• Tidak ada hasil yang ditemukan

Urut Sewu Aktor dan Dinamika Konflik yan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Urut Sewu Aktor dan Dinamika Konflik yan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

L E M B A R C O V E R T U G A S 2 0 1 3

Nama

NoMahasiswa

Alan Griha Yunanto No. Mahasiswa 11/317917/SP/24800 Nama Matakuliah Manajemen Konflik

Dosen Haryanto, Arie Ruhyanto

Judul Tugas Urut Sewu: Aktor dan Dinamika Konflik yang Terus Berkembang

Jumlah Kata 2634

CHECKLIST

Saya telah:

Mengikuti gaya referensi tertentu secara konsisten...

Memberikan soft copy tugas...

Deklarasi

Pertama, saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa:

Karya ini merupakan hasil karya saya pribadi.

Karya ini sebagian besar mengekspresikan ide dan pemikiran saya yang disusun menggunakan kata dan gaya bahasa saya sendiri.

Apabila terdapat karya atau pemikiran orang lain atau sekelompok orang, karya, ide dan pemikiran tersebut dikutip dengan benar, mencantumkan sumbernya serta disusun sesuai dengan kaidah yang berlaku.

 Tidak ada bagian dari tugas ini yang pernah dikirimkan untuk dinilai, dipublikasikan dan/atau digunakan untuk memenuhi tugas mata kuliah lain sebelumnya.

Kedua, saya menyatakan bahwa apabila satu atau lebih ketentuan di atas tidak ditepati, saya sadar akan menerima sanksi minimal berupa kehilangan hak untuk menerima nilai untuk mata kuliah ini.

(2)

Dalam tulisan ini penulis akan membahas konflik sengketa tanah yang melibatkan aparat keamanan negara (dalam hal ini TNI Angkatan Darat) dan petani Urut Sewu Desa Setrojenar, Kebumen. Konflik semacam ini sudah sering terjadi di Indonesia, kita belum lupa dengan peristiwa yang sama di Alas Tlogo, Pasuruan pada tahun 2007, bentrok masyarakat setempat dengan TNI Angkatan Laut, atau kasus Rumpin, Bogor yang melibatkan adu fisik rakyat dan prajurit TNI Angkatan Udara. Masalah utamanya adalah saling klaim atas kepemilikan tanah. Argumentasi klasik yang klise bahwa TNI menuduh masyarakat menjarah dan menduduki tanah yang dikuasai sejak zaman kemerdekaan. Sementara masyarakat menuduh balik, TNI yang merampas lahan garapannya. Melalui tulisan ini penulis juga ingin memaparkan dinamika yang terjadi dari awal konflik hingga sekarang dan resolusi-resolusi apa sajakah yang pernah ditempuh dalam meredam konflik tersebut.

Dalam mengkerangkai penyebab konflik Urut Sewu ini penulis menggunakan teori transformasi konflik Simon Fisher dalam bukunya Working With Conflict: Skills & Strategies for Action (2000), berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya, dan ekonomi. Konflik yang terjadi di Urut Sewu ini jika dikaitkan dengan teori diatas memang dari kemunculannya sendiri, petani Urut Sewu merasa tidak memperoleh keadilan atas tanah yang selama ini dipakai untuk latihan perang (tanah hankam). Mereka meyakini bahwa petani Urut Sewu memiliki bukti letter-C dan surat kelengkapan pajak. Kemudian tiba-tiba saja pada tahun 2007, muncul pematokan atas tanah oleh TNI-AD. Dalam melakukan tindakannya ini, TNI-AD menggunakan landasan studi tata ruang yang dilakukan oleh CV. Wisanggeni Magelang, yang mencantumkan luasan tanah pusat latihan tempur TNI didaerah Brecong yang tadinya 500 meter dari pantai menjadi 1000 meter.

(3)

bahwa sebenarnya konflik ini timpang, karena petani Urut Sewu yang tidak mempunyai power, disandingkan dengan TNI mempunyai power sebagai alat negara.

Aktor-Aktor dalam Konflik Urut Sewu

Dalam pemetaan aktor ini penulis ingin memperlihatkan bahwa setidaknya ada dua fase penting dimana pada transformasi tersebut justru muncul babak baru yang kemudian memunculkan aktor baru yang berkonflik. Pada fase awal konflik setidaknya aktor utama yang berkonflik yakni Masyarakat (petani Urut Sewu) dengan bantuan dari LSM (Elsam, LBH Semarang, YAPHI, dan lain-lain) dan TNI-AD yang kemudian beraliansi dengan pemerintah baik pusat maupun daerah. Dalam hal ini TNI melalui Komandan Kodim 07/09 Kebumen, Letkol Inf. Dany Racka Andalasawan mengatakan, kawasan Urut Sewu merupakan aset negara yang digunakan TNI untuk meningkatkan profesionalisme. Bukti tanah itu tanah negara salah satunya dibuktikan dengan terbitnya Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 23 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kebumen Tahun 2011-2031.1

Gambar 1. Pemetaan Aktor Konflik Urut Sewu Pada Awal Konflik

(4)

LSM TNI-AD

PETANI URUT SEWU PEMKAB KEBUMEN

PEM. PUSAT

LSM

TNI-AD

Petani Urut Sewu – kontra Pemagaran

p PEMKAB KEBUMEN

PEM. PUSAT

Pada penahapan awal munculnya konflik yang ada di Urut Sewu ini seperti model pemetaan aktor diatas. Masing-masing pihak utama yang berkonflik menggunakan dalil masing-masing untuk bersikeras mempertahankan tanah yang dipersengketakan. Pemerintah pusat disini menunjukkan garis pengaruh kepada pemerintahan daerah dan juga TNI-AD. Dalam hal ini kepentingan dari pusat sendiri tetap ingin menggunakan tanah untuk kepentingan pertanahan dan keamanan. Juga pada akhir-akhir ini juga mencuat kepentingan lain yang ditunjukkan oleh pemerintah pusat, dalam hal untuk membangun Jalan Jalur Lintas Selatan (JJLS).

Dari analisis aktor tersebut dalam perkembangannya mengalami babak baru dalam konflik ketika tahun 2012 pemerintah daerah memberikan izin penambangan pasir besi oleh PT Mitra Niagatama Cemerlang (MNC) di Urut Sewu. Keputusan itu disetujui dan dituangkan dalam surat Pemkab Kebumen Nomor 660. 1/28/2010.2 Paling tidak sebanyak lima desa terancam kehilangan tanah pertaniannya. Tanah-tanah yang terancam hilang ini berada di Kecamatan Mirit (Tlogopragoto, Tlogodepok, Winomartan, Mirit, dan Mirit Petikusan). Semenjak adanya surat izin ini suasana di Urut Sewu kembali memanas.

Aktor-aktor yang berkonflik semakin bertambah dikarenakan pada akhir-akhir November 2013, pihak TNI-AD di Urut Sewu melakukan pemagaran sepihak. Konflik di Urut Sewu kembali memanas beberapa warga yang tergabung dalam Urut Sewu Bersatu melancarkan aksi protes. Dalih dari pihak TNI yang melakukan pemagaran, lahan tersebut sudah sesuai dengan peraturan daerah tata ruang Kebumen, yakni batas territorial yang selama ini dipakai untuk latihan TNI, berasal dari tanah atau lahan yang ditarik 500 meter dari bibir pantai ke utara. Pemagaran dimulai dari Tlogodepok kearah barat sepanjang enam

ribu meter.3

2 <http://www.elsam.or.id/new/index.php?id=1442&act=view&cat=c/101>diakses pada tanggal 26 Desember 2013.

3 < http://m.merdeka.com/peristiwa/masalah-pagar-sulut-lagi-ketegangan-petani-vs-tni-di-urut-sewu.html>diakses pada tanggal 26 Desember 2013.

Petani Urut Sewu – pro pemagaran

PT. MNC

(5)

Gambar 2. Pemetaan Aktor Konflik Urut Sewu (Pasca Pemagaran Tanah)

Aktor-aktor baru justru muncul setelah adanya tindakan-tindakan baik dari Pemerintah Kabupaten Kebumen yang memberikan izin penambangan pada PT. MNC dan juga dari pihak TNI-AD melakukan pemagaran sepihak. Warga yang merasa dirugikan dengan adanya pagar ini melakukan aksi pada 7 November 2013. Ketegangan pada tahun 2011 kembali memuncak, setidaknya nampak dari tuntutan warga yang dituangkan dalam potongan bahan plastik bekas karung beras disepanjang jalan desa. Pesan yang ditulis diantaranya berbunyi: “Ojo Dipageri Tanduri Cikar Bae”, “Tanah Belum Jelas Stop Pagar”.4

Muncul juga masyarakat (petani Urut Sewu) yang pro dan kontra terhadap pemagaran yang dilakukan oleh TNI-AD. Dalam babak baru ini perpecahan dalam tubuh masyarakat sendiri justru semakin menambah parah konflik yang sebelumnya sudah mulai meredam. Dengan adanya pemagaran ini kondisi masyarakat tidak bisa tenang hidup di desanya sendiri. “Beberapa waktu lalu saja ada konvoi yang dilakukan preman, massa tandingan warga. Kalau sudah seperti ini, kami sudah tidak bisa hidup tenang karena perpecahan ini” (Penuturan Slamet Riyadi Ketua Tlogo Wira Putra)5

4<http://m.merdeka.com/peristiwa/masalah-pagar-sulut-lagi-ketegangan-petani-vs-tni-di-urut-sewu.html>

diakses pada tanggal 26 Desember 2013.

(6)

Dinamika Konflik Urut Sewu

“Penyebab konflik sosial sangat kompleks dan dinamis seiring pergeseran medan konflik” (Salim Segaf Al Jufri, 2013)6

Setidaknya apa yang dikatakan oleh Menteri Sosial RI tersebut dapat kita cerminkan dengan konflik yang sedang terjadi di Urut Sewu Kebumen ini. Pada bagian ini penulis akan mempertegas kembali kronologi kemunculan konflik hingga perkembangannya sampai dengan saat ini. Menggunakan analisa pohon konflik setidaknya akan lebih memperjelas pembahasan pada bagian ini.

Melalui pohon konflik ini penulis mengajak untuk mengidentifikasi isu-isu yang masing-masing dipandang penting dan selanjutnya seperti yang tergambar dalam pohon konflik diatas, dipisahkan kedalam tiga kategori berikut: (1) masalah inti, (2) penyebab terjadinya konflik, (3) efek adanya konflik. Dari sudut pandang masalah inti konflik yang terjadi di Urut Sewu ini permasalahan utamanya adalah perebutan lahan di sekitar Pantai

6<

(7)

Selatan Kebumen, Desa Setrojenar. Konflik ini muncul pertama kali pada tahun 2007, terjadi pematokan tanah berpasir di sekitar Urut Sewu oleh TNI. Konflik terus menerus mengalami ekskalasi dan kemudian memuncak pada 16 April 2011. Terjadi perusakan oleh warga Setrojenar terhadap fasilitas-fasilitas TNI-AD, kemudian TNI-AD sudah bersiap siaga menghadang warga. Akhirnya terjadi penyerangan secara membabi buta oleh prajurit TNI kepada masyarakat setempat dan sempat dilakukan sweeping beberapa hari kemudian hingga menimbulkan ketakutan oleh warga. Suasana desa pada saat itu sangat mencekam dan penuh dengan ketakutan.

Konflik tersebut kemudian meredam kembali, walaupun masyarakat sebagai korban penganiayaan terus melakukan advokasi dibantu dengan LSM (Tim Advokasi Petani Urut Sewu Kebumen). Karena dilakukan pembiaran terhadap konflik setelah dua tahun pasca kejadian April 2011, konflik tersebut kembali muncul dengan isu-isu yang bertambah rumit dan aktor-aktor yang bertambah. Namun masalah intinya tetap sama yakni perebutan lahan sengketa antara masyarakat (petani Urut Sewu) dengan TNI-AD dan pemerintah.

(8)

pro dan kontra, kadus mana yang pro dan kadus mana yang kontra. Itu argumen paling logis dalam puncak konflik kedua November 2013 lalu.

Untuk efeknya sendiri dalam konflik Urut Sewu ini, kerugian terbesar diderita oleh masyarakat karena mereka bertindak hanya dengan dibantu LSM untuk melawan suatu entitas dengan kekuatan bersenjata dan didekengi oleh kekuatan politik yang sangat besar, baik dari pemerintah kabupaten maupun pusat. Berikut ini merupakan efek dari puncak konflik yang terjadi pada 16 April 2011, diantaranya adalah penembakan oleh TNI-AD dan ketakutan masyarakat.

Berikut daftar warga yang menjadi korban dari serangan TNI-AD (16 April 2011)7:

NO NAMA ASAL MULAI

Setrojenar 16 April 2011 Luka memar pada bagian punggung

Setrojenar 16 April 2011 Bagian pantat sebelah kanan terkena peluru

Tidak ikut dalam aksi warga, kebetulan sedang melintas di jalan

3. Mustofa (65 th) Setrojenar 16 April 2011 Luka memar dan mata kiri bengkak

(9)

4. Surip Supangat (38 th)

Kades Setrojenar

16 April 2011 Ditembak pada bagian tangan dan

5. Sarwadi (29 th) setrojenar 16 April 2011 Ditembak pada paha kanan atas

-6. Aris Panji Divisi Litbang FPPKS

16 April 2011 Pelipis kanan robek, mulut

Setrojenar 16 April 2011 Ditembak di bagian punggung

-8. Ilyas (35 th) Setrojenar 16 April 2011 Ditembak di punggung kiri

Terjadi sekitark jam 15.00 WIB, pulang dari sawah. Tidak ikut aksi

(10)

senjata dirinya pingsan.

Ada warga lain yang sampaikan, kaki patah karena diinjak tentara ketika Kasantri pingsan.

10. Martijo (32 th) Setrojenar 16 April 2011 Ditembak di tangan kanan

Pulang dari sawah

11. Bajuri (37 th) Setrojenar 17 April 2011 Paha kanan terkena pantulan peluru, kepala bagian belakang sakit karena dipopor senjata

Pulang dari cari rumput, bawa arit, ditembak tetapi kena arit dan memantul ke paha kanan

12. Ahyadi Setrojenar 17 April 2011 -

-13. Samirin Setrojenar 17 April 2011

-14. Sarmo Setrojenar 17 April 2011

-(Sumber: Dokumen Tim Advokasi Petani Urut Sewu Kebumen (TAPUK), 19 April 2011)

Itulah efek dari konflik Urut Sewu dalam bentuk dokumen, secara nyata efek yang paling dan masih selalu diingat oleh warga adalah rasa ketakutan yang mendalam hidup di desa sendiri. Baik dalam puncak konflik pertama dan kedua hal tersebut yang menjadi efek utama dari adanya konflik di Urut Sewu Desa Setrojenar ini.

(11)

Gambar 4. Dinamika dan Tahapan Konflik Urut Sewu Kebumen

Resolusi Konflik Urut Sewu: Jalan Terjal Menuju Perdamaian

Dalam bagian ini penulis ingin menunjukkan fakta yang sebenarnya jarang diungkap namun jika dilogika secara akal sehat maka sebenarnya konflik Urut Sewu Kebumen ini sarat akan politik dibelakangnya. Hal ini diperjelas oleh Jaleswari Pramodhawardani Peneliti LIPI dan The Indonesian Institute, dalam artikelnya yang berjudul Bahaya Laten Sengketa Tanah TNI April 20118, menegaskan bahwa peristiwa konflik sengketa tanah yang melibatkan TNI kerap ditengarai sebagai bagian dari bisnis TNI. Dalam kasus kebumen ini, misalnya, ditanah yang dikuasai TNI ternyata akan didirikan pertambangan besi yang dikhawatirkan akan mengeruk, mengeksploitasi, dan merusak lingkungan sekitar.

Jika dinalar secara logika tanah yang dipersengketakan tersebut memang sudah sejak lama menjadi lahan garapan bagi masyarakat Urut Sewu, dan untuk latihan perang. Namun TNI tiba-tiba memberikan patok-patok untuk membatasi daerah pertahanan dan keamanan (hankam). Beberapa tahun kemudian konflik memanas disertai dengan adanya isu-isu baru yang berkembang pasca konflik 2011, terkait pembangunan JJLS dan daerah penambangan pasir besi oleh PT MNC yang disetujui izinnya oleh Pemkab Kebumen. Hal ini menimbulkan kecurigaan mendalam bagi penulis sendiri ataupun mungkin masyarakat sekitar, apakah benar peruntukan tanah untuk hankam untuk menunjang tugas pokok dan fungsi TNI.

(12)

Dipertegas oleh Wahyudi Djafar, Peneliti Hukum dan Hak Asasi Manusia, Lembaga Studi Advokasi Masyarakat (ELSAM)9, TNI secara sembunyi-sembunyi mencoba mengambil untung dalam proyek pembangunan JJLS ini. Panglima Kodam IV, mengajukan permohonan ganti rugi tanah TNI yang terkena proyek jalan. Pihak TNI mengklaim bahwa tanah yang sepatutnya mendapat ganti rugi seluas 317,48 hektar. Mungkin saja termasuk tanah sengketa yang sudah dilakukan pemagaran secara sepihak.

Proses mencapai solusi bagi pemecahan masalah yang terjadi di Urut Sewu antara masyarakat (petani Urut Sewu) dengan TNI-AD, dalam analisa penulis belum pernah diterapkan. Banyak kasus terkesan dibiarkan mereda dengan sendirinya, padahal konflik ini diakui sebagai potensi konflik rawan dan dapat memicu kekerasan berulang, baik pemerintah pusat maupun daerah belum memberikan tanggapan serius terkait permasalahan sengketa ini. Hal yang sekiranya pernah dilakukan oleh pemerintah, Raker dengan Komisi I di Gedung DPR/MPR pada tanggal 26 April 2011. Pada tahun yang sama, Ganjar Pranowo (anggota DPR) menawarkan proses mediasi antara masyarakat dan TNI, tetapi sampai sekarang masih belum terlaksana. Justru konflik tersebut memuncak kembali November 2013 ini dengan adanya pemagaran sepihak.

Dalam konflik Urut Sewu ini juga bisa menjadi sarana evaluasi bagi keduanya, bukan untuk mencari siapa yang benar dan salah, apa salahnya jika TNI mencoba evaluasi internal terkait pola hubungan dengan warga, dan proses interaksinya. Begitu juga dengan masyarakat yang berkonflik untuk lebih terbuka dan tidak gampang tersulut isu-isu yang ada. Salah satu jalan terbaik menurut penulis yakni melalui rekonsiliasi melalui arbitrer-arbitrer yang independen, terlepas dari salah satu pihak yang berkonflik. Terlihat percuma ketika warga berjuang mengadu kepemerintah, jika pemerintah sendiri punya kepentingan tersendiri terhadap tanah yang dipersengketakan.

Kesimpulan

Kurang lebih begitulah gambaran-gambaran konflik yang terjadi di Urut Sewu, Desa Setrojenar, Kebumen. Konflik ini menarik untuk dianalisa karena pemerintah yang

(13)

diharapkan sebagai pihak yang dapat mengelola konflik yang terjadi antara masyarakat dan TNI-AD supaya mengarah kedalam hal yang positif justru terlibat didalamnya dengan berbagai macam kepentingan seperti penambangan pasir besi dan pembangunan JJLS. Kondisi masyarakat Kebumen secara umum bersumbu pendek, namun sebagaimana sumbu pendek, mereka juga mudah untuk dipadamkan asalkan dengan penanganan atau pendekatan yang sesuai. Cara yang dilakukan oleh TNI-AD pada 16 April 2011 silam, merupakan jalan terburuk dalam penyelesaian konflik sengketa lahan. Melihat dinamika konflik yang cukup pelik di Urut Sewu ini, tawaran solusi dari penulis yang dapat diterapkan dengan menggunakan cara arbitrasi. Dimana pihak ketiga merupakan pihak independen diluar kedua entitas yang berkonflik dan juga pemerintah, kemudian dengan adanya hasil keputusan dari arbitrator tersebut harus dipatuhi oleh kedua belah pihak. Namun pertama kali yang harus dilakukan adalah mendudukkan bersama kedua entitas tersebut dalam satu wadah atau forum.

Referensi:

Fisher, Simon, Jawed Ludin, Steve Williams, Richard Smith, Sue Williams, Dekha Ibrahim Abdi (2000), Working With Conflict: Skills & Strategies for Action. London: Zed Books Ltd.

Dokumen Tim Advokasi Petani Urut Sewu Kebumen (TAPUK), 2011.

Jaleswari Pramodhawardani, 2011, Bahaya Laten Sengketa Tanah TNI <http://regional.kompas.com/read/2011/04/25/03130789/Bahaya.Laten.Sengketa.Tanah. TNI> diakses pada tanggal 26 Desember 2013.

(14)

<http://www.elsam.or.id/new/index.php?id=1442&act=view&cat=c/101> diakses pada tanggal 26 Desember 2013.

<http://rri.co.id/index.php/berita/67939/Mensos-Penyebab-Konflik-Sosial-Sangat-Kompleks-dan-Dinamis#.Urvngft8y04>diakses pada tanggal 26 Desember 2013.

< http://www.merdeka.com/peristiwa/konflik-petani-urut-sewu-vs-tni-bak-api-dalam-sekam.html>diakses pada tanggal 26 Desember 2013

<http://foto.okezone.com/view/2261/raker-bahas-bentrok-kebumen>diakses pada tanggal 26 Desember 2013.

<http://www.ceritamu.com/cerita/konflik-tni-ad-dengan-petani-di-kebumen-belum-berakhir>

Gambar

Gambar 4. Dinamika dan Tahapan Konflik Urut Sewu Kebumen

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa variabel physical evidence dan gaya hidup memiliki pengaruh secara parsial terhadap loyalitas pelanggan pada Chanel Distro Di Tenggarong.. Bahwa variabel

Dilihat dari konteksnya, penulis merasakan adanya perasaan berupa rasa simpulan, menyimpulkan dan rasa simpulan atas apa yang dirasakan seorang tokoh atas

Hal ini berarti LKS berbasis pendekatan saintifik efektif untuk meningkatkan KPS baik siswa kemampuan kognitif tinggi maupun kemampuan kognitif rendah di kelas

mengakibatkan waktu pengembalian biaya investasi tidak dapat mencapai target yang direncanakan yaitu pada tanggal 10 Oktober 2009 dan periode pengembalian dengan

sehari-hari seperti memandikan bayi 2 kali sehari dengan tetap menjaga kehangatan bayi (menggunakan air hangat), menggunakan sabun bayi, mencuci rambut bayi dengan

Sebuah proyek juga dapat diartikan sebagai upaya atau aktivitas yang diorganisasikan untuk mencapai.. tujuan, sasaran dan harapan-harapan penting dengan menggunakan anggaran dana

Untuk pemeriksaan secara bed-site, dari penelitian Pamba dan Maitland (2004) didapatkan bahwa pemanjangan waktu pengisian kapiler &gt; 3 detik merupakan faktor

patentlenmiş genetiği değiştirilmiş (GDO) bitki tohumları ve bunlarla ilgili tarımsal kimyasallarının sahibi olan ABD tarımsal ticaret devi DuPont/Pioneer Hi-Bred şirketi;