ABSTRACT
HANDLING NEEDS ANALYSIS OF PRINGSEWU DISTRICT ROAD
NETWORK BASED ON LEVEL OF SERVICE
By
ANDYTIA PRATIWI
As a new autonomous region, Pringsewu potentially develop rapidly. It will have
an impact on the increasing movement of people and goods. At certain points will
decrease the level of service that is technically characterized by an increased value
of VC Ratio. In terms of non-technical, level of service can also be viewed from
the standpoint of the public as users of the road.
This study aims to identify patterns of movement in Pringsewu District and
analyzing the handling needs of the road network in the Pringsewu District in
2014, 2019, 2024 and 2039 based on VC ratio through 4 stages of transportation
modeling using tranplan software. To support this analysis, also conducted
research about level of service in Pringsewu District based on public perception as
road users. The primary data in this study was obtained through a survey of LHR
and road user perception survey conducted through questionnaires. Secondary
data for modeling requirements obtained through relevant institutions.
The result of analysis is a pattern of movement in 2014, 2019, 2024 and 2039 is
almost the same, only the quantity increases from year to year. Subdistrict of
Pringsewu, Sukoharjo and Gadingrejo be the movement center. The VC ratio of
road sections in Pringsewu District in 2014 was dominated by VC ratio < 0.6. For
2024 year, road handling by building the North Ring Road considered to
necessary because traffic flow increased significant and VC Ratio of some streets
≥ 0.9. Road handling in 2039 by increased capacity through widening of the road.
Based on the user's perception, level of road service in Pringsewu District is good
enough. Level of road sservice in the Pringsewu District highly influenced by
accessibility, mobility, safety and road conditions.
ABSTRAK
ANALISIS KEBUTUHAN PENANGANAN JARINGAN JALAN DI
WILAYAH KABUPATEN PRINGSEWU BERBASIS TINGKAT
PELAYANAN
Oleh
ANDYTIA PRATIWI
Sebagai daerah otonomi baru, Pringsewu berpotensi berkembang dengan cepat.
Hal tersebut akan berdampak pada meningkatnya pergerakan orang dan barang.
Pada titik-titik tertentu akan terjadi penurunan tingkat pelayanan jalan (
level of
service
) yang secara teknis ditandai dengan meningkatnya nilai VC Rasio. Dari
sisi non teknis tingkat pelayanan jalan juga dapat ditinjau dari sudut pandang
publik selaku pengguna jalan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola pergerakan di Kabupaten
Pringsewu dan menganalisis kebutuhan penanganan jaringan jalan di wilayah
Kabupaten Pringsewu pada tahun 2014, 2019, 2024 dan 2039 berdasarkan nilai
VC Rasio melalui pemodelan transportasi 4 tahap menggunakan bantuan
software
tranplan. Untuk mendukung analisis tersebut, dilakukan pula penelitian mengenai
tingkat pelayanan jalan di Kabupaten Pringsewu berdasarkan persepsi masyarakat
sebagai pengguna jalan. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui survei
LHR dan survei persepsi pengguna jalan dilakukan melalui penyebaran kuesioner.
Data sekunder untuk kebutuhan pemodelan diperoleh melalui instansi terkait.
Dari hasil analisis diperoleh pola pergerakan pada tahun 2014, 2019, 2024 dan
2039 yang hampir serupa, hanya dari segi kuantitas terjadi peningkatan dari tahun
ketahun. Pusat pergerakan terjadi di Kecamatan Pringsewu, Kecamatan Sukoharjo
dan Kecamatan Gadingrejo. Nilai VC rasio ruas-ruas jalan di Kabupaten
Pringsewu pada tahun 2014 masih didominasi oleh nilai VC rasio < 0,6. Pada
tahun 2024 alternatif penanganan jalan melalui pembangunan Jalan Lingkar Utara
Kabupaten Pringsewu dianggap perlu dilakukan mengingat adanya peningkatan
arus yang cukup signifikan dan nilai VC Rasio beberapa ruas jalan sudah
≥ 0,9
(
over capacity
). Penanganan jalan di tahun 2039 yaitu dengan peningkatan
kapasitas melalui pelebaran jalan. Berdasarkan persepsi pengguna jalan, tingkat
pelayanan jalan di Kabupaten Pringsewu adalah cukup baik. Tingkat pelayanan
jalan di Kabupaten Pringsewu sangat dipengaruhi oleh aksesibilitas, mobilitas,
keselamatan dan kondisi jalan.
ANALISIS KEBUTUHAN PENANGANAN JARINGAN JALAN
DI WILAYAH KABUPATEN PRINGSEWU BERBASIS
TINGKAT PELAYANAN
Oleh
ANDYTIA PRATIWI
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
MAGISTER TEKNIK
Pada
Program Pascasarjana Magister Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
ANALISIS KEBUTUHAN PENANGANAN JARINGAN JALAN DI
WILAYAH KABUPATEN PRINGSEWU BERBASIS TINGKAT
PELAYANAN
(Tesis)
Oleh
ANDYTIA PRATIWI
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Interaksi Penggunaan Lahan dan Transportasi ... 21
Gambar 2. Hubungan Sistem Pengangkutan, Lalu Lintas dan Aktivitas ... 22
Gambar 3.
Distribusi Perjalanan Yang Digambarkan Melalui Garis Keinginan
(
Desire Line
)
... 27
Gambar 4. Lokasi Survei Data Primer ... 66
Gambar 5. Diagram Alir Penelitian ... 76
Gambar 6. Sistem Jaringan Jalan Kabupaten Pringsewu ... 79
Gambar 7. Titik Survei LHR ... 80
Gambar 8. Kondisi LHR Jl. Ahmad Yani Kabupaten Pringsewu ... 84
Gambar 9. Kondisi LHR Jl. Jendral Sudirman Kabupaten Pringsewu ... 85
Gambar 10. Kondisi LHR Jl. K.H. Gholib Kabupaten Pringsewu ... 86
Gambar 11. Kondisi LHR Jl. Kesehatan Kabupaten Pringsewu ... 88
Gambar 12. Model Jaringan Jalan Kabupaten Pringsewu ... 103
Gambar 13.
Arus Lalu Lintas
Hasil Pembebanan Tahun 2014 ... 104
Gambar 14. VCR Setiap Ruas Jalan Hasil Pembebanan Tahun 2014 ... 105
Gambar 15.
Arus Lalu Lintas
Hasil Pembebanan Tahun 2014 Setelah dilakukan
Penanganan Jalan ... 110
Gambar 16. VCR Setiap Ruas Jalan Hasil Pembebanan Tahun 2014 Setelah
Penanganan Jalan ... 111
Gambar 17.
Arus Lalu Lintas
Hasil Pembebanan Tahun 2019 ... 112
Gambar 18. VCR Setiap Ruas Jalan Hasil Pembebanan Tahun 2019 ... 113
vii
Penanganan Melalui Pembangunan Jalan Lingkar Utara ... 117
Gambar 22. VCR Setiap Ruas Jalan Hasil Pembebanan Tahun 2024 dengan
Adanya Pembangunan Jalan Lingkar Utara ... 118
Gambar 23. Hasil Pembebanan Tahun 2024 Setelah dilakukan Penanganan
Melalui Pembangunan Jalan Lingkar Selatan ... 120
Gambar 24. VCR Setiap Ruas Jalan Hasil Pembebanan Tahun 2024 dengan
Adanya Pembangunan Jalan Lingkar Selatan ... 121
Gambar 25.
Arus Lalu Lintas
Hasil Pembebanan Tahun 2024 Setelah dilakukan
Penanganan Melalui Pembangunan Jalan Lingkar Utara dan
Lingkar Selatan ... 122
Gambar 26. VCR Setiap Ruas Jalan Hasil Pembebanan Tahun 2024 dengan
Adanya Pembangunan Jalan Lingkar Utara dan Lingkar Selatan ... 123
Gambar 27.
Arus Lalu Lintas
Hasil Pembebanan Tahun 2039 ... 124
Gambar 28. VCR Setiap Ruas Jalan Hasil Pembebanan Tahun 2039 ... 125
Gambar 29.
Arus Lalu Lintas
Hasil Pembebanan Tahun 2039 Setelah dilakukan
Penanganan Jalan ... 127
Gambar 30. VCR Setiap Ruas Jalan Hasil Pembebanan Tahun 2039 Setelah
i
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Batasan Masalah ... 6
II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kondisi Umum Kabupaten Pringsewu ... 7
1. Pengembangan Sistem Pusat-Pusat Kegiatan ... 8
2. Penetapan Fungsi dan Peran Perkotaan ... 9
3. Rencana Sistem Perdesaan ... 13
B. Jaringan Transportasi Jalan ... 14
C. Sistem Tata Guna Lahan dan Transportasi ... 19
D. Pemodelan Transportasi ... 23
1. Model Bangkitan dan Tarikan Perjalanan (
Trip Generation and Trip
Attraction
) ... 24
2. Model Sebaran Perjalanan (Trip Distribution) ... 26
3. Model Pemilihan Kendaraan (Moda Split) ... 28
4. Model Pemilihan Rute Perjalanan (Trip Assigment) ... 29
E. Kinerja Jaringan Jalan Perkotaan ... 30
ii
F. Tingkat Pelayanan Jalan ... 36
G. Indikator Kinerja Sebagai Ukuran Pelayanan ... 40
1. Aksesibilitas ... 42
2. Mobilitas ... 42
3. Keselamatan... 43
4. Kondisi Jalan ... 43
5. Kecepatan ... 45
H. Kegiatan Penanganan Jalan ... 46
1. Jenis Kegiatan Penanganan Jalan ... 46
2. Penentuan Urutan Prioritas Penanganan Jalan ... 50
I.
Tranplan (
Transportation Planning
) ... 52
J. Pendekatan Pembebanan
Wardrop Equilibrium
... 53
K. Analisis Regresi Berganda ... 54
L. Analisis Statistik Deskriptif ... 56
III METODE PENELITIAN
A. Lingkup Kawasan Penelitian ... 59
B. Pengumpulan Data Sekunder ... 59
C. Tahapan Pemodelan Transportasi ... 60
1. Penentuan Zona ... 60
2. Persiapan Model Jaringan Jalan dan Data Masukan ... 62
3. Model Bangkitan dan Tarikan Perjalanan ... 62
4. Model Sebaran Perjalanan ... 63
5. Model Pemilihan Moda ... 63
6. Model Pemilihan Rute dan Pembebanan Jaringan ... 64
D. Survei dan Pengumpulan Data Primer ... 65
1. Survei LHR ... 65
2. Survei Persepsi Pengguna Jalan ... 67
E. Analisis Data ... 74
F. Diagram Alir Metode Penelitian ... 75
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sistem Jaringan Jalan di Kabupaten Pringsewu ... 77
B. Analisis Kinerja Beberapa Ruas Jalan di Kabupaten Pringsewu ... 78
1. Data Geometri... 80
2. Data Volume Kendaraan ... 81
3. Kondisi LHR Jl. Ahmad Yani Kabupaten Pringsewu ... 83
4. Kondisi LHR Jl. Jendral Sudirman Kabupaten Pringsewu ... 84
5. Kondisi LHR Jl. K.H. Gholib Kabupaten Pringsewu ... 86
iii
10. Kecepatan ... 92
C. Model Bangkitan Perjalanan di Kabupaten Pringsewu ... 93
D. Model Sebaran Perjalanan di Kabupaten Pringsewu ... 97
E. Model Pemilihan Rute/Pembebanan Jaringan ... 101
1. Model Pembebanan Jaringan Pada Tahun 2014 ... 102
2. Validasi Hasil Simulasi Tranplan Dengan Survei Lapangan ... 105
F. Analisis Kebutuhan Jalan di Kabupaten Pringsewu ... 107
1. Analisis Kebutuhan Jaringan Jalan Kabupaten Pringsewu Tahun 2014 .. 108
2. Analisis Kebutuhan Jaringan Jalan Kabupaten Pringsewu Tahun 2019 ... 112
3. Analisis Kebutuhan Jaringan Jalan Kabupaten Pringsewu Tahun 2024 .. 114
4. Analisis Kebutuhan Jaringan Jalan Kabupaten Pringsewu Tahun 2039 ... 124
G. Tingkat Pelayanan Jalan Berdasarkan Persepsi Pengguna Jalan ... 129
1. Aksesibilitas ... 134
2. Mobilitas ... 134
3. Keselamatan ... 135
4. Kondisi Jalan ... 135
5. Kecepatan ... 136
V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 138
B.
Saran
... 139
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A
LAMPIRAN B
viii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A
1.
Data Penduduk dan Luas Wilayah
2.
Perhitungan Jumlah Penduduk Tahun 2014, 2019 dan 2039
3.
Analisis Regresi untuk Bangkitan
4.
Jumlah Bangkitan (Oi)
5.
Analisis Regresi untuk Tarikan
6.
Jumlah Tarikan (Di)
7.
Iterasi Furness Untuk MAT Tahun 2014
8.
Iterasi Furness Untuk MAT Tahun 2019
9.
Iterasi Furness Untuk MAT Tahun 2024
10.
Iterasi Furness Untuk MAT Tahun 2039
11.
Titik Persentase Distribusi F untuk Probabilitas = 0,05
12.
Titik Persentase Distribusi t
13.
Daftar Induk Jaringan Jalan Kabupaten Pringsewu
14.
Hasil Pembebanan 2014
15.
Hasil Pembebanan 2014 Aksi
16.
Hasil Pembebanan 2019
17.
Hasil Pembebanan 2024
18.
Hasil Pembebanan 2024 (Lingkar Utara)
19.
Hasil Pembebanan 2024 (Lingkar Selatan)
20.
Hasil Pembebanan 2024 (Lingkar Utara dan Selatan)
21.
Hasil Pembebanan 2039
22.
Hasil Pembebanan 2039 Aksi
LAMPIRAN B
1.
Form Survei Volume Lalu Lintas
2.
Survei Volume Lalu Lintas
3.
Arus Lalu Lintas Terklasifikasi
4.
Formulir UR-1
5.
Formulir UR-2
6.
Formulir UR-3
7.
Perhitungan Kinerja Ruas Jalan
8.
Tabel dan Grafik MKJI
LAMPIRAN C
1.
Kuesioner
2.
Analisis Regresi Tingkat Pelayanan Jalan Kabupaten Pringsewu
3.
Jawaban Kuesioner
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.
Rencana Sistem Kota di Kabupaten Pringsewu ... 12
Tabel 2.
Rencana Sistem Perdesaan di Kabupaten Pringsewu ... 13
Tabel 3.
Kelas Jalan Berdasarkan MST ... 19
Tabel 4.
Tingkat Pelayanan Jalan dan Karakteristik Operasi Terkait ... 37
Tabel 5.
Indeks Permukaan ... 44
Tabel 6.
Kondisi Permukaan Secara Visual dan Nilai RCI ... 45
Tabel 7.
Pembagian Zona ... 61
Tabel 8. Matrik Asal Tujuan (MAT) Tahun 2011 (orang/hari)... 64
Tabel 9.
Kriteria Standar Pelayanan Minimal (SPM) ... 71
Tabel 10. Panjang Jalan di Kabupaten Pringsewu Menurut Jenis
Perkerasannya ... 78
Tabel 11. Data Geometri Ruas Jalan Kabupaten Pringsewu ... 80
Tabel 12. Arus Lalu Lintas (Q) Ruas Jalan Kabupaten Pringsewu ... 83
Tabel 13. Kapasitas Ruas Jalan Kabupaten Pringsewu ... 89
Tabel 14. Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Pada Ruas Jalan Kabupaten
Pringsewu ... 90
Tabel 15. Derajat Kejenuhan Ruas Jalan Kabupaten Pringsewu ... 91
Tabel 16. Kecepatan Tempuh Ruas Jalan Kabupaten Pringsewu ... 92
Tabel 17. MAT Kabupaten Pringsewu Tahun 2014 (Orang per hari) ... 98
Tabel 18. MAT Kabupaten Pringsewu Tahun 2019 (Orang per hari) ... 99
v
Tabel 22. Segmen Jalan yang Ditingkatkan Kapasitas Dasarnya ... 109
Tabel 23.
Nilai VC Rasio Setelah dilakukan Penanganan Jalan Tahun 2014
... 111
Tabel 24. Segmen Jalan yang Ditingkatkan Kapasitas Dasarnya Tahun 2039 ... 126
Tabel 25.
Nilai VC Rasio Setelah dilakukan Penanganan Jalan Tahun 2039
... 128
Tabel 26. Interpretasi Skor Jawaban
Untuk Analisis Regresi
... 130
Persembahan
Dengan Kerendahan hati, kupersembahkan karya sederhana ini untuk
Papaku tercinta Hi. Abdul Halim, S.H.,
Mamaku tercinta Hj. Dra. Budi Miharti,
Kedua Kakakku tersayang Aprillia, S.H dan Ariawati, S.E.,
Serta tidak lupa Dosen-dosenku dan
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Tanjung Karang, Bandar Lampung pada
tanggal 28 April 1987, merupakan anak ketiga dari pasangan
Bapak Hi. Abdul Halim, S.H. dan Ibu Hj. Dra. Budi Miharti.
Penulis menempuh pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK)
Bhayangkari Bandar Lampung pada tahun 1998. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikan di SDN 2 Palapa Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 1999.
Pendidikan tingkat pertama ditempuh di SLTPN 2 Bandar Lampung yang
diselesaikan pada tahun 2002. Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat atas di
SMUN 9 Bandar Lampung pada tahun 2005. Kemudian di tahun yang sama,
penulis diterima menjadi mahasiswi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Lampung melalui jalur UMPTN dan berhasil lulus dengan gelar
Sarjana Teknik pada tahun 2009.
Pada tahun 2012 penulis kembali melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi dan tercatat sebagai mahasiswi Program Pascasarjana Magister Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Lampung. Saat ini penulis bekerja sebagai Pegawai
SANWACANA
Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Adapun penulisan tesis ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknik Sipil pada
Fakultas Teknik Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak lepas dari hambatan dan rintangan, namun
berkat rahmat-Nya serta bimbingan dan bantuan dari pembimbing dan dari
berbagai pihak, baik moril maupun materil, secara langsung maupun tidak
langsung, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Untuk itu, izinkanlah penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1.
Bapak Prof. Dr. Suharno, M.Sc.,Ph.D. selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Lampung;
2.
Ibu Dr. Dyah Indriana Kusumastuti, S.T.,M.Sc., selaku Ketua Program Studi
Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung. Terima kasih
atas kebaikannya selama ini;
3.
Ibu Dr. Rahayu Sulistyorini, S.T.,M.T., selaku Sekretaris Program Studi
Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung sekaligus
Pembimbing Akademik, dan Dosen Penguji pada tesis ini. Terima kasih atas
banyak atas kesediannya untuk memberikan bimbingan, ilmu, petunjuk,
nasehat, saran dan kritik yang membangun dalam proses penyelesaian tesis
ini;
5.
Bapak Sasana Putra, S.T.,M.T., selaku Pembimbing II. Terima kasih banyak
atas kesediannya untuk memberikan bimbingan, ilmu, petunjuk, nasehat,
saran dan kritik yang membangun dalam proses penyelesaian tesis ini;
6.
Segenap Dosen Pengajar di Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Lampung atas ilmu yang diberikan;
7.
Seluruh staf dan karyawan Fakultas Teknik Sipil Universitas Lampung yang
telah banyak membantu memberikan informasi dan kelancaran administrasi
selama penulis menyelesaikan pendidikan;
8.
Seluruh rekan-rekan pada instansi pemerintah atas kesediannya membantu
dalam proses terkumpulnya data penelitian;
9.
Kedua orang tuaku tercinta Hi. Abdul Halim, S.H. dan Hj. Dra. Budi Miharti,
atas kasih sayang dan doanya, serta dukungan moril maupun materil yang
tidak ternilai selama ini dalam menunjang keberhasilan penulis selama
menempuh pendidikan;
10.
Kakak-Kakakku tersayang Aprillia, S.H., Ariawati, S.E., M. Risco Irawan
S.STP.,M.Si., M. Riduwan Pasra, S.E., MBA. Terima kasih atas doa,
masukan dan dukungannya, juga untuk keponakanku tersayang M. Akbar
Firjatullah dan Azra Malihanisa yang jadi penghibur dengan kelucuannya.
11.
Teman-teman Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pringsewu yang sudah
Fahmi, Mas Iwan dan semuanya yang tidak dapat disebutkan satu per satu,
terima kasih banyak.
12.
Teman-teman seperjuangan di Magister Teknik Sipil angkatan 2012, Mbak
Dita, Mbak Siska, Amel, Mbak Eka, Bang Adit, Kak Fahmi, Kak Maisal,
Rama, Kak Agung, Angga, Ashruri, Hermon, Bang Erwin dan Pak Aulia.
Terima kasih atas keseruan dan kekompakannya. Tetap saling
support
sampai
kapanpun ya, bersyukur bisa bertemu kalian semua.
Penulis sadar banyak sekali pihak-pihak yang tidak disebutkan yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan tulisan ini. Semoga Allah SWT
membalas kebaikan yang telah diberikan selama ini. Semoga tulisan ini dapat
bermanfaat bagi yang membaca.
Bandar Lampung, Agustus 2014
Penulis,
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2008 dan merupakan Daerah Otonomi Baru (DOB) hasil pemekaran dari
Kabupaten Tanggamus. Ditinjau dari letak dan karakteristik wilayah, Kabupaten
Pringsewu mempunyai peranan penting yang cukup strategis baik lokal maupun
regional. Hal ini dikarenakan di Kabupaten Pringsewu terdapat Jalan Lintas Barat
(Jalinbar) yang menghubungkan antara Bakauheni
–
Bandar Lampung
–
Pringsewu
–
Krui
–
Bengkulu
–
Padang
–
hingga Banda Aceh. Dengan demikian
Kabupaten Pringsewu berpotensi berkembang sangat cepat.
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pringsewu, pengembangan
sistem jaringan transportasi Kabupaten Pringsewu direncanakan mampu
meningkatkan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi
wilayah yang merata serta meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan
jaringan prasarana transportasi yang terpadu dan merata di seluruh wilayah
Kabupaten Pringsewu. Semua itu menuntut akan suatu sistem jaringan
transportasi yang optimal dalam pelayanan.
Salah satu jenis jaringan transportasi yang paling mendasar adalah jaringan
Indonesia memang masih dikuasai oleh moda transportasi yang menggunakan
prasarana jalan (Direktorat Jenderal Bina Marga, 2012).
Dalam pasal 5 ayat 1 dan 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun
2004 tentang Jalan menyebutkan, jalan sebagai bagian prasarana transportasi
mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan
hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat. Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan
urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.
Keberadaan infrastruktur jalan yang memiliki tingkat pelayanan yang baik penting
peranannya dalam mengalirkan pergerakan komoditas yang selanjutnya akan
mampu menggerakkan perkembangan kehidupan sosial dan meningkatkan
kemampuan ekonomi masyarakat.
Dalam Paparan Dirjen Bina Marga, 2012 dikemukakan bahwa setiap 1%
pertumbuhan ekonomi akan mengakibatkan pertumbuhan lalu lintas sebesar 1,5%.
Pertumbuhan dan perkembangan Kabupaten Pringsewu akan berdampak pada
meningkatnya permintaan perjalanan berupa peningkatan aktivitas pergerakan
orang dan barang, yang mana aktivitas pergerakan ini jelas memerlukan sarana
dan prasarana transportasi yang memadai baik secara kualitas maupun kuantitas.
Indikasi yang timbul dari meningkatnya pergerakan orang dan barang di
Kabupaten Pringsewu adalah terjadinya peningkatan jumlah perjalanan. Pada
kapasitas). Nilai VC Rasio menunjukkan apakah segmen jalan tersebut
mempunyai masalah kapasitas atau tidak, nilai tersebut juga digunakan sebagai
ukuran dalam penanganan masalah jalan dan lalu lintas. Pada dasarnya semakin
besar hasil perbandingan antara keduanya, maka kinerja jalan semakin rendah.
Sebaliknya semakin kecil hasil perbandingan tersebut, maka tingkat kinerja jalan
akan semakin baik.
Junaedi (2012) melakukan penelitian untuk mengetahui jumlah kebutuhan
pergerakan orang (penumpang) dan pola pergerakan Kabupaten Pringsewu pada
tahun 2011 juga tahun 2021 dan 2031 sebagai akibat perubahan tata guna lahan.
Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa sejak tahun 2021 sebagian
besar ruas jalan yang ada sudah dibebani arus lalu lintas dan nilai VCR mendekati
jenuh.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Junaedi, 2012 maka dipandang perlu
dilakukan peramalan pergerakan yang terjadi di Kabupaten Pringsewu sehingga
diketahui seperti apa kebutuhan akan infrastruktur jalannya. Hal ini dapat
dilakukan melalui pemodelan 4 tahap yang terdiri dari model bangkitan dan
tarikan perjalanan, model sebaran perjalanan, model pemilihan moda dan model
pemilihan rute perjalanan. Setelah mengetahui pergerakan yang terjadi dan seperti
apa kebutuhan infrastruktur jalan di Kabupaten Pringsewu maka dapat dianalisis
penanganan jaringan jalan yang sesuai dengan kebutuhannya.
Selanjutnya, tingkat pelayanan jalan tidak hanya dapat diukur melalui nilai VC
Rasio saja, namun dalam sudut pandang publik sebagai pengguna jalan, tentu
tingkat pelayanan jalan, misalnya kondisi jalan yang baik (tidak ada lubang), tidak
macet (lancar setiap waktu), dapat digunakan sepanjang tahun (tidak banjir waktu
musim hujan), dan lain-lain. Terutama untuk jalan-jalan utama yang memiliki
peranan penting karena menghubungkan pusat-pusat kegiatan dalam suatu
wilayah, tentu diharapkan memiliki tingkat pelayanan yang baik. Salah satu jalan
utama yang ada di Kabupaten Pringsewu adalah jalan Ahmad Yani. Jl. Ahmad
Yani merupakan jalan nasional yang tidak hanya menghubungkan pusat kegiatan
di Kabupaten Pringsewu, namun juga menghubungkan pusat kegiatan antar
kabupaten.
Sehubungan dengan pemaparan diatas, peneliti tertarik untuk menganalisis
kebutuhan penanganan jaringan jalan di wilayah Kabupaten Pringsewu
berdasarkan tingkat pelayanannya (VC Rasio) melalui model perencanaan
transportasi 4 tahap menggunakan bantuan
software
tranplan. Dan untuk
mendukung analisis tersebut, dilakukan pula penelitian mengenai tingkat
pelayanan jalan di Kabupaten Pringsewu berdasarkan persepsi masyarakat sebagai
pengguna jalan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah pergerakan yang terjadi di Wilayah Kabupaten Pringsewu
2.
Bagaimana konsep penanganan jaringan jalan yang sesuai untuk mengatasi
peningkatan volume lalu lintas akibat meningkatnya pergerakan di Wilayah
Kabupaten Pringsewu pada tahun-tahun mendatang?
3.
Bagaimanakah tingkat pelayanan jalan di Wilayah Kabupaten Pringsewu
menurut persepsi pengguna jalan ?
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1.
Mengidentifikasi pola pergerakan di Wilayah Kabupaten Pringsewu.
2.
Mengetahui dan menganalisis kebutuhan penanganan jaringan jalan di
Wilayah Kabupaten Pringsewu untuk ruas-ruas jalan yang memiliki tingkat
pelayanan yang buruk (kondisi mendekati jenuh) pada tahun 2014, 2019,
2024 dan 2039.
3.
Mengetahui dan menganalisis persepsi pengguna jalan terhadap tingkat
pelayanan jalan di Kabupaten Pringsewu yang diwakili oleh Jl. Ahmad Yani
Kabupaten Pringsewu.
D.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1.
Menjadi pertimbangan Pemerintah Daerah dalam pengembangan serta
pengendalian jaringan jalan Kabupaten Pringsewu.
2.
Dapat mendukung strategi perencanaan transportasi Wilayah Kabupaten
3.
Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan masukan atau
pembanding bagi penelitian
–
penelitian lain yang serupa.
E.
Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1.
Daerah penelitian yang akan dikaji yaitu Wilayah Kabupaten Pringsewu
Provinsi Lampung.
2.
Data primer untuk kebutuhan validasi diperoleh melalui survei Volume Lalu
Lintas yang dilakukan pada beberapa ruas jalan Kabupaten Pringsewu yang
mewakili.
3.
Pengumpulan data persepsi pengguna jalan terhadap tingkat pelayanan jalan
di Kabupaten Pringsewu dilakukan melalui penyebaran kuesioner pada
masyarakat pengguna jalan di wilayah penelitian. Jalan yang dipilih sebagai
objek penelitian adalah Jl. Ahmad Yani Kabupaten Pringsewu.
4.
Data sekunder diperoleh dari dinas/instansi terkait, misal : data Matriks Asal
Tujuan (MAT) Kabupaten Pringsewu, data ruas jalan Kabupaten Pringsewu,
data demografi dan geografi Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Tanggamus,
Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Pesawaran.
5.
Analisis
kebutuhan
penanganan
jaringan
jalan
dilakukan
dengan
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Kondisi Umum Kabupaten Pringsewu
Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan UU No.48 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Kabupaten Pringsewu di Provinsi Lampung dan merupakan salah
satu dari 14 daerah otonom kabupaten/kota di Provinsi Lampung.
Berdasarkan letak administrasi, wilayah ini berbatasan dengan 3 (tiga) wilayah
kabupaten. Adapun batas administratif dari Kabupaten Pringsewu adalah sebagai
berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sendang Agung dan Kecamatan
Kalirejo, Kabupaten Lampung Tengah.
Sebelah
Timur
berbatasan
Kecamatan
Negeri
Katon,
Kecamatan
Gedongtataan, Kecamatan Waylima dan Kecamatan Kedondong, Kabupaten
Pesawaran.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bulok dan Kecamatan Cukuh
Balak, Kabupaten Tanggamus.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pugung dan Kecamatan Air
Naningan, Kabupaten Tanggamus.
Kabupaten Pringsewu memiliki jumlah penduduk 365.369 jiwa pada tahun 2010,
20,84%. Sedangkan persebaran penduduk terkecil berada di Kecamatan
Banyumas sebesar 5,21%. Hal ini dimungkinkan mengingat bahwa Kecamatan
Pringsewu merupakan pusat ibukota dan pusat kegiatan perekonomian dari
Kabupaten Pringsewu, sehingga menjadi daya tarik yang kuat bagi penduduk
untuk bermukim (RTRW Kabupaten Pringsewu, 2010).
Berdasarkan perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Pringsewu dari tahun
2006 hingga tahun 2010, secara umum menunjukkan terjadinya pertumbuhan
jumlah penduduk yang positif (meningkat). Hal ini dimungkinkan terjadi
diantaranya selain disebabkan oleh pertumbuhan alami, juga dikarenakan
pemekaran wilayah yang dialami oleh kabupaten ini, sehingga mendorong banyak
masyarakat pendatang untuk bermukim dan mencoba mengambil peruntungan
ditengah berkembang pesatnya proses pembangunan di wilayah ini sebagai
kabupaten baru.
1.
Pengembangan Sistem Pusat-Pusat Kegiatan
Dalam rangka menentukan jenjang tingkat pelayanan setiap pusat kegiatan,
tentunya perlu didukung pula oleh informasi mengenai besarnya kemampuan
suatu wilayah untuk berkembang atau menerima perkembangan yang
bergantung dari potensi perkembangan yang dimiliki.
Semakin tinggi tingkat potensi perkembangan yang dimiliki, semakin tinggi
pula kemampuan pusat kegiatan tersebut dalam menerima perkembangan.
Selain itu dengan potensi berkembang yang lebih baik dibandingkan potensi
berkembang wilayah lainnya juga akan menaikkan tingkat kemampuan
Adapun pusat-pusat pelayanan di wilayah Kabupaten Pringsewu berikut fungsi
pelayanan yang diembannya selama 20 tahun kedepan dapat dilihat pada uraian
dibawah ini, yaitu sebagai berikut (RTRW Kabupaten Pringsewu, 2010) :
a.
Berdasarkan Perda Provinsi Lampung No. 1 Tahun 2010 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung Tahun 2009-2029, Perkotaan
Pringsewu ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp),
b.
Gadingrejo dan Sukoharjo
akan dikembangkan sebagai Pusat Kegiatan
Lokal Promosi (PKLp), dimana berdasarkan hasil analisis menunjukkan
bahwa Gadingrejo dan Sukoharjo saat ini sudah berkembang menjadi PPK,
yang merupakan kawasan perkotaan hirarki II, di bawah hirarki kawasan
perkotaan Pringsewu (
Berdasarkan Kepmen PU No. 16/PRT/M/2009
dinyatakan bahwa yang dapat ditetapkan menjadi PKLp hanyalah PPK
)
c.
Pagelaran dan Ambarawa akan dikembangkan sebagai
Pusat Pelayanan
Kawasan (PPK), dimana berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa
ke-5 (lima) pusat tersebut merupakan kawasan perkotaan hirarki III yang
akan dikembangkan menjadi pusat pelayanan dan menjadi simpul
transportasi bagi beberapa kecamatan dan beberapa desa lainnya.
d.
Adiluwih, Banyumas dan Pardasuka akan dikembangkan sebagai
Pusat
Pelayanan Lingkungan (PPL).
2.
Penetapan Fungsi dan Peran Perkotaan
Rencana pengembangan sistem perkotaan dimaksudkan untuk menggambarkan
peran dan fungsi setiap kota dalam pengembangan wilayah secara keseluruhan
dalam lingkup Kabupaten Pringsewu. Pengembangannya dilakukan melalui
potensi yang telah dimiliki setiap pusat kegiatan atau didasarkan pada arah
kebijakan pengembangan di masa mendatang. Artinya, penetapan sesuai
potensi didasarkan pada kondisi yang ada saat ini (eksisting), baik yang
menyangkut sumberdaya manusia, sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.
Sedangkan arah kebijakan pengembangan didasarkan pada tujuan yang akan
dicapai melalui pengembangan suatu pusat kegiatan yang rencana
pengembangan kedepannya ditentukan dalam kurun waktu perencanaan yaitu
20 (dua puluh) tahun mendatang.
Rencana sistem perkotaan berikut peran dari masing-masing kawasan
perkotaan di Kabupaten Pringsewu adalah sebagai berikut (RTRW Kabupaten
Pringsewu, 2010) :
a.
Kawasan Pusat Perkotaan Pringsewu untuk tingkat Kabupaten Pringsewu
sebagai Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp), dengan fungsi sebagai :
1)
Ibukota Kabupaten;
2)
Pusat pemerintahan Regional;
3)
Pusat pelayanan kesehatan;
4)
Pusat pelayanan pendidikan;
5)
Pusat pengembangan pariwisata dan budaya;
6)
Pusat perdagangan dan jasa;
7)
Pusat koleksi dan distribusi; dan
8)
Simpul transportasi regional.
b.
Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) berada di PKLp Gadingrejo dan
1)
PKLp Gadingrejo di kawasan perkotaan Gadingrejo yang berfungsi
sebagai pusat jasa pemerintahan Kabupaten, pusat perdagangan dan
jasa, pusat pertanian, peternakan, perikanan, pusat pengembangan
pendidikan skala regional; dan
2)
PKLp Sukoharjo di kawasan perkotaan Sukoharjo yang berfungsi
sebagai
pusat
pengembangan
perdagangan
dan
jasa,
pusat
pengembangan pemukiman, pusat pengembangan industri pengolahan
hasil pertanian, pengembangan peternakan dan industri kecil.
c.
Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) meliputi PPK Pagelaran di Kawasan
Perkotaan Pagelaran dan PPK Ambarawa di Kawasan Perkotaan Ambarawa,
dengan fungsi sebagai berikut:
1)
PPK Kota Pagelaran di kawasan perkotaan pagelaran yang berfungsi
sebagai pusat pengembangan hasil pertanian, perkebunan, perikanan,
agropolitan dan minapolitan, pengembangan pengolahan hasil pertanian
dan perkebunan dan pengembangan kegiatan pertambangan;
2)
PPK Ambarawa di kawasan perkotaan Ambarawa yang berfungsi
sebagai
pusat
pengembangan
pertanian
tanaman
pangan,
pengembangan perikanan air tawar, pengembangan permukiman dan
pusat pemasaran produk unggulan.
Rencana sistem perkotaan di wilayah Kabupaten Pringsewu lebih jelasnya
Tabel 1. Rencana Sistem Kota di Kabupaten Pringsewu
No. Kecamatan Fungsi Pusat
Pelayanan
Peran
1.
Pringsewu
PKWp
Ibukota Kabupaten
Pelayanan Pemerintahan Kecamatan
Pusat Perdagangan dan Jasa Skala
Regional
Pusat Pelayanan Jasa Perkantoran
Pusat Permukiman Perkotaan
Pusat Pelayanan Kesehatan
Pusat Pelayanan Pendidikan
Pengembangan Pertanian Tanaman
Pangan
Pengembangan Pariwisata dan
Budaya
Pengelolaan Kegiatan Pertambangan
Simpul Transportasi Regional
2.
Gadingrejo
PKLp
Pusat Pemerintahan Kabupaten
Pelayanan Pemerintahan Kecamatan
Pengembangan Perdagangan dan Jasa
Pengembangan Permukiman
Perkotaan
Pusat Pengembangan Pendidikan
Skala Regional
Pusat Pengembangan Pertanian
Tanaman Pangan
Pusat Pengembangan Peternakan
Pengembangan Tanaman Perkebunan
Pengembangan Kegiatan
Pertambangan
3.
Sukoharjo
PKLp
Pelayanan Pemerintahan Kecamatan
Pengembangan Perdagangan dan Jasa
Pengembangan Permukiman
Perkotaan
Pengembangan Peternakan
Pengembangan Industri Pengolahan
Hasil Pertanian dan Perkebunan
Pengembangan Kegiatan
Pertambangan
Pengembangan Industri Kecil
4.
Pagelaran
PPK
Pelayanan Pemerintahan Kecamatan
Pengembangan Perdagangan dan Jasa
Pusat Pergudangan Skala Regional
Pengembangan Permukiman
Perkotaan
Pengembangan Pendidikan
No. Kecamatan Fungsi Pusat
Pelayanan
Peran
Pusat Pengembangan Perikanan Air
Tawar
Pengembangan Tanaman Perkebunan
Pengembangan Industri Pengolahan
Hasil Pertanian dan Perkebunan
Pengembangan Kegiatan
Pertambangan
Pengembangan Kegiatan Wisata
Alam (
eco tourism
)
Kawasan Lindung
5.
Ambarawa
PPK
Pelayanan Pemerintahan Kecamatan,
Pengembangan Perdagangan dan Jasa
Pengembangan Permukiman
Perkotaan
Pengembangan Pertanian Pangan
Pengembangan Perikanan Air Tawar
Pengembangan Kegiatan
Pertambangan
Pengembangan permukiman
Pusat Pemasaran Produk Unggulan
Sumber :
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pringsewu, 2010.
3
Rencana Sistem Perdesaan
Sebaran sistem pusat perdesaan akan diarahkan menyebar pada
kawasan-kawasan di seluruh wilayah kecamatan, pada desa-desa yang dinilai sudah
memiliki kemampuan untuk melayani wilayah sekitarnya. Rencana
pengembangan kawasan perdesaan diprioritaskan berdasarkan pada kondisi
desa yang telah cepat berkembang dan dapat meningkatkan perkembangan
desa sekitarnya. Sehingga nantinya perkembangan desa-desa sekitar lainnya
[image:33.595.128.513.85.395.2]dapat menerima dampak perkembangan pusat layanannya.
Tabel 2. Rencana Sistem Perdesaan di Kabupaten Pringsewu
No. Kecamatan Fungsi Pusat
Pelayanan
Peran
1.
Adiluwih
PPL
Pelayanan Pemerintahan Kecamatan
Pengembangan Permukiman
Pedesaan
No. Kecamatan Fungsi Pusat
Pelayanan
Peran
Hortikultura
Pengembangan Tanaman Perkebunan
Pengembangan Industri Kecil
2.
Banyumas
PPL
Pelayanan Pemerintahan Kecamatan
Pengembangan Permukiman
Pedesaan
Pengembangan Pertanian
Hortikultura
Pengembangan industri Rumah
Tangga.
Pengembangan Kegiatan
Pertambangan
3.
Pardasuka
PPL
Pelayanan Pemerintahan Kecamatan
Pengembangan Permukiman
Pedesaan
Pengembangan Pertanian Tanaman
Pangan
Pengembangan Tanaman Perkebunan
Kehutanan
Pengembangan Kawasan Pariwisata
dan Budaya
Kawasan Hutan Lindung
Sumber :
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pringsewu, 2010.
B.
Jaringan Transportasi Jalan
Transportasi diartikan sebagai tindakan atau kegiatan mengangkut atau
memindahkan muatan (barang dan orang) dari suatu tempat ke tempat lain, atau
dari tempat asal ke tempat tujuan. Transportasi merupakan sarana penghubung
atau yang menghubungkan antara daerah produksi dan pasar, atau dapat dikatakan
mendekatkan dan menjembatani produsen dengan konsumen. Peranan transportasi
adalah sangat penting yaitu sebagai sarana penghubung, mendekatkan dan
menjembatani antara pihak-pihak yang saling membutuhkan (Adisasmita, 2011).
Transportasi dikatakan baik, apabila perjalanan cukup cepat, tidak mengalami
kecelakaan dan kondisi pelayanan yang nyaman. Untuk mencapai kondisi yang
ideal seperti ini, sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang menjadi komponen
transportasi ini, yaitu kondisi prasarana (jalan), sistem jaringan jalan, kondisi
sarana (kendaraan) dan sikap mental pemakai fasilitas transportasi tersebut
(Sinulingga, 1999 dalam Winandi, 2013).
Jaringan transportasi terdiri dari jaringan transportasi jalan, sungai, kereta api,
penyeberangan, transportasi laut, dan transportasi udara. Salah satu jenis jaringan
transportasi yang paling mendasar adalah jaringan transportasi darat yang dalam
hal ini adalah prasarana jalan (Adisasmita, 2011).
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 mendefinisikan jalan adalah prasarana
transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada
pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan
jalan kabel.
Jaringan jalan adalah sekumpulan ruas jalan dan persimpangan jalan yang
merupakan suatu kesatuan yang terjalin dalam hubungan hierarki (Peraturan
Menteri Perhubungan No. 14 tahun 2006).
Jalan sesuai dengan peruntukannya terdiri atas jalan umum dan jalan khusus
(Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004).
2.
Jalan khusus bukan diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam rangka
distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan. Yang dimaksud dengan jalan
khusus, antara lain adalah jalan di dalam kawasan pelabuhan, jalan
kehutanan, jalan perkebunan, jalan inspeksi pengairan, jalan di kawasan
industri, dan jalan di kawasan permukiman yang belum diserahkan kepada
pemerintah.
Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan
jalan sekunder (Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004).
1.
Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di
tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang
berwujud pusat-pusat kegiatan.
2.
Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam
kawasan perkotaan.
Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan
kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan (Undang-Undang Nomor 38 Tahun
2004).
1.
Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan
2.
Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan
rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3.
Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat,kecepatan rata-rata rendah, dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4.
Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat,dan kecepatan rata-rata rendah.
Kemudian menurut statusnya jalan umum dikelompokkan ke dalam jalan
nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa
(Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004).
1.
Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan
strategis nasional serta jalan tol.
2.
Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota atau
antar ibukota kabupaten/kota dan jalan strategis provinsi.
3.
Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer
yang tidak termasuk pada kedua jalan di atas, yang menghubungkan ibukota
kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota
kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan
umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten dan
4.
Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil serta menghubungkan
antar pusat permukiman yang berada di dalam kota.
5.
Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antar permukiman di dalam desa serta jalan lingkungan.
Klasifikasi
jalan
menurut
wewenang
pembinaannya
meliputi
jalan
negara/nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten dan jalan kota. Sedangkan
klasifikasi jalan menurut kondisi fisik terdiri dari (Aprianoor, 2008) :
1.
Jalan Kelas I. Kelas jalan ini mencakup semua jalan utama yang bertujuan
melayani lalu-lintas cepat dan berat, tidak terdapat jenis kendaraan lambat
dan tidak bermotor. Jalan raya dalam kelas ini mempunyai jalur yang banyak
dengan perkerasan terbaik.
2.
Jalan Kelas II. Kelas jalan ini mencakup semua jalan dengan fungsi sekunder,
komposisi lalu lintas terdapat lalu-lintas lambat tapi tanpa kendaraan tak
bermotor. Jumlah jalur minimal adalah dua jalur dengan konstruksi terbaik.
Untuk lalu lintas lambat disediakan jalur tersendiri.
3.
Jalan Kelas III. Kelas jalan ini mencakup semua jalan dengan fungsi
sekunder, komposisi lalu-lintas terdapat kendaraan lambat yang bercampur
dengan lalu-lintas lainnya. Jumlah jalur minimal dua jalur dengan konstruksi
jalan lebih rendah, konstruksi permukaan jalan dari penetrasi berganda atau
4.
Jalan Kelas IV. Merupakan jalan yang melayani seluruh jenis kendaraan
dengan fungsi jalan sekunder. Komposisi lalu-lintasnya terdapat kendaraan
lambat dan kendaraan tidak bermotor.
5.
Jalan Kelas V. Kelas jalan ini mencakup semua jalan-jalan penghubung
dengan konstruksi jalan berjalur tunggal atau dua, konstruksi permukaan jalan
paling tinggi adalah peleburan dengan aspal.
Sedangkan menurut Tata Cara Standar Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,
perbedaan jalan didasarkan pada kemampuan jalan menerima beban jalan yang
dikenal dengan Muatan Sumbu Terberat (MST) dengan satuan ton seperti yang
[image:39.595.111.512.408.505.2]terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kelas Jalan Berdasarkan MST
No.
Fungsi Jalan
Kelas Jalan
MST
1.
Arteri
I
II
III
> 10
10
8
2.
Kolektor
III A
III B
-
8
Sumber : Aprianoor, 2008
C.
Sistem Tata Guna Lahan dan Transportasi
Dalam rangka memenuhi kebutuhannya, manusia melakukan perjalanan antar tata
guna lahan dengan menggunakan sistem jaringan transportasi (misalnya naik
mobil atau berjalan kaki). Hal ini menimbulkan pergerakan arus manusia,
kendaraan dan barang (Tamin, 2000). Perjalanan arus manusia, kendaraan dan
barang mengakibatkan berbagai macam interaksi. Interaksi itu dapat berupa
aktivitas di atasnya tentu membutuhkan pengangkutan untuk berinteraksi dengan
tata guna lahan lainnya. Transportasi dan tata guna lahan mempunyai hubungan
yang sangat erat. Agar tata guna lahan dapat terwujud dengan baik maka
kebutuhan akan transportasinya harus terpenuhi dengan baik, sistem transportasi
yang macet tentunya akan menghalangi aktivitas tata guna lahannya.
Keterkaitan antara transportasi dan penggunaan lahan ditunjukkan pada Gambar
1. Gambar tersebut menjelaskan terdapat dua kelompok besar yaitu sistem
transportasi dan sistem aktivitas yang merupakan bentuk dari penggunaan lahan.
Sistem transportasi dan penggunaan lahan dihubungkan oleh aksesibilitas karena
adanya kebutuhan untuk melakukan perjalanan.
Keterkaitan antara Sistem transportasi dan penggunaan lahan dapat dijelaskan
sebagai berikut : pengembangan lahan untuk sebuah penggunaan tertentu
menyebabkan timbulnya produksi perjalanan dari lokasi tersebut atau tarikan
perjalanan ke daerah tersebut. Pengembangan lahan pada suatu daerah perkotaan
menimbulkan permintaan perjalanan baru dan kebutuhan akan fasilitas
transportasi.
Berbagai peningkatan sistem transpotasi membuat akses menuju ke pusat-pusat
aktivitas yang ada menjadi lebih mudah. Peningkatan aksesibilitas dan nilai lahan
akan mempengaruhi keputusan-keputusan penentuan lokasi oleh perorangan
maupun badan-badan usaha. Hal ini juga memacu pengembangan lahan baru dan
Gambar 1. Interaksi Penggunaan Lahan dan Transportasi
Sistem transportasi dipengaruhi oleh tata ruang, lingkungan alam (darat, udara dan
laut), sosial, ekonomi dan politik sehingga harus dikelola dengan sebaik-baiknya
untuk kesejahteraan manusia.
Paul Mees, 1995 dalam Nurhadi, 2009 berpendapat :
a.
Kebijakan transportasi bukan sekedar masalah pemindahan barang dan
manusia.
b.
Transportasi sangat berpengaruh dalam pembentukan kota.
c.
Transportasi juga berperan sebagai akses bagi semua penduduk karena masih
banyak orang tidak memiliki kendaraan pribadi.
Arus Perjalanan manusia merupakan hasil dari interaksi antara tiga variabel, yaitu
sistem transportasi, sistem aktivitas yang merupakan bentuk dari aktivitas sosial
dan ekonomi, serta arus lalu lintas dalam sistem transportasi yaitu asal, tujuan,
rute dan jumlah barang dan orang yang bergerak. Hubungan antara ketiganya
Gambar 2. Hubungan Sistem Pengangkutan, Lalu Lintas dan Aktivitas
Gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.
Pola arus lalu lintas dalam sistem transportasi ditentukan oleh sistem
transportasi dan aktivitas.
2.
Pola arus lalu lintas yang ada akan menyebabkan perubahan dalam sistem
aktivitas dalam kurun waktu tertentu, melalui pola penyediaan pelayanan
transportasi dan sumber daya yang digunakan untuk menyediakan pelayanan
itu.
3.
Pola arus lalu lintas yang ada akan menyebabkan perubahan dalam sistem
transportasi dalam kurun waktu tertentu, untuk memenuhi atau
mengantisipasi arus lalu lintas, pihak swasta dan pemerintah akan
membangun sistem transportasi yang baru atau memperbaiki pelayanan yang
ada pada saat ini.
Hampir semua interaksi memerlukan perjalanan sehingga menyebabkan terjadinya
pergerakan arus lalu lintas. Sasaran umum perencanaan transportasi adalah
Menurut Tamin (2000) cara perencanaan transportasi untuk mencapai sasaran
umum itu antara lain dengan menetapkan kebijakan sebagai berikut :
1.
Sistem kegiatan
Rencana tata guna lahan yang baik (lokasi toko, sekolah, perumahan
perkantoran dan lain-lain yang benar) dapat mengurangi kebutuhan akan
perjalanan yang panjang sehingga membuat interaksi menjadi mudah.
2.
Sistem jaringan
Hal yang dapat dilakukan misalnya dengan meningkatkan kapasitas prasarana
yang ada, yaitu melebarkan jalan, menambah jaringan jalan baru dan
lain-lain.
3.
Sistem pergerakan
Hal yang dapat dilakukan antara lain mengatur teknik dan manajemen lalu
lintas (jangka pendek), fasilitas angkutan umum yang lebih baik (jangka
pendek dan menengah), atau pembangunan jalan (jangka panjang).
D.
Pemodelan Transportasi
Model adalah alat bantu atau media yang dapat digunakan untuk mencerminkan
dan menyederhanakan suatu realita (dunia sebenarnya) secara terukur (Tamin,
2008). Penelitian tentang model perencanaan transportasi selalu dilandasi oleh
empat tahapan yang berkesinambungan yang disebut
four stages transport
modeling
yang terdiri dari :
3.
Model pemilihan moda (
Modal choice/modal split
)
4.
Model pemilihan rute perjalanan (
Trip assignment
)
1.
Model Bangkitan dan Tarikan Perjalanan (
Trip Generation and Trip
Attraction
)
Model ini berkaitan dengan asal dan tujuan perjalanan, yang berarti
menghitung yang masuk ataupun keluar dari/ke suatu kawasan/zona. Model
ini pada umumnya memperkirakan jumlah perjalanan untuk setiap maksud
perjalanan berdasarkan karakteristik tata guna lahan dan karakteristik
sosio-ekonomi pada setiap zona. Biasanya tidak ada pertimbangan yang tegas yang
diberikan untuk karakteristik sistem transportasi, walaupun menurut teori
permintaan perjalanan, biaya dan tingkat pelayanan transportasi akan
mempengaruhi jumlah perjalanan yang dibuat.
Model bangkitan lalu lintas adalah suatu model yang dipakai sebagai dasar
untuk menentukan kebutuhan perjalanan yang dibangkitkan dari suatu zona
yang diteliti. Pemodelan bangkitan pergerakan memperkirakan besarnya
pergerakan yang dihasilkan dari zona asal dan yang tertarik ke zona tujuan.
Besarnya bangkitan dan tarikan pergerakan merupakan informasi yang
sangat berharga yang dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya
pergerakan antar zona. Akan tetapi, informasi tersebut tidaklah cukup.
Diperlukan informasi lain berupa pemodelan pola pergerakan antar zona yang
sudah pasti sangat dipengaruhi oleh tingkat aksesibilitas jaringan antar zona
Pemodelan tarikan perjalanan adalah suatu tahapan pemodelan yang
memperkirakan jumlah pergerakan yang menuju suatu zona/tata guna lahan.
Sebagai tahap yang paling awal dalam melakukan pemodelan transportasi
adalah menentukan model tarikan yang merupakan proses untuk
menerjemahkan tata guna lahan beserta intensitasnya kedalam besaran
transportasi.
Penelitian tarikan perjalanan merupakan suatu bagian vital dari proses
perencanaan pengangkutan, bahwa apa yang terjadi sekarang merupakan
faktor yang menentukan untuk perkiraan dimasa mendatang. Karakteristik
yang penting dari tata guna lahan, penduduk dan pengangkutan
mempengaruhi perkiraan identifikasi lalu lintas, maka hal ini diproyeksikan
pada penelitian untuk menghasilkan taksiran-taksiran dari jumlah lalu lintas.
Penelitian tarikan lalu lintas adalah hal yang biasa dilakukan untuk menaksir
jumlah perjalanan yang datang tiap zona, yaitu terjadinya perjalanan, jumlah
perjalanan
serta
daya
tarik
perjalanan.
Tempat-tempat
tarikan
diidentifikasikan dengan perjalanan yang dibangkitkan oleh pekerjaan, dan
kunjungan dengan maksud-maksud lainnya. Dengan memberikan nilai yang
cocok pada peubah bebas dalam persamaan regresi maka peramalan dapat
dibuat untuk tujuan perjalanan yang akan datang untuk tiap zona dengan salah
satu metode. Besarnya tarikan perjalanan dihitung langsung dari data zona
atau dengan menerapkan laju tarikan perjalanan berdasarkan kategori
pemakaian tanah, misalnya atas dasar klasifikasi industri standar, luas lantai
2.
Model Sebaran Perjalanan (
Trip Distribution
)
Didalam model sebaran pergerakan diperkirakan besarnya pergerakan dari
setiap zona asal kesetiap zona tujuan. Besarnya pergerakan tersebut
ditentukan oleh besarnya bangkitan setiap zona asal dan tarikan setiap zona
tujuan serta tingkat aksesbilitas sistem jaringan antar zona yang biasanya
dinyatakan dengan jarak, waktu atau biaya.
Besarnya pergerakan terdistribusikan menuju/dari masing-masing zona
umumnya tergantung pada tingkat keterkaitan antar zona yang dijelaskan
sebagai berikut (Tamin, 2008) :
a.
Intensitas tata guna tanah
Makin tinggi tingkat aktivitas suatu tata guna tanah, makin tinggi
kemampuannya menarik lalu lintas. Contoh : Supermarket menarik lalu
lintas lebih banyak dibandingkan rumah sakit (untuk luas yang sama).
b.
Spatial separation
Jarak antara dua buah tata guna lahan merupakan batasan dari adanya
pergerakan. Jarak yang jauh atau biaya yang besar membuat pergerakan
antara dua buah zona menjadi lebih sulit.
c.
Spatial separation
dan intensitas tata guna lahan
Daya tarik suatu tataguna lahan berkurang dengan meningkatnya jarak
Secara umum distribusi perjalanan dilakukan untuk 2 (dua) karakteristik
perjalanan yang ada (Tatralok Kabupaten Pringsewu, 2011), yaitu :
Perjalanan internal, yaitu perjalanan yang dilakukan antar zona dalam
wilayah studi, yang pada umumnya pola perjalanan ini merupakan
cerminan dari pola perjalanan untuk kegiatan rutin di wilayah studi.
Perjalanan eksternal, mencakup perjalanan dari dalam ke luar wilayah
studi atau sebaliknya, serta perjalanan dari luar ke luar wilayah studi
(wilayah studi sebagai jalur lintasan).
Distribusi pergerakan dapat direpresentasikan dalam bentuk garis keinginan
(
desire line
) atau dalam bentuk Matriks Asal Tujuan, MAT (
origin-destination matrix/O-D matrix
).
[image:47.595.177.509.546.687.2]Untuk setiap pasang zona (ij), berapa arus dari zona i ke zona j
Gambar 3. Distribusi Perjalanan Yang Digambarkan Melalui Garis Keinginan
(
Desire Line
)
Pola distribusi lalu lintas antara zona asal dan tujuan adalah hasil dari dua hal
yang terjadi secara bersamaan yaitu (Universitas Sumatera Utara) :
Lokasi dan intensitas tata guna lahan yang akan menghasilkan lalu lintas
Spatial separation
(pemisahan ruang), interaksi antara 2 buah tataguna
lahan akan menghasilkan pergerakan.
3.
Model Pemilihan Kendaraan (
Moda Split
)
Jika terjadi interaksi antara dua tata guna tanah, seseorang akan memutuskan
bagaimana interaksi tersebut dilakukan. Biasanya interaksi tersebut
mengharuskan terjadinya perjalanan. Dalam kasus ini keputusan harus
ditentukan dalam hal pemilihan moda yang mana pilihan pertama biasanya
antara jalan kaki atau menggunakan kendaraan. Jika kendaraan harus
digunakan, apakah kendaraan pribadi (sepeda, sepeda motor, mobil, dan
lain-lain) atau angkutan umum (bus, becak, dan lain-lain-lain). Jika angkutan umum
yang digunakan, jenis apa yang akan digunakan (angkot, bus, kereta api,
pesawat, dan lain-lain).
Pemilihan moda transportasi sangat tergantung dari :
Tingkat ekonomi/
income
kepemilikan
Biaya transportasi
Orang yang mempunyai satu pilihan moda disebut dengan
captive
terhadap
moda tersebut. Jika terdapat lebih dari satu moda, moda yang dipilih biasanya
yang mempunyai rute terpendek, tercepat atau termurah, atau kombinasi
ketiganya. Faktor lain yang mempengaruhi adalah ketidaknyamanan dan
Pemodelan pemilihan moda/kendaraaan yaitu pemodelan atau tahapan proses
perencanaan angkutan yang berfungsi untuk menentukan pembebanan
perjalanan atau mengetahui jumlah (dalam arti proporsi) orang dan barang
yang akan menggunakan atau memilih berbagai moda transportasi yang
tersedia untuk melayani suatu titik asal-tujuan tertentu, demi beberapa
maksud perjalanan tertentu pula.
Pemilihan moda mungkin merupakan model terpenting dalam perencanaan
transportasi. Hal ini disebabkan karena peran kunci dari angkutan umum
dalam berbagai kebijakan transportasi. Hal ini menyangkut efisiensi
pergerakan di daerah perkotaan, ruang yang harus disediakan kota untuk
dijadikan prasarana transportasi, dan banyaknya pilihan moda transportasi
yang dapat dipilih masyarakat.
4.
Model Pemilihan Rute Perjalanan (
Trip Assigment
)
Untuk mengetahui sistem transportasi dari segi organisasi keruangan, yang
perlu diketahui adalah struktur dari jaringan. Unsur jaringan yang utama
adalah keterkaitan (
linkages
) yaitu jaringan jalan dan titik
(nodes
) yaitu pusat
kegiatan. Jaringan jalan dapat berbentuk berbagai fasilitas seperti jalan raya,
jalan kereta, jalur angkutan udara, jalur perjalanan laut dan sungai, atau dapat
juga pergerakan (
flows
) di atas jaringan tersebut, seperti jumlah kendaraan,
jumlah penumpang, perpindahan barang dalam satuan waktu tertentu.
Sementara
nodes
adalah simpul-simpul yang menghubungkan tempat asal dan
tempat tujuan, seperti pusat kegiatan ekonomi, kota, terminal penumpang,
Model pemilihan rute memperlihatkan dan memprediksi pelaku perjalanan
yang memilih berbagai rute dan lalu lintas yang menghubungkan jaringan
transportasi dan menerapkan sistem model kebutuhan akan transportasi
untuk memperkirakan jumlah pergerakan yang dilakukan oleh setiap tujuan
pergerakan selama selang waktu tertentu. Salah satu tujuan utama pemilihan
rute adalah mengidentifikasikan rute yang ditempuh pengendara dari zona
asal ke zona tujuan dan juga jumlah perjalanan yang melalui setiap ruas jalan
pada suatu jaringan jalan.
Tahap terakhir dalam estimasi permintaan perjalanan adalah menentukan
perjalanan yang akan dibuat diantara setiap pasang zona, dengan moda
tertentu atau dengan rute tertentu di dalam jaringan lalu-lintas yang ada. Ini
terutama merupakan suatu persoalan pada moda untuk jalan raya dimana
biasanya terdapat banyak rute yang dapat ditempuh oleh seseora