125
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MODEL
PEMBELAJARAN
LEARNING TOGETHER
DAPAT
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH
MIMI FARIJANI
SMA Negeri 1 Bangkalan Kabupaten Bangkalan
Abstrak : Perjalanan yang berliku-liku dan penuh tantangan semenjak proses terbentuknya sampai pada keadaan sekarang yang menghantarkan Sejarah sebagai bahan kajian yang menarik. Apalagi akhir-akhir ini ada sekelompok orang yang meragukan eksistensi Sejarah . Karena banyaknya penyelewengan dan pengkhianatan Pancasila, sehingga pembangunan manusia seutuhnya menjadi terhambat. Dan ada pula yang mempertanyakan keberhasilan pengajaran Sejarah terhadap moral pelajar khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari 4 tahap, yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa Kelas X SMA Negeri 1 Bangkalan Kabupaten Bangkalan Tahun Pelajaran 2014/2015. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar. Dari hasil analisis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu , siklus I (60%), siklus II (80%), siklus III (92%). Hal ini membuktikan bahwa metode pembelajaran kooperatif dapat berepengaruh positif terhadap prestasi dam motivasi belajar siswa Kelas X SMA Negeri 1 Bangkalan Kabupaten Bangkalan Tahun Pelajaran 2014/2015, serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran Sejarah .
Kata Kunci: Sejarah, Learning Together
Pembelajaran Kontekstual Model Pembelajaran Learning Together, Mimi Farijani
126 Pendahuluan
Pendidikan Pancasila dan Kewar-ganegaraan adalah wahana untuk me-ngembangkan dan melestarikan nilai luhur yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwu-judkan dalam bentuk perilaku kehidu-pan sehari-hari siswa.
Sejarah di tingkat Sekolah Dasar bertujuan untuk mengembangkan pe-ngetahuan dalam memahami dan me-nghayati nilai Pancasila dalam rangka pembentukan sikap dan perilaku seba-gai pribadi, anggota msyarakat, sdan warga negara yang bertanggung jawab serta memberi bekal kemampuan untuk mengikuti pendidikan pada jernjang pendidikan selanjutnya. Untuk menca-pai tujuan tersebut diperlukan sarana dan prasarana penunjang, seperti kuri-kulum, guru pengajar maupun metode pengajaran,
Titik sentral yang harus dicapai setiap kegiatan belajar mengajar adalah tercapainya tujuan pengajaran. Apapun yang ternasuk perangkat priogram pe-ngajaran dituntut secara mutlak untuk menunjang tercapainya tujuan. Guru ti-dak dibenarkan mengajar dengan ke-malasan. Anak didikpun diwajibkan mempunyai kreativitas yang tinggi da-lam belajar, bukan selalu menanti pe-rintah guru. Kedua unsur manusiawi ini juga beraktivitas tidak lain karena ingin mencapai tujuan secara efektif dan e-fisien.
Guru sebagai salah satu sumber belajar berkewajiban menyediakan lingkungan belajar yang kreatif bagi kegiatan belajar anak didik di kelas. Salah satu kegiatan yang harus guru la-kukan adalah melakukan pemilihan dan menentukan metode yang
bagimana ya-ng akan dipilih untuk mencapai tujuan pengajaran. Pemilihan dan penentuan metode ini didasari adanya metode-me-tode tertentu yang tidak bisa dipakai untuk mencapai tujuan tertentu.
Sejarah sebagai salah satu bidang studi yang diberikan di sekolah-sekolah umum maupun madrasah - madrasah mulai dari tingkat dasar hingga per-guruan tingi memiliki nilai-nilai histo-ries yang tidak terdapat pada bidang studi lainnya. Karena Sejarah sebagai suatu bidang studi memiliki dasar kon-stitusional yaitu UUD 1945 dan keteta-pan MPR No.II/MPR/1993.
Dengan memperhatikan gejala-gejala tersebut di atas, maka timbul pernyataan dalam benak penulis, sejauh manakah keberhasilan pengajaran Seja-rah selama ini? Padahal sering digem-bar-gemborkan sebagai bangsa Indone-sia kita harus atau wajib mengamalkan Pancasila sebagai pedoman hidup da-lam berbangsa dan bernegara. Tetapi kenyataannya masih banyak terdapat penyimpangan-penyimpangan dan pe-ngkianatan terhadap nilai-nilai luhir ya-ng terkandung dalam Pancasila bahwa ada beberapa faktor yang menjadi pe-nyebabnya, diantaranya faktor tersebut adalah strategi pembelajaran yang kurang mengena terhadap pembelaja-ran Sejarah dalam meningkatkan pema-haman siswa terhadap pebelajaran Se-jarah.
Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut di atas, maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul
Pembelajaran Kontekstual Model Pembelajaran Learning Together, Mimi Farijani
127
Bangkalan Kabupaten Bangkalan Ta-hun Pelajaran 2014/2015”.
Tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini asalah sebagai berikut: “Untuk
mengetahui peningkatan pres-tasi belajar Sejarah setelah diterapkan-nya pembelajaran konstektual model pengajaran Learning Together pada sis-wa Kelas X SMA Negeri 1 Bangkalan Kabupaten Bangkalan Tahun Pelajaran 2014/2015”.
Kajian Pustaka
Definisi Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Sedangkan belajar adalah beru-saha memperoleh kepandaian atau il-mu, berubah tingkah laku atau tangga-pan yang disebabkan oleh pengalaman (KBBI, 1996:14).
Sependapat dengan pernyataan tersebut, Sutomo (1993:68), mengemu-kakan bahwa belajar adalah proses pe-ngelolaan lingkungan seseorang de-ngan sengaja dilakukan sehingga me-mungkinkan dia belajar untuk mela-kukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Sedangkan belajar adalah suatu proses pertumbuhan yang bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan , kecakapan, bertambah pengetahuan, berkembang daya pikir, sikap dan lain-lain (Soetomo, 1993:120).
Pasal 1 Undang-Undang No. 20 ta-hun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa pembela-jaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Jadi, pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan sis-wa belajar pada suatu lingkungan bela-jar untuk melakaukan kegiatan pada si-tuasi tertentu.
Motivasi Belajar
Pengertian tradisional menitik beratkan pada metode imposisi, yakni pengajaran dengan cara menuangkan hal-hal yang dianggap penting oleh gu-ru bagi murid (Hamalik, Oemar: 2001: 157). Cara ini tidak mempertimbang-kan apakah bahan pelajaran yang dibe-rikan itu sesuai atau tidak dengan ke-sanggupan, kebutuhan, minat, dan ting-kat kesanggupan, serta pemahaman murid. Tidak pula diperhatikan apakah bahan-bahan yang diberikan itu dida-sarkan atas motif-motif dan tujuan ya-ng ada pada murid.
Sejak adanya penemuan-penemuan baru dalam bidang psikologi tentang kepribadian dan tingkahlaku manusia, serta perkembangan dalam bidang ilmu pendidikan maka pandangan tersebut kemudin berubah. Faktor siswa didik justru menjadi unsur yang menentukan berhasil atau tidaknya pengajaran berdasarkan
“Pusat minat” anak ma-kan, pakaian, permainan / bekeraja. Kemudian menyusul tokoh pendidikan lainnya, seperti Dr. John
Dewey, yang terkenal dengan “pengajaran
Pembelajaran Kontekstual Model Pembelajaran Learning Together, Mimi Farijani
128
perbuatan itu sebagaimana mestinya. Seekor kuda dapat digiring ke sungai tetapi tidak
da-pat dipaksa untuk minum. Demikian pula halnya dengan murid, guru dapat me-maksakan bahan pelajaran kepaa mereka, akan tetapi guru tidak mungkin dapat memaksanya untuk belajar dalam arti se-sungguhnya. Inilah yang menjadi tugas paling berat yakni bagaimana caranya berusaha aga murid mau belajar, dan me-miliki keinginan untuk belajar secara kontinyu.
Motif adalah daya daolam diri sese-orang yang mendoronbgnya untuk me-lakukian sesuatu, atau keadaan seorang atau organisme yang menyebabkan ke-siapannya untuk memulai serangkaian tingkah laku untuk memenuhi kebuuhan dan mencapai tujuan., atau keadaan dan kesiapan dalam arti individu yang men-dorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu (Usman, 2000: 28).
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 114) motivasi adalah suatu pen-dorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar, motivasi sangat di-perlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasai dalam belajar ti-dak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini sesui dengan yang di-ungkapkan oleh Nur (2001: 3) bahwa sis-wa yang bermotivasi dalam belajar se-suatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari ma-teri itu, sehingga siswa itu dapat me-nyerap dan mengendapkan materi itu, se-hingga siswa itu akan menyerap dan me-ngendapkan materi itu dengan lebih baik. Jadi motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang untuk berbuat se-suatu dalam mencapai ujuan tertentu.
Model LT (Learning Together)
Para siswa dikelompokkan ke da-lam tim dengan empat sampai lima ora-ng per tim dan heterogen kemampuan-nya. Para siswa bekerja sebagai suatu kelompok untuk menyelesaikan sebuah produk kelompok, berbagai gagasan, dan membantu satu sama lain dengan jawaban, dan meminta bantuan dari te-man yang lain sebelum bertanya kepa-da guru, dan si guru memberikan peng-hargaan kepada kelompok berdasarkan kinerja kelompok.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan pene-litian tindakan (action research), kare-na penelitian dilakukan untuk meme-cahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan ba-gaimana suatu teknik pembelajaran di-terapkan dan bagaimana hasil yang di-inginkan dapat dicapai.
Menurut Sukidin dkk. (2002: 54) ada 4 macam bentuk penelitian tinda-kan, yaitu : (1) Penelitian tindakan guru sebagai peneliti, (2) Penelitian tindakan kolaboratif, (3) Penelitian tindakan si-multan terintegratif, dan (4) Penelitian tindakan social eksperimental.
Pembelajaran Kontekstual Model Pembelajaran Learning Together, Mimi Farijani
129
Dalam penelitian ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, dimana guru sangat berperan sekali dalam pro-ses penelitian tindakan kelas. Dalam bentuk ini, tujuan utama penelitian tin-dakan kelas ialah untuk meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas. Dalam kegiatan ini, guru terlibat lang-sung secara penuh dalam proses peren-canaan, tindakan, observasi, dan reflek-si. Kehadiran pihak lain dalam peneli-tian ini peranannya tidak dominant dan sangat kecil.
Penelitian ini mengacu pada per-baikan pembelajaran yang berkesinam-bingan. Kemmis dan Tagart (1988: 14) menyatakan bahwa model penelitian tindakan adalah berbentuk spiral. Taha-pan penelitian tindakan pada suatu sik-lus meliputi perencanaan atau pelaksa-naan observasi dan refleksi. Siklus ini berlanjut dan akan dihentikan jika sesuai dengan kebutuhan dan dirasa su-dah cukup.
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan pe-nelitian dalam memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di Kelas X SMA Negeri 1 Bangkalan Kabupaten Bangkalan Tahun Pelajaran 2014/2015.
Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat pe-nelitian ini dilangsungkan. Pepe-nelitian ini dilaukan pada bulan April 2014 se-mester ganjil.
Subyek penelitian adalah siswa-siswi Kelas X SMA Negeri 1 Bang-kalan Kabupaten Bangkalan Tahun Pe-lajaran 2014/2015 pada pokok bahasan penegakan HAM dan Implikasinya.
Menurut pengertiannya, penelitian tindakan adalah penelitian tentang hal-hal
yang terjadi di sekelompok masya-rakat atau sasara, dan hasilnya lang-sung dapat dikenakan pada masyarakat yang bersangkutan (Arikunto, Suhar-simi, 2002: 82). Ciri atau karakteristik utama dalam penelitian tindakan adalah adanya partisipasi dan kolaborasi an-tara peneliti dengan anggota kelompok sasaran. Penelitian tindakan adalah satu strategi pemecahan masalah yang me-manfaatkan tindakan nyata dalam ben-tuk proses pengembangan invovatif ya-ng dicoba sambil jalan dalam mende-teksi dan memecahkan masalah. Dalam prosesnya, pihak-pihakyang terlibat da-lam kegiatan tersebut dapat mendukung satu sama lain.
Sedangkan tujuan penelitian tin-dakan harus memenuhi beberapa prin-sip sebagai berikut : 1) kegiatan pene-litian, baik intervensi maupun penga-matan yang dilakukan tidak boleh sam-pai mengganggu atau menghambat kei-gatan utama. 2) Jenis intervensi yang dicobakan harus efektif dan efisien, ar-tinya terpilih dengan tepat sasaran dan tidak memboroskan waktu, dana dan tenaga. 3) Metodoloi yang digunakan harus jelas, rinci, dan terbuka, setiap la-ngkah dari tindakan dirumuskan secara tegas, sehingga orang yang berminat terhadap penelitian tersebut dapat me-ngecek setiap hipotesis dan pembukti-annya.
Sesuai dengan jenis penelitian ya-ng dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan mo-del penelitian tindakan dari kemmis dan Taggert (dalam Arikunto, Suhar-simi, 2002: 83) yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi plan-ning (rencana), action
Pembelajaran Kontekstual Model Pembelajaran Learning Together, Mimi Farijani
130
reflection (refleksi). Langkah pada siklus beri-kutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan ref-leksi. Sebelum masuk pada siklus I di-lakukan tindakan pendahuluan yang be-rupa identifikasi permasalah.
Alat pengumpul data dalam pene-litian ini adalah tes buatan guru yang fungsinya adalah : (1) Untuk menen-tukan seberapa baik siswa telah me-nguasai bahan pelajaran yang diberikan dalam waktu tertentu; (2) Untuk me-nentukan apahah suatu tujuan telah ter-capai; dan (3) Untuk memperoleh suatu nilai. (Arikunto, Suharsimi, 2002: 149). Sedangkan tujuan dari tes adalah untuk mengetahui ketuntasan belajar secara individual maupun secara klasikal. Di-samping itu untuk mengetahui letak ke-salahan-kesalahan yang dilakukan sis-wa sehingga dapat dilihat dimana kele-mahannya, khususnya pada bagain ma-na TPK yang belum tercapai. Untuk memperkuat data yang dikumpulkan, maka jua digunakan metode observasi (pengamatan) yang dilakukan oleh teman sejawat untuk mengetahui dan merekam aktivitas guru dan siswa da-lam proses belajar dan mengajar.
Dalam rangka menyusun dan me-ngolah data yang terkumpul, sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan, maka digunakan analisis data kuantitif dan pada metode observasi digunakan data kualitatif. Cara perhitungan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa dalam proses belajar mengajar sebagai berikut : 1) Merekapitulasi hasil tes. 2) Menghitung jumlah skor yang ter-capai dalam prosentasenya untuk ma-sing-masing siswa dengan menggu-nakan rumus
ketuntasan belajar seperti yang terdapat dalam buku petunjuk tek-nis penilaian, yaitu siswa dikatakan tuntas secara individual jika mendapat nilai minimal 65, sedangkan sklasikal dikataka tuntas belajar, jika jumlah sis-wa yang tuntas secara individu men-capai 85% yang tela menmen-capai daya se-rap lebih dari sama dengan 65%. 3) Menganalisis hasil observasi yang di-lakukan oleh teman sejawat pada akti-vitas guru dan siswa selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.
.
Hasil Penelitian dan Pembahasan a. Hasil Penelitian Per Siklus
1. Siklus I
Pada akhir proses belajar me-ngajar siswa diberi tes formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang te-lah dilakukan.
Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1.
Rekapitulasi Hasil Tes Siklus I
No Uraian Hasil
di-Pembelajaran Kontekstual Model di-Pembelajaran Learning Together, Mimi Farijani
131
peroleh nilai rata-rata presentasi belajar siswa adalah 68,00 dan ketuntasan belajar mencapai 60% atau ada 15 siswa dari 25 siswa sudah tuntas belajar. Hasil terse-but menunjukkan bahwa pada siklus I secara klasikal siswa be-lum tuntas belajar, karena siswa yang belum
memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar
60% lebih kecil dari presentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu ebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dalam me-ngerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan pembela-jaran kontekstual metode penga-jaran Learning Together.
2. Siklus II
Pelaksanaan kegiatan belajar me-ngajar untuk siklus II dilaksa-nakan pada tanggal 13 Mei 2014 di Kelas X dengan jumlah siswa 25 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai pengajar, se-dangkan yang betindak sebagai pengamat adalah seorang guru Sejarah Kelas X adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan mem-perhatikan revisi pada sikus I, se-hingga kesalahan atau kekura-ngan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II.
Pengamatan (observasi) dilaksa-nakan bersamaan dengan pelak-sanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar me-ngajar, siswa diberi tes formatif II dengan tujuan untuk mengeta-hui tingkat keberhasilan siswa dalam proses
belajar mengajar yang telah dilakukan instrument yang digunakan adalah tes forma-tif II.
Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2.
Rekapitulasi Hasil Tes Siklus II
No Uraian Hasil
Siklus II 1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif Jumlah siswa yang tuntas belajar rata prestasi belajar siswa adalah 76,00 dan ketuntasan be-lajar mencapai 80% atau ada 20 siswa dari 25 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklu II ini ketunta-san belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah guru meng-informasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes, sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termoti-vasi untuk belajar. Selain itu siswa jua sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan di-inginkan guru dengan menerap-kan pembelajaran kontekstual model pengajaran Learning To-gether.
3. Siklus III
Pembelajaran Kontekstual Model Pembelajaran Learning Together, Mimi Farijani
132
hal ini peneliti bertindak sebagai pengajar, se-dangkan yang bertindak sebagai pengamat adalah seorang guru Sejarah dan wali kelas IV ada-pun proses belajar mengajar me-ngacu pada rencana pelajaran de-ngan memperhtikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan pa siklus II tidak te-rulang lagi pada siklus III. Pe-ngamatan (observsi) dilaksana-kan bersama dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir prose bvelajar menga-jar siswa diberi tes formatif III dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang te-lah
dilakukan. Instrument yang dilakukan adalah tes formatif III.
Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3.
Rekapitulasi Hasil Tes Siklus III
No Uraian Hasil
Siklus III 1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
83,00 23
92%
Berdasarkan table di atas dipe-roleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 83,00 dari 25 siswa yang telah tuntas sebnyak 23 siswa dan 2 siswa belum mencapai ketun-tasan belajar. Maka secara kla-sikal ketuntsan belajar yang telah tercapai sebesar 92% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan hasil
belajar pada siklus II. Dan peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya penbingkatan kemampu-an guru dalam menerapkan pem-belajaran kontekstual model pe-ngajaran berbsis masalah, sehi-ngga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini, sehingga sisw lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan.
Pembahasan
Melalui hasil penelitian ini menun-jukkan bhwa pembelajaran kontekstual model pengajaran Learning Together memiliki dampak positif dalam me-ningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakain mantap-nya pemahaman siswa terhadap materi ya-ng disampaikan guru (ketuntasn belajar meningkat dari siklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 60%, 80%, dan 92%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. Adapun grafik perbandingan ketiga siklus tersebut adalah :
Berdasarkan analisis ata, diperoleh aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar dengan menerapkan pembe-lajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah dalam setiap siklus mengalami
60%
80% 92%
Grafik
Perbandingan
Siklus 1
Pembelajaran Kontekstual Model Pembelajaran Learning Together, Mimi Farijani
133
peningkatan. Hal ini ber-dampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami pe-ningkatan.
Berdasarkan analisis data, dipero-leh aktivitas siswa dalam proses pem-belajaran Sejarah pada pokok bahasan penegakan HAM dan Implikasinya de-ngan pembelajaran kontekstual model pengajaran Learning Together yang pa-ling dominant adalah bekerja dengan sesame anggota kelompok, mendengar-kan/ memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/ antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bah-wa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksana-kan langkah-langkah kegiatan belajar mengajar dengan menerapkan penga-jaran kontekstual model pengajaran Learning Together dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang mun-cul, diantaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam menemu-kan konsep, menjelaskan materi yang sulit, memberi umpan balik/ evaluasi/ tanya jawab, dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan selama tiga siklus, ha-sil seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Pembelajaran kon-tekstual model pengajaran Learning Together dapat meningkatkan kualitas pembelajaran Sejarah. 2) Pembelajaran kontekstual model pengajaran Learning Together memiliki
dampak positif da-lam meningkatkan prestasi belajar sis-wa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (60%0, siklus II (80%), siklus III (92%). 3) Pembelajaran kontekstual model pe-ngajaran Learning Together dapat men-jadikan siswa merasa dirinya mendapat perhatian dan kesempatan untuk me-nyampaikan pendapat, gagasan, ide dan pertanyaan. 4) Siswa dapat bekerja se-cara mandiri maupun kelompok, serta mampu mempertanggungjawabkan se-gala tugas individu maupun kelompok. 5) Penerapan pembelajaran kontekstual model pengajaran Learning Together mempunyai pengaruh positif, yaitu da-pat meningkatkan motivasi belajar siswa.
ma-Pembelajaran Kontekstual Model ma-Pembelajaran Learning Together, Mimi Farijani
134
salah-masalah yang dihadapinya. 3) Perlu adanya penelitian yang lebih lan-jut, karena hasil penelitian ni hanya dilakukan di Kelas X SMA Negeri 1 Bangkalan Kabupaten Bangkalan Ta-hun Pelajaran 2014/2015. 4) Untuk pe-nelitian yang serupa hendaknya dila-kukan perbaikan-perbaikan, agar diper-oleh hasil yang lebih baik.
Daftar Pustaka
Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Ban-dung: Sinar Baru Algesindo.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusuawi. Ja-karta: Rineksa Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakar-ta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsismi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prak-tek. Jakarta: Rineksa Cipta.
Azhar, Lalu Muhammad. 1993. Proses Belajar mengajar Pendidikan. Ja-karta: Usaha Nasional.
Daroeso, Bambang. 1989. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pan-casila. Semarang: Aneka Ilmu.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakar-ta: Rineksa Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineksa Cipta.
Hadi, Sutrisno. 1982. Metodologi Research, Jilid I. Yogyakarta: YP-.Fak. Psikologi UGM.
Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Hasibuan. J.J. dan Murdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandu-ng: Remaja Rosdakarya.
Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineksa Cip-ta.
Masriyah. 1999. Analisis Butir Tes. Surabaya: Universitas Press.
Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nur, Muh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya: Univer-sity Press. Universitas Negeri Su-rabaya.
Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakar-ta: Bina Aksara.
Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka.
Sukidin, dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Sura-baya: Insan Cendekia.
Surakhmad, Winarto. 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung: Jemmars.
Pembelajaran Kontekstual Model Pembelajaran Learning Together, Mimi Farijani
135
Syah, Muhibin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu pendekatan Ba-ru. Bandung: Remaja Rosdakarya.