• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDUGAAN BIOMASSA DI ATAS PERMUKAAN TANAH PADA TEGAKAN AKASIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDUGAAN BIOMASSA DI ATAS PERMUKAAN TANAH PADA TEGAKAN AKASIA"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN BIOMASSA DI ATAS PERMUKAAN TANAH

PADA TEGAKAN AKASIA (Acacia mangium)

MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 12,5 M

(Studi Kasus di Areal Revegetasi Tambang Batubara PT. Arutmin

Indonesia Site Satui, Kalimantan Selatan)

ERRY MAULANA WICAKSONO

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(2)

PENDUGAAN BIOMASSA DI ATAS PERMUKAAN TANAH

PADA TEGAKAN AKASIA (Acacia mangium)

MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 12,5 M

(Studi Kasus di Areal Revegetasi Tambang Batubara PT. Arutmin

Indonesia Site Satui, Kalimantan Selatan)

ERRY MAULANA WICAKSONO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(3)

RINGKASAN

ERRY MAULANA WICAKSONO. E14070122. Pendugaan Biomassa di Atas Permukaan Tanah pada Tegakan Akasia (Acacia mangium) Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 12,5 M (Studi Kasus di Areal Revegetasi Tambang Batubara PT. Arutmin Indonesia Site Satui, Kalimantan Selatan). Dibimbing oleh NINING PUSPANINGSIH.

Indonesia dengan luas hutan hutan terbesar ketiga setelah Brazil dan Zaire, rentan kehilangan fungsi hutan sangat besar jika pengelolaan hutan tidak dilakukan secara baik dan bijaksana. Berbagai kegiatan yang dilakukan pada kawasan hutan harus didasari pada sistem pengelolaan yang lestari. Salah satu kegiatan yang harus diperhatikan adalah pertambangan di dalam kawasan hutan, karena perkembangan pertambangan batubara di Indonesia saat ini yang semakin pesat. Sampai dengan tahun 2007 terdapat ± 299.762 ha lahan di dalam kawasan hutan yang telah mendapat ijin pinjam pakai untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan termasuk untuk penambangan batubara (Departemen Kehutanan 2007).

Kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki penurunan kualitas lingkungan pada lahan bekas tambang batubara di dalam kawasan hutan adalah dengan melakukan reklamasi. Monitoring keberhasilan reklamasi dapat dilakukan dengan mengetahui kandungan biomassa dari areal reklamasi atau revegetasi tersebut.

Sejalan dengan perkembangan teknologi penginderaan jauh (remote sensing), citra satelit cukup memadai untuk memantau kondisi terkini tentang sumberdaya alam secara lengkap dan cepat dengan ketelitian yang cukup memadai. Pada penelitian ini digunakan citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 meter untuk menduga biomassa di atas permukaan tanah pada tegakan Acacia mangium di aral revegetasi tambang batubara PT. Arutmin Indonesia Site Satui, Kalimantan Selatan dengan luas wilayah ± 6038 ha dan memetakan sebaran biomassanya.

Perhitungan biomassa dilakukan dengan mengekstraksi nilai dijital pada citra menjadi nilai hamburan balik (backscatter). Nilai backscatter diregresikan menggunakan kaidah non-linear dengan biomassa aktual dilapangan. Biomassa aktual diduga dengan menggunakan Alometrik Heriansyah. Pemilihan model terbaik dilakukan dengan menggunakan nilai koefisien determinasi yang disesuaikan (R2adj) dan Root Mean Square Error (RMSE). Verifikasi model

terpilih dilakukan dengan menggunakan uji t-berpasangan, kemudian dilakukan pemetaan biomassa berdasarkan hasil model terpilih tersebut.

Hasil pendugaan biomassa dengan menggunakan peubah backscatter, diperoleh model terbaik Y = Exp(7,813+(0,105×BS_HV)) dengan nilai R2adj sebesar 65,7% dan RMSE sebesar 46,54. Dari model yang terpilih tersebut, kemudian dibuat peta sebaran biomassa dengan nilai OA (Overall Accuracy) 51,61%, KA (Kappa Accuracy) 26,01%. Hasil nilai sebaran biomassa rendah seluas 2932 ha, sebaran biomassa sedang seluas 1965 ha, dan sebaran biomassa tinggi seluas 1142 ha.

(4)

SUMMARY

ERRY MAULANA WICAKSONO. E14070122. Estimation of Acacia Mangium Above Ground Biomass Using ALOS PALSAR Image Resolution 12,5 M (Case Study at Revegetation Areal of Coal-Mine PT. Arutmin Indonesia Site Satui, South Borneo). Supervised by NINING PUSPANINGSIH.

Indonesia has the biggest forest areal in the world after Brazil and Zaire, if the forest management are not good of course the function of forest will be lost. Various activity in forest areal must be done based on sustainable forest management. One of the activity that we have to concern is a mining activity, exspecially in the forest areal. Up to 2007, ± 299,762 ha areal in the forest have a license to use for the sake of development at outside forestry areal, including coal mining (Forest Department 2007).

The activity which done for repairing quality of environment at ex coal mine land inside the forest areal is by the reclamation . The monitoring of the reclamation success can be done by estimating biomass from reclamation areal or revegetation areal.

Along with the development of remote sensing technology, the satellite image is more than just enough to discover the latest condition about the natural resources, completely, fast and it have a good accuracy. From this research, we use the ALOS PALSAR image with 12.5 meter resolution to estimate above ground biomass on Acacia stand in revegetation areal PT. Arutmin Indonesia Site Satui, South Borneo, with ± 6,038 hectare areal and make the mapping of biomass distribution.

The biomass calculation done by extracting the digital number on the image and than transformed it to the backscatter value. The backscatter value regretted by using the non-linear method with actual biomass. Calculation of biomass done by using Herainsyah Alometrik. The best model are selected based on determination coefficient adjusted value (R2adj) and Root Mean Square Error

(RMSE). The verification of selected model done by using t-paired test, and then the biomass map made the best model from the regression analys.

From the biomass estimation regression result using backscatter variable, the best model is Y = Exp(7.813+(0.105×BS_HV)) with R2adj value 65.7% and RMSE 46.54. The biomass distribution map conducted by the best model from the regression analysis. The OA (Overall Accuracy) is 51.61% and KA (Kappa Accuracy) 26.01%. The distribution of low biomass value areal is 2,932 ha, the distribution of medium biomass value areal is 1,965 ha, and the distribution of high biomass value areal is 1,142 ha.

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Biomassa di Atas Permukaan Tanah pada Tegakan Akasia (Acacia mangium) Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 12,5 M (Studi Kasus di Areal Revegetasi Tambang Batubara PT. Arutmin Indonesia Site Satui, Kalimantan Selatan) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2012

ERRY MAULANA W. NRP. E14070122

(6)

Judul Skripsi : Pendugaan Biomassa di Atas Permukaan Tanah pada Tegakan Akasia (Acacia mangium) Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 12,5 M (Studi Kasus di Areal Revegetasi Tambang Batubara PT. Arutmin Indonesia Site Satui, Kalimantan Selatan)

Nama Mahasiswa : ERRY MAULANA WICAKSONO Nomor Pokok : E14070122

Menyetujui : Dosen Pembimbing,

Dr. Nining Puspaningsih, M.Si NIP. 19630612 199003 2 014

Mengetahui :

Ketua Departemen Manajemen Hutan

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 1963 0401 1994 031 001

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan bagi seluruh umat manusia.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Institut pertanian Bogor, yang berjudul Pendugaan Biomassa di Atas Permukaan Tanah pada Tegakan Akasia (Acacia mangium) Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 12,5 M (Studi Kasus di Areal Revegetasi Tambang Batubara PT. Arutmin Indonesia Site Satui, Kalimantan Selatan).

Kemajuan teknologi penginderaan jauh dapat digunakan dalam mengetahui berbagai informasi yang ada di permukaan bumi. Biomassa pada hutan alam maupun tanaman dapat diduga menggunakan penginderaan jauh yang dipadukan dengan data yang ada dilapangan berupa diameter dan tinggi pohon tanpa harus melakukan penebangan pohon. Skripsi ini berisi tentang analisis hubungan antara nilai biomassa tegakan akasia di lapangan dengan nilai backscatter citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m dan pemetaan biomassa.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun diharapkan oleh penulis. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Maret 2012 Penulis

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Kediri, Jawa Timur pada tanggal 4 September 1988, putra kedua dari pasangan Bapak Wiyarsono dan Ibu Suprihartatik.

Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1993 di TK Aisyah Bustanul Atfal III Pare, kemudian penulis melanjutkan pendidikan dasar di SDN Gedangsewu 1 Pare, lulus pada tahun 2001. Pendidikan menengah pertama di SMPN 2 Pare lulus pada tahun 2004, serta pendidikan menengah atas di SMAN 2 Pare dan lulus pada tahun 2007. Selanjutnya penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Fakultas Kehutanan, Departemen Manajemen Hutan melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) pada tahun yang sama.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Inventarisasi Hutan pada tahun ajaran 2010-2011, asisten mata kuliah Teknik Inventarisasi Hutan pada tahun ajaran 2011-2012 dan asisten mata kuliah Geomatika dan Inderaja pada tahun ajaran 2011-2012. Penulis aktif di beberapa organisasi antara lain Forest Manajemen Student Club (FMSC) sebagai anggota divisi media komunikasi periode 2010-2011, sebagai anggota organisasi kedaerahan KAMAJAYA (Keluarga Mahasiswa Jaya Baya Kediri) divisi logistik dan transportasi. Penulis juga aktif berpartisipasi dalam berbagai kepanitiaan kegiatan kemahasiswaan di Institut Pertanian Bogor.

Kegiatan praktek lapang yang pernah dilakukan oleh penulis adalah Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Sancang, dan Cagar Alam Kamojang pada tahun 2009, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi, Jawa Barat pada tahun 2010 dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT. Hutanindo Lestari Raya Timber, Kalimantan Tengah pada tahun 2011.

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ayah, Ibu dan Kakak tercinta atas semua kasih sayang, kesabaran dan pengorbanannya

2. Dr. Nining Puspaningsih, M.Si selaku dosen pembimbing, atas kesabaran, arahan, masukan dan bimbingan ibu kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,

3. Prof. Dr. I Nengah Surati Jaya, M.Agr dan Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS dan Dr. Tatang Tiryana, S.Hut, MSc,

4. Eva Rachmawati, S.Hut, M.Si dan Dr. Ir. Muhdin M.Sc, F.Trop selaku tim penguji,

5. Bapak Uus Saepul M. dan Edwine Setia P. atas segala bimbingan yang diberikan kepada penulis,

6. Elia Mayasari, SKM atas kasih sayang, dukungan, serta doa yang selalu diberikan kepada penulis,

7. Nuraini Erisa atas bantuan dan dukungan yang selalu diberikan kepada penulis,

8. Seluruh dosen dan staf Departemen Manajemen Hutan,

9. Pak Harry dan PT. Arutmin Indonesia yang telah bersedia memberikan datanya,

10. Keluarga besar lab. Remote Sensing dan GIS : Adit, Sani, Adek, Tatan, Vivi, Eri, Fathia, Made, Putu, Monik, Ria, Rudi, Kak Poce, Kak Chika, Bang Anom, Kak Dian, Kak Ina, Bang Indra, Kak Ade, Bang Puan, Kak Ica, Kak Ratih, Bang Saiful, Kak Wulan, atas bantuan dan dukungannya,

11. Keluarga besar Komando : Andrie, Abay, John, Rizky, Riski, Rian, Soni, atas bantuan dan dukungannya,

12. Keluarga besar MNH khususnya MNH 44 atas segala kebersamaan dan dukungannya,

13. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... v BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 3 1.3 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Biomassa ... 4

2.2 Pendugaan Biomassa ... 4

2.3 Akasia (Acacia mangium) ... 6

2.4 Citra Satelit Sistem Radar ... 7

2.5 ALOS PALSAR ... 8

BAB III METODE PENELITIAN ... 11

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 11

3.2 Alat dan Bahan ... 11

3.3 Tahapan Pelaksanaan ... 14

3.3.1 Pengumpulan Data Lapangan ……… 15

3.3.2 Pengolahan Data Lapangan ……… 16

3.3.3 Pengolahan Data Citra ……… 16

3.3.4 Penyusunan dan Pemilihan Model ………. 17

3.3.5 Verifikasi Model ... 18

3.3.6 Pembuatan Peta Sebaran Biomassa ……… 19

3.3.7 Perhitungan Akurasi Peta ... 19

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 21

4.1 Keadaan Umum ... 21

4.1.1 Profil Perusahaan ……….. 21

4.1.2 Letak Geografis ……….. 21

4.1.3 Luas Area ………... 21

(11)

4.1.5 Iklim ………... 22

4.1.6 Curah Hujan ………... 22

4.1.7 Revegetasi Tanaman di PT. Arutmin Indonesia Site Satui……….….... 23

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

5.1 Hasil Pengolahan Data Lapangan ... 24

5.2 Hasil Pengolahan Data Citra ALOS PALSAR ... 24

5.3 Pola Hubungan Backscatter Citra ALOS PALSAR dengan Biomassa ... 26

5.4 Pemilihan Model Terbaik ... 29

5.5 Verifikasi Model ... 31

5.6 Peta Sebaran Biomassa dan Akurasi ... 32

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

6.1 Kesimpulan ... 35

6.1 Saran ... 35

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Mekanisme hamburan balik pada radar di setiap jenis permukaan .. 8 2. Satelit ALOS PALSAR ………... 10

3. Lokasi penelitian ………..……….. 11

4. Citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m ………... 12 5. Peta kemajuan reklamasi quarterly IV tahun 2010 PT. Arutmin

Indonesia Site Satui ………... 13

6. Tahapan pelaksanaan ……….………...……. 15

7. Kurva sebaran titik pembangun model pendugaan biomassa antara

nilai biomassa alometrik dengan nilai backscatter HH ………. 28 8. Kurva sebaran titik pembangun model pendugaan biomassa antara

nilai biomassa alometrik dengan nilai backscatter HV ………. 28 9. Grafik distribusi kelas biomassa ……….... 32 10. Peta sebaran biomassa pada areal revegetasi tambang batubara PT.

Arutmin Indonesia Site Satui dengan menggunakan citra ALOS

(13)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Model-model alometrik ... 5 2. Karakteristik citra ALOS... 9 3. Karakteristik PALSAR ………... 10 4. Data yang diperoleh dari areal revegetasi tambang batubara PT.

Arutmin Indonesia Site Satui pada tahun 2011……….……….. 16 5. Nilai estimasi parameter a dan b berdasarkan kelas umur …………. 16 6. Jumlah curah hujan dan hari hujan setiap bulan tahun 2008……….. 22 7. Nilai rata-rata biomassa per KU di area revegetasi PT. Arutmin

Indonesia site Satui tahun 2011 ………... 24 8. Sebaran titik penyusun model pendugaan simpanan biomassa di

areal revegetasi tambang batubara PT. Arutmin Indonesia Site Satui tahun 2011………... 26 9. Model pendugaan biomassa berdasarkan hubungan biomassa

dengan backscatter polarisasi HH citra ALOS PALSAR resolusi

12,5m PT. Arutmin Indonesia Site Satui tahun 2011 ……… 29 10. Model pendugaan biomassa berdasarkan hubungan biomassa

dengan backscatter polarisasi HV citra ALOS PALSAR resolusi

12,5m PT. Arutmin Indonesia Site Satui tahun 2011 ……… 30 11. Model pendugaan biomassa berdasarkan hubungan biomassa

dengan backscatter polarisasi HH citra ALOS PALSAR resolusi

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Hasil perhitungan biomassa tiap plot contoh dengan menggunakan alometrik Heriansyah (2007) di areal revegetasi tambang batubara

PT. Arutmin Indonesia Site Satui tahun 2011 ... 39 2. Hasil perhitungan biomassa tiap plot contoh dengan menggunakan

alometrik Heriansyah (2007) yang digunakan untuk membangun model di areal revegetasi tambang batubara PT. Arutmin Indonesia

Site Satui tahun 2011 ……...………... 41 3. Hasil perhitungan biomassa tiap plot contoh menggunakan model

yang telah terpilih Y=Exp(7,813+(0,105×BS_HV)) di areal revegetasi tambang batubara PT. Arutmin Indonesia Site Satui

tahun 2011 ……….. 42

4. Hasil perhitungan biomassa tiap plot contoh pada model yang terpilih menggunakan Alometrik dan Model terpilih

Y=Exp(7,813+(0,105×BS_HV)) untuk validasi model di areal revegetasi tambang batubara PT. Arutmin Indonesia Site Satui

tahun 2011 ……….. 44

5. Hasil ekstraksi nilai dijital dan konversi nilai dijital menjadi backscatter pada plot contoh dengan menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi spasial 12,5 meter tahun perekaman 2011 di areal revegetasi tambang batubara PT. Arutmin Indonesia Site Satui

tahun 2011 ……….………. 45

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dalam menjaga kelestarian alam baik dalam segi ekologi, ekonomi, dan sosial. Hutan juga berfungsi sebagai sumber keanekaragaman jenis dan genetik, gudang raksasa penyimpan karbon serta stabilisator iklim dunia. Pada kenyataanya upaya untuk mempertahankan kestabilan fungsi hutan sulit dilakukan terutama pada negara-negara berkembang yang menjadikan fungsi ekonomi hutan lebih dominan dibandingkan dengan fungsi ekologi dan sosial. Pemanfaatan hasil hutan yang tidak diimbangi dengan pengelolaan serta pemeliharaan yang baik akan mengakibatkan kerusakan hutan yang dapat berdampak pada kerusakan global.

Isu pemanasan global akhir-akhir ini merupakan dampak nyata dari pengelolaan hutan yang kurang optimal. Pemanasan global terjadi karena efek rumah kaca yaitu naiknya suhu bumi yang disebabkan oleh terperangkapnya sinar matahari gelombang panjang (infra merah) oleh gas-gas rumah kaca (GRK) yang berada di lapisan atmosfer. Karbondioksida (CO₂) merupakan salah satu gas rumah kaca yang paling berperan dalam efek rumah kaca tersebut. Kegiatan manusia yang memberikan kontribusi besar terhadap efek rumah kaca adalah proses pembakaran bahan bakar fosil dan penebangan hutan.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi masalah pemanasan global, salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas hutan yang luasannya semakin menurun, sehingga tetap mampu mempertahankan fungsi hutan sebagai sistem penyangga kehidupan. Berkaitan dengan hal tersebut maka diadakan konferensi di Kyoto, Jepang pada tahun 1997 yang dikenal dengan sebutan Protokol Kyoto. Pada Protokol Kyoto dikenal adanya mekanisme pembangunan bersih atau Clean Development Mechanism (CDM), dimana negara-negara industri penghasil polutan diberi kesempatan utnuk melakukan konversi dengan cara membayar negara-negara berkembang untuk mencadangkan hutan tropis yang mereka miliki sehingga terjadi penyerapan dan penyimpanan sejumlah besar karbon (Sugiharto 2007).

(16)

Keberadaan hutan dianggap penting dalam mencegah atau mengurangi efek rumah kaca. Hal ini karena hutan dan vegetasi lain dapat mengambil CO₂ dari atmosfer untuk proses fotosintesa dan melepaskan O₂ sebagai salah satu hasil dari proses fotosintesa. Hutan mampu menyerap CO₂ dari udara dan menyimpannya dalam biomassa hutan sehingga hutan mempunyai peran dalam upaya menstabilkan konsentrasi CO₂ di atmosfer, hal ini sering disebut dengan program karbon sink. Dalam rangka pengembangan program karbon sink ini dibutuhkan data cadangan karbon yang tersimpan dalam bentuk biomassa (Sugiharto 2007).

Indonesia dengan luas hutan hutan terbesar ketiga setelah Brazil dan Zaire rentan kehilangan fungsi hutan sangat besar jika pengelolaan hutan tidak dilakukan secara baik dan bijaksana. Berbagai kegiatan yang dilakukan pada kawasan hutan harus didasari pada sistem pengelolaan yang lestari dan kesadaran dari berbagai pihak untuk tetap menjaga kelestarian hutan. Salah satu kegiatan yang harus diperhatikan adalah pertambangan di dalam kawasan hutan, karena perkembangan pertambangan batubara di Indonesia saat ini yang semakin pesat. Sampai dengan tahun 2007 terdapat ± 299.762 ha lahan di dalam kawasan hutan yang telah mendapat ijin pinjam pakai untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan termasuk untuk penambangan batubara (Departemen Kehutanan 2007). Kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki penurunan kualitas lingkungan pada lahan bekas tambang batubara di dalam kawasan hutan adalah dengan melakukan reklamasi. Reklamasi diharapkan dapat mengembalikan fungsi hutan yang telah hilang. Menurut Keputusan Menteri (KEPMEN) ESDM No. 18 tahun 2008 yang dimaksud reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan umum, agar dapat berfungsi dan berdayaguna sesuai dengan peruntukannya.

Pemantauan reklamasi di kawasan pertambangan harus dilakukan untuk mengetahui keberhasilan reklamasi. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui keberhasilan reklamasi adalah dengan mengetahui kandungan biomassa di areal reklamasi.

(17)

Pendugaan biomassa dapat dilakukan dengan metode penebangan (destructive sampling) dan metode pendugaan tidak langsung (non destructive sampling). Metode penebangan kurang efektif dilakukan pada area yang luas karena membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar. Metode pendugaan tidak langsung sangat efektif digunakan karena cakupannya yang luas serta memerlukan biaya dan waktu yang sedikit. Metode non destructive dapat dilakukan dengan menggunakan metode hubungan alometrik.

Sejalan dengan perkembangan teknologi penginderaan jauh (remote sensing), citra satelit cukup memadai untuk memantau kondisi terkini tentang sumberdaya alam secara lengkap dan cepat dengan ketelitian yang cukup memadai. Model pendugaan biomassa di atas permukaan tanah menggunakan citra satelit optik sudah banyak dilakukan, sedangkan penyusunan model menggunakan citra radar belum banyak dilakukan. Sehingga pada penelitian ini digunakan citra ALOS PALSAR yang merupakan citra satelit radar.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model regresi pendugaan biomassa di atas permukaan tanah pada hutan tanaman tegakan Akasia (Acacia mangium) di areal revegetasi PT. Arutmin Indonesia Site Satui, Kalimantan Selatan menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi spasial 12,5 meter dan membuat peta sebaran biomassa di atas permukaan tanah dari model yang terpilih.

1.3 Manfaat

Data sebaran biomassa dapat digunakan sebagai monitoring keberhasilan reklamasi yang dilakukan oleh perusahaan tambang dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam berbagai kebijakan pemerintah.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biomassa

Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total berat kering semua bagian tumbuhan hidup, baik seluruh atau hanya sebagian tubuh organisme, populasi, atau komunitas yang dinyatakan dalam berat kering persatuan luas (ton/ha) (Whitten et al. 1984). Sedangkan Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total bahan organik hidup dalam pohon yang dinyatakan dalam berat kering per unit area.

Biomassa dibedakan menjadi dua kategori yaitu biomassa diatas permukaan tanah (aboveground biomass) dan biomassa dibawah permukaan tanah (belowground biomass). Biomassa di atas permukaan tanah adalah bobot bahan organik per unit luasan pada waktu tertentu yang dihubungkan ke suatu fungsi sistem produktivitas, umur tegakan, dan distribusi organik (Kusmana et al. 1992).

Biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan menyerap CO₂ dari udara dan mengubah bahan tersebut menjadi zat organik melalui proses fotosintesis. Hal ini tergantung pada luas daun yang terkena sinar matahari, intensitas penyinaran, suhu, dan ciri masing-masing tumbuhan. Lebih lanjut disebutkan bahwa jumlah biomassa di dalam hutan adalah hasil dari perbedaan antara produksi melalui fotosintesis dengan konsumsi melalui respirasi dan proses penebangan (Whitten et al. 1984).

2.2 Pendugaan Biomassa

Pendugaan biomassa hutan dibutuhkan untuk mengetahui perubahan cadangan karbon dan untuk tujuan lain. Pendugaan biomassa di atas permukaan tanah sangat penting untuk mengkaji cadangan karbon dan efek dari deforestasi serta penyimpanan karbon dalam keseimbangan karbon secara global (Ketterings et al. 2001).

Biomassa dapat diukur secara akurat melalui penebangan, pengeringan, dan penimbangan. Akan tetapi cara tersebut tidak efisien dan membutuhkan biaya yang cukup besar. Menurut Ewusie (1980), diacu dalam Jayasekara (1990),

(19)

pengukuran biomassa dapat dilakukan melalui pengukuran diameter setinggi dada (DBH) dan tinggi pohon serta pengukuran volume kayu yang dikonversi menjadi berat kering. Kandungan biomassa di atas permukaan tanah dari berbagai spesies pohon dapat diukur menggunakan persamaan allometrik. (Whittaker et al. 1974; Pastor et al. 1984; David et al. 1987 diacu dalam Jayasekara 1990).

Model-model alometrik untuk menduga total biomassa di atas permukaan tanah dari beberapa jenis pohon di hutan tanaman Indonesia adalah sebagai berikut (Tiryana 2011) :

Tabel 1 Model-model alometrik

No. Jenis Pohon Lokasi Model Alometrik Sumber 1. 2. 3. Jati (Tectona grandis) Pinus (Pinus merkusii) Mahoni (Swietenia macrophylla) Cepu, Jawa tengah Cianjur Bogor Cianjur, Jawa Barat W = 0,2759 d22227 (R2 = 0,941) W = 0,206 d2,26 W = 0,0292 d2,802 (R2 = 0,941) W = 0,048 d2,68 (R2 = 0,958) Hendri (2001) Hendra (2002) Heriansyah (2005) Adinugroho (2002) 4. Akasia (Acacia mangium) Bogor Sumatera Selatan W = 0,0528 d2,7222 W = 0,070 d2,580 (R2 = 0,965) W = 0,066 d2,036 h0,551 (R2 = 0,978) Wi = a(D²H)b (R2 = 0,9892) Miyakuni et al. (2004) Wicaksono (2004) Heriansyah (2007) Sumber : Tiryana 2011

Pengukuran biomassa tegakan di lapangan untuk memperoleh data biomassa dihitung menggunakan hubungan alometrik dengan rumus Wi = a (D²H)b dimana parameter yang digunakan adalah diameter (D) dan tinggi (H). Alometrik tersebut digunakan dalam menduga nilai biomassa pada tegakan akasia di hutan tanaman pada daerah Sumatra Selatan dengan nilai R2 = 0,9892 (Heriansyah 2007).

Beberapa penelitian lain juga melakukan pendugaan biomassa dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh. Data yang digunakan adalah data biomassa yang di ukur di lapangan dan kemudian menghubungkan data tersebut dengan data nilai backscatter citra. Dengan menganalisis hubungan tersebut, akan

(20)

diperoleh persamaan yang bisa digunakan untuk menduga potensi biomassa melalui peta citra. Metode ini memiliki akurasi data yang cukup baik, disamping itu waktu dan biaya yang dibutuhkan juga relatif tidak mahal (Bergen and Doubson 1999; Lu 2006; Ahmed et al. 2009 dalam Riska 2011).

Faktor-faktor yang mempengaruhi biomassa dapat berupa suhu dan curah hujan yang bisa mempengaruhi laju peningkatan biomassa pohon. Selain curah hujan dan suhu yang mempengaruhi besarnya biomassa yang dihasilkan adalah umur dan kerapatan tegakan, komposisi dan struktur tegakan, serta kualitas tempat tumbuh (Satoo dan Madgwick 1982 dalamRochmawati 2010).

2.3 Akasia (Acacia mangium)

Akasia (Acacia mangium Willd) termasuk ke dalam sub famili Mimosoidae famili Leguminosae. Tmanaman ini merupakan salah satu tumbuhan cepat tumbuh (fast growing species) dan mudah tumbuh (adaptive) pada kondisi lahan yang rendah tingkat kesuburannya. Jenis ini tersebar secara alami di Australia, Papua Nugini, Maluku, Papua bagian utara dan Papua bagian selatan. Tumbuhan ini tidak memiliki persyaratan tumbuh yang tinggi, dapat tumbuh pada lahan dengan pH rendah yaitu 4,5; tanah berbatu serta atanah yang mengalami erosi. Tumbuh pada ketinggian 30-130 mdpl dengan curah hujan yang bervariasi antara 1000-4500 mm/tahun dan merupakan jenis yang sesuai ditanam di daerah terbuka (jenis intoleran) (Gunn & Midgley 1991 dalam Leksono 1996).

Akasia merupakan pohon yang banyak ditanam dalam kegiatan rehabilitasi lahan. Karakteristiknya yang cepat tumbuh dan tajuknya yang lebat menjadikan pohon ini efektif dan dapat mengurangi resiko kebakaran. Kemampuannya untuk tumbuh dengan baik di tanah yang kurang subur khusunya pada tanah dengan kandungan fosfor yang rendah menjadikan spesies ini spesies favorit dalam rehabilitasi lahan yang tererosi. Kayu dari Acacia mangium dapat digunakan sebagai partikel, plywood, veener, pulp, kayu bakar, dan arang. Pembuahan pada Acacia mangium terjadi pada bulan Mei di Australia, sedangkan di Indonesia terjadi pada bulan Juni, di Papua Nugini terjadi pada bulan September, dan di Amerika Tengah terjadi pada bulan Februari sampai April (Francis 2003).

(21)

2.4 Citra Satelit Sistem Radar

Radar (Radio Detection and Ranging) merupakan suatu cara yang menggunakan gelombang radio untuk mendeteksi adanya objek dan menentukan letak posisinya, prosesnya meliputi transmisi ledakan pendek atau pulsa tenaga gelombang mikro ke arah yang dikehendaki dan merekam kekuatannya dari asal gema “echo”, atau pantulan yang diterima dari objek dalam sistem medan pandang (Lillesand dan Kiefer 1990).

Radar (Radio Detecting and Ranging) dikembangkan sebagai suatu cara untuk mendeteksi adanya objek dan menentukan posisi objek tersebut dengan menggunakan radio. Karena penginderaan jauh sistem radar merupakan penginderaan jauh sistem aktif, tenaga elektromagnetik yang digunakan di dalam penginderaan jauh dibangkitkan pada sensor. Tenaga ini berupa pulsa bertenaga tinggi yang dipancarkan dalam waktu yang sangat pendek yaitu sekitar 10-6 detik (Purwadhi 2001).

Salah satu faktor utama yang mempengaruhi sifat khas transmisi sinyal sistem radar adalah panjang gelombang. Panjang gelombang sinyal radar menentukan bentangan yang terpencar oleh atmosfer. Daya tembus pulsa radar dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu daya tembus terhadap atmosfer dan daya tembus terhadap permukaan. Makin rendah panjang gelombang maka makin rendah daya tembusnya. Sebaliknya, semakin tinggi panjang gelombang maka akan semakin tinggi daya tembusnya (Lillesand dan Kiefer 1990).

Satu sinyal radar dapat ditransmisikan pada bidang horizontal (H) ataupun vertikal (V), demikian pula dapat diterima pada bidang mendatar maupun tegak sehingga ada empat kombinasi sinyal transmisi dan penerimaan yang berbeda, yaitu dikirim H diterima H (HH), dikirim H diterima V (HV), dikirim V diterima H (VH), dan dikirim V diterima V (VV). Karena berbagai objek mengubah polarisasi tenaga yang dipantulkan dalam berbagai tingkatan maka bentuk polarisasi sinyal mempengaruhi kenampakan objek pada citra yang dihasilkan.

Banyak sifat khas medan yang bekerja bersama panjang gelombang dan polarisasi sinyal radar untuk menentukan intensitas hasil balik radar dari objek. Akan tetapi faktor utama yang mempengaruhi intensitas hasil balik sinyal objek adalah ukuran (geometris) dan sifat khas elektrik objek. Efek geometri

(22)

sensor/objek dari intensitas backscatter radar terpadu dengan efek kekasaran permukaan. Permukaan yang kasar bertindak sebagai pemantul baur dan memencar tenaga datang ke semua arah dan hanya mengembalikan sebagian kecil ke antena. Suatu permukaan halus pada umumnya memantulkan sebagian besar tenaga menjauhi sensor dan mengakibatkan sinyal hasil balik yang rendah. Meskipun demikian orientasi objek terhadap sensor harus dipikirkan juga karena permukaan halus yang mengarah ke sensor akan menghasilkan sinyal balik yang sangat kuat (Lillesand and Kiefer 1990).

Gambar 1 Mekanisme hamburan balik pada radar di setiap jenis permukaan. Gelombang radar yang lebih panjang menghasilkan nilai backscatter yang tinggi pada penetrasi batang, percabangan, permukaan tanah dan tajuk. Sedangkan gelombang yang lebih pendek menghasilkan nilai backscatter yang tinggi hanya pada tajuk saja. Kemampuan gelombang panjang untuk mempenetrasikan kanopi hutan dengan lebih baik menjadi dasar kemampuan dari sistem SAR untuk secara langsung mengestimasi kuantiti dari struktur tegakan. Dalam hal ini yang berkaitan dengan biomassa dimana sebagian besar biomassa berada pada batang dan percabangan (ranting-ranting besar). Banyak studi yang telah dilakukan dan menemukan hubungan yang kuat antara biomassa dan hamburan balik pada SAR (Mitchard 2009).

2.5 ALOS PALSAR

ALOS (Advance Land Observing Satellite) adalah satelit milik Jepang yang merupakan satelit generasi lanjutan dari JERS-1 dan ADEOS yang dilengkapi dengan teknologi yanglebih maju. ALOS dilengkapi dengan tiga instrumen penginderaan jauh : yaitu Panchromatik Remote_sensing Instrument Stereo Mapping (PRISM), Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2 (AVNIR-2) dan Phased Array Type L-band Synthetic Aperture Radar (PALSAR). Karakterisitk citra ALOS dapat dilihat pada Tabel 2.

(23)

Tabel 2 Karakteristik citra ALOS

Karakteristik Keterangan Tanggal Peluncuran 24 Januari 2006 Alat Peluncuran Roket H-IIA

Tempat Peluncuran Pusat Ruang Angkasa Tanagashima

Berat satelit 4000 Kg

Power 7000 W

Waktu Operasional 3 sampai 5 tahun

Sun-Synchronous Sub-Recurrent

Orbit Repeat Cycle: 46 days, Sub Cycle: 2 days

Tinggi Lintasan 691,65 Km diatas Equator

Inclinasi 98,16°

Akurasi Ketinggian 2,0 x 10¯⁴⁰ (dengan GCP) Akurasi Posisi 1 m (off-line)

Kecepatan Perekaman

240Mbps (via Data Relay Technology Satellite) 120Mbps (Transmisi Langsung)

Onboard Data Recorder Solid-state data recorder (90Gbytes) Sumber : Jaxa 2010

Sensor PALSAR merupakan sensor gelombang mikro aktif yang dapat melakukan observasi siang dan malam tanpa terpengaruh pada cuaca. Melalui salah satu mode observasinya, yaitu ScanSAR, sensor ini memungkinkan dapat melakukan pengamatan permukaan bumi dengan cakupan area yang cukup luas, yaitu 250 km hingga 350 km. ScanSAR mempunyai kemudi berkas cahaya (yang dapat diatur) pada elevasi (ketinggian) dan didesain untuk memperoleh cakupan atau sapuan yang lebih lebar daripada SAR konvensional. Data PALSAR ini dapat digunakan untuk pembuatan DEM, Interferometri untuk mendapatkan pergeseran tanah, maupun kandungan biomassa, monitoring kehutanan, pertanian, tumpahan minyak (oil spill), soil moisture, mineral, dan lain-lain. Bentuk dari instrumen PALSAR disajikan pada Gambar 2. Karakteristik PALSAR dalam melakukan perekaman dapat dilihat pada Tabel 3.

(24)

Tabel 3 Karakteristik PALSAR

Mode Fine ScanSAR

Polarimetric (Experiment Mode) Frekuensi 1.270 MHz (L-Band) Lebar Kanal 28/114 MHz Polarisasi HH/VV/HH+HV atau VV+VH HH atau VV HH+HV+VH+VV

Resolusi Spasial 10 m (2 look)/20 m (4 look) 100 m (multi look) 30 m

Lebar cakupan 70 km 250-350 km 30 km

Incidence Angle 8-60 derajat 18-43 derajat 8-30 derajat

NE Sigma 0 <-23 dB (70 km)

<-25 dB (60 km) <-25 dB <-29 dB

Panjang Bit 3 bit atau 5 bit 5 bit 3 bit atau 5 bit

Ukuran AZ:8.9 m x EL :2.9 m

Sumber : Jaxa 2010

(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2011 di areal revegetasi tambang batubara PT. Arutmin Indonesia Site Satui, Kalimantan Selatan (Gambar 3). Pengolahan data dilakukan pada bulan Agustus 2011 – Januari 2011 di Laboratorium Remote Sensing dan GIS Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 3 Lokasi penelitian.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah software Erdas Imagine Ver 9.1, ArcViewGIS Ver 3.2, SPSS Statistics 16.0, dan Microsoft Office 2007.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Citra ALOS PALSAR tahun perekaman 2010 dengan resolusi spasial 12,5 m daerah Kalimantan Selatan (Gambar 4).

(26)

Gambar 4 Citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m.

2. Data diameter dan tinggi hasil inventarisasi tegakan akasia (Acacia mangium) tahun 2011 di areal bekas tambang PT Arutmin Indonesia Site Satui, Kalimantan Selatan.

3. Peta Kemajuan Reklamasi Quarterly IV Tahun 2010 PT. Arutmin Indonesia Site Satui yang digunakan sebagai informasi batas areal kerja (Gambar 5).

(27)
(28)

3.3 Tahap Pelaksanaan

Tahapan pelaksanaan pada penelitian ini dimulai dengan pengumpulan data hasil inventarisasi untuk kemudian dicari nilai biomassa dengan menggunakan alometrik. Citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 meter di ekstraksi untuk mendapatkan nilai dijital dan kemudian dikonversi menjadi nilai hamburan balik (backscatter), nilai backscatter digunakan untuk menduga biomassa menggunakan citra. Data hasil dugaan biomassa menggunakan alometrik yang diasumsikan sebagai biomassa aktual di lapangan di overlay dengan nilai backscatter dari citra untuk mendapatkan model. Model yang didapat diverifikasi dengan dengan uji analisis regresi untuk mendapatkan model terbaik. Model terbaik digunakan untuk menduga biomassa menggunakan citra dan digunakan sebagai pembuatan peta sebaran biomassa. Akurasi peta pendugaan biomassa dilakukan dengan membandingkan nilai sebaran biomassa pada peta dengan perhitungan biomassa aktual secara purposive. Tahapan pelaksanaan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6.

(29)

Gambar 6 Tahapan pelaksanaan penelitian.

3.3.1 Pengumpulan Data Lapangan

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini yaitu berupa data diemeter dan tinggi pohon pada areal revegetasi tambang batubara PT. Arutmin Indonesia Site Satui, Kalimantan Selatan dengan luas areal ± 6.038 ha. Data diameter dan tinggi pohon diambil pada tiap plot contoh sebanyak 62 plot dengan luas 0,1 ha pada tiap

Selesai

Peta Sebaran Biomassa

Pehitungan Akurasi Kelas Biomassa Model Terbaik Pengumpulan Data Perhitungan Biomassa menggunakan Alometrik Heriansyah

Ekstraksi Nilai Dijital Setiap Plot Konversi Nilai Dijital ke

Nilai Backscatter

Nilai Backscatter

Analisis Statistik dan penyusunan Model Pendugaan Biomassa

Data Biomassa Lapangan

Hasil Inventarisasi Citra ALOS PALSAR Resolusi 12,5 m

Peta Areal kerja PT. Arutmin Indonesia Site Satui Overlay Data Nilai Biomassa Verifikasi Model

(30)

plot. Plot contoh diletakkan secara purposive sampling menyebar merata pada kelas umur (KU) I, KU II, dan KU III (Tabel 4).

Tabel 4 Data yang diperoleh dari areal revegetasi tambang batubara PT. Arutmin Indonesia Site Satui pada tahun 2011

Kelas umur Jumlah plot Diameter (cm) Tinggi (m) Jumlah pohon

KU I 20 5 - 30 3 - 22 1.201

KU II 22 6 - 52 6 - 35 1.205

KU III 20 7 - 72 5 - 40 1.015

3.3.2 Pengolahan Data Lapangan

Pengolahan data lapangan dilakukan untuk menghitung biomassa permukaan tanah (above-ground biomass) dari tegakan akasia pada tingkat usia tertertu (KU). Perhitungan biomassa dilakukan tiap plot yang telah diukur menggunakan alometrik Heriansyah (2007), dimana parameter yang digunakan adalah diameter (D) dan tinggi (H) dengan rumus:

Wi = a(D²H) (Heriansyah 2007) Keterangan :

Wi = nilai biomassa

a = nilai dugaan parameter (Tabel 5) b = nilai dugaan parameter (Tabel 5) D = diameter (cm)

H = tinggi (m)

Tabel 5 Nilai dugaan parameter a dan b berdasarkan kelas umur

Biomassa Umur (tahun) a b

Batang 2,5 0,025829 0,9765 5,5 0,021553 0,9787 10,5 0,038495 0,9876 Ranting 2,5 0,000617 1,3699 5,5 0,000006 1,7689 10,5 0,000596 1,1887 Daun 2,5 0,002196 1,1275 5,5 0,000047 1,3348 10,5 0,000737 0,9542 Sumber : Heriansyah 2007

3.3.3 Pengolahan Data Citra

Jenis data yang diambil dari citra ALOS PALSAR berupa nilai dijital (digital number) yang kemudian dikonversi menjadi nilai hamburan balik (backscatter). Ekstraksi nilai dijital diperoleh dengan membuat buffer pada titik

(31)

pengamatan dilapangan dimana pembuatan buffer dilakukan dengan ekstensi square buffer pada sofware ArcView 3.2. Buffer dibuat dengan ukuran 5 piksel x 5 piksel atau setara 62,5 m x 62,5 m pada resolusi citra 12,5 m. Konversi nilai dijital menjadi nilai backscatter dapat diperoleh dengan formulasi sebagai berikut:

BS = 10 x Log10(dN² ) + CF (Shimada et al. 2009) Keterangan :

BS = Backscatter (dB) dN = Nilai dijital (degree)

CF = Calibration factor dari Citra ALOS PALSAR peliputan tahun 2010 sebesar -83 (JAXA Publication)

3.3.4 Penyusunan dan Pemilihan Model

Penyusunan model hubungan antara biomassa dengan nilai backscatter pada citra ALOS PALSAR menggunakan beberapa model matematik sebagai berikut (Tiryana 2011) : Model Linear Y = a + bX Model Eksponensial Y = Exp (a + bX) Y = a (Exp (b / X)

Model Inverse Polynomial

Y = X / (a + bX) Keterangan :

Y = Nilai biomassa

X = Nilai backscatter pada polarisasi tertentu a,b = Nilai estimasi parameter

Pemilihan model dilakukan dengan memperhatikan koefisien determinasi terkoreksi (R2adj) dan Root Mean Square Error (RMSE) dari masing-masing

persamaan yang diperoleh dengan menggunakan software SPSS 16.0. Pemilihan model terbaik berdasarkan koefisien determinasi terkoreksi (R2adj) terbesar dan

nilai Root Mean Square Error (RMSE) terkecil. Semakin besar nilai koefisien determinasi terkoreksi (R2adj), maka semakin besar peranan backscatter dalam

(32)

menjelaskan nilai biomassa dan semakin kecil nilai RMSE maka semakim akurat hasil penaksiran yang diperoleh. Dimana rumus dari koefisien determinasi adalah sebagai berikut :

= /( − )

/( − 1) 100% Keterangan :

JKS = Jumlah kuadrat sisa JKT = Jumlah kuadrat total (n - p) = derajat bebas sisa (n - 1) = derajat bebas total

Sedangkan rumus dari akar kuadrat eror adalah : MSE = ∑( − )/( − )

RMSE = !√ Keterangan :

MSE = Kuadrat tengah sisa RMSE = Akar kuadrat tengah sisa yi = Biomassa ke-i

= Rata-rata biomassa ke-i n = Jumlah plot sampel

p = Jumlah parameter yang digunakan

3.3.5 Verifikasi Model

Verifikasi model dilakukan secara purposive sebanyak 32 titik plot contoh dilapangan. Verifikasi model dilakukan dengan membandingkan antara hasil perhitungan biomassa alometrik Heriansyah di lapangan yang diasumsikan sebagai biomassa aktual dengan hasil biomassa yang diperoleh dari model terpilih.

Hasil pendugaan biomassa model terbaik yang dihasilkan dalam penelitian ini dibandingkan dengan hasil pengukuran biomassa di lapangan menggunakan alometrik digunakan uji t-student berpasangan (Mattjik & Sumertajaya 2000).

"#$%&'(= *+̅ √ ,

(33)

Keterangan :

̅ = Nilai tengah dari beda dua contoh *+ = Simpangan baku dari beda dua contoh n = Banyaknya pasangan contoh

Dengan menggunakan hipotesis uji sebagai berikut : H0 : µ1 - µ2 = 0 (Biomassa aktual = biomassa model)

H1 : µ1 - µ2 ≠ 0 (Biomassa aktual ≠ biomassa model)

Model yang dianggap mewakili data dan layak digunakan didasarkan pada thitung

dengan kriteria apabila thitung < t(α/2) pada taraf nyata 5% atau nilai signifikansi

>0,05 (taraf nyata 5%), maka terima H0 atau model pendugaannya layak

digunakan dan sebaliknya jika thitung > t(α/2) atau nilai signifikansi <0,05 (taraf

nyata 5%), maka tolak H0 atau model penduganya kurang layak digunakan.

3.3.6 Pembuatan Peta Sebaran Biomassa

Citra pendugaan biomassa diturunkan dari citra backscatter yang diproses dengan software ERDAS Imagine 9.1 dengan menggunakan model pendugaan terpilih yang telah terverifikasi. Dari citra pendugaan biomassa dibuat peta sebaran kelas biomassa dengan menggunakan software ArcView GIS 3.2.

3.3.7 Perhitungan Akurasi Peta

Perhitungan akurasi peta dilakukan untuk mengetahui tingkat keterwakilan dan akurasi terhadap peta sebaran biomassa yang telah dibuat. Tingkat akurasi diketahui dengan melakuakan pengujian nilai Overall Accuracy dan Kappa Accuracy yang diformulasikan oleh Jaya (2010) :

-. = ∑ /0$1 × 100$$ = 1 ∑ /0$231− ∑ /$$− ∑ /0$23 $4/4$

$4/4$ 0

(34)

Keterangan :

Xii = nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i Xi+ = jumlah piksel dalam kolom ke-i

X+i = jumlah piksel dalam baris ke-i N = banyaknya titik contoh

Besarnya akurasi pembuat (Producer Accuracy/PA) dan akurasi pengguna (User Accuracy/UA) setiap kelas diperoleh dari hasil matrik kontingensi. Dengan rumus :

5. = 6//$$

4$7 × 100% 8. = 6 /$$

(35)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Keadaan Umum 4.1.1 Profil Perusahaan

PT Arutmin adalah salah satu perusahaan penghasil dan pengekspor batubara terbesar di Indonesia. PT Arutmin pertama kali menandatangani kontrak penambangan batubara dengan Pemerintah Indonesia pada tahun 1981 dan

merupakan perusahaan swasta penghasil batubara terlama di Indonesia. PT. Arutmin Indonesia sebagai perusahaan tambang skala besar dengan

produktifitas sebesar 15,7 juta ton pada tahun 2007 dan pelabuhan batubara skala internasional memiliki 4 lokasi tambang dan 1 pelabuhan utama. Semua lokasi penambangan PT Arutmin Indonesia terletak di Provinsi Kalimantan Selatan.

4.1.2 Letak Geografis

PT. Arutmin Indonesia Site Satui secara geografis terletak antara koordinat 115° 7ʹ 48ʹʹ BT ─ 115° 26ʹ 24ʹʹ BT dan 3° 43ʹ 12ʹʹ LS ─ 3° 46ʹ 12ʹʹ LS. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan, areal tersebut termasuk dalam wilayah Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Tanah Laut, Propinsi Kalimantan Selatan. Tambang Satui terletak di sebelah Selatan dan Barat tambang Senakin di terusan bagian bawah dari Tanjung Pembentukan, di bagian Tenggara lereng pegunungan Meratus. Tambang Satui terbentang sepanjang kira-kira 40 km dari Timur Laut sampai Barat Daya.

4.1.3 Luas Area

Luas pertambangan PT Arutmin Indonesia Site Satui menurut Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) seluas ± 6.038 ha.

4.1.4 Topografi

Topografi lokasi tambang pada umumnya bergelombang ringan sampai sedang dengan kemiringan antara 10% sampai dengan 30%. Berdasarkan Peta Geologi Propinsi Kalimantan Selatan skala 1 : 500.000, formasi geologi di lokasi

(36)

tambang adalah berasal dari bukit dan pegunungan lipatan. Berdasarkan Peta Tanah Propinsi Kalimantan Selatan skala 1 : 500.000, jenis tanah di dalam areal adalah podsolik merah kuning, latosol dan litosol dengan induk batuan beku batuan endapan dan metamorf dengan fisiografi lapangan berupa pegunungan patahan.

4.1.5 Iklim

Hasil pantauan Stasiun Meteorologi Stagen, selama tahun 2008 kelembaban udara rata-rata berkisar antara 85% dan 92% dengan kelembaban maksimum tertinggi sebesar 99% di bulan Mei. Sedangkan kelembaban minimum terendah terjadi di bulan Februari sebesar 55%. Sedangkan temperatur udara rata-rata pada tahun 2008 berkisar antara 24,5° C dan 27,1° C, dengan suhu udara maksimum tertinggi pada bulan Januari dan Juli sebesar 34° C dan minimum terendah sebesar 21° C di bulan Juni.

4.1.6 Curah Hujan

Jumlah curah hujan tertinggi terjadi di bulan Juli yaitu 389,4 mm. Sedangkan jumlah hari hujan terbanyak yaitu selama 27 hari terjadi di bulan Oktober (Tabel 6).

Tabel 6 Jumlah curah hujan dan hari hujan setiap bulan tahun 2008

No. Bulan Jumlah Curah Hujan (mm) Jumlah Hari hujan

1 Januari 182,0 22 2 Februari 232,4 20 3 Maret 332,6 24 4 April 137,1 25 5 Mei 338,2 15 6 Juni 179,8 21 7 Juli 389,4 25 8 Agustus 336,0 25 9 September 261,3 14 10 Oktober 248,0 27 11 November 165,9 19 12 Desember 138,5 23 Rata-rata 245,1 22

(37)

4.1.7 Revegetasi Tanaman di PT. Arutmin Indonesia Site Satui

Pengelolaan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari bagian operasional tambang. Salah satu pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh PT. Arutmin Indonesia Site Satui adalah dengan melakukan kegiatan reklamasi (revegetasi). Revegetasi di PT. Arutmin Indonesia Site Satui dilakukan secara manual dan menggunakan metode hydroseeding dengan alat hydroseeder.

Penanaman dilakukan dengan tujuan memulihkan lahan bekas operasional penambangan dengan berbagai jenis tanaman lokal yang mempunyai manfaat secara ekologi dan ekonomi. Material dan bahan yang digunakan dalam penanaman di areal revegetasi PT. Arutmin Indonesia Site Satui, yaitu: pupuk organik, zat perangsang tumbuh, pupuk an–organik, zat perekat, air yang sesuai. Sedangkan kegiatan yang dilakukan dalam perawatan tanaman, yaitu :

1. melakukan penyiangan 2. membersihkan lilitan 3. pemupukan ulang

4. pembasmian hama dan penyakit tanaman 5. pencegahan kebakaran

6. pemantauan kesuburan tanah (unsur kimia dan fisik tanah) dan kesuburan tanaman baik dari segi fisik (lingkar batang, tinggi, kanopi) maupun kimia (analisa daun).

(38)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Pengolahan Data Lapangan

Penentuan biomassa pada tegakan akasia dilakukan berdasarkan pengukuran pohon pada plot-plot contoh sebanyak 62 plot yang berukuran 0,1 hektar tiap plot contoh. Plot contoh yang diambil tersebar di tiga kelompok kelas umur (KU). Kelas umur I (KU I) terdiri dari tegakan dengan kisaran umur 0-4 tahun, Kelas umur II (KU II) terdiri dari tegakan dengan kisaran umur 5-8 tahun, dan Kelas umur III (KU III) terdiri dari tegakan dengan umur 9 tahun atau lebih. Data yang diambil dari tiap plot contoh yaitu diameter dan tinggi pohon untuk selanjutnya dicari nilai biomassa per plot contoh dengan menggunakan persamaan alometrik. Nilai biomassa pada setiap plot contoh dihitung dengan menggunakan alometrik yang disusun oleh Heriansyah dan didapat nilai rata-rata biomassa untuk KU I sebesar 71,84 ton/ha, KU II sebesar 201,43 ton/ha dan KU III sebesar 227,24 ton/ha. Data pengukuran plot contoh dan rata-rata biomassa dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Nilai rata-rata biomassa per KU di area revegetasi PT . Arutmin Indonesia Site Satui tahun 2011

Kelas Umur Jml Plot per KU Diameter (cm) Jumlah pohon Rata-rata Biomassa per KU (ton/ha) 0 – 4 th 20 5 – 30 1.201 71,84 5 – 8 th 22 6 – 52 1.205 201,43 >= 9 th 20 7 – 72 1.015 227,24

5.2 Hasil Pengolahan Data Citra ALOS PALSAR

Citra radar yang digunakan adalah ALOS PALSAR dengan polarisasi HH (horizontal-horizontal) dan HV (horizontal-vertikal). Jenis data yang diambil berupa nilai dijital (digital number) yang kemudian dikonversi menjadi nilai hamburan balik (backscatter) dari masing-masing polarisasi, dimana nilai-nilai backscatter polarisasi HV cenderung memiliki korelasi yang lebih erat dengan biomassa tegakan dibanding nilai-nilai backscatter polarisasi HH (Saleh 2010 dalam Tiryana 2011).

(39)

Nilai backscatter pada masilng-masing plot didapatkan dengan membuat square buffer berukuran 5 piksel x 5 piksel (setara 62,5 m x 62,5 m dilapangan pada resolusi spasial 12,5 m) kemudian dilakukan overlay antara lokasi plot contoh pengamatan dan citra ALOS PALSAR. Pembuatan square buffer dalam ekstraksi nilai dijital berguna untuk mengantisipasi galat (error) GPS pada saat pengambilan titik serta pereduksi efek dari speckle dan galat rektifikasi. Berdasarkan lokasi plot tersebut dilakukan pengumpulan informasi nilai dijital (digital number) dari piksel yang bersesuaian. Konversi nilai dijital menjadi backscatter dilakukan menggunakan persamaan yang dirumuskan oleh Shimada et al. (2009).

Sebaran nilai backscatter pada KU I untuk polarisari HH berkisar antara -32,34 dB hingga -13,15 dB, untuk KU II berkisar antara -24,34 dB hingga -13,77 dB, dan untuk KU III berkisar antara -16,55 dB hingga -13,00 dB. Sedangkan sebaran backscatter pada KU I untuk polarisasi HV berkisar antara -38,02 dB hingga -21,35 dB, untuk KU II berkisar antara -30,10 dB hingga -24,34 dB, dan untuk KU III berkisar antara -24,74 dB hingga -19,98 dB. Polarisasi HV memiliki nilai backscatter lebih rendah dibandingkan dengan polarisasi HH, hal tersebut dikarenakan polarisasi HV lebih sensitif dalam menduga nilai biomassa di atas permukaan pada kondisi permukaan yang datar dibandingkan di tempat yang bergelombang (Wijaya 2009).

Nilai backscatter dari masing-masing polarisasi yang berbeda tersebut terjadi karena setiap jenis tumbuhan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda dari bentuk tajuk, susunan daun, diameter maupun tingginya. Sifat khas tersebut memberikan pengaruh terhadap distribusi gelombang elektromagnetik yang mengenai objek sehingga menghasilkan nilai dijital yang berbeda-beda. Gelombang radar yang berinteraksi dengan objek mempengaruhi besarnya koefisien backscatter suatu objek tersebut. Vegetasi yang memiliki permukaan kasar dan kelembaban yang tinggi akan lebih banyak menghamburkan dan memantulkan gelombang energi yang datang daripada yang terserap. Kekasaran permukaan dapat dipengaruhi oleh lebar tajuk tegakan, pada plot-plot dengan kelas umur muda (KU I) kondisi penutupan vegetasi di lapangan yang rapat akan memiliki permukaan yang lebih halus dibandingkan pada tegakan kelas umur tua,

(40)

sehingga nilai backscatter cenderung rendah. Pada kelas umur sedang (KU II) dan tinggi (KU III) dapat dilihat naiknya nilai backscatter, hal ini dikarenakan semakin besar kelas umur, maka permukaan vegetasi akan semakin kasar. Kekasaran permukaan dapat dipengaruhi oleh lebar tajuk yang sejalan dengan membesarnya tajuk maka pertumbuhan pohon dalam parameter diameter dan tinggi juga akan meningkat. Semakin kasar permukaan vegetasi, tone yang didapatkan pada citra akan semakin cerah dan nilai backscatter yang dihasilkan akan semakin tinggi (Riska 2011).

5.3 Pola Hubungan Backscatter Citra ALOS PALSAR dengan Biomassa

Sebelum dilakukan penyusunan model, perlu dilakukan analisis terhadap hubungan antara sebaran data backscatter yang diekstraksi dari citra ALOS PALSAR dengan nilai biomassa diatas permukaan tanah yang dihitung berdasarkan alometrik Heriansyah. Berdasarkan hubungan antara dua variabel tersebut dimana backscatter sebagai variabel peubah bebas dan biomassa diatas permukaan sebagai variabel peubah terikat, dapat dilihat jenis persamaan yang akan dibuat sebagai model dan untuk menjelaskan hubungan antara dua variabel tersebut secara matematis. Untuk melihat pola sebaran dan hubungan kedua variabel tersebut digunakan diagram pencar (scatter-plot) antara nilai-nilai backscatter (pada sumbu X) dengan nilai-nilai biomassa diatas permukaan tanah dari plot-plot contoh (pada sumbu Y). Sebaran titik yang digunakan untuk membangun model pendugaan biomassa pada daerah revegetasi PT. Arutmin Indonesia Site Satui adalah sebanyak 30 titik yang tersebar antara KU I hingga KU III (Tabel 8).

Tabel 8 Sebaran titik penyusun model pendugaan simpanan biomassa di areal revegetasi tambang batubara PT. Arutmin Indonesia tahun 2011

No. Plot KU Backscatter Biomassa (ton/ha)

HH HV 1 ABY001 2 -16,90 -27,47 173,07 2 ABY002 2 -19,08 -24,92 172,43 3 ABY003 2 -19,35 -25,70 151,02 4 ABY004 2 -17,68 -24,87 173,52 5 ABY005 2 -15,12 -24,43 149,42 6 ABY006 2 -19,26 -27,31 134,57

(41)

Tabel 8 (Lanjutan)

No. Plot KU Backscatter Biomassa (ton/ha)

HH HV 7 ABY007 2 -18,17 -27,04 157,41 8 ABY008 2 -17,51 -27,24 167,56 9 ATS001 1 -32,34 -38,02 44,71 10 ATS002 1 -32,34 -35,07 43,86 11 BSM001 3 -14,11 -21,16 238,00 12 BSM002 3 -14,48 -21,43 279,74 13 BSM003 3 -14,47 -23,39 283,11 14 BSM004 3 -14,54 -21,26 223,48 15 BSM005 3 -14,31 -23,41 225,30 16 BSM006 3 -13,98 -21,88 330,06 17 BSM007 3 -14,05 -22,38 364,49 18 BSM008 3 -15,57 -23,74 265,40 19 BSM009 3 -14,07 -19,98 272,25 20 BSM011 3 -15,32 -24,74 223,34 21 GTK004 1 -20,69 -31,53 99,26 22 KSN001 2 -18,98 -27,87 84,44 23 KSN002 2 -20,47 -27,31 119,70 24 KSN003 2 -20,31 -24,55 144,84 25 SDW001 3 -13,30 -22,14 217,12 26 SDW002 3 -15,41 -23,66 136,54 27 SDW004 3 -13,00 -23,57 193,57 28 SDW005 3 -16,10 -23,17 151,01 29 SDW006 3 -16,09 -22,69 275,92 30 SDW007 3 -14,09 -21,21 229,38

Pada Tabel 8 dapat dilihat distribusi sebaran titik plot contoh pembangun model pendugaan biomassa di areal revegetasi PT. Arutmin Indonesia Site Satui. Proporsi masing-masing kelas umur (KU) dalam pembuatan model terbaik yaitu sebanyak 3 titik untuk KU I, 11 titik untuk KU II, dan 16 titik untuk KU III. Hubungan yang lebih erat diperoleh pada hubungan antara biomassa dengan backscatter polarisasi HV dibandingkan dengan hubungan antara biomassa dengan backscatter polarisasi HH, dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 80,4% untuk backscatter polarisasi HV dan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 79,4% untuk backscatter polarisasi HH. Berikut ini disajikan kurva sebaran titik pembangun model pendugaan biomassa antara nilai biomassa

(42)

alometrik dengan nilai backscatter pada polarisasi HH dan backscatter polarisasi HV (Gambar 7 dan Gambar 8).

Gambar 7 Kurva sebaran titik pembangun model pendugaan biomassa antara nilai biomassa alometrik dengan nilai backscatter HH.

Gambar 8 Kurva sebaran titik pembangun model pendugaan biomassa antara nilai biomassa alometrik dengan nilai backscatter HV. Pada plot-plot dengan kelas umur muda, kondisi vegetasi di lapangan yang rapat, pendugaan biomassa dengan menggunakan backscatter cenderung memiliki nilai yang lebih besar, atau sebaliknya pada plot-plot dengan kelas umur tua dan memiliki kondisi vegetasi di lapangan yang kurang rapat, pendugaan biomassa dengan menggunakan backscatter akan lebih kecil. Hal ini dikarenakan hubungan antara biomassa dan backscatter dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah heterogenitas atau homogenitas hutan, topografi, tutupan tajuk, dan salah satunya adalah kerapatan tegakan (Syarif 2011).

(43)

5.4 Pemilihan Model Terbaik

Penaksiran biomassa menggunakan teknik regresi dengan model persamaan yang baik adalah sangat disarankan, karena relatif sederhana, dan secara statistik dapat dipertanggungjawabkan. Persamaan alometrik biomassa terpilih adalah persamaan yang memiliki nilai R2 yang besar (mendekati 100%), dan nilai RMSE yang paling kecil (Sembiring 1995).

Pada penelitian ini model terbaik untuk menduga kandungan biomassa di atas permukaan tanah didasarkan pada dua kriteria yaitu besarnya koefisien determinasi terkoreksi (R2adj) yang menunjukkan presentase besarnya variasi

peubah biomassa yang dapat dijelaskan oleh peubah backscatter dan Root Mean Square Error (RMSE) yang menunjukkan indikator kesalahan yang didasarkan pada total kuadratis dari simpangan antara hasil model dengan hasil di lapangan.

Pada Tabel 9, model terbaik untuk menduga biomassa dengan menggunakan backscatter polarisasi HH adalah model 2 dengan nilai koefisien determinasi terkoreksi (R2adj) sebesar 64,1% yang berarti besarnya variasi peubah

biomassa yang dapat dijelaskan oleh peubah backscatter sebesar 64,1 % dan RMSE sebesar 47,49 yang menunjukkan kesalahan yang didasarkan pada total kuadratis dari simpangan antara hasil model dengan hasil perhitungan di lapangan. Bentuk persamaan dari model terbaik yang dibentuk pada backscatter polarisasi HH yaitu Y = Exp(7,020+(0,107×BS_HH)).

Tabel 9 Model pendugaan biomassa berdasarkan hubungan biomassa dengan backscatter polarisasi HH citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m PT. Arutmin Indonesia Site Satui tahun 2011

No. Model R2

adj (%) RMSE thitung ttabel Sig

1 Y = 408.352+12.524×BS_HH 56,5 52,4 -1,645 2,04 0,110

2 Y = Exp(7.020+(0.107×BS_HH)) 64,1 47,49 -1,179 2,04 0,247

3 Y = 30.281(Exp(-29.657/BS_HH)) 60,6 49,81 -1,228 2,04 0,229

4 Y = BS_HH/(0.137+0.014×BS_HH) 54,5 53,56 -1,199 2,04 0,240

Y = Biomassa (ton/ha); BS_HH = Nilai backscatter polarisasi HH pada citra ALOS PALSAR 12,5 m.

Model untuk menduga biomassa terbaik dengan menggunakan backscatter polarisasi HV adalah model 2 dengan nilai koefisien determinasi terkoreksi (R2adj)

sebesar 65,7% yang berarti besarnya variasi peubah biomassa yang dapat dijelaskan oleh peubah backscatter sebesar 65,7% dan kesalahan yang didasarkan

(44)

pada total kuadratis dari simpangan antara hasil model dengan hasil perhitungan di lapangan atau RMSE sebesar 46,54 pada bentuk persamaan Y = Exp(7,813+(0,105×BS_HV)) (Tabel 10).

Tabel 10 Model pendugaan biomassa berdasarkan hubungan biomassa dengan backscatter polarisasi HV citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m PT. Arutmin Indonesia Site Satui tahun 2011

No. Model R2adj (%) RMSE thitung ttabel Sig

1 Y = 573.513+15.245×BS_HV 62,4 48,72 -0,766 2,04 0,449

2 Y = Exp(7.813+(0.105×BS_HV)) 65,7 46,54 -0,478 2,04 0,636

3 Y = 15.202(Exp(-61.069/BS_HV)) 62,3 48,73 -0,594 2,04 0,557

4 Y = BS_HV/(0.269+0.016×BS_HV) 55,7 52,86 -1,479 2,04 0,149

Y = Biomassa (Ton/ha); BS_HV = Nilai backscatter polarisasi HV pada citra ALOS PALSAR 12,5 m.

Pada model pendugaan biomassa terbaik dengan backscatter polarisasi HH dan HV, thitung dan Sig digunakan sebagai indikator bahwa model tersebut dapat

digunakan dengan syarat thitung < ttabel atau Sig > 0,05 (taraf nyata 5%) maka model

tersebut dapat digunakan dalam menduga biomassa. Dari kedua model yang dihasilkan, model tersebut memiliki nilai thitung kurang dari ttabel dan Sig lebih dari

0,05 sehingga model tersebut layak untuk digunakan dalam menduga biomassa. Hasil penyusunan model regresi antara nilai biomassa alometrik Heriansyah dengan nilai backscatter pada masing-masing polarisasi (Tabel 9 dan Tabel 10) menunjukkan bahwa secara umum model terbaik adalah model dengan persamaan eksponensial. Dari syarat yang telah ditentukan, kedua model tersebut dapat digunakan untuk menduga biomassa, namun hanya satu model yang akan dipilih dalam menduga biomassa, yaitu model yang dihasilkan oleh backscatter polarisasi HV. Selain memiliki nilai R2adj yang lebih besar dan RMSE yang lebih

kecil, nilai-nilai backscatter polarisasi HV cenderung memiliki korelasi yang lebih erat dengan biomassa tegakan dibanding nilai-nilai backscatter polarisasi HH (Saleh 2010).

Hasil dari kedua model terbaik untuk menduga biomassa dengan variabel backscatter polarisari HH maupun HV, dapat dilihat polarisasi silang (HV) dari memiliki korelasi yang lebih baik dengan biomassa hutan dibandingkan polasrisasi searah (HH). Hal tersebut juga dibenarkan pada berbagai studi

(45)

mengenai pendugaan biomassa di daerah lain. Salah satunya adalah studi yang dilakukan oleh Awaya (2009) di daerah Palangkaraya, dalam studinya tersebut dilakukan analisis terhadap hubungan antara biomassa dan koefisien backscatter dari data PALSAR dengan menggunakan analisis regresi. Dari studi tersebut diperoleh hasil bahwa polarisasi HV menunjukkan hubungan yang lebih baik dengan biomassa dibandingkan dengan polarisasi HH.

Merujuk pada hasil koefsien determinasi terkoreksi (R2adj) dan nilai RMSE

yang dijadikan sebagai dasar pemilihan model pendugaan biomassa, maka model terbaik yang digunakan untuk menduga biomassa di atas permukaan tanah pada areal revegetasi PT. Arutmin Indonesia adalah model ekponensial pada varibel backscatter polarisasi HV yaitu Y = Exp(7,813+(0,105×BS_HV)).

5.5 Verifikasi Model

Verifikasi model pendugaan biomassa dilakukan untuk mengetahui apakah nilai dugaan biomassa yang dihasilkan oleh model terpilih tidak berbeda dengan nilai biomassa di lapangan. Verifikasi model dilakukan secara pusposive pada citra sebanyak 32 titik plot pengamatan dilapangan. Verifikasi model dilakukan dengan membandingkan antara hasil perhitungan biomassa alometrik Heriansyah yang diasumsikan sebagai biomassa aktual dengan nilai biomassa yang diperoleh dari model yang terpilih yaitu model Y = Exp(7,813+(0,105×BS_HV)) pada backscatter polarisasi HV.

Verifikasi model pendugaan biomassa dilakukan dengan menggunakan analisis uji t-berpasangan (paired t-test), dengan ketentuan apabila thitung < tTabel

maka terima H0 atau signifikasi > 0,05 dan apabila thitung > tTabel maka tolak H0

atau signifikasi < 0,05. Dimana hipotesis uji yang diberlakukan adalah sebagai berikut:

H0 : µ1 - µ2 = 0 (Biomassa aktual = biomassa model)

H1 : µ1 - µ2 ≠ 0 (Biomassa aktual ≠ biomassa model)

Hasil uji t-berpasangan yang dilakukan terhadap model yang terpilih telah sesuai dengan kaedah yang telah ditentukan (thitung < ttabel maka terima H0 atau

signifikasi > 0,05) dengan nilai thitung sebesar -0,478 yang memiliki nilai lebih

(46)

sebesar 0,636. Artinya model terpilih memiliki nilai pendugaan biomassa di atas permukaan tanah yang tidak berbeda nyata dengan nilai biomassa aktual di lapangan.

5.6 Peta Sebaran Biomassa dan Akurasi

Peta sebaran biomassa dibuat berdasarkan model terbaik yang terpilih, yaitu model yang dihasilkan oleh polarisasi HV (Tabel 10) dengan persamaan Y = Exp(7,813+(0,105×BS_HV)). Peta sebaran biomassa dibuat ke dalam tiga kelas biomassa. Berikut ini merupakan gambar grafik distribusi kelas biomassa.

Gambar 9 Grafik distribusi kelas biomassa.

Gambar 9 menunjukkan grafik distribusi biomassa aktual dilapangan yang dibagi menjadi tiga kelas biomassa. Data selang kelas biomassa disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Selang kelas biomassa yang digunakan untuk membuat peta sebaran biomassa di areal revegetasi PT. Arutmin Indonesia Site Satui tahun 2011

Kelas biomassa Selang biomassa (ton/ha) Luas

Ha %

Rendah 0 ~ 144,84 2.932 48,55

Sedang 144,84 ~ 237,99 1.965 32,53

Tinggi > 237,99 1.142 18,91

Gambar

Tabel 1  Model-model alometrik
Gambar 1  Mekanisme hamburan balik pada radar di setiap jenis permukaan.  Gelombang radar yang lebih panjang menghasilkan nilai backscatter yang  tinggi pada penetrasi batang, percabangan, permukaan tanah dan tajuk
Tabel 2  Karakteristik citra ALOS
Gambar 2  Satelit ALOS PALSAR (Jaxa 2010).
+7

Referensi

Dokumen terkait

LAMMPS Piranti ini merupakan komponen utama dalam menjalankan simulasi adsorpsi hidrogen terhadap CNT, karena piranti ini dapat membuat sebuah sistem pemodelan dari bermacam –

UPT dan Perangkat Daerah yang berbentuk Rumah Sakit yang sudah dibentuk tetap melaksanakan tugasnya sampai dengan ditetapkannya Peraturan Walikota tentang

Pada suatu area atau stok yang belum diterapkan ketentuan pelestarian dan pengelolaan, dalam hal ini kegiatan penangkapan tersebut dilaksanakan dengan cara yang

Dependent) tidak terdapat variabel pelaku, yang berarti tidak ada variabel dalam sub elemen pelaku ini yang tidak terkait dengan sistem serta tidak ada variabel yang sangat

Berdasarkan uji kemurnian senyawa produk memiliki titik lebur 177-179 o C dan pada lempeng KLT memiliki noda tunggal pada tiga eluen dengan kepolaran yang

Bila persyaratan sudah lengkap, Kepala Bidang Pemanfaatan Hutan membuat konsep Surat Keputusan Kepala Dinas tentang Pengangkatan P2LHP yang memuat nama, NIP,pangkat, jabatan,

Sistem yang dirancang adalah sistem layanan pemesanan dan antrian pada dapur restoran, dimana customer yang datang dapat melakukan pemesanan melalui PC yang

Di mana dari pendapat informan dengan latar belakang mahasiswa bahwa mengajar anak jalanan merupakan kegiatan berbagi dan merupakan kegiatan untuk mengisi waktu