Keberuntungan berasal dari bahasa Perancis yang memiliki arti
peluang dan dalam bahasa Persia disebut
Bakht
(nasib). Biasanya
kata
beruntung
digunakan untuk dua arti, pertama sesuatu yang
kebetulan dan terjadi tanpa sebab dan kedua memiliki arti nasib
serta ketentuan Allah terlibat di dalamnya. Mengingat ragam
dimensi masalah keberuntungan di antara ideologi dan perilaku
masyarakat, harus dikatakan bahwa isu
keberuntungan
dari satu
sisi adalah isu teologi dan filsafat dan dari sisi lain adalah isu
budaya, psikologis, sosial dan perilaku. Sejatinya mereka yang
mengatakan, “Saya beruntung” dan meyakini akan
keberuntungan, memiliki ideologi filsafat, di mana gaya hidup
mereka pun terpengaruh akan ideologi tersebut.
Sejumlah orang meyakini keberuntungan adalah sebuah
kebetulan. Orang seperti ini telah menunjukkan pandangannya
terhadap realita, Tuhan, ideologi dan keimanannya. Menurut
pandangan dunia Tauhid, mereka yang yakin akan keberuntungan
telah terlilit syirik ringan dan tersembunyi. Karena ia telah
memberikan tempat kepada selain Tuhan. Lebih buruk lagi, orang
seperti ini menolak adanya sebab bagi fenomena dan peristiwa
yang terjadi di dunia. Mereka terjebak dalam pemikiran
kebetulan
. Artinya setiap peristiwa yang terjadi di dunia terjadi
secara kebetulan tanpa adanya sebab.
Syahid Murtadha Muttahhari, penulis dan filosof Iran dalam
bukunya menulis, “Keberuntungan dalam pandangan mayoritas
masyarakat biasanya merujuk pada peristiwa yang terjadi dan
sebabnya tidak diketahui. Oleh karena itu, terjadinya peristiwa
seperti ini mereka kategorikan sebagai sebuah keberuntungan.
Jika maksud dari kebetulan adalah terealisasinya sebuah
fenomena tanpa sebab, maka tak diragukan lagi dalam filsafat
Islam dan berdasarkan dalih yang kuat, hal ini jelas tertolak.”
berusaha menjelaskan Siapa Tuhan, bagaimana Ia mengelola
alam semesta, dan apa tanggung jawab manusia terhadap Tuhan,
dirinya sendiri dan dunia?
Jika manusia memiliki pandangan teologi dan ontologi yang
bersandar pada wahyu tidak akan pernah terjebak ke dalam
pemikiran sesat dan pola hidup yang keliru. Keyakinan terhadap
keberuntungan dengan arti kebetulan membuat seseorang keliru
dalam menganalisa perilakunya dan sikap orang lain. Mereka ini
lebih memilih berpegang pada hal-hal sepele ketimbang
memikirkan sebab baik dan buruknya.
Jika manusia memahami bahwa tidak ada urusan di dunia yang
terjadi tanpa sebab, ketika menghadapi sebuah peristiwa baik
atau buruk, maka ia akan mencari sebab dan faktor-faktornya.
Selain memahami sebab dari peristiwa tersebut, ia juga
menyadari hikmah dan kebaikan dari masalah tersebut dan tidak
akan bersandar pada keberuntungan yang didasarkan pada
kebetulan.
Selain itu, jika manusia dari sisi akal dan ilmu mencapai
kesempurnaan yang diharapkan, maka keyakinannya akan
keberuntungan akan musnah dan memahami dengan benar
sebab-sebab di dunia. Hasilnya adalah setiap perilakunya
dilakukan atas dasar keyakinan tersebut dan ia pun nantinya akan
memilih gaya hidup yang tepat.
Mereka yang meyakini akan keberuntungan dan semisalnya,
sejatinya meyakini akan hukum kebetulan di alam semesta.
Pandangan seperti ini, baik disadari atau pun tidak, pada akhirnya
akan berujung pada pengingkaran peran penciptaan Tuhan.
Karena dalam pandangan mereka tidak ada Tuhan dalam
penciptaan alam semesta, tapi yang terjadi adalah sebuah
kebetulan di mana alam terbentuk. Atau seseorang akan memiliki
keyakinan bahwa alam semesta setelah diciptakan Tuhan
dan Tujuan dalam alam penciptaan tidak terlibat dalam
pengaturan alam. Tuhan dalam perspektif ini membiarkan alam
penciptaannya berjalan sendiri tanpa ada yang mengatur.
Ideologi seperti ini membuat peran Tuhan diabaikan. Padahal
Tuhan berulang kali di berbagai ayat al-Quran menekankan sifat
Rububiyah di alam semesta. Ayat al-Quran menyebut sifat
Rububiyah Tuhan ini penuh hikmah. Ulama Islam meyakini bahwa
keyakinan terhadap keberuntungan dan sebuah kejadian yang
kebetulan adalah hal yang keliru. Ayatullah Javadi Amoli, ulama
besar Iran dalam hal ini mengatakan, “Pada dasarnya tidak ada
kebetulan dan keberuntungan dalam alam semesta. Setiap
peristiwa dan kejadian terjadi berdasarkan hikmah dan sebab.”
Namun sejumlah masyarakat meyakini keberuntungan sebagai
sebuah takdir. Mereka mengatakan, “Ini sudah takdir kita.” Allah
Swt dalam berbagai ayat al-Quran termasuk ayat 22 dan 23 surat
al-Hadid berfiman, “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di
bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis
dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami
jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita
terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan
terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan
Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi
membanggakan diri.”
Namun harus dipahami bahwa ketentuan (qadha) Allah Swt
bukannya tidak bisa diubah. Seperti yang dijelaskan dalam ayat
39 Surat ar-Raad, Allah berfirman, “Allah menghapuskan apa yang
Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di
sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh).” Ini artinya
Allah mampu menghapus apa yang telah Dia tetapkan dan
pasti terjadi. Namun jika seseorang berbuat kebaikan maka
usianya akan diperpanjang.
Di sisi lain, harus diperhatikan meski di dalam al-Quran
disebutkan bahwa takdir setiap orang telah pasti dan pasti akan
terjadi, namun Tuhan memberi kemampuan kepada manusia
sebagai makhluk yang memiliki ikhtiar untuk mengubah takdir
dan nasibnya. Dalam hal ini Allah Swt dalam ayat ke 11 surat
ar-Raad mengisyaratkan peran dan kinerja manusia. Allah berfirman
yang artinya, “...Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada
diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan
terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya;
dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
Dengan demikian memiliki peran penting dan berpengaruh dalam
menentukan nasibnya dan mengubah ketentuan Allah Swt.
Artinya amal perbuatan baik atau buruk manusia akan
berpengaruh pada perubahan nasib dan takdirnya. Allah Swt akan
menghapus ketentuan yang telah ditetapkan-Nya dan
menggantikan dengan ketentuan lain berdasarkan amal
perbuatan manusia.
Selain itu, keterlibatan manusia tidak terbatas pada nasibnya
sendiri, namun juga dapat mempengaruhi dunia dengan amal
perbuatannya serta mengubah nasib orang lain. Manusia memiliki
kemampuan untuk menghapus atau menetapkan ketentuan yang
telah ditetapkan oleh Allah, namun yang pasti hal ini dikarenakan
Allah telah memberi keleluasaan kepada manusia. Misalnya
Bagaimana pun juga manusia memainkan peran langsung dalam
perubahan takdir dan nasibnya. Oleh karena itu, manusia yang
celaka dan tak beruntung masih memiliki harapan untuk
mengubah nasibnya. Sementara orang yang beruntung dan
bahagia harus merasa khawatir bahwa suatu hari nasibnya akan
berubah menjadi celaka. Oleh karena itu, sejumlah perbuatan
seperti tawassul, doa dan sedekah dapat mengubah takdir
seseorang. Banyak riwayat yang menyebutkan bahwa manusia
dapat memperpanjang atau memperpendek usianya dengan
menyambung atau memutus tali silaturahmi. Atau manusia
mampu menambah rezeki atau menguranginya atau
membuatnya penuh berkah atau tidak.(IRIB Indonesia)4
Apakah selama ini Anda pernah merasa sial? Atau justru Anda merasa termasuk orang beruntung? Benarkah Anda termasuk orang yang beruntung? Bagaimana cara mendapat keberuntungan yang hakiki?
Yuk simak ulasan berikut, insyaAllah akan dapat rumus-rumus meraih keberuntungan! Katanya Beruntung Itu..
Seorang perempuan berwajah tidak terlalu cantik, tapi suaminya sangat ganteng dan kaya raya, orang pasti bilang “perempuan itu BERUNTUNG banget…!”
Seseorang menang kuis& dapat hadiah jutaan rupiah,pasti juga dikatakan BERUNTUNG, LUCKY, LAGI HOKI!
Ada mahasiswa yang baru lulus, langsung dapat pekerjaan yang mapan, kata orang dia BERUNTUNG.
Sebaliknya kalau ada orang yang sudah berhati-hati di jalan, tapi dia ditabrak kendaraan lain dari belakang, dikatakan dia sedang SIAL, APES, TIDAK BERUNTUNG, dan sebutan lain yang senada dengan itu.
Ada mahasiswa yang mendapat dosen penguji yang katanya killer, kemudian dia tidak lulus ujian, dia merasa sedang APES/TIDAK BERUNTUNG.
Masih banyak contoh yang lain, kita masing-masing pasti bisa memberi banyak contoh bagaimana orang yang disebut BERUNTUNG dan TIDAK BERUNTUNG..
Pandangan kita terhadap suatu hal, sangat tergantung ‘kaca mata’ yang kita gunakan. Coba kita bayangkan, kalau kita melihat langit biru sambil menggunakan kacamata hitam, apakah langit biru itu akan tetap berwarna biru? Begitu juga kalau kita menggunakan kacamata lensa merah, langit itu pun akan berubah warna.
Langit yang sama, bisa berbeda warna bila kita melihatnya dengan kacamata yang berbeda. Nah, untuk menilai keberuntungan pun seperti itu, tergantung kacamata yang kita gunakan. Seseorang yang mengalami suatu hal bisa dikatakan beruntung, bisa juga dikatakan tidak beruntung, tergantung dilihat dengan ‘kacamata’ apa.
Kalau dari contoh-contoh di atas, bisa didefinisikan seseorang dikatakan beruntung BILA mendapatkan suatu materi atau sesuatu yang menyenangkan atau diharapkan. Sementara ketika seseorang tidak mendapatkan sesuatu/materi yang diinginkan, atau justru mendapat musibah maka dia dikatakan tidak beruntung, sial, rugi, apes, dll.
Bila diselidiki lebih dalam, ternyata definisi keberuntungan seperti itu adalah
KEBERUNTUNGAN DARI KACAMATA IDEOLOGI KAPITALIS lho! (kapitalis: sebuah pandangan hidup/ideologi yang memiliki tujuan hidup untuk mencari kapital/materi
sebanyak-banyaknya, menilai segala sesuatu berdasar untung dan rugi secara fisik/materi) Karena bila dipandang dengan ‘kacamata Islam’, contoh-contoh di atas TIDAK dikatakan sebagai beruntung atau tidak beruntung!
Rumus Meraih Keberuntungan Hakiki
Lalu, seperti apakah beruntung atau tidak beruntung dari kaca mata Islam??
Beruntung dilihat dengan kaca mata Islam, sangat jauh berbeda dengan beruntung dari kacamata kapitalis.
Dengan kacamata Islam: Orang yang kaya tidak selalu beruntung. Orang yang cantik tidak selalu lebih beruntung dari yang kurang cantik. Orang yang menang undian milyaran dollar pun belum tentu beruntung! Orang yang mengalami kecelakaan, tidak berarti dia rugi, apes, ataupun sial..
Walaupun miskin, buruk rupa, susah hidupnya, tidak pernah menang undian, tidak mendapat istri/suami yang cantik, tidak pintar, tidak mendapat nilai yang baik, bisa saja orang itu termasuk orang yang beruntung. Bahkan walau dalam kondisi sakit,terkena
Kok bisa begitu? Yaa.. karena pekerjaan, jodoh, bentuk fisik, nilai, uang, musibah, merupakan rizki yang diberikan oleh Allah.
Dilihat dengan kacamata Islam, RIZKI BUKANLAH PARAMETER KEBERUNTUNGAN, karena rizki kita telah ditetapkan oleh Allah. Tiap orang memiliki rizki masing-masing yang telah diperhitungkan oleh Allah bahwa itu adalah rizki terbaik untuknya, walau tampaknya tidak menyenangkan. Tiap rizki yang diberikan pasti mengandung hikmah bagi yang menerimanya.
Islam memiliki parameter/rumus-rumus khusus agar terkategori menjadi orang yang beruntung. Yuk kita simak rumus-rumus keberuntungan, penangkal kerugian dari kacamata Islam..
“Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam KERUGIAN. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (Al-Ashr 2-3)
“Sesungguhnya BERUNTUNGLAH orang-orang yang beriman,(yaitu) orang-orang yang khusyu dalam salatnya dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna dan orang-orang yang menunaikan zakat dan orang-orang yang menjaga kemaluannya kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yg mereka miliki; maka
sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yg di balik itu maka mereka itulah orang-orang yg melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya dan orang-orang yg memelihara salatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) surga firdaus. Mereka kekal didalamnya.” (Al-Mu’minuun 1-11) “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu
BERUNTUNG.” (QS. Ali Imran :200)
“(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan yang
menafkahkan yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman pada kitab (al-qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan
sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang BERUNTUNG.” (Al-Baqarah 3-5)
“Adapun orang yang bertobat dan beriman serta mengerjakan amal yang shaleh, semoga dia termasuk orang-orang yang BERUNTUNG” (Al-Qasas 67)
“….Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu BERUNTUNG.” (An-Nuur 31)
“Dan hendaknya ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang BERUNTUNG.” (QS. Ali Imran: 104)
“Wanita (biasanya) dinikahi karena empat (hal): hartanya, status sosial keluarganya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah wanita yang memiliki agama, niscaya engkau akan BERUNTUNG.” (HR. Muttafaq Alaih)
Dari Abu Hurairah, ia berkata; Rasulullah bersabda, “Islam bermula dalam keadaan asing, dan akan kembali terasing seperti semula, maka beruntunglah orang-orang yang terasing” (HR. Muslim)
Sebenarnya masih banyak lagi rumus-rumus keberuntungan yang diberikan oleh Allah. Dari beberapa ayat dan hadits di atas, dapat kita rangkum rumus untuk tergolong menjadi orang-orang yang beruntung adalah
1. Beriman
2. Bertakwa (sebenarnya point takwa ini sudah mencakup point-point di bawah ini) 3. Mengerjakan amal shaleh
4. Khusyu’ dalam shalat, memelihara dan mendirikan shalat 5. Bersabar
6. Bertaubat
7. Amar ma’ruf nahi munkar
8. Menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna 9. Menunaikan zakat
10. Menafkahkan harta di jalan Allah
11. Menjaga kemaluannya kecuali terhadap istri-istri/budak yg dimiliki 12. Memelihara amanat-amanat dan janjinya
13. Menjauhi khamr, judi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib
14. Memilih pasangan hidup karena agamanya
15. Tetap istiqomah di jalan kebenaran walau dianggap orang yang ‘asing’
Ketika kita menerapkan ‘rumus-rumus’ di atas dalam kehidupan, insyaAllah kita akan mendapat keberuntungan hakiki, yaitu RIDHO ILAHI yang akan berbuah SURGA.. Konsep ini sangat penting dalam kehidupan, agar jika kita mendapat rizki yang tidak sesuai harapan, kita tidak lagi menganggap itu sebagai kesialan, apes, rugi, atau tidak beruntung. Karena sesungguhnya rizki yang tidak sesuai harapan kita itu adalah ujian kehidupan yang justru bisa mengantarkan kita pada keberuntungan yang hakiki.. Asalkan kita menerapkan rumus-rumus keberuntungan yang telah diturunkan oleh Allah dalam kitab tak tertandingi sepanjang zaman, Al-Qur’an.
Semoga kita TIDAK SEKEDAR mencari keberuntungan duniawi (dari kacamata kapitalis) namun juga memprioritaskan diri untuk meraih keberuntungan hakiki.. Untuk apa
keberuntungan duniawi bila tanpa ridho ilahi. Sesungguhnya tanpa ridhoNya, semua hanyalah fana..
KONSEP UNTUNG DAN RUGI DALAM
TAFSIR AL-QUR'AN (Studi Penafsiran
Sayyid Qutb terhadap Terma Falah dan
Khusr)
SAID DEDI RAHMAN - NIM. 02531169, (2010) KONSEP UNTUNG DAN RUGI DALAM TAFSIR AL-QUR'AN (Studi Penafsiran Sayyid Qutb terhadap Terma Falah dan Khusr).
Skripsi thesis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Full text not available from this repository.
Abstract
ABSTRAK Karakteristik penafsiran al Qur'an era modern saat ini adalah cenderung pada menjadikan al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dalam menapaki kehidupan di tengah banyaknya tawaran-tawaran prakmatis. Sudah menjadi tabiat manusia dalam kehidupannya selalu mencari dan menuju jalan keberuntungan dan kebahagiaan. Disaat yang bersamaan juga sudah menjadi tabiat manusia untuk menghindari jalan kerugian dan kebinasaan. Skripsi ini membahas bagaimana menurut pandangan al Qur'an tentang konsep manusia-manusia beruntung dan konsep manusia-manusia yang merugi. Pembahasan terfokus pada ayat-ayat yang mengandung kata falah dan khusr dalam al Qur'an. Penelitian ini murni library (studi perpustakaan). Literatur yang menjadi rujukan utamanya adalah kitab suci al Qur'an. Kitab Tafsir yang digunakan sebagai pegangan sekaligus sebagai objek kajian adalah tafsir Fi Zilal al Qur'an karya Sayyid Qutb. Adapun pemilihan tokoh jatuh pada Sayyid Qutb, selain atas dasar pertimbangan karya tafsir era modern juga melihat dari karakter conteks tafsirnya yang bersifat idiologi dan gerakan. Selanjutnya, obyek studi ini adalah ayat-ayat al Qur'an, maka pendekatan yang dipilih adalah pendekatan ilmu tafsir. Dari keempat macam metode utama dalam penafsiran al Qur'an versi al-Farmawi (tahlili, ijmali, muqarin, dan maudhu'i), penulis memilih metode maudhu'i yang merupakan suatu metode tafsir yang berusaha mencari jawaban al-Qur'an tentang suatu masalah tertentu dengan jalan menghimpun seluruh ayat yang dimaksud, lalu menganalisisnya lewat ilmu-ilmu bantu yang relevan dengan masalah yang dibahas, untuk kemudian melahirkan konsep yang utuh dari al-Qur'an tentang masalah tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kata falah yang bermakna beruntung
merupakan lawan dari kata khusr yang bermakna merugi. Bentuk keberuntungan dan kerugian bisa terjadi di dunia, namun penekanannya pada keberuntungan dan kerugian yang terjadi di akhirat. Penekanan pada hasil perolehan keuntungan maupun kerugian pada akhir di kehidupan akhirat bukan tanpa alasan, karena memberi kesempatan bagi manusia
orang-orang mendapat kemudahan dalam berbuat baik (amal shaleh) sedangkan bentuk-bentuk kezaliman menjadi musuh bersama. Dengan demikian di sana telah di berlakukannya Manhaj Islamai dimana Jamaah Muslim terarahkan dalam mencapai falah dan secara
otomatis terhindar dari khusr.
Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information / Pembimbing:
Pembimbing: Prof. Dr. Suryadi, M.Ag.
Uncontrolled Keywords: konsep manusia beruntung merugi, falah dan khusr dalam al Qur'an, tafsir
Depositing User / Editor: Users 1 not found.
Last Modified: 04 May 2012 16:45
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3924