ANALISIS PRIORITAS PENANGANAN JARINGAN JALAN
STRATEGIS TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH
DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
TESIS
Oleh
RADO HOTRIN
087003055/PWD
SE
K O L A H
P A
S C
A S A R JA
NA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS PRIORITAS PENANGANAN JARINGAN JALAN
STRATEGIS TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH
DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Pedesaan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
RADO HOTRIN
087003055/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS PRIORITAS PENANGANAN JARINGAN
JALAN STRATEGIS TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN
HUMBANG HASUNDUTAN Nama Mahasiswa : Rado Hotrin
Nomor Pokok : 087003055
Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE) Ketua
(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) (Kasyful Mahalli, SE, M.Si)
Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
Telah diuji pada
Tanggal : 18 Agustus 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE Anggota : 1. Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE 2. Kasyful Mahalli, SE, M.Si
ANALISIS PRIORITAS PENANGANAN JARINGAN JALAN STRATEGIS TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH
DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
ABSTRAK
Jalan mempunyai peran penting dalam pengembangan suatu wilayah, karena jalan menghubungkan antar wilayah. Kondisi jalan akan berpengaruh terhadap kelancaran mobilitas antar wilayah, sehingga penanganan jalan perlu dilakukan secara berkala. Namun karena keterbatasan pembiayaan, dalam penanganan jalan perlu prioritas, dimana penilaian prioritas dapat dilakukan dengan metode analytic hierarchy process (AHP). Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana menentukan skala prioritas penanganan jaringan-jalan strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan, serta bagaimana implikasi prioritas penanganan jaringan jalan strategis terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan. Tujuan penelitian adalah untuk menentukan prioritas penanganan jaringan jalan strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan, serta untuk mengetahui implikasi prioritas penanganan jaringan jalan strategis terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan.
Data primer diperoleh berdasarkan kuesioner terhadap 15 orang (untuk metode AHP) dan 40 orang untuk masyarakat dalam hal pengembangan wilayah. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, daftar pertanyaan (questionaire) dan studi dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan metode AHP dan uji Chi-square.
Berdasarkan hasil penelitian dengan analisis rasio manfaat terdapat 3 (tiga) ruas jaringan jalan strategis yang rasio manfaat – biayanya lebih besar dari satu (B/C > l) yang menjadi prioritas dalam penanganan jalan, yaitu jaringan jalan Pangungkitan – Parlilitan, Pargaulan - Bahal Imbalo, dan Gonting Bulu – Simangaronsang. Berdasarkan kriteria manfaat, maka manfaat yang diperoleh dari penanganan jaringan jalan strategis tersebut, yang paling utama adalah kelancaran transportasi barang dan orang, serta kemudahan aksesibilitas antar daerah. Hasil analisis menunjukkan bahwa penanganan jaringan jalan strategis secara signifikan berimplikasi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan, yang dilihat dari kemudahan aksesibilitas antar daerah, peningkatan hubungan antar daerah, kelancaran transportasi barang dan orang, dan penghematan waktu tempuh.
ANALYZE THE IMPLICATIONS OF THE STRATEGIC ROAD HANDLING PRIORITY TO THE REGIONAL DEVELOPMENT
AT HUMBANG HASUNDUTAN DISTRICT
ABSTRACT
The road has an important role in regional development, because linking between regions. Road conditions will affect the mobility between regions, so that the the roads must be handling periodically. However, due to limited funding, the roads need handling priority, by analytic hierarchy process (AHP) method. The problem in this study is how to determine the scale of the strategic road handling priority at Humbang Hasundutan district, and how the implications of the strategic road handling priority to the regional development at Humbang Hasundutan district. The research objective was to determine the strategic road handling priority at Humbang Hasundutan district, and to know the implications of the strategic road handling priority to the regional development in Humbang Hasundutan District.
Primary data was collected by questionnaires to 15 people (on AHP methods), and 40 people to the community to know the regional development. The data analyse conducted with AHP method and Chi-square test.
Based on benefit ratio analysis, there are 3 (three) segment strategic roads with the ratio of benefits - cost more than 1 (B/C > l) be the handling priority road, namely Pangungkitan – Parlilitan roads, Pargaulan - Bahal Imbalo roads, and Gonting Bulu – Simangaronsang roads. Based on the benefits criteria, the most important benefits from handling the strategic roads, is the smooth transportation of goods and people, the ease of inter-regional accessibility. The analysis showed that the handling of strategic roads had significantly implications to the regional development in the Humbang Hasundutan District, as seen from the ease of inter-region accessibility, improving the inter-inter-region relationship, the smooth transportation of goods and people, and shorten the travel time.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih atas kasih dan
cinta yang tidak terbatas, atas berkat yang dilimpahkanNya kepada penulis, sehingga
penulisan tesis ini dapat rampung seluruhnya. Tesis ini disusun guna melengkapi
persyaratan dalam rangka mengakhiri masa pendidikan Pascasarjana dan untuk
memperoleh gelar Magister Sains pada Program Perencanaan Pembangunan Wilayah
dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Pada penulisan tesis ini, penulis memilih judul “Analisis Prioritas Penanganan
Jaringan Jalan Strategis terhadap Pengembangan Wilayah di Kabupaten Humbang
Hasundutan”.
Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan tesis ini penulis banyak
memberoleh bantuan, bimbingan, petunjuk, nasehat dan dukungan dari berbagai
pihak, maka dari itu penulis menghaturkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof.Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc. (CTM) Sp.A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus selaku Ketua Komisi
Pembimbing yang telah membantu memberikan pengarahan dan bimbingan
kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
3. Bapak Prof. Dr. lir.rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua Program Studi
Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Universitas Sumatera Utara,
sekaligus selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah membantu memberikan
pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini.
4. Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si selaku selaku anggota Komisi Pembimbing
yang telah membantu memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan
5. Ibu Prof. Erlina, Ph.D, MSi, Ak, Bapak Ir. Jeluddin Daud, M.Eng dan Drs.
Rujiman, MA selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan
masukkan dan pengarahan demi kesempurnaan tesis ini.
6. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Program Studi PWD SPs-USU yang
telah banyak membantu proses administrasi dan kelancaran kegiatan akademis
selama mengikuti perkuliahan.
7. Rekan-rekan mahasiswa PWD angkatan 2008 yang telah memberikan semangat
dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini.
8. Para Kepala Desa dan seluruh masyarakat yang telah berkenan memberikan data
dan informasi dalam proses penelitian tesis ini.
9. Isteri tercinta Endang Ellis Romei Sinaga, dan anakku tersayang Joy Vania
Callista yang telah sabar dan memberikan doanya selama penulis mengikuti masa
pendidikan Strata 2 (S2) ini.
10.Orang tua dan seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan dan doa selama
penulis menjalani masa pendidikan Strata 2 (S-2) ini.
Penulis berdoa semoga Tuhan Yang Maha Kuasa akan memberikan berkat
atas seluruh kebaikan dan kemurahan hati sekalian kepada kita semua.
Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh
dari sempurna, namun semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan
kepada penulis khususnya
Medan, Agustus 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Rado Hotrin lahir di Pematang Siantar pada tanggal 02 Januari 1976, anak
kedua dari tiga bersaudara pasangan Muliater Simatupang dan Rafini br. Purba.
Menikah dengan Endang Ellis Romei Sinaga dan dikaruniai seorang anak bernama
Joy Vania Callista Simatupang.
Menempuh pendidikan Sekolah Dasar di Sekolah Dasar (SD) Negeri 066042
Medan, tamat dan lulus tahun 1988. Melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 16
Medan, tamat dan lulus tahun 1991. Selanjutnya melanjutkan pendidikan ke SMA
Negeri 11 Medan, tamat dan lulus tahun 1994. Kemudian melanjutkan pendidikan di
Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara Medan, tamat dan
lulus pada tahun 2001. Tahun 2008 melanjutkan studi Strata Dua (S-2) di Universitas
Sumatera Utara pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Perdesaan (PWD).
Sejak tahun 2003 diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil di Pemerintah
DAFTAR ISI
2.3.1. Pembentukan Hirarki Struktural ... 28
2.3.2. Pembentukan Keputusan Perbandingan ... 28
2.3.3. Sintesis Prioritas dan Ukuran Konsistensi... 29
2.5. Kerangka Berpikir... 32
4.1. Gambaran Umum Kabupaten Humbang Hasundutan... 45
4.2. Jaringan Jalan Strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan... 46
4.3. Prioritas Penanganan Jalan Strategis... 48
4.3.1. Penyusunan Model AHP ... 48
4.3.2. Analisis Manfaat Penanganan Jalan Strategis ... 49
4.3.3. Biaya Penanganan Jalan Strategis ... 50
4.3.4. Skala Prioritas Penanganan Jalan Strategis berdasarkan Kriteria Manfaat ... 51
4.3.5. Skala Prioritas Penanganan Jalan Strategis berdasarkan Kriteria Biaya ... 53
4.3.6. Skala Prioritas Kriteria Manfaat dan Biaya Menyeluruh 55
4.3.7. Skala Prioritas Penanganan Jalan Berdasarkan Kriteria Rasio Manfaat – Biaya ... 56
4.4. Implikasi Penanganan Jaringan Jalan Strategis Terhadap Pengembangan Wilayah ... 58
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 61
5.1. Kesimpulan ... 61
5.2. Saran... 62
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1.1. Data Panjang Jalan dan Kondisi di Kabupaten Humbang
Hasundutan ... 4
2.1. Skala Penilaian Antara Dua Elemen... 29
2.2. Indeks Konsistensi Acak Rata-rata Berdasarkan Orde Matriks ... 30
2.3. Nilai Rentang Penerimaan Bagi CR ... 31
4.1. Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Humbang Hasundutan... 46
4.2. Deskripsi Jaringan Jalan Strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan ... 47
4.3. Rata-rata Skor Penilaian Responden untuk Kriteria Manfaat Jaringan Jalan... 50
4.4. Rata-rata Skor Penilaian Kriteria Biaya Jaringan Jalan... 51
4.5. Rata-rata Skor Kriteria Manfaat ... 51
4.6. Kriteria Manfaat Jaringan Jalan Secara Menyeluruh... 52
4.7. Rata-rata Skor Kriteria Biaya ... 53
4.8. Kriteria Biaya Jaringan Jalan Secara Menyeluruh... 54
4.9. Kriteria Manfaat Menyeluruh Tiap Jaringan Jalan ... 55
4.10. Kriteria Biaya Menyeluruh Tiap Jaringan Jalan... 56
4.11. Kriteria Biaya Menyeluruh Tiap Jaringan Jalan... 57
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1. Struktur Lapisan Perkerasan Jalan ... 10
2.2. Pengertian Umum Tentang Kondisi Jalan... 16
2.3. Cakupan Model AHP ... 27
2.4. Kerangka Berpikir Penelitian... 33
3.1. Hirarki Evaluasi Manfaat ... 39
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Contoh Konversi Skor Penilaian Responden ……….. 65
2. Kemudahan Aksesibilitas Antar Daerah ……….. 66
3. Peningkatan Hubungan Antar Daerah………... 67
4. Kelancaran Transportasi Orang dan Barang ………... 68
5. Penghematan Waktu Tempuh ……….. 69
6. Vektor Preferensi Seluruh Kriteria Manfaat ……… 70
7. Biaya Investasi ………. 71
8. Biaya Operasional dan Pemeliharaan ……… 72
9. Biaya Pengendalian Lingkungan ……….. 73
10. Vektor Preferensi Seluruh Kriteria Biaya ……… 74
11. Evaluasi Manfaat dan Biaya ………. 75
12. Kompilasi Jawaban Kuesioner Alternatif Manfaat ………. 76
13. Kompilasi Jawaban Kuesioner Alternatif Biaya ……….. 78
14. Kompilasi Jawaban Kuesioner Kriteria Manfaat dan Biaya ………... 80
15. Kompilasi Jawaban Kuesioner Pengembangan Wilayah ……… 81
16. Peta Jaringan Jalan Strategis ……… 83
17. Peta Prioritas Penanganan Jalan Strategis ……… 84
ANALISIS PRIORITAS PENANGANAN JARINGAN JALAN STRATEGIS TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH
DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
ABSTRAK
Jalan mempunyai peran penting dalam pengembangan suatu wilayah, karena jalan menghubungkan antar wilayah. Kondisi jalan akan berpengaruh terhadap kelancaran mobilitas antar wilayah, sehingga penanganan jalan perlu dilakukan secara berkala. Namun karena keterbatasan pembiayaan, dalam penanganan jalan perlu prioritas, dimana penilaian prioritas dapat dilakukan dengan metode analytic hierarchy process (AHP). Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana menentukan skala prioritas penanganan jaringan-jalan strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan, serta bagaimana implikasi prioritas penanganan jaringan jalan strategis terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan. Tujuan penelitian adalah untuk menentukan prioritas penanganan jaringan jalan strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan, serta untuk mengetahui implikasi prioritas penanganan jaringan jalan strategis terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan.
Data primer diperoleh berdasarkan kuesioner terhadap 15 orang (untuk metode AHP) dan 40 orang untuk masyarakat dalam hal pengembangan wilayah. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, daftar pertanyaan (questionaire) dan studi dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan metode AHP dan uji Chi-square.
Berdasarkan hasil penelitian dengan analisis rasio manfaat terdapat 3 (tiga) ruas jaringan jalan strategis yang rasio manfaat – biayanya lebih besar dari satu (B/C > l) yang menjadi prioritas dalam penanganan jalan, yaitu jaringan jalan Pangungkitan – Parlilitan, Pargaulan - Bahal Imbalo, dan Gonting Bulu – Simangaronsang. Berdasarkan kriteria manfaat, maka manfaat yang diperoleh dari penanganan jaringan jalan strategis tersebut, yang paling utama adalah kelancaran transportasi barang dan orang, serta kemudahan aksesibilitas antar daerah. Hasil analisis menunjukkan bahwa penanganan jaringan jalan strategis secara signifikan berimplikasi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan, yang dilihat dari kemudahan aksesibilitas antar daerah, peningkatan hubungan antar daerah, kelancaran transportasi barang dan orang, dan penghematan waktu tempuh.
ANALYZE THE IMPLICATIONS OF THE STRATEGIC ROAD HANDLING PRIORITY TO THE REGIONAL DEVELOPMENT
AT HUMBANG HASUNDUTAN DISTRICT
ABSTRACT
The road has an important role in regional development, because linking between regions. Road conditions will affect the mobility between regions, so that the the roads must be handling periodically. However, due to limited funding, the roads need handling priority, by analytic hierarchy process (AHP) method. The problem in this study is how to determine the scale of the strategic road handling priority at Humbang Hasundutan district, and how the implications of the strategic road handling priority to the regional development at Humbang Hasundutan district. The research objective was to determine the strategic road handling priority at Humbang Hasundutan district, and to know the implications of the strategic road handling priority to the regional development in Humbang Hasundutan District.
Primary data was collected by questionnaires to 15 people (on AHP methods), and 40 people to the community to know the regional development. The data analyse conducted with AHP method and Chi-square test.
Based on benefit ratio analysis, there are 3 (three) segment strategic roads with the ratio of benefits - cost more than 1 (B/C > l) be the handling priority road, namely Pangungkitan – Parlilitan roads, Pargaulan - Bahal Imbalo roads, and Gonting Bulu – Simangaronsang roads. Based on the benefits criteria, the most important benefits from handling the strategic roads, is the smooth transportation of goods and people, the ease of inter-regional accessibility. The analysis showed that the handling of strategic roads had significantly implications to the regional development in the Humbang Hasundutan District, as seen from the ease of inter-region accessibility, improving the inter-inter-region relationship, the smooth transportation of goods and people, and shorten the travel time.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jalan sebagai salah satu prasarana perhubungan, hakekatnya merupakan
unsur penting dalam usaha pengembangan kehidupan. bangsa dan pembinaan
kesatuan dan persatuan bangsa untuk mencapai tujuan nasional berdasarkan
pancasila, seperti termaktub di dalam pembukaan UUD 1945 yang hendak
diwujudkan melalui serangkaian program pembangunan yang menyeluruh,
terarah, dan terpadu serta berlangsung secara terus menerus.
Dalam kerangka itu, maka jalan mempunyai peranan yang penting dalam
mewujudkan sasaran pembangunan nasional, seperti pemerataan pembangunan
dan hasil-hasilnya, yang menuju terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat,
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas nasional yang sehat dan
dinamis, serta dalam jangka panjang terciptanya landasan yang kuat untuk tumbuh
dan berkembang, serta dalam jangka panjang terciptanya landasan yang kuat
untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatan sendiri, menuju suatu masyarakat
Indonesia yang maju, adil dan makmur berdasarkan pancasila (Penjelasan atas
UURI No 38 Tahun 2004 tentang Jalan).
Terciptanya suatu sistem transportasi yang menjamin pergerakan orang dan
barang secara lancar, aman, cepat, murah, nyaman, dan sesuai dengan lingkungan
transportasi yang tidak ditata dengan baik akan mengakibatkan berbagai hambatan
yang mengganggu pergerakan lalu lintas, memperlambat arus orang dan barang,
sehingga menimbulkan kerugian-kerugian yang tidak dapat dihindari.
Transportasi berhubungan erat dengan pengembangan wilayah, karena
transportasi adalah salah satu aspek yang diperlukan untukmeningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesenjangan antar wilayah. Manfaat
transportasi dalam kegiatan suatu wilayah dapat dilakukan dengan memeriksa
peranannya dalam hal ekonomi, yaitu memperbesar jangkauan terhadap amber yang
lebih mudah dan lebih murah yang dibutuhkan suatu daerah. Sistem transportasi
wilayah mempunyai hubungan yang erat dengan sistem sosial ekonomi, dimana
sistem transportasi akan selalu mempengaruhi pertumbuhan dan perubahan sistem
ekonominya.
Keberhasilan pembangunan transportasi akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi yang mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat sehingga akan
mempercepat pengembangan suatu wilayah. Peningkatan pertumbuhan perekonomian
akan meningkatkan peranan sektor transportasi dalam menunjang pencapaian sasaran
pembangunan dan hasil-hasilnya, sebaliknya fungsi sektor transportasi akan
merangsang peningkatan pembangunan ekonomi, karena antara fungsi sektor
transportasi dan pembangunan ekonomi mempunyai hubungan timbal balik (Tamin,
2000). Jika pemerintah tidak menyediakan sarana dan prasarana transportasi yang
diperlukan suatu wilayah, maka wilayah tersebut mungkin akan tetap bergantung
Kelangkaan sarana dan prasarana transportasi dapat menimbulkan kesenjangan dalam
pemanfaatan sumber daya yang dapat menimbulkan kesenjangan pembangunan.
Permasalahan transportasi sering berhubungan dengan jaringan jalan,
khususnya penanganan jaringan jalan antar daerah, dalam penelitian ini antar
kecamatan dan antar desa di Kabupaten Humbang Hasundutan. Sebagian jalan di
Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan jalan penghubung dengan daerah lain
seperti Siborong-borong (Kabupaten Tapanuli Utara), Sidikalang (Kabupaten Dairi),
dan Barus (Kabupaten Tapanuli Tengah), yang semuanya berpengaruh terhadap
perkembangan Kabupaten Humbang Hasundutan. Selain itu terdapat jalan-jalan
penghubung antar desa dan antar kecamatan dengan kondisi jalan yang bervariasi.
Kondisi jaringan jalan tersebut secara umum masih dapat dibagi dalam dua
bagian:
1. Jalan mantap (stabil; selalu dapat diandalkan untuk dilalui kendaraan roda
4 sepanjang tahun), terutama yang kondisinya sudah `baik/sedang' dan hanya
memerlukan pemeliharaan.
2. Jalan tidak mantap (tidak stabil; tidak dapat diandalkan untuk dilalui kendaraan
roda 4 sepanjang tahun), terutama yang kondisinya `rusak/rusak berat' yang
memerlukan ‘pekerjaan berat' (rehabilitasi, perbaikan, konstruksi), termasuk
jalan tanah yang saat ini tidak dapat dilewati kendaraan roda-4.
Adapun data kondisi panjang jalan menurut statusnya di Kabupaten Humbang
Tabel 1.1. Data Panjang Jalan dan Kondisi di Kabupaten Humbang Hasundutan
Kondisi Jalan (Km)
No Status Jalan Baik Sedang Rusak
Ringan
Pada prinsipnya semua jalan mantap setiap tahunnya harus mendapatkan
prioritas untuk ditangani dengan pemeliharaan rutin dan/atau berkala dan jalan tidak
mantap memerlukan penanganan rehabilitasi, perbaikan ataupun pekerjaan
rekonstruksi. Di kabupaten Humbang Hasundutan, masih ada 42,09% jaringan jalan
yang tidak mantap dimana diperlukan dana yang besar untuk pekerjaan berat yang
biasanya melebihi kebutuhan dana yang tersedia. Karenanya diperlukan suatu sistem
untuk menyaring dan menyusun urutan prioritas penanganan.
Berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan
saat ini untuk mendorong penanganan jaringan jalan di Kabupaten Humbang
Hasundutan namun masih belum optimal. Hal ini karena berbagai kendala yang
muncul antara lain adalah pembangunan dan pemeliharaan prasarana jalan
membutuhkan modal (dana) yang sangat besar, waktu pengembalian modal yang
Pembangunan dan pengembangan infrastruktur jalan umumnya disusun
berdasarkan skala kebutuhan dan kemendesakan, akan tetapi akibat terlampau
dominannya para pengambil kebijakan dalam menetapkan penentuan penanganan
kegiatan tanpa didasari pertimbangan-pertimbangan objektif sering membuat
perubahan prioritas penanganan jalan. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan ilmiah
untuk dapat mengurangi subyektifitas para pengambil keputusan. Salah satu metode
ilmiah dimaksud adalah metode analytic hierarchy process (AHP), suatu metode
yang sudah dikenal dan banyak dipakai dalam bidang pengambilan keputusan dan
manajemen.
Mengingat banyaknya ruas jalan yang harus ditangani oleh Pemerintah
Kabupaten Humbang Hasundutan sedangkan dana penanganan jalan sangat terbatas,
maka perlu ditetapkan prioritas penanganan ruas jalan agar alokasi dan penggunaan
dana yang terbatas menjadi efektif bagi pembangunan dan bagaimana implikasinya
terhadap pengembangan wilayah Humbang Hasundutan. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka penelitian tesis ini akan mengkaji dan menganalisis Prioritas
Penanganan Jaringan Jalan Strategis terhadap Pengembangan Wilayah di Kabupaten
Humbang Hasundutan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi
1. Bagaimana prioritas penanganan jaringan-jalan strategis di Kabupaten
Humbang Hasundutan.
2. Bagaimana implikasi prioritas penanganan jaringan jalan strategis terhadap
pengembangan wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah penelitian di atas, maka
yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menentukan prioritas penanganan jaringan jalan strategis di Kabupaten
Humbang Hasundutan.
2. Untuk mengetahui implikasi prioritas penanganan jaringan jalan strategis
terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut;
1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Prasarana Wilayah serta Badan Perencanaan
Pembangunan (Bappeda) Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan dalam
menentukan prioritas penanganan jalan dalam penyusunan dokumen-dokumen
perencanaan (RPJP,RPJMD dan Renstra SKPD).
2. Sebagai metode alternatif dalam pengambilan keputusan strategis bagi birokrat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jalan
2.1.1. Pengertian dan Peranan Jalan
Dalam Pasal 5 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun
2004 tentang Jalan, disebutkan bahwa jalan mempunyai peranan penting dalam
bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan,
serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Jalan sebagai prasarana
distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa, dan
Negara sehingga akan mendorong pengembangan semua sarana wilayah,
pengembangan dalam usaha mencapai tingkat perkembangan antar daerah yang
semakin merata. Artinya infrastruktur jalan merupakan urat nadi perekonomian
suatu wilayah, hal ini disebabkan perannya dalam menghubungkan serta
meningkatkan pergerakan manusia, dan barang.
Jalan raya adalah jalan utama yang menghubungkan satu kawasan dengan
kawasan yang lain. Biasanya jalan besar ini mempunyai ciri-ciri berikut:
(Wikipedia Indonesia, 2011).
1. Digunakan untuk kendaraan bermotor
2. Digunakan oleh masyarakat umum
3. Dibiayai oleh perusahaan Negara
Keberadaan infrastruktur jalan yang baik serta lancar untuk dilalui penting
perannya dalam mengalirkan pergerakan komoditas yang selanjutnya akan mampu
menggerakkan perkembangan peri kehidupan sosial dan meningkatkan
kemampuan ekonomi masyarakat.
7
Peran dari pentingnya sarana jalan tercantum dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan yang diatur dalam Bab II Pasal 3 ayat 2
disebutkan bahwa: Pengadaan jalan diarahkan untuk memperkokoh kesatuan
wilayah nasional sehingga menjangkau daerah terpencil. Berdasarkan isi pasal
tersebut diartikan bahwa pembangunan jalan diarahkan serta dimaksudkan untuk
membebaskan daerah tertentu dari keterisoliran, yang bertujuan untuk
memberikan kesempatan pergerakan manusia, barang dan jasa semakin tinggi
intensitasnya.
Kondisi jalan yang lancar merupakan ukuran yang dapat menggambarkan
baik buruknya operasional lalu lintas berupa kecepatan, waktu tempuh (efisiensi
waktu), kebebasan bermanuver, kenyamanan, pandangan bebas, keamanan dan
keselamatan jalan.
Menurut Indonesia Higway Capacity Manual/IHCM Part-II Road, tingkat
kelancaran dan keselamatan lalu lintas tersebut dipengaruhi oleh berapa faktor
yaitu: (1) kondisi kegiatan penduduk dan pola penggunaan lahan sekitar ruas
jalan, (2) kondisi persimpangan sepanjang jalan, (3) kondisi trase jalan, (4)
Disamping itu perlu diperhatikan pengaliran air yang merupakan salah satu
faktor yang harus diperhitungkan dalam pembangunan jalan raya. Air yang
berkumpul di permukaan jalan raya setelah hujan tidak hanya membahayakan
pengguna jalan raya, malahan akan mengikis dan merusakkan struktur jalan raya.
Karena itu permukaan jalan raya sebenarnya tidak betul-betul rata, sebaliknya
mempunyai landaian yang berarah ke selokan di pinggir jalan (kemiringan sebesar
sekitar 2%). Dengan demikian, air hujan akan mengalir kembali ke selokan.
Jalan mempunyai peranan untuk mendorong pengembangan dan pertumbuhan
suatu daerah. Artinya, infrastruktur jalan merupakan urat nadi perekonomian suatu
wilayah karena perannya dalam menghubungkan antar lokasi aktivitas penduduk.
Keberadaan infrastruktur jalan yang lancar penting perannya untuk mengalirkan
pergerakan komoditas dan orang, selanjutnya dapat menggerakkan kegiatan sosial
dan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu pengadaan jalan sangat penting dilakukan
untuk menunjang pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dan perekonomian.
Pengadaan jalan tersebut dilaksanakan dengan mengutamakan pembangunan
jaringan jalan di pusat produksi serta jalan jalan yang menghubungkan
pusat-pusat produksi dengan daerah pemasaran. Selain upaya pembangunan jalan juga
dilakukan penanganan jalan dengan pemeliharaan rutin dan berkala yang ketiga
upaya penanganan tersebut ditujukan untuk menjaga kondisi jalan dalam keadaan
2.1.2. Konsep Jalan di Indonesia
Jalan merupakan salah satu prasarana transportasi yang sangat vital bagi
pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakatnya. Transportasi darat yang didukung
oleh jaringan jalan, berfungsi sebagai fasilitas fisik infrastruktur bagi kepentingan
masyarakatnya.
Sumber: Departemen PU dan Japan International Cooperation Agency, 2005
Gambar 2.1. Struktur Lapisan Perkerasan Jalan
2.1.1.1. Sistem jaringan jalan
Jaringan jalan merupakan suatu sistem yang mengikat dan menghubungkan
pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berbeda dalam pengaruh
pelayanannya dalam suatu hirarki. Menurut peran pelayanan jasa distribusinya, sistem
jaringan jalan terdiri dari:
1. Sistem jaringan jalan Primer, yaitu sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa
distribusi untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional dengan semua simpul
2. Sistem jaringan jalan sekunder, yaitu sistem jaringan jalan dengan peranan yang
menghubungkan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di dalam Kota.
Pengelompokan jalan berdasarkan peranannya dapat digolongkan menjadi:
1. Jalan Arteri, yaitu jalan yang melayani angkutan jarak jauh dengan kecepatan
rata-rata tinggi dan jumlah masuk dibatasi secara efisien.
2. Jalan Kolektor, yaitu jalan yang melayanai angkutan pengumpulan dan
pembagian dengan ciri-ciri merupakan perjalanan jarak dekat dengan kecepatan
rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3. Jalan Lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-ratanya rendah dengan jumlah jalan masuk
dibatasi.
Sedangkan klasifikasi jalan berdasarkan peranannya terbagi atas:
A. Sistem Jaringan Jalan Primer:
1. Jalan arteri primer yaitu ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu
dengan kota jenjang kesatu yang berdampingan atau ruas jalan yang
menghubungkan kota jenjang kedua yang berada dibawah pengaruhnya
2. Jalan kolektor primer ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan
kota jenjang kedua yang lain atau ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang
kedua dengan kota jenjang ketiga yang ada dibawah pengaruhnya
3. Jalan lokal primer ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang ketiga dengan
dengan persil serta ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang ketiga dengan
kota jenjang yang ada di bawah pengaruhnya sampai persil.
B. Sistem Jaringan Jalan Sekunder:
1. Jalan arteri sekunder ruas jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan
kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu degan
kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan
kawasan sekunder kedua
2. Jalan kolektor sekunder ruas jalan yang menghubungkan kawasan-kawasan
sekunder kedua, yang satu dengan lainnya, atau menghubungkan kawasan
sekunder kesatu dengan kawasan sekunder ketiga.
3. Jalan lokal sekunder ruas jalan yang menghubungkan kawasan-kawasan sekunder
kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, atau
menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga dan
seterusnya sampai ke perumahan.
Klasifikasi Jalan berdasarkan peranannya ini, kewenangan pengelolaannya
terbagi ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pemerintah pusat memiliki kewenangan dalam pengelolaan sistim jaringan jalan
perimer berupa jalan nasional dan jalan propinsi, sedangkan pemerintah daerah
memiliki kewenangan pengelolaan sistim jaringan jalan sekunder berupa jalan
Wewenang pengelolaan jaringan jalan dapat dikelompokkan menurut:
1. Jalan Nasional adalah Menteri Pekerjaan Umum (dulu Menteri Kimpraswil) atau
pejabat yang ditunjuk;
2. Jalan Propinsi adalah Pemerintah Daerah atau instansi yang ditunjuk;
3. Jalan Kabupaten adalah Pemerintah Daerah Kabupaten atau instansi yang
ditunjuk;
4. Jalan Kota adalah Pemerintah Daerah Kota atau instansi yang ditunjuk;
5. Jalan Desa adalah Pemerintah Desa/Kelurahan;
6. Jalan Khusus adalah pejabat atau orang yang ditunjuk.
Selain kriteria tersebut terdapat sejumlah jalan Kabupaten/kota yang berada di
dalam wilayah Desa atau permukiman yang pada kenyataannya jalan tersebut
umumnya lebih banyak digunakan oleh lalulintas lokal. Hal ini dapat digunakan
untuk melakukan pembagian beban pendanaan jalan dengan desa/pemukiman yang
lebih banyak menggunakan ruas jalan tersebut.
2.1.1.2. Konsep pengelolaan pemeliharaan jalan
Pengelolaan pemeliharaan jalan bukanlah pekerjaan mudah, lebih-lebih pada
saat kondisi anggaran yang terbatas serta beban kendaraan yang cenderung jauh
melampaui batas dan kondisi cuaca yang kurang bersahabat. Menurut hasil studi
Bank Dunia, disebutkan bahwa setiap pengurangan US$ 1 terhadap biaya
pemeliharaan jalan akan mengakibatkan kenaikan biaya operasional kendaraan
sebesar US$ 2 sampai US$ 3 karena jalan menjadi lebih rusak.
Wewenang penyelenggaraan umum ada pada pemerintah pusat dan pemerintah
daerah, sedangkan penguasaan atas jalan ada pada Negara dan dengan tujuan
agar peran jalan dalam melayani kegiatan masyarakat dapat tetap terpelihara dan
keseimbangan pembangunan antar wilayah dapat terjaga, maka negara
mengadakan pengaturan tentang pemberian kewenangan penyelenggaraan jalan.
Negara memberi wewenang kepada pemerintah propinsi dan pemerintah
kabupaten/kota untuk melaksanakan penyelenggaraan jalan. Pada UU No. 38
tahun 2004 tentang jalan juga menyebutkan bahwa masyarakat berperan serta
dalam penyelenggaraan jalan.
Khusus untuk pemerintah kabupaten, negara memberikan wewenang
penyelenggaraan jalan meliputi penyelengggaraan jalan kabupaten dan jalan
desa. Selanjutnya sesuai dengan sistem pemerintahan yang berlaku di Indonesia
wewenang tersebut dilimpahkan kepada instansi yang ditunjuk di daerah.
Wewenang penyelenggaraan jalan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan yang
meliputi seluruh siklus kegiatan dan perwujudan jalan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan. Perumusan kebijakan
penyelenggaraan jalan di kabupaten meliputi hal-hal sebagai berikut
(Departemen PU & Japan International Cooperation Agency, 2005):
1) Pemantapan kondisi jalan yang ada melalui pemeliharaan dan rehabilitasi,
2) Pembangunan ruas jalan merupakan kegiatan mewujudkan ruas jalan baru
agar jaringan jalan dapat segera berfungsi melayani angkutan sebagai salah
3) Penyerasian sistim jaringan jalan terkait pengembangan wilayah agar terpadu
dalam membentuk struktur ruang dan memberikan pelayanan jasa distribusi
dalam konteks pemberian layanan yang handal dan prima serta berpihak
kepada kepentingan masyarakat,
4) Pengembangan alternatif pembiayaan melalui sistim kontribusi langsung
pengguna jalan dan reformasi penyelenggaraan jalan.
5) Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta dunia usaha dalam masyarakat
dalam penyelenggaraan prasarana dan sarana jalan.
b. Manajemen Pemeliharaan Jalan
Secara fisik pemeliharaan jalan bisa berarti suatu kesatuan kegiatan langsung
untuk menjaga suatu struktur agar tetap dalam kondisi mampu melayani.
Menurut NAASRA (1978) dalam Ali (2006), definisi pemeliharaan adalah semua
jenis pekerjaan yang di butuhkan untuk menjaga dan memperbaiki jalan agar
tetap dalam keadaan baik atau pekerjaan yang berkaitan dengan keduanya,
sehingga mencegah kemunduran atau penurunan kualitas dengan laju perubahan
pesat yang terjadi segera setelah konstruksi dilaksanakan.
Aktifitas pemeliharaan jalan yang diklasifikasikan terhadap frekuensi dan
Sumber: Dinas Bina Marga, 2003.
Gambar 2.2. Pengertian Umum Tentang Kondisi Jalan
Klasifikasi program pemeliharaan yang dipakai dalam Sistem Manajemen
Pemeliharaan Jalan adalah sebagai berikut:
a) Pemeliharaan Rutin
Merupakan pekerjaan yang skalanya cukup kecil dan dikerjakan tersebar
diseluruh jaringan jalan secara rutin. Dengan pemeliharaan rutin, tingkat
penurunan nilai kondisi struktural perkerasan diharapkan akan sesuai dengan
kurva kecenderungan kondisi perkerasan yang diperkirakan pada tahap desain
b) Pemeliharaan periodik
Pemeliharaan periodik dilakukan dalam selang waktu beberapa tahun dan
diadakan menyeluruh untuk satu atau beberapa seksi jalan dan sifatnya hanya
periodik dimaksud untuk mempertahankan kondisi jalan sesuai dengan yang
direncanakan selama masa layanannya.
c) Rehabilitasi atau Peningkatan
Peningkatan jalan secara umum diperlukan untuk memperbaiki integritas
struktur perkerasan, yaitu meningkatkan nilai strukturalnya dengan pemberian
lapis tambahan struktural. Peningkatan jalan dilakukan, apakah karena masa
layanannya habis, atau karena kerusakan awal yang disebabkan oleh
factor-faktor luar seperti cuaca atau karena kesalahan perencanaan atau pelaksanaan
rekonstruksi.
d) Rekonstruksi
Dalam hal perkerasan lama sudah dalam kondisi yang sangat jelek, maka
lapisan tambahan tidak akan efektif dan kegiatan rekonstruksi biasanya
diperlukan. Kegiatan rekonstruksi ini juga dimaksud untuk penanganan jalan
yang berakibat meningkatkan kelasnya.
c. Klasifikasi Jalan dan Tingkat Pelayanan
Secara objektif baik desain perkerasan maupun pemeliharaan berguna untuk
menjamin atau memastikan bahwa suatu perkerasan dapat memberikan
pelayanan yang cukup memuaskan bagi pengguna jalan. Untuk kerja dari
perkerasan diukur dalam kaitannya dengan kualitas yang disediakan dan
pelayanan yang diberikan sampai pada suatu tingkat dimana pelayanan masih
bias ditolerir. Klasifikasi jalan berdasarkan tingkat pelayanan, ditentukan sebagai
a. Jalan dengan tingkat pelayanan mantap adalah ruas-ruas jalan dengan umur
rencana yang dapat diperhitungkan serta mengikuti suatu standar
perencanaan teknis. Termasuk kedalam tingkat pelayanan mantap adalah
jalan-jalan dalam kondisi baik dan sedang.
b. Jalan tidak mantap adalah ruas-ruas jalan yang dalam kenyataan sehari-hari
masih berfungsi melayani lalu lintas, tetapi tidak dapat diperhitungkan umur
rencananya serta tidak mengikuti standar perencanaan teknik. Termasuk ke
dalam tingkat pelayanan tidak mantap adalah jalan-jalan dalam kondisi rusak
ringan.
c. Jalan kritis adalah ruas-ruas jalan sudah tidak dapat lagi berfungsi melayani
lalu lintas atau dalam keadaan putus. Termasuk kedalam tingkat pelayanan
kritis adalah jalan-jalan dengan kondisi rusak berat.
Klasifikasi jalan berdasarkan tingkat kondisi jalan adalah sebagai berikut
(Dinas Bina Marga, 2003):
a. Jalan dalam kondisi baik adalah jalan dengan permukaan yang benar-benar
rata, tidak ada gelombang dan tidak ada kerusakan permukaan jalan.
b. Jalan dalam kondisi sedang adalah jalan dengan kerataan permukaan
perkerasan sedang, tidak ada gelombang dan tidak ada kerusakan.
c. Jalan dalam kondisi rusak ringan adalah jalan dengan permukaan sudah
d. Jalan dalam kondisi rusak berat adalah jalan dengan permukaan perkerasan
sudah banyak kerusakan seperti bergelombang, retak-retak buaya dan
terkelupas yang cukup besar, disertai kerusakan pondasi seperti amblas, dsb.
2.2. Pengembangan Wilayah
Pada hakekatnya pengembangan (development) merupakan upaya untuk
memberi nilai tambah dari apa yang dimiliki untuk meningkatkan kualitas hidup.
Menurut Zein (1999) pengembangan lebih merupakan motivasi dan pengetahuan
daripada masalah kekayaan. Tetapi bukan berarti bahwa kekayaan itu tidak relevan.
Pengembangan juga merupakan produk belajar, bukan hasil produksi; belajar
memanfaatkan kemampuan yang dimiliki bersandar pada lingkungan sekitar untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada dasarnya proses pengembangan itu juga
merupakan proses belajar (learning process). Hasil yang diperoleh dari proses
tersebut, yaitu kualitas hidup meningkat, akan dipengaruhi oleh instrumen yang
digunakan (Kartono,Ragardjo dan Sandy, 1989).
Mengacu pada filosofi dasar tersebut maka pengembangan wilayah
merupakan upaya memberdayakan stake holders (masyarakat, pemerintah,
pengusaha) di suatu wilayah, terutama dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan
lingkungan di wilayah tersebut dengan instrument yang dimiliki atau dikuasai, yaitu
teknologi. Dengan lebih tegas Zein (1999) menyebutkan bahwa pengembangan
wilayah merupakan upaya mengawinkan secara harmonis sumberdaya alam, manusia
Tujuan utama dari pengembangan wilayah adalah menyerasikan berbagai
kegiatan pembangunan sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan sumber
daya yang ada didalamnya dapat optimal mendukung kegiatan kehidupan masyarakat
sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan wilayah yang diharapkan. Optimal
berarti dapat dicapai tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial
budaya dan dalam alam lingkungan yang berkelanjutan (Ernan, Sunsun dan Diah,
2011).
Konsep pengembangan wilayah dimaksudkan untuk memperkecil
kesenjangan pertumbuhan dan kesenjangan kesejahteraan antar wilayah. Untuk itu
pengertian wilayah menjadi penting dalam pembahasan ini. Menurut PP Nomor 47
Tahun 1997 wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administratif dan atau aspek fungsional.
2.2.1. Teori Kutub Pertumbuhan
Teori kutub pertumbuhan yang terkenal dikembangkan oleh Francois
Perraoux seorang ahli ekonomi Perancis yang berpendapat bahwa fakta dasar dari
perkembangan spasial, sebagaimana halnya dengan perkembangan industri, adalah
bahwa pertumbuhan tidak terjadi di sembarang tempat dan juga tidak terjadi secara
serentak, pertumbuhan itu terjadi pada titik-titik atau kutub perkembangan dengan
intensitas yang berubah-ubah dan perkembangan itu menyebar sepanjang
saluran-saluran yang beraneka ragam dan dengan efek yang beraneka ragam terhadap
Lebih spesifik lagi Boudeville mendefenisikan kutub pertumbuhan regional
sebagai sekelompok industri yang mengalami ekspansi yang berlokasi di suatu daerah
perkotaan dan mendorong perkembangan kegiatan ekonomi lebih lanjut keseluruh
daerah pengaruhnya. Konsep-konsep yang dikemukakan di dalam teori pusat
pertumbuhan antara lain:
1. Konsep leading industries dan perusahaan propulsif, menyatakan bahwa di
pusat kutub pertumbuhan terdapat perusahaan-perusahaan besar yang bersifat
propulsif yaitu perusahaan yang relatif besar, menimbulkan dorongan dorongan
pertumbuhan nyata terhadap lingkungannya, mempunyai kemampuan inovasi
tinggi, dan termasuk ke dalam industri-industri yang cepat berkembang. Dalam
konsep ini leading industries adalah:
a. Relatif baru, dinamis, dan mempunyai tingkat teknologi maju yang
mendorong iklim pertumbuhan kondusif ke dalam suatu daerah permintaan
terhadap produknya mempunyai elastisitas pendapatan yang tinggi dan
biasanya dijual ke pasar-pasar nasional.
b. Mempunyai kaitan-kaitan antara industri yang kuat dengan sektor-sektor
lainnya sehingga terbentuk forward linkages dan backward linkages.
2. Konsep polarisasi. Konsep ini mengemukakan bahwa pertumbuhan leading
industries yang sangat cepat (propulsive growth) akan mendorong polarisasi
dari unit-unit ekonomi lainnya ke kutub pertumbuhan.
3. Konsep spread effect. Konsep ini mengemukakan bahwa pada suatu waktu
memasuki ruang-ruang di sekitarnya. Menurut Myrdal dan Hirschman, spread
effect atau trickling down effect merupakan lawan dari back wash effect atau
polarization effect.
Dalam penerapannya, teori kutub pertumbuhan digunakan sebagai alat
kebijakan dalam perencanaan pembangunan daerah. Banyak negara telah menerima
konsep kutub pertumbuhan sebagai alat tranformasi ekonomi dan sosial pada skala
regional. Namun demikian konsep ini banyak mendapat kritik para ahli, yang pada
umumnya berpendapat bahwa penerapan konsep ini cenderung semakin
meningkatkan disparitas wilayah negara sedang berkembang, terutama antara daerah
pusat atau kutub dengan daerah pengaruhnya. Gejala ini disebabkan karena pusat
pertumbuhan yang umumnya adalah kota-kota besar ternyata sebagai pusat
konsentrasi penduduk dan berbagai kegiatan ekonomi dan sosial adalah cukup kuat,
sehingga terjadi tarikan urbanisasi dari desa-desa wilayah pengaruh ke pusat
pertumbuhan (kota besar), atau terjadi dampak polarisasi yaitu daerah pusat atau
kutub cenderung lebih banyak menarik sumber daya dari daerah belakang daripada
spread effect yang ditimbulkannya, akibatnya daerah pusat yang lebih maju akan
bertambah maju, sedangkan daerah belakang akan semakin tertinggal.
2.2.2. Teori Tempat Pusat
Teori tempat pusat (Central Place Theory) pertama kali diperkenalkan oleh
Walter Christaller seorang ahli geografi berkebangsaan Jerman. Teori ini timbul dari
perhatian Christaller terhadap penyebaran permukiman, desa, dan kota-kota yang
bergerombol atau berkelompok, kadang juga terpisah jauh antara satu dengan yang
lainnya. Menurut Christaller dalam Jayadinata (1999), pusat-pusat pelayanan
cenderung tersebar di dalam wilayah menurut pola berbentuk heksagon (segi enam).
Keadaan seperti itu akan terjadi secara jelas di wilayah yang mempunyai syarat : (1)
topografi yang seragam sehingga tidak ada bagian wilayah yang mendapat pengaruh
dari lereng dan pengaruh alam lain dalam hubungan dengan jalur pengangkutan, (2)
kehidupan ekonomi yang homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi
primer, yang menghasilkan padi-padian, kayu atau batubara.
Menurut proses yang sama, jika perkembangan wilayah meningkat akan
berkembang hierarki jenjang ketiga, yaitu salah satu kampung akan tumbuh menjadi
kota yang dikelilingi oleh enam kampung yang dilayaninya. Pada hierarki jenjang
keempat terdapat kota besar yang dikelilingi oleh enam kota yang dilayaninya.
Karena perkembangan tersebut, dapat dikatakan bahwa kota-kota umumnya timbul
sebagai akibat perkembangan potensi wilayah (alam dan manusia), dan kemudian
kota sebagai pusat pelayanan berperan dalam mengembangkan wilayah.
Sedangkan ide dasar yang dikemukakan oleh Losch (1954) adalah bahwa
ukuran relatif wilayah pemasaran suatu perusahaan, digambarkan sebagai tempat
penjualan produk perusahaan dipengaruhi oleh biaya-biaya transportasi dan skala
ekonomi. Jika pengaruh skala ekonomi relatif lebih besar dari biaya transportasi maka
seluruh produksi akan terkumpul pada satu tempat. Sedangkan jika pengaruh biaya
transportasi relatif lebih besar dari skala ekonomi maka perusahaan akan menyebar
Pembagian hierarki pusat-pusat pelayanan di suatu wilayah sering tidak
merata sehingga mengakibatkan ketidakmerataan di dalam pelayanan kepada
masyarakat. Selain itu kadang akses untuk mencapai pusat pelayanan sulit, sehingga
mengakibatkan wilayah belakang (Hinterland) menjadi terbelakang karena tidak
ditunjang dengan jumlah fasilitas yang memadai untuk dapat meningkatkan
produktivitasnya maupun pelayanannya kepada masyarakat.
Untuk mengatasi hal tersebut maka dibutuhkan suatu usaha untuk
meningkatkan peran pusat-pusat pelayanan, termasuk dengan meningkatkan akses
kemudahan pencapaian dari wilayah belakang (hinterland) menuju pusat pelayanan
yang terdekat. Di dalam sistem pelayanan yang baik harus memiliki keseimbangan
antara pola kebutuhan dan jasa pelayanan sehingga dalam peningkatan kebutuhan
akan diikuti dengan jasa pelayanan yang semakin besar.
Apabila jumlah penduduk di suatu wilayah dengan satu pusat telah melebihi
ambang batas dan terus meningkat hingga mencapai jumlah tertentu, kemungkinan
penduduk yang berada jauh dari pusat telah melebihi jarak ekonomi, sehingga mereka
akan mencari pelayanan di pusat-pusat lainnya yang terdekat. Dalam melakukan
strategi pengembangan wilayah di pusat-pusat pelayanan memiliki beberapa
keuntungan:
a) Adanya penghematan terhadap investasi yang dikeluarkan, karena strategi
yang bersifat desentralisasi konsentrasi sehingga tidak semua wilayah
b) Adanya perkembangan pusat-pusat pelayanan hingga ke wilayah belakang
(hinterland) melalui akses pencapaian yang memadai untuk mengatasi
kesenjangan wilayah.
c) Terselenggaranya pengembangan antara kota dan desa dengan baik karena
saling menguntungkan.
Selain itu Fisher dan Rushton menyatakan bahwa jaringan pusat-pusat
pelayanan yang memiliki hierarki akan menguntungkan penduduk di sekitar pusat
tersebut (Rezeki, 2007). Keuntungan tersebut adalah:
a) Membuat efisiensi bagi konsumen karena pemenuhan terhadap kebutuhan
yang berbeda-beda akan didapatkan dengan sekali bepergian keluar dari desa.
b) Mengurangi jumlah transportasi yang dibutuhkan untuk melayani pergerakan
antar desa karena masyarakat sudah mengenal berbagai cara alternatif
terhadap jalur hubungan sehingga jalur yang paling penting dan kemampuan
pemenuhan kebutuhan fasilitas transportasi yang terbatas dapat dimanfaatkan
secara optimal.
c) Mengurangi panjang jalan yang harus ditingkatkan karena sudah diketahui
jalur yang paling penting bagi setiap desa sehingga dapat ditentukan prioritas
dalam pengembangan jalan.
d) Mengurangi biaya untuk penyediaan berbagai kebutuhan pelayanan bagi
fasilitas-fasilitas yang ada, karena biaya tersebut ditanggung secara
e) Pengawasan lebih efektif dan ekonomis karena berbagai aktivitas bergabung
menjadi satu di pusat pelayanan.
f) Memudahkan adanya pertukaran informasi antar berbagai aktivitas yang
saling berhubungan.
g) Lokasi-lokasi dengan keunggulan lokasi sumberdaya akan berkembang secara
spontan sebagai respon terhadap kebutuhan di wilayah belakangnya
(hinterland).
Berdasarkan uraian tersebut jelas bahwa wilayah dalam perkembanganya
memiliki pusat dan sub pusat sebagai wilayah pengaruhnya. Pusat dapat diartikan
sebagai kota yang menjadi pusat pelayanan dan terkonsentrasinya kegiatan. Besarnya
wilayah kota dipengaruhi oleh jarak pelayanan bagi penduduknya, sehingga dalam
satu pusat dapat memberikan pelayanan maksimalnya. Penduduk yang belum
menerima pelayanan, akan dilayani oleh pusat lainnya sehingga hubungan antar pusat
tersebut akan membentuk pola heksagonal dimana masing-masing wilayah pengaruh
memiliki pusat sendiri.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pembangunan jaringan jalan dalam
hubungannya dengan pengembangan wilayah dapat dilihat berdasarkan indicator:
1. Kelancaran aksesibilitas antar daerah, dimana dengan pembangunan dan
penanganan jaringan jalan maka aksesibilitas antar daerah akan semakin
lancar.
2. Peningkatan hubungan antar daerah, dengan kelancaran aksesibilitas maka
3. Kelancaran transportasi barang dan orang, infrastruktur jalan sangat
dibutuhkan dalam transportasi barang dan orang, termasuk transportasi
hasil-hasil pertanian ke daerah-daerah pemasaran. Kelancaran transportasi akan
mengurangi biaya transportasi hasil-hasil produksi pertanian.
4. Penghematan waktu tempuh, kondisi jalan yang lancar akan menghemat
waktu tempuh, yang kemudian akan mengurangi biaya transportasi hasil-hasil
produksi, khususnya produksi pertanian.
2.3. Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)
Proses hirarki analitis atau disingkat AHP (Saaty, 2000) adalah suatu
pendekatan pengambilan keputusan yang dirancang untuk membantu pencarian solusi
dari berbagai permasalahan multikriteria yang kompleks dalam sejumlah ranah
aplikasi. Metoda ini telah didapati sebagai pendekatan yang praktis dan efektif yang
dapat mempertimbangkan keputusan yang tidak tersusun dan rumit (Partovi, 1994).
Hasil akhir AHP adalah suatu ranking atau pembobotan prioritas dari tiap alternatif
keputusan atau disebut elemen. Secara mendasar, ada tiga langkah dalam
pengambilan keputusan dengan AHP, yaitu: membangun hirarki, penilaian; dan
Gambar 2.3. Cakupan Model AHP
2.3.1. Pembentukan Hirarki Struktural
Langkah ini bertujuan memecah suatu masalah yang kompleks disusun
menjadi suatu bentuk hirarki. Suatu struktur hirarki sendiri terdiri dari elemen-lemen
yang dikelompokan dalam tingkatan-tingkatan (level). Dimulai dari suatu sasaran
pada tingkatan puncak, selanjutnya dibangun tingkatan yang lebih rendah yang
mencakup kriteria, sub kriteria dan seterusnya sampai pada tingkatan yang paling
rendah. Sasaran atau keseluruhan tujuan keputusan merupakan puncak dari tingkat
hirarki. Kriteria dan sub kriteria yang menunjang sasaran berada di tingkatan tengah.
Alternatif atau pilihan yang hendak dipilih berada pada level paling bawah dari
struktur hirarki yang ada.
Menurut Saaty (2000), suatu struktur hirarki dapat dibentuk dengan
menggunakan kombinasi antara ide, pengalaman dan pandangan orang lain.
Karenanya, tidak ada suatu kumpulan prosedur baku yang berlaku secara umum dan
absolut untuk pembentukan hirarki. Struktur hirarki tergantung pada kondisi dan
Karenanya struktur hirarki kemungkinan berbeda antara satu kasus dengan kasus
yang lainnya.
2.3.2. Pembentukan Keputusan Perbandingan
Apabila hirarki telah terbentuk, langkah selanjutnya adalah menentukan
penilaian prioritas elemen-elemen pada tiap level. Untuk itu dibutuhkan suatu matriks
perbandingan yang berisi tentang kondisi tiap elemen yang digambarkan dalam
bentuk kuantitaif berupa angka-angka yang menunjukan skala penilaian (1 – 9). Tiap
angka skala mempunyai arti tersendiri seperti yang ditunjukan dalam Tabel 2.1.
Penentuan nilai bagi tiap elemen dengan menggunakan angka skala bisa sangat
subyektif, tergantung pada pengambil keputusan. Karena itu, penilaian tiap elemen
hendaknya dilakukan oleh para ahli atau orang yang berpengalaman terhadap masalah
yang ditinjau sehingga mengurangi tingkat subyektifitasnya dan meningkatkan unsur
obyektifitasnya.
Tabel 2.1. Skala Penilaian Antara Dua Elemen Bobot/Tingkat
Signifikan
Pengertian Penjelasan
1 Sama penting Dua faktor memiliki pengaruh yang sama terhadap sasaran
3 Sedikit lebih penting Salah satu faktor sedikit lebih berpengaruh dibanding faktor lainnya
5 Lebih penting Salah satu faktor lebih berpengaruh dibanding faktor lainnya
7 Sangat lebih penting Salah satu faktor sangat lebih berpengaruh dibanding faktor lainnya
9 Jauh lebih penting Salah satu faktor jauh lebih berpengaruh dibanding faktor lainnya
2,4,6,8 Antara nilai yang di atas Diantara kondisi di atas
Kebalikan Nilai kebalikan dari kondisi di atas untuk pasangan dua faktor yang sama
2.3.3. Sintesis Prioritas dan Ukuran Konsistensi
Perbandingan antar pasangan elemen membentuk suatu matriks perankingan
relatif untuk tiap elemen pada tiap level dalam hirarki. Jumlah matriks akan
tergantung pada jumlah tingkatan pada hirarki. Sedangkan, ukuran matriks tergantung
pada jumlah elemen pada level bersangkutan. Setelah semua matriks terbentuk dan
semua perbandingan tiap pasangan elemen didapat, selanjutnya dapat dihitung
matriks eigen (eigenvector), pembobotan, dan nilai eigen maksimum.
Nilai eigen maksimum merupakan nilai parameter validasi yang sangat
penting dalam teori AHP. Nilai ini digunakan sebagai indeks acuan (reference index)
untuk memayar (screening) informasi melalui perhitungan rasio konsistensi
(Consistency Ratio (CR)) dari matriks estimasi dengan tujuan untuk memvalidasi
apakah matriks perbandingan telah memadai dalam memberikan penilaian secara
konsisten atau belum (Saaty, 2000).
Nilai rasio konsistensi (CR) sendiri dihitung dengan urutan sebagai berikut:
1) Vektor eigen dan nilai eigen maksimum dihitung pada tiap matriks pada tiap
level hirarki
2) Selanjutnya dihitung indeks konsistensi untuk tiap matriks pada tiap level
hirarki dengan menggunakan rumus: CI = (emaks – n) / (n – 1)
3) Nilai rasio konsistensi (CR) selanjutnya dihitung dengan rumus: CR = CI/RI,
dimana RI merupakan indeks konsistensi acak yang didapat dari simulasi dan
Tabel 2.2 menampilkan nilai RI untuk berbagai ukuran matriks dari orde 1
sampai 10.
Tabel 2.2. Indeks Konsistensi Acak Rata-rata Berdasarkan Orde Matriks
Ukuran Matriks Indeks Konsistensi Acak (RI)
1 0
Nilai rentang CR yang dapat diterima tergantung pada ukuran matriks-nya,
sebagai contoh, untuk ukuran matriks 3 x 3, nilai CR = 0,03; matriks 4 x 4, CR = 0,08
dan untuk matriks ukuran besar, nilai CR = 0,1 (Saaty, 2000,). Jika nilai CR lebih
rendah atau sama dengan nilai tersebut, maka dapat dikatakan bahwa penilaian dalam
matriks cukup dapat diterima atau matriks memiliki konsistensi yang baik.
Sebaliknya jika CR lebih besar dari nilai yang dapat diterima, maka dikatakan
evaluasi dalam matriks kurang konsisten dan karenanya proses AHP perlu diulang
kembali.
Tabel 2.3. Nilai Rentang Penerimaan Bagi CR
Ukuran Matriks Indeks Konsistensi Acak (RI)
≤ 3 x 3 0,03
4 x 4 0,08
> 4 x 4 0,1
2.4. Penelitian Sebelumnya
Pamoto (2004) melakukan penelitian dengan judul: Penentuan Prioritas
Penanganan Jalan Antarkota di Daerah Perkotaan Sumatera Utara. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dengan menggunakan AHP, maka diperoleh rangking prioritas
penanganan jalan antarkota pada daerah perkotaan Sumatera Utara secara berurutan
sebagai berikut: prioritas pertama adalah ruas jalan lingkar Rantau Prapat; prioritas
kedua adalah ruas jalan Panyabungan Bypass; prioritas ketiga adalah ruas jalan
Pancur Batu Bypass; prioritas keempat adalah Aek Nabara Bypass; prioritas kelima
adalah ruas jalan Sei Rampah; prioritas keenam adalah ruas jalan Perbaungan Bypass;
dan prioritas ketujuh adalah ruas jalan Padang Sidempuan Bypass.
Lubis (2007) melakukan penelitian untuk menganalisis pengaruh
pembangunan jalan penghubung terhadap pengembangan wilayah (studi kasus Jalan
Industri Kecamatan Medan Sunggal). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh pembangunan jalan penghubung terhadap perubahan harga lahan, yang
artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pembangunan jalan dengan tenaga
kerja. Dengan dibangunnya jalan penghubung maka terbukalah kesempatan berusaha
masyarakat disekitarnya yang berarti pembangunan jalan penghubung mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap kesempatan berusaha. Kondisi ini pada akhirnya
akan mempengaruhi peningkatan pendapatan masyarakat.
Depari (2009) melakukan penelitian untuk mengkaji kebutuham jaringan jalan
untuk menunjang pengembangan wilayah Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo.
mencukupi, namun tingkat kecepatan laju angkutan umum hanya ruas jalan
Tigapanah – Sukadame yang memenuhi standard.
2.5. Kerangka Berpikir
Proses pembangunan dipengaruhi oleh kelancaran transportasi di suatu
wilayah, dimana kelancaran transportasi tersebut dipengaruhi oleh kondisi jalan-jalan
yang ada di daerah dimaksud. Dari seluruh jalan yang terdapat di suatu daerah
terdapat beberapa jalan strategis yang mempengaruhi secara signifikan terhadap
pengembangan wilayah, baik secara ekonomi maupun sosial.
Dalam upaya meningkatkan pelayanan umum, pemerintah bertanggung jawab
dalam penanganan jalan-jalan tersebut, khususnya jalan-jalan yang bersifat strategis.
Namun keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah, khususnya Pemerintah
Kabupaten Humbang Hasundutan, menyebabkan perlunya skala prioritas penanganan
jalan-jalan terutama jalan-jalan strategis. Skala prioritas ini bertujuan agar
penanganan jalan-jalan tersebut dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien dalam
mendukung pengembangan wilayah. Dalam penelitian ini, penetapan prioritas
penanganan jalan-jalan strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan dilakukan
dengan dengan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) sebagai alat analisis
dalam teknik pengambilan keputusan.
Selanjutnya penetapan prioritas penanganan jalan-jalan strategis tersebut akan
berimplikasi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan.
pada Gambar 2.4 berikut ini.
Keterbatasan Dana Penanganan Jalan
Rencana Tata Ruang Kabupaten Ruas Jalan di Kabupaten
Humbang Hasundutan
Jaringan Jalan Strategis untuk Ditangani
Analytical Hierarchy Process (AHP)
Prioritas Penanganan Jalan-jalan Strategis
Pengembangan Wilayah
Gambar 2.4. Kerangka Berpikir Penelitian
2.6. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan penelitian, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah: penanganan jaringan jalan strategis berimplikasi signifikan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan. Penelitian
dilakukan mulai bulan Mei 2011 sampai dengan bulan Juli 2011.
3.2. Jenis dan Sumber Data
1. Data primer; yaitu data yang langsung dikumpulkan melalui hasil pengumpulan
kuesioner dari responden yang mempunyai informasi yang cukup dan ahli pada
bidang transportasi. Pemilihan responden berdasarkan kapabilitas dan kapasitas,
karena metode AHP sangat mengandalkan intuisi dan pengalaman. Oleh karena
itu, maka yang menjadi responden penelitian ini ditentukan sebanyak 15 orang
dari pihak-pihak yang dianggap mempunyai hubungan yang tinggi dan kuat
dengan bidang transportasi (kegiatan penanganan jalan).
Selain itu dalam kaitannya dengan pengembangan wilayah, maka diperlukan
responden dari masyarakat yang ditentukan secara langsung, yaitu sebanyak 40
orang. Sampel ini diambil dari masyarakat yang tinggal di sekitar Jaringan Jalan
strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan.
2. Data sekunder; yaitu data maupun informasi yang dikumpulkan melalui kutipan
3.3. Penentuan Ruas Jalan yang Akan Dikaji
Pertimbangan dan tahapan dalam menentukan ruas jalan yang dikaji adalah
sebagai berikut:
1. Menentukan kriteria Jaringan Jalan Strategis yaitu:
a. Bagian ruas jalan negara/propinsi yang berada di dalam kabupaten secara
otomatis merupakan bagian dari jaringan jalan strategis, walaupun
pemeliharaan atau peningkatannya tidak masuk ke dalam program jalan
kabupaten.
b. Ruas jalan yang umumnya bersifat antar kota, yaitu menghubungkan kota
kabupaten dengan pusat-pusat administrasi pemerintahan seperti kota
kecamatan, dan pusat-pusat kegiatan ekonomi seperti pasar utama ; ini akan
meliputi jalan `kolektor' yang menghubungkan kota 'orde' kedua dan ketiga.
c. Ruas jalan yang biasanya sudah menampung tingkat lalu lintas tinggi (atau
berpotensi tinggi pada wilayah yang jaringannya belum berkembang secara
penuh) pada kenyataannya tingkatan ini bisa berbeda, misalnya, mulai dari
di atas 500 LHR di daerah padat penduduk di Pulau Jawa sampai di atas 50
LHR di daerah kurang berkembang di pulau lain.
d. Ruas jalan yang melayani sumber-sumber penyebab meningkatnya lalu lintas
perkebunan, dapat pula masuk ke dalam kriteria ini asalkan ruas jalannya
terbuka bagi lalu lintas umum.
e. Ruas jalan utama antar kabupaten bisa dimasukkan apabila tidak ada jalan
negara/propinsi yang memadai untuk jalur tersebut.
2. Mengeliminasi ruas jalan negara/propinsi yang berada di wilayah kabupaten
karena penanganannya tidak termasuk ke dalam program penanganan jalan
kabupaten.
3. Berdasarkan kedua tahapan tersebut maka akan diperoleh ruas-ruas jalan
strategis untuk ditangani, yaitu (1) Pargaulan–Bahal Imbalo, (2)
Siabaksa-Bakkara, (3) Siborboron – Bonan Dolok, (4) Onan Ganjang – Bonan
Dolok, (5) Pangungkitan – Parlilitan, (6) Parbotihan – Pulo Godang, (7)
Gonting Bulu - Simangaronsang
4. Kemudian ruas-ruas jalan strategis yang ditentukan tersebut di atas ditentukan
prioritas penanganannya dengan menggunakan metode AHP.
3.4. Teknik Analisis Data
Untuk menjawab tujuan penelitian bagaimana menentukan prioritas
penanganan jalan-jalan strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan maka dilakukan
dengan metode AHP. Berdasarkan pengolahan data dengan metode AHP ini,
selanjutnya diperoleh ranking (urutan) prioritas penanganan jalan-jalan strategis di
Bentuk umum dari model AHP yang digunakan dalam penelitian ini adalah
AHP untuk analisis rasio manfaat-biaya (benefit cost ratio). Analisis rasio manfaat -
biaya dilakukan dengan membandingkan prioritas manfaat menyeluruh terhadap
prioritas biaya menyeluruh (Mulyono Sri, 1996). Hasil perbandingan prioritas
manfaat menyeluruh terhadap prioritas biaya menyeluruh inilah selanjutnya
digunakan untuk menentukan ranking prioritas penanganan jalan. Karena dalam
penelitian ini menggunakan teknik analisis rasio manfaat – biaya, maka dalam
penelitian ini dibentuk model 2 (dua) hirarki. Hirarki pertama adalah hirarki yang
berhubungan dengan evaluasi manfaat (benefit) dari ruas jalan terpilih sesuai dengan
kriteria yang digunakan dan hirarki kedua adalah hirarki yang berhubungan dengan
evaluasi biaya (cost).
Kemudian, kriteria manfaat yang digunakan untuk menetapkan prioritas
penanganan jalan-jalan strategis di Kabupaten Humbang Hasundutan terdiri atas 4
(empat) sub-kriteria, yaitu;
1. Kemudahan Aksesibilitas antar Daerah (KAD)
2. Peningkatan Hubungan antar Daerah (PHD)
3. Kelancaran Transportasi Barang dan Orang (KTBO)
4. Penghematan Waktu Tempuh (PWT)
Secara lebih jelas Hirarki Evaluasi Manfaat dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Kriteria biaya yang digunakan untuk menetapkan prioritas penanganan jalan-jalan
1. Biaya Investasi (BI)
2. Biaya Operasional dan Perawatan Jalan (BOP)
3. Biaya Penanganan Lingkungan (BPL)