Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung Page 1
ALUR BERPIKIR ANALITIS SISWA LEVEL KOGNITIF
TINGGI DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA
Syafiul Fuad Muniri
Jurusan Tadris Matematika
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung syafiulfuad@gmail.com dan muniri@iain-tulungagung.ac.id
ABSTRAK: Pada saat seseorang menyelesaikan masalah matematika tidak bisa dilepaskan dari kemampuan berpikir analitis. Oleh karenanya kemampuan berpikir analitis berfungsi sebagai landasan untuk mempelajari dan menguasai konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika dibangun. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengungkap bagaimana alur berpikir analitis siswa level kognitif tinggi dalam pemecahan masalah matematika non-rutin berdasarkan tahapan Polya. Hasil penelitian menunjukkan alur berpikir analitis siswa level kognitif tinggi dalam menyelesqikan masalah melalui tahap polya adalah (1) Memahami masalah: membedakan (differentiating); menyebutkan secara lisan yang diketahui dan yang ditanyakan. Mengorganisasi (oganizing); menuliskan yang diketahui dengan model matematika, Memberikan Atribut (attributing); menjelaskan keterkaitan antara yang diketahui dengan yang ditanyakan. (2) Merencanakan penyelesaian: Mengorganisasi (oganizing); menyatakan masalah ke dalam model matematika, memilih konsep matematika dalam menyelesaikan masalah matematika, memilih strategi penyelesaian dari masalah matematika tetapi terdapat kemungkinan tidak menuliskannya di lembar pekerjaan, Memberikan Atribut (attributing); menjelaskan perlunya menyatakan kembali masalah ke dalam bentuk atau model matematika, mampu menjelaskan konsep yang dipilihnya, mampu menjelaskan strategi yang dipilihnya. (3) Melakukan rencana penyelesaian: Mengorganisasi (oganizing); menggunakan konsep matematika yang dipilih dalam menyelesaikan masalah matematika, menggunakan strategi yang dipilih dalam penyelesaian. Memberikan Atribut (attributing); menjelaskan bahwa hasil penyelesaian sesuai dengan yang ditanyakan, dan (4) Melihat kembali penyelesaian: Memberikan Atribut (attributing): membuktikan bahwa hasil penyelesaiannya benar, menarik kesimpulan dari hasil penyelesaian.
Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung Page 2 PENDAHULUAN
Berpikir analitis merupakan salah satu jenis kemampuan berpikir yang diperlukan dalam mempelajari, mengkaji, menguasai konsep-konsep serta prinsip-prinsip matematika dikonstruksi. Trianto (2010:5) memberikan pandangan tentang tujuan berpikir analitis, yaitu untuk dapat memudahkan siswa berpikir secara logis, mengenai hubungan antara konsep dan situasi yang dihadapinnya.
Kemampuan berpikir analitis juga dapat digunakan sebagai pondasi dalam mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan matematika. Sebagaimana diungkapkan oleh Ibrahim, (2012:36) bahwa secara umum pendidikan matematika mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan antara lain: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar-konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, pelajaran matematika difungsikan sebagai wahana melatih berpikir analitis dalam menanamkan konsep dan mengaiktkan antara konsep yang satu dengan konsep yang lain, hingga memiliki kemampuan menyelesaikan masalah serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan nyata.
Kemampuan berpikir analitis yang merupakan jiwa dalam bermatematika untuk beberapa sekolah masih terabaikan. Misalnya di SMA Negeri 1 Ngunut Tulungagung. Berdasarkan observasi pra penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir analitis siswa dalam memahami dan menyelesaikan masalah masih belum dilakukan evaluasi secara khusus. Guru masih belum mengetahui apakah siswa dalam menyelesaikan soal menggunakan proses berpikir analitis atau belum. Sehingga guru mengalami kesulitan untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam menentukan strategi pembelajaran yang cocok untuk konsep atau materi tertentu.
Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung Page 3 memahami dan menyelesaikan soal-soal dengan kasus berbeda dari contoh yang disajikan guru.
Berpikir Analitis
Hardy (dalam Marini, 2014) mengungkapkan berpikir analitis adalah kemampuan berpikir siswa untuk menguraikan, memperinci, dan menganalisis informasi-informasi yang digunakan untuk memahami suatu pengetahuan dengan menggunakan akal dan pikiran secara logis, bukan didasarkan perasaan atau tebakan. Untuk dapat berpikir analitis diperlukan kemampuan berpikir logis dalam mengambil kesimpulan terhadap situasi tertentu. Berpikir logis dapat diartikan sebagai kemampuan berpikir siswa untuk menarik kesimpulan yang sah menurut aturan logika dan dapat membuktikan bahwa kesimpulan itu benar (valid) sesuai dengan pengetahuan pengetahuan sebelumnya yang sudah diketahui kebenarannya.
Berdasarkan uraian di atas, berarti berpikir analitis merupakan jenis kemampuan berpikir siswa untuk menguraikan, memperinci, dan memilah dan memilih informasi-informasi yang diperlukan untuk memahami suatu pengetahuan dengan menggunakan proses berpikir dengan pengetahuan struktur logika yang dimiliki.
Dalam memecahkan masalah matematika, selain memperhatikan kemampuan berpikir analisis guru juga perlu memperhatikan kemampuan kognitif siswa. Kemampuan kognitif merupakan kebisaan seseorang dalam melakukan berbagai macam tugas yang dibebankan pada khususnya mengenai pengumpulan informasi, pengintepretasian informasi, dan bagaimana bentuk transformasi informasi dilakukan kepada orang lain. Oleh karena itu perbedaan level kognitif matematika memungkinkan terjadinya perbedaan pemahaman konsep matematika sehingga berakibat memungkinkan adanya perbedaan dalam menetapkan strategi pemecahan masalahnya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Suharna (dalam Lutfiananda, 2016), bahwa perbedaan kemampuan matematika siswa juga berpengaruh pada perbedaan kemampuan menyelesaikan masalah matematika.
Menurut taksonomi Bloom bahwa berpikir analitis merupakan tingkat keempat dari proses berpikir yang merupakan urutan berpikir tingkat tinggi. Hal
ini sesuai dengan pernyataan …analytical thinking is the fourth level of thinking
process of Bloom’s taxonomy which is one of the Higher Order Thinking Skills
Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung Page 4 Contoh Berpikir Analitis
Menurut (Nasution, 2003:11), berpikir analitis merupakan proses berpikir yang berlangsung selangkah demi selangkah dan tiap langkah dinyatakan secara jelas dan tegas berdasarkan aturan yang ada, sehingga dapat dijelaskan kepada orang lain. Misalnya, berpikir analitis untuk menjelaskan aturan perkalian silang pada bilangan pecahan tiap tahap berdasarkan aturan yang berlaku.
Sehingga diperoleh Hukum Kali Silang dalam kesamaan bilangan pecahan atau perbandingan sebagai berikut:
Anderson, (2015:120) mengungkapkan bahwa kegiatan menganalisis melibatkan proses memecah-mecah atau memilah-milah objek menjadi bagian-bagian kecil dan memikirkan kembali bagaimana hubungan antar bagian-bagian, antara setiap bagian dan struktur keseluruhannya. Tujuannya dalam menganalisis, mencakup belajar untuk menentukan potongan-potongan informasi yang relevan atau penting (membedakan), menentukan cara-cara untuk menata potongan-potongan informasi tersebut (mengorganisasikan) dan menentukan tujuan di balik informasi tersebut (memberikan atribut). Dengan demikian berarti bahwa dalam menganalisis meliputi proses-proses kognitif membedakan, mengorganisasi, dan memberikan atribut, dimana dalam proses-proses tersebut harus berurutan yakni sebelum siswa melakukan proses memberikan atribut, terlebih dahulu siswa harus melalui proses membedakan dan mengorganisasikan.
Berikut adalah penjelasan dari masing-masing proses kognitif membedakan (differentiating), mengorganisasi (organizing), dan memberikan atribut (attributing):
1. Membedakan (differentiating), melibatkan proses memilah-milah bagian-bagian yang relevan dan penting dari sebuah struktur. Membedakan terjadi ketika siswa mendiskriminasikan informasi yang relevan dan tidak relevan, yang penting dan tidak penting, kemudian memperhatikan informasi yang relevan atau penting.
Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung Page 5 siswa membangun hubungan-hubungan yang sistematis dan koheren antarpotongan informasi.
3. Memberikan atribut (attributing), melibatkan proses dekonstruksi yang di dalamnya siswa menentukan tujuan dari elemen atau bagian yang membentuk sebuah struktur. Memberikan atribut terjadi ketika siswa dapat menentukan sudut pandang, pendapat, nilai atau tujuan dibalik komunikasi.
Berdasarkan penjelasan di atas, disajikan indikator-indikator berpikir analitis yang meliputi suatu proses kognitif yang meliputi membedakan (differentiating), mengorganisasi (organizing), dan memberikan atribut (attributing) sebagaimana Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Indikator Berpikir Analitis
INDIKATOR DESKRIPSI
Membedakan (Differentiating)
Memilah bagian yang penting dari masalah Memilah bagian yang relevan dari masalah
Mengorganisasi (Organizing)
Mengidentifikasi bagian-bagian yang penting dan relevan dari masalah sehingga didapatkan informasi yang utuh untuk menyelesaikan masalah
Membangun cara atau strategi dalam menyelesaikan masalah
Memberikan atribut (Attributing)
Menentukan tujuan atau kesimpulan dari hasil penyelesaian masalah
Pemecahan Masalah Matematika
Klurik, (1995:4) mengungkapkan bahwa masalah adalah situasi yang dihadapi oleh seseorang atau kelompok yang memerlukan suatu pemecahan tetapi tidak memiliki cara yang langsung dapat menentukan solusinya. Sedangkan Adjie, (2006:4) mengatakan permasalahan yang dihadapi dapat dikatakan masalah jika masalah tersebut tidak bisa dijawab secara langsung, karena harus menyeleksi informasi (data) terlebih dahulu, serta jawaban yang diperoleh bukanlah kategori masalah yang rutin (tidak sekedar memindahkan/mentransformasi dari bentuk kalimat biasa kepada kalimat matematika).
Zuhri, (2016:14) mengungkapkan, salah satu langkah pemecahan masalah matematika yang terkenal adalah pemecahan masalah Polya. Menurut Polya, pemecahan masalah matematika terdiri dari empat langkah yaitu:
a) Memahami masalah (Understanding the Problem)
Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung Page 6 diketahui serta data yang tersedia dilihat apakah data tersebut mencukupi untuk menentukan apa yang ingin didapatkan.
b) Merencanakan pemecahan (Devising Plan)
Dalam menyusun rencana pemecahan masalah diperlukan kemampuan untuk melihat hubungan antara data serta kondisi apa yang tersedia dengan data apa yang diketahui atau dicari. Langkah selanjutnya yakni menyusun sebuah rencana pemecahan masalah dengan memperhatikan atau mengingat kembali pengalaman sebelumnya tentang masalah-masalah yang berhubungan. Tujuan langkah ini yakni siswa dapat membuat suatu model matematika untuk selanjutnya dapat diselesaikan dengan menggunakan aturan-aturan matematika yang ada.
c) Melakukan rencana (Carrying Out the Plan)
Rencana penyelesaian yang telah dibuat sebelumnya kemudian dilaksanakan secara cermat pada setiap langkah. Dalam melaksanakan rencana atau menyelesaikan model matematika yang telah dibuat pada langkah sebelumnya, siswa diharapkan memperhatikan prinsip-prinsip atau aturan-aturan pengerjaan yang ada untuk mendapatkan hasil penyelesaian model yang benar. Kesalahan jawaban model dapat mengakibatkan kesalahan dalam menjawab permasalahan soal, sehingga pengecekan pada setiap langkah penyelesaian harus selalu dilakukan untuk memastikan kebenaran jawaban model tersebut.
d) Melihat kembali (Looking Back)
Hasil penyelesaian yang didapat harus diperiksa kembali untuk memastikan apakah penyelesaian tersebut sesuai dengan yang diiginkan dalam soal. Jika hasil yang didapat tidak sesuai dengan yang diminta maka perlu pemeriksaan kembali atas setiap langkah yang telah dilakukan untuk mendapatkan hasil sesuai dengan masalahnya dan melihat kemungkinan lain yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan soal tersebut. Pemeriksaan tersebut diharapkan agar berbagai kesalahan yang tidak perlu dapat terkoreksi kembali sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai dengan soal yang diberikan.
Berdasarkan penjelasan di atas, tahapan pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada tahapan pemecahan masalah matematika sebagamana dikembangkan oleh Polya yakni mulai dari tahap memahami masalah, merencanakan pemecahan, membuat rencana dan melihat kembali.
Berpikir Analitis Dalam Pemecahan Masalah Matematika
Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung Page 7 matematika. Untuk mengungkap kemungkinan alur berbikir analitis siswa level kognitif tinggi dalam memecahkan masalah matematika diperlukan indikator yang merupakan gabungan indikator berpikir analitis dan indikator tahapan pemecahan masalah matematika model Polya sebagaimana pada Tabel 1. Adapun Alur Berpikir Analitis Dalam Pemecahan Masalahah Matematika Berdasarkan Tahapan Polya dinyatakan dalam Bagan 1 berikut.
Bagan 1
Alur Berpikir Analitis Dalam Pemecahan Masalahah Matematika Berdasarkan Tahapan Polya
Berdasarkan kemungkinan alur berpikir analitis siswa dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan tahapan Polya seabagaimana Bagan 1 di atas, maka perlu disajikan beberapa indikator berpikir analitis dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan tahapan Polya sebagaimana Tabel 2 berikut.
Tabel 2
Indikator Berpikir Analitis Dalam Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan Tahapan Polya
Tahapan Polya
Indikator Berpikir Analitis dalam Pemecahan Masalah Matematika Menyebutkan dengan lisan apa yang
diketahui
Menuliskan apa yang ditanyakan Menyebutkan dengan lisan apa yang
ditanyakan Mengorganisasi
(organizing)
Menuliskan apa yang diketahui dengan model matematika
Menuliskan apa yang ditanyakan dengan
Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung Page 8 Tahapan
Polya
Indikator Berpikir Analitis dalam Pemecahan Masalah Matematika
Menyatakan kembali masalah ke dalam bentuk atau model matematika kembali masalah ke dalam bentuk atau model matematika
Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung Page 9 mengacu pada model Miles dan Huberman meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan, (Sugiyono, 2016:335).
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Memahami Masalah
a) Subjek Level Kognitif Tinggi-1 (ST1)
ST1 dalam tahap memahami masalah, menuliskan apa yang diketahui dengan menggunakan simbol, serta dapat menyebutkan apa
yang diketahui, sebagaimana ungkapan “Jika memproduksi batu bata 2000 biji, maka biaya produksinya adalah Rp.1.450.000,- dan jika memproduksi 5000 biji, maka biaya produksinya adalah Rp.3.550.000,-”. ST1 mampu menyebutkan apa yang ditanyakan seperti yang
diungkapkan “Persamaan linear yang memodelkan masalah yakni jika memproduksi batu bata segini maka biaya produksinya segini” point a,
“Suruh menggambar grafik” point b, “Banyak batu bata yang dapat dibuat jika uang yang tersedia Rp.7.000.000,-” point c, tetapi ST1 tidak
menuliskan apa yang ditanyakan, “Saya biasa gak menulis apa yang ditanyakan di pekerjaan saya pak” dengan alasan “kebiasaan”. Subjek
ST1 juga mampu menjelaskan keterkaitan yang diketahui dengan yang
ditanyakan, sebagaimana ungkapan “Untuk mencari persamaan linear masalah tersebut” point a, “Grafik dengan persamaan linear perlu dua titik, jadi yang diketahui dimisalkan sebuah titik” point b, “Dari yang diketahui di buat persamaan habis itu subtitusi biaya produksi 7.000.000” point c.
b) Subjek Level Kognitif Tinggi-2 (ST2)
ST2 dalam tahap memahami masalah, menuliskan apa yang diketahui dengan menggunakan simbol, serta dapat menyebutkan apa
Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung Page 10 ST2 mampu menyebutkan apa yang ditanyakan seperti yang
diungkapkan “Persamaan linear yang memodelkan masalah banyak batu bata segini dan biaya produksinya” point a, “Suruh menggambar grafik”
point b, “Jika uang yang tersedia Rp.7.000.000,- berpa banyak batu bata yang dapat dibuat” point c, tetapi ST2 tidak menuliskan apa yang
ditanyakan, “Saya biasa gak menulis apa yang ditanyakan di pekerjaan saya pak” dengan alasan “Kelamaan dan juga menghemat waktu pengerjaan”. ST2 juga mampu menjelaskan keterkaitan yang diketahui
dengan yang ditanyakan, sebagaimana ungkapan “Untuk mencari persamaan linear masalah tersebu” point a, “Grafik dengan persamaan linear perlu dua titik, jadi yang diketahui dimisalkan sebuah titik” point
b, “Dari yang diketahui di buat persamaan habis itu subtitusi biaya produksi 7.000.000” point c.
c) Kemampuan Berpikir Analitis Siswa Level Kognitif Tinggi (LKT) Dalam Tahap Memahami Masalah
Siswa LKT menuliskan yang diketahui yang cenderung menggunakan pemodelan. Berarti Siswa LKT dalam tahap memahami masalah melakukan proses kognitif mengorgnisasi (organizing).
Siswa LKT tidak menuliskan yang ditanyakan tetapi mereka mampu menyebutkan secara lisan apa yang ditanyakan. Mereka
mengatakan “Kebiasan, dan untuk lebih cepat dalam proses pengerjaan”
yang artinya mereka menyembunyikan informasi yang pelu untuk disajikan. Menyembunyikan disini merupakan kemampuan berpikir yang lain. Siswa LKT juga mampu menjelaskan keterkaitan antara yang diketahui dengan yang ditanyakan
Siswa LKT dalam tahap memahami masalah cenderung merangkap (tidak memperinci) dan menyembunyikan informasi yang penting dengan dalih untuk lebih cepat dalam proses pengerjaan. (Nasution, 2003:11) mengatakan bahwa berpikir analitis berlangsung selangkah demi selangkah dan tiap langkah itu tegas dapat dijelaskan kepada orang lain. Jadi terdapat indikator berpikir analitis yang tidak tercapai oleh siswa LKT.
2. Merencanakan Penyelesaian
a) Subjek Level Kognitif Tinggi-1 (ST1)
Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung Page 11
seperti ungkapan subjek “Pertama saya misalkan batu bata yang diproduksi dengan simbol dan menyimbolkan biaya produksi batu bata dengan symbol . Selanjutnya saya misalkan maka
dan maka ”.
ST1 memilih konsep persamaan garis lurus dalam meyelesaikan masalah
dengan menggunakan strategi atau rumus
. ST1
mengatakan “Konsep persamaan garis lurus, karena yang ditanyakan di point a persamaan linear dan nanti point c juga membutuhkan persamaan ini”. ST1 menggunakan rumus
dengan alasan
“Lebih cepat dari pada rumus yang lain”. Untuk soal point b, ST1 menggunakan startegi dua titik (dari yang diketahui) untuk menggambar grafik.
Pada tahap merencanakan penyelesaian ST1 memilih konsep matematika (persamaan garis lurus) dalam menyelesaikan masalah matematika dengan melihat pemodelan yang telah dibuat. Selanjutnya, ST1 memilih strategi atau cara penyelesaian yang dirasa lebih mudah dan cepat dalam proses penyelesaian dibandingkan dengan strategi yang lain. b) Subjek Level Kognitif Tinggi-2 (ST2)
ST2 dalam tahap merencanakan penyelesaian, menyatakan kembali kembali masalah ke dalam bentuk atau model matematika,
Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung Page 12 ST2 memilih konsep persamaan garis lurus dalam meyelesaikan masalah.
ST2 mengatakan “Konsep persamaan garis lurus, karena yang ditanyakan di point a persamaan linear”. ST2 tidak menuliskan rumus
tetapi menyembunyikan rumus dan langsung mengerjakan soal, ST2
mengatakan “Mungkin saya lupa, tetapi lebih cepat kalau tidak ditulis, jadi dengan berpikir rumusnya terus langsung saya subtitusi”. ST2
menggunakan rumus
dengan alasan “Lebih mudah dan
saya lebih memahami”. Untuk soal point b, ST2 menggunakan startegi
dua titik (dari yang diketahui) untuk menggambar grafik. Untuk soal
point c, ST2 mengatakan “Dari persamaan yang didapat dari point a”
Pada tahap merencanakan penyelesaian ST2 memilih konsep matematika (persamaan garis lurus) dalam menyelesaikan masalah matematika dengan melihat pemodelan yang telah dibuat. Selanjutnya, ST2 memilih strategi atau cara penyelesaian yang dirasa lebih mudah dan cepat tetapi ST2 menyembunyikan rumus yang dipilih, tidak ditulis dalam pekerjaannya.
c) Kemampuan Berpikir Analitis Siswa LKT Dalam Tahap Merencanakan Penyelesaian
Siswa LKT menyatakan masalah ke dalam model matematika yang dirangkap dengan menyebutkan apa yang diketahui. Siswa LKT mampu memilih konsep matematika dalam menyelesiakan masalah matematika. Siswa LKT mampu memilih strategi penyelesaian, tetapi masing-masing siswa LKT berbeda dalam merencakan penyelesaian yaitu ST1 menuliskan rumus dalam pekerjaanya tetapi ST2 tidak menuliskannya dengan dalih sambil dipikirkan. Siswa LKT dapat menentukan strategi terbaik (menurutnya) dengan melihat solusi terbaik (lebih cepat). Senada dengan yang diungkapan Colin dalam (Marini, 2014) bahwa kemampuan berpikir analitis dapat ditinjau dari berpikir analitis dalam pemecahan masalah yaitu, memiliki banyak gagasan, menyingkirkan alternatif yang paling kurang efisien, menentukan pilihan (opsi) ideal dengan melihat solusi terbaik yang memenuhi kriteria yang ditetapkan.
Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung Page 13 Seperti yang diungkapkan Suharna dalam Lutfiananda (2016), bahwa siswa dengan kemampuan matematika berbeda juga mempunyai kemampuan menyelesaikan masalah matematika yang berbeda. Siswa
LKT mengatakan “Kalau pakai itu (pemisalan dan ) kan berarti hitung lagi dong pak, ada yang mudah kok cari yang sulit pak. hahahh”. Jadi Siswa LKT menggunakan kemampuan berpikir analitisnya dalam menggambar grafik.
3. Malakukan Rencana Penyelesaian
a) Subjek Level Kognitif Tinggi-1 (ST1) Point a
ST1 mampu menjelaskan penggunaan konsep dalam menyelesaikan masalah sebagaimana ungkapan “Mensubtitusi yang diketahui ke rumus persamaan garis lurus yang jika diketahui dua titik”. Kemudian
ST1mengggunakan strategi yang dipilihnya untuk menyelesaikan soal,
“Subtitusi ke rumus
, kemudaian disederhanakan, kali silang, dan
disederhanakan lagi didapat ”.
Point b
ST1 mampu menjelaskan penggunaan konsep dalam menyelesaikan masalah sebagaimana ungkapan “Grafik suatu garis lurus dapat dibuat minimal terdapat dua titik” Kemudian ST1 mengggunakan strategi yang dipilihnya untuk menyelesaikan soal, “Membuat diagram cartesius, menentukan posisi titik dan titik kemudian dibuat suatu garis”.
Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung Page 14 ST1 mampu menjelaskan penggunaan konsep dalam menyelesaikan masalah, sebagaimana ungkapan “Dari persamaan garis yang sudah didapat dari point a disubtitusikan nilai biaya produksi Rp.7.000.000”.
Kemudian ST1mengggunakan strategi yang dipilihnya untuk
menyelesaikan soal, “Dari persamaan yang di dapat dari point a dimana
, disubtitusikan didapat
dan dibulatkan ”
ST1 dalam tahap melakukan rencana penyelesaian, mampu menjelaskan penggunaan konsep dalam menyelesaikan masalah. ST1mampu menjelaskan keterkaitan konsep dengan yang ditanyakan,
seperti ungkapan “Untuk mencari jawaban”.
b) Subjek Level Kognitif Tinggi-2 (ST2) Point a
ST2 mampu menjelaskan penggunaan konsep dalam menyelesaikan masalah sebagaimana ungkapan “Mensubtitusi yang diketahui ke rumus persamaan garis lurus
”. Kemudian ST2 mengggunakan
strategi yang dipilihnya untuk menyelesaikan soal, “Subtitusi
, , ke rumus
Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung Page 15 ST2 mampu menjelaskan penggunaan konsep dalam menyelesaikan masalah sebagaimana ungkapan “Grafik garis lurus dapat dibuat minimal terdapat dua titik” Kemudian ST2 mengggunakan strategi yang
dipilihnya untuk menyelesaikan soal, “Membuat diagram cartesius, menentukan posisi titik dan titik kemudian ditarik garis”.
Point c
ST2 mampu menjelaskan penggunaan konsep dalam menyelesaikan masalah, sebagaimana ungkapan “Dari persamaan garis yang sudah didapat dari point a disubtitusikan nilai biaya produksi Rp.7.000.000”.
Kemudian ST2 mengggunakan strategi yang dipilihnya untuk
menyelesaikan soal, “Dari persamaan yang di dapat dari point a disubtitusikan didapat dan dibulatkan
”
ST2 dalam tahap melakukan rencana penyelesaian, mampu menjelaskan penggunaan konsep dalam menyelesaikan masalah. ST2 mampu menjelaskan keterkaitan konsep dengan yang ditanyakan, seperti
ungkapan “Untuk mencari jawaban”.
c) Kemampuan Berpikir Analitis Siswa LKT Dalam Melakukan Rencana Penyelesaian
Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung Page 16 kemampuan individu dalam mengklasifikasikan dan membedakan suatu permasalahan menjadi sub-sub masalah dan menentukan hubungan yang logis dari permasalahan yang terjadi.
Pada soal point c, siswa LKT mampu memperinci nilai . Hal ini sesuai dengan pendapat Hardy dalam (Marini, 2014) bahwa berpikir analitis adalah kemampuan berpikir siswa untuk menguraikan, memperinci.
Jika disubtitusikan ke maka seharunya
Tetapi mengingat bahwa merupakan banyak batu bata dan itu mengunakan satuan biji dalam bilangan bulat maka siswa LKT membulatkan menjadi . salah satu siswa LKT mengatakan “Kan adalah banyak batu bata pak masa batu bata pakai koma, hancur dong pak batu batanya hahaha” dengan candaan Siswa LKT menjawab.
Begitu banyak kemampuan berpikir analitis yang dapat diungkap dari point c. Selain yang sudah dipaparkan di atas, ada proses lain yang melibatkan kemampuan berpikir analitis, yaitu cara pembulatan. Jika akan dibulatkan menjadi bilangan bulat maka hasil pembulatan adalah , karena angka “5” dibelakang “,” dibulatkan ke atas satu digit.
Dalam kasus ini, pembulatan dilakukan kebawah karena uang yang tersedia hanya Rp.7.000.000,- jika dibulatkan ke atas maka uang akan lebih dari Rp.7.000.000,-. Salah satu siswa LKT mengatakan
“Kalau dibulatkan ke atas uangnya siapa yang dipakai pak? hahah”,
dengan candaan Siswa LKT menjawab. Berarti siswa LKT dalam melaksanakan rencana penyelesaian mampu mengaitkan hasil penyelesaian dengan yang ditanyakan.
4. Melihat Kembali Penyelesaian
a) Subjek Level Kognitif Tinggi-1(ST1)
Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung Page 17
“Subtitusi nilai ke maka nilai
begitu juga jika saya subtitusi nilai ke
maka nilai ” poit a, “Karena point b cuman ambil dari yang diketahui tanpa perhitungan jadi saya cek apakah benar posisi masing-masing titiknya” point b, “Jika saya subtitusi nilai ke
maka nilai . jika saya subtitusi nilai ke maka nilai
” point c.
b) Subjek Level Kognitif Tinggi-2 (ST2)
Dalam tahap melihat kembali penyelesaian, ST2 yakin dengan jawabanya dengan cara membuktikannya, sebagaimana ungkapan
“Subtitusi nilai ke maka nilai
begitu juga jika saya subtitusi nilai ke
maka nilai ” poit a, “Mengecek masing-masing titiknya” point b, “Jika saya subtitusi nilai ke
maka nilai . jika saya subtitusi nilai ke maka nilai
” point c.
c) Kemampuan Berpikir Analitis Siswa LKT Dalam Melihat Kembali Penyelesaian
Siswa LKT yakin dengan jawabannya masing-masing dengan membuktikan bahwa hasil penyelesaian sesuai dengan yang ditanyakan.
Hardy dalam (Marini, 2014) mangatakan, untuk dapat berpikir analitis diperlukan kemampuan berpikir logis dalam mengambil kesimpulan terhadap suatu situasi. Berpikir logis dapat diartikan sebagai kemampuan berpikir siswa untuk menarik kesimpulan yang sah menurut aturan logika dan dapat membuktikan bahwa kesimpulan itu benar.
Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung Page 18 Bagan 2
Alur Berpikir Analitis Dalam Pemecahan Masalahah Matematika Berdasarkan Tahapan Polya Subjek ST1
Bagan 3
Alur Berpikir Analitis Dalam Pemecahan Masalahah Matematika Berdasarkan Tahapan Polya Subjek ST2
Bagan 4
Alur Berpikir Analitis Siswa LKT
Dalam Pemecahan Masalahah Matematika Berdasarkan Tahapan Polya
Differentiating Organizing Attributing
Melaksanakan Rencana Penyelesaian Merencanakan
Penyelesaian
Melihat Kembali Penyelesaian Memahami
Masalah
Differentiating Organizing Attributing
Melaksanakan Rencana Penyelesaian Merencanakan
Penyelesaian
Melihat Kembali Penyelesaian Memahami
Masalah
Differentiating Organizing Attributing
Melaksanakan Rencana Penyelesaian Merencanakan
Penyelesaian
Melihat Kembali Penyelesaian Memahami
Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung Page 19 PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasa, maka diperoleh kesimpulan yang menunjukkan bahwa kemampuan berpikir siswa level kognitif tinggi (LKT) dalam pemecahan masalah matematika non-rutin berdasarkan tahapan polya di kelas XI MIPA-3 SMA Negeri 1 Ngunut Tulungagung yaitu 1) Memahami masalah: Membedakan (differentiating); menyebutkan secara lisan yang diketahui dan yang ditanyakan, Mengorganisasi (oganizing); menuliskan yang diketahui dengan model matematika, Memberikan Atribut (attributing); menjelaskan keterkaitan antara yang diketahui dengan yang ditanyakan. 2) Merencanakan penyelesaian: Mengorganisasi (oganizing); menyatakan masalah ke dalam model matematika, memilih konsep matematika dalam menyelesaikan masalah matematika, memilih strategi penyelesaian dari masalah matematika tetapi terdapat kemungkinan tidak menuliskannya di lembar pekerjaan, Memberikan Atribut (attributing); menjelaskan perlunya menyatakan kembali masalah ke dalam bentuk atau model matematika, mampu menjelaskan konsep yang dipilihnya, mampu menjelaskan strategi yang dipilihnya. 3) Melakukan rencana penyelesaian: Mengorganisasi (oganizing); menggunakan konsep matematika yang dipilih dalam menyelesaikan masalah matematika, menggunakan strategi yang dipilih dalam penyelesaian. Memberikan Atribut (attributing); menjelaskan bahwa hasil penyelesaian sesuai dengan yang ditanyakan. 4) Melihat kembali penyelesaian: Memberikan Atribut (attributing): membuktikan bahwa hasil penyelesaiannya benar, menarik kesimpulan dari hasil penyelesaian.
2. Saran
a) Hendaknya dalam proses pembelajaran guru dapat menggunakan soal-soal kemampuan berpikir analitis baik masalah rutin maupun non-rutin, karena kemampuan berpikir analitis sangat penting untuk tercapainya tujuan pembelajaran matematika dan dapat dimanfaatkan untuk mengetahui kemampuan berpikir siswa.
b) Hendaknya dalam proses pembelajaran, guru harus menekankan perlunya menuliskan yang diketahui, yang ditanyakan, dan rumus penyelesaiannya. c) Hendaknya siswa mengerjakan soal dengan tahap-tahapan yang benar,
memperinci langkah-langkah jangan tergesa-gesa dan terpacu terhadap waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Adjie, Nahrowi dan Maulana. 2006. Pemecahan Masalah Matematika. Bandung:
Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung Page 20 Anderson, Lorin W. 2015. “Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran dan Asesmen”. Translated by Agung Prihantoro. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Chaowakeeratipong. 2012. “The Model of Analytical Thinking Skill Training Process”, Research journal of Applied Sciences.
Klurik, S. dan J. A. Rudnick. 1995. The New Source Book for Teaching Reasoning adn Problem Solving in Elementary School. Boston: Temple University.
Ibrahim, dan Suparni. 2012. Pembelajaran Matematika Teori dan Aplikasinya.
Yogyakarta: SUKA-Press UIN Sunan Kalijaga.
Lutfiananda, dkk. 2016. Analisis Proses Berpikir Reflektif Siswa Dalam Memecahkan Masalah Matematika Non Rutin Di Kelas VII SMP Islamic International School Pesantren Sabilil Muttaqien (IIS PSM) Magetan Ditinjau DariKemampuan Awal. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta, Vol.4, No.9, hal 812-82, ISSN: 2339-1685.
Marini, Mr. 2014. Analisis Kemampuan Berpikir Analitis Siswa Dengan Gaya Belajar Tipe Investigatif Dalam Pemecahan Masalah Matematika .Universitas Jambi. Artikel Ilimiah.
Moleong, Lexy J.. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasution. 2003. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar.
Jakarta: PT Bumi Aksara
Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, Konsep Landasan, dan Implementasinya pada Kurklulum Tibkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.
Utomo, Fajar Budi. 2013. “Profil Proses Berpikir Siswa SMP Al Hikmah Surabaya dalam Pemecahan Masalah Geometri Ditinjau dari Perbedaan Gaya Belajar dan Gender”. Universitas Negeri Surabaya. Tesis.
Zuhri, Zainullah. 2016. “Analisis Koneksi Matematika Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Dibedakan dari Kecenderungan Gaya Berpikir”.
Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung Page 21
THE ANALYTICAL THINKING FLOW OF STUDENTS WITH
HIGH COGNITIVE LEVEL IN MATHEMATICAL PROBLEM
SOLVING
Syafiul Fuad, Muniri Jurusan Tadris Matematika
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung syafiulfuad@gmail.com dan muniri@iain-tulungagung.ac.id
ABSTRACT: