4. Pemahaman bahwa hidup di dunia ini adalah ujian/cobaan
Orang Islam yang benar-benar beriman memahami bahwa romatika kehidupan dunia ini antara khairan (suasana yang menyenangkan, kecantikan, kekayaan, kesehatan) dan yusran (suasana yang tidak menyenangkan, musibah, miskin) Allah berfirman dalam Q. S Al-Insyiroh ayat 5 :
“Maka sesungguhnya beserta kesulitan itu kemudahan”.
5. Pemahaman tentang potensi rohaniyah dirinya dan kiat-kiat pengelolaannya. Manusia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk berakhlak baik (taqwa)/buruk (fujur). Potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait dengan naluri, seperti makan minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Untuk mengendalikan diri, manusia harus mengembangkan potensi taqwa dengan cara pendidikan agama dari sejak usia dini. Bila nilai-nilai agama sudah terinternalisasi dalam diri seseorang, maka dia akan mampu mengembangkan dirinya
.
6. Kesadaran untuk mengendalikan diri (self control)
Dengan menganut agama Islam, seorang akan memiliki kesadaran untuk self control dari perbuatan yang diharamkan. Karena dalam salah satu ayat disebutkan “dan bagi setiap orang yang mampu mengendalikan dirinya dari dorongan hawa nafsu maka syurgalah tempat kembalinya.
7. Komitmen yang kuat untuk mewujudkan kesejahteraan umat manusia
Salah satu hadist menyatakan “sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi orang lain”.
Dan Al-Qur’an Q. S Al-Anbiyya 107:
“Dan tidaklah kami mengutus engkau kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam”.
8. Memilik ketenangan batin
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Allah Tuhan kami kemudian mereka beristiqomah, maka turun kepada mereka malaikat (seraya berkata) janganlah engkau takut (cemas) dan bersedih hati (frustasi) dan bergembiralah dengan syurga yang kepadamu dijanjikan”.
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Jiwa Beragama 1. Faktor Internal
a) Fitrah Manusia dan God Spot Fitrah Manusia
Perbedaan hakiki antara manusia dan hewan adalah bahwa manusia memiliki fitrah (potensi ) beragama. Setiapa manusia yang lahir ke dunia ini, baik yang masih primitif (bersahaja) maupun yang modern, baik yang lahir di negara komunis maupun beragama, baik yang lahir dari orang tua yang shalih maupun yang jahat, sejak Nabi Adam sampai akhir zaman, menurut fitrahnya mempunyai potensi beragama, keimanan kepada Tuhan, atau percaya terhadap suatu dzat yang mempunyai kekuatan yang menguasai dirinya atau alam dimana dia hidup.
Dalam perkembangannya, fitrah beragama ini ada yang berjalan secara alamiah dan ada yang mendapat bimbingan dari agama, sehingga fitrahnya itu berkembang secara benar sesuai dengan kehendak Allah Swt.
Keyakinan bahwa manusia memunyai fitrah beragama merujuk kepada firman Allah, sebagai berikut :
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami
menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", (Al-A’raf:172)
30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[1168],
[1168] Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan. (Ar-Rum : 30)
8. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
9. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
perbuatan zina, mencuri, berjudi, meminum minumam keras, dan mendzolimi orang lain. Sedangkan “taqwa” merupakan potensi yang mendorong individu untuk melakukan perbuatan yang baik(selaras dengan nilai-nilai agama),seperti teraktualisasikan dalam perbuatan:taat beribadah, menjalin persaudaraan, menolong orang lain, thalabul ilmi, dan sebagainya.
God Spot
Sekumpulan saintis pakar saraf dari Universiti California di San Digo yang diketuai oleh Dr. Vilayanur Ramachandaran telah berjaya menemui satu saraf kecil di dalam otak manusia yang mampu bertindak balas terhadap aspek agama dan ketuhanan. Saraf tersebut akan menjadi lebih utuh sekiranya dirangsang untuk terus mengingati Tuhan. Penyelidikan ini dikenali sebagai ‘god spot’ atau ‘god module’.
Tidak dinafikan bahawa dunia melihat penemuan ini sebagai sesuatu yang menakjubkan. Apapun, adalah tidak menghairankan jika fungsi saraf ini telah ditemui. Terbukti Tuhan telah menciptakan manusia dengan kemampuan fizikal (saraf) untuk kita sentiasa ingat dan tunduk pada-Nya. Bahkan di dalam kitab suci Al-Quran sendiri, Allah SWT pernah berfirman
53. Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?
b) Intelektual (Kecerdasan)
spiritual (Spiritual Quotient). Jadi dengan tergabungnya ketiga tiga kecerdasan ini, manusia akan menjadi lebih sempurna dan terpuji.
umat Islam dipandu oleh wahyu dan Al-Quran adalah panduan sepanjang hayat. Jadi apabila adanya kajian saintifik yang berjaya membenarkan isi-isi Al-Quran ini, sebagai umat Islam kita wajar untuk bersyukur dan meningkatkan lagi keimanan diri.
Allah SWT juga menegaskan dalam surat Ath-Thalaq : 12
12. Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. perintah Allah Berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.
Di dalam surat ini dijelaskan bahwa Allah menciptakan tujuh langit dan bumi, adalah karena dia hendak memerintahkan manusia untuk mempelajarinya hingga dari ciptaannya itu manusia bisa mengenal tuhannya.
Manusia disini disebut sebagai Uli Al-bab yaitu orang yang berakal sempurna.
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.
Uli Al-bab dalam ayat ini adalah bahwa mereka orang-oranng yang karena aktivitas akalnya yang intens dalam memikirkan ayat-ayat membuat mereka senantiasa mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau sambil berbaring.
tetapi pengisian nilai mereka adalah sifar. Mereka hanya mengejar material yang ada, misalnya uang, harta, pangkat, kekayaan dan kesenangan hidup. Mereka ini hidup bertunjangkan kepada nilai duniawi semata. Seharusnya ia perlulah digabungkan dengan kecerdasan emosi (EQ). Kecerdasan emosi akan membantu orang itu untuk melahirkan rasa gembira, suka, prihatin, marah, sedih, bertangungjawab, bertimbang rasa dan banyak lagi yang ada di dalam dirinya. Apabila ini terjadi, barulah orang itu boleh dianggap mempunyai 'nilai'. Namun begitu, kedua-dua nilai ini ternyata belum cukup untuk melahirkan peribadi yang menuju kesempurnaan.
Oleh karene itu, apabila kedua-dua nilai ini digabungkan dengan nilai spiritual, orang itu akan menjadi lebih sempurna. Kecerdasan spiritual membantu manusia mengeluarkan potensi diri dari sudut terdalam yang ada pada diri mereka (self conscience). Hasilnya, orang yang kuat akan membantu orang yang lemah, yang kaya akan membantu yang miskin dan yang lebih akan membantu yang kurang. Begitulah seterusnya. Ringkasnya, naluri kemanusiaan ini akan terdidik pada landasan yang dikehendaki oleh agama.
c) Kesehatan
Kesehatan adalah anugerah terbesar dari Allah SWT, kita wajib mensyukuri dan menjaganya. Karena dengan kita menjaga tubuh kita tetap sehat kita bisa melakukan aktifitas apapun yang kita inginkan dan kita bisa bersyukur dengan cara beribadah kepada-Nya.
Tetapi dalam kenyataanya sering terjadi orang tidak mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan. Apabila dikemudian hari kita diuji oleh Allah dengan adanya sakit, otomatis kesehatan kita pun menurun, dan kesempatan untuk beribadah kepada Allah menjadi terhalang, sehingga kita tidak dapat mensyukuri nikmat-nya. Barulah kita sadar setelah kita mengalami ujian bahwa bersyukur atas nikmat-Nya sangat penting.
2. Faktor External
Fitrah beragama (taqwa) merupakan potensi yang mempunyai kecenderungan untuk berkembang. Namun, perkembangan itu tidak akan terjadi manakala tidak ada factor luar (eksternal) yang memberikan pendidikan (bimbingan, pengajaran, dan latihan) yang memungkinkan fitrah itu berkembang dengan sebaik-baiknya. Fator itu tiada lain adalah lingkungn dimana individu (anak) itu hidup, yaitu keluarga, sekolah (kelembagaan), dan masyarakat.
a. Keluarga
Kerukunan Keluarga
Keluarga sakinah mawadah warahmah adalah dambaan setiap orang, karena dengannya akan tercipta kerukunan, kedamaian, dan harmonisan. Tetapi tidak setiap orang bisa hidup seperti itu. Pasti ada saja masalah yang perlu dihadapi dalam setiap hubungan rumah tangga, dan masalah itu bisa terpecahkan tergantung bagaimana kita menghadapinya. Apabila kita tenang, dan bisa menyerahkan diri kepada Allah insyaallah semuanya akan berjalan dengan lancar.
Realita sekarang ini banyak orang yang memiliki masalah dia bukannya mendekati sang maha pencipta tapi dia malah berpaling darinya dan melakukan hal-hal yang dilarang oleh-Nya. Hal tersebut bukannya memberikan jalan yang terbaik, tetapi malah membuat masalah menjadi semakin rumit.
Misalnya seseorang anak yang memiliki keluarga broken home dia terjerumus kedalam minum-minuman keras dan narkoba untuk meluapakan masalah yang sedang dihadapinya namun pada kenyataanya hal itu bukan membereskan masalah malah merusak dirinya sendiri terutama moral dan tubuh si anak.
Oleh karena itu dalam menghadapi masalah kita harus bersabar, dan mendekatkan diri kepada Allah supaya terhindar dari hal-hal yang buruk seperti contoh diatas.
Juga dalam keluarga, orang tua sangat berperan sekali dalam membimbing anaknya untuk membentuk kepribadian yang baik, yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Karena baik buruknya prilaku seorang anak tergantung didikan orang tua.
Disini terlihat adanya 2 aspek yang kontradiktif . Disatu pihak bayi atau anak yang baru lahir berada dalam kondisi tanpa daya, sedanngkan di pihak lain anak memiliki kemampuan untuk berkembang (eksploratif) . Tetapi, menurut Walter Houston Clark, perkembangan bayi atau anak tak mungkin dapat berlangsung secara normal tanpa adanya intervensi dari luar, walaupun secara alami ia memiliki potensi bawaan. Seandainya bayi atau anak dalam pertumbuhan dan perkembangannya hanya diharapkan menjadi manusia normal sekalipun, maka ia masih memerlukan berbagai persyaratan tertentu serta pemeliharaan yang berkesinambungan (W.H.Clark, 1964:2). Pendapat ini menunjukan bahwa tanpa bimbingan dan pengawasan yang teratur, anak akan kehilangan kemampuan untuk bberkembang secara normal, walaupun ia memiliki potensi untuk bertumbuh dan berkembang serta potensi-potensi lainnya.
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak dan pendidiknya adalah kedua orang tua. Orang tua (bapak/ibu ) adalah pendidik kodrati. Mereka mendidik bagi anak-anak mereka karena secara kodrat ibu dan bapak diberikan anugerah oleh Allah SWT berupa naluri orang tua. Karena naluri inilah timbul rasa kasih sayang orang tua kepada anak-anak mereka, hingga secara moral keduanya merasa terbeban tanggung jawab untuk memelihara, mengawasi, melindungi, serta membimbing keturunan mereka.
Pendidikan keluarga merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan jiwa keagamaan . Perkembangan agama menurut W.H.Clark, berjalin unsur-unsur kejiwaan sehingga sulit untuk diidentifikasi secara jelas, karena masalah yang menyangkut kejiwaan, manusia demikian rumit dan kompleksnya. Namun demikian, melalui fungsi-fungsi jiwa yang masih sangat sederhana tersebut, agama terjalin dan terlibat di dalamnya. Melalui jalinan unsur-unsur dan tenaga kejiwaan ini pulalah agama itu berkembang.
jika Rosul SAW menekankan tanggung jawab itu pada kedua orang tua sebagai mana disabdakan dalam hadist beliau “Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orangtuanyalah anak itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi”. Dan dalam Al-Qur’an Allah SWT menerangkan bahwa orang tua mempunyai kewajiban untuk memberikan pendidikan agama keapada anak-anaknya dalam upaya menyelamatkan mereka dari siksa api neraka, sesuai dengan Qs. At Tahrim:6
6. Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Salah seorang psikolog bernama Hurlock berpendapat bahwa keluarga merupakan “Training Centre” bagi penanaman nilai-nilai, termasuk juga nilai-nilai agama. Pendapat ini menunjukkan bahwa kelurga mempunyai peran sebagai pusat pendidikan bagi anak untuk memperoleh pemahaman tentang nilai-nilai (tata karma, sopan santun, atau ajaran agama) dan kemapuan untuk mengamalkan atau menerapannya dalam kehidupan sehari-hari, baik secara personal maupun social kemasyarakatan.
keadaan emosi atau sikap orang tua (terutama ibu) pada masa merekaberada dalam kandungan.
Upaya orang tua dalam pengembangan jiwa beragama anak pada masa kandungan dilakukan secara tidak langsung, karena kegiatannya bersifat pengembangan sikap, kebiasaan, dan perilaku-perilaku keagamaan pada diri orang tua itu sendiri.
Upaya-upaya yang seyogyanya dilakukan orang tua khususnya ibu pada masa anak dalam kandungan itu diantaranya sebagai berikut :
a. Membaca doa pada saat berhubungan seksual sebadan suami-isteri
b. Meningkatkan kualitas ibadah shalat wajib dan sunat. c. Melaksanakan shalat sunnat tahajjud.
d. Mentadarrus Al-Qur’an sampai khatam dan empelajari tafsirnya.
e. Memperbanyak dzikir kepada Allah
f. Memanjatkan doa kepada allah yang terkait dengan permohonan untuk memperoleh keturunan yang shalih. g. Memperbanyak shodaqoh kepada fakir miskin atau yatim
piatu.
h. Menjauhkan diri dari makan atau minuman yang diharamkan Allah
i. Memelihara diri dari ucapan atau perbuatan yang diharamkan Allah.
Adapun upaya-upaya yang seyogyanya dilakukan orang tua setelah anak lahir diantaranya sebagai berikut :
a. Pada saat anak berusia 7 hari, lakukanlah aqiqah, sebagai sunnah Rosululloh SAW.
b. Orang tua hendaklah mendidika anak tentanng ajaran agama
c. Orang tua hendaknya memelihara hubungan yang harmonis antar anggoat keluarga.
d. Orang tua seyogyanya memiliki kepribadian yang baik dan berakhlakul karimah.
e. Orang tua hendaknya memperlakukan anak dengan cara yang baik.
Ekonomi keluarga
Berbicara masalah ekonomi, manusia tidak akan ada puasnya. namun hal itu tidak bisa dipungkiri karena ekonomi sangat menunjang untuk kelanjutan hidup seseorang. Tidak lepas dari ini juga bahwa salah satu faktor penting dalam keluarga yang menyangkut kehidupan adalah ekonomi. Faktor ekonomi keluarga berpangaruh terhadap jiwa beragama seseorang, misalkan ketika seseorang menyadari dirinya tidak sesuai dengan orang lain sering kali terbersit dalam dirinya rasa iri hati tanpa dia sendiri sadari oleh akal sehatnya. Sehingga orang tersebut berani melakukan hal yang tidak sepantasnya dilakukan menurut hukum dan agama ia lakukan. Misalnya: maling, menipuan, korupsi dsb.
Jadi disini keluarga sangat berperan penting dalam hal tersebut, karena kalau kelauarga tidak membimbingnya ke jalan yang benar bisa saja ia mengikuti hawa nafsunya dan terjerumus kejalan yang sesat.
b. Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yangmempunyai program sistemik dalam melaksakan bimbingan, pengajaran, dan latihan kepada anak (siswa) agar mereka berkembang sesuai dengan potensinya secara optimal, baik menyangkut aspek fisik, psikis (intelektual dan emosional), social, maupun moral spiritual.
Menurut Hurlock (1959) sekolah mempunyai pengaruh sangat besar terhadap kepribadian anak, karean sekolah merupakan substitusi dari keluarga, dan guru substitusi dari orang tua.
laku anaknya akan memasukan anak- anak mereka ke sekolah agam dengan harapan secara kelembagaan skolah tersebut dapat memberikan pengaruh dalam membentuk kepribadian anak-anak tersebut.
Pendidikan agama di lembaga pendidikan bagaimanapun akan memberi pengaruh bagi pembentukan jiwa keagamaan kepada anak. Namun demikian, besar kecilnya pengaruh tersebaut sangat tergantung pada berbagai faktor yang dapat memotivasi anak untuk memahami nilai-nilai agama. Sebab, pendidikan agama pada hakikatnya merupakan pendidikan nilai. Oleh karena itu, pendidikan agama lebih dititik beratkan pada bagaimana membentuk kebiasaan yang selaras dengan tuntunan agama.
Guru
Mengenai peranan guru (pendidik) dalam pendidikan akhlak anak, Imam Al-Ghazali mengemukakan bahwa penyembuhan badan memerlukan seorang dokter yang tahu tentang tabiat badan serta macam-macam penyakitnya dan cara-cara penyembuhannya. Demikian pula halnya dengan penyembuhan jiwa dan akhlak. Keduanya membutuhkan guru (pendidik) yang tahu tentang tabiat dan kekurangan jiwa manusia serta tentang cara memperbaiki dan mendidiknya. Kebodohan dokter akan merusak kesehatan orang sakit. Begitu juga kebodohan guru akan merusak akhlak muridnya.
Dalam kaitannya dengan upaya mengembangkan fitrah Bergama anak atau siswa, sekolah mempunyai peranan yang sangat penting . Peranan ini terkait dengan upaya mengembangkan pemahaman, pembiasaan, mengamalkan ibadah atau akhlak yang mulia serta sikap apresiatif terhadap ajaran atau hukm-hukum agama. Upaya-upaya itu adalah sebagai berikut:
a. Dalam mengajar, guru agama hendaknya menggunakan pendekatan (metode) yang bervariasi seperti ceramah, tanya jawab, diskusi, demonterasi, dan qishah. Sehingga anak tidak mersa jenuh ntuk mengikutinya..
c. Guru agama hendaknya memberikan penjelasan kepada siswa, bahwa semua ibadah ritual (mahdhoh) akan memberikan makan yang lebih tinggi di hadapan Allah SWT, apabila nilai-nilai yang terkandung dalam setiap ibadah tersebut direfleksukan dalam kehidupan sehari-hari.
d. Guru agama hendaknya memiliki kepribadian yang mantap (akhlak mulia), seperti jujur, bertanggung jawab, komitmen terhadap tugas, disiplin dalam bekerja, kreatif, damn respek terhadap siswa.
e. Guru agama hendaknya menguasai bidang study yang diajarkannya secara memadai, minimal maetri-materi yang terkandung dalam kurikulum.
f. Guru agama hendaknya memahami ilu-ilmu lain yang relevan atau yang menunjang kemampuannya dalam mengelola proses belajar mengajar, seperti psikologi pendidikan, bimbingan konseling, metodologi pengajaran, administrasi pendidikan, dan lain-lain.
g. Pimpinan sekolah, guru-guru, dan pihak sekolah lainnya hendaknya memberikan contoh tauladan yang baik dalam mengamalkan ajaran agama.
h. Guru-guru yang mengjar bidang study umum hendaknya mengintegrasikan nilai-nilai agama ke dalam materi-materi pelajaran yang diajarkannya.
i. Sekolah hendaknya menyediakan sarana ibadah (masjid) yang memadai dan memfungsikannya secara optimal.
j. Sekolah hendaknya menyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler kerohanian bagi para siswa dan ceramah-ceramah atau diskusi keagamaan secara rutin.
Siswa
Guru merupakan orangtua ke 2 bagi siswa disekolah. Selain guru berpengaruh terhadap perkembangan jiwa seorang siswa, teman-teman siswa juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa tersebut.
Apa bila siswa tersebut tidak mempunyai jiwa beragama akan sangat mudah terpengaruhi oleh pergaukan-pergaulan bebas (nakal).
c. Lingkungan Sosial
Yang dimaksud lingkungan masyarakat ini adalah situasi atau kondisi interaksi sosial dan sosiokultural yang secara potensial berpengaruh terhadap perkembangan fitrah beragama anak juga remaja. Masyarakat merupakan lapangan pendidikan yang ketiga. Dalam masyarakat, anak atau remaja melakukan interaksi social dengan teman sebayanya (peer group) atau anggota masyarakat lainnya. Apabila teman sepergaulan itu menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai agama (berakhlak mulia), maka anak cenderung berakhlak mulia. Namun apabila sebaliknya, yaitu perilaku teman sepergaulannya itu menunjukkan kebobrokan moral, maka anak akan cenderung terpengaruh untuk berperilaku seperti temannya tersebut. Hal ini terhadi, apabila anak kurang mendapat bimbingan agama dari orang tuanya.
Mengenai dominannya pengaruh kelompok teman sebaya, Hurlock mengemukakan bahwa “Standar atau aturan-aturan gang (kelompok berteman) memberikan pengaruh kepada pandangan moral dan tingkah laku para anggotanya.”Corak perilaku anak atau remaja merupakan cermin dari perilaku warga masyarakat (orang dewasa) pada umumnya. Oleh karena itu, disini dapat dikatakan bahwa kualitas perkembangan kesadaran beragama anak sangat bergantung pada kualitas perilaku atau akhlak warga masyarakat (orang dewasa) itu sendiri.
Kualitas pribadi, perilaku, atau akhlak orang dewasa yang kondusif bagi perkembangan kesadaran beragama anak adalah mereka yang taat melaksanakan ajaran agama, seperti ibadah ritual, menjalin persaudaraan, saling menolong, dan bersikap jujur dan lain-lain yang berpengaruh positif
terhadap perkembangan kejiwaaan beragama anak.
masyarakat akan sangat tergantung dari seberapa jauh masyarakat tersebut menjunjung norma-norma keagamaan itu sendiri.
Dalam upaya mengembangkan jiwa beragama atau akhlak mulia anak atau remaja, maka ketiga lingkungan tersebut secara sinerji harus bekerjasama, dan bahu membahu untuk menciptakan iklim, suasana lingkungan yang kondusif. Iklim yang kondusif tersebut ditandai dengan berkembangnnya komitmen yang kuat dari masing-masing individu yang mempunyai kewajiban moral(orang tua, pihak sekolah, pejabat pemerintahan, dan warga masyarakat) untuk mengamalkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Jadi faktor yang mendorong berkembang nya jiwa beragama terdapat dua faktor:
A. Faktor internal :
Keluarga Sekolah
Lingkungan Masyarakat
DFTAR PUSTAKA
http://rahasiaotakjenius.blogspot.com/2012/02/god-spot-titik-tuhan-dan-otak-kanan.html#.UzDiKfu3DQg
Rizal Asep, MA. Tafsir Ayat Pendidikan II perkemmbangan umat dan pembentukan karakter, Bhakti Sabda Press: Tasikmalaya, 2010.
http://www.mizan-poenya.co.cc/2011/01/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html. [28 Maret 2011]