ISSN : 2337-4608
(Studi Kasus di Perumahan Palaran City Oleh PT.Kusuma
Hady Property)
Pembangunan yang terus bekembang yang terjadi di kota Samarinda sangatlah berpengaruh terhadap kestabilan kondisi lingkungan. Dan perlu diketahui semakin meningkatnya upaya pembangunan akan menyebabkan semakin meningkatnya dampak terhadap lingkungan. Keadaan ini mengindikasikan diperlukannya upaya pengendalian dampak lingkungan hidup, sehingga resiko kerusakan terhadap lingkungan hidup dapat ditekan sekecil mungkin. pihak pemerintah daerah maupun swasta yang mengelola pembangunan perumahan hendaknya menyediakan sarana untuk mendukung perkembangan pembangunan perumahan penduduk dan menganalisis dampak yang diakibatkan dari pengembangan pembangunan tersebut.
Penelitian ini merumuskan masalah mengenai problematika hukum akibat pembangunan perumahan Palaran City oleh PT.Kusuma Hady Property dan upaya pengawasan Pemerintah terhadap kerusakan lingkungan akibat pembangunan perumahan Palaran City. Dengan tujuan untuk mengetahui problematika hukum yang terjadi serta upasa pengawasan pemerintah terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi. Dalam pembahasan di uraikan bahwa Kerusakan yang terjadi akibat pembangunan perumahan Palaran City jelas melanggar Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 69 ayat (1) huruf (a). PT. Kusuma Hady Property sebagai pihak pengelola perumahan Palaran City telah melakukan kelalaian yang menyebabkan kerusakan di lingkungan sekitar perumahan warga yag letaknya bersebelahan dengan perumahan Palaran City. Secara yuridis hal ini telah di atur oleh Pemerintah Kota Samarinda di dalam Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 29 tahun 2003 tentang Ketentuan Pengendalian Kegiatan Usaha Yang Mengubah Bentuk Lahan Dalam Wilayah Kota Samarinda Pasal 6 ayat (1). Pemerintah melalui BLH Kota
1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman 2
Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman 3
Samarinda melakukan pengawasan terhadap pemulihan kerusakan lingkungan serta ganti rugi kepada warga yang terkena dampak kerusakan lingkungan dan mewajibkan kepada pihak pengelola PT. Kusuma Hady Property untuk melaporkan progresnya ke Badan Lingkungan Hidup Kota Samarinda.
Pihak Badan Lingkungan Hidup sebagai mediator melakukan mediasi dengan warga dan PT. Kusuma Hady Property sebagai pihak pengembang perumahan, dan menghasikan kesepakatan yang mewajibkan pihak pengembang Perumahan Palaran City untuk membenahi kerusakan lingkungan yang terjadi serta memberikan dan kompensasi ganti rugi kerusakan bagi warga yang terkena dampak. Kerusakan lingkungan/lahan di rumah warga adalah sebagai dampak yang terjadi akibat pembangunan perumahan Palaran City sebaiknya biasa menjadi perhatian kusus bagi Badan Lingkungan Hidup Kota Samarinda agar lebih memperhatikan kegiatan pembangunan perumahan-perumahan yang terjadi di kota samarinda.
Kata kunci: Dampak, Perumahan, Kerusakan Lingkungan.
1. PENDAHULUAN
Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya. Baik
lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Manusia dan lingkungan hidup (alam)
memiliki hubungan sangat erat. Keduanya saling memberi dan menerima
pengaruh besar satu sama lain. Pengaruh alam terhadap manusia lebih bersifat
pasif, sedangkan pengaruh manusia terhadap alam lebih bersifat aktif. Manusia
memiliki kemampuan eksploitatif terhadap alam sehingga mampu mengubahnya
sesuai yang dikehendakinya. Dan walaupun alam tidak memiliki keinginan dan
kemampuan aktif-eksploitatif terhadap manusia, namun pelan tapi pasti, apa
yang terjadi pada alam, langsung atau tidak langsung, akan terasa pengaruhnya
bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu manusia atau masyarakat Indonesia
pada khususnya mempunyai kewajiban untuk menjaga kelestarian lingkungan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan Bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam arti, Negara
mempunyai wewenang dan kewajiban untuk memanfaatkan seluruh sumber daya
alam dan hasil dari sumber daya alam tersebut ditujukan untuk mensejahterakan
rakyat. Melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang seharusnya
dan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin negara
saja, melainkan tanggung jawab setiap orang. Setiap orang harus melakukan
usaha untuk menyelamatkan lingkungan hidup di sekitar kita sesuai dengan
kemampuanya masing-masing. Sekecil apapun usaha yang kita lakukan sangat
besar manfaatnya bagi terwujudnya lingkungan yang baik.
Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan Lingkungan hidup
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lain. Lingkungan hidup sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang
tersebut merupakan suatu sistem yang meliputi lingkungan alam hayati,
lingkungan alam nonhayati, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial. Semua
komponen-komponen lingkungan hidup seperti benda, daya, keadaan, dan
komponen itu disebut ruang.4 Pembangunan yang terus bekembang yang terjadi
di kota Samarinda sangatlah berpengaruh terhadap kestabilan kondisi lingkungan.
Dalam arti disini pembangunan sangat berpengaruh penting dalam menyumbang
kerusakan lingkungan, karena dengan pertambahan penduduk yang diiringi
dengan pembangunan yang tinggi/pesat maka otomatis akan terjadi perluasan
lahan perumahan yang menyebabkan perubahan kondisi lingkungan
Perlu diketahui semakin meningkatnya upaya pembangunan akan
menyebabkan semakin meningkatnya dampak terhadap lingkungan. Keadaan ini
mengindikasikan diperlukannya upaya pengendalian dampak lingkungan hidup,
sehingga resiko kerusakan terhadap lingkungan hidup dapat ditekan sekecil
mungkin. Upaya pengendalian dampak lingkungan hidup tidak dapat dilepaskan
dari tindakan pengawasan instansi Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota
Samarinda agar ditaatinya ketentuan peraturan Perundang-undangan tentang
lingkungan hidup.
1.1.Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana problematika hukum akibat pembangunan perumahan Palaran
City oleh PT.Kusuma Hady Property?
2. Bagaimana upaya pengawasan Pemerintah terhadap kerusakan
lingkungan akibat pembangunan perumahan Palaran City di Kelurahan
Simpang Pasir Kecamatan Palaran?
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1Dampak Lingkungan
Pasal 1 Angka 26 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa dampak
lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. Suatu rencana usaha atau
kegiatan akan mempengaruhi kondisi lingkungan dan akan menimbulkan
dampak terhadap lingkungannya, dampak yang ditimbulkan oleh rencana
usaha atau kegiatan ini dapat terjadi pada masa konstruksi maupun masa
operasi proyek dan dapat berupa dampak positif maupun negatif bagi
lingkungannya.
2.2 Kerusakan Lingkungan
Pasal 1 angka 17 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa
Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak
langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang
melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.5 Pembangunan selama
ini terus memperbesar eksploitasi sumber daya alam, sementara itu
kebutuhan untuk melakukan konservasi dan perlindungan sumber daya alam
tidak dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Akibatnya adalah semakin
banyaknya kerusakan lingkungan, banjir, longsor, pencemaran air, dan
5
lain. Faktor penyebab kerusakan lingkungan hidup dibedakan menjadi 2
(dua) jenis, yaitu faktor alam dan faktor manusia.6
a. Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat Faktor Alam
Bentuk bencana alam yang akhir-akhir ini banyak melanda Indonesia
telah menimbulkan dampak rusaknya lingkungan hidup. Yaitu
peristiwa alam yang berdampak pada kerusakan lingkungan hidup
antara lain; letusan gunung berapi, gempa bumi, dan angin
topan,banjir, dan lain sebagainya. Peristiwa-peristiwa alam tersebut
yang menimbulkan kerusakan pada lingkungan hidup.
b. Kerusakan Lingkungan Hidup Faktor Manusia
Manusia sebagai penguasa lingkungan hidup di bumi berperan besar
dalam menentukan kelestarian lingkungan hidup, yang dilakukan
manusia tidak diimbangi dengan pemikiran akan masa depan
kehidupan generasi berikutnya. Manusia merupakan salah satu
kategori faktor yang menimbulkan kerusakan lingkungan hidup.
2.3 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan
tepat yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan
mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
yang meliputi pencemaran, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan, dan penegakan hukum.7 Pengelolaan lingkungan hidup adalah
upaya dalam pemanfaatan, penataan, pemelliharaan, pengawasan,
pengendalian, pemulihan, dan pengembangan lingkungan hidup.
Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya dalam pemanfaatan, penataan,
pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan
lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidup diselenggarakan dengan
asas tanggung jawab Negara, asas kelestarian dan keberlanjutan, dan asas
manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkekanjutan, yang
berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
Peran masyarakat juga sangat diperlukan dalam pengelolaan
lingkungan hidup, hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 70 ayat (1)
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berbunyi Masyarakat memiliki hak dan
kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan keputusan aktif
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Arti yang terpenting
dari hak asasi yang sebenarnya adalah, bahwa setiap orang dijamin untuk
menuntut hak-haknya melalui prosedur hukum.
7
2.4Pembangunan Perumahan
Rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung,
dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta
keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan individu. Pemukiman
sering disebut perumahan dan atau sebalinya. Perumahan memberikan
kesan tentang rumah beserta prasarana dan sarana lingkungannya.
Perumahan didefinisikan pula sebagai satu ciri rumah yang disatukan di
sebuah kawasan petempatan. Di dalam satu unsur perumahan terdapat
beberapa sub unsur rumah-rumah, di kawasan perumahan, masyarakat
hidup berkelompok dan bersosialisasi antara satu sama yang lain.
Soedarsono, staf Ahli Menteri Negara Peruamahan Rakyat Bidang
Hukum mengemukakan, jika suatu daerah telah tumbuh dan berkembang,
rumah-rumah sebagai suatu proses bermukim yaitu kehadiran manusia
dalam menciptakan ruang dalam lingkungan masyarakat dan alam sekitarnya
dinamakan perumahan.8 Jadi, dapat dikatakan bahwa perumahan adalah
kumpulan rumah-rumah sebagai tempat bermukim manusia dalam
melangsungkan kehidupannya. Rumah juga dijadikan sebagai tempat
berlindung dan merupakan keperluan peringkat ke dua yang mesti dicapai
untuk tujuan keselamatan sebelum keperluan-keperluan dalam peringkat
yang lebih tinggi dipenuhi. Berdasarkan penjelasan di atas tersedianya
sarana perumahan dan permukiman yang layak huni dan tertata dengan
baik, adalah merupakan syarat mutlak untuk dapat terwujudnya kualitas
8
penduduk dan kualitas lingkungan yang baik. Dengan demikian jelaslah
bahwa masalah perumahan dan permukiman serta lingkungan hidup
merupakan suatu sistem yang berjalan kurang baik.
2.5 Pembangunan Berwawasan Lingkungan Hidup
Pembangunan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat. Proses
pelaksanaan pembangunan, di satu pihak menghadapi permasalahan jumlah
penduduk yang besar dengan tingkat pertambahan yang tinggi, di lain pihak
dumber daya alam terbatas.
Dalam pembangunan perlu memasukkan antara pembangunan
dengan lingkungan karena lingkungan berfungsi sebagai penopang
pembangunan secara berkelanjutan. Jika pembangunan secara
terus-menerus tidak memperhatikan faktor lingkungan maka lingkungan hidup
akan rusak dan berkelanjutan pembangunan itu sendiri akan terancam.
Pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup adalah upaya
sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk
sumberdaya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan,
kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan.9
Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan dan terkendalinya
pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana merupakan tujuan utama
pengelolaan lingkungan hidup.
9 Artikel berjudul, “Pembangunan Berwawasan Lingkungan”, http://angsanatirta.
3. METEDOLOGI PENELITIAN
3.1 Analisis Data
Data yang diperoleh baik dari hasil penelitian lapangan maupun dari
penelitian kepustakaan kemudian dianalisa dengan menggunakan metode :
analisa kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari penelitian lapangan maupun
dari penelitian kepustakaan dikelompokkan dan dipilih kemudian
digabungkan dengan masalah yang akan diteliti menurut kualitas dan
kebenaran sehingga akan dapat menjawab permasalahan yang ada.
4. PEMBAHASAN
4.1Problematika hukum akibat pembangunan perumahan Palaran
City oleh PT.Kusuma Hady Property.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU-PPLH), telah mengatur mengenai
instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Dan sebagai acuan dari produk-produk hukum di daerah-daerah seperti
Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah provinsi, dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota. Dengan adanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah, kewenangan mengendalikan pemanfaatan
sumber daya alam di daerah sebagai unsur lingkungan hidup akan
diserahkan kepada pemerintah daerah setempat. Konsekuensi dari
perubahan kewenangan ini adalah timbulnya keharusan bagi pemerintah
daerah untuk bertanggung jawab sepenuhnya atas segala masalah
penanggulangan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu terbentuknya Badan
Lingkungan Hidup (BLH) yang diserahi tanggung jawab dalam pemeliharaan
fungsi lingkungan hidup harus dapat diberdayakan secara maksimal, untuk
menanggulangi terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
setiap kegiatan yang berdampak lingkungan dalam pelaksanaannya wajib
disertai dengan upaya pemantauan dan upaya pengelolaan lingkungan hidup
sesuai dengan Pasal 34 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebutkan setiap
usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib Amdal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) wajib memiliki UKL-UPL.
Kerusakan yang terjadi akibat pembangunan perumahan Palaran City jelas
melanggar Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 69 ayat (1) huruf (a) yang berbunyi,
setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Oleh karena itu peran
serta masyarakat juga sangat dibutuhkan di dalam sistem pengawasan
lingkungan hidup, hal ini tertuang pada Pasal 70 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Yatimah selaku warga RT 23 Kelurahan Simpang Pasir Kecamatan
Palaran yang terkena dampak langsung melakukan pengaduan ke Badan
Lingkungan Hidup (BLH) Kota Samarinda selaku instansi pemerintah yang
mengawasi perusakan/kerusakan lingkungan, dalam Pasal 65 ayat (5)
Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan setiap orang berhak melakukan
pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup, isi dari laporan warga Yatimah adalah telah terjadi kerusakan
lingkungan yaitu banjir lumpur dan pasir di lahan warga sekitar perumahan
Palaran City, dan meminta pihak pengembang perumahan untuk segera
menanggulangi kerusakan yang terjadi, serta memberikan dana kompensasi
bagi warga yang terkena dampak kerusakan.
Adanya pelaporan ke Badan Lingkungan Hidup (BLH) kota Samarinda
langsung melakukan verifikasi pengaduan dari Yatimah warga RT 23
Kelurahan Simpang Pasir Kecamatan Palaran, Ditemukan fakta di lapangan
sebagai berikut:
a. Lokasi rumah warga berdampingan dengan lahan Perumahan Palaran
City, yang dipisahkan oleh lahan dengan tanaman semak selebar
±20m.
b. Letak/posisi rumah warga lebih randah dari lahan perumahan Palaran
City, terlihat parit dengan dimensi lebar ±1,5m di belakang dan
samping lahan dan dalam kondisi tertimbun tanah (tersedimentasi)
c. Terlihat sedimentasi di lahan warga. lahan yang tersedimentasi adalah
halaman di sekitar rumah warga dengan ketebalan bervariasi antara
±1cm sampai 5cm.
d. Terlihat kegiatan pembersihan material sedimen di parit sepanjang
e. Pengembang Perumahan Palaran City belum membuat kolam
pengendapan untuk mengelola air dari bukaan lahan perumahan.10
Berkaitan dengan pembahasan dia atas dimana PT. Kusuma Hady
Property sebagai pihak pengelola perumahan Palaran City telah melakukan
kelalaian yang menyebabkan kerusakan lingkungan di sekitar perumahan
warga yag letaknya bersebelahan dengan perumahan Palaran City. Secara
yuridis hal ini telah di atur oleh Pemerintah Kota Samarinda dalam Peraturan
Daerah Kota Samarinda Nomor 29 Tahun 2003 tentang Ketentuan
Pengendalian Kegiatan Usaha Yang Mengubah Bentuk Lahan Dalam Wilayah
Kota Samarinda Pasal 6 ayat (1) setiap penangung jawab usaha dan atau
kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan lahan wajib melakukan upaya
pencegahan kerusakan lahan. (2) Setiap penanggung jawab usaha dan atau
kegiatan yang mengakibatakan kerusakan lahan wajib melakukan
penanggulangannya.11
Penyelesaian masalah kerusakan lingkungan yang terjadi akibat
aktifitas pembangunan perumahan Palaran City ini diselesaikan dengan cara
mediasi. Para pihak yang bersengketa dapat memilih berbagai mekanisme
penyelesaian sengketa lingkungan yang menguntungkan, tepat praktis,
efektif, efisien.12 Mediasi adalah penyelesaian sengketa di luar pengadilan
dengan bantuan pihak ketiga yang disebut mediator. Pihak ketiga yang
10
Data Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Samarinda Nomor 660/1455/BLH-V/KS/XII/2012.
11
Pasal 6 Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 29 tahun 2003 tentang Ketentuan Pengendalian Kegiatan Usaha Yang Mengubah Bentuk Lahan Dalam Wilayah Kota Samarinda.
12
disebut mediator ini adalah pihak yang netral dan independen dalam suatu
sengketa. Pengalaman, kemampuan dan integritas dari pihak mediator
diharapkan dapat mengefektifkan proses negosiasi di antara para pihak yang
bersengketa.13
Seperti pada umumnya bentuk-bentuk penyelesaian sengketa
alternatif lainya, penyelesaian sengketa melalui mediasi juga memiliki
kelebihan-kelebihan tertentu dan juga kekuranga-kekurangan tertentu.
Kelebihan dari penyelesaian sengketa melalui mediasi adalah:
a. Relatif murah dibandingkan dengan alternatif-alternatif yang lain.
b. Adanya kecendrungan dari pihak yang bersengketa untuk dapat
menerima dan adanya rasa memiliki putusan mediasi.
c. Dapat menjadi dasar bagi para pihak yang bersengketa untuk
menegosiasi sendiri sengketa-sengketa dikemudian hari.
d. Terbukanya kesempatan untuk menelaah masalah-masalah yang
merupakan dasar dari suatu sengketa.
e. Membuka adanya saling kepercayaan di antara pihak yang
bersengketa, sehingga dapat dihindari rasa bermusuhan dan
dendam.14
Dari kasus tersebut pihak Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota
Samarinda hadir sebagai mediator atau penengah. Penyelesaiaan sengketa
lingkungan hidup di luar pengadilan di lakukan untuk mencapai kesepakatan
mengenai, bentuk dan besarnya ganti rugi, tindakan pemulihan, tindakan
13 Munir Fuady, Arbitrase Nasional, Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, halaman 47. 14
pemulihan akibat pencemaran dan/atau perusakan, tindakan tertentu untuk
menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau perusakan, dan
untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.15
Mediasi yang dilakukan pada, selasa 4 Desember 2012 oleh Yatimah
dengan pihak pengelola PT.Kusuma Hady Property dan Badan Lingkungan
Hidup Kota Samarinda yang hadir sebagai mediator telah menghasilkan
kesepakatan yaitu pihak pengelola harus melaksanakan kewajiban pemulihan
kerusakan lingkungan sesuai dengan surat verifikasi Badan Lingkungan
Hidup nomor 660/1455/BLH-V/KS/XII/2012 dan sepakat memberikan uang
ganti rugi kepada Yatimah sebesar Rp. 1.000.000,-
4.2 Upaya pengawasan Pemerintah terhadap kerusakan
lingkungan akibat pembangunan perumahan Palaran City di
Kelurahan Simpang Pasir Kecamatan Palaran.
Berdasarkan penelitian penulis di lapangan yang berkaitan dengan
pengawasan Pemerintah terhadap kerusakan lingkungan akibat
pembangunan perumahan Palaran City di Kelurahan Simpang Pasir
Kecamatan Palaran, oleh pihak pengembang PT. Kusuma Hady Property,
ditinjau dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan daerah Kota Samarinda
Nomor 29 Tahun 2003 tentang Ketentuan Kegiatan Usaha yang Mengubah
Bentuk Lahan Dalam Wilayah Kota Samarinda, Bahwa pengawasan yang
dilakukan oleh Badan lingkungan Hidup Kota Samarinda sudah berjalan
15
sesuai dengan Pasal 74 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Menyatakan, ayat (1)
pejabat pengawasan lingkungan hidup sebagai mana dimaksud pada pasal
74 ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemantauan
b. meminta keterangan
c. membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang
di perlukan;
d. memasuki tempat tertentu;
e. memotret;
f. membuat rekaman audio visual;
g. mengambil sampel;
h. ralatan;
i. memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi; dan/atau
menghentikan pelanggaran tertentu.
Ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan, Dalam
melakukan tugasnya, pejabat pengawas lingkungan hidup melakukan
koordinasi dengan pejabat penyidik pegawai negeri sipil.
Berkaitan peraturan dia atas Badan Lingkungan Hidup Kota
samarinda telah melakukan sesuai dengan undang-undang yang berlaku,
pada saat melakukan pengawasan terhadap kerusakan lingkungan yang
Kusuma hady Property. Hasil yang didapat melalui mediasi yang
dilaksanakan oleh Yatimah warga RT 23 Kelurahan Simpang Pasir Kecamatan
Palaran dengan pihak pengembang perumahan PT. Kusuma Hady Property
dan pihak dari Badan Lingkungan Hidup Kota Samarinda sebagai mediator,
maka di temukan kesepakatan yang mewajibkan pihak pengelola perumahan
Palaran City untuk:
1. Segera membuat kolam pengendapan guna merangakap air yang
berasal dari kegiatan sehingga tidak masuk ke media lingkungan.
2. Terlebih dahulu mengelola air di kolam pengendapan sebelum
dibuang ke media lingkungan, sehingga air yang dibuang ke
media lingkungan memenuhi baku mutu.
3. Melakukan perawatan secara rutin terhadap saluran/parit warga
yang tesedimentasi material yang berasal dari kegiatan Palaran
City.
4. Membantu pemulihan lahan warga yang terkena dampak dari
limpahan air permukaan yang berasal dari kegiatan Palaran
City.16
Pemerintah Kota Samarinda melalui BLH (Badan Lingkungan Hidup)
wajib turun ke lapangan guna melakukan pengawasan terhadap ganti rugi
dari kerusakan akibat aktifitas pembangunan perumahan Palaran City yang
mengakibatkan banjir lumpur atau sedimentasi di rumah Yatimah warga
RT.23 Kelurahan Simpang Pasir Kecamatan Palaran. apabila tidak dilakukan
16
pengawasan, sesuai dengan Pasal 112 Undang-undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pejabat
pengawas dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan
perundang-undangan dan izin lingkungan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa
manusia, dapat dikenakan sanksi pidana.
Kerusakan lingkungan yang terjadi akibat aktifitas pembangunan
perumahan Palaran City seharusnya ada pengawasan dari Walikota
Samarinda selaku Pemerintah Daerah sesuai dengan Pasal 72
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup menyebutkan Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan. Laporan dari ibu Yatimah
warga RT 23 Kelurahan Simpang Pasir Kecamatan Palaran kepada Badan
Lingkungan Hidup membuat Pihak BLH wajib melakukan pemantauan sesuai
dengan Pasal 74 ayat (1).
Dengan turun langsung ke lapangan, penulis melihat itikad baik dari
pihak pengembang PT. Kusuma Hady Property untuk memenuhi
kewajibannya yang telah ditentukan oleh hasil mediasi yang didapat dan
ganti rugi untuk masyarakat telah diberikan. Berdasarkan dari wawancara
yang dilakukan penulis kepada Yatimah warga RT 23 Kelurahan Simpang
Kota Samarinda telah melakukan pengawasan yaitu melakukan pemantauan,
meminta keterangan, membuat catatan yang sesuai, memasuki tempat
tertentu, dan memotret,17 dimana hal tersebut telah sesuai dengan pasal 74
ayat (1) Undang-undang 32 Tahun 2009 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. BLH juga berperan terhadap pengawasan
pemulihan kerusakan lingkungan serta ganti rugi kepada warga Yatimah
yang terkena dampak kerusakan lingkungan dan mewajibkan kepada pihak
pengelola PT. Kusuma Hady Property untuk melaporkan progresnya ke
Badan Lingkungan Hidup Kota Samarinda.
5. KESIMPULAN
Berdasakan dari hasil penelitian dan pembahasan di atas maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Telah terjadi kerusakan lingkungan yang menimbulkan problematika
hukum yang mewajibkan pihak pengelola perumahan Palaran City
PT. Kusuma Hady Property untuk melakukan penanggulangan dan
pemulihan, sesuai dengan Pasal 6 Peraturan Daerah Nomor 29
Tahun 2003 tentang Kegiatan Usaha Yang Mengubah Bentuk Lahan
Dalam Wilayah Kota Samarinda.
2. Badan Lingkungan Hidup kota Samarinda telah melakukan
pengawasan terhadap kasus kerusakan lingkungan yang terjadi di
rumah Yatimah warga RT 23 Kelurahan Simpang Pasir Kecamatan
Palaran akibat aktifitas pembangungan perumahan Palaran City oleh
17
pihak pengembang PT Kusuma Hady Property. Pengawasan yang
dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup kota Samarinda telah sesuai
dengan Pasal 74 Undang-undang 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Serta warga yang
mengalami kerugian dapat mengajukan ganti rugi sesuai dengan
kerugian yang dialami, dan mewajibkan pihak yang bertanggungg
jawab untuk menanggulangi kerusakan lingkungan yang terjadi
akibat aktifitas pembangunan perumahan Palaran City.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdulkadir, Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Efendi, A’an 2012, Penyelesaian Sengketa Lingkungan, Mandar Maju, Bandung. Hadi, Sudarto P, 2005, Aspek Sosial Amdal, Gajah Mada Univercity, Yogyakarta. Koesnadi, Hardjasoemantri dan Harry Supriyono, 1996, Hukum Lingkungan,
Universitas Terbuka, Jakarta.
Munir, Fuady, 2000, Arbitrase Nasional, Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Siti, Sundari Rangkuti, 2005, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Hukum
Lingkungan Nasional, Airlangga University Press, Surabaya.
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Republik Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (Tambahan Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140);
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman.
Dokumen Hukum, Hasil Penelitian, dan Skripsi
Jaka Dilaga, (2007), Tanggung Jawab PT. Bukit Baiduri Enterprise Atas Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Penambangan Batu Bara Menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Studi kasus pada kerusakan lingkungan di RT 21 kelurahan Lok Bahu Kecamatan Sungai Kunjang), Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, Samarinda.
Nurhayati, (2006), Implementasi Keputusan Walikota Samarinda Nomor 24 tahun 2004 Tentang Pedoman Umum Upaya pengelolaan Lingkunga Hidup Dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup Terhadap Perumahan Griya Karya Sejahtera, Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, Samarinda. Wahyudi, (2010), Dampak Linkungan Akibat Pembangunan Perumahan Bumi
Sempaja di Kota Samarinda Ditinjau Dari Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisa Dampak Lingkungan, Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, Samarinda.
Yuliana Rombe, (2006), Perspektif Hukum Terhadap Amdal Pembangunan Perumahan Balipapan Baru di Kota Balikpapan, Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, Samarinda.
Artikel, Jurnal, dan Internet
Artikel berjudul, “Kerusakan Lingkungan Akibat Populasi Manusisa", http://kumpulan-makalah-dan-artikel.blogspot.com/2012/09/makalah-kerusakan-lingkungan-hidup.html ,diakses tanggal 15 Januari 2013 pukul 13:00 Wita.
Artikel berjudul, “Perumahan”, http://id.shvoong.com/social-sciences/2268537-pengertian-perumahan/, Diakses Pada Tanggal 13 Januari 2013, pukul 14:00 Wita.
Artikel berjudul, “Kebutuhan Primer, Sekunder, dan Tersier”.
http://rizkacil.wordpress.com/ 2012/06/03/kebutuhan-primer-sekunder-dan-tersier/ ,diakses tanggal 5 Maret 2013, pukul 10:20 Wita.
Artikel berjudul, “Pembangunan Berwawasan Lingkungan”,