• Tidak ada hasil yang ditemukan

Temuan and Hasil Penelitian Pengembangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Temuan and Hasil Penelitian Pengembangan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

62

A. Implementasi Model Pembelajaran TF-6M

Pada tahap implementasi ini, penelitian dilakukan dengan mengamati penerapan model pembelajaran TF-6M dalam pengembangan soft skills pada pembelajaran di SMK Kompetensi Keahlian Teknik Pendingin dan Tata Udara. Pengamatan yang dilakukan meliputi tahap persiapan implementasi, implementasi, dan penutup/evaluasi.

1. Tahap Persiapan Implementasi Model Pembelajaran TF-6M

Proses persiapan implementasi diawali dengan membuat kesepakatan dengan pihak sekolah. Dalam hal ini adalah dengan Kepala Sekolah SMK TI Pembangunan Cimahi, wakil kepala sekolah bidang Kurikulum dan beberapa Guru. Bentuk kesepakatannya adalah disetujuinya penelitian dilakukan di SMK TI Pembangunan. Dengan demikian, termasuk disetujuinya penggunaan peralatan yang ada di Workshop Teknik Pendingin dan Tata Udara, perubahan waktu belajar, dan perubahan jadwal mengajar. Hal ini dikarenakan proses belajar akan berubah dengan bentuk blok waktu. Dukungan dan persetujuan ini diperoleh setelah adanya penjelasan mendalam mengenai konsep dari model pembelajaran TF-6M, melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan menghadirkan pemegang HKI model TF-6M yaitu Dr. Dadang Hidayat M., M.Pd.

(2)

Gambar 4. 2FGD Implementasi Model TF-6M (2)

Hal ini sesuai dengan dalil pertama dalam model pembelajaran TF-6M yaitu:

Model TF-6M dapat terlaksana atas kesepakatan antara guru dengan peserta didik, didukung kebijakan kepala sekolah, sarana praktik yang terstandar, dan dilaksanakan dalam blok waktu yang cukup” (Hidayat, D. 2010).

Beberapa temuan dalam FGD tersebut adalah adanya anggapan bahwa Teaching Factory sama dengan Unit Produksi. Temuan lain adalah adanya resistensi yang muncul dari ungkapan beberapa Guru senior, seperti harus menambah waktu kerja mereka menjadi lebih lama, membuat lagi perencanaan dan perangkat pembelajaran yang baru. Akan tetapi beberapa hal tersebut dapat diperbaiki dengan penjelasan dan beberapa harapan perbaikan yang ditawarkan dengan pelaksanaan model TF-6M.

FGD kedua juga dilaksanakan untuk memberikan pengarahan kepada guru-guru yang terlibat dalam pembuatan perangkat pembelajaran dengan menggunakan Model TF-6M. Perangkat pembelajaran yang dibuat adalah sebagai berikut:

 RPP tentang cara mengubah iklim sekolah menjadi iklim industri,

 RPP tentang cara berkomunikasi yang baik,

 RPP untuk mengajarkan peserta didik menganalisis dan mengerjakan order, dan

 RPP tentang Model TF-6M.

(3)

Selanjutnya adalah tahap perubahan iklim sekolah menjadi iklim indutri. Tahap ini dilakukan dimulai dengan rencana observasi/ kunjungan ke dunia industri. Industri yang dituju adalah industri yang menangani proyek skala besar dan ke industri yang menangani proyek rumahan (bengkel-bengkel kecil).

Sebelum melaksanakan observasi, peserta didik di ajak untuk merencanakan program kunjungan. Hal ini dilakukan melalui pendekatan problem solving dengan metode inquiry discovery dengan diskusi, presentasi

dan tanya jawab. Selanjunya peserta didik diajak untuk menyimpulkan lembar observasi yang akan digunakan sebagai panduan saat kunjungan industri.

Peserta didik sedang berdiskusi untuk mempersiapkan kunjungan industri

Peserta didi sedang mempersentasikan hasil diskusi dalam rangka persiapan kunjungan industri

Gambar 4. 3. Tahap merencanakan program kunjungan industri

Lembar observasi diantaranya berisi tentang pendidikan karyawan, karir karyawan, gaji karyawan lulusan SMK, aturan-aturan kerja yang diberlakukan, peralatan dan bahan yang digunakan di bengkel tersebut.

(4)

yang kebetulan menjadi salah satu pengurus Asosiasi bidang Teknik Pendingin dan Tata Udara (APITU).

Bapak Asep Hermawan sedang menjelaskan seluk beluk perusahaannya

Peserta didik sedang mengamati peralatan dan bahan yang digunakan di workshop Bapak Asep

Hermawan

Peserta didik sedang mengamati peralatan dan bahan yang digunakan di workshop Bapak Asep Hermawan

Gambar 4. 4. Observasi ke Bengkel Pak Asep Hermawan

(5)

Peserta didik gugup saat memperkenalkan diri masing-masing.

Gambar 4. 5 Peserta didik memperkenalkan diri

Hal di atas membuktikan bahwa keahlian yang harus diasah bukan hanya kemampuan teknis (hardskill), tetapi juga kemampuan soft skills.

Hasil observasi, selanjutnya dibawa ke sekolah untuk didiskusikan dan berikutnya adalah mengambil kesimpulan. Beberapa data yang diperoleh dari diskusi adalah mengenai persamaan dan perbedaan pembelajaran di sekolah dengan aktivitas di industri. Persamaan yang yang diperoleh adalah sebagai berikut:

a. Peralatan yang digunakan tidak jauh berbeda antara di industri dan di sekolah.

b. Bahan-bahan yang digunakan sama antara di industri dan di sekolah. Sedangkan perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1

Perbedaan Industri dan Sekolah

Perbedaan Industri Sekolah

Aturan kerja Lebih disiplin Kurang disiplin Jam kerja 8 jam (normal) 5 jam

(6)

Peserta didik presentasi setelah mendiskusikan hasil observasi di lapangan

Gambar 4. 6 Diskusi dan presentasi hasil kunjungan industri

Proses selanjutnya adalah menawarkan kepada peserta didik untuk menggunakan model pembelajaran alternatif dengan menggunakan suasana industri dalam belajar. Artinya dalam pembelajaran akan menggunakan aturan kerja, jam kerja serta sistem penilaian seperti halnya di industri. Setelah sama-sama menyetujui maka diambil keputusan untuk menggunakan model TF 6M. Dalam tahap inilah, peserta didik diajak untuk melakukan kesepakatan sosial dengan bermain peran dalam menggunakan iklim industri di sekolah, yaitu peserta didik menjadi teknisi dan guru berperan sebagai asesor atau konsultan.

Guru menawarkan kepada peserta didik, untuk menggunakan model TF-6M dan menyepakati untuk bermain peran, Guru sebagai

konsultan/asessor dan peserta didik sebagai teknisi

Gambar 4. 7 Proses melakukan kesepakatan sosial dengan bermain peran

Bermain peran (role-playing) adalah strategi pengajaran yang termasuk ke dalam kelompok model pembelajaran sosial (social models). Strategi ini digunakan karena lebih menekankan sifat sosial dalam pembelajaran, dan memandang bahwa perilaku kooperatif dapat merangsang peserta didik baik secara sosial maupun intelektual (Joyce & Weil, 2003 hlm. 92).

(7)

ini dalam rangka persiapan pelaksanaan implementasi Model TF-6M. Model perubahan iklim tersebut digambarkan seperti gambar 4.8 berikut:

Gambar 4. 8. Model Perubahan iklim sekolah menjadi iklim industri

Proses selanjutnya dalam persiapan adalah penjelasan tahapan-tahapan dalam model pembelajaran TF-6M kepada peserta didik. Tahapan-tahapan tersebut adalah: menerima order, menganalisa order, menyatakan kesanggupan, mengerjakan order, melakukan Quality Control (QC), dan menyerahkan order. Pada tahapan – tahapan tersebut, secara garis besar terdapat tiga tahap soft skills dan tiga tahap hardskill.

Setelah peserta didik memahami tahapan dalam TF-6M, mereka diajak untuk mendiskusikan mengenai kompetensi apa saja yang harus dimiliki untuk menjalankan pembelajaran menggunakan Model TF-6M. Kesimpulan yang diperoleh dari diskusi tersebut adalah kebutuhan untuk mengasah soft skills dalam berkomunikasi, keberanian untuk menghadapi pelanggan, dan kepercayaan diri untuk menyatakan kesanggupan. Kebutuhan lain dalam mengasah hardskill, yaitu bagaimana menganalisa order dan mengerjakan order.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan kompetensi di atas, peserta didik diberikan pelatihan yang terencana. Pelatihan tersebut adalah sebagai berikut:

Persiapan Implementasi (Perubahan Iklim Sekolah

menjadi Iklim Industri)

Siswa diajak oleh Guru Kewirausahaan untuk mendiskusikan mengenai Lulusan SMK Kompetensi Teknik Pendingin dan Tata Udara, mengenai karir, kesesuaian profesi dengan sekolah, dan pengalaman-pengalaman yang diperoleh di dunia kerja. Selayang Pandang Dunia Kerja

Siswa dibimbing untuk merencanakan kunjungan ke indutri yang menangani bidang Teknik Pendingin dan Tata Udara, dalam rangka melihat secara nyata kondisi yang ada di Industri, baik mengenai pendidikan karyawan, karir lulusan SMK TPTU, Peralatan yang digunakan, sampai pada income yang didapat. Siswa secara berkelompok membuat panduan observasi sebagai pegangan kunjungan industri. Perencanaan Kunjungan Industri (CBSA)

Siswa berkunjung ke industri sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat dengan menggunakan pendekatan saintifik. Siswa menggali informasi sesuai dengan panduan observasi dengan melihat, mengamati, menanya dan menalar. Hasil Observasi akan dibahas dan didiskusikan di Sekolah

Kunjungan Industri (Scientific Approach)

(8)

a. Pelatihan menganalisa dan mengerjakan order

Pelatihan ini diberikan seperti halnya pembelajaran biasa, akan tetapi dilaksanakan menggunakan iklim industri. Peserta didik di berikan pengetahuan secara teoritis dan dilanjutkan dengan praktek. Pada pelatihan ini setiap peserta didik mengikuti dengan antusias.

Peserta didik sedang mengikuti berlatih untuk menganalisa dan memperbaiki AC split di

workshop sekolah, di pandu oleh Guru.

Gambar 4. 9 Pelatihan hardskill; menganalisa dan memperbaiki peralatan pendingin

Isi pelatihan meliputi: analisa kerusakan pada lemari es dan AC split, cara memperbaiki kerusakan pada lemari es dan AC split, serta cara merawat AC split.

b. Pelatihan kemampuan berkomunikasi (communication skill)

(9)

Suasana saat peserta didik mengkuti pelatihan komunikasi

Gambar 4. 10 Pelatihan soft skills, Cara berkomunikasi yang baik

Peserta didik mempraktekkan hasil pelatihan komunikasi, di pandu oleh trainer.

Gambar 4. 11 Pelatihan soft skills, praktek cara berkomunikasi yang baik

c. Pelatihan membuat service report

Pada pelatihan ini peserta didik diberikan pengetahuan dan cara membuat laporan untuk konsumen mengenai order yang diberikan. Pada laporan ini juga peserta didik harus memberikan rekomendasi kepada konsumen tentang keadaan terakhir peralatannya.

2. Tahap Implementasi Model Pembelajaran TF-6M Skala Sekolah

Tahap implementasi terdiri dari tahap pendahuluan dan tahap inti. Tahap pendahuluan terdiri dari kegiatan menerima order, menganalisis order, dan menyatakan kesiapan mengerjakan order. Sedangkan pada tahap inti terdiri dari kegiatan mengerjakan order, melakukan quality control, menyerahkan order kepada konsumen.

a. Tahap Pendahuluan

(10)

1) Guru sebagai asesor memberikan arahannya kepada peserta didik yang akan melakukan tugasnya sebagai teknisi, termasuk memberikan penekanan yang harus diperhatikan dalam menerima order, yaitu penggunaan bahasa yang benar, sikap yang santun, keramahan, dan kepercayaan diri.

2) Konsumen dalam memberikan order tidak selalu datang ke workshop, melainkan dapat melalui telepon, dengan demikian kamampuan berbicara melalui pesawat telepon harus dimiliki oleh peserta didik sebagai penerima order. Pada tahap implementasi ini order berasal dari lingkungan internal sekolah.

3) Peserta didik bersikap profesional melayani konsumen dengan sebaik mungkin, karena ini yang akan membiasakan peserta didik bekerja dengan sebaik mungkin.

4) Guru kemudian memberikan penilaian soft skills kepada peserta didik terhadap kegiatan menerima order.

Tahap 2, Menganalisis Order. Keadaan di lapangan yang terjadi melalui pengamatan, sebagai berikut:

1) Peserta didik memiliki tugas melakukan analisis order, mempelajari order, menentukan bahan dan alat yang dibutuhkan, dan perkiraan waktu untuk untuk menyelesaikan order, serta kalkulasi harga.

2) Kriteria hasil pekerjaan yang diinginkan menjadi poin utama dalam menganalisis order. Dalam hal ini, peserta didik berkonsultasi dengan guru sebagai konsultan, agar memperoleh analisa yang tepat.

Peserta didik memeriksa dan menganalisa AC Split di Ruang Komputer Sekolah.

(11)

Tahap 3, Menyatakan Kesiapan Mengerjakan Order. Keadaan yang terjadi melalui pengamatan adalah sebagai berikut:

1) Peserta didik menggunakan cara berkomunikasi/ bertutur kata yang cukup kepada konsumen untuk menyatakan kesiapan. Hal ini dilakukan kepada konsumen baik melalui telepon maupun yang datang langsung.

2) Kemampuan peserta didik dalam mengambil keputusan dan menyatakan kesiapan semakin percaya diri diimbangi dengan kemampuan kompetensi yang dimiliki.

3) Guru kemudian memberikan penilaian soft skills kepada peserta didik dalam rangka menyatakan kesiapan mengerjakan order melalui lembar observasi.

b. Tahap Inti

Tahap 1 Mengerjakan Order. Keadaan yang terjadi melalui pengamatan adalah sebagai berikut:

1) Guru sebagai konsultan dan asesor memberikan bimbingan dan arahan kepada peserta didik sebagai karyawan dalam mengerjakan order.

2) Guru kemudian memberikan penilaian kepada peserta didik terhadap kegiatan selama mengerjakan order.

3) Peserta didik sebagai teknisi bertanggung jawab dalam mengerjakan order dengan menerapkan prosedur keselamatan kerja dan standar kerja yang telah dipelajari.

(12)

Peserta didik sedang membersihkan

outdoor AC Split yang kotor.

Gambar 4. 13 Peserta didik melakukan pekerjaan perawatan pada unit outdoor AC Split di

lingkungan sekolah

Proses melaksanakan perawatan outdoor AC Split yang dilakukan oleh peserta didik pada saat mengerjakan order dinilai belum mengikuti standar. Hal ini dikarenakan peserta didik tidak menggunakan peralatan keamanan diri dan peralatan yang seharusnya. Seperti halnya hanya menggunakan peralatan seadanya untuk menggapai unit AC, tidak menggunakan tangga. Berikut adalah gambar yang seharusnya dilakukan dalam mengerjakan perawatan outdoor AC Split.

Sumber: serviceacmedanmurah.blogspot.com

Perawatan Outdoor AC Split sesuai

dengan SOP.

(13)

Peserta didik sedang membersihkan

indoor AC Split yang kotor.

Gambar 4. 15 Peserta didik melakukan pekerjaan perawatan pada unit indoor AC Split di

lingkungan sekolah

Pada gambar di atas juga terlihat bahwa peserta didik melakukan perwatan indoor AC Split tidak sesuai dengan SOP. Berikut adalah gambar proses merawat indoor AC Split yang sesuai dengan SOP.

Sumber: serviceacmedanmurah.blogspot.com

Proses membersihkan indoor AC

Split yang kotor sesuai dengan SOP,

dilengkapi dengan alat perlindungan

diri dan peralatan yang sesuai

dengan SOP.

Gambar 4. 166 Teknisi AC melakukan pekerjaan perawatan pada unit indoor AC Split

Tahap 2, Melakukan Quality Control (QC). Keadaan yang terjadi melalui pengamatan adalah sebagai berikut:

1) Peserta didik mengecek kesesuaian hasil pekerjaan secara keseluruhan dengan menggunakan form isian service report. 2) Peserta didik melakukan konsultasi dan diskusi dengan asessor

(14)

Peserta didik melakukan pengecekan ulang hasil pekerjaan perawatan AC Split di Ruang komputer Sekolah.

Gambar 4. 176 Peserta didik melakukan QC pada unit AC Split di lingkungan sekolah

Tahap 3 Menyerahkan Order kepada Pemesan. Hasil pengamatan yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut:

1) Peserta didik menyerahkan order sesuai dengan keinginan konsumen dengan berkomunikasi menggunakan tutur kata yang baik.

2) Penyerahan order disertai dengan service report, yang berisi tentang keadaan alat yang dikerjakan. Pada service report juga berisi rekomendasi dari hasil pekerjaannya dan disampaikan kepada konsumen.

3) Peserta didik masih gugup dalam kegiatan menyerahkan order, karena perasaan cemas mengenai produk yang dibuat, sikap kekhawatiran yang berlebih dalam menanggapi teguran konsumen membuat peserta didik ragu untuk melakukannya terutama tentang posisi sebagai peserta didik SMK.

4) Guru memberikan penilaian soft skills terhadap kinerja peserta didik dalam melakukan kegiatan menyerahkan order, termasuk penilaian sikap, dan keterampilan dalam berkomunikasi.

(15)

kemampuan meyakinkan orang lain. Selain itu juga termasuk tutur kata yang digunakan, mimik muka dan juga body language. Data dan pembahasan mengenai perubahan tersebut akan dibahas pada pembahasan berikutnya.

3. Tahap Implementasi Model Pembelajaran TF-6M Skala luas

Secara umum tahap implementasi skala luas tidak jauh berbeda dengan implementasi skala sekolah. Perbedaan mendasarnya terletak pada konsumen yang ditangani. Pada implementasi skala luas, peserta didik akan menangani order dan konsumen dari masyarakat umum.

Tahap implementasi skala luas juga terdiri dari tahap pendahuluan dan tahap inti. Tahap pendahuluan terdiri dari kegiatan menerima order, menganalisis order, dan menyatakan kesiapan mengerjakan order. Sedangkan pada tahap inti terdiri dari kegiatan mengerjakan order, melakukan quality control, menyerahkan order kepada konsumen. Pada tahap implementasi Model Pembelajaran dengan skala luas, peserta didik memperoleh pengalaman dan pembelajaran yang utuh. Artinya peserta didik mempraktekkan setiap tahapan-tahapan Model TF-6M secara keseluruhan dengan menggunakan bekal-bekal pelatihan yang telah diberikan.

Peserta didik berlatih untuk memenuhi tanggung jawabnya, meskipun masih terdapat beberapa konsultasi kepada konsultan. Hal ini dikarenakan peserta didik kurang yakin dengan order yang mereka kerjakan. Salah satunya adalah ketika mendapatkan trouble di lapangan yang belum pernah mereka pelajari sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa peran Guru sebagai konsultan sangat vital dalam implementasi Model TF-6M.

Temuan lain yang ditemui oleh peserta didik adalah ketika berhadapan dengan konsumen/pemberi order yang “cerewet”. Dalam hal ini peserta didik merasakan pentingnya penerapan dari pelatihan komunikasi yang telah diberikan, meskipun kadang peserta didik merasa kesal, ketakutan, dan kurang percaya diri untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan konsumen.

Berdasarkan wawancara singkat dengan Guru diperoleh hasil yang menarik, yaitu adanya semangat yang berbeda pada peserta didik yang tadinya

(16)

singkat dengan peserta didik terbaca adanya perasaan senang, karena memperoleh banyak pengalaman baik dalam hal hard skills maupun soft skills-nya yang menurutnya tidak diperoleh selama ini di sekolah. Dalam hal hard skills mereka memperoleh pengalaman praktek yang banyak sehingga mengasah kemampuan dalam analisa dan troubleshoot. Sedangkan pada soft skills-nya, mereka merasa bisa membangun kerjasama dengan tim-nya, bisa menjelaskan dan bernegosiasi dengan konsumen/pemberi order.

4. Tahap Penutup/Evaluasi Model Pembelajaran TF-6M

Kegiatan pada tahap ini bertujuan memberikan masukan dari pelaksanaan implementasi Model TF-6M pada kompetensi Teknik Pendingin dan Tata Udara yang telah dilakukan. Hasil pengamatan yang yang diperoleh pada tahap ini adalah sebagai berikut:

a. Guru berperan sebagai konsultan, asesor dan penanggung jawab seluruh program pembelajaran, bertugas mengamati, mengevaluasi hasil belajar, mengevaluasi proses dan program pembelajaran.

b. Evaluasi dilakukan setiap pagi sebelum proses pembelajaran dengan Model TF-6M dimulai, seperti layaknya di industri dalam melaksanakan breefing sebelum mulai pekerjaan. Dalam kegiatan ini juga dilakukan diskusi membahas tentang pengalaman mengerjakan order yang sebelumnya dikerjakan, baik trouble yang yang dikerjakan maupun penyelesaiannya. Upaya ini berfungsi untuk memantau perkembangan penerapan model sekaligus melihat perkembangan kompetensi peserta didik.

B. Perubahan Soft skills Peserta Didik Kompetensi Keahlian Teknik Pendingin dan Tata Udara

(17)

 Data observasi pada peserta didik dalam melaksanakan Model TF-6M ranah soft skills (Menerima order, Menyatakan kesanggupan dan Menyerahkan order) yang dilakukan peneliti.

 Data dari angket yang diisi oleh peserta didik, untuk melihat beberapa perubahan aspek soft skills terutama pada ranah interpersonal skills.

 Data hasil evaluasi autentik yang dilakukan guru.

Secara garis besar kemampuan peserta didik dalam proses pembelajaran TF-6M yang menggambarkan soft skills peserta didik meningkat seiring dengan bertambahnya pengalaman peserta didik dalam menerima order dalam bentuk pekerjaan perawatan dan perbaikan peralatan pendinginn. Dalam hal belajar paling tidak terdapat tiga dimensi, yaitu (1) pengalaman atau latihan, (2) terjadinya perubahan tingkah laku, (3) tingkah laku sebagai hasil belajar (Kimlet dlm Supriadie, 2012: 27). Berdasarkan pendapat tersebut, proses pembelajaran dengan implementasi Model TF-6M mempengaruhi soft skills peserta didik sebagai hasil dari proses pembelajaran. Kemampuan soft skills peserta didik meningkat seiring bertambahnya pengalaman peserta didik dalam melakukan pekerjaan menerima dan menangani order. Kemampuan soft skills peserta didik bergerak naik semenjak diterapkannya Model TF-6M. Perkembangan soft skills peserta didik dapat dilihat cara berkomunikasi yang meliputi bahasa lisan, body language, cara pandang, serta mimik muka.

Gambaran Kemampuan Soft skills dalamMenerima Order

(18)

implementasi skala sekolah, c) setelah melaksanakan implementasi skala luas.

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dapat dibuat tabel kemampuan soft skills peserta didik dalam menerima order berikut.

Tabel 4.2

Kemampuan Soft skills Menerima Order

Proses 1 Proses 2 Proses 3

Jumlah 230 378 488

Rata-rata 7.188 11.813 15.250

Maksimum 11 14 18

Minimum 3 9 13

Berdasarkan tolok ukur kategori yang didasarkan pada kurva normal berikut: rata-rata di atas 16,67.

Rata-rata kemampuan soft skills peserta didik dalam menerima order berada pada kategori sedang, yaitu 7,188 setelah melaksanakan proses perubahan iklim sekolah menjadi iklim industri. Rata-rata setelah melaksanakan implementasi skala sekolah sebesar 11,813. Rata-rata setelah melaksanakan implementasi skala luas sebesar 15,25.

Perubahan kemampuan peserta didik tergambar dari cara komunikasi peserta didik dalam menerima order dari pelanggan. Peserta didik pada awalnya terlihat kebingungan dengan apa yang harus mereka lakukan dalam menerima order. Dilihat dari mimik wajahnya sebagaian besar peserta didik terlihat tegang. Ketika Peneliti menanyakan kesan

(19)

pertama menerima order sebagian besar peserta didik menjawab tegang dan kurang percaya diri. Seiring dengan berjalannya pembelajaran menggunakan model TF-6M, kemampuan dalam menerima order meningkat. Hal ini terlihat dari rasa percaya diri peserta didik dalam berkomunikasi menerima pelanggan. Peserta didik lebih percaya diri dalam menaggapi keluhan konsumen.

Gambaran Perubahan Kemampuan Soft skills Dalam

Menyatakan Kesanggupan Mengerjakan Order

Observasi ini juga dilakukan pada sampel yang sama. Data hasil observasi kemampuan soft skills dalam menyatakan kesanggupan mengerjakan order yang dilakukan selama proses sebanyak tiga kali: a) setelah melaksanakan proses perubahan iklim sekolah menjadi iklim industri; b) setelah melaksanakan implementasi skala sekolah, c) setelah melaksanakan implementasi skala luas.

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dapat dibuat tabel kemampuan soft skills peserta didik dalam menyatakan kesanggupan mengerjakan order berikut.

Tabel 4. 3

Menyatakan Kesanggupan Mengerjakan Order

Proses 1 Proses 2 Proses 3

Jumlah 312 479 519

Rata-rata 9.750 14.969 16.219

Maksimum 14 19 19

(20)

sekolah sebesar 14,969. Rata-rata setelah melaksanakan implementasi skala luas sebesar 16,219.

Kemampuan komunikasi peserta didik pada langkah menyatakan kesanggupan mengerjakan order di awal terlihat kurang percaya diri. Ini dilihat ketika peserta didik menyatakan kesanggupan menerima order. Sebagian besar peserta didik pandangan matanya banyak melihat bukan kepada lawan bicara. Bahasa lisan yang menggambarkan tingkat emosi, peserta didik berbicara terbata-bata. Kemampuan ini disebabkan penguasaan tentang analisis order masih rendah rendah. Hal ini mengakibatkan kurang percaya diri dalam berkomunikasi. Seiring dengan seringnya menangani order dan diskusi pada saat breefing pagi sebelum memulai pekerjaan, kemampuan analisa order meningkat, sehingga dalam menyatakan kesanggupan meningkat setelah implementasi skala sekolah dan implementasi skala luas.

Gambaran Perubahan Kemampuan Soft skills Dalam

Menyerahkan Order

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dapat dibuat tabel kemampuan soft skills peserta didik dalam menyerahkan order berikut.

Tabel 4. 4 Menyerahkan Order

Proses 1 Proses 2 Proses 3

Jumlah 253.00 425.00 475.00

(21)

Rata-rata kemampuan soft skills peserta didik dalam menyerahkan order 7,91 berada pada kategori sedang. Setelah melaksanakan proses perubahan iklim sekolah menjadi iklim industri 13,28 berada pada kategori sedang. Rata-rata setelah melaksanakan implementasi skala sekolah sebesar 14,84 berada pada kategori tinggi.

Kemampuan komunikasi peserta didik pada langkah Menyerahkan Order kepada pelanggan saat di awal tergambar dengan peserta didik bingung bagaimana cara menyerahkan order kepada pelanggan. Peserta didik lebih cendrung hanya memberitahukan bahwa pekerjaannya telah selesai, tanpa melakukan pembicaraan yang detil mengenai kondisi unit dengan pelanggan. Dilihat dari mimik wajahnya sebagaian besar peserta didik terlihat tegang. Ketika Peserta didik mengarahkan pelanggan dalam melakukan pembayaran peserta didik ragu-ragu dalam berbicara. Hal ini tergambar dari bahasa lisan yang terbata-bata dalam menyampaikan pesan.

(22)

berubah-ubah volumenya menunjukan diri komunikan kurang mampu dalam membicarakan suatu topik serta gagap dan ragu menunjukan ketidaktenangan atau peka terhadap materi pembicaraan.

Dihubungkan dengan hasil belajar peserta didik dalam soft skills, hasil belajar dipengaruhi oleh (1) Faktor internal yakni semua faktor yang berada dalam diri individu, (2) Faktor eksternal yakni semua faktor yang berada di luar diri individu, misalnya orang tua dan guru, atau kondisi lingkungan di sekitar individu (Slameto, 2010, hlm. 54-72). Aspek yang mempengaruhi hasil belajar salah satunya adalah metode pembelajaran yang digunakan. Efektifnya Model TF-6M dalam meningkatkan kemampuan soft skills peserta didik tidak terlepas dari kedua faktor tersebut, baik itu dari peserta didiknya sendiri (internal) maupun dari proses pembelajaran yang dilaksanakan (eksternal). Pembelajaran TF-6M secara tidak langsung mengajarkan peserta didik dalam mengelola diri dalam bentuk tanggung jawab untuk berkomunikasi. Hal ini sesuai dengan manfaat Teaching Factory, Menurut Yahya dan Muhammad (dalam Syafiah, 2012, hlm.43):

1. Proses belajar menjadi lebih efektif bagi peserta didik karena mengekspos ke lingkungan yang realistis.

2. Meningkatkan kualitas pengajaran dan pembelajaran juga sikap dan pola pikir guru dan peserta didik.

3. Para peserta didik dengan terbiasa dengan sikap multidisiplin dan rekayasa seperti di industri.

4. Peserta didik akan belajar dan mengambil tanggung jawab untuk berkomunikasi dengan seorang pelanggan, perencanaan dan penjadwalan kerja dengan baik dan memastikan kualitas yang dicapai sebagai diisyarakat oleh spesifikasi order.

5. Peserta didik memungkinkan untuk berhubungan erat dengan aspek pekerjaan studi mereka dan mengurangin kesenjangan antara industri dan pelatihan

C. Model Implementasi untuk Pengembangan Soft skills Peserta Didik

(23)

Pengembangan soft skills pada penerapan Model TF-6M ini lebih ditekankan pada ranah interpersonal skills peserta didik. Yaitu mengembangkan kepercayaan diri peserta didik khususnya dalam berkomunikasi kepada konsumen, baik pada saat menyatakan kesiapan mengerjakan order, maupun pada saat menyerahkan order dan memberikan rekomendasi unit yang dikerjakan. Aspek Interpersonal skills yang juga dikembangkan adalah bagaimana membina hubungan baik dan kerjasama dengan tim.

Gambar 4. 16 Model Implementasi untuk Pengembangan Soft skills Peserta Didik

Proses pembelajaran pada Model TF-6M menyerupai suasana dunia usaha. Peserta didik berperan sebagai pekerja dan guru berperan sebagai konsultan. Model TF-6M mampu memberikan pengalaman bagaimana bekerja di dunia usaha yang sesungguhnya sehingga memberikan dampak positif kepada peserta didik. Proses pengembangan soft skill juga lakukan seperti halnya di industri, yaitu dengan diadakannya pelatihan-pelatihan komunikasi. Pelatihan-pelatihan tersebut meliputi pelatihan tentang komunikasi secara umum, public speaking, komunikasi efektif, komunikasi marketing dan praktek berbicara. Peserta didik dituntut belajar bertanggung jawab untuk berkomunikasi dalam mengikuti proses pembelajaran serta lebih percaya diri dalam pembelajaran. Model pembelajaran TF-6M memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar dan

(24)

melakukan komunikasi secara langsung. Salah satu prinsip penentu keberhasilan metode pembelajaran yang digunakan adalah adanya repetisi atau pengulangan. Model TF-6M memberikan pengalaman yang berulang dalam melakukan menerima pelanggan dalam pekerjaan perawatan dan perbaikan peralatan pendingin. Selama proses penelitian, peserta didik diberikan pengalaman berkali-kali dalam melakukan komunikasi kepada pelanggan. Pemaparan sebelumnya memperlihatkan bahwa kemampuan softskils peserta didik meningkat dari waktu ke waktu. Hal tersebut membuktikan bahwa pengalaman yang berulang-ulang yang diperoleh melalui Model TF-6M mampu meningkatkan kemampuan soft skills peserta didik. Pembelajaran dengan pencontohan secara langsung dapat mengembangkan soft skills peserta didik.

Berdasarkan pemaparan di atas, tampak bahwa proses pembelajaran pada Model TF-6M berpengaruh positif pada kepercayaan diri peserta didik. Berkaitan dengan soft skills pada proses pembelajaran TF-6M keterampilan peserta didik di asah secara langsung menghadapi konsumen. Keterampilan peserta didik berkembang akibat dari pengalaman. Pendapat tersebut telah dibuktikan kebenarannya dalam penelitian ini. Pengalaman yang diperoleh peserta didik selama proses pembelajaran Model TF-6M mampu meningkatkan kemampuan soft skills peserta didik. Pengalaman yang diperoleh melalui Model TF-6M mampu mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik secara maksimal.

(25)

dapat menumbuhkan hubungan baik dengan orang lain. Berkomunikasi yang baik akan meninggalkan kesan yang baik dalam menjalin hubungan dengan orang lain sesuai dengan bidangnya. Hal tersebut sesuai dengan tujuan model pembelajaraan TF-6M, yaitu meningkatkan kompetensi peserta didik dalam mata pelajaran produktif, dengan menciptakan hubungan sosial dalam bentuk berkomunikasi, dan bekerja sebagai pekerja dalam iklim atau suasana industri dalam suatu blok waktu di sekolah (Hidayat, D., 2010 hlm. 420).

(26)

[ Sugeng Rifqi M. TF-6M | 2015 ]

MODEL IMPLEMENTASI MODEL TF

-

6M TPTU

Persiapan Implementasi (Perubahan Iklim Sekolah menjadi

Iklim Industri)

Siswa diajak oleh Guru Kewirausahaan untuk mendiskusikan mengenai Lulusan SMK Kompetensi Teknik Pendingin dan Tata Udara, mengenai karir, kesesuaian profesi dengan sekolah, dan pengalaman-pengalaman yang diperoleh di dunia kerja. Selayang Pandang Dunia Kerja

Siswa dibimbing untuk merencanakan kunjungan ke indutri yang menangani bidang Teknik Pendingin dan Tata Udara, dalam rangka melihat secara nyata kondisi yang ada di Industri, baik mengenai pendidikan karyawan, karir lulusan SMK TPTU, Peralatan yang digunakan, sampai pada income yang Perencanaan Kunjungan Industri (CBSA)

Siswa berkunjung ke industri sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat dengan menggunakan pendekatan saintifik. Siswa menggali informasi sesuai dengan panduan observasi dengan melihat, mengamati, menanya dan menalar. Hasil Observasi akan Kunjungan Industri (Scientific Approach)

Diskusi dan Pembahasan hasil observasi di Industri. Siswa menyimpulkan perbedaan dan persamaan kondisi di Sekolah dan di Industri. Siswa ditawarkan untuk menggunakan suasana industri dalam pembelajaran dengan menggunakan Model Teaching Factory 6 Langkah. Dihasilkan kesepakatan sosial: Kesepakatan Sosial Perubahan Iklim

(27)

D. Kelebihan Implementasi Model Pembelajaran TF-6M Pada SMK Kompetensi Keahlian Teknik Pendingin dan Tata Udara

Pada pelaksanaan implementasi Model TF-6M di SMK Kompetensi Keahlian Teknik Pendingin dan Tata Udara, diperoleh beberapa kelebihan, yaitu:

1. Pengalaman yang diperoleh peserta didik merupakan pengalaman langsung menghadapi kondisi di lapangan.

2. Melalui pelaksanaan pembelajaran dengan model TF-6M, peserta didik semakin sering mengerjakan order, maka semakin terasah kemampuan menyelesaikan permasalahan secara teknis, sehingga meningkatkan kepercayaan diri peserta didik.

3. Semakin banyak konsumen yang dihadapi, maka semakin banyak pengalaman dalam berkomunikasi dengan berbagai karakter dan tipe konsumen.

E. Kelemahan Implementasi Model Pembelajaran TF-6M Pada SMK

Kompetensi Keahlian Teknik Pendingin dan Tata Udara

Selama proses implementasi Model TF-6M di SMK Kompetensi Keahlian Teknik Pendingin dan Tata Udara ditemukan beberapa permasalahan, yang dianggap sebagai kelemahan, yaitu:

1. Persiapan order kurang cukup.

Pada pelaksanaan implementasi model TF-6M Kompetensi keahlian Teknik Pendingin dan Tata Udara, berada pada bidang jasa, sehingga order yang ada harus terus menerus. Dalam pelaksanaan penelitian ini, order yang ada berasal dari beberapa koneksi guru dan Peneliti, sehingga dalam satu hari masih ada kelompok yang tidak mendapatkan order. 2. Keamanan dan Pemantauan

Gambar

Gambar 4. 1  FGD Implementasi Model TF-6M
Gambar 4. 2 FGD Implementasi Model TF-6M (2)
Gambar 4. 3. Tahap merencanakan program kunjungan industri
Gambar 4. 4. Observasi ke Bengkel Pak Asep Hermawan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengelolaan media tidak saja berbicara bagaimana perjalanan media massa itu sendiri sejak era konvensional sampai media interaktif saat ini, bagaimana media

Kalkulasi yang dilakukan di California menunjukkan bahwa apabila proses daur ulang dapat diterapkan hingga di level negara bagian California, maka energi yang dihemat cukup untuk

Kontribusi praktis yang dapat diberikan bagi pengelola hotel berbintang, khususnya di Bali adalah beberapa masukan atau saran dalam rangka meraih kinerja perusahaan yang

[r]

Nurhayati (2013) menemukan bahwa likuiditas berpengaruh negatif pada kebijakan dividen tunai, Sandy dan Asyik (2013) menemukan bahwa likuiditas yang diproksikan dengan

Hasilnya, analisis kebangkrutan dengan menggunakan metode Altman Z-Score pada PT Indofood Sukses Makmur Tbk untuk tahun 2005-2009 berkesimpulan bahwa perusahaan berpotensi

[r]

Dalam kegiatan operasional bank, prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan