1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Kedokteran adalah suatu profesi yang di anggap tinggi dan mulia oleh masyarakat, di karenakan dengan keahlian dan kemampuanya di bidang medis, sehingga tidak sedikit orang yang percaya terhadap penanganan yang di berikan oleh dokter. Namun dalam beberapa tahun belakangan ini dunia medis sering di hubungkan dengan hukum, baik di luar Negri maupun di Indonesia. Ini akibat ada beberapa kesalahan yang di lakukan di dunia medis, sedangkan bidang hukum di kaitkan karana di perlukanya sebuah perlindungan hukum bagi orang-orang yang terlanggar hak-haknya baik pasien maupun dokter yang menangani atau mengambil tindakan medis. Semua ini tidak terlepas perlunya perlindungan hukum bagi setiap manusia yang berhubungan dengan dunia kedokteran atau dunia medis, khususnya untuk menjamin hak pasien yang sering kali menjadi permasalahan.
Sepertihalnya kasus yang ada di Jakarta pada tahun 2009, Putri pasangan Gunawan dan Suheni warga Jalan Perum Pucung Baru Blok D2 No.6 Kecamatan Kota Baru, Cikampek ini terbaring ditempat tidur Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Menurut cerita orang tuanya yang juga karyawan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo atau RSCM, Nina masuk ke rumah sakit pada tanggal 15 Februari 2009 lalu karena mengeluh tak bisa buang air besar. Setelah sampai di rumah sakit, dokter langsung memberikan obat untuk memperlancar buang air
besarnya. Namun karena tak kunjung sembuh, dokter kemudian menebak sakit Nina kemungkinan karena menderita apendik atau usus buntu. Nina pun langsung dibedah dibagian ulu hati hingga dibawah puser, tapi anehnya, dokter yang menangani pembedahan tidak memberitahukan atau tidak minta ijin terlebih dahulu kepada orangtuanya, sebagai prosedur yang harus ditempuh dokter bila ingin melakukan tindakan operasi atau pembedahan. Ternyata setelah dibedah, dugaan bahwa Nina menderita usus buntu tidak terbukti. Dokter lalu membuat kesimpulan berdasarkan diagnosa, Nina menderita kebocoran kandung kemih. Nina kemudian dioperasi tapi juga tidak memberitahukan orangtuanya. Bekas-bekas operasi itu terlihat di perut Nina yang dijahit hingga 10 jahitan lebih. Kedua orang tua Nina hanya bisa pasrah dan minta pertanggung jawaban pihak Rumah Sakit RSCM atas kesehatan anaknya. Ayah Nina yang juga bekerja di RSCM ini akan mengadukan kasusnya ke Menteri Kesehatan dan siap dipecat dari
pekerjaannya.1
Dari kasus di atas maka salah satu dari pentinganya perlindungan hukum atau peraturan-peraturan yang mengatur sanksi yang mengatur tentang kesalahan pada dokter atau mendeklarasi undang-undang yang baru untuk melindungi kepentingan pasien disamping mengembangkan kualitas profesi kedokteran atau tenaga kesehatan. Keserasian antara kepentingan pasien dan kepetingan tenaga kesehatan, merupakan salah satu penunjang keberhasilan pembangunan sistem
1 http://www.indosiar.com/fokus/pasien-dioperasi-tanpa-pemberitahuan-keluarga_ di unduh pada
kesehatan. Oleh karena itu perlindungan hukum terhadap kepentingan-kepentingan harus diutamakan.
Di satu pihak pasien menaruh kepercayaan terhadap kemampuan profesional tenaga kesehatan. Di lain pihak karena adanya kepercayaan tersebut seyogyanya tenaga kesehatan memberikan pelayanan kesehatan menurut standar profesi dan berpegang teguh pada kerahasian profesi, kedudukan dokter selama ini di anggap lebih ”tinggi” dari pasien disebabkan keawaman pasien terhadap profesi kedokteran. Pasien sering kali menerima saja perlakuan dokter sehingga sulit untuk menilai secara cermat pelayanan dokter. Dengan demakin sesuai berkembanganya masyarakat hubungan tersebut secara perlahan-lahan mengalami perubahan. Kepercayaan kepada dokter secara pribadi berubah menjadi kepercayaan terhadap keampuan ilmu kedokteran dan teknologinya.
Agar dapat menanggulangi masalah secara proposional dan pencegahan kelalaian profesi atau apa yang dinamakan dengan malpraktek di bidang kedokteran, perlu juga dimengerti tentang hak dan kwajiban pasien. Pengetahuan hak dan kwajiban pasien di harapkan akan meningkatkan kualitas sikap dan tindakan yang cermat dan hati-hati terhadap keselamatan pasien.
Setiap dokter yang memberikan pelayanan kepada pasien tentu mengetahui segala penderitaan yang dialami pasiennya. Penderitaan yang dialami pasien dapat diakibatkan oleh penyakit yang di deritanya atau kecelakaan yang dialaminya. Seorang dokter dalam melakukan pemeriksaan dan pengobatan adalah
mata untuk menghilangkan rasa sakit dan menyembuhkan dari penyakit yang di derita oleh pasien bukan menambah sakit atau menimbulkan kerugian bagi pasien.
Meskipun dalam rangka pengobatan terhadap seorang pasien, namun pihak dokter tidak diperbolehkan malakukan tindakan medik yang bersifat serius atau tanpa mendapat persetujuan dari pihak pasien maupun kluarga terdekat. Dengan demikian sebelum dokter malakukan tindakan medik terhadap pasien perlu melakukan kesepakatan dengan pasien atau keluarga yang bersangkutan. Kesepakatan yang dibuat antara Dokter dengan pasien dalam hal ini yang terkait dengan berbagi hal yang menjadi ketentuan dalam penanganan medik seperti cara pengobatan, resiko dan efek dari tindakan medik yang mungkin terjadi, biaya penangan medik, tempat dilakukan penanganan medik, serta biaya tanggungan obat-obatan selama dalam proses penyembuhan dan lain-lain.
Adanya kesepakatan antara pasien atau keluarganya yang mewakili dengan pihak dokter dalam hal pengobatan atau penanganan bahkan tindakan medik yang ditujukan kepada pasien harus dengan adanya pernyataan persetujuan dari pasien atau keluarganya. Dengan adanya persetujuan tersebut berarti pasien telah bersedia untuk mengikuti pengobatan atau penananganan sekaligus tindakan medik yang akan dilakukan kepada diri pasien dan berbagai resiko ataupun segala kemungkinan yang akan terjadi.
Persetujuan antara pihak pasien dengan pihak dokter dalam rangka pengobatan atau penanganan medik dapat dinyatakan secara langsung baik lisan
secara tidak langsung seperti mengikuti petunjuk atau perintah dari dokter yang
dikenal sebagai implied consent . Mengenai informed consent telah diatur dalam
satu kelembagaan yang memiliki kekuatan hukum tetap dengan di undangkanya peraturan pemerintah kesehatan.
Menurut Peraturan Mentri Kesehatan nomor 290 ke-III tahun 2008 dan Undang-Undang nomor 29 tahun 2004 Pasal 45 serta Manual Persetujuan
Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed Consent adalah
persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.2 Menurut Lampiran
SKB (surat keputusan bersama) IDI (ikatan dokter indonesia) No. 319 P/BA. 88 dan Permenkes nomor 585 Mentri Kesehatan Peraturan IX tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien atau keluarganya, kehadiran seorang perawat atau
paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.3
Seorang dokter dalam melakukan pemeriksaan maupun penangan medik harus menghormati hak-hak pasien serta bekerja menurut setandar profesi kedokteran. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melaksanakaan
ketentuan-ketentuan sesuai prosedur dalam penangananya informed consent, sehingga dokter
telah melaksanakan kewajibannya memberikan informasi kepada pasien atau
keluarga pasien dan mendapat pesetujuan.
2 PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45 3 SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989
Seorang dokter dalam melakukan penanganan medik dituntut kehati-hatian dan tanggungjawab profesional dalam melakukan pelayanan kesehatan terhadap pasienya sesuai dengan keahlian dan keterampilan yang dimilikinya. Pada tingkat ini sekalipun, seorang dokter sabagai mana umumnya manusia biasa terkadang melakukan kesalahan ataupun penyimpangan terhadap ketentuan yang diharuskan. Penyimpangan tersebut dapat disebabkan oleh adanya tindakan dokter yang secara langsung (tanpa melakukan persetujuan) melakukan penanganan medik kepada pasien dengan adanya kelalaian atau kesalahan. Hal ini tentu akan menjadi masalah karena ada kondisi yang rancu tentang adanya pelanggaran hukum, terlepas dari pasien tersebut selamat atau tidak dalam suatu proses penanganan medik.
Permasalahan yang lain diantaranya adanya akibat yang timbul karena penanganan dokter terdapat unsur kesengajaan dan atau kelalaian berdasarkan ukuran etik profesi. Biasanya pasien yang merasa dirugikan akan menuntut dokternya sampai kepengadilan atau minta pertanggungjawaban terhadap rumah sakit yang terkait.
Dengan demikian, dalam hubungan antara pasien sebagai penerima pertolongan dari tenaga medis dengan dokter sebagai pemberi pertolongan medis, merupakan hubungan antara subyek hukum. Artinya terhadap dokter berlaku juga ketentuan-ketentuan hukum umum sebagai dasar tanggungjawab hukum dalam menjalankan profesinya. Dalam hal ini dokter dianggap sama dengan orang biasa
yang menjadi warga negara yang harus patuh dan tunduk pada peraturan karena
adanya asas Equality before the law.
Berkaitan dengan pelanggaran yang terjadi dalam penanganan medis yang diberikan kepada pasien, tentu akan menimbulkan konsekuensi yang berkaitan dengan standar profesi kedokteran dan juga tidak terlepas dari berbagai bentuk pertanggungjawaban baik dari segi hukum pidana maupun dari segi hukum perdata serta menurut kode etik profesi, sehingga penulis ingin menggankat
permasalahan ini untuk dijadikan penulisan hukum dengan judul
Pertanggungjawaban Dokter Terhadap Pelanggaran Informed Consent.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan diatas selanjutnya dapat disusun suatu rumusan masalah. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pertanggungjawaban dokter terhadap pelanggaran Informed
Consent dalam persepektif hukum pidana ?
2. Bagaimana pertanggungjawaban dokter terhadap pelanggaran Informed
Consent dalam persepektif hukum perdata ?
3. Bagaimana pertanggungjawaban dokter terhadap pelanggaran Informed
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai memlalui penelitin ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis Pertanggungjawaban dokter terhadap
pelanggaran informed consent dalam persepektif hukum Pidana ?
2. Untuk mengetahui dan menganalisis Pertanggungjawaban dokter terhadap
pelanggaran informed consent dalam persepektif hukum Perdata?
3. Untuk mengetahui dan menganalisis pertanggungjawaban dokter terhadap
pelanggaran Informed Consent dalam Persepektif kode etik profesi ?
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk kepentingan akademis
Penelitian ini berguna sebagai pengembangan ilmu dan dapat
memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan mengenai
perkembangan jenis-jenis tindak kejahatan yang berkembang seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi. Serta sebagai pengembangan bacaan bagi pendidikan hukum.
2. Untuk kepentingan tenaga medis.
Untuk memberikan pemahaman terutama pada keseluruhan tenaga medis yang stiap harinya berhubungan langsung dengan pasien terutama dokter bahwa ada hak mendasar yang perlu diketahui oleh pasien yaitu penjelasan dari tindakan medis yang akan diberikan dokter kepada dirinya, sehingga ini menjadi perhatian khusus bagi tenaga medis ataupun dokter.
3. Untuk Kepentingan Masyarakat
Untuk memberikan pemahaman yang mendalam bahwa hubungan antara dokter dengan pasien dapat terjadi secara dinamis dan juga terdapat perlindungan hukum bagi para pasien serta memberikan pemahaman bahwa pasienpun mempunyai hak dan kewajiban yang mendasar selaku penikmat jasa pelayanan medis yang diberikan oleh dokter.
4. Untuk kepentingan Penulis
Penelitian ini sangat berguna bagi penulis dalam rangka untuk meraih kelulusan dan untuk memperoleh gelar sarjana (S1). Selain itu juga tulisan ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran, keluasan wawasan serta kemampuan pemahaman penulis tentang penerapan hukum ketika ada hak-hak yang terabaikan, dalam hal ini pertanggungjawabanlah yang harus diutamakan jika terjadi suatu pelanggaran
E. Metode Penelitian E.1 Pendekatan hukum
Metode yang digunakan peneliti adalah dengan melakukan pendekatan secara yuridis normatif yaitu pendekataan yang digunakan dengan cara menelaah permasalahaan yang dikorelasikan dengan bahan hukum atau peraturan perundang-undangan yang bersifat doktrin. Sehingga penulis dituntut untuk melihat hukum sebagai norma yang ada dimasyarakat, mengumpulkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dihubungkan
dengan kenyataan yang ada didalam lapangan kemudian dianalisis dengan membandingkan antara tuntutan dan nilai-nilai yang ada pada peraturan perundang-undangan.
E.2 Jenis Bahan Hukum
1. Bahan Hukum Primer, Yakni bahan hukum utama atas penelitian ini yang merupakan suatu perangkat hukum positif dan mengikat, yaitu undang-undang nomor 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran serta beberapa peraturan yang terkait dengan penulisan hukum ini, diantaranya:
KUHP (Kitab Undang Hukum Pidana), KUHPer (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), Undang-Undang-Undang-Undang No 36 tahun 2006 tentang Kesehatan, PerMenKes No 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Medik, SKB IDI No. 319 tahun 1988 tentang informed consent.
2. Bahan Hukum Sekunder, Yaitu bahan yang diperoleh dan memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, yang terkait dengan hasil karya hukum lainya atau ayang diperoleh dari buku-buku, teks, artikel, internet,
tesis, buletin yang terkait dengan hubungan hukum Informed Consent
antara dokter dengan pasien.
3. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan buku yang memberikan penjelasan atau
keterangan terhadap bahan hukum skunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain sebagainya.
E.3 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Pada penulisan ini yang digunakan adalah studi kepustakaan (lebrary research) yaitu pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas dan dan dibutuhkan dalam penelitian hukum. Normatif adalah penulisan yang didasarkan dari data-data yang dijadikan obyek penelitian seperti: buku-buku, pustaka, majalah, artikel-artikel, surat kabar, internet, buletin tentang segala permasalahan ysng sesuai dengan skripsi ini akan disusun dan dianalisa untuk dikelola lebih lanjut.
E.4 Analisa Bahan Hukum
Teknik analisa yang digunakan dalam menyusun penulisan hukum ini adalah menggunakan alisis normatif yakni menggunakan analisa isi (conten analysis) yaitu analisa mendalam dan kritis terhadap aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan judul yang diangkat, maupun dari literatur-literatur serta data fakta yang diperoleh sehingga penulisan hukum ini terarah sesuai dengan tujuan studi analisis yang dimaksud. Untuk memperoleh hasil akhir yang diinginkan maka data-data yang terkumpul (data skunder dan data primer), dianalisis secara deskriptif analisis, yaitu menguraikan dan menggambarkan segala informasi mengenai bentuk-bentuk penyimpangan yang mungkin saja dilakukan oleh para pihak yang terlibat dalam hubunganya dokter dengan pasien.
F. Sistematika Penulisan
BAB I. Pendahuluan
Didalam BAB I ini penulisa akan memaparkan atau menguraikan tentang Latar belakan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II. Tinjauan Pustaka
Didalam BAB II ini penulis akan menguraikan tentang, pengertian tindak pidana, serta syarat dipertanggungjawabkanya perbuatan, Pengertian
informed consent, bentuk informed consent, hubungan hukum antara
dokter dengan pasien terkait informed consent, hak dan kewajiban antara
dokter dengan pasien, aspek hukum kesehatan terkait informed consent,
pengertian perjanjian terapeutik, keterkaitan informed consent dengan
terapeutik, pengertian perbuatan pidana, kehormatan disiplin kedokteran,
pelanggaran informed consent sebagai tindak pidana dan perdata,
pertanggungjawaban atas pelanggaran informed consent sebagai tindak
perdata dan pidana, penututan dokter dalam pelanggaran informed consent,
BAB III. Pembahasan
Didalam BAB III ini penulis akan menyajikan analisa-analisa yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat, sepertihalnya berbagai bentuk pertanggungjawaban yang akan dijadikan sanksi bagi dokter ke berbagai segi, baik secara pidana, perdata dan secara kode etik profesi
yang tentunya terkait pelanggaran Informed Consent yang dilakukan oleh
dokter maupun tenaga medis. BAB IV. Penutup
Didalam BAB IV ini penulis akan menyajikan tentang kesimpulan dan saran-saran yang berkaitang dengan permasalahan yang telah dipaparkan dari hasil pada bab-bab sebelumnya.