• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGADAAN TANAH UNTUK PROYEK PPP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGADAAN TANAH UNTUK PROYEK PPP"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGADAAN TANAH UNTUK PROYEK PPP

Oleh: Devri Radistya

Kelas 8D Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Bintaro email: devri.app@gmail.com

Abstrak – Kemitraan Pemerintah Swasta disingkat KPS atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai Public

Private Partnership atau disingkat PPP atau P3 adalah bentuk perjanjian jangka panjang (biasanya lebih dari 20 tahun) antara pemerintah, baik pusat ataupun daerah dengan mitra swasta. Permasalahan umum dari tertundanya proyek-proyek KPS yang dilaksanakan di Indonesia adalah masalah kelembagaan, pengadaan lahan, biaya, dan peraturan. Pengadaan lahan menjadi krusial apabila dilihat dari mayoritas proyek-proyek KPS tertunda karena sulitnya melakukan pembebasan lahan. UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang mulai tahun 2013 diimplementasikan merupakan terobosan pemerintah dalam menghilangkan bottleneck dalam pengadaan lahan.

Kata Kunci: pemerintah, public private partnership, KPS, pengadaan tanah

1. PENDAHULUAN 2.

3. 1.1 Latar Belakang Masalah

4. Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) sebagai bagian dari inisiatif ekonomi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dibuat karena melihat potensi Indonesia sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia. Salah satu indikatornya adalah peningkatan PDB sekitar 5-6% per tahun selama tiga tahun terakhir. Namun, proyek - proyek MP3EI yang besar ternyata tidak semua dibiayai oleh pemerintah, hanya sekitar 30% dari pendanaan proyek tersebut yang berasal dari pemerintah dari proyek - proyek MP3EI yang bernilai Rp. 4.600 triliun (US $400 miliar) sampai dengan tahun 2025. Sisanya dibiayai dari BUMN ataupun campuran BUMN-Pemerintah serta melalui skema Kerjasama Pemerintah Swasta (Public Private Partnership).

5. Kemitraan Pemerintah Swasta disingkat KPS atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai Public Private Partnership atau disingkat PPP atau P3 adalah bentuk perjanjian jangka panjang (biasanya lebih dari 20 tahun) antara pemerintah, baik pusat ataupun daerah dengan mitra swasta. Melalui perjanjian ini, keahlian dan aset dari kedua belah pihak (pemerintah dan swasta) bekerjasama dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Dalam melakukan kerjasama ini risiko dan manfaat potensial dalam menyediakan pelayanan ataupun fasilitas dipilah/dibagi kepada pemerintah dan swasta. Proyek-proyek KPS yang ditawarkan oleh pemerintah Indonesia kepada sektor

swasta (baik pihak asing maupun lokal) melalui Bappenas (Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional) dan Kementerian Ekonomi. Hal yang penting dari tujuan pemerintah Indonesia untuk menjadi salah satu dari sepuluh negara dengan ekonomi terbesar pada tahun 2025 sesuai dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Rencana besar yang baru diluncurkan ini mencakup program jangka panjang yang melibatkan kerja sama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan usaha milik negara (BUMN), dan sektor swasta. Sektor swasta memiliki peran yang sangat penting karena diharapkan untuk membiayai sebagian besar pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui proyek-proyek KPS tersebut. Namun, sampai saat ini kerangka proyek KPS belum menunjukkan hasil yang memuaskan karena terdapat berbagai macam permasalahan. Permasalahan ini disebabkan berbagai faktor, hal yang penting adalah untuk membangun track record yang baik yang menunjukkan kemampuan untuk mewujudkan dan mengelola proyek-proyek KPS sehingga sektor swasta akan mempunyai kepercayaan terhadap proyek KPS di Indonesia.

(2)

varian definisi KPS, antara lain, adalah (Bult-Spiering and Dewulf, 2006): 7. 1. KPS sebagai reformasi manajemen ketika fungsi pemerintahan dan birokrasi mengalami perubahan dan pencerahan dari interaksinya dengan manajemen profesional yang biasanya dimiliki oleh sektor swasta.

8. 2. KPS adalah kerjasama yang melembaga dari sektor publik dan sektor swasta yang bekerja bersama untuk mencapai target tertentu ketika kedua belah pihak menerima risiko investasi atas dasar pembagian keuntungan dan biaya yang dipikulnya.

9. 3. KPS adalah kerjasama antara pemerintah dan swasta yang menghasilkan produk atau jasa dengan risiko, biaya, dan keuntungan ditanggung bersama berdasarkan nilai tambah yang diciptakannya.

10. Laporan United Nations Development Program (2004), United Nations Economic Commission for Europe (2008), dan Asian Development Bank (2008), para pihak KPS dapat dikategorikan menjadi 3 unsur, yaitu:

11. 1. Negara; berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif.

12. 2. Swasta; mendorong terciptanya lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan masyarakat. 13. 3. Masyarakat; mewadahi interaksi sosial politik, memobilisasi kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi sosial dan politik.

14. KPS di Indonesia bukan tanpa masalah, terdapat beberapa ketentuan dan peraturan pemerintah yang mengatur beberapa aspek, seperti halnya penanaman modal asing, pelestarian lingkungan hidup serta penggunaan dan pembebasan tanah yang masih belum mendukung iklim investasi terutama pada pengadaan lahan. Proyek – proyek yang tertunda karena pengadaan lahan yang sulit antara lain pembangunan PLTU 2x1.000 MegaWatt (MW) di Kabupaten Batang, proyek kerjasama pemerintah swasta (KPS) Cikampek-Palimanan, jalan tol Medan-Kualanamu, dan proyek lainnya.

15. Pengadaan tanah merupakan perbuatan pemerintah untuk mewujudkan tersedianya tanah untuk digunakan dalam berbagai kepentingan bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Prinsip dasar

dalam pengadaan tanah, demokratis, adil, transparan, menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, serta mengedepankan asas musyawarah. Peradilan adalah pintu terakhir dalam menghadapi kebuntuan dalam musyawarah antara pemerintah yang memerlukan tanah dengan masyarakat pemilik tanah. Pembangunan untuk kepentingan umum menjadi salah satu dasar bagi pemerintah untuk melegitimasi dalam rangka melaksanakan pengadaan tanah, karena pemerintah memerlukan tanah untuk mewujudkan pembangunan di segala bidang dan ternyata dalam praktek di lapangan ketersediaan tanah semakin terbatas, akibatnya pengadaan tanah menjadi terhambat dan pembangunan fisiknya tidak dapat dilakukan sesuai jadwal yang telah di tetapkan, dengan demikian pemerintah dapat menderita kerugian yang besar karena proyek yang akan dibangun tertunda pengoperasiannya. Keuntungan dan kerugian menjadi faktor utama bagi pihak swasta dalam berinvestasi atau mengerjakan suatu proyek dengan skema KPS, track record yang kurang baik dalam pengadaan lahan untuk proyek dengan skema KPS ini membuat investor perlu pertimbangan yang sulit dalam investasi atau pengerjaan proyek ini.

16. KPS bertujuan agar dapat melayani masyarakat dan demi kepentingan umum. Doktrin kepentingan umum (Public Purpose Doctrine) disampaikan oleh Michael G Kitay.1 Beliau mengemukakan

bahwa untuk menentukan kepentingan umum dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu melalui penyusunan pedoman umum (General Guide) dan ketentuan-ketentuan daftar (list provision). Dalam model “General Guide”, Negara hanya menyatakan bahwa pengadaan tanah dibutuhkan untuk kepentingan umum. Negara tidak perlu secara eksplisit mengatur dan atau menentukan dalam peraturan perundangundangannya tentang bidang kegiatan apakah yang disebut dengan kepentingan umum. Penentuan apakah kegiatan itu terkualifikasi sebagai kepentingan umum atau tidak menjadi kewenangan pengadilan. Pengadilanlah yang akan memutus secara kasuistis apakah kegiatan itu masuk sebagai kegiatan (pengadaan tanah) untuk

1 Michael G. Kitay, dalam Oloan Sitorus dan Dayat Limbong,

(3)

kepentingan umum, tentunya dengan mempertimbangkan seluruh aspek yang terkait tidak saja kepentingan pemegang hak atas tanah, tapi juga kepentingan pemohon. Negara yang menggunakan model “General Guide” ini adalah India dan Amerika Serikat. Di India, kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan oleh putusan pengadilan sebagai bidang-bidang kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum, seperti yang dikemukakan oleh Prakash Anggarwala, antara lain, misal

quarter for municipal servant (pusat-pusat bagi pegawai pemerintah dan pusat pendidikan dan latihan), “seed multiplication farm (ladang pembibitan),

roads (jalan-jalan), house sites for poor people (tapak rumah untuk orang miskin), serta house for government people

(rumah-rumah untuk pegawai pemerintah).2 Model yang kedua (list provision) yaitu model dimana Negara mengidentifikasi dan menentukan dalam peraturan perundangannya kegiatan -kegiatan apa saja yang dapat dikategorikan sebagai kepentingan umum. Dalam praktik, kedua cara itu sering ditempuh secara bersamaan.3 Negara

dalam peraturan perundangannya selain menyatakan bahwa pengadaan tanah itu dibutuhkan untuk kepentingan umum, juga kemudian menyusun daftar bidang -bidang kegiatan (listprovision) yang dapat dimasukkan dalam lingkup kepentingan umum. Penyusunan list provision ini dapat dilakukan secara luas (boarder), sempit (narrower), dan campuran (composite). Penyusunan secara luas jika dalam bidang-bidang kegiatan tersebut ditentukan dalam peraturan perundangan secara garis besar, tanpa rincian, sehingga memungkinkan setiap orang melakukan interpretasi bahwa kegiatannya masuk kategori kepentingan umum (Pasal 18 UUPA). Penyusunan secara sempit dilakukan, jika bidang - bidang kegiatan untuk kepentingan umum tersebut sudah diatur sedemikian rinci, sehingga tidak memungkinkan adanya interpretasi atau munculnya bidang kegiatan baru sebagai bidang kepentingan umum di luar yang sudah ditentukan dalam peraturan perundangan (lihat Perpres No. 65 Tahun 2006 jo Perpres No. 36 Tahun 2005).

2 Ibid.

3 Mohammad Hatta, Hukum Tanah Nasional Dalam Perspektif Negara Kesatuan, Media Abadi, Yogyakarta, 2005, h. 156.

Sedangkan model campuran dilakukan apabila setelah rincian bidang-bidang kegiatan kepentingan umum diatur dalam peraturan perundangan, masih membuka kemungkinan munculnya rumusan baru tentang bidang kegiatan kepentingan umum melalui penetapan dan atau keputusan penguasa/Pemerintah (Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Keppres No. 55 Tahun 1993).

17.

18. 1.2 Maksud dan Tujuan  Untuk mengetahui bagaimana permasalahan pengadaan lahan menghambat KPS secara keseluruhan

19.

20. LANDASAN TEORI

21.

21.1Metode penelitian

22. Kajian mengenai pengadaan lahan dilakukan dengan metode kepustakaan dan internet.

23.

24. 2.2 Landasan hukum

25. Landasan hukum yang digunakan undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Perpres No. 13 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

26.

27. HASIL DAN PEMBAHASAN 28.

29. 3.1. Permasalahan Umum

30. Permasalahan umum dari proyek-proyek KPS yang dilaksanakan di Indonesia adalah sebagai berikut:

31. 1. Masalah Pembebasan Lahan menghadapi beberapa permasalahan yakni:

32. -Masyarakat pemilik tanah, 33. -Pemda baik Camat, Lurah, RW, RT dan masyarakat adat serta pemimpin adat.

34. -Terdapat kepentingan politis tertentu di daerah tempat akan dibangunnya infrastruktur

35. -Lahan-lahan yang dikuasai oleh pemegang HPH (Hak Pengelolaan Hutan) dan lahan yang dikuasai pemegang KP (Kuasa Penambangan)

(4)

Dampak Lingkungan).

37. 2.Biaya; pendanaan khusus yang dialokasikan oleh Pemerintah untuk pembebasan lahan bagi proyek-proyek KPS tidak memadai karena perencanaannya tidak melihat pada situasi aktual di lapangan. Beberapa negara asia sasaran investasi seperti di Cina, India dan Malaysia, pemerintah masing-masing secara penuh menanggung biaya dari pembebasan lahan dan menyiapkan lahan bagi proyek-proyek infrastruktur dinegaranya kemudian ditawarkan kepada investor, sehingga investor dan kontraktor hanya mengurus pembangunan infrastruktur tanpa harus terlibat dalam masalah pembebasan lahan. Sedangkan di Indonesia permasalahan lahan harus ditangani sendiri oleh investor apabila dibandingkan dengan negara tetangga, hal ini menjadi ketidakunggulan bagi Indonesia.

38. 3. Peraturan: Perpres No. 13 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur menyatakan bahwa seluruh tender pemerintah yang diikuti dan dimenangkan oleh swasta harus dilaporkan ke DPRD serta harus diproses dan selesai oleh DPR selambat-lambatnya 15 hari kerja, namun apabila dilihat dari sisi di lapangan, dibutuhkan sekurang-kurangnya 6 bulan untuk menyelesaikan dan melaporkan proses tender ke DPRD dan persetujuan untuk proyek yang bersangkutan. Hal yang terkait dengan permasalahan di peraturan adalah mengenai Lelang barang pemerintah yang diikuti oleh BUMN atau instansi pemerintah. Hal ini diatur melalui Keppres No. 80 Tahun 2003, sedangkan tender yang diikuti dan sebagian didanai oleh swasta diatur melalui Perpres No. 13 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Tender dalam rangka KPS yang dilakukan baik oleh BUMN dan swasta mitranya harus dilakukan pada saat yang bersamaan, walaupun apabila melihat kondisi di lapangan sulit untuk mengatur agar waktu pelaksanaan tender yang bersamaan karena kedua tender diatur dalam aturan hukum yang berbeda. 39. 4. Masalah Kelembagaan; tidak ada

lembaga khusus yang dapat menjembatani

kepentingan termasuk perizinan antara Pemerintah Pusat dan Daerah maupun dengan swasta serta antara instansi terkait di Pusat dan Daerah sendiri. Proyek-proyek dipilih yang mana yang patut memperoleh prioritas kemudian dilaksanakan oleh para developer dibawah koordinasi Tim atau pun lembaga yang akan dibentuk nantinya.

40.

41. 3.2. Reformasi UU pengadaan tanah

42. Reformasi UU pengadaan tanah dilakukan sejak Undang-Undang (UU) Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau UUPA menggantikan UU pertanahan Belanda. Undang-undang terkait pengadaan tanah sendiri saat ini terdapat pada UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Perubahan-perubahan yang terdapat pada UU no 2 tahun 2012 ini adalah pengadaan tanah dilakukan dalam 4 (empat) tahapan yaitu :

43. 1) Perencanaan; 44. 2) Persiapan; 45. 3) Pelaksanaan; 46. 4) Penyerahan Hasil.

47. Tahapan yang diatur dalam Undang-undang ini tidak diatur dalam peraturan-peraturan terdahulu.

48. Peraturan Pengadaan Tanah untuk kepentingan umum dalam undang-undang pengadaan tanah telah terjadi reformasi yang sangat fundamental dalam kegiatan pengadaan tanah dan diharapkan undang-undang ini mampu mengatasi persoalan sosial yang terjadi selama ini, hal ini dapat dimaknai dan dilihat dari aspek substansi dari undang-undang nomor 2 tahun 2012 diantaranya :

1) Bahwa undang-undang No. 2 Tahun 2012 menetapkan 4 (empat) tahapan, sehingga memberikan kejelasan pihak yang bertanggung jawab dalam setiap tahapan, kegiatan-kegiatan dalam setiap tahapan outputnya terukur, waktu pelaksanaannya jelas, dengan demikian kegiatan pengadaan tanah akan lebih terarah, terukur dan memberikan kepastian yang lebih jelas.

2) Prinsip dasar pengadaan tanah adalah musyawarah.

3) Keterlibatan masyarakat dalam setiap tahapan dijamin keberadaannya.

4) Masyarakat dijamin untuk mendapatkan akses informasi rencana pembangunan.

(5)

6) Ploting lokasi pembangunan haruslah didasarkan atas kesepakatan masyarakat pemilik tanah.

7) Objek pengadaan tanah terukur dan ada kepastian hukum yang jelas.

8) Pemerintah tidak dapat campur tangan dalam menetapkan besarnya nilai ganti rugi.

9) Hak keberatan pada tataran penetapan lokasi dan penentuan besaran ganti rugi dijamin undang-undang.

10)Putusan akhir lokasi pembangunan dan besaran nilai ganti rugi berada pada badan peradilan. 11)Pengadaan tanah dilakukan pemerintah dan dimiliki pemerintah, pembangunannya dapat dilakukan oleh pihak swasta (KPS).

12)Adapun pembangunan yang dapat dilakukan oleh pihak swasta meliputi :

a) Jalan Umum, Jalan Tol, Terowongan, Jalur Kereta Api, dan Fasilitas Operasi Kereta Api. b) Waduk, Bendungan, Bendung, Irigasi, Saluran Air Minum, Saluran Pembuangan Air dan Sanitasi, dan Bangunan Pengairan Lainnya.

c) Pelabuhan, Bandar Udara, dan Terminal. d) Infrastruktur Minyak, Gas, dan Panas Bumi. e) Pembangkit, Transmisi, Gardu, Jaringan, dan Distribusi Tenaga Listrik.

f) Jaringan Telekomunikasi dan Informatika Pemerintah.

g) Tempat Pembuangan dan Pengolahan Sampah. h) Rumah Sakit Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

i) Fasilitas Keselamatan Umum

j) Tempat Pemakaman Umum Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

k) Fasilitas Sosial, Fasilitas Umum, dan Ruang Terbuka Hijau Publik.

l) Cagar Alam dan Cagar Budaya.

m) Kantor Pemerintah atau Pemerintah Daerah. n) Penataan Pemukiman Kumuh Perkotaan atau Konsolidasi Tanah, Serta Perumahan Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah Dengan Status Sewa.

o) Prasarana Pendidikan atau Sekolah Pemerintah dan Pemerintah daerah.

p) Prasarana Olahraga Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

q) Pasar Umum dan Lapangan Parkir Umum. 49. Penerbitan UU no 2 tahun 2012 tentang

Pengadaan Tanah ini disusul oleh Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (“Perpres Pengadaan Tanah”) pada tanggal 7 Agustus 2012. Perpres Pengadaan Tanah tersebut berlaku sejak tanggal ditetapkan. Selain itu, Perpres mencabut Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan

Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 serta peraturan pelaksanaannya, kecuali untuk proses pengadaan tanah. Kategori pengadaan tanah selain untuk kepentingan umum yang dilakukan dengan jual beli sebagaimana disebutkan aturan sebelumnya, merujuk pada Perpres No 65 tahun 2006 tidak ditemukan dalam UU no 2 Tahun 2012

50.

51. 3.3. UU Pengadaan Tanah Baru vs Lama

52. Awalnya pengadaan tanah untuk kepentingan umum diatur oleh strata perundangan yang lebih rendah yaitu, Keppres 55 tahun 1994, Perpres 36 thn 2005 dan perubahannya, Perpres No. 65 tahn 2006. Pada tahun 2012 awal bulan Januari, telah disahkan UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang mengatur secara lebih mendalam mengenai hal tersebut. Terdapat perbedaan yang cukup mendasar antara ketentuan perundangan yang lama dan yang baru (undang-undang). Perbedaan paling nyata terdapat pada proses penetapan lokasi hingga pemberian ganti kerugian. Pengadaan tanah dilakukan dalam tahapan-tahapan sebagai berikut:

(6)

perundang-undangan, ditetapkan oleh Instansi yang memerlukan tanah.diserahkan kepada pemerintah provinsi.

b. persiapan Instansi yang memerlukan tanah bersama pemerintah provinsi, berdasarkan dokumen perencanaan Pengadaan Tanah melaksanakan:

53. -Pemberitahuan rencana pembangunan disampaikan kepada masyarakat pada rencana lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum, baik langsung maupun tidak langsung.

54. -Pendataan awal lokasi rencana pembangunan meliputi kegiatan pengumpulan data awal Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan Tanah dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak pemberitahuan rencana pembangunan. Hasil pendataan awal lokasi rencana pembangunan digunakan sebagai data untuk pelaksanaan konsultasi publik rencana pembangunan. 55. -Konsultasi publik rencana pembangunan, dilaksanakan untuk mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari pihak yang berhak. Konsultasi publik dilakukan dengan melibatkan pihak yang berhak dan masyarakat yang terkena dampak serta dilaksanakan di tempat rencana pembangunan kepentingan umum atau di tempat yang disepakati. Pelibatan pihak yang berhak dapat dilakukan melalui perwakilan dengan surat kuasa dari dan oleh pihak yang berhak atas lokasi rencana pembangunan. Kesepakatan dituangkan dalam bentuk berita acara kesepakatan. Atas dasar kesepakatan, instansi yang memerlukan tanah mengajukan permohonan penetapan lokasi kepada gubernur. Gubernur menetapkan lokasi dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan permohonan penetapan oleh Instansi yang memerlukan tanah. Konsultasi publik rencana pembangunan dilaksanakan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja. Apabila sampai dengan jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja pelaksanaan konsultasi publik rencana pembangunan terdapat pihak yang keberatan mengenai rencana lokasi pembangunan, dilaksanakan Konsultasi publik ulang dengan pihak yang keberatan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.

56. Apabila dalam konsultasi publik ulang masih terdapat pihak yang keberatan mengenai rencana lokasi pembangunan, instansi yang memerlukan tanah melaporkan keberatan kepada gubernur setempat. Gubernur membentuk tim untuk melakukan kajian atas keberatan rencana lokasi pembangunan. Tim terdiri atas:

57. a. Sekretaris Daerah Provinsi atau pejabat yang ditunjuk sebagai ketua merangkap anggota;

58. b. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional sebagai sekretaris merangkap anggota;

59. c. Instansi yang menangani urusan di bidang perencanaan pembangunan daerah sebagai anggota;

60. d. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai anggota; 61. e. Bupati/wali kota atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota; dan

62. f. Akademisi sebagai anggota.

63. Hasil kajian tim berupa rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan rencana lokasi pembangunan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan oleh gubernur. Gubernur, berdasarkan rekomendasi tim mengeluarkan surat diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana lokasi pembangunan. Dalam hal ditolaknya keberatan atas rencana lokasi pembangunan, gubernur menetapkan lokasi pembangunan. Dalam hal diterimanya keberatan atas rencana lokasi pembangunan, gubernur memberitahukan kepada Instansi yang memerlukan tanah untuk mengajukan rencana lokasi pembangunan di tempat lain. Setelah penetapan lokasi pembangunan masih terdapat keberatan, pihak yang berhak terhadap penetapan lokasi dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak dikeluarkannya penetapan lokasi. Pengadilan Tata Usaha Negara memutus diterima atau ditolaknya gugatan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya gugatan. Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia.

64. Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima. Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap menjadi dasar diteruskan atau tidaknya pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum diberikan dalam waktu 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun. Jika dalam jangka waktu penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum tidak terpenuhi, maka penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum dilaksanakan proses ulang terhadap sisa tanah yang belum selesai pengadaannya.

(7)

mengumumkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum. Pengumuman dimaksudkan untuk pemberitahuan kepada masyarakat bahwa di lokasi tersebut akan dilaksanakan pembangunan untuk kepentingan umum.

66. Bersamaan dengan telah diumumkannya penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, Pihak yang berhak hanya dapat mengalihkan hak atas tanahnya kepada instansi yang memerlukan tanah melalui lembaga pertanahan. Beralihnya hak dilakukan dengan memberikan ganti kerugian yang nilainya ditetapkan saat nilai pengumuman penetapan lokasi

c. Pelaksanaan Pengadaan Tanah Berdasarkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum yang telah ditetapkan,, instansi yang memerlukan tanah mengajukan pelaksanaan pengadaan tanah kepada lembaga pertanahan. Pelaksanaan pengadaan tanah meliputi:

67. a. inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah;

68. b. penilaian ganti kerugian;

69. c. musyawarah penetapan ganti kerugian; 70. d. pemberian ganti kerugian; dan

71. e. pelepasan tanah Instansi.

72. Inventarisasi dan Identifikasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, serta Pemanfaatan Tanah Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja, meliputi kegiatan: 73. - pengukuran dan pemetaan bidang per

bidang tanah;

74. - pengumpulan data pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah. Hasil inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah wajib diumumkan di kantor desa/kelurahan, kantor kecamatan, dan tempat pengadaan tanah dilakukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja secara bertahap, parsial, atau keseluruhan. meliputi subjek hak, luas, letak, dan peta bidang tanah objek pengadaan tanah.

75. Jika tidak menerima hasil inventarisasi, Pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada Lembaga Pertanahan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diumumkan hasil inventarisasi. Keberatan atas hasil inventarisasi, dilakukan verifikasi dan perbaikan dalam waktu paling lama 14

(empat belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan keberatan atas hasil inventarisasi.

76. Hasil pengumuman atau verifikasi dan perbaikan ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan dan selanjutnya menjadi dasar penentuan Pihak yang Berhak dalam pemberian ganti kerugian.

77.

78. 3.4. Kelemahan

79. Kelemahan UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah terdapat pada UU ini telah menghilangkan hak warga negara untuk menentukan jenis-jenis pembangunan untuk kepentingan umum dan mana yang untuk selain kepentingan umum. Hal ini dikarenakan UU Pengadaan Tanah ini telah mendefinisikan sendiri dan menentukan jenis-jenis pembangunan yang dikategorikan untuk kepentingan umum. Contoh kasus pada jalan tol yang dimasukkan kepada golongan kepentingan umum, padahal apabila ditelisik lebih lanjut pembangunan jalan tol bukan proyek kepentingan umum karena penggunaan jalan tol telah mendiskriminasi pengguna jalan dengan pengenaan tarif. Besaran tarifnya memperhitungkan perolehan keuntungan bagi perusahaan dan investor. Target keuntungan juga direncanakan untuk melakukan ekspansi usaha jalan tol. Ini menunjukan jalan tol bukan prasarana yang murni untuk kepentingan umum. Walaupun terdapat pandangan yang berbeda seperti jalan tol dan pelabuhan itu akan menciptakan efek berganda dalam bidang ekonomi dan perdagangan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat

(8)

tanah harus memperhatikan atau menyeimbangkan kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat atau umum.

81.

82. 3.5. Kelebihan

83. Sifat represif yang terdapat pada Undang -Undang Nomor 2 Tahun 2012 maupun Perpres Nomor 71 Tahun 2012 sebagai peraturan pelaksananya memang menjadi kelemahan yang utama, namun tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat perbaikan yang signifikan dari peraturan sebelumnya yaitu Perpres Nomor 65 Tahun 2006 . Sebagai contoh, ketentuan Pasal 35 yang menyatakan apabila dalam hal bidang tanah tertentu yang terkena Pengadaan Tanah terdapat sisa yang tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya, pihak yang berhak dapat meminta penggantian secara utuh atas bidang tanahnya. Bunyi pasal ini belum pernah muncul di peraturan peraturan sebelumnya dan tujuan dari pasal ini muncul adalah dalam rangka mewujudkan pengadaan tanah yang adil. Setelah penetapan lokasi pembangunan pihak yang berhak hanya dapat mengalihkan hak atas tanahnya kepada Instansi yang memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan. Hal ini untuk menghindari “calo” dan spekulan tanah, pembatasan ini belum pernah muncul pada peraturan perundang - undangan sebelumnya

84.

85. KESIMPULAN

86. Pembangunan infrastruktur di Indonesia melalui skema KPS

(9)

87.

88. DAFTAR REFERENSI

89. [1] Republik Indonesia, “Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agararia”.

90. [2] Republik Indonesia, “Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum”.

91. [3] Republik Indonesia, “Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum”.

92. [4] Susantono, B. 2011. Manajemen Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: UIPress. 93. [5] Sufriadi, Yanto. 2011. Penyebab Sengketa Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum (Studi Kasus

Sengketa Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum di Bengkulu).Jakarta: Jurnal Hukum

94. [6] Badan Pertanahan Nasional RI, Mandat Politik, Konstitusi dan Hukum Dalam Rangka Mewujudkan

Tanah Untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat, REFORMA AGRARIA, 2007.

95. [7] Tinjauan atas Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Berdasarkan UU no 2 tahun 2012, http://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2013/04/Tulisan-Hukum-Pengadaan-Tanah-Kepentingan-Umum-Revisi.pdf/ (28 Januari 2014)

96. [8] Asian Development Bank. 2008. Public-Private Partnership (PPP) Handbook, (Online), (http://www.adb.org/sites/default/files/pub/2008/Public-Private-Partnership.pdf).

Referensi

Dokumen terkait

Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana tidak adanya lumen pada traktus Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana tidak adanya lumen pada traktus ekstrahepatik

Dari hasil pembuatan aplikasi portfolio mahasiswa yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan yaitu secara umum aplikasi ini menghasilkan nilai guna yang cukup

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "apakah ada pengaruh penerapan strategi pembelajaran inquiri pada mata pelajaran PPKn terhadap kecerdasan majemuk

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Usaha (Lembaran Daerah Kabupaten Bangka Tengah Tahun 2012 Nomor 170),

Kata sandang dalam tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu لا, namun dalam transliterasi ini kata sandang itu dibedakan atas kata sandang yang diikuti

11.2 Jika Supplier bertanggung-jawab atas kerusakan diluar produk yang disediakan dan tuntutan diajukan terhadap Konsumen sesuai dengan hukum tanggung-jawab produk,

Joseph Schumpeter (dalam Capitalism, Socialism and Democracy, 1976) berpendapat bahwa kewirausahaan sangat penting dalam menentukan kemajuan perekonomian suatu negara.

Kelayakan media pembelajaran diperoleh dari hasil validasi oleh ahli media dan ahli materi dengan kategori layak, dan kemenarikan video diperoleh dari data angket