• Tidak ada hasil yang ditemukan

Takdir Indonesia sebagai Emerging Countr

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Takdir Indonesia sebagai Emerging Countr"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Takdir Indonesia sebagai Emerging Country:

Komparasi Kebangkitan Rusia

Sonia Deby Aryani 071112101

Mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Hubungan Internasional Universitas Airlangga

ABSTRAK

Setiap negara memiliki ciri dalam keberhasilannya untuk bangkit. Indonesia, kini digadang-gadang akan segera menjadi salah satu negara kekuatan ekonomi dunia. Setelah sempat menjadi kandidat dalam NICs dan BRICS, kini Indonesia ditempatkan dalam MINT yang akan segera menyusul BRICS. Keberhasilannya untuk bertahan dan bangkit dari krisis 1998 membuat Indonesia pantas diperhitungkan dalam pergaulan internasional. Terlepas dari berhasil atau tidak, Indonesia akan memiliki jalannya sendiri untuk bangkit. Tulisan ini akan mengkomparasikan kondisi Indonesia dengan Rusia, untuk melihat kemungkinan Indonesia mengambil jalan yang sama yang telah diambil Rusia.

Kata kunci: Indonesia, Rusia, bangkit

Every single state has its own characteristic to emerge. Indonesia, now become the one of the emerging economic countries. After failed being the one of NICs or BRICS, Indonesia success to joining MINT as the next economic giant. Indonesia has been survive and win the fight with the 1998 crisis. It shows Indonesia has significant role in internasional affair. But effort to successfully emerge will be different and Indonesia will have his own characteristic. This paper will compare Indonesia and Russia, to observe Indonesian possibility to take the same as Russian.

(2)

Indonesia diramalkan akan menjadi salah satu negara dengan kekuatan ekonomi terbaik dimasa depan. Meskipun pada akhir 1990an mengalami krisis parah hingga berada pada titik terendah, Indonesia mampu bertahan dan memperbaikinya. Keanggotaan G 20, limpahan sumber daya alam alam, jumlah tenaga kerja produktif yang besar, serta posisinya sebagai regional power di Asia Tenggara merupakan beberapa faktor yang membuat Indonesia kembali diperhitungkan secara internasional. Namun hal tersebut tidak menjadi jaminan Indonesia akan berhasil menjadi salah satu negara terkuat. Jika dibandingkan dengan Rusia yang juga pernah mengalami kemerosotan1 dan dengan segala upayanya berhasil bangkit, Indonesia tidak dapat menjalani jalan yang sama dengan Rusia.

Rusia sendiri saat ini dapat dikatakan berhasil kembali menjadi salah satu kekuatan dunia, terutama secara militer dan politik. Rusia merupakan salah satu negara BRICS bersama Brazil, India, Cina atau Tiongkok, dan Afrika Selatan yang disebut akan dapat menandingi ekonomi G7 pada 2050 (Elias dan Noone 2011, 34). Rusia memiliki cara bangkit yang khas yang membedakannya dari negara lain, bahkan dari sesama negara BRICS apalagi dengan Indonesia. Untuk menunjukan bahwa Indonesia memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk tidak menjalani takdir kebangkitan yang sama dengan Rusia, akan digunakan studi komparatif. Metode komparatif memiliki dua cara yang dapat digunakan untuk menganalisis, yaitu menggunakan variabel yang sama, atau justru memilih yang spesifik untuk tiap negara yang dibandingkan untuk menghindari bias yang mungkin muncul karena perbedaan kultur dan kondisi (Bahry 1995). Tulisan ini akan menggunakan variabel yang sama untuk menunjukkan perbedaan kondisi Indonesia dan Rusia untuk membuktikan bahwa keduanya akan menjalani takdir kebangkitan yang berbeda.

Dinamika Indonesia sebagai Emerging Economy

Indonesia pernah mengalami masa sulit pada akhir 1990an yang membuat ekonomi, politik, dan peran Indonesia dalam dunia internasional menurun. Jika menilik sedikit jauh kebelakang, Indonesia pernah menjadi negara yang cukup diperhitungkan, terutama di Asia, pada masa pemerintahan Soeharto meskipun akhirnya juga menjadi salah satu alasan utama kekacauan ekonomi dan sosial menjelang 1998. Kepemimpinan Soeharto berhasil membuat Indonesia melejit dari salah satu negara termiskin di dunia pada pertengahan 1960an menjadi satu dari delapan high-performing Asian economies di awal 1990an (adbi.org t.t.). Pada tahun 1965 hingga 1967 pertumbuhan ekonomi mencapai rata-rata 7 persen pertahun dan real gross

1 Setelah Perang Dingin Uni Soviet pecah dan Rusia sebagai pecahan terbesar menjadi penerusnya. Pada awal

(3)

national product meningkat 2 kali lipat setiap 10 tahun. Dengan lonjakan ekspor yang dicapai sejak 1980an, Indonesia bersama Malaysia dan Thailand disebut sebagai newly-industrializing economy (NIE) di Asia Tenggara oleh World Bank (Page 1994). Namun menjelang akhir 1990an, Indonesia mulai mengalami fase downswing dan mencapai titik terendah pada tahun 1998 dengan kondisi politik, sosial dan ekonomi yang dapat dikatakan sebagai krisis terburuk dalam sejarah Indonesia merdeka.

Krisis tersebut membuat Indonesia dianggap tidak lagi mampu berpartisipasi secara penuh dalam menjalankan hubungan luar negeri, bahkan di ASEAN sekalipun. Namun keterpurukan Indonesia tidak berlangsung lama. Sejak 1999, kondisi yang sempat kacau terus diperbaiki dan berdampak pada pertumbuhan GDP dari tahun 2000-10 yang meningkat sekitar 5.2 persen per tahun (Elias dan Noone 2011, 34). Sedangkan kegiatan ekspor Indonesia dengan negara ASEAN saja mencapai US$ 8,07 miliar sementara impor senilai US$ 7,63 miliar (tempo.co 2013). Prestasi tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki kekuatan yang cukup baik. Puncaknya pada tahun 2009 Indonesia menjadi anggota G-20 dan menduduki peringkat 15 dunia sebagai negara dengan GDP tertinggi (Anwar 2013). Prestasi Indonesia tersebut diyakini akan terus meningkat dan digadang-gadang menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia beberapa tahun mendatang. Goldman Sachs mengkategorikan Indonesia dalam N11 atau the Next Eleven emerging countries, yang akan menyusul kebangkitan ekonomi BRICS dan menjadi rival G7 (Lawson et al 2007, 161). Selain itu, Jim O’Neill juga mengkategorikan Indonesia dalam MINT bersama Meksiko, Nigeria dan Turki, untuk menjadi raksasa ekonomi yang akan segera naik (bbc.com 2014). Sebenarnya sebelum mengalami krisis besar pada 1998, Indonesia sempat dimasukkan sebagai kandidat New Emerging Economics2 dan sempat menjadi ‘I’ dalam BRICS sebelum

akhirnya diresmikan sebagai milik India. Hal ini menunjukkan kondisi Indonesia masih belum stabil untuk menjadi negara kekuatan ekonomi dunia.

Kebangkitan Rusia dari Keruntuhan setelah Perang Dingin

Seperti Indonesia, Rusia juga sempat mengalami masa jaya pada masa Perang Dingin. Rusia, pada saat itu masih sebagai Uni Soviet, merupakan salah satu polar dunia bersama Amerika Serikat. Kekalahannya dari Amerika Serikat membuat kondisi politik, sosial dan ekonomi Uni Soviet menjadi tidak stabil dan menyebabkan pecahnya Uni Soviet. Federasi Rusia, negara penerus dan negara pecahan terbesar dari Uni Soviet, membutuhkan waktu 2 Negara-negara dengan kondisi ekonomi yang terus meningkat dan dipercaya dapat menjadi polar ekonomi

(4)

cukup lama untuk bangkit. Pada tahun pertama setelah merdeka, GDP Rusia turun 14.5% ketiga harga justru meningkat 1,735% (Hancock 2007, 74). Tahun berikutnya GDP kembali turun 8.7% dan inflasi terjadi 879%. Meskipun pada masa Boris Yeltsin Rusia berusaha mendekatkan diri dengan Barat, namun Barat tidak dapat dan tidak berkeinginan untuk menyelamatkan ekonomi Rusia. Amerika Serikat, IMF dan Bank Dunia dianggap bertanggungjawab atas kejatuhan ekonomi Rusia, disamping kesalahan pemerintah Rusia sendiri (Hancock 2007, 74). Bantuan-bantuan yang telah dirumuskan oleh Bank Dunia dan IMF yang mencapai 2.2 triliun dolar memiliki kecacatan yang fatal sehingga tidak bisa diberikan. Sementara pemerintah Rusia sendiri meremehkan besarnya biaya untuk mengubah ekonomi dan terlalu berharap pada kemampuan negara dan institusi Barat untuk membiayai perubahan tersebut (Hancock 2007, 75).

Bertahun-tahun setelah keruntuhan Uni Soviet, Federasi Rusia dibawah Vladimir Putin mulai merevisi tujuan dan kebijakannya untuk mengubah kekuatannya dalam sistem internasional (Trenin 2012, 3). Upaya Rusia untuk bangkit dan menjadi salah satu kekuatan dunia ditunjukan oleh Putin yang menyebutkan bahwa saat ini Rusia sedang berusaha memainkan peran yang lebih aktif dalam politik internasional (Thorun 2009, 38). Kemudian dalam salah satu pidatonya, Putin juga menyebutkan bahwa Rusia akan berusaha memiliki posisi independen di dunia internasional dan akan mempertahankannya dengan segala cara (Mirzayan 2014).

Upaya Rusia untuk kembali menjadi great power terlihat dari arah kebijakan luar negeri Rusia yang mengusahakan deklinasi pengaruh Barat di Rusia (Monaghan 2013, 5). Namun Rusia tidak sertamerta menjadi anti Barat, meskipun memang hubungan Rusia dengan Barat sangat fluktuatf. Pemerintahan Putin menggunakan pendekatan multivektor yang memungkinkan Rusia menjalin aliansi dengan dengan lebih banyak negara untuk meningkatkan ekonomi dan memperluas posisinya (Hancock 2007, 81).

(5)

Kebangkitan Rusia lebih didasari oleh membaiknya aspek politik dan terutama militer, yang bahkan jauh lebih baik daripada Tiongkok.

Komparasi Indonesia dan Rusia

Setiap negara memiliki sejarah kebangkitan yang berbeda. Untuk itu sebenarnya perbandingannya dengan Rusia tidak dapat menunjukkan apakah Indonesia akan sukses atau gagal dalam menjadi kekuatan baru dunia di masa depan. Namun dapat dipastikan Indonesia tidak akan melalui jalan yang sama seperti yang dilalui Rusia untuk bangkit dari kemerosotannya dimasa lalu.

Perbandingan antara Indonesia dan Rusia sebenarnya tidak hanya menghasilkan perbedaan yang menunjukkan bahwa Indonesia memiliki jalan yang berbeda dari Rusia. Terdapat beberapa persamaan yang menunjukkan kedua negara tersebut layak dibandingkan. Persamaan pertama adalah bahwa keduanya merupakan regional power, atau setidaknya memerankan peran lebih di wilayahnya masing-masing.

(6)

dengan Tiongkok di Laut Cina Selatan (Tha tt, 113). Maka, Indonesia masih dapat dikatakan sebagai primus interpares atau the first among equals di kawasan Asia Tenggara.

Sementara Rusia sebagai regional power Asia Tengah dapat dilihat dari kebijakan Rusia era Putin yang melanjutkan kebijakan Yeltsin untuk mengintegrasikan ekonomi dengan bekas negara Soviet, dengan Rusia sebagai pusat. Seperti pada tahun 2000, Putin membentuk

Eurasian Economic Community dan Single Economic Space pada tahun 2004 untuk mengoordinasi kebijakan perdagangan dan sistem pengaturan tunggal (Hancock 2007, 82). Peran Rusia di Asia Tengah juga nampak dari Shanghai Cooperation Organization atau SCO yang diresmikan 15 Juni 2001 bersama Tiongkok, Kazakstan, Kirgistan, Tajikistan, dan Uzbekistan (globalsecurity.org tt). SCO dibentuk atas kerjasama ekonomi, energi, budaya dan berfokus pada militer di kawasan Asia Tengah (Haas dan Putten 2007, 5). Rusia dan Tiongkok mendominasi jalannya SCO karena merupakan negara terkuat. Sementara dalam militer, yang menjadi fokus utama pembentukan SCO, Rusia memegang peranan paling besar mengingat militer Rusia merupakan yang terbesar kedua didunia tepat di bawah Amerika Serikat (Hancock 2007, 94). Pembentukan SCO juga merupakan usaha Rusia untuk kembali menjadi great power, karena pembentukan SCO juga didasari keinginan untuk menandingi atau setidaknya mengimbangi kekuatan militer Barat, terutama Amerika Serikat dengan NATOnya (Freire dan Mendes, 2009: 35).

(7)

Kesamaan posisi sebagai regional power dan komoditas ekspor yang tidak mampu mengangkat ekonomi tidak menunjukkan Indonesia akan memiliki cara bangkit yang sama dengan yang telah digunakan Rusia. Terdapat perbedaan yang ditemukan melalui perbandingan variabel keberpihakan terhadap Amerika Serikat-Tiongkok dan yang utama adalah perbandingan militer. Perbedaan tersebut akan menunjukkan bahwa Indonesia tidak dapat menggunakan cara Rusia yang khas untuk bangkit.

Hubungan Indonesia, baik dengan Amerika Serikat maupun Tiongkok dapat dikatakan berjalan baik. Misalnya, pemerintah Amerika Serikat menyatakan siap membantu Indonesia untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan berlaku efektif mulai akhir 2015, salah satunya dengan melakukan pelatihan bagi UKM seperti pemasaran dan logistik (tempo.co 2014). Kedekatan Indonesia-AS juga terlihat ketika Kedutaan Besar Amerika Serikat merayakan salah satu hari besarnya, Thanksgiving, di Banyuwangi yang langsung dihadiri Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Robert O. Blake (tempo.co 2014). Indonesia-AS juga bekerjasama dalam aspek pertahanan dan militer, peningkatan peningkatan kualitas SDM militer kedua negara, dan pengadaan persenjataan dan mesin perang bagi Indonesia (antaranews.com 2014). Sementara dengan Tiongkok, Indonesia telah lama menjalin kerjasama yang didominasi sektor perdagangan dan mulai bergeser ke arah industrialisasi dan pembangunan nonperdagangan (bbc.co.uk 2013). Baik Presiden Indonesia, Joko Widodo, dan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, menyebutkan bahwa Indonesia dan Tiongkok memiliki arti penting bagi masing-masing pihak.

Sementara Rusia lebih condong ke Tiongkok daripada Amerika Serikat. Ketika Putin berusaha mengurangi pengaruh Barat, terutama AS, hubungan Rusia dengan Tiongkok justru meningkat. Kedekatan Rusia-Cina dapat dilihat dari pembentukan SCO dan perdagangan bilateral Rusia dan Cina tumbuh lebih dari 30 persen per tahun dengan nilai total perdagangan mencapai $ 33 miliar (Mitchell 2007, 136). Salah satu alasan keeratan Rusia-Tiongkok adalah kesamaan keinginan untuk menantang dominasi Amerika Serikat di banyak bidang (Hancock 2007, 88). Keberpihakan Rusia terhadap Tiongkok juga terlihat dari kritiknya terhadap Trans Pacific Partnership atau TPP3 yang dirancang Amerika Serikat G-8 yang dimaksudkan untuk membendung pengaruh Tiongkok di kawasan Asia Pasifik

3 Banyak ahli politik internasional yang melihat Amerika Serikat dan G8 yang khawatir dengan Tiongkok yang

(8)

(theglobal-review.com 2013). Rusia lebih memilih untuk mendukung liberalisasi Tiongkok di pasar Asia.

Perbedaan kedua antara Indonesia dan Rusia terletak pada aspek militer. Militer Indonesia, meskipun disebut-sebut membaik, tidak merupakan prioritas pemerintah. Dapat dilihat dari anggaran belanja militer yang hanya 0.9 % dari APBN (worldbank.org 2014). Indonesia lebih memprioritaskan aspek lain untuk ditingkatkan. Posisi Indonesia yang berada pada peringkat 19 dari 106 negara disokong oleh jumlah man power yang mencapai 129 juta (businessinsider.co.id 2014). Hal ini tidak mengejutkan mengingat jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta. Namun jika dilihat dari jumlah peralatan militer, Indonesia jauh tertinggal. Indonesia hanya memiliki 374 tank, 381 pesawat tempur, dan 2 kapal selam (businessinsider.co.id 2014). Jumlah tersebut tentu sangat kurang melihat daratan dan laut Indonesia yang sangat luas.

Berbeda dengan Indonesia, Rusia mencurahkan 4.2% APBN pertahun untuk membiayai militernya (worldbank.org 2014). Jumlah tersebut selalu meningkat setiap tahun. Rusia memiliki 15 ribu tank, dua kali lipat dengan yang dimiliki AS, dan 8484 hulu ledak nuklir (businessinsider.co.id 2014). Jumlah tersebut merupakan yang tertinggi di dunia. Meskipun secara ekonomi masih memerlukan banyak usaha, namun secara militer Rusia telah berhasil bangkit dengan posisinya sebagai kedua yang terbaik di dunia.

Kebangkitan militer memang merupakan ciri khas kebangkitan Rusia untuk kembali menjadsi great power. Jika kebanyakan negara yang berhasil bangkit, seperti NICs dan negara BRICS selain Rusia terlebih dulu memacu pertumbuhan ekonomi sebelum meningkatkan kekuatan militer, Rusia mengambil jalan sebaliknya. Jalan tersebut diambil karena Rusia masih berupaya mendefinisikan ulang geopilitiknya. Rusia sempat mengalami

geopolitical coma atau ketidakjelasan arah geopolitik sehingga tidak dapat melawan pengaruh geopolitik Barat (Lukyanov 2009, 145). Hubungan Rusia dengan Barat, terutama Amerika Serikat sendiri disebut Lukyanov (2007) berlangsung seperti rollercoaster atau berbentuk spiral turn, untuk menggambarkan naik-turun ketegangan antara keduanya yang terkadang mencapai titik-titik tajam.

(9)

setidaknya mengimbangi kekuatan Amerika Serikat, agar Rusia memiliki peranan yang signifikan. Kekuatan militer tersebut juga digunakan untuk mengikat kembali negara-negara bekas Uni Soviet, seperti yang terjadi di Krimea dan Georgia.

Kesamaan keinginan untuk menandingi dominasi Amerika Serikat dan membentuk sistem internasional yang multipolar, membuat Rusia lebih banyak bekerjasama dengan Tiongkok. Upaya pendekatan Rusia dengan Tiongkok dan negara BRICS lain juga merupakan upaya bargaining powernya mengingat ekonominya yang masih lemah. Hubungan erat Rusia-Tiongkok juga membuat arah geopolitik Rusia saat ini lebih banyak bermain di negara-negara Asia termasuk Indonesia, selain karena adanya nilai-nilai komunis yang sempat atau masih tertanam.

Kesimpulan

Dari perbandingan Indonesia dengan Rusia dapat dilihat bahwa Indonesia tidak akan mengalami takdir kebangkitan yang sama dengan Rusia. Kesamaan keduanya yaitu posisi sebagai regional power dan ekspor yang bergantung komoditas alam tidak dapat mengarahkan kecenderungan tersebut. Hal ini karena terdapat pula negara yang memiliki kesamaan tersebut namun memiliki takdir kebangkitan yang berbeda, seperti Brazil. Namun kesamaan tersebut menunjukkan bahwa Indonesia dan Rusia layak dibandingkan, untuk menunjukkan bahwa keduanya memiliki jalan berbeda meskipun memiliki kesamaan tersebut.

Perbedaan keberpihakan terhadap Amerika Serikat-Tiongkok menunjukkan bahwa Indonesia-Rusia memiliki cara pandang yang berbeda. Indonesia yang memiliki hubungan baik dengan Amerika Serikat-Tiongkok memperlihatkan bahwa Indonesia merasa baik-baik saja dengan keaadan geopolitik internasional sekarang dan tidak menganggapnya sebagai ancaman. Hal ini menunjukkan Indonesia masih berpegang teguh pada prinsip bebas aktif dan thousand friends zero enemy. Selama negara-negara tersebut membawa keuntungan, terutama secara ekonomi, maka Indonesia kan menerima dengan tangan terbuka. Sementara Rusia yang lebih berpihak dengan Tiongkok menunjukkan keinginannya untuk mengakhiri dominasi Amerika Serikat. Selain karena adanya dendam masa lalu, Rusia menginginkan sistem yang multipolar dengan dirinya dan Tiongkok sebagai penyeimbang Amerika Serikat.

(10)

lemah, Rusia memiliki peran politik dan militer yang cukup kuat sebagai negara great power.

(11)

Daftar Pustaka Jurnal Ilmiah:

Bahry, Donna. L, 1995. Crossing Border: the Practice of Comparative Research, in Jarol B. Manheim and Richard C. Rich, Empirical Political Analysis: Research Methods in Political Science, London, Longman Publisher.

Elias, Stephen dan Clare Noone. 2001. The Growth and Development of the Indonesia

Economy. [online] dalam

http://www.rba.gov.au/publications/bulletin/2011/dec/pdf/bu-1211-4.pdf [diakses 5 Januari 2015].

Freire, Maria Raquel dan Carmen Arnado Mendes. 2009. Realpolitik Dynamics and Image Construction in the Russia-China Relationship: Forging a Strategic Partnership. Journal of Current Chinese Affairs.

Hancock, J. Katleen. Russia: Great Power Image versus Economic Reality. Asian Perspective.

Hass, Marcel de dan Frans-Paul van Putten. 2007. The Shanghai Coopertion Organization: Towards a Full-Grown Security Alliance?. Netherlands Institutr of International Relations.

Kerr, David. 1995. The New Eurasianism: The Rise of Geopolitics in Russia’s Foreign Policy. Europe-Asia Studies: University of Glasgow.

Lawson, Sandra et al. 2007. Beyond the BRICS: A Look at the ‘Next 11’. [online] dalam

http://www.goldmansachs.com/our-thinking/archive/archive-pdfs/brics-book/brics-chap-13.pdf [diakses 5 Januari 2015].

Lukyanov, Fyodor. 2009. Russia: The Quest for New Place. Social Research, Vol. 76, No. 1, Russia Today.

Mitchell, Derek J. 2007. China and Russia dalam The China Balance Sheet in 2007 and Beyond. Center for Strategic and International Studies.

Monaghan, Andrew. 2013. The New Rusiian Foreign Policy Concept: Evolving Continuity.

Chatam House: London.

Page, John, 1994. The East Asian Miracle: Four Lessons for Development Policy. NBER Macroeconomics: MIT Press.

Tha, Pankaj. tt. Indonesia: Vulnerabilities and Strength of a Regional Power. Institute for Defence Studies and Analyses: New Delhi.

(12)

Trenin, Dmitri. 2012. True Partners? How Russia and China See Each Other. Center for European Reform.

Artikel Online:

“Amerika Siap Bantu RI Masuki Pasar Bebas 2015”. 2014. [online] dalam

http://www.tempo.co/read/news/2014/12/03/116626212/Amerika-Siap-Bantu-RI-Masuki-Pasar-Bebas-2015 [diakses 5 Januari 2015].

“Daftar 10 Produk Utama Indonesia”. tt. [online] dalam

http://ppei.kemendag.go.id/ppei.php?

x=abtus&y=468eefefca090ca67d7fec65e537b126 [diakses 5 Januari 2015].

“Di ASEAN, Hanya Thailand Bikin Indonesia Defisit”. 2013. [online] dalam

http://www.tempo.co/read/news/2013/05/11/090479656/Di-ASEAN-Hanya-Thailand-Bikin-Indonesia-Defisit [diakses 5 Januari 2015]. “Military Expenditure (% of GDP). 2014 [online] dalam http://data.worldbank.org/indicator/MS.MIL.XPND.GD.ZS

“Diplomasi Budaya Kalkum Panggang Banyuwangi-AS”. 2014. [online] dalam

http://www.tempo.co/read/news/2014/11/22/058623710/Diplomasi-Budaya-Kalkun-Panggang-Banyuwangi-AS [diakses 5 Januari 2015].

“Era Baru Kerjasama Indonesia dan Cina”. 2013. [online] dalam

http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2013/10/131002_investasi_cina_ind onesia [diakses 5 Januari 2015].

“Indonesia Plays very Important Role in ASEAN: EU High Representative”. 2013. [online] dalam http://www.republika.co.id/berita/en/international/13/11/04/mvqvd0-indonesia-plays-very-important-role-in-asean-eu-high-representative [diakses 5 Januari 2015].

“Indonesia, Rusia dan Cina Harus Galang Kerjasama Bendung Skema TPP Amerika Serikat

di Asia Pasifik”. 2013. [online] dalam

http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?

lang=id&id=11725&type=99#.VKyNKX-_B9R [diakses 5 Januari 2015].

“Industrial Development During the Soeharto Era”. tt. [online] dalam http://www.adbi.org/discussionpaper/2006/02/24/1687.indonesian.technology.firms/ industrial.development.during.the.soeharto.era/ [diakses 5 Januari 2015]

“Neraca Perdagangan Defisit, Rupiah diprediksi Melemah”. 2015. [online] dalam

http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150104155742-78-22291/neraca-perdagangan-defisit-rupiah-diprediksi-melemah/ [diakses 5 Januari 2015].

(13)

“Pemerintah Rusia Prediksi terjadi Resesi Tahun Deppan”. 2014. [online] dalam

http://m.news.viva.co.id/rbth/read/26355/pemerintah-rusia-prediksi-terjadi-resesi-tahun-depan [diakses 5 Januari 2015].

“Russia’s Energy Outlook Gloomy Amid Falling Oil Prices”. 2014. [online] dalam

http://www.themoscowtimes.com/business/article/russia-s-energy-outlook-gloomy-amid-falling-oil-prices/513281.html [diakses 5 Januari 2015].

“Shanghai Cooperation Organization (SCO)”. tt. [online] dalam

http://www.globalsecurity.org/military/world/int/sco.htm [diakses 5 Januari 2015].

“The 35 Most Powerful Militaries in the World”. 2014. [online] dalam

http://www.businessinsider.co.id/35-most-powerful-militaries-in-the-world-2014-7/

#.VKyNzH-_B9R [diakses 5 Januari 2015].

“The MINT Countries: Next Econoic Giants?”. 2014. [online] dalam

http://www.bbc.com/news/magazine-25548060 [diakses 5 Januari 2015].

“The Role of Indonesia in ASEAN, in East Asia Summit and in G20”. 2011. [online] dalam

http://www.thejakartapost.com/news/2011/10/04/the-role-indonesia-asean-east-asia-summit-and-g20.html [diakses 5 Januari 2015].

Anwar, Dewi F., 2013. “Indonesia’s Cautious Confidence”. [online] dalam

http://www.project-syndicate.org/commentary/asean-and-indonesia-s-foreign-policy-priorities-by-dewi-f--anwar [diakses 5 Januari 2015].

Mirzayan, Gevorg. 2014. Era Baru Kebijakan Luar Negeri Rusia setelah Perang Dingin.

[online] dalam

Referensi

Dokumen terkait

Seluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta khususnya Jurusan Manajemen yang rela membimbing dan menyalurkan

Formasi Oyo, dan Formasi Wonosari batulempung, napal tufan, batugamping terumbu, dan kalkarenit pegunungan struktural terbiku kuat S 4 andesit tua Formasi Bemmelen,

- Setiap tenaga dokter, dokter gigi, perawat dan bidan yang baru bekerja di Puskesmas Gending, mengajukan Surat PengajuanKewenanganKlinis kepada Kepala Puskesmas dengan

, Sekolah Induk Tidak diketahui, , JJM Tidak Memenuhi Syarat, , Riwayat Pendidikan Tidak diisi, , Tidak ada sekolah induk dipilih (dicentang), , Tempat Tugas tidak diketahui, ,

Dari penelitian yang telah dilakukan tentang karakteristik onggok aren (arenga pinnata) dengan penambahan serbuk kunyit dapat disimpulkan bahwa nilai kuat tarik dipengaruhi

From the data analysis, the reseacher found the students’ problem and the cause of the problem in the process of learning listening of SMAN 15 Bandar Lampung

Kapasitas produksi kakao di beberapa Negara Asia Pasifik lain seperti Papua New Guinea, Vietnam dan Fhilipina masih jauh di bawah Indonesia baik dalam hal luas areal maupun

Deis dan Groux (1992) dalam Nurul (2015) mengemukakan 4 hal yang memiliki hubungan dengan kualitas audit yaitu: (1) lama waktu auditor melakukan pemeriksaan terhadap suatu