• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Self -Efficacy dengan Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional pada Siswa Kelas XII AP di SMK Negeri 1 Salatiga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Self -Efficacy dengan Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional pada Siswa Kelas XII AP di SMK Negeri 1 Salatiga"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Self-Efficacy

2.1.1 Pengertian Self-efficacy

Self-efficacy berasal dari teori Bandura yaitu teori kognisi belajar sosial.

Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan yang dirasakan untuk

membentuk perilaku yang tepat untuk menghadapi rasa takut dan halangan untuk

mencapai keberhasilan seperti yang diharapkan. Self-efficacy menurut Bandura

(1997) didefinisikan sebagai “perceived self-efficacy refers to beliefs in one’s

capabilities to organize and executer the courses of action required to produce

given attainments” yang artinya self-efficacy adalah keyakinan dalam diri

seseorang mengenai kemampuannya untuk mengorganisir dan melakukan

tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Self-efficacy sebagai keyakinan seseorang tentang kemampuannya untuk

melakukan suatu bentuk kontrol terhadap keberfungsian orang itu sendiri dan

kejadian dalam lingkungan. Manusia yang yakin bahwa dirinya dapat melakukan

sesuatu yang mempunyai potensi untuk dapat mengubah kejadian di

lingkungannya akan lebih mungkin bertindak dan lebih mungkin untuk menjadi

sukses daripada manusia yang mempunyai tingkat self-efficacy yang rendah

(2)

9 Sejalan dengan itu, Frett menyatakan self-efficacy merupakan kepercayaan

seseorang tentang peluang sukses menyelesaikan suatu tugas spesifik (dalam

Padmomartono & Windrawanto, 2016).

Dari pengertian di atas, penulis menyatakan bahwa Self-efficacy

merupakan keyakinan terhadap kemampuan dan keterampilan diri dalam

memotivasi dan membimbing diri sendiri yang diyakini dapat membentuk

perilaku tertentu yang sesuai dengan situasi dan masalah tertentu dengan

melakukan kontrol pribadi dan kontrol lingkungan, sehingga dapat mencapai

keberhasilan sesuai dengan yang diharapkan.

2.1.2 Klasifikasi Self-Efficacy

Secara garis besar, menurut Bandura (1997) self-efficacy terbagi atas dua

bentuk yaitu self-efficacy tinggi dan self-efficacy rendah.

1. Self-Efficacy Tinggi

Dalam mengerjakan suatu tugas, individu yang memiliki self-efficacy tinggi akan cenderung memilih untuk terlibat langsung. Individu cenderung memilih mengerjakan tugas tertentu, sekalipun itu adalah tugas yang sulit. Mereka tidak memandang tugas sebagai suatu ancaman yang harus mereka hindari. Selain itu, mereka mengembangkan minat instrinsik dan ketertarikan yang mendalam terhadap suatu aktivitas, mengembangkan tujuan,dan berkomitmen dalam mencapai tujuan tersebut. Mereka juga meningkatkan usaha mereka dalam mencegah kegagalan yang mungkin timbul.

Individu yang memiliki self-efficacy tinggi memiliki ciri – ciri sebagai berikut: mampu menangani masalah yang mereka hadapi secara efektif, yakin terhadap kesuksesan dalam menghadapi masalah atau rintangan, masalah dipandang sebagai suatu tantangan yang harus dihadapi bukan untuk dihindari, gigih dalam usahanya menyelesaikan masalah, percaya pada kemampuan yang dimilikinya, cepat bangkit dari kegagalan yang dihadapinya, suka mencari situasi yang baru.

2. Self-Efficacy Rendah

(3)

10 mereka. Individu yang seperti ini memiliki aspirasi yang rendah serta memiliki komitmen yang rendah dalam mencapai tujuan yang mereka pilih atau mereka tetapkan. Ketika menghadapi tugas – tugas yang sulit, mereka sibuk memikirkan kekurangan mereka, gangguan yang mereka hadapi, dan semua hasil yang dapat merugikan mereka. Dalam mengerjakan suatu tugas, individu yang memiliki self-effficacy rendah cenderung menghindari tugas tersebut.

Individu yang memiliki self-efficacy rendah memiliki ciri – ciri sebagai berikut: lamban dalam membenahi atau mendapatkan kembali self-efficacynya ketika menghadapi kegagalan, tidak yakin bisa menghadapi masalahnya, menghindari masalah yang sulit (ancaman dipandang sebagai sesuatu yang harus dihindari), mengurangi usaha dan cepat menyerah ketika menghadapi masalah, ragu pada kemampuan diri yang dimilikinya, tidak suka mencari situasi yang baru, aspirasi dan komitmen pada tugas lemah.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dinyatakan bahwa

klasifikasi self-efficacy ada dua tingkatan yaitu self-efficacy tinggi dan

juga self-efficacy yang rendah.

2.1.3 Sumber Self-efficacy

Menurut Bandura (1997) Self-efficacy dalam diri seseorang dapat

diperoleh, dipelajari dan juga dikembangkan dari empat sumber informasi, yaitu :

a. Enactive attainment and performance accomplishment yaitu sumber harapan efikasi diri yang penting, karena berdasar pada pengalaman individu secara langsung.

b. Vicarious experienxe yaitu mengamati perilaku dan pengalaman orang lain sebagai proses belajar individu. Melalui model ini, self-efficacy yang dimiliki siswa dapat meningkat, terutama jika siswa memiliki kemampuan yang setara atau bahkan merasa lebih baik dari pada orang lain yang dijadikan sebagai subjek belajarnya.

c. Verbal persuasion yaitu siswa mendapat bujukan atau sugesti untuk percaya bahwa siswa dapat mengatasi masalah – masalah yang akan dihadapinya. Akan tetapi self-efficacy yang tumbuh dari sumber ini biasanya tidak bertahan lama jika kemudian hari siswa mengalami peristiwa traumatis yang tidak menyenangkan.

(4)

11 isyarat akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan, maka kondisi yang menekan dan mengancam cenderung dihindari.

Sejalan dengan teori diatas, sumber informasi yang menjadi penentu

self-efficacy adalah tercapainya kinerja individu yang diperoleh dari masukan orang

yang sangat berpengaruh baginya. Semakin sering individu berprestasi, maka

akan makin percaya diri individu itu bahwa akan mampu berprestasi dikemudian

hari. Semua hal tersebut menyebabkan munculnya perasaan berkompetensi dan

merasa mampu mengendalikan kehidupannya. Selain itu individu yang

menyaksikan pengalaman yang eksplisit/nyata dan gamblang ketika seseorang

sukses mengkinerjakan sesuatu, kemudian individu itu merasa bahwa jika orang

lain mampu melakukannya, maka diri sendiri pun pasti juga bisa melakukan

seperti orang lain. Atasan atau mentor yang membujuk secara lisan melalui verbal

persuasion, yaitu dengan mengatakan bahwa individu pernah mampu

melakukannya, sehingga pasti nanti juga dapat sukses melakukannya.

(Padmomartono & Windrawanto, 2016).

Dari penjelasan di atas, maka penulis menyatakan bahwa self-efficacy

dapat diupayakan untuk ditingkatkan dengan menggunakan sumber informasi

berupa pengalaman diri sendiri, menjadikan pengalaman orang lain sebagai

(5)

12 2.1.4 Aspek –Aspek Self-efficacy

Menurut Bandura (1997) aspek - aspek self-efficacy adalah sebagai

berikut :

a. Outcome Expectancy

Harapan terhadap kemungkinan hasil dari suatu perilaku, yaitu suatu perkiraan bahwa perilaku atau tindakan tertentu akan menyebabkan akibat tertentu yang bersifat khusus.

a. Efficacy Expectancy

Harapan akan dapat membentuk perilaku secara tepat. Suatu keyakinan bahwa seseorang akan berhasil dalam bertindak sesuai dengan hasil yang diharapkan. Aspek ini menunjukkan bahwa harapan orang berkaitan dengan kesanggupan melakukan suatu perilaku yang dikehendaki. Efikasi ini tergantung pada situasi berupa informasi berupa persepsi dan hasil suatu tindakan yang didapatkan melalui atau menjalani kehidupan, modelling, peristiwa verbal, dan keadaan emosi yang mengancam.

b. Outcome value

Nilai yang mempunyai makna dari konsekuensi – konsekuensi yang terjadi bila suatu perilaku dilakukan dan orang harus mempunyai Outcome value yang tinggi untuk mendukung efficacy expectancy dan outcome expectancy yang dimiliki.

Berdasarkan teori di atas, maka penulis menyatakan bahwa perkiraan sebab –

akibat dari perilaku, keyakinan akan keberhasilan dalam tindakan dan juga nilai

yang bermakna merupakan aspek dari self-efficacy.

2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Self-efficacy

Menurut Bandura (1997) ada empat faktor penting yang digunakan

individu dalam pembentukan self-efficacy yaitu :

a. Budaya

(6)

13 b. Gender

Perbedaan gender juga berpengaruh terhadap self-efficacy. Hal ini dapat dilihat dari penelitian Bandura (1997) yang menyatakan bahwa wanita lebih tinggi efikasinya dalam mengelola perannya. Wanita yang memiliki peran selain ibu rumah tangga, juga sebagai wanita karir akan memiliki self-efficacy yang tinggi dibandingkan dengan pria yang bekerja. c. Sifat dari tugas yang dihadapi

Derajat dari kompleksitas dari kesulitan tugas yang dihadapi oleh individu akan mempengaruhi penilaian individu tersebut terhadap kemampuan dirinya sendiri. Semakin kompleks tugas yang dihadapi individu maka akan semakin rendah individu tersebut menilai kemampuannya. Sebaiknya, jika individu dihadapkan pada tugas yang mudah dan sederhana maka akan semakin tinggi individu tersebuut menilai kemampuannya.

d. Intensif eksternal

Faktor lain yang dapat mempengaruhi self-efficacy individu adalah insentif yang diperolehnya. Bandura menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat meningkatkan self-efficacy adalah competent continges incentives, yaitu insentif yang diberikan orang lain yang merefleksikan keberhasilan seseorang.

e. Status atau peran individu dalam lingkungan

Individu yang memiliki status yang lebih tinggi akan memperoleh derajat kontrol yang lebih besar sehingga self-efficacy yang dimiliki juga tinggi. Dedangkan individu yang memiliki status yang lebih rendah akan memiliki kontrol yang lebih kecil sehingga self-efficacy yang dimilikinya juga rendah.

f. Informasi tentang kemampuan diri

Individu akan memiliki self-efficacy tinggi jika memperoleh informasi positif mengenai dirinya, sementara individu akan memiliki self-efficacy yang rendah jika mendapat informasi negatif mengenai dirinya.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dinyatakan bahwa faktor –

faktor yang mempengaruhi self-efficacy adalah budaya, gender, sifat dari tugas

yang dihadapi, insentif eksternal, status dan peran individu dalam lingkungan,

(7)

14 2.2 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional

2.2.1 Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan

keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk

ketakutan- ketakutan yang lain. Kecemasan merupakan suatu keadaan emosional,

suatu perasaan yang tidak menyenangkan sebagai reaksi terhadap ancaman dari

suatu objek yang belum jelas (Chaplin, 2000).

Menurut Freud (dalam Alwisol, 2009) kecemasan adalah fungsi ego untuk

memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga

dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai.

Dari uraian diatas maka dapat dinyatakan bahwa kecemasan dalam

menghadapi ujian merupakan kondisi kekhawatiran siswa yang terjadi akibat

adanya kesulitan atau hambatan yang siswa alami ketika proses mempersiapkan

diri untuk menempuh ujian nasional.

2.2.2 Tingkatan Kecemasan

Peplau (dalam Stuart & Laraia, 2001) mengidentifikasi empat tingkatan kecemasan yaitu :

1. Kecemasan ringan

Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan remaja menjadi waspada serta meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. Tanda dan gejala antara lain: persepsi dan perhatian meningkat, waspada, sadar akan stimulus internal dan eksternal, mampu mengatasi masalah secara efektif serta terjadi peningkatan kemampuan belajar. Perubahan fisiologis ditandai dengan gelisah, sulit tidur, hipersensitif terhadap suara, tanda vital dan pupil normal.

2. Kecemasan sedang

(8)

15 mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Respon fisiologis : sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, gelisah, konstipasi. Sedangkan respon kognitif yaitu lahan persepsi menyempit, rangsang luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya.

3. Kecemasan berat

Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi individu. Individu cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan. Remaja memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain. Tanda dan gejala dari kecemasan berat yaitu persepsinya sangat kurang, berfokus pada hal yang detail. Rentang perhatian sangat terbatas, tidak dapat berkonsentrasi atau menyelesaikan masalah, serta tidak dapat belajar secara efektif. Pada tingkatan ini individu mengalami sakit kepala, pusing, mual, gemetar, insomnia, palpitasi, takikardi, hiperventilasi, sering buang air kecil dan diare. Secara emosi individu mengalami ketakutan serta seluruh perhatian terfokus pada dirinya.

4. Panik

Pada tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, remaja yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik menyebabkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung dalam waktu yang lama dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian. Tanda dan gejala dari tingkat panik yaitu tidak dapat fokus pada satu kejadian.

Berdasarkan dari penjelasan di atas, maka dapat dinyatakan bahwa

(9)

16 2.2.3 Jenis Kecemasan

Menurut Freud (dalam Loekmono, 2003) ada tiga jenis kecemasan yang

dapat dialami oleh individu, yaitu :

1. Kecemasan realitas, yaitu kecemasan yang dirasakan karena adanya sesuatu ancaman nyata yang real atau ancaman yang diperkirakan di dalam lingkungan. Tingkat kecemasan yang akan dirasakan adalah setimpal dengan ancaman yang ada atau diperkirakan.

2. Kecemasan moral, yaitu kecemasan yang dihasilkan dari hati nurani seseorang. Orang yang mempunyai kata hati yang mantap, mudah merasa bersalah jika melakukan sesuatu yang bertentangan dengan nilai – nilai moral atau nilai – nilai masyarakatnya.

3. Kecemasan neurotik, kecemasan yang muncul dari rasa bimbang karena tidak dapat mengontrol nalurinya sehingga menyebabkan melakukan sesuatu diluar kontrolnya.

Berdasarkan teori di atas, maka dapat dinyatakan bahwa manusia dalam

hidupnya memiliki resiko mengalami kecemasan yang berupa kecemasan realitas,

kecemasan moral, dan kecemasan neurotik.

2.2.4 Sumber Kecemasan

Menurut Freud (dalam Padmomartono & Windrawanto, 2016), stress dan

cemas bersumber dari empat unsur, yaitu :

1. Proses pertumbuhan fisiologis

2. Frustasi

3. Konflik

(10)

17 2.2.5 Aspek Kecemasan

Menurut Bucklew (dalam Astuti, 2013) aspek-aspek yang mempengaruhi

kecemasan yaitu:

a. Aspek Fisiologis

Kecemasan mempunyai ciri-ciri seperti, tekanan darah meningkat, kaki dan tangan terasa dingin, mudah berkeringat, jantung berdebar-debar, muka tiba-tiba menjadi pucat, sering sakit perut, sulit tidur, mudah pusing, nafsu makan berkurang, sering kali terasa mual, gangguan pada lambung, dan sesak nafas.

b. Aspek Psikologis

Kecemasan dari aspek psikologis mempunyai ciri-ciri seperti, mudah gelisah, tegang, bingung dan mudah marah terhadap apa yang akan terjadi, merasa tidak berdaya, merasa tidak berguna. Mudah kehilangan perhatian dan mudah tertekan, mudah kehilangan perhatian dan gairah, tidak percaya diri, ingin lari dari kenyataan, merasa tidak tentram atau tidak aman dan merasa tidak mampu menyesuaikan diri.

2.2.6 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan 2.2.6.1 Faktor Predisposisi

Menurut Stuart dan Sundeen (1995) kecemasan ditinjau dari berbagai teori

yang telah dikembangkan :

1. Teori Psikoanalitik

Menurut Freud struktur kepribadian terdiri dari tiga elemen yaitu id , ego dan super ego. Id melambangkan dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan super ego mencerminkan hati nurani seseorang yang dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang dan ego digambarkan sebagai mediator 1antara tuntutan dari id dan super ego. Kecemasan merupakan konflik emosional antara id dan super ego yang berfungsi untuk memperingatkan ego tentang bahaya yang perlu diatasi

2. Teori Interpersonal

Kecemasan timbul dari ketakutan akan penolakan interpersonal. Hal ini juga dihubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan, perpisahan yang menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya. Individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk terjadi kecemasan yang berat.

3. Teori perilaku

(11)

18 dorongan yang dipelajari berdasarkankeinginan untuk menghindari rasa sakit. Teori ini meyakini

bahwa manusia pada awal kehidupannya dihadapkan rasa takut yang berlebihan akan menunjukan kemungkinan terjadi kecemasan yang berat pada kehidupan masa dewasanya.

2.2.5.2 Faktor Presipitasi

Faktor pencetus terjadinya kecemasan dapat berasal dari sumber internal

atau eksternal yang dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu :

1. Ancaman Integritas diri meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan dasar

2. Ancaman sistem diri, ancaman terhadap identitas diri, harga diri, dan hubungan interpersonal, kehilangan serta perubahan status.

Berdasarkan dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada dua faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi.

2.3 Hubungan antara Self-efficacy dengan Kecemasan Menghadapi Ujian Menurut Padmomartono & Windrawanto (2016) individu yang memiliki

self-efficacy tinggi memiliki pandangan bahwa dirinya mampu menangani dengan

efektif pengalaman dan peristiwa dalam kehidupannya, individu percaya pada

kemampuan diri serta berharap cakap mengatasi hambatan dalam hidup secara

efektif. Di lain pihak, individu yang memiliki self-efficacy yang rendah merasa

tidak mampu mengendalikan kehidupannya serta kurang percaya diri karena

beranggapan semua upaya – upayanya merupakan kesia – siaan. Self-efficacy

adalah pertimbangan individu mengenai efektivitasnya dalam menangani situasi

tertentu serta memainkan peran utamanya dalam menetapkan perilakunya.

Self-efficacy yang rendah dihubungkan dengan rasa depresi atau tertekan, cemas dan

(12)

19 Self-efficacy atau keyakinan terhadap kemampuan diri mencakup harapan

serta keyakinan siswa untuk mendapat hasil yang sesuai dengan yang

diharapkannya. Siswa yang memiliki self-efficacy tinggi adalah siswa yang

memiliki kemampuan atau keyakinan aspek outcome expectancy, efficacy

expectancy, outcome value sehingga akan mempunyai tingkat kecemasan yang

rendah dalam mempersiapkan diri menghadapi ujian nasional. Namun sebaliknya,

siswa yang memiliki self-efficacy rendah adalah mahasiswa yang tidak

mempunyai keyakinan dan kemampuan untuk dapat berbuat sesuatu dengan

melibatkan aspek outcome expectancy, efficacy expectancy, outcome value

sehingga akan mempunyai tingkat kecemasan yang tinggi dalam mempersiapakan

diri menghadapi ujian nasional.

2.4 Penelitian yang Relevan

Sejalan dengan hasil penelitian Novi Liyana (2013) yang menyatakan

bahwa ada hubungan yang signifikan ke arah negatif antara self-efficacy dengan

kecemasan menghadapi ujian nasional siswa kelas IX di SMP Negeri 1

Sumowono. Penelitian ini sejalan pula dengan penelitian milik Puji Astuti (2013)

yang menyatakan ada hubungan ke arah negatif yang signifikan antara self

efficacy dengan kecemasan mahasiswa BK angkatan 2009 yang sedang

(13)

20 2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan landasan teori yang telah

dikemukakan, maka hipotesa dari penelitian ini adalah ada hubungan yang

signifikan antara self-efficacy dengan kecemasan menghadapi ujian nasional siswa

Referensi

Dokumen terkait

Kompor minyak dapat menyala dengan menggunakan energi ….. Sumber energi bunyi dapat

Agar dapat hidup sehat kita harus selalu makan makanan

Merupakan suat u bent uk pengabdian kepada m asyarakat yang dilakukan oleh dosen dan m ahasiswa dikawasan binaan LPM dalam upaya pengem bangan penyebarluasan dan penerapan I

Demikian undangan ini kami sampaikan atas perhatiannya diucapkan terima kasih.. PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH UNIT

Program English for Spesific Purpose adalah Program Bahasa Inggris yang dikhususkan untuk masing-masing bidang ilmu di semua jurusan dan fakultas

Kesesuaian (compatibility) adalah kesesuaian dalam pemilihan suatu produk baru atau inovasi yang dianggap berkesinambungan dengan sistem sosial mereka, norma-norma,

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengkaji ulang penelitian saat ini dan penelitian sebelumnya dengan menggunakan variabel persepsi kualitas, harapan pelanggan, nilai

Penelitian ini menghasilkan aplikasi Sistem Informasi Manajemen Penyewaan Mobil Pada Kiki Rental Car Group Yogyakarta yang dapat digunakan untuk pengolahan daftar