PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
\
Oleh: Kelompok 3 1. Asriati
2. Khairunnisa Hayani 3. Muh Taufiq Rachman 4. Vidya Suci Karuniawati
PROGRAM STUDI KIMIA ANALISIS POLITEKNIK AKA BOGOR
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT berkat Rahmat dan karunia-Nya makalah tentang “Pancasila Sebagai Sistem Filsafat” ini dapat diselesaikan dengan lancar.
Kami mengucapkan terima kasih kepada teman- teman yang terlibat dalam penulisan makalah ini dan tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini merupakan kajian beberapa aspek tentang pancasila sebagai filsafat.
Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan dan penyusunan makalah ini, kritik dan saran sangat kami harapkan demi kebaikan dimasa datang.
Bogor, 22 Mei 2016
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...1
DAFTAR ISI...2
BAB 1 PENDAHULUAN...3
A. Latar Belakang...3
B. Tujuan...3
BAB 2 LANDASAN TEORI...4
A. Pengertian Filsafat...4
B. Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem...7
1. Susunan Kesatuan Sila-Sila Pancasila yang Bersifat Organis...7
2. Susunan Pancasila Yang Bersifat Hierarkis dan Berbentuk Piramidal...8
B. Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-Sila Pancasila yang Saling Mengisi dan Saling Mengkualifikasi...11
C. Nilai-nilai Pancasila Berwujud dan Bersifat Filosofis...12
D. Nilai-nilai Pancasila Menjadi Dasar dan Arah Keseimbangan Antara Hak dan Kewajiban Asasi Manusia...13
BAB 3 STUDI KASUS...15
BAB 4 PEMBAHASAN...17
BAB 5 PENUTUP...22
A. Saran...22
B. Kesimpulan...22
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai sistem filsafat di Indonesia, tentu saja Pancasila memegang peranan yang sangat penting bagi paradigma dan arah hidup bangsa Indonesia baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam kehidupan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari- hari.
Pancasila sebagai filsafat negara indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan nilai- nilai yang terkandung didalamnya, bukan hanya sebagai nilai tertulis atau nilai simbolik semata, melainkan dijadikan sebagai acuan bentuk menjalankan proses kehidupan berbangsa dan bernegara.
B. Tujuan
Tujuan dari penulis makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian tentang filsafat.
2. Untuk mengetahui rumusan kesatuan sila-sila pancasila sebagai suatu sistem.
3. Untuk mengetahui nilai-nilai pancasila berwujud dan bersifat filosofis.
BAB 2 LANDASAN TEORI
A. Pengertian Filsafat
1. Pengertian Filsafat
Secara etimologis istilah ”filsafat“ atau dalam bahasa Inggrisnya
“philosophi” adalah berasal dari bahsa Yunani “philosophia” yang secara lazim diterjemahkan sebagai “cinta kearifan” kata philosophia tersebut berakar pada kata “philos” (pilia, cinta) dan “sophia”
(kearifan). Berdasarkan pengertian bahasa tersebut filsafat berarti cinta kearifan. Kata kearifan bisa juga berarti “wisdom” atau kebijaksanaan sehingga filsafat bisa juga berarti cinta kebijaksanaan. Berdasarkan makna kata tersebut maka mempelajari filsafat berarti merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang nantinya bisa menjadi konsep kebijakan hidup yang bermanfaat bagi peradaban manusia. Seorang ahli pikir disebut filosof, kata ini mula-mula dipakai oleh Herakleitos.
2. Pengertian Pancasila
Pancasila merupakan salah satu filsafat yang merupakan hasil dari pencerminan nilai nilai luhur dan budaya bangsa indonesia yang terkandung 5 isi di dalamnya, yaitu satu, ketuhanan yang maha esa, dua, kemanusiaan yang adil dan beradab, tiga, persatuan indonesia, keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebikjasanaan dan permusayawaratan, perwakilan, kelima, keadilan bagi seluruh rakyat indonesia.
3. Pengertian pancasila sebagai filsafat Indonesia
Republik Indonesia tahun II No. 7 bersama dengan UUD 1945. Pancasila dari bahasa Sanskerta yaitu “panca”(lima) dan “syila” (dasar). Pertama kali digunakan sebagai nama 5 Dasar Negara pada 1 juni 1945 oleh ir Soekarno.
Bangsa Indonesia sudah ada sejak zaman Sriwijaya dan zaman Majapahit dalam satu kesatuan. Namun, dengan datangnya bangsa-bangsa barat persatuan dan kesatuan itu dipecah oleh mereka dalam rangka menguasai daerah Indonesia yang kaya raya ini. pada awalnya perjuangan dilakukan secara perang, karena dengan cara tersebut gagal maka bangsa Indonesia menggunakan cara politik. Di awali dengan suatu badan yang diberi nama BPUPKI. Badan ini diresmikan tanggal 28 Mei 1945 oleh pemerintah Jepang.
Tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muhammad Yamin mengutarakan prinsip dasar Negar Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato membahas dasar negara. aDan pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkan undang-undang dasar yang diberi nama Undang-Undang Dasar 1945. Sekaligus dalam pembukaan Undang-Undang Dasar sila-sila Pancasila-sila ditetapkan. Jadi, Pancasila-sila sebagai filsafat bangsa Indonesia ditetapkan bersamaan dengan ditetapkannya Undang-Undang Dasar 1945, dan menjadi ideologi bangsa Indonesia. Arti Pancasila sebagai dasar filsafat negara adalah sama dan mutlak bagi seluruh tumpah darah Indonesia.
4. Fungsi Filsafat Pancasila
sekali antara tujuan disatu negara dengan negara lain. Bagi Indonesia secara fundamental tujuan itu ialah Pancasila dan sekaligus menjadi dasar berdirinya negara ini.
5. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pancasila merupakan suatu sistem filsafat. Dalam sistem itu masing-masing silanya saling kait mengkait merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Di dalam Pancasila tercakup filsafat hidup dan cita-cita luhur bangsa Indonesia tentang hubunagan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan lingkungannya. Menurut Driyakarya, Pancasila memperoleh dasarnya pada eksistensi manusia sebagai manusia, lepas dari keadaan hidupnya yang tertentu. Pancasila merupakan filsafat tentang kodrat manusia. Dalam pancasila tersimpul hal-hal yang asasi tentang manusia. Oleh karena itu pokok-pokok Pancasila bersifat universal.
6. Pandangan Integralistik dalam Filsafat Pancasila
dalam bentuk Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Kesadaran akan perbedaan dan kesamaan inilah yang menumbuhkan niat, kehendak (karsa dan Wollen) untuk selalu menuju kepada persatuan dan kesatuan bangsa atau yang lebih dikenal dengan wawasan “ bhineka tunggal ika “.
B. Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu filsafat. Pengertian sistem filsafat adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerja sama untuk tujuan tertentu secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Sistem lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Suatu kesatuan bagian-bagian.
2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri.
3. Saling berhubungan dan saling ketergantungan.
4. Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (tujuan sistem).
5. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.
Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila pancasila setiap sila pada hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, fungsi sendiri-sendiri namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematis.
1.
Susunan Kesatuan Sila-Sila Pancasila yang Bersifat Organismerupakan unsur (bagian yang mutlak) dari Pancasila. Maka Pancasila merupakan suatu kesatuan yang majemuk tunggal. Konsekwensinya setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari sila-sila lainnya serta diantara sila yang satu dengan sila yang lainnya tidak saling bertentangan.
Kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara filosofis bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia sebagai pendukung dari inti substansi manusia. Isi dari sila-sila Pancasila-sila yaitu hakikat manusia yang Mono pluralis yang memiliki unsur-unsur susunan kodrat jasmani dan rohani. Sifat kodrat yaitu sebagai makhluk sosial sekaligus makhluk individu dan kedudukan kodrat sebagai pribadi yang berdiri sendiri serta sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Unsur-unsur hakikat manusia tersebut merupakan suatu kesatuan yang bersifat organis dan harmonis. Setiap unsur memiliki fungsinya masing-masing dan saling berhubungan atau inter dependensi ketergantungan antara satu dengan yang lain. Oleh karena sila-sila Pancasila merupakan penjelmaan hakikat manusia Mono Pluralis yang merupakan kesatuan organis akan sila-sila Pancasila juga memiliki kesatuan yang bersifat organis pula.
2.
Susunan Pancasila Yang Bersifat Hierarkis dan Berbentuk PiramidalSusunan pancasila adalah hierarkis dan berbentuk piramidal. Pengertian matematis piramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarki sila-sila pancasila dalam urutan-urutan luas (kuantitas) dan juga dalam hal isi sifatnya (kualitas). Kalau dilihat dari intinya urutan-urutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian pengkhususan dari sila-sila di mukanya.
urutan-urutan itu di pandang sebagai tidak mutlak maka di antara satu sila dengan yang lainnya tidak ada hubungan dan sangkut pautnya, maka pancasila itu menjadi terpecah-pecah. Oleh karena itu tidak dapat di pergunakan sebagai asas kerohanian negara. Setiap sila dapat di artikan bermacam-macam maksud dan penafsirannya sehingga sama saja dengan tidak adanya pancasila.
Kesatuan sila-sila pancasila yang memiliki susunan hierarkis pyramidal ini maka sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebaiknya Ketuhanan Yang Maha Esa serta berkeadilan sosial sehingga didalam setiap sila senantiasa terkandung sila-sila lainnya. Secara ontologis hakikat sila-sila pancasila mendasarkan pada landasan sila-sila pancasila yaitu : Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil.
Berdasarkan hakikat yang terkandung dalam sila-sila pancasila dan pancasila sebagai dasar filsafat negara, maka segala hal yang berkaitan dengan sila dan hakikat negara harus sesuai dengan landasan sila-sila pancasila. Hal ini berarti hakikat dan inti sila-sila pancasila adalah sebagai berikut : sila pertama ketuhanan adalah sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat tuhan, sila kedua kemanusiaan adalah sifat-sifat dan keadaan negara yang harus sesuai dengan hakikat manusia, sila ketiga persatuan adalah sifat-sifat dan keadaan negara yang harus sesuai dengan hakikat satu, sila keempat kerakyatan sifat-sifat dan keadaan negara yang harus sesuai dengan hakikat rakyat, sila kelima keadilan adalah sifat-sifat dan keadaan negara yang harus sesuai dengan hakikat adil.
Maha Esa (sebagai sebab) (hakikat sila I dan II) yang membentuk persatuan mendirikan negara dan persatuan manusia dalam suatu wilayah disebut rakyat (hakikat sila III dan IV), yang ingin mewujudkan suatu tujuan bersama yaitu keadilan dalam suatu persekutuan hidup masyarakat negara (keadilan sosial) (hakikat sila V) demikianlah maka secara konsisten negara haruslah sesuai dengan hakikat pancasila.
1) Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan/perwakilan, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2) Sila Kedua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab adalah diliputi oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, meliputi dan menjiwai persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan/perwakilan, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3) Sila Ketiga : Persatuan Indonesia adalah diliputi dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, meliputi dan menjiwai sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan/perwakilan, serta keadilan sosial begi seluruh rakyat Indonesia.
4) Sila Keempat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan/perwakilan adalah diliputi dan dijiwai sila-sila Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, serta meliputi dan menjiwai sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, serta meliputi dan menjiwai sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan/perwakilan.
B.
Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-Sila Pancasila yang SalingMengisi dan Saling Mengkualifikasi
Kesatuan sila-sila pancasila yang majemuk tunggal, hierarkis
piramidal juga memiliki sifat saling mengisi dan saling mengkualifikasi.
Hal ini dimaksudkan bahwa dalam setiap sila terkandung nilai keempat
sila lainnya, atau dengan kata lain dalam setiap sila senantiasa dikualifikasi
oleh keempat sila lainnya. Adapun rumusan kesatuan sila-sila pancasila
yang saling mengisi dan saling mengkualifikasi tersebut adalah sebagai
berikut :
1) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpesatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2) Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, adalah berketuhanan yang maha esa, berpesatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3) Sila Persatuan Indonesia, adalah berketuhanan yang maha esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5) Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, adalah berketuhanan yang maha esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpesatuan Indonesia, dan berkerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat dalam permusyawaratan/perwakilan.
C. Nilai-nilai Pancasila Berwujud dan Bersifat Filosofis
Pendekatan filsafat Pancasila adalah ilmu pengetahuan yang mendalam tentang Pancasila. Untuk mendapatkan pengertian yang mendalam, kita harus mengetahui sila-sila Pancasila tersebut. Dari setiap sila, kita mencari intinya. Setelah kita mengetahui hakikat tersebut, selanjutnya kita mencari inti dan pokok-pokok yang terkandung di dalamnya, yaitu sebagai berikut :
1) Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu dijadikan sebagai tuntutan dan pegangan dalam mengatur sikap dan tingkah laku manusia Indonesia, dalam hubungannya dengan Tuhan, masyarakat, dan alam semesta.
2) Pancasila sebagai dasar negara berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu dijadikan dasar dan pedoman dalam mengatur tata kehidupan bernegara, seperti yang diatur oleh UUD 1945.
3) Filsafat Pancasila yang abstrak tercermin dalam Pembukaan UUD 1945, yang merupakan uraian terinci dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
5) Jiwa pancasila yang abstrak setelah tercetus menjadi Proklamsi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, tercermin dalam pokok-pokok yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
6) Berdasarkan penjelasan autentik, Undang-undang Dasar 1945
menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 pada pasal-pasalnya.
7) Kesatuan tafsir sila-sila Pancasila harus bersumber dan berdasarkan pada Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945.
8) Nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia yang belum tertampung dalam pembukaan dalam pembukaan UUD 1945 perlu diselidiki untuk memperkuat dan memperkaya nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD1945.
Pasal-pasal dalam Batang Tubuh UUD 1945 melahirkan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan dari jiwa Pancasila.
Secara filosofis, nilai Pancasila merupakan pandangan hidup yang diakui oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian, Pancasila dijadikan sebagai pedoman bertingkah laku dan berbuat dalam segala bidang kehidupan, yang meliputi bidang ekonomi, politik, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan.
D. Nilai-nilai Pancasila Menjadi Dasar dan Arah Keseimbangan
Antara Hak dan Kewajiban Asasi Manusia
1) Hubungan Vertikal
Hubungan vertikal adalah hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Kuasa,sebagai penjelmaan dari nilai-nilai ketuhanan YME. 2) Hubungan Horizontal
Hubungan horizontal adalah hubungan manusia dengan sesamanya baik dalam fungsinya sebagai warga masyarakat ,warga bangsa, dan warga Negara.
3) Hubungan Alamiah
Hubungan alamiah adalah hubungan manusia dengan alam sekitar yang meliputi hewan,tumbuh-tumbuhan ,dan alam dengan segala kekayaan.
Pancasila adalah suatu pandangan hidup atau ideology yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan masyarakat atau bangsanya, dan manusia dengan alam lingkungan.
BAB 3 STUDI KASUS
Kasus Pemerkosaan dan Pembunuhan Yuyun
JAKARTA, OKEZONE.COM - Koordinator Divisi Pelayanan Cahaya Perempuan Women's Crisis Center (WCC) Bengkulu, Desi Wahyuni, menceritakan kasus yang menimpa Yuyun (14).
Pemerkosaan terhadap siswi kelas VIII SMP di Kecamatan Padang Ulak Tanding (PUT), Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, ini bermula saat 14 tersangka pada Sabtu 2 April 2016, sekira pukul 11.31 WIB, berkumpul di rumah salah seorang tersangka berinisial DE dan meminum tuak.
Kemudian sekira pukul 12.31 WIB, dalam keadaan mabuk, ke-14 tersangka keluar dari rumah dan duduk di tepi jalan perkebunan karet di Desa Kasie Kasubun, Kecamatan Padang Ulak Tanding (PUT).
Selanjutnya, kata Desi, sekira pukul 13.31 WIB, para pelaku yang sedang
alas meja dan bendera merah putih untuk dicuci persiapan upacara bendera hari Senin.
''Jarak dari sekolah ke rumah korban berjarak kurang lebih 1 kilometer dan melintas jalan atau sawangan kebun karet,'' kata Desi, Rabu (4/5/2016).
Hasil penelusuran Tim Cahaya Perempuan di lapangan, lanjut Desi, para pelaku yang melihat Yuyun langsung mencegat dan menyekapnya.
Kepala Yuyun diduga dipukul menggunakan kayu, kaki dan tangannya diikat, kemudian lehernya dicekik. Lalu secara bergiliran pelaku memerkosa Yuyun.
Bahkan, kata Desi, ada pelaku yang diduga mengulangi perbuatannya dua hingga tiga kali. Tidak sampai di situ, jelasnya, hasil tim di lapangan pelaku kemudian memukuli korban, mengikat, dan membuang tubuh korban ke jurang sekira beberapa meter.
BAB 4 PEMBAHASAN
1. Analisis Kasus
Kematian Yuyun yang menggemparkan publik, karena kematianya dilakukan oleh 14 orang, dan 7 orang merupakan anak di bawah umur.
Penyebab kematian Yuyun :
1) Motif meminum minuman keras
Minuman keras dapat mempengaruhi kinerja otak, timbul perasaan yang membuat peminumnya seolah-olah merasa hebat sampai rasa malupun akan hilang dengan sendirinya. Pikiran mereka akan ditumbuhi banyak halusinasi yang mengarah ke arah negatif. Dapat diasumsikan, bahwa minuman keras merupakan induk dari segala kejahatan dan selalu mengancam kelompok paling rentan, dan yang peling rentan itu adalah anak-anak
2) Motif menonton film dewasa
Pornografi membuat cara berpikir seseorang menjadi penuh dengan seks semata. Pikiran seks akan menguasai alam bawah sadar mereka. Gambar berbau seks akan melekat pada otak mereka, sehingga dapat dengan mudah, pornografi memperbudak orang akan nafsunya dan membuka pintu terhadap segala jenis kejahatan seperti kemarahan, penyiksaaan, dan kekerasan.
Keberlangsungan suatu bangsa ada di tangan anak-anak mudanya. Sehingga selayaknya anak sebagai aset bangsa harus dijaga dari kerusakan mental, moral maupun dari tindakan kekerasan lainnya. Ketika tiba waktunya, maka roda pemerintahan negara akan menjadi tanggung jawab generasi mereka di tahun-tahun mendatang.
menyadari bahwa anak harus mendapatkan jaminan perlindungan terbaik dari pemerintah.
Kisah tragis yang menimpa gadis belia berusia 13 tahun sungguh mengiris hati. Siapa pun yang memiliki hati nurani tidak mungkin tidak mengutuk perbuatan ke-14 pelaku pemerkosaan dan pembunuhan terhadap Yuyun.
Berkaca dari kisah Yuyun ini, rasanya tak hanya Yuyun yang telah diperkosa dan dibunuh, namun hati dan nurani kemanusiaan kita juga telah turut diperkosa dan dibunuh. Gambaran realitas masyarakat yang masih mampu dapat memberikan perlindungan terhadap perempuan.
Kasus ini telah mengundang simpati publik bahkan sampai Presiden dan pejabat lainnya. Para aktivis hak-hak anak dan perempuan ada juga yang menyerukan agar para pelaku dikenakan hukuman mati atau setidak-tidaknya dilakukan pengebirian terhadap para pelaku. Hal tersebut bentuk kegeraman publik atas perlakuan tidak manusiawi yang telah dilakukan oleh para pelaku terhadap si korban.
Dalam kasus ini setidak-tidaknya terdapat 2 tindak pidana yang terjadi, yang pertama adalah pemerkosaan dan pembunuhan sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Pasal 285 KUHP tentang Pemerkosaan dan Pasasl 338 KUHP tentang Pembunuhan.
Mengingat Yuyun adalah anak di bawah umur, tentunya berdasarkan Lex Specialis Derogat Legi Generali (Hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang umum), maka tentunya yang dikenakan adalah Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 jo Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak).
(lima belas) tahun penjara dan dengan pidana denda Rp. 3.000.0000.000,-(tiga miliar rupiah) untuk Pasal 76C jo Pasal 80 ayat (3) serta pidana denda Rp. 5.000.0000.0000,- (lima miliar) untuk Pasal 76D jo Pasal 81 ayat (1).
Hukuman mati atau kebiri
Di tengah desakan pengenaan pidana mati atau kebiri terhadap para pelaku, menurut pendapat penulis, berdasarkan ketentuan hukum positif yang berlaku saat ini, kedua bentuk hukuman tersebut belum dapat dikenakan.
Adapun dasar pemikiran penulis adalah mengingat perbuatan yang dilakukan oleh para pelaku adalah spontan, yang artinya tidak dilakukan melalui perencanaan terlebih dahulu. Meskipun perbuatan biadab mereka tersebut berujung pada hilangnya nyawa Yuyun, bukan berarti mereka dapat dikategorikan telah melakukan pembunuhan berencana sebagaiman dimaksud dalam ketentuan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang selengkapnya berbunyi, “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama 20 tahun.”
Kalimat “dengan direncanakan terlebih dahulu” digaris, karena menurut kronologis yang dilansir oleh berbagai media, bahwa pemerkosaan itu terjadi saat para pelaku sedang pesta miras dan kebetulan korban lewat dari tempat tersebut. Sehingga menurut pendapat penulis, unsur perencanaannya tidak ada. Kecuali dalam pengembangan selanjutnya ternyata ditemukan fakta adanya perencanaan terlebih dahulu untuk mengincar si korban, maka ketentuan Pasal 340 KUHP ini sangat mungkin diterapkan.
Demikian juga untuk pidana penjara, terhadap kedua orang anak ini akan dikurangi ½ dari ancaman pidana maksimal, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 79 ayat (2) UU SPPA.
Demikian pula terhadap penerapan hukuman kebiri terhadap para pelaku. Harus kita pahami bahwa hukum kebiri belum diakomodir dalam sistem hukum kita. Sehingga bertolak pada asas Legalitas, maka hukuman ini tentu belum dapat dikenakan.
Asas legalitas
Keadilan dunia tentu tidak bisa diukur, bahkan oleh hakim sekalipun. Hukum positif lebih bersifat mengakomodir rasa keadilan yang terbatas (atau sebagian) dan kepastian hukum semata. Sebab keadilan setiap orang jelas-jelas berbeda. Contohnya, keadilan bagi korban tindak pidana tentu tidak dapat dipersamakan dengan keadilan bagi pelaku.
Jika dibandingkan dengan nyawa si korban, penjara 15 tahun atau denda miliaran rupiah, tentu tidak sebanding, karena nyawa tidak bisa diukur dengan uang maupun tindakan lainnya. Namun hukum mencoba mengakomodir berbagai bentuk pembalasan, berupa pemidanaan terhadap setiap perbuatan pidana yang terjadi.
Sehingga seringkali kita mendengar masyarakat mengatakan “coba bayangkan jika itu terjadi kepada diri mu atau keluarga mu.” Tentu saja kita tidak pernah berharap maupun bermimpi menjadi korban tindak pidana. Namun kita tidak boleh mengukur keadilan itu berdasarkan logika dan perasaan kita sendiri.
Atas kasus yang menimpa Yuyun ini, berdasarkan ketentuan hukum, besaran pidana yang dapat dijatuhkan paling lama 15 tahun, atau mungkin sampai 20 tahun jika di concursus kan dengan ditambahkan 1/3 dari ancaman tertinggi.
untuk pengenaan pidana mati maupun hukuman kebiri harus dilakukan kepada para pelaku, penulis menganggap hal tersebut akan menjadi penyerobotan terhadap asas legalitas dan hukum positif di Indonesia. Meskipun rasa keadilan kita memaksa agar kedua jenis hukuman ini diterapkan kepada para pelaku. Jadi sejauh ini, menurut hemat penulis, masyarakat hanya dapat meminta agar pengawalan terhadap proses hukum kasus ini dilakukan dengan konsekuen sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.
2. Pelanggaran Terhadap Nilai Pancasila
BAB 5 PENUTUP
A. Saran
Para pelaku merupakan kegagalan fungsi di dalam keluarga maupun di dalam sekolah. Di lihat dari rusaknya moral serta perilaku akan kebiasaan tentang mabuk-mabukan dan menonton film dewasa. Sebagai orang tua tidak hanya memberi materi untuk anak – anaknya tapi juga memberikan pembekalan ilmu agama. Karena orang tua mempunyai kewajiban memelihara bukan hanya membesarkan anak – anak mereka tapi tanggung jawab mendidik supaya paham. Selain itu, penanaman nilai – nilai pancasila sangatlah perlu, dengan ditanamkan nilai – nilai pancasila maka seseorang akan terarah hidupnya baik jasmani maupun rohani. Karena, nilai – nilai pancasila sudah mencangkup semua aspek kehidupan. Dengan menanamkan nilai pancasila sejak dini maka seseorang akan terhindar dari sifat – sifat yang buruk. Selain dalam keluarga, pihak sekolah juga sangat penting. Penanaman nilai – nilai pancasila di lingkungan sekolah bisa melalui pembelajaran Pkn. Pembelajaran Pkn saja belum cukup, pihak sekolah harus memastikan perilaku – perilaku para siswa apakah para siswa tersebut sudah menerapkan nilai – nilai pancasila dengan benar. Sehingga, jika hal – hal diatas diterapkan oleh pihak sekolah, maka para siswa akan menjadi makhluk yang baik. Penerapan nilai pancasila juga penting dilakukan di lingkungan masyarakat, jika nilai – nilai tersebut diterapkan disemua lingkungan maka tidak akan terjadi masalah maupun kasus seperti diatas.
B. Kesimpulan
Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan
mendalami mengenai Ketuhanan, alam semesta, dan manusia sehingga
dicapai akal manusia serta menempatkan sikap manusia yang seharusnya
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, dkk. 2014. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat. Riau: Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim.
Kaelan,MS.DR,2004, Pendidikan Pancasila,edisi 8, penerbit paradigma,
Yogyakarta.
Soemasdi Hartati, 1992, Pendidikan tentang filsafat pancasila, Andi offset,
Yogyakarta
Wrewksohardjo Prof.Drs.Sunarjo, 2000, Ilmu Pancasila yuridis kenegaraan ilmu