap pengarahan diri (self direction), aktif memberikan informasi-informasi atau ide baru.

(2)

2. Tujuan Pendidikan Kesehatan

Tujuan pendidikan kesehatan secara umum yaitu untuk mengubah perilaku individu atau masyarakat dalam bidang kesehatan. Selain hal tersebut, tujuan pendidikan kesehatan ialah :

a. Menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai di masyarakat.

b. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat..

c. Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada.

d. Agar penderita (masyarakat) memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada kesehatan (dirinya).

e. Agar orang melakukan langkah-langkah positif dalam mencegah terjadinya sakit, mencegah berkembangnya sakit menjadi parah dan mencegah keadaan ketergantungan melalui rehabilitas cacat yang disebabkan oleh penyakit.

f.Agar orang memiliki pengertian yang lebih baik tentang eksistensi perubahan–

perubahan sistem, cara memanfaatkannya dengan efisien dan efektif.

g. Agar orang mempelajari apa yang dapat dia lakukan sendiri dan bagaimana caranya tanpa selalu meminta pertolongan kepada sistem pelayanan kesehatan yang formal. (Notoatmodjo, 2008, Suliha, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2008), tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk meningkatkan status kesehatan dan mencegah timbulnya penyakit, mempertahankan derajat kesehatan yang sudah ada, memaksimalkan fungsi dan peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan. Secara umum tujuan dari pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku individu atau masyarakat dibidang kesehatan. Tujuan ini dapat diperinci lebih lanjut antara lain, menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai dimasyarakat, menolong indiviu agar mampu secara mandiri atau kelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat, mendorong

(3)

pengembangan dan menggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada (Herawani, 2007).

Menurut Machfoed (2009), pendidikan kesehatan merupakan proses perubahan, yang bertujuan untuk mengubah individu, kelompok dan masyarakat menuju hal- hal yang positif secara terencana melalui proses belajar. Perubahan tersebut mencangkup antara lain pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui proses pendidikan kesehatan. Pada hakikatnya dapat berupa emosi, pengetahuan, pikiran keinginan, tindakan nyata dari individu, kelompok dan masyarakat. Pendidikan kesehatan merupakan aspek penting dalam meningkatkan pengetahuan keluarga tentang garam beryodium dengan melakukan pendidikan kesehatan berarti petugas kesehatan membantu keluarga dalam mengkonsumsi garam yang beryodium untuk meningkatkan derajat kesehatan.

Menurut Effendi (2008), tujuan pendidikan kesehatan yang paling pokok adalah tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan masyarakat dalam memelihara perilaku sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Banyak faktor yang perlu diperhatikan dalam keberhasilan pendidikan kesehatan, antara lain tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, adat istiadat, kepercayaan masyarakat, dan ketersediaan waktu dari masyarakat. Materi yang disampaikan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan mulai dari individu, keluarga, dan masyarakat sehingga dapat langsung dirasakan manfaatnya.

Sebaiknya saat memberikan pendidikan kesehatan menggunakan bahasa yang mudah dipahami dalam bahasa kesehariaannya dan menggunakan alat peraga untuk mempermudah pemahaman serta menarik perhatian sasaran (Walgino, 2007).

3. Media Pembelajaran Pendidikan Kesehatan

Alat bantu pembelajaran adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pengajaran dan biasanya dengan menggunakan alat peraga pengajaran. Alat peraga pada dasarnya dapat membantu sasaran pendidik untuk menerima pelajaran dengan menggunakan panca inderanya. Semakin banyak indera

(4)

yang digunakan dalam menerima pelajaran semakin baik penerimaan pelajaran (Suliha, 2007).

Macam-macam media atau alat bantu tersebut adalah sebagai berikut:

a. Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja atau media yang hanya memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman suara.

b. Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara, seperti film slide, foto, transparansi, lukisan, gambar, dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis.

c. Media audio visual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang bisa dilihat, misalnya rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara. Kemampuan media ini dianggap lebih baik dan lebih menarik.

Media atau alat bantu berdasarkan pembuatannya :

a. Alat bantu elektronik yang rumit, contohnya: film, film slide, transparansi. Jenis media ini memerlukan alat proyeksi khusus seperti film projector, slide projector, operhead projector (OHP).

b. Alat bantu sederhana, contohnya: leaflet, model buku bergambar, benda-benda nyata (sayuran, buah-buahan), papan tulis, film chart, poster, boneka, phanthom, spanduk. Ciri-ciri alat bantu sederhana adalah mudah dibuat, mudah memperoleh bahan-bahan, ditulis atau digambar dengan sederhana, memenuhi kebutuhan pengajar, mudah dimengerti serta tidak menimbulkan salah persepsi.

(Sanjaya, 2008).

B. Seksio Sesarea 1. Pengertian

Istilah seksio sesarea berasal dari perkataan Latin Caedere yang artinya memotong. Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina (Mochtar, 2008). Seksio sesarea atau kelahiran sesarea adalah melahirkan janin melalui irisan pada dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi).

(5)

Defenisi ini tidak termasuk melahirkan janin dari rongga perut pada kasus ruptura uteri atau kehamilan abdominal (Pritchard at al, 2005).

Seksio sesarea secara umum adalah operasi yang dilakukan, untuk mengeluarkan janin dan plasenta dengan membuka dinding perut dan uterus (Wiknjosastro, 2005). Seksio sesarea adalah cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau seksio sesarea adalah suatu histerectomia untuk mengeluarkan janin dari dalam rahim. (Rustam mohtar, 2007).

Seksio sesarea adalah prosedur pembedahan untuk melahirkan janin melalui sayatan perut dan dinding rahim. Operasi ini semakin meningkat sebagai tindakan akhir dari berbagai kesulitan persalinan. Indikasi yang banyak dikemukakan adalah; persalinan lama sampai persalinan macet, ruptura uteri iminens, gawat janin, janin besar, dan perdarahan antepartum.

Namun sekarang banyak operasi tidak pada indikasinya, kenyataannya banyak operasi saat ini dilakukan atas permintaan pasien meskipun tanpa alasan medis.

Mereka umumnya memilih melakukan operasi karena takut kesakitan saat melahirkan secara normal. Alasan lain adalah mereka lebih mudah menentukan tanggal dan waktu kelahiran bayinya. Selain itu, mereka juga ketakutan organ kelaminnya rusak setelah persalinan normal (Sugiharta, 2009).

2. Klasifikasi Seksio Sesarea

Menurut Wiknjosastro (2005), luka Seksio sesarea dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu :

a. Seksio Sesarea Transperitonealis Profunda

Merupakan pembedahan yang paling banyak dilakukan dengan insisi di segmen bawah uterus. Keunggulan pembedahan ini adalah perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak. Bahaya peritonitis tidak besar. Parut pada

(6)

uterus umumnya kuat sehingga bahaya rupture uteri dikemudian hari tidak besar karena dalam masa nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri, sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.

b. Seksio Sesarea Klasik atau Seksio Sesarea Corporal

Merupakan pembuatan insisi pada bagian tengah korpus uteri sepanjang 10- 12 cm dengan ujung bawah di atas batas plika vesiko uterine. Insisi ini dibuat hanya diselenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan sectio caesaria transperitonealis profunda (misalnya melekat eratnya uterus pada dinding perut karena Seksio sesarea yang dahulu, insisi di segmen bawah uterus mengandung bahaya perdarahan banyak berhubungan dengan letaknya plasenta pada plasenta previa). Kekurangan pembedahan ini disebabkan oleh lebih besarnya bahaya peritonitis, dan kira-kira 4 kali lebih bahaya rupture uteri pada kehamilan yang akan datang. Sesudah seksio sesarea klasik sebaiknya dilakukan sterilisasi atau histerektomi.

c. Seksio sesarea Ekstraperitoneal

Seksio sesarea ini dilakukan untuk mengurangi bahaya infeksi puerperal, akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap infeksi, pembedahan Seksio sesarea ini sekarang tidak banyak lagi dilakukan. Pembedahan tersebut sulit dalam tehniknya.

3. Indikasi Seksio Sesarea

Dalam persalinan ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan suatu persalinan yaitu jalan lahir, janin, kekuatan ibu, psikologi ibu dan penolong.

Apabila terdapat salah satu gangguan pada salah satu faktor tersebut akan mengakibatkan persalinan tidak berjalan dengan lancar bahkan dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin (Mohctar, 2008). Menurut Kasdu (2003), indikasi pemberian tindakan Seksio sesarea antara lain:

(7)

a. Faktor Janin

1) Bayi kembar (multiple pregnancy)

Tidak selamanya bayi kembar dilakukan secara seksio sesarea.

Kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Bayi kembar dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan melalui persalinan alami. Hal ini diakibatkan, janin kembar dan cairan ketuban yang berlebihan membuat janin mengalami kelainan letak.

Oleh karena itu, pada kelahiran kembar dianjurkan dilahirkan di rumah sakit karena kemungkinan sewaktu-waktu dapat dilakukan tindakan operasi tanpa direncanakan. Meskipun dalam keadaan tertentu, bisa saja bayi kembar lahir secara alami. Faktor ibu menyebabkan ibu dilakukannya tindaka operasi, misalnya panggul sempit atau abnormal, disfungsi kontraksi rahim, riwayat kematian pre-natal, pernah mengalami trauma persalinan dan tindakan sterilisasi. Berikut ini, faktor ibu yang menyebabkan janin harus dilahirkan dengan operasi.

2) Bayi terlalu besar

Berat bayi lahir sekitar 4.000 gram atau lebih (giant baby) menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir, umumnya pertumbuhan janin yang berlebihan (macrosomia) karena ibu menderita kencing manis (diabetes mellitus). Apabila dibiarkan terlalu lama di jalan lahir dapat membahayakan keselamatan janinnya.

3) Kelainan letak janin

Ada 2 kelainan letak janin dalam rahim, yaitu letak sungsang dan letak lintang. Letak sungsang yaitu letak memanjang dengan kelainan dalam polaritas. Panggul janin merupakan kutub bawah. Sedangkan letak lintang terjadi bila sumbu memanjang ibu membentuk sudut tegak lurus dengan sumbu memanjang janin. Oleh karena seringkali bahu terletak

(8)

diatas PAP (Pintu Atas Panggul), malposisi ini disebut juga prensentasi bahu.

4) Ancaman gawat janin (fetal disstres)

Keadaan janin yang gawat pada tahap persalinan, memungkinkan untuk segera dilakukannya operasi. Apabila ditambah dengan kondisi ibu yang kurang menguntungkan. Janin pada saat belum lahir mendapat oksigen (O2) dari ibunya melalui ari-ari dan tali pusat. Apabila terjadi gangguan pada ari-ari (akibat ibu menderita tekanan darah tinggi atau kejang rahim), serta pada tali pusat (akibat tali pusat terjepit antara tubuh bayi), maka suplai oksigen (O2) yang disalurkan ke bayi akan berkurang pula. Akibatnya janin akan tercekik karena kehabisan nafas.

Kondisi ini dapat menyebabkan janin mengalami kerusakan otak, bahkan tidak jarang meninggal dalam rahim. Apabila proses persalinan sulit dilakukan melalui vagina maka seksio sesarea merupakan jalan keluar satu-satunya.

b. Faktor Ibu 1) Usia

Ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya pada usia sekitar 35 tahun memiliki resiko melahirkan dengan operasi. Apalagi perempuan dengan usia 40 tahun ke atas. Pada usia ini, biasanya seseorang memiliki penyakit yang beresiko, misalnya tekanan darah tinggi, penyakit jantung, kencing manis (diabetes melitus) dan pre-eklamsia (kejang).

Eklamsia (keracunan kehamilan) dapat menyebabkan ibu kejang sehingga seringkali menyebabkan dokter memutuskan persalinan dengan operasi seksio sesarea.

2) Tulang panggul

Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin dan dapat

(9)

menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Kondisi tersebut membuat bayi susah keluar melalui jalan lahir.

3) Persalinan sebelumnya

Persalinan melalui seksio sesarea tidak mempengaruhi persalinan selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak.

4) Faktor hambatan panggul

Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit. bemafas.

Gangguan jalan lahir ini bisa terjadi karena adanya mioma atau tumor.

Keadan ini menyebabkan persalinan terhambat atau macet, yang biasa disebut distosia.

5) Kelainan kontraksi rahim

Jika kontraksi lahir lemah dan tidak terkoordinasi (inkordinate uterine action) atau tidak elastisnya leher rahim sehingga tidak dapat melebar pada proses persalinan, menyebabkan kepala bayi tidak terdorong atau tidak dapat melewati jalan lahir dengan lancar. Apabila keadaan tidak memungkinkan, maka dokter biasanya akan melakukan seksio sesarea.

6) Ketuban pecah dini

Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus segera dilahirkan. Kondisi ini akan membuat air ketuban merembes keluar sehingga tinggal sedikit atau habis.

4. Komplikasi Seksio Sesarea

Kelahiran sesarea bukan tanpa komplikasi, baik bagi ibu maupun janinnya (Bobak,2008). Morbiditas pada seksio sesarea lebih besar jika dibandingakan dengan persalinan pervaginam. Ancaman utama bagi wanita yang menjalani seksio sesarea berasal dari tindakan anastesi, keadaan sepsis yang berat,

(10)

serangan tromboli dan perlukaan pada traktus urinarius, infeksi pada luka (Manuaba, 2003; Bobak, 2008).

a. Hematoma

Balutan dilihat terhadap perdarahan (hemoragi) pada interval yang sering selama 24 jam setelah pembedahan. Setiap perdarahan dalam jumlah yang tidak semestinya dilaporkan. Pada waktunya, sedikit perdarahan terjadi pada bawah kulit. Hemoragi ini biasanya berhenti secara spontan tetapi mengakibatkan pembentukan bekuan didalam luka. Jika bekuan kecil, maka akan terserap dan tidak harus ditangani. Ketika lukanya besar dan luka biasanya menonjol dan penyembuhan akan terhambat kecuali bekuan ini dibuang. Proses penyembuhan biasanya dengan granulasi atau penutupan sekunder dapat dilakukan.

b. Infeksi

Menurut Riza (2007), faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya infeksi luka post seksio sesarea diantaranya :

1) Safe staffing perawat, staffing merupakan situasi dimana jumlah dan kualifikasi perawat untuk memenuhi kebutuhan klien yang komplek dalam berbagai tatanan pelayanan kesehatan, safe staffing tidak hanya berarti jumlah dan jenis tenaga keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan kepada klien, tetapi meliputi; beban kerja, lingkungan kerja, kompleksitas pasien, tingkat keterampilan staf, kombinasi tenaga keperawatan, efisien dana dan keterkaitannya dengan hasil pada pasien dan perawat bahkan mencakup elemen keselamatan pasien.

2) Ketersediaan sarana prasarana, ini terkait dengan keselamatan pasien dan akan menunjang tindakan pelayanan kesehatan didalam intitusi tersebut.

3) Tingkat sterilisasi, hal ini kaitannya dengan penanganan alat dan cairan pada pasien post operasi wajib menggunakan prinsip sterile.

4) Pencegahan penularan infeksi, hal ini disebabkan oleh adanya jarak yang terlalu dekat dengan pasien lain serta rumah sakit merupakan suatu depot

(11)

dari berbagai macam penyakit yang berasal dari penderita maupun dari penunjang yang berstatus karier.

5. Perawatan Seksio Sesarea

Menurut Mohctar (2008), perawatan luka pada ibu nifas post seksio sesarea adalah merawat luka dengan cara mengganti balutan atau penutup yang sudah kotor atau lama dengan penutup luka atau pembalut luka yang baru. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya luka infeksi serta memberikan rasa aman dan nyaman pada pasien. Persiapan alat dan bahan yang dibutuhkan antara lain: bak instrumen, kassa, gunting, plester, lidi waten, antiseptik (betadine), pinset anatomis dan chiurgis, bengkok, perlak pengalas, sarung tangan steril, larutan NaCl untuk membersihkan luka, salep antiseptik, tempat sampah, larutan klorin 0,5%.

Menurut Potter (2008), langkah-langkah perawatan luka post seksio sesarea adalah :

a. Kapas perut harus dilihat pada 1 hari pasca bedah, bila basah dan berdarah harus diganti. Umumnya kassa perut dapat diganti hari ke 3–4 sebelum pulang dan seterusnya, pasien mengganti setiap hari luka dapat diberikan betadine sedikit.

b. Jahitan yang perlu dibuka dapat dilakukan pada 5 hari pasien bedah.

Pembalut luka berfungsi sebagai penghalang dan pelindung terhadap infeksi selama proses penyembuhan. Penutup luka dipertahankan selama hari pertama selama pembedahan untuk mencegah infeksi pada saat proses penyembuhan berlangsung (Prawihardjo, 2008).

Pembersihan luka insisi dimulai mencuci tangan sampai bersih kemudian mengkaji atau mengobservasi status luka apakah luka bersih atau kotor serta sejenisnya. Kasa steril dipegang dengan pinset lalu dicelupkan ke dalam larutan savlon dan dilakukan pembersihan pada luka. H2O2 diberikan jika diperlukan atau diberi larutan Nacl 0,9% kemudian luka dibersihkan sampai

(12)

bersih dan dilanjutkan dengan pengobatan luka menggunakan betadin atau sejenisnya. Setelah luka bersih, tangan dicuci kembali (Kuswari, 2009).

c. Nutrisi masa nifas

Penyembuhan luka secara normal memerlukan nutrisi yang tepat, karena proses fisiologi penyembuhan luka bergantung pada tersedianya protein, vitamin (terutama vitamin A dan C) dan mineral. Kolagen adalah protein yang terbentuk dari asam amino yang diperoleh fibroblas dari protein yang dimakan. Vitamin C dibutuhkan untuk mensintesis kolagen. Vitamin A dapat mengurangi efek negatif steroid pada penyembuhan luka. Elemen renik zink diperlukan untuk pembentukan epitel, sintesis kolagen (zink) dan menyatukan serat-serat kolagen. (Potter, 2008). Dari variasi di atas, nutrisi pada ibu paska bersalin terutama pada ibu dengan post Sectio Caesarea harus lebih banyak mengkonsumsi makanan kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin A dan C serta mineral yang sangat berperan dalam pembentukan jaringan baru pada proses penyembuhan luka (Potter, 2008).

Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk keperluan metabolismenya. Kebutuhan gizi pada masa nifas meningkat 25 % dari kebutuhan biasa karena berguna untuk proses kesembuhan sehabis melahirkan dan untuk memproduksi air susu yang cukup (Sulistyawati, 2009). Nutrisi yang di konsumsi harus bermutu tinggi, bergizi dan cukup kalori. Kalori bagus untuk proses metabolisms tubuh, kerja organ tubuh, proses pembentukan ASI. Wanita dewasa memerlukan 2.200 k kalori. Ibu menyusui memerlukan kalori yang sama dengan wanita dewasa + 700 k.

kalori pada 6 bulan pertama kemudian + 500 k. kalori bulan selanjutnya (Retna, 2008).

d. Karbohidrat

Makanan yang dikonsumsi dianjurkan mengandung 50-60% karbohidrat.

Laktosa (gula susu) adalah bentuk utama dari karbohidrat yang ada dalam

(13)

jumlah lebih besar dibandingkan dalam susu sapi. Laktosa membantu bayi menyerap kalsium dan mudah di metabolisme menjadi dua gula sederhana (galaktosa dan glukosa) yang dibutuhkan untuk pertumbuhan otak yang cepat yang terjadi selama masa bayi (Notoatmodjo, 2010).

e. Lemak

Lemak 25-35% dari total makanan. Lemak menghasilkan kira-kira setengah kalori yang diproduksi oleh air susu ibu (Retna, 2008).

f. Protein

Jumlah kelebihan protein yang diperlukan oleh ibu pada masa nifas adalah sekitar 10-15%. Protein utama dalam air susu ibu adalah whey. Mudah dicerna whey menjadi kepala susu yang lembut yang memudahkan penyerapan nutrient kedalam aliran darah bayi. Sumber karbohidrat yaitu : Nabati: tahu, tempe dan kacang-kacangan. Hewani : daging, ikan, telur, hati, otak, usus, limfa, udang, kepiting (Notoatmodjo, 2010).

g. Vitamin dan Mineral

Kegunaan vitamin dan mineral adalah untuk melancarkan metabolisme tubuh. Beberapa vitamin dan mineral yang ada pada air susu ibu perlu mendapat perhatian khusus karena jumlahnya kurang mencukupi, tidak mampu memenuhi kebutuhan bayi sewaktu bayi bertumbuh dan berkembang (Notoatmodjo, 2010). Vitamin dan mineral yang paling mudah menurun kandungannya dalam makanan adalah Vit B6, tiamin, As.folat, kalsium, seng, dan magnesium. Kadar Vit B6, tiamin dan As.folat dalam air susu langsung berkaitan dengan diet atau asupan suplemen yang dikonsumsi ibu. Asupan vitamin yang tidak memadai akan mengurangi cadangan dalam tubuh ibu dan mempengaruhi kesehatan ibu maupun bayi (Notoatmodjo, 2010).

(14)

h. Mobilisasi Dini

Menurut Mochtar (2008), Pasien boleh menggerakkan kaki dan tangan serta tubuhnya sedikit 8 – 12 jam kemudian duduk, bila mampuh pada 24 jam setelah sectio caesarea pasien jalan, bahkan mandi sendiri pada hari kedua.

Sehabis melahirkan ibu merasa lelah karena itu ibu harus istirahat dan tidur telentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian ibu boleh miring ke kanan dan ke kiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboli.

Menurut Mochtar (2008), manfaat mobilisasi bagi ibu post operasi adalah:

1) Ibu merasa lebih sehat dan kuat dengan ambulasi dini. Dengan bergerak, otot –otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian ibu merasa sehat dan membantu memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan, faal usus dan kandung kencing lebih baik.

Dengan bergerak akan merangsang peristaltik usus kembali normal.

Aktifitas ini juga membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula.

2) Mencegah terjadinya trombosis dan tromboli, dengan mobilisasi sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan tromboli dapat dihindarkan. Setelah persalinan yang normal, jika gerakan ibu tidak terhalang oleh pemasangan infus atau kateter dan tanda-tanda vitalnya juga baik, biasanya ibu diperbolehkan untuk mandi dan pergi ke WC dengan dibantu satu atau dua jam setelah melahirkan secara normal. Sebelum dua jam, ibu harus diminta untuk melakukan latihan menarik napas dalam serta latihan tungkai yang sederhana dan harus duduk serta mengayunkan tungkainya dari tepi ranjang. Pasien seksio sesarea biasanya mulai ambulasi 24-36 jam sesudah melahirkan. Jika pasien menjalani analgesia epidural, pemulihan sensibilitas yang total harus dibuktikan dahulu sebelum ambulasi dimulai.

(15)

i. Defekasi

Fungsi gastrointestinal pada pasien obstetrik yang tindakannya tidak terlalu berat akan kembali normal dalam waktu 12 jam. Buang air besar secara spontan biasanya tertunda selama 2-3 hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada masa pascapartum, dehidrasi, kurang makan dan efek anastesi (Bobak, 2008). Bising usus biasanya belum terdengar pada hari pertama setelah operasi, mulai terdengar pada hari kedua dan menjadi aktif pada hari ketiga.

Rasa mulas akibat gas usus karena aktivitas usus yang tidak terkoordinasi dapat mengganggu pada hari kedua dan ketiga setelah operasi (Pritchard at al, 2005). Untuk dapat buang air besar secara teratur dapat dilakukan diet teratur, pemberian cairan yang banyak, makanan cukup serat dan olahraga atau ambulasi dini.

j. Perawatan Perineum

Menurut Farrer (2007), luka pada perineum akibat episiotomi, ruptur atau laserasi merupakan daerah yang tidak mudah untuk dijaga agar tetap bersih dan kering. Pengamatan dan perawatan khusus diperlukan untuk menjamin agar daerah tersebut sembuh dengan cepat. Hamilton (2007), Perawatan khusus perineum bagi wanita setelah melahirkan bayi bertujuan untuk pencegahan terjadinya infeksi, mengurangi rasa tidak nyaman dan meningkatka penyembuhan Walaupun prosedurnya bervariasi dari satu rumah sakit lainnya, prinsip-prinsip dasarnya bersifat universal yaitu mencegah kontaminasi dari rektum, menangani dengan lembut pada jaringan yang terkena trauma dan membersihkan semua keluaran yang menjadi sumber bakteri dan bau. Setelah ibu mampu mandi sendiri, biasanya daerah perineum dicuci sendiri dengan menggunakan air dalam botol atau wadah lain yang disediakan secara khusus (Farrer, 2007).

Perawatan perineum dapat dilakukan dengan cara perineum dibersihkan dengan sabun yang lembut minimal sekali sehari. Menurut Wulandari (2009), Cairan sabun atau sejenisnya dipakai setelah buang air kecil atau

(16)

buang air besar. Dibersihkan mulai dari simfisis sampai anal sehingga tidak terjadi infeksi.

k. Perawatan Payudara

Perawatan payudara adalah suatu tindakan untuk merawat payudara terutama pada masa nifas (masa menyusui) untuk melancarkan pengeluaran ASI. Perawatan payudara pasca persalinan merupakan kelanjutan perawatan payudara semasa hamil. Pelaksanaan perawatan payudara pasca persalinan dimulai sedini mungkin yaitu 1 – 2 hari sesudah bayi dilahirkan. Perawatan payudara dilakukan 2 kali sehari (Admin, 2009).

l. Miksi

Berkemih hendaknya dapat dilakukan ibu nifas sendiri dengan secepatnya.

Sensasi kandung kencing mungkin dilumpuhkan dengan analgesia spinal dan pengosongan kandung kencing terganggu selama beberapa jam setelah persalinan akibatnya distensi kandung kencing sering merupakan komplikasi masa nifas (Kasdu, 2003). Pemakaian kateter dibutuhkan pada prosedur bedah. Semakin cepat melepas kateter akan lebih baik mencegah kemungkinan infeksi dan ibu semakin cepat melakukan mobilisasi (Prawirahardjo, 2008). Kateter pada umumnya dapat dilepas 12 jam setelah operasi atau lebih nyaman pada pagi hari setelah operasi. Kemampuan mengosongkan kandung kemih harus dipantau seperti pada kelahiran sebelum terjadi distensi yang berlebihan (Pritchard dkk, 2005).

m. Kebersihan Diri

Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan meningkatkan perasaan kesejahteraan ibu (Hamilton, 2007). Mandi di tempat tidur dilakukan sampai ibu dapat mandi sendiri di kamar mandi yang terutama dibersihkan adalah puting susu dan mamae dilanjutkan perawatan payudara (Wulandari, 2009).

(17)

6. Proses Penyembuhan Seksio Sesarea

Menurut Morison (2008), proses fisiologis penyembuhan luka dapat dibagi ke dalam 3 fase utama, yaitu:

a. Fase Inflamasi (durasi 0-3 hari)

Jaringan yang rusak dan sel mati melepaskan histamine dan mediator lain, sehingga dapat menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh darah sekeliling yang masih utuh serta meningkatnya penyediaan darah ke daerah tersebut, sehingga menyebabkan merah dan hangat. Permeabilitas kapiler darah meningkat dan cairan yang kaya akan protein mengalir ke interstitial menyebabkan oedema lokal.

b. Fase destruksi (1-6 hari)

Pembersihan terhadap jaringan mati atau yang mengalami devitalisasi dan bakteri oleh polimorf dan makrofag. Polimorf menelan dan menghancurkan bakteri. Tingkat aktivitas polimorf yang tinggi hidupnya singkat saja dan penyembuhan dapat berjalan terus tanpa keberadaan sel tersebut.

c. Fase Proliferasi (durasi 3-24 hari)

Fibroblas memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring untuk sel-sel yang bermigrasi. Fibroblas melakukan sintesis kolagen dan mukopolisakarida.

d. Fase Maturasi (durasi 24-365 hari)

Dalam setiap cedera yang mengakibatkan hilangnya kulit, sel epitel pada pinggir luka dan sisa- sisa folikel membelah dan mulai berimigrasi di atas jaringan granulasi baru.

(18)

C. Masa Nifas

Nifas adalah masa post partum atau puerperium yaitu masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya yang berkaitan dengan saat melahirkan (Suherni, 2007).

Pada masa tersebut, terjadi proses pemulihan sehubungan dengan perubahan secara fisik maupun psikologis. Perubahan psikologis yang dialami ibu post partum diawali dengan fase taking in dimana ibu baru pada umumnya pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan tubuhnya, fase ini terjadi pada hari pertama hingga hari kedua setelah melahirkan. Pada hari kedua hingga hari keempat postpartum, ibu melewati fase taking hold yaitu ibu berkonsentraasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya. Fase selanjutnya terjadi setelah ibu pulang ke rumah yaitu letting go, pada periode ini ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan ia harus beradaptasi dengan segala kebutuhan bayi yang sangat tergantung padanya (Sulistyawati, 2009).

Masa nifas adalah masa setelah melahirkan selama 6 minggu atau 40 hari. Menurut Bobak, et all (2008), periode post seksio sesarea adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Pengertian lainnya, masa nifas adalah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, asa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saleha, 2009). Masyarakat Indonesia, masa nifas merupakan periode waktu sejak selesai proses persalinan sampai 40 hari setelah itu.

Umumnya ibu post seksio sesarea akan dirawat di rumah sakit selama 3-4 hari lamanya. Sebelum ibu meninggalkan rumah sakit, perawat memastikan kesehatan dan keamanan ibu. Perawat memberikan program persalinan seperti pemberian edukasi sebagai tindakan antisipasi kepulangan post seksio sesarea. Perawat

(19)

membuat catatan perkembangan ibu untuk membantu perawat mengetahui kesiapan ibu melakukan asuhan keperawatan post seksio sesarea di rumah sebagai tindakan pencegahan infeksi (Hidayat, 2009).

D. Kesiapan

Kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respon atau jawaban dengan cara tertentu terhadap suatu situasi.

Penyesuaian kondisi pada suatu saat akan berpengaruh atau kecenderungan untuk memberi respon (Slameto, 2008). Menurut Soemanto (2008), adalah orang yang mengartikan kesiapan sebagai suatu kesediaan seseorang untuk berbuat sesuatu.

Seorang ahli bernama Cronbach memberikan pengertian tentang kesiapan sebagai segenap sifat atau kekuatan yang membuat seseorang dapat bereaksi dengan cara tertentu.

Menurut Wolff (2010), dalam International Journal of Nursing menyatakan bahwa terdapat beberapa perspektif yang berbeda, tergantung dari sisi mana mereka memaknai kesiapan (readiness) tersebut. Selanjutnya Wolff (2010), mengartikan kesiapan menjadi empat tema pokok yaitu:

1. Mempunyai kemampuan dasar umum dan kemampuan untuk menangani hal-hal yang bersifat khusus. Perawat dituntut tidak hanya siap dalam kondisi stabil dan sesuatu yang sudah biasa saja, tetapi juga dalam halhal bersifat khusus yang memerlukan konsentrasi tinggi dan keadaan yang sedang berubah dan baru.

2. Memberikan perawatan yang aman kepada klien. Pemberian perawatan yang aman kepada klien merupakan suatu komponen yang penting dari praktek keperawatan. Seorang perawat yang dikatakan siap mempunyai alasan yang menyakinkan kenapa dia memutuskan untuk melakukan suatu tindakan keperawatan dan mendemonstrasikan kemampuan untuk melaksanakan praktek keperawatan sesuai dengan etika, penuh kehatihatian, dan aman.

(20)

3. Mampu menghadapi atau bertahan dengan kenyataan sekarang dan kemungkinan-kemungkinan kedepan. Perawat harus bisa menunjukkan bahwa mereka mampu bekerja (berfungsi) dengan realitas yang ada sekarang, dengan segala keterbatasannya, dan mereka juga harus bisa beradaptasi terhadap suatu yang baru dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam dunia kesehatan.

Perawat mempunyai dasar pengetahuan yang baik untuk mengenali situasi yang sedang terjadi dan mampu memutuskan kapan mereka memerlukan bantuan jika dibutuhkan.

4. Mempunyai keseimbangan antara pelaksanaan, pengetahuan dan berpikir.

Critical Thinking yaitu kemampuan untuk membuat keputusan yang pasti dan hati-hati tentang kondisi klien, adalah komponen kunci dari kesiapan.

Pelaksanaan tindakan keperawatan harus didasari dengan kemampuan untuk berpikir kritis berdasarkan pengetahuan yang cukup dari perawat.

E. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Asuhan Keperawatan Post Seksio Sesarea di Rumah Terhadap Kesiapan Pasien

Penelitian yang dilakukan Sari (2012), Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Perawatan Perineum terhadap Kesembuhan Luka Episiotomi Klien Post Partum di BKIA Aisyiyah, Karangkajen, DIY. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan desain perbandingan kelompok statis dilakukan di BKIA Aisyiyah Karangkajen, DIY, menggunakan sampel sebanyak 30 orang, dengan rincian 15 orang sebagai kelompok eksperimen dan 15 orang sebagai kelompok kontrol.

Cara pemiiihan sampel dilakukan dengan teknik purposive random sampling.

Kelompok eksperimen diberikan pendidikan kesehatan tentang cara perawatan perineum kemudian dilakukan observasi tentang hari kesembuhan luka dan cara perawatannya. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi yang dibuat sendiri oleh peneliti. Analisis data menggunakan uji statistik

(21)

dalam program SPSS 11.0 for windows, dengan menggunakan tabel distribusi Chi-Square.

Berdasarkan uji Chi-Square, dimana Zh t 0,096 dan Z^ 3,841 dengan df :1 dan a:

0,05 maka didapatkan Zhit< Z yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima yaitu ada pengaruh yang signifikan antara frekuensi pendidika kesehatan terhadap kesembuhan luka episiotomi. Hasil penelitian ini menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara pemberian pendidikan kesehatan dengan kesembuhan luka post seksio sesarea kesehatan yang diberikan perawat sebagai bentuk pelayanan keperawatan professional.

Dari teori yang sudah ada bahwa efek dari dilakukannya perawatan perineum pada luka episiotomi dapat mempercepat kesembuhan luka tersebut. Namun, penelitian ini menunjukkan bahwa keberhasilan pendidikan kesehatan di pengaruhi oleh faktor tertentu seperti kesiapan belajar, lingkungan belajar, dan teknikyang digunakan.

Kesiapan untuk belajar termasuk didalamnya status fisik dan emosional serta pengalaman terdahulu dalam pembelajaran. Begitu pula pada responden penelitian ini yang masih mengalami nyei akibat tindakan episiotomi yang dijalaninya tidak akan mampu memfokuskan perhatian selain nyeri bila dituntut untuk berkonsentrasi pada materi yang diajarkan.

F. Kerangka Konsep

Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Asuhan Keperawatan Post Seksio Sesarea Sebelum Pulang Terhadap Kesiapan Pasien di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014.

(22)

Variabel Independen Variabel Dependen

Skema 2.1 Kerangka Konsep G. Hipotesis

1. Ada pengaruh signifikan antara kesiapan ibu sebelum pulang sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang asuhan keperawatan post seksio sesarea di RSU Sari Mutiara Medan 2014.

2. Ada pengaruh signifikan antara kesiapan ibu sebelum pulang sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang asuhan keperawatan post seksio sesarea di RSU Sari Mutiara Medan 2014.

Sebelum di Berikan Pendidikan Kesehatan

Sesudah di Berikan Pendidikan Kesehatan

Kesiapan Pasien di Rumah

Referensi

Dokumen terkait

6 - 8 jam setelah persalinan bertujuan mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri, mendeteksi dan merawat pasien penyebab perdarahan, memberikan konseling pada ibu

kebutuhan gizi karena akan berpengaruh terhadap bayi yang akan dilahirkan, sedangkan kebutuhan gizi untuk ibu nifas akan berpengaruh pada kesembuhan luka perineum. b)

Menurut Maryunani (2013) Dengan perkembangan perawatan luka yang sangat pesat, penggunaan dressing /balutan didasarkan dengan mengukur kemampuan biaya yang ada, tentunya

Menurut Ulwan (2012), hal-hal penting yang dilarang oleh Islam saat seseorang dalam keadaan junub (keadaan kotor karena keluarnya mani), menstruasi atau nifas (darah

Masker adalah perawatan yang ditujukan untuk mengencangkan tonus (daya bingkis) kulit serta merawat kulit dengan kandungan bahan yang terdapat dalam kosmetik, untuk perawatan

perineum dengan terbentuknya jaringan baru yang menutupi luka perineum dalam jangka waktu 6-7 hari post partum. Kriteria penilaian luka adalah: 1) baik, jika

Pada bayi yang dilahirkan dengan metode persalinan seksio sesarea memiliki risiko terkena penyakit yang lebih tinggi dibandingkan bayi yang dilahirkan normal,

Ibu post sectio caesarea memiliki kebutuhan yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan ibu postpartum normal, seperti kebutuhan mobilisasi, kebutuhan perawatan masa nifas, kebutuhan