• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hubungan Faktor Fisik dan Fakto

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Hubungan Faktor Fisik dan Fakto"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ARTIKEL PENELITIAN

Analisis Hubungan Faktor Fisik

dan Faktor Lain Di Lingkungan Kerja dengan

Tension Type Headache

Raymond Liem

Sub departemen Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Abstrak

Latar belakang : Tension Type Headache merupakan salah satu jenis sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus menerus otot- otot kepala dan tengkuk (M. splenius kapitis, M. temporalis, M. maseter, M. sternokleidomastoid, M. trapezius, M. servikalis posterior, dan M. levator skapula). Prevalensi nyeri kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang menderita sakit kepala kronik. Penyakit ini 88% dijumpai pada wanita dan 66% pada laki-laki dan sekitar 60% serangan sakit kepala jenis ini terjadi pada usia lebih dari 20 tahun. Tension headache disebabkan oleh kontraksi terus menerus otot pada bahu, leher, kulit kepala, dan rahang. Penyebab yang paling umum yaitu aktivitas yang menyebabkan kepala tertahan pada satu posisi dalam waktu yang lama seperti mengetik atau pekerjaan komputer lainnya, dan menggunakan mikroskop, posisi tidur yang buruk, serta pekerjaan yang berlebihan. Hal ini dihubungkan dengan

pekerjaan yang membutuhkan posisi duduk dalam jangka lama di depan layar komputer seperti pegawai administrasi.

(2)

Hasil : Beberapa faktor diketahui menjadi risiko terhadap terjadinya Tension Type Headache pada pekerja, seperti posisi duduk saat bekerja, lama bekerja, waktu istirahat yang kurang, dan lain-lain.

Kesimpulan : Posisi duduk menetap di depan layar komputer dalam jangka waktu lama, dikarenakan jumlah customer yang banyak serta waktu bekerja lebih dari 7 jam dengan waktu istirahat hanya 60 menit, dan tidak adanya sistem shift dalam bekerja mempunyai hubungan yang signifikan dengan terjadinya keluhan nyeri kepala akibat Tension Type Headache

Kata Kunci :Faktor fisik, faktor ergonomis, faktor psikososial, Tension Type Headache

Latar Belakang :

Tension Type Headache merupakan salah satu jenis sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus menerus otot- otot kepala dan tengkuk (M. splenius kapitis, M. temporalis, M. maseter, M. sternokleidomastoid, M. trapezius, M. servikalis posterior, dan M. levator skapula). Prevalensi nyeri kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang menderita sakit kepala kronik. Tipe tension type headache merupakan tipe yang paling umum terjadi dan berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak

62,7 %. Pada penelitian di Amerika, tension headache merupakan penyakit nyeri kepala primer. Penyakit ini 88% dijumpai pada wanita dan 66% pada laki-laki dan sekitar 60% serangan sakit kepala jenis ini terjadi pada usia lebih dari 20 tahun.

(3)

Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literature dan hasil penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya TTH sebagai berikut : (1) disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan daripada sistem saraf perifer dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada ETTH sedangkan disfungsi sistem saraf pusat mengarah kepada CTTH, (2) disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan permanen tanpa disertai iskemia otot, (3) transmisi nyeri TTH melalui nukleus trigeminoservikalis pars kaudalis yang akan mensensitasi second order neuron pada nukleus trigeminaldan kornu dorsalis (aktivasi molekul NO) sehingga meningkatkan input nosiseptif pada jaringan perikranial dan miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer yang akan meningkatkan aktivitas otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan pelepasan neurotransmitter pada jaringan miofasial, (4) hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif pada nukleus trigeminal, talamus, dan korteks serebri yang diikuti hipesensitifitas supraspinal (limbik) terhadap nosiseptif. Nilai ambang deteksi nyeri (tekanan, elektrik, dan termal) akan menurun di sefalik dan ekstrasefalik. Selain itu,terdapat juga penurunan

supraspinal decending pain inhibit activity, (5) kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan kesalahan interpretasi info pada otak yang diartikan sebagai nyeri, (6) terdapat hubungan jalur serotonergik dan monoaminergik pada batang otak dan hipotalamus dengan terjadinya TTH. Defisiensi kadar serotonin dan noradrenalin di otak, dan juga abnormal serotonin platelet, penurunan beta endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif pada otot temporal danmaseter, (7) faktor psikogenik (stres mental) dan keadaan non-physiological motorstress pada TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer dan aktivasi struktur persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi dan ansietas akan meningkatkan frekuensi TTH dengan mempertahankan sensitisasi sentral pada jalur transmisi nyeri, (8) aktifasi NOS ( Nitric Oxide Synthetase) dan NOpada kornu dorsalis.

(4)

ringan- sedang–berat, tumpul seperti ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulit kepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, diperburuk oleh stress, insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, dan rasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta temporomandibular. Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI. Pengobatan terdiri dari non farmakologis dan farmakologis. Non farmakologis dapat dilakukan relaksasi berupa massage, bedrest, dan/ atau latihan biofeedback. Pengobatan farmakologi adalah simpel analgesia dan/atau mucles relaxants. Ibuprofen dan naproxen sodium merupakan obat yang efektif untuk kebanyakan orang. Jika pengobatan simpel analgesia (asetaminofen, aspirin, ibuprofen, dll.) gagal maka dapat ditambah butalbital dan kafein (dalam bentuk kombinasi seperti Fiorinal) yang akan menambah efektifitas pengobatan.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional melalui proses walk

through survey. Data yang digunakan berupa kebiasaan responden, dan data faktor-faktor pencetus Data yang digunakan berupa kebiasaan responden, dan data faktor-faktor pencetus Tension Type Headache, seperti aktivitas/pekerjaan yang mengharuskan pekerja berada pada posisi yang menetap dalam jangka waktu lama. Data pengukuran adanya kecenderungan merasakan nyeri dan rasa tidak nyaman selama melakukan aktivitas kerja pada kepala dan leher bagian belakang, tapi dapat sembuh kembali setelah beristirahat. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis Tension Type Headache yang masih berlangsung saat melakukan pekerjaan. Distribusi sampel penelitian berdasarkan jenis pekerjaan yang dilakukan, didapatkan hasil 1 pekerja dari 6 pekerja, mengeluh nyeri kepala, Akan tetapi penelitian pada studi cross sectional terdapat beberapa kelemahan yaitu kurangnya jumlah kasus yang didapatkan, berat- ringannya kasus yang sulit ditentukan karena keterbatasan sarana pemeriksaan, dan kurangnya waktu yang didapatkan untuk melanjutkan survey. Selain itu, penelitian dengan studi ini tidak menggambarkan perjalanan penyakit, insiden, maupun prognosis penyakit.

(5)

ini dibuat berdasarkan informasi yang diperlukan daripada tujuan survei ini dilakukan. Pada survei ini, informasi yang diperlukan adalah ada tidaknya faktor hazard, alat kerja apa yang digunakan, alat pelindung diri yang digunakan, ketersediaan obat p3k di tempat kerja, keluhan atau penyakit yang dialami pekerja dan upaya pengetahuan mengenai K3 kepada karyawan konveksi.

Peralatan yang diperlukan untuk melakukan walk through survey antara lain:

 Alat tulis menulis: Berfungsi

sebagai media untuk pencatatan selama survey jalan sepintas.

 Kamera digital: Berfungsi sebagai

alat untuk memotret kegiatan dan lingkungan pekerja konveksi.

 Check List: Berfungsi sebagai alat

untuk mendapatkan data primer mengenai survey jalan sepintas yang dilakukan.

Cara survey yang dilakukan adalah dengan menggunakan Walk Through Survey. Teknik Walk Through Survey juga dikenali sebagai Occupational Health Hazards. Untuk melakukan survei ini, dapat dimulai dengan mengetahui tentang manejemen perencanaan yang benar, berdiskusi tentang tujuan melakukan survey, dan menerima keluhan-keluhan baru yang releven.

Bahaya apa dan dalam situasi yang bagaimana bahaya dapat timbul, merupakan sebagai hasil dari penyelenggaraan kegiatan Walk Through Survey. Mengenal bahaya, sumber bahaya dan lamanya paparan bahaya terhadap pekerja.

Pihak okupasi kesehatan dapat kemudian merekomendasikan monitoring survey untuk memperoleh kadar kuantitas eksposur atau kesehatan okupasi mengenai risk assessment.

Walk Through Survey ini adalah bertujuan untuk memahami proses produksi, denah tempat kerja dan lingkungannya secara umum. Selain itu, mendengarkan pandangan pekerja dan pengawas tentang K3, memahami pekerjaan dan tugas-tugas pekerja, mengantisipasi dan mengenal potensi bahaya yang ada dan mungkin akan timbul di tempat kerja atau pada petugas dan menginventarisir upaya-upaya K3 yang telah dilakukan mencakup kebijakan K3, upaya pengendalian, pemenuhan peraturan perundangan dan sebagainya.

Survey dilakukan di SPBU Tamalenrea, dengan jadwal survey selama 1 hari (24 Mei 2016 ), yaitu :

No

(6)

1. 23-24 Mei 2016

- Melapor ke bagian K3 RS Ibnu Sina - Pengarahan kegiatan - Walk through survey - Pembuatan laporan

walk through survey

2. 25 Mei 2016

- Pembuatan status okupasi dan artikel

3. 26 Mei 2016

- Presentasi laporan walk through survey

HASIL

Pada penelitian ini diambil sampel dalam salah satu bagian pekerjaan di bengkel dan dari perhitungan sampel didapatkan sampel sebanyak 1 dari 8 pekerja (total jumlah pekerja).

Dari rencana waktu yang telah ditetapkan, terkumpul data yang didapatkan dari check list yang dibuat. Dari hasil check list diperoleh 1 pekerja laki-laki, mengeluh nyeri kepala, dalam jangka waktu 4 tahun. Dan sisanya mengeluh penyakit yang berbeda, yang juga berhubungan dengan pekerjaan.

Faktor yang dominan berpengaruh dalam Tension Type Headache berupa aktivitas/pekerjaan yang mengharuskan pekerja berada pada posisi yang menetap dalam jangka waktu lama yaitu duduk mengetik di depan komputer.

Dalam studi yang dilakukan oleh Chen pada tahun 2009 menyatakan bahwa penyebab dari nyeri kepala tegang otot disebabkan oleh faktor psikis maupun fakor fisik. Secara psikis, nyeri kepala ini dapat timbul akibat reaksi tubuh terhadap stress, kecemasan, depresi maupun konflik emosional. Sedangkan secara fisik, posisi kepala yang menetap yang mengakibatkan kontraksi otot-otot kepala dan leher dalam jangka waktu lama (jenis pekerjaan), tidur yang kurang, kesalahan dalam posisi tidur dan kelelahan juga dapat menyebabkan nyeri kepala tegang otot ini. Selain itu, posisi tertentu yang menyebabkan kontraksi otot kepala dan leher yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan yang membutuhkan peningkatan fungsi mata dalam jangka waktu lama misalnya membaca dapat pula menimbulkan nyeri kepala jenis ini.

(7)

type headache. Wolf menyimpulkan dari hasil penelitiannya bahwa kontraksi otot dan vasokonstriksi akibat mekanik maupun hormonal secara bersama-sama yang terjadi terus menerus akan menginduksi terjadinya nyeri tegang kepala atau tension type headache (TTH).

Berdasarkan data yang telah didapatkan, ditemukan berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya keluhan, yaitu faktor ergonomis dan psikososial menjadi lebih dominan. Didukung dari penelitian lain yang dilakukan menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor risiko terjadinya tension type headache pada pegawai bengkel sebagai pegawai administrasi terkait dengan faktor ergonomis saat bekerja meliputi posisi saat bekerja yaitu duduk menetap di depan layar komputer dalam jangka waktu lama, menatap layar komputer dalam jangka waktu lama, dan pekerjaan berulang yaitu mengetik di depan komputer. Adapun faktor psikososial yang dapat memicu terjadinya tension type headache terkait pekerjaan yaitu waktu bekerja lebih dari 7 jam dengan waktu istirahat hanya 60 menit, dan tidak adanya sistem shift dalam bekerja.

Tingginya angka kejadian Tension Type Headache pada pekerja yang aktifitasnya duduk menetap di depan layar komputer dalam jangka waktu lama yang

(8)

DISKUSI

Penelitian ini tentunya tidak terlepas dari keterbatasan, adapun keterbatasan dari penelitian ini adalah checklist yang dibuat hanya menentukan hubungan penyakit akibat kerja, tapi tidak dapat menentukan insidens, berat ringannya penyakit, dan prognosis penyakit. Demikian pula untuk survey menilai faktor psikososial akibat kerja, diagnosisnya hanya bersifat subjektif, tidak dapat diketahui kapan stressor muncul. Keterbatasan lainnya adalah tidak dilakukan pemeriksaan yang menyeluruh terhadap seluruh responden, karena keterbatasan sarana pemeriksaan, dan keterbatasaan waktu penelitian, karena untuk menganalisa faktor terjadinya kasus penyakit dengan keluhan nyeri kepala perlu diketahui riwayat penyakit terdahulu dan riwayat pekerjaan di tempat lain yang mungkin berhubungan dengan keluhan yang dirasakan sekarang.

Selain itu checklist yang hanya terfokus pada faktor penyebab penyakit akibat kerja, tidak memenuhi semua poin-poin yang diperlukan untuk mendiagnosis penyakit dari keluhan yang dirasakan.Perlu penelitian yang lebih mendalam dan pemeriksaan yang lebih lengkap untuk dapat menilai secara keseluruhan penyebab dari keluhan yang dirasakan oleh pekerja.

Akhirnya kami berasumsi bahwa bila terdapat gejala keluhan nyeri kepala pada responden dengan hasil survey dan penyakit akibat kerja tidak menunjukkan nilai yang berarti , maka tidak menutup kemungkinan keluhan yang dirasakan pasien juga karena kontribusi dari faktor individu dan faktor lingkungan lain, selain lingkungan tempat kerja.

Penelitian ini juga tidak mengklasifikan berat ringannya penyakit , berdasarkan keluhan dari pekerja, juga tidak dapat menentukan penatalaksanaan yang tepat untuk mencegah atau mengurangi keluhan yang dirasakan atau akan dirasakan nanti di masa yang akan datang.

KESIMPULAN

(9)

memicu keluhan ini. Adapun penyebab yang paling umum yaitu aktivitas yang menyebabkan kepala tertahan pada satu posisi dalam waktu yang lama seperti mengetik atau pekerjaan komputer lainnya, dan menggunakan mikroskop, posisi tidur yang buruk, serta pekerjaan yang berlebihan.

Kondisi ini, dihubungkan dengan pekerjaan pegawai administrasi di bengkel dimana posisi saat bekerja yaitu duduk menetap di depan layar komputer dalam jangka waktu lama, menatap layar komputer dalam jangka waktu lama, dan pekerjaan berulang yaitu mengetik di depan komputer, waktu bekerja lebih dari 7 jam dengan waktu istirahat hanya 60 menit, dan tidak adanya sistem shift dalam bekerja. Rutinitas pekerja tersebut dapat menginduksi terjadinya tension type headache.

Selain menurunkan kualitas hidup, pasien dengan TTH cenderung memiliki produktivitas yang tidak optimal, bahkan biasanya terlihat penurunan kualitas dan hasil kerja serta bekerja dengan waktu yang berkepanjangan.

Pengobatan terdiri dari non farmakologis dan farmakologis. Non farmakologis dapat dilakukan relaksasi berupa massage, bedrest, dan/ atau latihan biofeedback. Pengobatan farmakologi adalah simpel analgesia dan/atau mucles

relaxants. Ibuprofen dan naproxen sodium merupakan obat yang efektif untuk kebanyakan orang. Jika pengobatan simple analgesia (asetaminofen, aspirin, ibuprofen, dll.) gagal maka dapat ditambah butalbital dan kafein (dalam bentuk kombinasi seperti Fiorinal) yang akan menambah efektifitas pengobatan.

Daftar Pustaka :

1. Sjahrir, Hasan; Samino; Wenda, Ali. Konsensus Nasional penanganan Nyeri Kepala di Indonesia. PERDOSSI. 2. Dewanto, George; W.J.Suwono;

B.Riyanto; Y.Turana. 2009. Panduan Praktis Diagnosis Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta : EGC.

3. Sjahrir, Hasan. 2005. Konsensus Nasional II Diagnostik dan Penatalaksanaan Nyeri Kepala. PERDOSSI.

4. Wismita, Luh Gde Eka, Putra, I Nyoman Adi, and Nurmawan, Putu Sutha. Kombinasi Microwave Diathermy (MWD), Ultrasound (US) dan Stretching Sama Baik dengan Kombinasi Microwave Diathermy (MWD), Ultrasound (US) Dan Myofascial Release Technique terhadap Penurunan Tension Type Headache (TTH). Bali : FK Undana. 5. Kantor, Daniel. Signs and symptoms:

(10)

Health Science Center, Jacksonville : VeriMed Healthcare Network.

Referensi

Dokumen terkait

5.5.3 Perhitungan Crash Cost pada penambahan jam kerja (lembur) Untuk percepatan pekerjaan dengan penambahan 1 jam pertama maka 1,5 upah normal perjamnya dan 2 x

Misi sekolah dalam menumbuhkan rasa kepedulian peserta didik terhadap lingkungan atau dalam hal ini dapat kita sebut sebagai kecerdasan ekologis, serta pemanfaatan

Susatyo Yuwono, S.Psi, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian demi

Senyawa turunan vinkadiformina yang tidak memiliki nilai aktivitas antimalaria pada rentang tersebut tidak dapat diterima sebab berada di luar rentang intrapolasi model

Buku ini berisi data perkembangan indikator makro sektor pertanian untuk periode lima tahun (2011-2015) yang mencakup indikator Produk Domestik Bruto (PDB),

koleksi yang cukup lengkap dengan informasi yang memadahi (baik dari informasi yang tercantum pada tiap koleksi maupun dari pemandu museum) sangat memudahkan para pengunjung

Allah). Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim : Pengantar Filsafat Pendidikan Islam &.. 2) Entrepreneurship di pesantren Al-Amien dan Darul Ulum,

Ibid, h.. psikologis yaitu peserta didik di sekolah. 35 Guru merupakan faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya proses belajar. Oleh karenanya, guru harus