• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS JARINGAN KOMUNIKASI KEPALA DESA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS JARINGAN KOMUNIKASI KEPALA DESA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS JARINGAN KOMUNIKASI KEPALA DESA

DALAM INOVASI PROGRAM PEMBANGUNAN

DI KABUPATEN NIAS, PROVINSI

SUMATERA UTARA

T E S I S

Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Magister Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas

Oleh:

FIKAR DAMAI SETIA GEA

BP. 1520862003

PROGRAM MAGISTER ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

(2)

vi ABSTRAK

Analisis Jaringan Komunikasi Kepala Desa Dalam Inovasi Program Pembangungan Di Kabupaten Nias, Provinsi Sumatera Utara

Oleh: Fikar Damai Setia Gea

Pembimbing: Prof. Dr. Afrizal, MA dan Dr. Ernita Arif, M.Si

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis arus informasi yang terjadi dalam jaringan, menganalisis struktur jaringan, mengidentifikasi pola hubungan dalam jaringan, mengidentifikasi peranan aktor dalam jaringan dan mendeteksi aktor kunci dalam jaringan komunikasi kepala desa di Kabupaten Nias. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kuantitatif. Sebanyak 105 kepala desa yang terpilih sebagai sampel penelitian dengan teknik penarikan sampel snow ball sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan ialah analisis jaringan komunikasi yang didukung dengan menggunakan aplikasi UCINET 6.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1). Isi pesan yang dipertukarkan dalam jaringan komunikasi kepala desa didonimasi oleh diskusi tentang pengelolaan dana desa sebesar 27,6 % dan ikatan hubungan yang menghubungkan mereka dominan karena ikatan persahabatan sebesar 49,2%. 2). Struktur jaringan kepala desa di Kabupaten Nias secara keseluruhan dikategorikan sebagai jaringan komunikasi yang lemah, dengan kepadatan jaringan 0,041 dan ketertutupan jaringan 0,308. 3). Pola jaringan yang terbentuk adalah radial personal network

cenderung menyebar dan terbuka terhadap lingkungannya. 4). Jaringan komunikasi terdiri dari 10 Klik yang cenderung membentuk klik berdasarkan kecamatan. Terdapat 6 peranan aktor yang teridentifikasi dalam jaringan yaitu 1 orang penghubung, 2 orang penyendiri, 8 orang opinion leader, 25 orang bridge, 4 orang kosmopolit, dan 2 orang aktor kunci. 5). Aktor kunci dalam jaringan ialah Kepala Desa Saiwahili Hiliadulo Kecamatan Idanogawo atas nama Ediyanus Zai dan Kepala Desa Sifaoroasi Kecamatan Somolo-Molo atas nama Sabayuti Gulo. Kata kunci : Analisis Jaringan Komunikasi, Jaringan Komunikasi Kepala

(3)

vii ABSTRACT

Communication Network Analysis of Village Heads in Innovation of Development Program in Nias Regency, North Sumatra Province

By: Fikar Damai Setia Gea

Supervisor: Prof. Dr. Afrizal, MA and Dr. Ernita Arif, M.Si

This research aims to analyze the flow of information that occurs in the network, analyze the network structure, identify patterns of relationships within the network, identify the role of actors in the network and detect key actors in the village head communications network in Nias Regency. The research approach used is quantitative descriptive approach. A total of 105 village heads were selected as research samples with snow ball sampling technique. Datas were collected by using questionnaire research instrument. Data analysis technique used is communication network analysis supported by using UCINET 6.0. The results showed that: 1). The content of messages exchanged in the village head communication network was dominant due to a discussion of village fund management of 27.6% and the relation ties that linked them was dominant due to a friendship bonds of 49.2%. 2). The network structure of village heads in Nias Regency as a whole is categorized as a weak communication network, with a network density of 0.041 and network coverage of 0.308. 3). The network pattern that is formed is radial personal network tends to spread and open to the environment. 4). The communication network consists of 10 Clicks that tend to form clicks by subdistrict. There are 6 roles of actors identified in the network: 1 liaison, 2 isolates, 8 opinion leaders, 25 bridges, 4 cosmopolite and 2 key actors. 5). The key actor in the network is the Village Head of Saiwahili Hiliadulo Idanogawo Sub-regency on behalf of Ediyanus Zai and the Head of Sifaoroasi Village of Somolo-Molo Subregency on behalf of Sabayuti Gulo.

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jaringan komunikasi merupakan suatu pola yang teratur dari hubungan antar individu yang dapat diidentifikasi sebagai pertukaran informasi yang dialami seseorang di dalam sistim sosialnya (Berger dan Chaffe, 1987: 239). Sebuah jaringan komunikasi identik dengan keterhubungan di antara dua aktor atau lebih. Studi jaringan komunikasi memberi penekanan pada relasi antara satu aktor dengan aktor yang lain dalam struktur sosial tertentu. Wasserman dan Faust (1994: 2) lebih detail menjelaskan bahwa jaringan komunikasi terdiri dari seperangkat aktor (node) dan hubungan (ties) di antara aktor. Aktor (node) dapat berupa individu, kelompok, organisasi atau masyarakat. Sedangkan hubungan (ties) mungkin terjadi di antara individu dengan individu atau terjadi di antara individu dengan kelompok tertentu dan seterusnya.

(5)

2 Hubungan (ties) mendefinisikan sifat keterhubungan komunikasi di antara individu, kelompok atau organisasi. Oleh karena itu, Monge dan Contractor (2003) mengatakan bahwa fokus dari analisis jaringan komunikasi adalah hubungan (relasional) di antara aktor. Pada analisis jaringan, proses komunikasi melibatkan relasi bukan atribut. Hal inilah yang membedakan analisis jaringan komunikasi dengan penelitian pada bidang sosial lainya. Scott (2003: 2) secara lebih detail menjelaskan bahwa dalam penelitian-penelitian sosial umumnya menghasilkan data atributif yaitu data mengenai pengetahuan, sikap, opini atau perilaku dari aktor, sedangkan dalam analisis jaringan komunikasi yang menjadi perhatian adalah data relasional.

Dengan memperhatikan fokus penelitian jaringan komunikasi tersebut, Marin dan Wellman (2011: 3) mengemukakan tiga karakteristik penting dari penelitian jaringan yaitu; memusatkan perhatian pada relasi bukan pada atribut, berfokus pada jaringan bukan kelompok dan relasi harus ditempatkan dalam konteks relasional tertentu. Jadi, secara umum tujuan dari analisis jaringan komunikasi adalah mencari struktur dan pola umum jaringan yang ada jauh dibawah permukaan sistim sosial. Analisis jaringan menggambarkan pola dan menggunakan deskripsi jaringan untuk mempelajari bagaimana struktur jaringan membatasi perilaku komunikasi dan perubahan sosial (Eriyanto, 2014: 13).

(6)

3 melalui jaringan interpersonal karena jaringan dapat berfungsi sebagai koneksi penting ke sumber informasi. Maka dalam difusi inovasi hingga pada adopsi inovasi muncul peran-peran individu dalam jaringan, yang disebut oleh Rogers sebagai struktur komunikasi (1983: 294).

Dalam pandangan Rogers (1983: 295) analisis jaringan komunikasi merupakan sebuah riset untuk mengidentifikasi struktur komunikasi dalam sebuah sistim, yang mana data relasional tentang arus informasi dianalisis dengan menggunakan beberapa tipe hubungan antarpersonal sebagai unit analisis. Pendapat Rogers ini terkait dengan struktur sosial yang timbul sebagai akibat keterhubungan individu oleh arus informasi dalam jaringan. Struktur-struktur yang stabil itu berupa klik atau saling keterhubungan mereka dalam jaringan sebagai penghubung atau jembatan. Hubungan yang terjadi di antara individu berupa arus informasi yang dipertukarkan secara terus menerus dan teratur membentuk pola atau struktur yang stabil berupa peran-peran aktor dalam jaringan.

(7)

4 pihak lain untuk memobilisasi gagasan-gagasan baru untuk kepentingan masyarakat (Leeuwis, 2009: 230).

Jaringan komunikasi berkontribusi penting terhadap pengembangan inovasi pembangunan terutama di perdesaan. Melalui komunikasi setiap kepala desa dapat memperoleh informasi tentang teknologi, inovasi dan mekanisme pembangunan terbaru sebagai hasil interaksi individu masing-masing kepala desa. Hal ini semakin dipertegas pasca diterbitkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang selanjutnya disebut UU Desa. UU Desa yang baru ini memperbaharui khasanah paradigma pembangunan di Indonesia terutama konsep pembangunan perdesaan. Posisi desa menjadi lebih kuat dan kokoh secara sosial kemasyarakatan dan berdaulat secara politik dalam kerangka demokrasi desa, pengembangan ekonomi desa berbasis potensi lokal dan pembangunan desa secara mandiri. Dalam pasal 1 ayat 1 UU Desa dijelaskan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(8)

5 perubahan sosial masyarakat dimana desa menjadi basis perubahan serta menggerakkan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi masyarakat di perdesaan sehingga desa menjadi tempat yang menarik sebagai tempat tinggal dan mencari nafkah.

Paradigma baru pembangunan desa yang berlaku saat ini sangat berbeda dari paradigma lama dimana kewenangan desa hanya bersifat target. Dalam peraturan perundangan-undangan yang ada sebelumnya yaitu Undang-Undang No 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa dan Undang-Undang No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, desa hanyalah sebagai organisasi yang berada dalam sistem pemerintahan kabupaten/kota sebagai local state government. Artinya desa hanya menerima tugas perbantuan dari pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota. Sedangkan, dalam UU Desa yang baru, kewenangan desa bersifat mandat. Desa secara mandiri dan penuh menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Paradigma ini menggunakan asas atau prinsip umum rekognisi-subsidiaritas (Mustakim, 2015: 10).

(9)

6 (intervensi) dari atas terhadap kewenangan lokal desa, melainkan memberikan dukungan dan fasilitasi terhadap desa.

Pembangunan desa ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat desa, dengan mendorong pembangunan desa-desa mandiri dan berkelanjutan yang memiliki ketahanan sosial, ekonomi dan lingkungan sesuai dengan amanat UU Desa. Ini adalah sebuah pendekatan baru pembangunan dimana pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan pengembangan lapangan pekerjaan tidak semata-mata berada di perkotaan melainkan kini bergeser ke wilayah perdesaan. Desa harus mampu berubah dan berpikir layaknya sebuah kota yang maju dan mandiri, baik dalam partisipasi politik, struktur ekonomi, lapangan kerja, lingkungan hidup, rekreasi, menikmati fasilitas publik, kesejahteraan dan jaminan sosial (Lie Keqiang, dalam Kasali: 2016).

(10)

7 Ketika kewenangan pembangunan di perdesaan kini sepenuhnya berada di tangan para pemangku kepentingan di desa, utamanya pemerintah desa (dhi. Kepala Desa), tantangan utamanya adalah bagaimana sebuah kebijakan yang unggul untuk kepentingan publik (masyarakat desa) diambil dan pelayanan publik yang berkualitas diberikan secara optimal (Nugroho, 2015: 13). Kepala Desa secara administratif kini berperan sebagai salah satu eksekutif di daerah pada level desa yang bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat desa, sebagaimana tertuang dalam pasal 26 ayat 1 UU Desa.

Dalam pandangan ekonomi baru tentang pembangunan, peran individu seorang pemimpin menjadi salah satu penentu utama keberhasilan pembangunan untuk mensejahterakan masyarakat. Amartya Sen (dalam Todaro dan Smith, 2011: 19) mengatakan bahwa “kapabilitas untuk berfungsi (capability to function)

merupakan hal yang berperan untuk menentukan status miskin tidaknya seseorang atau sebuah komunitas”. Lebih lanjut dijelaskan bahwa keberfungsian

(functioning), yaitu apa yang dilakukan (atau dapat dilakukan) seseorang terhadap komoditas dengan karakteristik tertentu yang dimiliki dan dikendalikannya. Oleh karena itu, desa dengan segala potensi desa yang ada, baik potensi sumber daya manusia, sumber daya alam, potensi budaya, kearifan lokal, keanekaragaman peran dan kelembangaan di desa kini dipertaruhkan di pundak seorang Kepala Desa.

(11)

8 Nomor 114 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa. Dalam Permendagri tersebut diamanatkan bahwa arah kebijakan pembangunan desa diarahkan ke dalam empat bidang, yakni; bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, bidang pelaksanaan pembangunan desa, bidang pembinaan masyarakat desa dan bidang pemberdayaan masyarakat desa. Keempat bidang ini selanjutnya diturunkan menjadi rencana kegiatan sesuai dengan kewenangan lokal desa dan kebutuhan masyarakat setempat.

(12)

9 Tentu saja tantangan ini semakin menambah beban baru bagi pemerintahan desa sebagai sebuah entitas yang diberikan kebebasan yang luas untuk mengembangkan dirinya sendiri. Kendala dan hambatan utama dalam proses ini adalah tidak meratanya kemajuan desa di seluruh Indonesia yang berdampak pada lambatnya adopsi terhadap aturan dan inovasi pembangunan, akses informasi yang kurang memadai dan masih minimnya kreatifitas masyarakat. Berdasarkan data indeks pembangunan desa tahun 2015, desa-desa di Indonesia diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) tingkatan, yaitu; desa mandiri berjumlah 2.898 desa, desa berkembang berjumlah 50.763 desa dan desa tertinggal berjumlah 20.432 desa.

Kondisi yang sama terjadi pada Pemerintah Kabupaten Nias yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Nias terdiri dari 10 Kecamatan dengan 170 desa masih berstatus daerah tertinggal dan sangat tertinggal. Hal ini berdasarkan rilis daftar daerah-daerah tertinggal di Indonesia sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 131 tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019, Kabupaten Nias menjadi salah satu dari 4 (empat) daerah tertinggal di Sumatera Utara dari total 122 daerah tertinggal di Indonesia. Sementara berdasarkan status kemajuan dan kemandirian desa tahun 2016 yang dikeluarkan oleh Kementerian Desa, PDTT RI menyatakan bahwa 170 desa yang ada di Kabupaten Nias masih berada pada status antara desa sangat tertinggal dan desa tertinggal.

(13)

10 sebagaimana dimuat dalam Dokumen Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Nias 2016, persentase penduduk miskin di Kabupaten Nias masih jauh lebih tinggi dibanding Sumatera Utara secara umum. Pada tahun 2015 tercatat 18,05 persen (24.530 jiwa) penduduk Kabupaten Nias hidup dibawah garis kemiskinan. Sedangkan Sumatera Utara secara umum hanya 10,53 persen (1.463.660 jiwa). Kondisi ini menunjukkan bahwa secara umum tingkat kesejahteraan penduduk Kabupaten Nias dibawah rata-rata.

Begitu juga halnya dengan rata-rata pengeluaran per kapita penduduk Kabupaten Nias lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata pengeluaran per kapita di Sumatera Utara. Pada tahun 2014 rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk Kabupaten Nias Rp. 591.400,- meningkat menjadi Rp. 623.400,- pada tahun 2015. Sementara tingkat pengeluaran per kapita Sumatera Utara tahun 2014 Rp. 939.300,- meningkat menjadi Rp. 956.300,- pada tahun 2015. Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat konsumsi masyarakat baik makanan dan non makanan masih rendah.

Salah satu indikator penting lainnya adalah indeks pembangunan manusia (IPM) yang mampu mencerminkan status kemampuan dasar (basic capabilites) penduduk, yakni; umur panjang dan kesehatan, pengetahuan dan keterampilan dan akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup layak. Pada tahun 2015 IPM Kabupaten Nias masih kategori rendah (IPM < 60) dengan nilai 58,85. Angka ini cukup jauh bila dibandingkan dengan rata-rata IPM Sumatera Utara tahun 2015 dengan nilai 69,51 (kategori sedang).

(14)

11 berkembang bahkan desa mandiri dengan kewenangan yang kuat dan sangat luas yang diberikan oleh UU Desa serta Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang bersumber dari APBN dengan besaran yang sangat ideal untuk pembangunan di desa? Dengan adanya reguasi baru, kewenangan yang besar kepada pemerintah desa dan perubahan sosial pada masyarakat perdesaan yang sangat dinamis, maka jawabannya adalah dibutuhkan seorang inovator yaitu pemimpin di desa yang memiliki inovasi dan kreatifitas dalam membangun desa.

Rogers (1983: 11) menjelaskan bahwa sebuah inovasi adalah suatu ide, praktik atau proyek yang dianggap baru oleh individu atau unit adopsi lainnya. Sebuah inovasi mungkin sudah diciptakan lama, tetapi jika individu melihatnya sebagai baru, maka mungkin saja menjadi sebuah inovasi bagi mereka. Bagi Rogers, proses inovasi hingga menjadi sebuah keputusan untuk adopsi melibatkan enam langkah yaitu pengetahuan (knowledge), persuasi (persuasion), keputusan (decision), implementasi (implementation), konfirmasi (confirmation) dan adopsi

atau penghentian (adoption or discontinuance). Keenam langkah inilah yang

semestinya dimiliki lebih awal oleh seorang pemimpin desa (Kepala Desa) agar

dia dapat disebut sebagai inovator yang mampu menjadi pelopor pembangunan

desa. Kepala Desa harus menjadi „pemimpin yang berpengaruh’ yang mampu

membentuk opini masyarakat, memberi solusi, dan mampu menginterpretasikan

informasi dari luar serta mengkomunikasikannya secara selektif kepada anggota

masyarakat di desa.

Dalam paradigma pembangunan desa dengan sistem village driven

(15)

12 tidak pernah datang sendiri, melainkan merupakan sebuah sistem yang sangat kompleks dan multi-dimensional. Selain elemen-elemen teknis dan pengorganisasian-sosial, inovasi harus dilihat sebagai „paket’ pengaturan sosial dan teknis serta praktik baru, yang mengimplikasikan bentuk baru dari koordinasi di dalam sebuah jaringan aktor-aktor yang saling berhubungan (Leeuwis, 2009: 228). Dengan kata lain, bahwa suatu inovasi perlu dipahami sebagai bentuk kerja baru secara menyeluruh.

Membangun 170 desa di Kabupaten Nias untuk mengangkatnya dari desa sangat tertinggal dan tertinggal menjadi desa berkembang bahkan desa mandiri, sangat perlu untuk membangun hubungan dan jaringan dalam gagasan baru atau yang sering disebut oleh Rip (dalam Leeuwis, 2009: 229) dengan „penjajaran’. Artinya ialah membawa aspek dan dimensi berbeda dari inovasi sejajar dengan yang lainnya. Masing-masing desa mempunyai keunggulan-keunggulan tersendiri dilihat dari bidang-bidang yang berbeda. Oleh karena itu, penting menciptakan hubungan yang efektif di antara pengaturan teknologi, sumber daya manusia dan pengorganisasian sosial.

(16)

13 Sehubungan dengan uraian di atas, terkait dengan inovasi pembangunan dan pengembangan jaringan perlu pengkajian lebih lanjut tentang struktur jaringan komunikasi, pola jaringan, aktor-aktor yang berperan dalam jaringan kepala desa di Kabupaten Nias. Berdasarkan hasil wawancara pendahuluan yang dilakukan di Badan Pemberdayaan Mayarakat Desa dan Kelurahan (BPMDK) Kabupaten Nias menginformasikan bahwa sampai pertengahan tahun 2016 masih belum terbentuk sebuah wadah komunikasi yang resmi bagi para Kepala Desa untuk saling berbagi informasi. Kendati kondisi ini tidak menggangu jalannya pembangunan, namun dirasakan bahwa kegiatan-kegiatan yang direncanakan dan diprogramkan di desa kurang inovatif dan sifatnya tidak berkelanjutan. Terkait dengan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di desa, hampir seluruh desa lebih dominan pada bidang penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan infrastruktur. Sedangkan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan ekonomi yang berkelanjutan masih belum menjadi perhatian.

1.2 Perumusan Masalah

(17)

14 belum berfungsi optimal, akses pemasaran yang masih lemah dan terbatas, akses pada sumber daya modal (fasilitas kredit) untuk pengembangan usaha relatif terbatas, akses terhadap teknologi informasi dan komunikasi yang masih rendah, serta tantangan-tantangan lainnya.

Untuk mengembangkan inovasi pembangunan desa, Kepala Desa semestinya adalah seseorang yang mampu berinovasi yang memaksimalkan potensi yang ada dalam dirinya secara internal serta mengasah potensi kemampuan pengambilan kebijakan sebagai seorang pemimpin di desa. Membangun desa berarti mengembangkan dan mengoptimalkan segala potensi yang ada di desa sesuai dengan tipologi wilayah desa menjadi sesuatu yang produktif dan berdampak bagi masyarakat.

(18)

15 Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah: Bagaimana jaringan komunikasi Kepala Desa di Kabupaten Nias memainkan peran dalam pertukaran informasi dan mendorong inovasi program pembangunan di Kabupaten Nias?

1.3 Tujuan Penelitian

Atas dasar perumusan masalah tersebut di atas, maka secara umum tujuan penelitian ini adalah melakukan eksplorasi terhadap jaringan komunikasi Kepala Desa dalam upaya mengembangkan inovasi pembangunan perdesaan pasca UU Desa.

Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis arus informasi atau pesan yang dipertukarkan antar-Kepala Desa di Kabupaten Nias.

2. Menganalisis struktur jaringan komunikasi Kepala Desa di Kabupaten Nias mulai dari level sistem (jaringan utuh), kelompok dan aktor.

3. Mengidentifikasi pola hubungan dalam jaringan komunikasi antar Kepala Desa di Kabupaten Nias pasca implementasi UU Desa.

4. Mengidentifikasi peranan aktor dalam jaringan Kepala Desa di Kabupaten Nias.

(19)

16 1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih dalam pengembangan ilmu pengetahun serta penerapannya dalam pembangunan di tengah-tengah masyarakat pada masa yang akan datang. Secara spesifik manfaat penelitian ini adalah:

1. Manfaat Akademis

Manfaat akademis atau teoritis dari penelitian ini adalah (1) menggiatkan kembali penggunaan metode Analisis Jaringan Komunikasi/Communication Network Analysis (CNA) sebagai salah satu metode atau pendekatan penelitian yang sangat penting dalam kajian komunikasi, (2) mengembangkan analisis jaringan komunikasi sebagai alternatif metode atau pendekatan penelitian dalam mengantisipasi fenomena jaringan dalam kehidupan sosial masyarakat dewasa ini pasca berkembangnya internet dan media sosial sebagai bagian dari perubahan sosial yang menghubungkan individu, kelompok maupun lembaga dengan individu, kelompok maupun lembaga lainnya, dan (3) penelitian ini diharapkan dapat mengimplementasikan kajian analisis jaringan komunikasi ke dalam bidang komunikasi pembangunan dan inovasi pembangunan.

2. Manfaat Praktis

(20)
(21)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dengan menganalisis jaringan komunikasi pemerintah desa di Kabupaten Nias dalam inovasi program pembangunan, dapat disimpulkan sebagai perikut:

(22)

166 2. Jumlah hubungan yang terbentuk dalam jaringan komunikasi kepala desa di Kabupaten Nias hanya 449 hubungan dari 10.920 kemungkinan hubungan yang bisa terbentuk. Dengan demikian, struktur jaringan komunikasi kepala desa di Kabupaten Nias secara keseluruhan memiliki densitas (kepadatan) jaringan yang rendah dengan nilai 0,041 dan kohesifitas (ketertutupan) jaringan yang rendah pula dengan nilai 0,308. Struktur jaringan komunikasi kepala desa di Kabupaten Nias terdiri dari 10 klik yang keanggotaannya merepresentasikan 10 kecamatan di Kabupaten Nias. Kepadatan jaringan klik relatif rendah dengan nilai rata-rata 40,4 %. Kepadatan jaringan tertinggi adalah Klik 6 – Kecamatan Sogae’adu dengan nilai 61,2% dan kepadatan jaringan paling rendah adalah Klik 6 – Kecamatan Idanogawo dengan nilai 23,3 %.

3. Pola jaringan yang terbentuk dalam jaringan komunikasi kepala desa di Kabupaten Nias adalah radial personal network. Pola ini mengindikasikan bahwa jaringan komunikasi kepala desa cenderung menyebar dan terbuka terhadap lingkungannya.

(23)

167

opinion leader dalam klik), 1 orang penghubung, 2 orang penyendiri dan 4 orang kosmopolit.

5. Dalam jaringan komunikasi kepala desa di Kabupaten Nias dideteksi 2 orang kepala desa yang berperan sebagai aktor kunci dalam jaringan yang memiliki nilai sentralitas paling tinggi dan paling konsisten, yaitu Kepala Desa Saiwahili Hili’adulo Kecamatan Idanogawo atas nama Ediyanus Zai (63) dan

Kepala Desa Sifaoroasi Kecamatan Somolo-Molo atas nama Sabayuti Gulo (92).

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka penulis ingin menyarankan beberapa hal, yakni:

Pertama, disarankan kepada Pemerintah, terutama Pemerintah Kabupaten Nias agar:

1. Memaksimalkan peran kepala desa-kepala desa yang berada di posisi sebagai aktor kunci, opinion leader pada klik dan bridge sebagai aktor utama dalam penyebarluasan informasi-informasi pembangunan.

(24)

168 3. Mendorong pengembangan jaringan komunikasi kepala desa di Kabupaten Nias yang dinamis dengan membangun hubungan kerjasama dengan

stakeholder-stakeholder lain di luar pemerintahan seperti perguruan tinggi, perusahaan-perusahaan pengembang teknologi tepat guna dan juga perusahaan-perusahaan pengembang teknologi informasi dan komunikasi untuk mewukudkan desa-desa di Kabupaten Nias sebagai desa inovatif.

Kedua, Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa analisis jaringan komunikasi kepala desa di Kabupaten Nias ini tidak mungkin menggambarkan keseluruhan fenomena komunikasi pembangunan secara utuh. Penelitian ini memiliki ruang lingkup yang terbatas berkaitan dengan pola hubungan komunikasi yang terjadi di antara kepala desa dan secara khusus membahas arus informasi pembangunan yang dipertukarkan di dalamnya. Tentu saja komunikasi pembangunan memiliki dimensi yang lebih besar dan lebih luas lagi.

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Buku/Jurnal/Prosiding

Afrizal. 2016. Metode Penelitian Kualitatif; Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan Penelitian Kualitatif Dalam Berbagai Disiplin Ilmu.

Jakarta: Rajawali Pers.

Azis, A. 2002. Analisis Jaringan Komunikasi Dalam Masyarakat Tradisional Kampung Naga (Kasus Dalam Usaha Tani Padi). Bogor: Tesis Magister – Institut Pertanian Bogor.

Berger, Charles R. dan Chaffe, Steven H. (Ed). 1987. Handbook of Communication Science. Beverly Hills California: Sage.

Borgatti, Sthephen P. dan Halgin, Daniel S. 2011. “On Network Theory”.

Organizaton Science, Articles in Advance. Pp. 1-14, INFORMS.

Borgatti, S.P., M.G. Everett, dan L.C. Freeman. 2002. Ucinet 6 for Windows: Software for Social Network Analysis. Harvard: Analytic Technologies. Borgatti, Sthephen P., Carley, Kathleen M. dan Krackhardt, D. 2006. “On the

Robustness of Centrality Measures Under Condition of Imperfect Data”.

Social Netwoks. 28, 124-136.

Bungin, B. 2013. Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi dan Kebijaka Pubik serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana. Cindoswari, A. Rara. 2016. “Analisis Struktur Jaringan Komunikasi dalam

Adaptasi Ekonomi, Sosial dan Budaya pada Paguyuban Babul Akhirat di Kota Batam”. Komunikasi, Vol. X No. 02: 129-144.

Dilla, S. 2010. Komunikasi Pembangunan: Pendekatan Terpadu. Bandung: Sembiosa Rekatama Media.

Edwards. G. 2010. “Mixed-Method Approaches to Sosial Network Analysis”.

ESRC National Centre for Research Methods Review Paper. NCRM.015. Eriyanto. 2014. Analisis Jaringan Komunikasi Strategi Baru dalam Penelitian

Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.

Everton, Sean F. 2010. Tracking, Destabilizing And Disrupting Dark Networks With Social Networks Analysis. Diakses dari https://www.researchgate.net/publication/266465594_Tracking_destabili zing_and_disrupting_dark_networks_with_social_network_analysis_Dar k_Networks_Course_Manual pada pada tanggal 15 September 2016. Fachruddin, S. dan Jumrana. 2013. “Peran Opinion Leader Dalam Jaringan

(26)

170 Granovetter, M. 1973. “The Strength of Weak Ties”. American Journal of

Sociology, Vol. 78, No. 6, 1360-1380.

Hanneman, Robert A dan Riddle, M. 2005. Introduction to Social Network Methods. Riverside, CA: University of California, Riverside (published in digital form at http://faculty.ucr.edu/~hanneman/).

Hoffman, C. 2000. Introduction to Sociometry. Diakses dari http://www.hoopandtree.org/cons_sociometry_introduction.pdf pada tanggal 23 November 2016.

Hossain, L. dan Uddin, S. 2013. “Dyad and Triad Census Analysis of Crisis Communication Network”. Social Network, 2, 32-41.

Ife, J. dan Tesoriero, F. 2008. Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jorgensen, Daniel J. 2004. Networking to Meet the Demands of Youth: An Analisys of Communication Networls Among Nueces County Youth Services Organizations. Paper presented at the Southwestern Social Science Conference. March 18, 2004, Corpus Christi, Texas.

Kadushin, C. 2004. Introduction to Sosial Network Theory. Diakses dari http://www.cin.ufpe.br/~rbcp/taia/Kadushin_Concepts.pdf pada tanggal 15 September 2016.

Kasali, R. 2016. Kita Hidup dalam Gempuran Urbanisasi. Diakses dari http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/02/10/052800326/Kita.Hid up.dalam.Gempuran.Urbanisasi?page=all; pada tanggal 1 September 2016.

Katz, N., Lazer, D., Arrow H. dan Contractor, N. 2004. “Network Theory and Small Groups”. Small Group Research, Vo. 35 No. 3, 307-332.

Kriyantono, R. 2010. Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi dan Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana.

Leeuwis, C. 2009. Komunikasi untuk Inovasi Pedesaan Berpikir Kembali tentang Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta: Kanisius.

Littlejhon, Stephen W. dan Foss, Karen A. 2011. Theories of Communication, 9th Ed. Jakarta: Salemba Humanika.

Marin, A. dan Wellman, B. 2011. “Social Network Analysis: An Introduction”, 11-25 dalam Scott, J. & Carrington, Peter J., Eds, The SAGE Handbook of Social Network Analysis, 601 h., Thousand Oaks, California: Sage Publication.

(27)

171 Mefalopulos, P. 2008. Development Communication Sourcebook : Broadening the

Boundaries of Communication. Washington DC: The World Bank. Miller, K. 2012. Organizational Communication: Approaches and Processes

Sixth Edition. Wadsworth: Cengage Learning.

Monge, Peter R. dan Contractor, Noshir S. 2003. Theories of Communication Networks. New York: Oxford University Press.

Mulyana, D. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mustakim, M. Zaini. 2015. Kepemimpinan Desa. Jakarta: Kementerian Desa, PDTT RI.

Nasution, Z. 2004. Komunikasi Pembangunan; Pengenalan Teori dan Aplikasinya

Edisi Revisi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Nugroho, R. 2015. Policy Making Membangun Negara Biasa Menjadi Negara Berprestasi. Jakarta: Alex Media Komputindo.

Pace, R. Wayne dan Faules, Don F. 2015. Komunikasi Organisasi Strategi Meningkatkan Kinerja P erusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Prell, C., Hubacek, K. dan Reed M. 2009. ”Stakeholder Analysis and Social

Network Analysis in Natural Resource Management”. Society and

Natural Resources, 22: 501-518. Routledge, Taylor & Francis Group. Pujileksono, S. 2015. Metode Penelitian Kualitatif. Malang: Intrans Publishing. Rangkuti, Parlaungan A. 2009. “Jaringan Komunikasi Petani Dalam Adopsi

Inovasi Teknologi Pertanian (Kasus Adopsi Inovasi Traktor Tangan di Desa Neglasari, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat”. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 27 No. 1: 45-60.

Rogers, Everet M. dan Kincaid, D. Lawrence. 1981. Communications Network: Toward a New Paradigm for Research. New York: The Free Press. Rogers, Everet M. 1983. Diffusion of Inovations, Third Edition. New York: The

Free Press.

Rogers, Everet M. (Editor). 1985. Komunikasi dan Pembangunan: Perspektif Kritis. Penerjemah: Dasmar Nurdin. Jakarta: LP3ES.

Scott, J. 2000. Sosial Network Analysis A Handbook, Second Edition. Thousand Oaks, California: Sage Publication.

Servaes, J. dan Malikhao, P. 2005. “Participatory Communication: The New Paradigm?”, 91-103 dalam Hemer, O & Tufte, T., Eds, Media & Glocal Change Rethinking Communication for Development, 493 h., Buenos Aires: Clasco.

Servaes, J. (Ed). 2008. Communication for Development and Social Change.

(28)

172 Severin, Warner J. dan Tankard James W. Jr. 2009. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode dan Terapannya di Dalam Media Massa Edisi Kelima. Jakarta: Kencana.

Silalahi, U. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Singarimbun, M. 2012. Metode dan Proses Penelitian, hal. 3 – 16 dalam Effendi, S. dan Tukiran, Ed., Metode Penelitian Survei, 319 h., Jakarta: LP3ES. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Tichy, Noel M., Tushman, Michael L. dan Fombrun, Charles. 1979. “Social Network Analysis for Organizations”. The Academy of Management Review. Vol. 4, No. 4, pp. 507-519.

Todaro, Michael P. dan Smith, Stephen C. 2011. Pembangunan Ekonomi. Edisi Kesebelas Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.

UNDP. 2011. Communication for Development - Strengthening the effectiveness of the United Nations. New York: United Nation Development Programme.

Waldstrom, C. 2003. Understanding Intra-Organizational Relations Through Social Network Analysis. Aarhus: Dissertation Doctor of Philosophy The Aarhus School of Bussiness.

Wasserman, S. dan Faust, K. 1994. Social Network Analysis: Methods and Application. Cambridge: Cambridge University Press.

Peraturan Perundangan-Undangan

Undang-Undang Nomor Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019.

Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019.

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

(29)

173 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2015

tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa.

Peraturan Bupati Nias Nomor 22 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa di Kabupaten Nias.

Keputusan Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2016 tentang Status Kemajuan dan Kemandirian Desa.

Dokumen Daerah dan Pusat

Indeks Pembangunan Desa 2014 – Tantangan Pemenuhan Standar Pelayanan Minimum Desa. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI & Badan Pusat Statistik – 2015.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 – Buku I Agenda Pembangunan Nasional. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI – 2014.

Indeks Kesulitan Geografis Wilayah Kabupaten Nias Tahun 2015. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Kabupaten Nias – 2015.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Nias 2016-2021 – 2016.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Nias 2016. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Kabupaten Nias – 2016. Nias Dalam Angka 2016. Badan Pusat Statistik Kabupaten Nias – 2016. ISSN:

Referensi

Dokumen terkait

Ruang isolasi adalah ruangan khusus yang terdapat di rumah sakit yang merawat pasien dengan kondisi medis tertentu terpisah dari pasien lain ketika mereka mendapat perawatan

The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia 5 Faktor Eksternal Perlambatan ekonomi global Penurunan harga komoditas Persaingan dalam menarik investasi

Penelitian ini bermanfaat bagi para pihak yang melakukan perjanjian Bank Garansi baik pihak pemberi jaminan (penjamin atau nasabah atau kreditur), pihak penerima jaminan

Dari segi berat atau ringannya hukuman, maka hukum pidana Islam dapat dibedakan menjadi (a) jarimah hudud, (b) jarimah qishash, dan (c) jarimah ta’zir.. Dari segi unsur

Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, ada masukan yang dapat dikemukakan untuk pengembangan sistem informasi kegiatan pekerjaan

Reaktivitas : Tidak ada data tes khusus yang berhubungan dengan reaktivitas tersedia untuk produk ini atau bahan bakunya....

Blefaritis superfisial Bila infeksi kelopak superfisial disebabkan oleh staphylococcus maka pengobatan yang terbaik adalah dengan salep antibiotik seperti sulfasetamid

KemenPU, Dinas SDA Prov., DPU 8 Pengelolaan dan perlindungan daerah irigasi Kabupaten Klaten 5.000 Prov./ APBN APBD Kab./ KemenPU, Dinas SDA Prov., DPU 9 Peningkatan