• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK PENDIDIKAN AGAMA DALAM SURAT LUQMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASPEK PENDIDIKAN AGAMA DALAM SURAT LUQMAN"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I)

Oleh:

LILIS MUKHLISHOH NIM:102011023501

Di bawah Bimbingan:

PROF. Dr. H. SALMAN HARUN NIP.150062568

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

(2)

iv

Segala puji hanya milik Allah swt, Tuhan pencipta dan pemelihara semesta alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad saw, keluarganya, sahabat-sahabatnya dan para pengikutnya yang setia hingga Hari Pembalasan.

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) di semua perguruan tinggi termasuk di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta- adalah membuat karya ilmiah dalam bentuk skripsi. Dalam rangka itulah penulis membuat skripsi ini dengan judul “ASPEK PENDIDIKAN AGAMA DALAM

SURAT LUQMAN AYAT 12 – 19 DAN APLIKASI METODE MAUIZHAH”.

Selama pembuatan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami oleh penulis, baik yang menyangkut pengaturan waktu, pengumpulan bahan-bahan (data) maupun pembiayaan dan sebagainya. Namun, dengan hidayah dan inayah Allah

(3)

dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan nasehat, masukan dan bimbingan yang sangat berharga bagi penulis. Terima kasih ini juga penulis sampaikan kepada :

1. Dekan, Pembantu Dekan dan seluruh Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan memberikan berbagai ilmu pengetahuan yang sangat berharga kepada penulis. 2. Ketua dan Sekretaris serta staf jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Bahris Salim M.Ag selaku dosen penasehat akademik jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Pimpinan dan staf perpustakaan yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan. Baik itu Perpustakaan Utama (PU), Perpustakaan FITK, dan terutama Perpustakaan Iman Jama' & Bapak Bajuri serta para stafnya.

5. Bapak dan Ema tercinta yang telah merawat, mendidik dan mencurahkan segala kasih sayangnya kepada penulis selama hayat. Semoga Allah swt mengampuni segala dosanya dan melimpahkan rahmat, karunia dan ridho-Nya kepada beliau berdua.

6. Adik-adik tercinta ; Iroh, Lisa, Habib dan Arif serta semua keluarga yang penulis cintai, yang telah memberi semangat dan dorongan kepada penulis.

(4)

segala bantuan dan dorongan semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Mudah-mudahan amal dan jasa baik mereka diterima oleh Allah SWT dan di balas-Nya dengan pahala yang berlipat ganda. Amiin.

Mudah-mudahan pula skripsi ini bermanfaat, khusunya bagi penulis, dan bagi para pembaca yang budiman pada umumnya.

Jakarta, Februari 2007

(5)

1

A. Alasan Pemilihan Judul

Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat Islam, memuat semua segi kehidupan. Begitu banyak hal tercakup dalam ayat-ayatnya, baik yang tersurat maupun tersirat, dari kehidupan manusia sampai mencakup ke berbagai bidang Ilmu Pengetahuan. Berbagai macam ilmu ada dalam kandungan al-Qur’an, di antara ilmu-ilmu tersebut adalah Sosiologi, Antropologi, Biologi, Sejarah, Botani, Humaniora, Seksologi, Astronomi dan Psikologi, adalah sebagian kecil Ilmu yang disinggung dalam al-Qur’an. Bahkan al-Qur’an adalah “Sumber Ilmu Pengetahuan”

Bidang pendidikan, yang merupakan salah satu faktor fundamental dalam kehidupan manusia, telah menjadi salah satu bidang yang tercakup dalam kandungan ayat-ayat suci al-Qur’an. Bahkan menjadi kandungannya yang utama, sebab perjalanan kehidupan manusia di muka bumi adalah untaian mata rantai pendidikan yang berkesinambungan dan Nabi telah diutus Tuhan untuk menjadi guru-guru (subyek pendidikan) yang mengenalkan umat manusia kepada Tuhan.

(6)

Ada tiga argument yang menjadi alasan penulis mengambil "ASPEK

PENDIDIKAN AGAMA DALAM SURAT LUKMAN AYAT 12 – 19 DAN

APLIKASI METODE MAUIZHAH " sebagai judul skripsi ini. Adapun tiga argument itu adalah sebagai berikut :

1. Rasa beragama adalah fitrah manusia, dan pada diri setiap anak yang dilahirkan ke dunia telah membawa potensi beragama yang benar, bertauhid kepada Allah sesuai dengan perjanjiannya dengan Tuhan ketika dia masih di alam azali, sebagaimana firman Allah SWT :

































































































Artinya :

Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari

sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya) berfirman :

"Bukankan Aku ini Tuhanmu ?. Mereka menjawab : "Betul (Engkau Tuhan kami), kami

menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak

mengatakan : "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah

terhadap ini (keesaan Tuhan)" atau agar kamu tidak mengatakan : "Sesungguhnya

(7)

adalah anak-anak keturunan yang datang sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan

membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu ?". dan demikian

kami jelaskan ayat-ayat itu agar mereka kembali (kepada kebenaran).” (QS. Al-Araf :

172-174)

Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa sebelum manusia lahir, terlebih dahulu ia diminta kesaksian untuk mengakui keesaan Tuhan dan ia menerima kesaksian itu, sehingga ketika lahir ke dunia ia telah beragama yang benar dan bertauhid kepada Allah.

Pada ayat yang lain Allah menjelaskan bahwa manusia itu dilahirkan membawa fitrah, oleh karena itu ia diperintahkan untuk tetap mengikuti agama yang fitrah, yaitu agama Islam. Sebagaimana firman-Nya :















































Artinya :

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Alllah) ; (tetaplah

atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada

perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus ; tetapi kebanyakan manusia

tidak mengetahui". (Q.S. Ar-Ruum : 30)

(8)

˴Ϣ͉Ϡ˴γ˴ϭ˶Ϫ˸ϴ˴Ϡ˴ϋ˵Ϳ΍ϰ͉Ϡ˴λ˶Ϳ΍˴ϝ˸Ϯ˵γ˴έ˴͉ϥ˴΍˵Ϫ˸Ϩ˴ϋ˵Ϳ΍˴ϲ˶ο˴έ˴Γ˴ή˸ϳ˴ή˵ϫ˸ϲΑ˶΍˴˸Ϧ˴ϋ

˴ϝΎ˴ϗ

΍˴ή͋μ˴Ϩ˵ϳ˸ϭ˴΍˶Ϫ˶ϧ΍˴Ω͋Ϯ˴Ϭ˵ϳ˵ϩ΍˴Ϯ˴Α˴Ύ˴ϓ˶Γ˴ή˸τ˶ϔϟ˸΍ϰ˴Ϡ˴ϋ˵Ϊ˴ϟ˸Ϯ˵ϳΎ͉ϟ˶΍˳Ω˸Ϯ˵ϟ˸Ϯ˴ϣ˸Ϧ˶ϣΎ˴ϣ

˶Ϫ˶ϧΎ˴δ͋Π˴Ϥ˵ϳ˸ϭ˴΍˶Ϫ˶ϧ

ϩ΍ϭέ

ϯέΎΨΒϟ΍

Artinya :

Dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah SAW telah bersabda : "Tidaklah

anak yang dilahirkan itu, kecuali telah membawa fitrah beragama (perasaan percaya

kepada Allah), maka kedua orang tuanya lah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani dan

Majusi.”(H.R. Bukhari)1

Dalil-dalil diatas menunjukkan bahwa setiap anak Adam ketika berada di dalam kandungan telah melakukan kesaksian atau janji setia atas keesaan Allah yang menjadikan dia lahir sebagai manusia tauhid atau fitrah. Namun dalam perkembangan pribadi anak tersebut selanjutnya akan terbentuk melalui pengaruh dari lingkungan sekitarnya, dalam dunia pendidikan hal ini sejalan dengan teori konvergensi yang dikemukakan oleh William Stern, bahwa perkembangan anak akan dipengaruhi oleh faktor bakat dan faktor lingkungan.

Menurut Sartain, (Ahli Psikologi Amerika), yang dimaksud dengan lingkungan (environment) meliputi kondisi dan alam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau life process.2

1

Zainuddin Hamidy, dkk., Terjamah Shahih Bukhari jilid II, (Jakarta : Wijaya, 1992), Cet. Ke-XIII, h. 89

2

(9)

Meskipun lingkungan tidak bertanggung jawab terhadap kedewasaan anak didik, namun merupakan faktor yang sangat menentukan yaitu pengaruhnya yang sangat besar terhadap anak didik, sebab bagaimanapun anak tinggal dalam satu lingkungan, yang disadari atau tidak pasti akan mempengaruhi anak.

Dilihat dari segi anak didik, tampak bahwa anak secara tetap hidup dalam lingkungan masyarakat tertentu tempat ia mengalami pendidikan. Menurut Ki Hajar Dewantara lingkungan-lingkungan tersebut meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan organisasi pemuda (masyarakat), yang disebut dengan Tri Pusat Pendidikan, yaitu tiga pusat pendidikan yang secara bertahap dan terpadu mengemban suatu tanggung jawab pendidikan bagi generasi mudanya.3

Dengan demikian, potensi fitrah tersebut pada perkembangan selanjutnya akan berkembang sesuai dengan pendidikan yang diterimanya, dan sesuai pula dengan pengaruh dari lingkungannya. Dengan kata lain, lingkungan pendidikan dapat berfungsi untuk memperkuat fitrah yang telah ada dan juga dapat berfungsi untuk melemahkan fitrah tersebut. Maka agar anak tetap beragama benar sesuai dengan fitrahnya, dan untuk memperkuat fitrah yang telah ada tersebut, maka proses pendidikan yang harus dilakukan oleh Tri Pusat Pendidikan sangat tepat bila mengambil rujukannya dari dalam Al-Qur'an surat Lukman ayat 12 sampai dengan ayat19, merujuk kepada firman Allah SWT:















3

(10)









Artinya :

"Alif Lam Mim. Inilah ayat-ayat Al-Qur'an yang mengandung hikmah, menjadi

petunjuk dan rahmat bagi orang yang berbuat kebaikan."(Q.S Luqman : 1 – 3)

Maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama sangatlah penting agar dapat mengarahkan fitrah tersebut ke arah yang benar, bahkan dapat mengembangkan dan memperkuat fitrah, sehingga mereka dapat mengabdi dan beribadah sesuai dengan ajaran Islam. Tanpa adanya pendidikan agama dari satu generasi berikutnya, maka orang akan jauh dari agama.yang benar.

2. Al-Qur'an adalah sumber yang pertama dan utama dalam pengambilan rujukan yang memuat peraturan hidup bagi setiap orang yang beriman, termasuk di dalamnya masalah pendidikan. Kemudian akan diikuti oleh As-Sunnah sebagai sumber yang kedua berfungsi sebagai penjelas Al-Qur'an. Hal ini sesuai dengan apa yang difirmankan Allah SWT dalam Al-Qur'an :

























Artinya :

"Katakanlah : "Taatilah Allah dan Rasul-Nya, jika kamu berpaling, sungguh

(11)

Dan juga firman Allah SWT dalam Al-Qur'an yang ditujukan kepada orang-orang yang beriman :



























































Artinya :

Hai orang-orang yang beriman, Taatilah Allah dan taatilah Rosul-Nya dan Ulil

Amri diantara kamu. Kemudian jika kau berlainan pendapat tentang sesuatu, maka

kembalikan ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar

beriman kepada hari kemudian.” (Q.S. An-Nisa : 59)

Begitu pula yang terdapat dalam hadits:

˶Ϧ˸Α΍˶ή˸ϴ˶Μ˴ϛ˸Ϧ˴ϋ

˶Ϫѧ˸ϴ˴Ϡ˴ϋ˵Ϳ΍ϰ͉˷˷˷Ϡѧ˴λ˶Ϳ΍˴ϝ˸Ϯѧ˵γ˴έ͉ϥ˴΍˶ϩ͋Ϊѧ˴Ο˸Ϧѧ˴ϋ˶Ϫ˸ϴ˶Α˴΍˸Ϧ˴ϋ˶Ϳ΍˶Ϊ˸Β˴ϋ

˴ϝΎ˴ϗ˴Ϣ͉Ϡ˴γ˴ϭ

˶Ϳ΍˴ΏΎѧ˴Θ˶ϛΎѧ˴Ϥ˶Ϭ˶Α˸Ϣ˵Θ˸Ϝ͉δѧ˴Ϥ˴ΗΎѧ˴ϣ΍˸Ϯ͊Ϡ˶πѧ˴Η˸Ϧѧ˴ϟ˶Ϧ˸ϳ˴ήѧ˸ϣ˴΍˸Ϣ˵Ϝ˸ϴѧ˶ϓ˵Ζѧ˸ϛ˴ή˴Η

˶Ϫ͋ϴ˶Β˴ϧ˴Δ͉Ϩ˵γ˴ϭ

ήΒϟ΍ΪΒϋϩ΍ϭέ

Artinya :

Dari Kasir bin Abdillah dari Bapaknya dari kakeknya sesungguhnya

(12)

tersesat kamu selama berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitabullah (Al-Qur'an) dan Sunnah Nabi-Nya (Al-Hadis)." (H.R. Ibnu Abdil Baar)4

Taat kepada Allah dalam ayat-ayat diatas berarti dalam hal apa saja termasuk dalam hal pendidikan, karena itu dalam menerapkan pendidikan agama hendaknya mengikuti apa yang ditunjukkan oleh Allah SWT melalui kitab suci-Nya yaitu Al-Qur'an.

Sedangkan yang dimaksudkan dengan taat kepada Rasul-Nya dalam hal ini berarti perintah untuk menjadikan Rasulullah Muhammad SAW sebagai teladan yang ideal dalam upaya merealisasikan nilai-nilai yang ada di dalam Al-Qur'an.

Dengan demikian merupakan suatu keharusan untuk menjadikan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai pedoman dalam melaksanakan pendidikan agama.

Walaupun Al-Qur'an dan As-Sunnah telah begitu tegas mewajibkan untuk mengikuti keduanya, namun menurut pengamatan sementara dari penulis, masih ada saja yang belum menjadikan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai pedoman dalam mendidik agama. Hal tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan mereka dalam memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah tersebut, sehingga mereka merasa cukup dengan apa yang ada pada mereka dan mengambil pedoman-pedoman selain Al-Qur'an dan As-Sunnah tanpa khawatir mengalami kegagalan dan kesesatan di dalam kehidupannya.

3. Sebagai individu, manusia merupakan kesatuan antara jiwa dan raga. Di dalam jiwa manusia terdapat pembawaan-pembawaan yang dapat terpengaruh, baik oleh kata-kata yang tertulis maupun yang terdengar, yang membawanya ke arah yang benar atau yang salah. Kata-kata tersebut dapat membuka jalan ke dalam jiwa secara langsung

4

(13)

melalui pikiran dan perasaan, sehingga membuat pikiran dan perasaan goyah, dan sampai pada perenungan secara mendalam (tafakkur) serta penghayatan yang melahirkan perbuatan-perbuatan yang dilakukan secara sadar.

Pembawaan seperti itu merupakan potensi yang perlu dikembangkan ke arah yang positif. Salah satu cara yang dapat mengembangkannya melalui pendidikan adalah dengan menggunakan sarana yang ada pada diri manusia itu sendiri, yakni pendengaran, penglihatan, dan hati. Allah SWT berfirman :

















“… Dan Dia memberikan kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu

bersyukur”. (QS. An-Nahl : 78)

Dalam mendidik jiwa manusia, ajaran Islam senantiasa menyesuaikan dengan potensi yang ada pada dirinya. Salah satu ajaran Al-Qur’an yang berkenaan dengan cara mendidik adalah melalui nasihat-nasihat yang baik yang dapat menyentuh perasaan murid yang disebut “mauizhah”, metode yang dapat menyentuh hati, mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendaki melalui nasihat-nasihat yang dibarengi dengan keteladanan atau panutan, yang dalam hal ini Rasulullah SAW. Diantara ayat Al-Qur’an yang melandasi penggunaan metode mauizhah, antara lain

















Dan kami akan memberi kamu taufik kepada jalan yang mudah. Oleh sebab itu,

berilah peringatan, karena peringatan itu akan bermanfaat” (QS. Al-A'laa : 8-9)

(14)



































Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian .

kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shaleh, dan nasihat-menasihati

supaya menaati kebenaran, dan nasihat-menasihati supaya selalu sabar” (QS. Al-Asr :

1-3)

Ayat tersebut mengisyaratkan agar setiap Mukmin saling nasihat-menasihati, baik dalam kebenaran maupun dalam kesabaran, karena nasihat akan memberikan dampak yang positif, baik bagi yang memberi maupun yang diberi. Salah satu contoh bagaimana Al-Qur’an mendidik manusia melalui nasihat, dapat diperhatikan dalam beberapa ayat dari surat Luqman ayat 13 – 19 yang merupakan bagian dari pembahasan skripsi ini. Dengan kata lain mauizhah yang terdapat dalam surat Luqman sangat relevan untuk diaplikasikan karena dalam ayat tersebut dapat ditemukan gagasan pokok berupa keterbukaan, kasih sayang, keseimbangan, dan integritas yang memberikan implikasi terhadap tindakan praktis pendidikan.5

Oleh sebab itu, mauizhah dalam Al-Qur’an dapat diangkat sebagai sebuah metode pendidikan. Dan karena alasan-alasan tersebut diatas, maka penulis berkeinginan membahas aplikasi metode mauizhah tersebut.

5

Drs. Syahidin M. Pd., Metode Pendidikan Qur’ani;Teori dan Aplikasi, (Jakarta : Misaka Galiza,

(15)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Karena luasnya makna Pendidikan Agama dan luasnya tafsir Al-Qur'an serta untuk kejelasan yang akan dibahas, maka perlu bagi penulis untuk membatasi dan merumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini.

1. Pembatasan Masalah

Adapun pembatasan masalahnya adalah sebagai berikut :

a. Aspek pendidikan agama yang dimaksud penulis adalah aspek pendidikan agama Islam yang terdapat dalam surat Luqman ayat 12 sampai dengan ayat 19 yang diambil dari materi ayat 12 – 19 surat Luqman.

b. Adapun mengenai metode yang dibahas dalam skripsi ini, karena ada kaitannya dengan pembahasan Surat Luqman ayat 12 – 19, maka yang dimaksud di sini adalah metode mauizhah dalam surat Luqman ayat 12 – 19.

2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

a. Adakah dalam surat Lukman ayat 12 – 19 aspek pendidikan agama tentang ; 1. Dasar Pendidikan Agama

2. Tujuan Pendidikan Agama 3. Proses Pendidikan Agama dan

4. Hasil yang dicapai dalam Pendidikan Agama

(16)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui aspek pendidikan agama yang terdapat dalam surat Luqman ayat 12 sampai dengan ayat 19

b. Untuk mengetahui bagaimana aplikasi metode mauizhah dalam surat Luqman ayat 12 sampai dengan ayat 19

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan berarti sebagai bahan untuk

mengembangkan teori dalam Khazanah Ilmu Pengetahuan

b. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan acuan bagi para pendidik dalam mendidik anak didik, baik itu para orang tua dalam mendidik anaknya, atau para guru di sekolah dan pendidik lainnya di lingkungan non formal. Selain itu juga dapat dijadikan acuan bagi para anak dalam memperlakukan kedua orang tuanya dan berakhlak baik kepada sesamanya.

D. Metodologi Penelitian

(17)

Sedangkan dalam penyusunannya secara teknis, penulis semuanya berpedoman pada buku "Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi", yang di terbitkan oleh Jakarta Press 2002.

Selanjutnya penulis mempersiapkan bahan-bahan yang akan dibahas dari buku-buku dan kitab-kitab yang relevan dengan masalah yang akan dibahas, baik yang sifatnya Primer maupun yang sifatnya sekunder. Sumber-sumber yang sifatnya primer ialah buku-buku atau kitab-kitab yang membahas tentang pendidikan, baik pendidikan secara umum maupun pendidikan Agama. Adapun sumber-sumber yang sifatnya sekunder ialah buku-buku atau kitab-kitab yang tidak secara khusus membahas tentang pendidikan namun ada kaitannya dengan pembahasan.

E. Sistematika Penulisan.

Skripsi ini terdiri dari lima bab, masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab. Dan pembahasan ini disusun secara sistematis, sehingga kaitan antara yang satu dengan yang lainnya tidak terputus. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan.

Dalam bab ini dibahas alasan pemilihan judul, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

(18)

Bab ini membahas hal-hal yang berkenaan dengan Pendidikan Agama yang memuat tentang pengertian pendidikan agama, tujuan pendidikan agama, prinsip-prinsip pendidikan agama yang mempunyai 3 prinsip yaitu menyeluruh (Asy-Syumul), kesatuan, dan perkembangan (At-tathawwur), serta Al-Qur’an sebagai sumber pendidikan Agama

BAB III Tafsir Surat Luqman Ayat 12 – 19

Bab ini membahas hal-hal yang berkenaan dengan tafsir surat yang akan dibahas yang memuat tentang Teks Ayat dan Terjemahnya, Sekilas tentang sosok Luqman sebagai Tokoh Pendidikan Agama, Tafsir Surat Luqman ayat 12 – 19 dan Nilai-nilai Pendidikan Agama dalam Surat Lukman ayat 12 sampai dengan ayat 19.

BAB IV Aplikasi Metode Mauizhah Dalam Surat Luqman Ayat 12 – 19

Bab ini membahas hal-hal yang berkenaan dengan variabel ketiga yaitu metode mauizhah yang memuat tentang Pengertian Mauizhah, Pengertian Metode Mauizhah, Tujuan dan Keistimewaan Metode Mauizhah serta Bentuk Mauizhah, Efektifitas Nasihat dan Aplikasi Metode Mauizhah dalam surat Luqman ayat 12 – 19

BAB V Penutup.

(19)

15

A. Pengertian Pendidikan Agama

Kata pendidikan agama merupakan dua rangkaian kata yang terdiri dari kata

pendidikan dan agama. Sebelum penulis menjelaskan mengenai pendidikan agama, terlebih dahulu akan penulis jelaskan mengenai pengertian pendidikan, kemudian pengertian agama dan selanjutnya pengertian pendidikan agama yang merupakan penggabungan dari kata pendidikan dan kata agama.

Dalam bahasa Indonesia, kata pendidikan terdiri dari kata didik yang mendapat awalan pen dan akhiran an. Kata tersebut sebagaimana yang dijelaskan dalam kamus Bahasa Indonesia adalah suatu perbuatan (hal, cara dan sebagainya) mendidik. Kata pendidikan sering digunakan untuk menerjemahkan kata educatioan dalam bahasa Inggris. Dari segi bahasa, kata education tersebut berasal dari bahasa Latin, yaitu ex

yang berarti keluar, dan ducere duc yang berarti mengatur, memimpin dan mengarahkan. Dengan demikian secara kebahasaan pendidikan berarti mengumpulkan, menyampaikan informasi dan menyalurkan bakat, dan pada dasarnya pengertian pendidikan ini terkait dengan konsep penyampaian informasi dan pengembangan bakat yang tersembunyi.1

1

(20)

Masih dalam pengertian etimologi atau kebahasaan, dijumpai pula kata

al-Tarbiyah (

ΔϴΑήΘϟ΍

) dalam bahasa Arab. Kata ini sering digunakan oleh para ahli

pendidikan Iskam untuk menerjemahkan kata pendidikan dalam bahasa Indonesia. Sebuah buku karangan Muhammad Athiyah al-Abrasyi yang berjudul Tarbiyah al-Islamiyah misalnya, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Prof. H. Bustami A. Ghani dan Johar Bahry (pakar di bidang bahasa Arab) menjadi “Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam.” Demikian pula buku yang berjudul Min Ushul Tarbiyah Fi al-Islam, karangan Abdul Fattah Jalal diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Dasar-dasar Pendidikan Islam. Begitu pula nama Kementrian di beberapa Negara Arab yang mengurusi bidang pendidikan (Wizarat al-Tarbiyah). Salah satu nama Fakultas yang terdapat di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang menyiapkan guru-guru adalah Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Kenyataan ini menunjukkan pengaruh yang luas dari penggunaan istilah Tarbiyah untuk kegiatan pendidikan. Abdurrahman al-Nahlawi, misalnya lebih cenderung menggunakan kata tarbiyah untuk kata pendidikan. Ia lebih lanjut mengatakan bahwa kata tarbiyah berasal dari tiga kata kerja, yaitu :

Yang pertama adalah kata (

˴ΑΎ

˴έ

)rabaa, (

˸Ϯ

˵Α

˸ή

˴ϳ

)yarbuu yang berarti bertambah
(21)

˴ϓ˶αΎ͉Ϩϟ΍˶ϝ΍˴Ϯ˸ϣ˴΃ϲ˶ϓ˴Ϯ˵Α˸ή˴ϴ˶ϟΎ˱Α˶έ˸Ϧ˶ϣ˸Ϣ˵Θ˸ϴ˴Η΍˴˯Ύ˴ϣ˴ϭ

˶Ϫ͉Ϡϟ΍˴Ϊ˸Ϩ˶ϋϮ˵Α˸ή˴ϳΎ˴Ϡ

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada

harta manusia, maka riba ini tidak menambah pada sisi Allah…” (Q.S Ar-Ruum : 39)

Kedua dari kata (

˴ϲ

˶Α

˴έ

)rabiya, (

˴ϰΑ

˸ή

˴ϳ

)yarba yang berarti menjadi besar,

karena pendidikan juga mengandung misi untuk membesarkan jiwa dan memperluas wawasan seseorang.

Ketiga adalah dari kata (

͉Ώ

˴έ

)rabba, (

͊Ώ

˵ή

˴ϳ

)yarubbu yang berarti

memperbaiki, menguasai urusan, menuntun,mengatur, mengasuh, mendidik, melatih, membina, bertanggung jawab, menjaga, dan memelihara.2

Menurut Penulis, kata yang ketiga dari kata kerja

͉Ώ

˴έ

kurang tepat untuk asal

kata

ΔϴΑήΗ

karena kata

͉Ώ

˴έ

lebih ditekankan kepada proses penciptaan alam (penciptaan

secara fisik), padahal tarbiyah yang dimaksudkan oleh kata kerja pertama(

˴ΑΎ

˴έ

)dan kedua

(

˴ϲ

˶Α

˴έ

)mengacu kepada mendidik secara fisik dan non fisik.

Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqy dalam bukunya al-Mu’jam al-Mufahras li

Alfadz al-Qur’an al-Karim telah menginformasikan bahwa di dalam al-Qur’an kata tarbiyah dengan berbagai kata yang serumpun dengannya diulang sebanyak lebih dari 872 kali. Kata tersebut berakar pada kata rabb. Kata ini sebagaimana dijelaskan oleh Raghib Ashfahany, yang dikutip oleh Abuddin Nata, bahwa pada mulanya al-Tarbiyah yaitu Insya’al-syai halan fa halun ila hadd al tamam yang artinya

2

(22)

mengembangkan atau menumbuhkan sesuatu setahap demi setahap sampai pada batas yang sempurna.3

Dengan merujuk pada kajian di atas maka dapat disimpulkan bahwa lafadz al-Tarbiyah mempunyai unsur-unsur pokok sebagai berikut :

1. Memelihara fitrah anak dan memantapkannya dengan penuh perhatian 2. Menumbuhkan aneka ragam bakat anak

3. Mengarahkan fitrah dan bakat anak menuju yang lebih baik dan sempurna 4. melakukan semua proses tersebut secara bertahap.

Selain kata tarbiyah, terdapat juga kata (

ϢϴϠόΘϟ΍

) Ta’lim. Istilah Talim ini

memberi pengertian sebagai suatu proses pemberian Ilmu pengetahuan, pengertian, pemahaman dan tanggung jawab. Kata Ta’lim juga banyak digunakan dalam menyatakan pendidikan, seperti kitab yang dikarang oleh al-Zarnuji, yaitu Ta’lim

al-Muta’allim Thariq al-Taallum, seminar tentang pendidikan Islam mengambil nama

Mu’tamar al-Talimiyat al-Islamiyah, salah satu Kementrian yang terdapat di Saudi Arabia menggunakan nama Wizarat al-Ta’lim al-Ali. Hal ini setidaknya memberikan pengakuan terhadap penggunaan kata ta’lim untuk menjelaskan makna. Dalam al-Qur’an dapat ditemukan penggunaan kata Ta’lim ini, salah satunya adalah :

˶Δ˴Ϝ˶΋Ύ˴Ϡ˴Ϥ˸ϟ΍ϰ˴Ϡ˴ϋ˸Ϣ˵Ϭ˴ο˴ή˴ϋ͉Ϣ˵ΛΎ˴Ϭ͉Ϡ˵ϛ˴˯Ύ˴Ϥ˸γ˴΄˸ϟ΍˴ϡ˴Ω΍˴˯˴Ϣ͉Ϡ˴ϋ˴ϭ

Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya

kemudian mengemukakan kepada Malaikat”. (QS. Al-Baqarah : 31).

3

(23)

Abdul Fatah Jalal berpendapat bahwa istilah yang lebih komprehensif untuk mewakili istilah pendidikan adalah istilah ta’lim, menurutnya istilah ini justru lebih universal dibanding dengan proses tarbiyah. Untuk ini Jalal mengajukan alasan, bahwa ta’lim berhubungan dengan bekal ilmu pengetahuan. Pengetahuan ini dalam Islam dinilai sesuatu yang memiliki kedudukan yang tinggi. Hal ini misalnya dapat dijelaskan melalui kasus Nabi Adam yang diberikan pengajaran (ta’lim) oleh Tuhan, dengan sebab ini, para malaikat bersujud (menghormati) Nabi Adam (lihat Q.S. Al-Baqarah : 30-34)4

Syed Muhammad Naquib al-Attas menawarkan sebuah istilah yang dianggapnya dapat menggambarkan dan menjelaskan pengertian pendidikan dalam

keseluruhan essensinya. Istilah yang dimaksudkannya itu adalah (

ΐϳ Ω ΄Η

Tadib.

Menurutnya istilah yang paling tepat untuk menunjukkan pendidikan Islam adalah ta’dib. Konsep ini didasarkan pada Hadis Nabi :

ϲ͋Α˴έ˸ϲ˶˴ϨΑ͉Ω˴΍

˴ϓ˴Ύ

˸Σ

˴δ

˴Ϧ

˴Η

˸΄˶Ω

˸ϳ˶Β

˸ϲ

Tuhan telah mendidikku, Maka ia sempurnakan pendidikanku.

Lebih lanjut ia ungkapkan bahwa penggunaan istilah tarbiyah terlalu luas untuk mengungkap hakikat dan operasionalisasi pendidikan Islam. Sebab kata tarbiyah yang memiliki arti pengasuhan, pemeliharaan, dan kasih sayang tidak hanya digunakan untuk manusia, akan tetapi juga digunakan untuk melatih dan memelihara binatang atau makhluk Allah lainnya. Padahal sasaran pendidikan adalah manusia. Oleh karenanya, penggunaan istilah tarbiyah tidak memiliki akar yang kuat dalam khazanah Bahasa Arab. Timbulnya istilah ini dalam dunia Islam merupakan terjemahan dari bahasa Latin

4Ibid

(24)

“educate” atau Bahasa Inggris “education”. Kedua kata tersebut dalam batasan

pendidikan Barat lebih banyak menekankan aspek fisik dan material, sementara pendidikan Islam, penekanannya tidak hanya aspek tersebut, akan tetapi juga pada aspek psikis dan immaterial. Dengan demikian, istilah ta’dib merupakan term yang paling tepat dalam khazanah Bahasa Arab karena mengandung arti Ilmu, kearifan, keadilan, kebijaksanaan, pengajaran, dan pengasuhan yang baik, sehingga makna tarbiyah dan ta’lim sudah tercakup dalam ta’dib.5

Al-Attas juga berpendapat bahwa istilah tarbiyah tidak berkaitan dengan inti hakikat pendidikan sebagai “menanamkan ilmu pengetahuan dan intelektualitas serta akhlak mulia”. Istilah tarbiyah lebih menunjuk konotasi sebagai pekerjaan yang bersifat sekuler, mengingat konsep bawaan yang terkandung dalam istilah tersebut berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan serta kematangan material dan fisik saja.6

Menurut penulis Al-Attas pada selanjutnya malah menimbulkan permasalahan baru, karena ta’dib yang diusungnya itu mengandung arti “civilization” (mencerdaskan budaya), sehingga ia lebih mengacu kepada pembinaan rohani saja.

Semua istilah di atas (tarbiyah, ta’lim dan ta’dib) pada dasarnya sama, yaitu menerangkan kata pendidikan. Ketiganya sama-sama mempunyai hubungan tak terpisahkan dengan “proses memelihara, mengasuh dan mendewasakan anak”. Namun ketiganya berangkat dari sudut pandang dan titik perhatian yang berbeda.

5

DR. H. Samsul Nizar, M.A., Filsafat Pendidikan Islam; Pendidikan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), Cet. 1, h. 30-31

6

(25)

Istilah Tarbiyah mengandung konsep yang berpandangan bahwa proses pemeliharaan, pengasuhan, dan pendewasaan anak itu adalah bagian dari proses Rububiyah Allah kepada manusia. Titik pusat perhatian Tarbiyah adalah pada “usaha menumbuhkembangkan segenap potensi pembawaan dan kelengkapan dasar anak secara bertahap dan berangsur-angsur sampai sempurna”. Istilah ta’lim mengandung pandangan bahwa proses pemeliharaan, pengasuhan dan pendewasaan anak itu adalah “usaha mewariskan segala pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan dari generasi tua kepada generasi mudanya”. Dan lebih menekankan pada usaha menanamkan Ilmu pengetahuan yang berguna bagi kehidupan anak. Adapun istilah Ta’dib didalamnya terkandung konsep yang berpandangan bahwa hakekat dari pendewasaan, pemeliharaan dan pengasuhan anak adalah menjadikan (melatih dan membiasakan diri) anak agar berperilaku yang baik dan beradab sopan santun sesuai dengan yang berlaku dalam masyarakatnya.7

Dengan demikian Ta’dib mengesankan proses pembinaan terhadap sikap mental dan akhlak dalam kehidupan. Jadi sasarannya adalah hati dan tingkah laku.

Ta’lim mengesankan proses pemberian bekal ilmu pengetahuan atau pengajaran yang hanya terbatas pada penyampaian serta pemberian ilmu pengetahuan dan informasi. Sedangkan Tarbiyah maknanya lebih luas dari Ta’dib dan Talim.8 Dengan kata lain, bahwa Ta’lim dan ta’dib sebenarnya adalah bagian dari Tarbiyah, tetapi Ta’lim dan

7

H. Tajab, Dasar-dasar Kependidikan Islam (Suatu Pengantar Ilmu Pendidikan Islam), (Surabaya : Karya Aditama, 1996), h. 19

8

(26)

Ta’dib yang dikehendaki adalah dalam pengertiannya sebagai proses pembelajaran dan pelatihan.9

Pada akhirnya penulis berkesimpulan bahwa tarbiyah mengesankan proses pembinaan dan pengarahan serta bimbingan dalam rangka menumbuhkembangkan potensi yang telah ada secara bertahap, istilah ta’lim mengesankan proses pemberian bekal pengetahuan, sedangkan istilah ta’dib mengesankan proses pembinaan terhadap sikap moral dan etika dalam kehidupan. Namun ketiga istilah ini sebenarnya mempunyai hubungan yang tak terpisahkan dengan “proses memelihara, mengasuh dan mendidik.”

Terlepas dari perdebatan makna dari ketiga term di atas, Dalam buku Ilmu Pendidikan yang ditulis oleh Drs. Sudirman, dkk. Disebutkan bahwa asal-usul istilah pendidikan adalah sebagai berikut :

Istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa Yunani, yaitu paedagogie. Paedagogie asal katanya adalah pais yang artinya ‘anak’ dan again yang terjemahannya adalah ‘membimbing’. Dengan demikian maka paedagogie berarti “bimbingan yang diberikan kapada anak”. Orang yang memberikan bimbingan kepada anak disebut paedagog.10

Berikut ini adalah pengertian pendidikan secara terminologi atau istilah menurut para ahli pendidikan antara lain :

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa :

Pendidikan ialah : proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseoranng atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.11

9

H. Tajab, Op. Cit., h. 20

10

Sudirman, et al., Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1991), Cet. 5, h. 4

11

(27)

Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidkan Nasional Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 dikemukakan :

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui bimbingan , pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.

Drs. Sudirman, dkk., mengemukakan bahwa Pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.12

Ahmad D. Marimba mengajukan defenisi sebagai berikut :Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.13

Berdasarkan kenyataan yang terkandung dalam pengertian pendidikan yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan itu adalah usaha sadar dari orang dewasa untuk menyiapkan peserta didik melalui proses bimbingan, pengasuhan, pengajaran dan pelatihan secara teratur dan sistematis ke arah kedewasaan untuk peranannya di masa yang akan dating.

Yang selanjutnya kata yang kedua adalah kata agama. Agama dalam arti laterleknya adalah peraturan atau tata cara. Sedangkan pengertian agama secara

12

Sudirman, et. al., Op. Cit., h. 5

13

(28)

terminologinya telah dikemukakan oleh EB. Tailor dengan kalimat yang singkat bahwa :”agama adalah kepercayaan terhadap kekuatan gaib”.14

Dalam redaksi yang berbeda JG. Frazer mengartikannya sebagai berikut: ”Agama adalah suatu penyerahan diri kepada kekuatan yang lebih tinggi daripada

manusia yang dipercayai mengatur dan mengendalikan jalannya alam dan kehidupan umat manusia”.15

Harun Nasution merunut pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu al-Din, religi (relegere, religare) dan agama. Al-Din (Semit) berarti undang-undang atau hukum. Kemudian dalam bahasa Arab, kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Sedangkan dari kata religi (Latin) atau

relegere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Adapun kata agama terdiri dari a = tidak ; gam = pergi) mengandung arti tidak pergi, tetap di tempat atau diwarisi turun temurun.

Bertitik tolak dari pengertian kata-kata tersebut Jalaluddin dalam bukunya Psikologi Agama mengutip pendapat Harun Nasution yang mengatakan agama intisarinya adalah ikatan. Karena itu agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia . ikatan dimaksud berasal dari suatu kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan panca indera, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari.16

14

H.M. Arifin, M.Ed., Belajar Memahami Agama-agama Besar, (Jakarta : CV. Sera Jaya, 1981), Cet. 1, h. 3

15Ibid

., h. 4

16

(29)

Pengertian agama seperti yang tersebut diatas nampak terlalu umum. Pengetian agama yang menurut sementara para ahli dianggap sebagai definisi yang paling lengkap adalah sebagai berikut :

˲ϊ˸ο˴ϭ˵Ϧ˸ϳ͋Ϊϟ˴΍

˶΍

˶Ϭϟ

͇ϰ

˴γ

˶΋Ύ

˲ϖ

˶ϟ

˴ά

˶ϭ

˸΍ϯ

˵όϟ

˵Ϙ

˸Ϯ

˶ϝ

˶Α

˶Ύ

˸Χ

˶Θ˴ϴ

˶έΎ

˶ϫ

˸Ϣ

˶΍

͉ϳ

˵ϩΎ

˶΍

˴ϟ

͉μϟ΍ϰ

˴ϼ

˶Ρ

˶ϝΎϤϟ˸΍ϰ˶ϓ˶Ρ˴ϼ˴ϔϟ˸΍˴ϭ˶ϝΎ˴Τϟ˸΍ϰ˶ϓ

Agama ialah suatu peraturan Ilahi yang menuntun (mendorong) jiwa

seseorang yang berakal memegang peraturan Ilahi itu dengan kehendaknya

(pilihannya) sendiri untuk ( mencapai) kebaikan hidup di dunia dan kebahagiaan di

akhirat.”17

Menurut penulis definisi inilah yang paling tepat. Pengertian ini melengkapi beberapa pengertian agama sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Di dalam pengertian terakhir ini secara eksplisit ditegaskan bahwa agama ditujukan bagi manusia, karena manusialah yang dianugerahi akal. Akal yang murni dan belum dipengaruhi oleh suatu faham akan mudah menerima peraturan-peraturan Ilahi, yang menuntun manusia ke arah kesentosaan dan kesejahteraan hidup serta membimbing manusia ke arah keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Berdasarkan dari kedua pengertian kata pendidikan dan agama diatas, maka akan dikemukan pengertian pendidikan agama. Pendidikan agama yang dimaksudkan penulis adalah pendidikan agama Islam. Bagi umat Islam, agama merupakan dasar utama dalam mendidik anak-anaknya melalui sarana-sarana pendidikan. Karena dengan menanamkam nilai-nilai agama akan sangat membantu terbentuknya sikap dan

17

(30)

kepribadian anak kelak pada masa dewasa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam atau suatu upaya dengan ajaran Islam, memikir, memutuskan dan berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.18

Selanjutnya penulis akan mengemukakan beberapa pengertian pendidikan agama (Islam) yang banyak ditulis oleh pakar-pakar pendidikan, khususnya pendidikan Islam.

Menurut Dra. Zuhairini, dkk., pendidikan agama berarti usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam.

Menurut Drs. Ahmad D. Marimba pendidikan Islam yaitu bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian lain seringkali beliau menyatakan kepribadian utama dengan istilah kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.19

Hasil Seminar Pendidikan Islam se-Indonesia tanggal 7 sampai dengan 11 Mei 1960 di Cipayung Bogor : “Pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap

18

Zuhairini, …et . al., Filsafat Pendidikan Islam, ( Jakarta : Bumi Aksara), 1995, Cet. 2, h. 152

19

(31)

pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam”.20

Prof. Dr. Moh. Athiyah al-Abrasyi dalam bukunya “Dasar-dasar Pokok pendidikan Islam” sebagaimana yang dikutip oleh Zuhairini menegaskan bahwa pendidikan agama adalah untuk mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadhilah (keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur”.21

Menurut Moh. Al-Thoumy al-Syaibani yang dikutip oleh Prof. Dr. Armai Arief, MA., dalam bukunya “Reformulasi Pendidikan Islam” disebutkan bahwa Pendidikan Islam adalah “Usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dengan alam sekitarnya melalui proses pendidikan”. Jadi, proses pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing dan mengarahkan potensi hidup manusia bverupa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan-kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan dalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individu dan social, serta dalam hubungannya dengan alam sekitar dimana dia hidup. Proses tersebut senantiasa berada di dalam nilai-nilai Islami.22

Dengan demikian pendidikan Islam terlihat pada kejelasan konsepnya tentang pembentukan kepribadian utama menurut ukuran-ukuran ajaran agama Islam.

20

Ibid., h. 11

21

Zuhairini,…et. al., Op. Cit., h. 155

22

(32)

Dengan kalimat yang singkat Dr. Zakiah Daradjat, dkk., memperjelaskan pengertian pendidikan Islam, yaitu : “Pendidikan Islam itu adalah pembentukan kepribadian muslim.”23

Setelah dikemukakan beberapa pengertian pendidikan Islam oleh beberapa pakar, maka penulis berkesimpulan bahwa pendidikan Islam itu mengandung unsur-unsur pokok sebagai berikut :

1. kegiatannya dilakukan secara sengaja, terencana dan sistematis yang harus dilalui secara bertahap

2. adanya bimbingan jasmani dan rohani peserta didik

3. berdasarkan hukum-hukum agama Islam, karena itu tujuan pendidikannya pembentukan kepribadian muslim di mana ia memilih, memutuskan dan berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam.

4. apa yang diberikan kepada anak didik itu sedapat mungkin dapat mendorong tugas dan perannya di masyarakat, baik sebagai makhluk pribadi maupun sebagai makhluk sosial, serta dalam hubungannya dengan alam sekitar di mana ia hidup.

B. Tujuan Pendidikan Agama

Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah usaha dan kegiatan selesai. Maka pendidikan, karena merupakan suatu usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuannya pun bertahap dan bertingkat.

23

(33)

Tahapan dan tingkatan tujuan pendidikan tersebut akan bermuara pada tujuan akhir (ultimate aims of education), yaitu tujuan ideal yang diharapkan terbentuk dan pribadi manusia yang diinginkan.

Dengan demikian jika berbicara tentang tujuan akhir pendidikan Islam, berarti berbicara tentang nilai-nilai ideal yang bercorak Islami. Hal ini mengandung makna bahwa tujuan Pendidikan Islam tidak lain adalah tujuan yang merealisasi idealitas Islam. Sedang idealitas Islam itu sendiri adalah mengandung nilai perilaku manusia yang didasari atau dijiwai oleh iman dan takwa kepada Allah sebagai sumber kekuatan yang mutlak dan harus ditaati.

Dalam Kongres se-Dunia ke II tentang Pendidikan Islam tahun 1980 di Islamabad, menyatakan bahwa :

Tujuan Pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan

pertumbuhan kepribadian manusia (peserta didik) secara menyeluruh dan seimbang

yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual), diri manusia yang

rasional; perasaan dan indera. Karena itu pendidikan hendaknya mencakup

pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik;aspek spiritual, intelektual, imajinasi,

fisik, ilmiah dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif; dan mendorong semua

aspek tersebut ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan Muslim

terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara

pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia.24

Oleh karena itu, tujuan pendidikan Islam, menurut Ashraf, adalah penyerahan diri secara mutlak kepada Allah. Bahkan lebih tandas lagi, Quraish Shihab, seorang mufassir kenamaan Indonesia, meyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah

24

DR. H. Samsul Nizar, M.A., Filsafat Pendidikan Islam; Pendidikan Historis, Teoritis dan Praktis,

(34)

membina manusia supaya menjadi khalifah di muka bumi untuk membangun dunia sesuai konsep taqwa. Untuk bisa tunduk kepada aturan Allah itu, manusia harus berilmu dan berakhlak. Manusia (peserta didik) harus menjadikan nilai-nilai moral sebagai pijakan pemanfaatan ilmunya.25

Tujuan pendidikan pada dasarnya merupakan perubahan yang diinginkan dan diusahakan oleh proses pendidikan atau usaha pendidikan, baik pada dataran tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya maupun kehidupan bermasyarakat serta alam sekitar.

Selanjutnya, menurut Hasan Langgulung, berbicara tentang tujuan pendidikan tidak dapat tidak mengajak kita berbicara tentang tujuan hidup. Sebab pendidikan bertujuan untuk memelihara kehidupan manusia. Tujuan hidup ini menurutnya tercermin dalam ayat 162 Surat al-An’am yang artinya : Katakanlah :

Sesungguhnya Shalatku, dan ibadahku seluruh hidup dan matiku semuanya hanya untuk

Allah Tuhan seluruh alam.26

Dra. Zuhairini, dkk., dalam bukunya Metodik Khusus Pendidikan Agama menyebutkan bahwa tujuan umum Pendidikan Agama ialah membimbing anak agar mereka menjadi orang Muslim sejati, beriman teguh, beramal sholeh dan berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat, Agama dan Negara.

Tujuan pendidikan Agama tersebut adalah merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh setiap orang yang melaksanakan pendidikan agama. Karena dalam

25

DR. Abdurrahman Mas’ud, et . al., Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka pelajar, 2001), Cet. 1, h. 65

26

(35)

mendidik agama yang perlu ditanamkan terlebih dahulu adalah keimanan yang teguh, sebab dengan adanya keimanan yang teguh itu, maka akan menghasilkan ketaatan menjalankan kewajiban agama.

Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56 yang berbunyi :

˶ϥϭ˵Ϊ˵Β˸ό˴ϴ˶ϟΎ͉ϟ˶·˴β˸ϧ˶Έ˸ϟ΍˴ϭ͉Ϧ˶Π˸ϟ΍˵Ζ˸Ϙ˴Ϡ˴ΧΎ˴ϣ˴ϭ

Aku tidak menjadikan jin dan manusia kecuali agar mereka itu beribadat

kepada-Ku.”

Disamping beribadat kepada Allah, maka setiap Muslim di dunia ini harus mempunyai cita-cita untuk dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 201 :

Ύ˴Ϩ˶ϗ˴ϭ ˱Δ˴Ϩ˴δ˴Σ ˶Γ˴ή˶Χ΂˸ϟ΍ ϲ˶ϓ˴ϭ ˱Δ˴Ϩ˴δ˴Σ Ύ˴ϴ˸ϧ͊Ϊϟ΍ ϲ˶ϓ Ύ˴Ϩ˶Η΍˴˯ Ύ˴Ϩ͉Α˴έ ˵ϝϮ˵Ϙ˴ϳ ˸Ϧ˴ϣ ˸Ϣ˵Ϭ˸Ϩ˶ϣ˴ϭ

˶έΎ͉Ϩϟ΍˴Ώ΍˴ά˴ϋ

Diantara mereka ada yang berkata, Ya Tuhan kami berikanlah kepada kami

kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa api neraka.”

Tujuan umum pendidikan Agama tersebut dengan sendirinya tidak akan dapat dicapai dalam waktu sekaligus, tetapi membutuhkan proses atau membutuhkan waktu yang panjang dengan tahap-tahap tertentu.27

Akhirnya, meskipun banyak dijumpai rumusan-rumusan dari beberapa pemikir Islam tentang tujuan Pendidikan Islam, penulis menemukan suatu aspek

27

(36)

prinsipil yang sama yaitu menghendaki terwujudnya nilai-nilai Islami dalam pribadi anak didik dalam bentuk keimanan, keislaman dan ketakwaan.

Jika dilihat tujuan Pendidikan Islam yang dinyatakan dalam kongres se-Dunia II tentang Pendidikan Islam tahun 1980 seperti yang dikutip sebelumnya, terlihat bahwa tujuan Pendidikan Islam itu bersifat duniawi dan ukhrawi, karena yang ditumbuhkembangkan adalah aspek fisik dan non fisik. Begitu pula dalam al-Qur’an terdapat materi qauliyah yaitu ayat yang berbicara mengenai aqidah, syariat dan akhlak juga terdapat materi kauniyyah yaitu ayat yang berbicara mengenai ihwal penciptaan alam serta fenomena alam seperti, kosmis, kosmogoni, kosmografi dan kosmologi. Dan jika tujuan pendidikan Islam dikaitkan dengan materi qauliyah yang berbicara mengenai aqidah, syariat dan akhlak, maka nasehat Luqman yang terdapat dalam surat Luqman ayat 12 sampai dengan 19 ini telah mewakilinya. Karena lingkup maupun urutan ketiga materi pokok pendidikan agama ini digambarkan oleh surat Luqman ayat 12-19. Adapun urutan ketiga materi tersebut adalah :

1. Ilmu Tauhid yang membahas tentang Aqidah yang bersifat I’tiqadi, mengajarkan keesaan Allah, Esa sebagai Tuhan yang mencipta, mangatur dan meniadakan alam ini.

2. Ilmu Fiqih yang membahas tentang Syariah yang berhubungan dengan amal lahir dalam rangka mentaati semua peraturan dan hukum tuhan, guna mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, dan mengatur pergaulan hidup dan kehidupan manusia.

(37)

Hal ini sesuai dengan inti ajaran pokok Islam sebagaimana yang dikemukakan oleh Zuhairini dkk., bahwa : Inti pokok ajaran Islam itu meliputi :

1. Masalah keimanan (aqidah) 2. Masalah Keislaman (syariah) 3. Masalah Ikhsan (akhlak)

Rumusan inti pokok ajaran Islam ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Umar r.a :

˴ϋ

˸Ϧ

˵ϋ

˴Ϥ

˴ή

˴έ

˶ο

˴ϲ

˵Ϳ΍

˴ϋ

˸Ϩ

˵Ϫ

˴ϗ

˴ϝΎ

˴Α˸ϴ

˴Ϩ

˴Ϥ

˴ϧΎ

˸Τ

˵Ϧ

˵Ο

˵Ϡ

˸Ϯ

˲α

˶ϋ

˸Ϩ

˴Ϊ

˴έ

˵γ

˸Ϯ

˶ϝ

˶Ϳ΍

˴λ

͉Ϡ

˵Ϳ΍ϰ

˴ϋ

˴Ϡ˸ϴ

˶Ϫ

˴ϭ

˴γ

͉˷Ϡ˴Ϣ

˴Ϋ

˴Ε΍

˴ϳ

˸Ϯ

˳ϡ

.

˶΍

˸Ϋ

˴σ

˴Ϡ

˴ϊ

˴ϋ

˴Ϡ˸ϴ

˴Ϩ

˴έΎ

˲Ϟ˵Ο

˴η

˶Ϊ

˸ϳ

˲Ϊ

˴Α

˴ϴ

˶νΎ

͋Μϟ΍

˴ϴ

Ύ

˶Ώ

˴η

˶Ϊ

˸ϳ

˵Ϊ

͉δϟ΍

˴Ϯ

˶Ω΍

͉θϟ΍

˸ό

˶ή

˴ϻ

˵ϳ

˴ή

˴ϋϯ

˴Ϡ˸ϴ

˶Ϫ

˴΍

˴Λ

˵ή

΍

͉δϟ

˴ϔ

˶ή

˴ϭ

˴ϻ

˴ϳ

˸ό

˶ή

˵ϓ

˵Ϫ

˶ϣ

͉Ϩ

˴΍Ύ

˴Σ

˲Ϊ

˴Σ

͉ϰΘ

˴Ο

˴Ϡ

˴β

˶·

˴ϟ

͉Ϩϟ΍ϰ

˶Β

͋ϰ

˴λ

͉Ϡ

˵Ϳ΍ϰ

˴ϋ

˴Ϡ˸ϴ

˶Ϫ

˴ϭ

˴γ

͉Ϡ˴Ϣ

˴ϓ

˸γΎ

˴Ϩ

˴Ϊ

˵έ

˸ϛ

˴Β˴Θ

˸ϴ

˶Ϫ

˶΍

˴ϟ

˵έϰ

˸ϛ

˴Β˴Θ

˸ϴ

˶Ϫ

˴ϭ

˴ϭ

˴ο

˴ϊ

˴ϛ

͉ϔ˸ϴ

˶Ϫ

˴ϋ

˴ϰϠ

˴ϓ

˶Ψ

˴ά

˸ϳ

˶Ϫ

˴ϭ

˴ϗ

˴ϝΎ

˴ϳ

˵ϣΎ

˴Τ

͉Ϥ

˵Ϊ

˴΍

˸Χ

˶Β

˸ή

˶ϧ

˴όϯ

˶Ϧ

˸΍

˶ϻ

˸γ

˴ϼ

˶ϡ

!

˴ϓ

˴Ϙ

˴ϝΎ

˴έ

˵γ

˸Ϯ

˵ϝ

΍

˶Ϳ

˴΍˸ϟ

˶Ύ

˸γ

˴ϼ

˵ϡ

˴΍

˸ϥ

˴Η

˸θ

˴Ϭ

˴Ϊ

˴΍

˸ϥ

˴ϻ

˶΍

˴Ϫϟ

˶΍

͉ϻ

˵Ϳ΍

˴ϭ

˴΍

͉ϥ

˵ϣ

˴Τ

͉Ϥ

˱Ϊ

͉έ΍

˵γ

˸Ϯ

˵ϝ

˶Ϳ΍

,

˴ϭ

˵Η˶Ϙ

˸ϴ

˴Ϣ

͉μϟ΍

˴ϼ

˴Γ

,

˴ϭ

˵Η

˸Ά

˶Η

˴ϰ

͉ΰϟ΍

˴ϛ

Ύ˴Γ

,

˴ϭ

˴Η

˵μ

˸Ϯ

˴ϡ

˴έ

˴ϣ

˴π

˴ϥΎ

,

˴ϭ

˴Η

˵Τ

͉Ξ

˸΍

˴Βϟ

˸ϴ

˶Ζ

˶΍

˶ϥ

˸γ΍

˴Θ

˴τ

˸ό

˴Ζ

˶΍

˴ϟ˸ϴ

˶Ϫ

˴γ

˶Β˸ϴ

˱ϼ

.

˴Ύϗ

˴ϝ

˴λ

˴Ϊ

˸ϗ

˴Ζ

˴ϓ

˴ό

˶Π

˸Β˴Ϩ

˴ϟΎ

˵Ϫ

˴ϳ

˸δ

˴΄

˵ϟ

˵Ϫ

˴ϭ

˵ϳ

˴μ

͋Ϊ

˵ϗ

˵Ϫ

˴ϗ

Ύ

˴ϝ

˴ϓ˴Ύ

˸Χ

˶Β

˸ή

˶ϧ

˴όϯ

˶Ϧ

˸΍

˶ϟ

˸ϳΎ

˴ΎϤ

˶ϥ

!

˴ϗ

˴ϝΎ

˴΍

˸ϥ

˵Η

˸Ά

˶ϣ

˴Ϧ

˶Α

˶ͿΎ

˴ϭ

˴ϣ

˶ΌϠ

˴Ϝ

˶Θ

˶Ϫ

˴ϭ

˵ϛ

˵Θ˶Β

˶Ϫ

˴ϭ

˵έ

˵γ

˶Ϡ

˶Ϫ

˴ϭ

˸΍

˴ϴϟ

˸Ϯ

˶ϡ

˸΍

˶Χϻ

˶ή

˴ϭ

˵Η

˸Ά

˶ϣ

˴Ϧ

˶Α

˸ϟΎ

˴Ϙ

˴Ϊ

˶έ

˴Χ

˸ϴ

˶ή

˶ϩ

˴ϭ

˴η

˷ή

˶˶ϩ

˴ϝΎ˴ϗ

˴λ

˴Ϊ

˸ϗ

˴Ζ

˴ϗ

˴ϝΎ

˴ϓ˴΄

˸Χ

˶Β

˸ή

˶

˴ϋϰϧ

˶Ϧ

˸ϟ΍

˶Ύ

˸Σ

˴δ

˶ϥΎ

˴ϗ

˴ϝΎ

˴΍

˸ϥ

˴Η

˸ό

˵Β

˴Ϊ

˴Ϳ΍

˴ϛ

˴Ύ͉ϧ

˴Ϛ

˴Η

˴ή

˵ϩ΍

˴ϓ

˶Ύ

˸ϥ

˴Ϣϟ

˸˴Η

˵Ϝ

˸Ϧ

˴Η

˴ή

΍˵ϩ

˴ϓ

˶Ύ

͉ϧ

˵Ϫ

˴ϳ

˴ή

˴ϙ΍

ϢϠδϣϩ΍ϭέ

Dari Umar r.a beliau berkata : Pada suatu hari dikala kami sedang duduk

bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba datang seorang laki-laki yang berpakaian sangat

putih sekali dan rambutnya sangat rapi, tetapi tidak terlihat tanda-tanda ia seorang

musafir dan tidak seorang pun yang mengenalnya. Lantas ia duduk berhadapan dengan

(38)

beliau, lalu katanya : ‘Hai Muhammad ceritakan kepadaku tentang islam ! Nabi

menyebutkan :’Islam ialah bahwa engkau mengakui bahwasanya tiada Tuhan selain

Allah dan Muhammad utusan Allah, engkau mengerjakan shalat, engkau membayar

zakat, engkau puasa di bulan ramadhan dan engkau lakukan haji ke Baitullah jika

engkau mampu’. Laki-laki itu berkata : Engkau benar. Dan kami heran, dia yang

bertanya dan dia pula yang membenarkan. Lantas ia berkata lagi : ‘ceritakan kepadaku

tentang Iman!’ Nabi menyebutkan : Iman ialah kamu yakin dan percaya kepada Allah,

malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir dan taqdir baik dan taqdir

buruk’. Ia menyahut : Engkau benar. Dia berkata lagi : ceritakan kepadaku tentang

Ihsan!’ Nabi menyebutkan : Ihsan ialah engkau sembah Allah seakan-akan engkau

melihat-Nya dan jika engkau tidak melihatnya kamu yakin Dia melihatmu’. (H.R.

Muslim)28

C. Prinsip Pendidikan Agama

Bila kita mengamati sedalam-dalamnya tentang bagaimana Tuhan mendidik alam ini, maka nampaklah oleh kita bahwa Allah sebagai Yang Maha Pendidik (Murabby Al-A’dham) dengan qadrat dan iradat-Nya telah mempolakan suatu supra sistem dalam suatu sistem mekanisme yang bergerak dalam suatu pola keseimbangan dan keserasian antara sub-sub sistem dari kehidupan alam ini.

Sebenarnya Allah yang maha kuasa atas ciptaan-Nya itu, bila menghendaki sesuatu itu terjadi, maka dengan qodrat dan iradat-Nya sesuatu akan terjadi, tanpa menggunakan sistem apapun. Akan tetapi sebagai maha pendidik Allah rupanya menghendaki bahwa segala sesuatu yang menyangkut kehidupan di alam ini berjalan dalam suatu sistem dimana suatu proses kehidupan terjadi secara alami. Hal demikian

28Terjemah Shahih Muslim Jilid I

(39)

menjadi contoh bagi makhluk-Nya dalam usaha mengembangkan kehidupan secara wajar dan manusiawi atau alami sesuai dengan garis (khittah) ysng telah diletakkan Allah sebagai dasarnya.

Sebagai misal, mengapa Allah Yang Maha Kuasa tidak secara langsung saja menjadikan makhluknya baik atau jahat, pandai atau bodoh, bahagia atau celaka, sehat atau sakit (jasmaniah atau rohaniah), tumbuh dan berkembang atau lemah dan punah sama sekali. Melainkan Allah menjadikannya melalui sistem dimana terjadi berbagai macam proses yang pada dasarnya terletak pada suatu mekanisme sebab dan akibat.

Dan mengapa Allah perlu menciptakan planet-planet dalam suatu sistem tata surya yang berjalan di atas khittah yang teratur dan konstan dalam pola keseimbangan dan keserasian. Mengapa Allah menciptakan wadah dunia ini sebagai suatu sistem institusi dimana didalamnya umat manusia dididik untuk mampu mengembangkan dirinya serta mampu berinteraksi dan interaksi dengan dunia sekitarnya bahkan bersahabat dengan dunia sekitar itu.

Itu semua membuktikan betapa Tuhan ingin menunjukkan bahwa segala sesuatu yang hidup di alam ini tidak terjadi secara insidental akan tetapi harus melalui proses dalam suatu sistem yang bekerja secara mekanis yang dapat dicontoh dan ditiru oleh hamba-Nya, khususnya manusia di dunia ini.

(40)

ϲ˶ϟϭ˵΄˶ϟ ˳ΕΎ˴ϳ΂˴ϟ ˶έΎ˴Ϭ͉Ϩϟ΍˴ϭ ˶Ϟ˸ϴ͉Ϡϟ΍ ˶ϑΎ˴Ϡ˶Θ˸Χ΍˴ϭ ˶ν˸έ˴΄˸ϟ΍˴ϭ ˶Ε΍˴Ϯ˴Ϥ͉δϟ΍ ˶ϖ˸Ϡ˴Χ ϲ˶ϓ ͉ϥ˶·

ϲ˶ϓ˴ϥϭ˵ή͉Ϝ˴ϔ˴Θ˴ϳ˴ϭ˸Ϣ˶Ϭ˶ΑϮ˵Ϩ˵Οϰ˴Ϡ˴ϋ˴ϭ΍˱ΩϮ˵ό˵ϗ˴ϭΎ˱ϣΎ˴ϴ˶ϗ˴Ϫ͉Ϡϟ΍˴ϥϭ˵ή˵ϛ˸ά˴ϳ˴Ϧϳ˶ά͉ϟ΍˶ΏΎ˴Β˸ϟ˴΄˸ϟ΍

˴ϫ˴Ζ˸Ϙ˴Ϡ˴ΧΎ˴ϣΎ˴Ϩ͉Α˴έ˶ν˸έ˴΄˸ϟ΍˴ϭ˶Ε΍˴Ϯ˴Ϥ͉δϟ΍˶ϖ˸Ϡ˴Χ

˴Ώ΍˴ά˴ϋΎ˴Ϩ˶Ϙ˴ϓ˴Ϛ˴ϧΎ˴Τ˸Β˵γΎ˱Ϡ˶σΎ˴Α΍˴ά

˶έΎ͉Ϩϟ΍

Sesungguhnya di dalam kejadian lengit dan bumi terdapat tanda-tanda

(kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal. Mereka itu mengingat Allah disaat

berdiri dan duduk dan di waktu berbaring serta memikir-mikir tentang kejadian langit

dan bumi (seraya) mengucapkan :wahai Tuhanku, kau tidak menciptakan ini semua

dengan sia-sia, maha suci Kau maka jauhkanlah kami dari siksaan api neraka.”(Ali

Imran : 190-191)

Allah Maha Pencipta dan Maha Kuasa atas segala-galanya, akan tetapi juga Maha Pendidik terhadap hamba-hamba-Nya. Dia adalah “Rabbul A’lamin”Pendidik atas sekalian alam ini. Para malaikat, para Rasul dan Nabi-nabi serta para Wali-wali sampai kepada para Ulama diciptakan oleh-Nya sebagai penyambung kalam Ilahi dan sekaligus sebagai pembantu Allah dalam proses mendidik manusia agar menjadi hamba yang beriman, bertakwa dan taat kepada perintah-Nya.29

Dengan dasar pemikiran tersebut di atas yang perlu digaris bawahi adalah, bahwa keberhasilan dalam mendidik manusia akan tercapai dengan baik sesuai tujuan yang dicita-citakan apabila manusia tersebut dididik sesuai dengan tuntunan Allah, karena Allah adalah Pendidik Alam Semesta (Rabbul A’lamin) dan Allah juga adalah Pendidik manusia (Rabbinnas). Sedangkan para rasul dan para nabi, para wali, para

29

(41)

ulama dan para pendidik lainnya merupakan khalifah Allah yang menjadi mediator terhadap pendidikan bagi hamba-Nya.

Dari konsep rububiyah Allah terhadap alam semesta (termasuk manusia) itulah pendidikan Islam tersebut sebenarnya bersumber. Dengan demikian bagaimana konsep dan prinsip-prinsip dasar pendidikan Islam yang sebenarnya (yang bersumber pada ajaran Islam yang sebenarnya) akan dapat dianalisis dan dikembangkan dari gambaran dan penjelasan tentang proses rububiyah Allah terhadap alam semesta dan manusia tersebut.30 Di antara beberapa prinsip tersebut ialah :

a. Prinsip menyeluruh (holistik atau (

ϝϮϤθϟ΍

)31

Yaitu prinsip (asas) yang menempatkan semua jenis ciptaan Allah di alam ini tersusun dari bagian-bagian yang bermakna dalam suatu keseluruhan. Segala yang maujud ini harus dilihat sebagai sistem kebulatan yang bermakna bagi manusia, sehingga tak ada bagian satupun dalam sistem ini dipandang tak bermakna atau tidak diperlukan.

Dengan berpegang pada asas ini, maka dalam dunia kependidikan diperlukan suatu model (pattern) sistem yang menyeluruh baik dalam pelembagaan pendidikan yang berjenjang dan bervariasi maupun dalam penerapan metode pendidikan sehingga terlahirlah sistem “Satu untuk semuanya” (One for all system).

Kemudian prinsip menyeluruh ini meliputi segala aktivitas biologis perorangan dan masyarakat. Hal itu meliputi segala hubungan manusia dengan Allah yang

30

H. Tadjab. Op. Cit., h. 18

31

(42)

disebut ibadah (hablum minallah) dan hubungan manusia dengan makhluk lainnya yang disebut dengan muamalah (hablum minallah).

b. Prinsip Kesatuan (Integritas)32

Adalah suatu asas (prinsip) yang memandang bahwa segala yang diciptakan Allah dalam kehidupan alam ini baik makhluk manusia maupun tumbuh-tumbuhan senantiasa berada dalam suatu sistem integral di mana antara satu bagian dengan bagian lain saling berhubungan yang bersifat menggerakkan dan saling memperkokoh sebagai satu kesatuan hidup yang bermakna. Bagian-bagian yang bekerja secara mekanistis dalam fungsinya masing-masing itu tidak terlepas antara satu dari yang lainnya, oleh karena apabila terlepas antara satu dari

Referensi

Dokumen terkait

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kota yang diangkat oleh pejabat yang

Jenis zat pengatur tumbuh auksin (IAA, IBA, NAA dan 2,4-D) pada berbagai konsentrasi (1 mg/L, 2 mg/L dan 3 mg/L) berpengaruh pada induksi akar dari eksplan ginseng jawa

and Lecours A.(2008) Nationalism and Social Policy: The Politics of Territorial Solidarity, Oxford University Press.. Berman, S.(1998) The Social Democratic Moment: Ideas and

Skripsi yang berjudul “ Pengaruh Citra Merek dan Persepsi Label Halal Terhadap Minat Pembelian Ulang Produk Champ Nugget” disusun untuk memenuhi serta melengkapi syarat

Pemeriksaan hanya dilakukan terhadap bahan baku dan cara pengolahannya saja; (3) tidak adanya jaminan bahwa dengan diperolehnya sertifikat halal, akan menjamin

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis mayor dalam penelitian ini diterima, yaitu terdapat hubungan negatif

1) Dalam pelaksanaan suatu proyek khususnya dalam industri EPC, setiap individu yang terlibat harus memahami ruang lingkup pekerjaan masing-masing khususnya

Berdasarkan Tabel 2.1 dijelaskan bahwa sorgum memungkinkan ditanam pada daerah dengan tingkat kesuburan rendah sampai tinggi, asal solum agak dalam (lebih dari 15