• Tidak ada hasil yang ditemukan

Case LBP Spondilosis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Case LBP Spondilosis"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

Case Report Session

LOW BACK PAIN E.C. SPONDILOSIS

Presentan: Meiustia Rahayu

07120141

Preseptor :

Prof. Dr. dr. Darwin Amir, Sp.S(K) dr. Syarif Indra, Sp.S

BAGIAN ILMU KESEHATAN SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR M DJAMIL

PADANG 2013

(2)

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi dan Fisiologi

Ruas-ruas tulang belakang manusia tersusun dari atas ke bawah, di antara ruas-ruas tersebut dihubungkan dengan tulang rawan yang disebut cakram sehingga tulang belakang dapat tegak dan membungkuk, di sebelah depan dan belakangnya terdapat kumpulan serabut kenyal yang memperkuat kedudukan ruas tulang belakang. Tulang belakang terdiri dari 30 tulang yang terdiri atas:

1. Vertebra servikalis sebanyak 7 ruas dengan badan ruas kecil, rendah, dan berbentuk segi empat dengan lubang ruasnya besar. Foramen vertebra berbentuk segitiga dan besar. Pada taju sayapnya terdapat lubang saraf yang disebut foramen transversalis yang dilalui oleh arteri dan vena vertebralis. Pada ujung prosesus tansversus terdapat 2 buah tonjolan yaitu tuberculum anterius dan tuberculum posterius yang dipisahkan oleh suatu alur yaitu sulcus spinalis tempat berjalannya nervus spinalis. Prosesus spinosusnya pendek dan bercabang dua. Ruas pertama disebut atlas yang memungkinkan kepala mengangguk. Ruas kedua disebut prosesus odontoit (aksis) yang memungkinkan kepala berputar ke kiri dan kekanan.

2. Vertebra thorakal sebanyak 12 ruas. Badan ruasnya besar dan kuat, taju durinya panjang dan melengkung. Facies articularis superior menghadap ke belakang dan lateral dan facies articularis inferior menghadap ke depan dan medial.

3. Vertebra lumbalis sebanyak 5 ruas. Badan ruasnya tebal, besar dan kuat, bersifat pasif. Prosesus spinosusnya besar dan pendek. Facies prosesus artikularis superior menghadap ke medial dan facies articularis inferiornya menghadap ke lateral. Bagian ruas kelima agak menonjol disebut promontorium.

4. Vertebra sacralis sebanyak 5 ruas, ruas-ruasnya menjadi satu sehingga berbentuk baji, yang cekung di anterior. Batas inferior yang sempit berartikulasi dengan kedua os coxae, membentuk artikulatio sacroiliaca.

(3)

5. Vertebra koksigialis sebanyak 4 ruas. Ruasnya kecil dan membentuk sebuah tulang segitiga kecil, yang berartikulasi pada basisnya pada ujung bawah sacrum. Dapat bergerak sedikit karena membentuk persendian dengan sacrum.

Gambar 1. Ruas-ruas Vertebra.

Secara umum struktur tulang belakang tersusun atas dua kolom yaitu:

1. Kolom korpus vertebra beserta semua diskus intervetebra yang berada di antaranya. Korpus vertebra merupakan bagian terbesar dari vertebra, berbentuk silindris yang mempunyai beberapa facies (dataran) yaitu : facies anterior berbentuk konvek dari arah samping dan konkaf dari arah cranial ke caudal.

Facies superior berbentuk konkaf pada lumbal 4-5.

2. Kolom elemen posterior (kompleks ligamentum posterior) yang terdiri atas

lamina, pedikel, prosesus spinosus, prosesus transversus dan pars artikularis, ligamentum-ligamentum supraspinosum dan intraspinosum, ligamentum flavum,

serta kapsul sendi.

Arcus merupakan lengkungan simetris di kiri-kanan dan berpangkal pada

korpus menuju dorsal pangkalnya disebut radik arcus vertebra dan ada tonjolan

(4)

lubang yang besar yang terdapat diantara corpus dan arcus bila dilihat dari

columna vetebralis, foramen vetebra ini membentuk suatu saluran yang disebut canalis vetebralisalis, yang akan terisi oleh medula spinalis.

Gambar 2. Kolom Vertebra.

Stabilitas pada vertebra ada dua macam yaitu stabilisasi pasif dan stabilisasi aktif. Untuk stabilisasi pasif adalah ligament yang terdiri dari :

1. Ligament longitudinal anterior yang melekat pada bagian anterior tiap diskus dan

anterior korpus vertebra, ligament ini mengontrol gerakan ekstensi.

2. Ligament longitudinal posterior yang memanjang dan melekat pada bagian

posterior discus dan posterior korpus vertebra. Ligament ini berfungsi untuk

mengontrol gerakan fleksi.

3. Ligament flavum terletak di dorsal vertebra di antara lamina yang berfungsi melindungi medulla spinalis dari posterior.

4. Ligament tranfersum melekat pada tiap procesus tranversus yang berfungsi mengontrol gerakan fleksi.

(5)

Gambar 3. Ligamen-ligamen pada Vertebra.

Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh karena adanya dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior. Bila dilihat dari samping, pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau lordosis di daerah

servikal, torakal dan lumbal. Keseluruhan vertebra maupun masing-masing tulang

vertebra berikut diskus intervertebralisnya bukanlah merupakan satu struktur yang elastis, melainkan satu kesatuan yang kokoh dengan diskus yang memungkinkan gerakan bergesek antar korpus ruas tulang belakang. Lingkup gerak sendi pada vertebra servikal adalah yang terbesar. Vertebra torakal berlingkup gerakan yang sedikit karena adanya tulang rusuk yang membentuk toraks, sedangkan vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih besar dari torakal tetapi makin ke bawah lingkup geraknya makin kecil.

Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antar korpus vertebra yang berdekatan, sendi antar arkus vertebra, sendi kortovertebralis, dan sendi

sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan discus intervertebralis menghubungkan

korpus vertebra yang berdekatan. Di antara korpus vertebra mulai dari cervikalis kedua sampai vertebra sakralis terdapat discus intervertebralis. Discus-discus ini membentuk sendi fobrokartilago yang lentur antara dua vertebra. Discus dipisahkan dari tulang yang diatas dan dibawanya oleh lempengan tulang rawan yang tipis.

(6)

sampai lumbal atau sacral. Diskus ini berfungsi sebagai penyangga beban dan peredam kejut (shock absorber). Diskus intervertebralis terdiri dari tiga bagian utama yaitu:

a. Annulus fibrosus, terbagi menjadi 3 lapis:

1) Lapisan terluar terdiri dari lamella fibro kolagen yang berjalan menyilang konsentris mengelilingi nucleus pulposus sehingga bentuknya seakan-akan menyerupai gulungan per (coiled spring)

2) Lapisan dalam terdiri dari jaringan fibro kartilagenus 3) Daerah transisi.

b. Nucleus pulposus

Nucleus pulposus adalah bagian tengah discus yang bersifat semigelatin, nucleus

ini mengandung berkas-berkas kolagen, sel jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan. Juga berperan penting dalam pertukaran cairan antar discus dan pembuluh-pembuluh kapiler.

c. Vertebral endplate

Tulang rawan yang membungkus apofisis korpus vertebra, membentuk batas atas dan bawah dari diskus.

Diskus intervertabralis berfungsi secara hidrodinamik. Tekanan pada nucleus

disebarkan ke semua arah, hal inilah yang menjaga tetap terpisahnya vertebral end

plates. Serabut-serabut annulus fibrosus mempunyai kemampuan cukup untuk

bergerak fleksi dan ekstensi sehingga memungkinkan perubahan bentuk dari nukleus

pulposus. Fleksibilitas dari annulus fibrosus dimungkinkan oleh karena adanya

kelenturan, kemampuan memanjang, dan danya lubrikasi atau pelumasan dari lembaran-lembaran annulus. Nucleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglycan (hyaluronic long chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai sifat sangat higroskopis. Nucleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan berperan menahan tekanan atau beban.

Diskus intervertebralis, baik annulus fibrosus maupun nukleus pulposus

adalah bangunan yang tidak peka nyeri. Bagian yang peka nyeri adalah : a. Ligamentum longitudinal anterior

b. Ligamentum longitudinal posterior c. Corpus vertebrae dan periosteumnya d. Ligamentum supraspinosum

(7)

Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk kolum vertical yang terbentang dari dasar otak, keluar dari rongga kranium melalui foramen occipital magnum, masuk ke kanalis sampai setinggi segmen lumbal-2. Medulla spinalis terdiri dari 31 pasang saraf spinalis (kiri dan kanan) yang terdiri atas:

a. 8 pasang saraf servical. b. 12 pasang saraf thorakal. c. 5 pasang saraf lumbal. d. 5 pasang saraf sacral. e. 1 pasang saraf cogsigeal.

Penampang melintang medulla spinalis memperlihatkan bagian bagian yaitu substansia grisea (badan kelabu) dan substansia alba. Substansia grisea mengelilingi kanalis centralis sehingga membentuk kolumna dorsalis, kolumna lateralis dan kolumna ventralis. Kolumna ini menyerupai tanduk yang disebut conv. Substansia alba mengandung saraf myelin (akson).

Medula spinalis berjalan melalui tiap-tiap vertebra dan membawa saraf yang menyampaikan sensasi dan gerakan dari dan ke berbagai area tubuh. Semakin tinggi kerusakan saraf tulang belakang, maka semakin luas trauma yang diakibatkan. Misal, jika kerusakan saraf tulang belakang di daerah leher, hal ini dapat berpengaruh pada fungsi di bawahnya dan menyebabkan seseorang lumpuh pada kedua sisi mulai dari leher ke bawah dan tidak terdapat sensasi di bawah leher. Kerusakan yang lebih rendah pada tulang sakral mengakibatkan sedikit kehilangan fungsi.

(8)

Gambar 4. Dermatom Nervus-nervus Spinalis. 2.2. Definisi Low Back Pain

Low Back Pain adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapat

menyerupai nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. LBP akut akan terjadi dalam waktu kurang dari 12 minggu, sedangkan LBP kronik

(9)

terjadi dalam waktu 6 bulan.

Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), yang termasuk dalam low back pain terdiri dari:

a) Lumbar Spinal Pain, nyeri di daerah yang dibatasi superior oleh garis transversal

imajiner yang melalui ujung prosesus spinosus dari vertebra thorakal terakhir, inferior oleh garis transversal imajiner yang melalui ujung prosesus spinosus dari vertebra sakralis pertama dan lateral oleh garis vertikal tangensial terhadap batas lateral spina lumbalis.

b) Sacral Spinal Pain, nyeri di daerah yang dibatasi superior oleh garis transversal

imajiner yang melalui ujung prosesus spinosus vertebra sakralis pertama, inferior oleh garis transversal imajiner yang melalui sendi sakrokoksigeal posterior dan lateral oleh garis imajiner melalui spina iliaka superior posterior dan inferior.

c) Lumbosacral Pain, nyeri di daerah 1/3 bawah daerah lumbar spinal pain dan 1/3

atas daerah sacral spinal pain. Lumbosacral Pain, nyeri di daerah 1/3 bawah daerah lumbar spinal pain dan 1/3 atas daerah sacral spinal pain.

2.3. Etiologi

2.3.1. Organ yang mendasari

Berdasarkan organ yang mendasari, Low Back Pain dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. LBP Viserogenik

Disebabkan oleh adanya proses patologik di ginjal atau visera didaerah pelvis, serta tumor retroperitoneal. Nyeri yang dirasakan tidak bertambah berat dengan aktivitas tubuh, juga tidak berkurang dengan istirahat. Penderita LBP viserogenik yang mengalami neri hebat akan selalu menggeliat untuk mengurangi nyeri, sedang penderita LBP spondilogenik akan lebih memilih berbaring diam dalam posisi tertentu untuk menghilangkan nyerinya.

2. LBP vaskulogenik

Aneurisma atau penyakit vaskuler perifer dapat menimbulkan nyeri punggung atau nyeri menyerupai iskialgia. Insufisiensi arteria glutealis superior dapat menimbulkan nyeri di daerah bokong, yang makin memberat saat jalan dan

(10)

mereda saat berdiri. Nyeri dapat menjalar ke bawah sehingga sangat mirip dengan iskialgia, tetapi rasa nyeri ini tidak terpengaruh oleh presipitasi tertentu misalnya: membungkuk, mengangkat benda berat yang mana dapat menimbulkan tekanan sepanjang kolumna vertebralis. Klaudikatio intermitten nyerinya menyerupai iskialgia yang disebabkan oleh iritasi radiks.

3. LBP neurogenik a. Neoplasma

Rasa nyeri timbul lebih awal dibanding gangguan motorik, sesibilitas dan vegetatif. Rasa nyeri sering timbul pada waktu sedang tidur sehingga membangunkan penderita. Rasa nyeri berkurang bila penderita berjalan.

b. Araknoiditis

Pada keadaan ini terjadi perlengketan – perlengketan. Nyeri timbul bila terjadi penjepitan terhadap radiks oleh perlengketan tersebut

c. Stenosis kanalis spinalis

Penyempitan kanalis spinalis disebabkan oleh proses degenerasi discus intervertebralis dan biasanya disertai ligamentum flavum. Gejala klinis timbulnya gejala klaudicatio intermitten disertai rasa kesemutan dan nyeri tetap ada walaupun penderita istirahat.

4. LBP spondilogenik

Nyeri yang disebabkan oleh berbagai proses patologik di kolumna vertebralis yang terdiri dari osteogenik, diskogenik, miogenik dan proses patologik di artikulatio sacroiliaka.

a. LBP osteogenik

Radang atau infeksi misalnya osteomielitis vertebral dan spondilitis tuberculosa, trauma yang dapat mengakibatkan fraktur maupun spondilolistesis, keganasan, kongenital misalnya scoliosis lumbal, nyeri yang timbul disebabkan oleh iritasi dan peradangan selaput artikulasi posterior satu

(11)

sisi, metabolik misalnya osteoporosis, osteofibrosis, alkaptonuria, hipofosfatemia familial.

b. LBP diskogenik  Spondilosis

Proses degenerasi yang progresif pada discus intervertebralis, sehingga jarak antar vertebra menyempit, menyebabkan timbulnya osteofit, penyempitan kanalis spinalis dan foramen intervertebrale dan iritasi persendian posterior. Rasa nyeri disebabkan oleh terjadinya osteoarthritis dan tertekannya radiks oleh kantong duramater yang mengakibatkan iskemi dan radang. Gejala neurologik timbul karena gangguan pada radiks yaitu: gangguan sensibilitas dan motorik (paresis, fasikulasi dan atrofi otot). Nyeri akan bertambah apabila tekanan LCS dinaikkan dengan cara penderita disuruh mengejan (percobaan valsava) atau dengan menekan kedua venajugularis (percobaan Naffziger).

 Hernia nucleus pulposus (HNP)

Keadaan dimana nucleus pulposus keluar menonjol untuk kemudian menekan kearah kanalis spinalis melalui annulus fibrosus yang robek. Dasar terjadinya HNP yaitu degenerasi discus intervertebralis. Pada umumnya HNP didahului oleh aktivitas yang berlebihan misalnya mengangkat benda berat, mendorong barang berat. HNP lebih banyak dialami oleh laki – laki dibanding wanita. Gejala pertama yang timbul yaitu rasa nyeri di punggung bawah disertai nyeri di otot – otot sekitar lesi dan nyeri tekan ditempat tersebut. Hal ini disebabkan oleh spasme otot – otot tersebut dan spasme ini menyebabkan berkurangnya lordosis lumbal dan terjadi scoliosis. HNP sentral menimbulkan paraparesis flaksid, parestesia dan retensi urin. HNP lateral kebanyakan terjadi pada L5-S1 dan L4-L5. pada HNP lateral L5-S1 rasa nyeri terdapat dipunggung bawah, ditengah – tengah antara kedua bokong dan betis, belakang tumit dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi jari V kaki juga berkurang dan reaksi

(12)

achilles negative. Pada HNP lateral L4-L5 rasa nyeri dan nyeri tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral bokong, tungkai bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki berkurang dan refleks patella negative. Sensibilitas pada dermatom yang sesuai dengan radiks yang terkena, menurun. Pada tes lasegue akan dirasakan nyeri di sepanjang bagian belakang. Percobaan valsava dan naffziger akan memberikan hasil positif.

 Spondilitis ankilosa

Proses ini mulai dari sendi sakroiliaka yang kemudian menjalar keatas, ke daerah leher. Gejala permulaan berupa rasa kaku dipunggung bawah waktu bangun tidur dan hilang setelah mengadakan gerakan. Pada foto roentgen terlihat gambaran yang mirip dengan ruas – ruas bamboo sehingga disebut bamboo spine.

c. LBP miogenik  Ketegangan otot

Sikap tegang yang berulang – ulang pada posisi yang sama akan memendekkan otot yang akhirnya akan menimbulkan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul karena iskemia ringan pada jaringan otot, regangan yang berlebihan pada perlekatan miofasial terhadap tulang, serta regangan pada kapsula.

 Spasme otot atau kejang otot

Disebabkan oleh gerakan yang tiba – tiba dimana jaringan otot sebelumnya dalam kondisi yang tegang atau kaku atau kurang pemanasan. Gejalanya yaitu adanya kontraksi otot yang disertai dengan nyeri yang hebat. Setiap gerakan akan memperberat rasa nyeri sekaligus menambah kontraksi.  Defisiensi otot

Disebabkan oleh kurang latihan sebagai akibat dari mekanisasi yang berlebihan, tirah baring yang terlalu lama maupun karena imobilisasi.

(13)

 Otot yang hipersensitif

Menciptakan suatu daerah yang apabila dirangsang akan menimbulkan rasa nyeri dan menjalar ke daerah tertentu.

5. LBP psikogenik

Biasanya disebabkan oleh ketegangan jiwa atau kecemasan dan depresi atau campuran keduanya.

2.3.2. Mekanisme Patologik

a. Trauma

Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama Low Back Pain. Pada orang-orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot atau melakukan aktivitas dengan beban yang berat dapat menderita nyeri pinggang yang akut.

Gerakan bagian punggung belakang yang kurang baik dapat menyebabkan kekakuan dan spasme yang tiba-tiba pada otot punggung, mengakibatkan terjadinya trauma punggung sehingga menimbulkan nyeri. Kekakuan otot cenderung dapat sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Namun pada kasus-kasus yang berat memerlukan pertolongan medis agar tidak mengakibatkan gangguan yang lebih lanjut. Menurut Soeharso (1978), secara patologis anatomis, pada Low Back Pain yang disebabkan karena trauma, dapat ditemukan beberapa keadaan, seperti:

1) Perubahan pada sendi Sacro-Iliaca

Gejala yang timbul akibat perubahan sendi sacro-iliaca adalah rasa nyeri pada

os sacrum akibat adanya penekanan. Nyeri dapat bertambah saat batuk dan

saat posisi supine. Pada pemerikasaan, lassague symptom positif dan pergerakan kaki pada hip joint terbatas.

(14)

Trauma dapat menyebabkan perubahan antara vertebra lumbal V dan sacrum, dan dapat menyebabkan robekan ligamen atau fascia. Keadaan ini dapat menimbulkan nyeri yang hebat di atas vertebra lumbal V atau sacral I dan dapat menyebabkan keterbatasan gerak.

b. Infeksi

Infeksi pada sendi terbagi atas dua jenis, yaitu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri dan infeksi kronis, disebabkan oleh bakteri tuberkulosis. Infeksi kronis ditandai dengan pembengkakan sendi, nyeri berat dan akut, demam serta kelemahan. Artritis rematoid dapat melibatkan persendian sinovial pada vertebra. Artritis rematoid merupakan suatu proses yang melibatkan jaringan ikat mesenkimal. Penyakit Marie-Strumpell, yang juga dikenal dengan nama spondilitis ankilosa atau bamboo spine terutama mengenai pria dan teruta mengenai kolum vertebra dan persendian sarkoiliaka. Gejala yang sering ditemukan ialah nyeri lokal dan menyebar di daerah pnggang disertai kekakuan (stiffness) dan kelainan ini bersifat progresif.

c. Neoplasma

Tumor vertebra dan medula spinalis dapat jinak atau ganas. Tumor jinak dapat mengenai tulang atau jaringan lunak. Contoh gejala yang sering dijumpai pada tumor vertebra ialah adanya nyeri yang menetap. Sifat nyeri lebih hebat dari pada tumor ganas daripada tumor jinak. Contoh tumor tulang jinak ialah osteoma osteoid, yang menyebabkan nyeri pinggang terutama waktu malam hari. Tumor ini biasanya sebesar biji kacang, dapat dijumpai di pedikel atau lamina vertebra. Hemangioma adalah contoh tumor benigna di kanalis spinal yang dapat menyebabkan nyeri pinggang. Meningioma adalah tumor intradural dan ekstramedular yang jinak, namun bila ia tumbuh membesar dapat mengakibatkan gejala yang besar seperti kelumpuhan.

d. Low Back Pain karena Perubahan Jaringan

Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan jaringan pada tempat yang mengalami sakit. Perubahan jaringan tersebut tidak hanya pada

(15)

daerah punggung bagian bawah, tetapi terdapat juga disepanjang punggung dan anggota bagian tubuh lain. Beberapa jenis penyakit dengan keluhan LBP yang disebabakan oleh perubahan jaringan antara lain:

1) Osteoartritis (Spondylosis Deformans)

Dengan bertambahnya usia seseorang maka kelenturan otot-ototnya juga menjadi berkurang sehingga sangat memudahkan terjadinya kekakuan pada otot atau sendi. Selain itu juga terjadi penyempitan dari ruang antar tulang vetebra yang menyebabkan tulang belakang menjadi tidak fleksibel seperti saat usia muda. Hal ini dapat menyebabkan nyeri pada tulang belakang hingga ke pinggang.

2) Penyakit Fibrositis

Penyakit ini juga dikenal dengan Reumatism Muskuler. Penyakit ini ditandai dengan nyeri dan pegal di otot, khususnya di leher dan bahu. Rasa nyeri memberat saat beraktivitas, sikap tidur yang buruk dan kelelahan.

e. Kongenital

Kelainan kongenital tidak merupakan penyebab nyeri pinggang bawah yang penting. Kelainan kongenital yang dapat menyebabkan nyeri pinggang bawah adalah:

1) Spondilolisis dan spondilolistesis

Pada Spondilolisis tampak bahwa sewaktu pembentukan korpus vertebrae (in

utero) arkus vertebrae tidak bertemu dengan korpus vertebraenya sendiri. Pada

spondilolistesis korpus vertebrae itu sendiri ( biasanya L5 ) tergeser ke depan. Walaupun kejadian ini terjadi sewaktu bayi itu masih berada dalam kandungan, namun ( oleh karena timbulnya kelinan-kelainan degeneratif ) sesudah berumur 35 tahun, barulah timbul keluhan nyeri pinggang. Nyeri pinggang ini berkurang atau hilang bila penderita duduk atau tidur. Dan akan bertambah, bila penderita itu berdiri atau berjalan. Spondilolitesis dapat mengakibatkan tertekuknya radiks L5 sehingga timbul nyeri radikuler.

(16)

2) Spina Bifida

Bila di daerah lumbosakral terdapat suatu tumor kecil yang ditutupi oleh kulit yang berbulu, maka hendaknya kita waspada bahwa didaerah itu ada tersembunyi suatu spina bifida okulta. Pada foto rontgen tampak bahwa terdapat suatu hiaat pada arkus spinosus di daerah lumbal atau sakral. Karena adanya defek tersebut maka pada tempat itu tidak terbentuk suatu ligamentum interspinosum. Keadaan ini akan menimbulkan suatu “lumbo-sakral sarain” yang oleh si penderita dirasakan sebagai nyeri pinggang.

3) Stenosis kanalis vertebralis

Diagnosis penyakit ini ditegakkan secara radiologis. Walaupun penyakit telah ada sejak lahir, namun gejala-gejalanya baru tampak setelah penderita berumur 35 tahun. Gejala yang tampak adalah timbulnya nyeri radikuler bila si penderita jalan dengan sikap tegak. Nyeri hilang begitu penderita berhenti jalan atau bila ia duduk. Untuk menghilangkan rasa nyerinya maka penderita lantas jalan sambil membungkuk.

4) Spondilosis lumbal

Penyakit sendi degeneratif yang mengenai vertebra lumbal dan discus intervertebralis, yang menyebabkan nyeri dan kekakuan.

5) Spondilitis

Suatu bentuk degeneratif sendi yang mengenai tulang belakang. Ini merupakan penyakit sistemik yang etiologinya tidak diketahui, terutama mengenai orang muda dan menyebabkan rasa nyeri dan kekakuan sebagai akibat peradangan sendi-sendi dengan osifikasi dan ankilosing sendi tulang belakang.

f. Low Back Pain karena Pengaruh Gaya Berat

Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan dapat mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat menimbulkan komplikasi pada bagian tubuh yang lain, misalnya genu valgum, genu varum, coxa valgum

(17)

dan sebagainya. Beberapa pekerjaan yang mengaharuskan berdiri dan duduk dalam waktu yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya. Kehamilan dan obesitas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya LBP akibat pengaruh gaya berat. Hal ini disebabkan terjadinya penekanan pada tulang belakang akibat penumpukan lemak, kelainan postur tubuh dan kelemahan otot.

2.4 Patofisiologi

Kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang elastis yang tersusun atas banyak unit rigid (vertebrae) dan unit fleksibel (diskus intervertebralis) yang diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset, berbagai ligamen dan otot paravertebralis. Konstruksi punggung yang unik tersebut memungkinkan fleksibelitas sementara disisi lain tetap dapat memberikan perlindungan yang maksimal terhadap sumsum tulang belakang. Lengkungan tulang belakang akan menyerap goncangan vertikal pada saat berlari dan melompat. Batang tubuh membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal dan toraks sangat penting pada aktivitas mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai akan melemahkan struktur pendukung ini.

Mengangkat beban berat pada posisi membungkuk menyamping menyebabkan otot tidak mampu mempertahankan posisi tulang belakang thorakal dan lumbal, sehingga pada saat facet joint lepas dan disertai tarikan dari samping, terjadi gesekan pada kedua permukaan facet joint menyebabkan ketegangan otot di daerah tersebut yang akhirnya menimbulkan keterbatasan gesekan pada tulang belakang. Obesitas, masalah postur, masalah struktur, dan perengangan berlebihan pendukung tulang dapat berakibat nyeri punggung.

Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah

tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago dengan matrik gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan tak teratur.

Diskus lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S1, menderita stress mekanis paling berat dan perubahan degenerasi terberat. Penonjolan faset akan mengakibatkan

(18)

penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis, yang menyebabkan nyeri menyebar sepanjang saraf tersebut.

2.5. Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya Low Back Pain adalah sebagai berikut: 2.5.1. Usia

Secara teori, nyeri pinggang atau LBP dapat dialami oleh siapa saja, pada umur berapa saja. Namun demikian keluhan ini jarang dijumpai pada kelompok umur 0-10 tahun, hal ini mungkin berhubungan dengan beberapa faktor etiologik tertentu yag lebih sering dijumpai pada umur yang lebih tua. Biasanya nyeri ini mulai dirasakan pada mereka yang berumur dekade kedua dan insiden tertinggi dijumpai pada dekade kelima. Bahkan keluhan nyeri pinggang ini semakin lama semakin meningkat hingga umur sekitar 55 tahun.

2.5.2. Jenis Kelamin

Laki-laki dan perempuan memiliki risiko yang sama terhadap keluhan nyeri pinggang sampai umur 60 tahun, namun pada kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat mempengaruhi timbulnya keluhan nyeri pinggang, karena pada wanita keluhan ini lebih sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus menstruasi, selain itu proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga memungkinkan terjadinya nyeri pinggang. 2.5.3. Faktor Indeks Massa Tubuh

1) Berat Badan

Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih risiko timbulnya nyeri pinggang lebih besar, karena beban pada sendi penumpu berat badan akan meningkat, sehingga dapat memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.

(19)

Tinggi badan berkaitan dengan panjangnya sumbu tubuh sebagai lengan beban anterior maupun lengan posterior untuk mengangkat beban tubuh.

2.5.4. Pekerjaan

Keluhan nyeri ini juga berkaitan erat dengan aktivitas mengangkat beban berat, sehingga riwayat pekerjaan sangat diperlukan dalam penelusuran penyebab serta penanggulangan keluhan ini. Pada pekerjaan tertentu, misalnya seorang kuli pasar yang biasanya memikul beban di pundaknya setiap hari. Mengangkat beban berat lebih dari 25 kg sehari akan memperbesar resiko timbulnya keluhan nyeri pinggang.

2.5.5. Aktivitas atau Olahraga

Sikap tubuh yang salah merupakan penyebab nyeri pinggang yang sering tidak disadari oleh penderitanya. Terutama sikap tubuh yang menjadi kebiasaan. Kebiasaan seseorang, seperti duduk, berdiri, tidur, mengangkat beban pada posisi yang salah dapat menimbulkan nyeri pinggang, misalnya, pada pekerja kantoran yang terbiasa duduk dengan posisi punggung yang tidak tertopang pada kursi, atau seorang mahasiswa yang seringkali membungkukkan punggungnya pada waktu menulis. Posisi berdiri yang salah yaitu berdiri dengan membungkuk atau menekuk ke muka. Posisi tidur yang salah seperti tidur pada kasur yang tidak menopang spinal. Kasur yang diletakkan di atas lantai lebih baik daripada tempat tidur yang bagian tengahnya lentur. Posisi mengangkat beban dari posisi berdiri langsung membungkuk mengambil beban merupakan posisi yang salah, seharusnya beban tersebut diangkat setelah jongkok terlebih dahulu.

2.5.6. Faktor Risiko Lain

Kondisi kesehatan yang buruk, masalah psikologik dan psikososial, artritis degeneratif, merokok, skoliosis mayor (kurvatura >80o), obesitas, tinggi badan yang berlebihan, hal yang berhubungan pekerjaan seperti duduk dan mengemudi dalam waktu lama, duduk atau berdiri berjam-jam (posisi tubuh kerja yang statik), getaran,

(20)

mengangkat, membawa beban, menarik beban, membungkuk, memutar, dan kehamilan.

2.6. Diagnosis

2.6.1. Anamnesis

Nyeri pinggang bawah dapat dibagi dalam 6 jenis nyeri, yaitu: a) Nyeri pinggang lokal

Jenis ini paling sering ditemukan. Biasanya terdapat di garis tengah dengan radiasi ke kanan dan ke kiri. Nyeri ini dapat berasal dari bagian-bagian di bawahnya seperti fasia, otot-otot paraspinal, korpus vertebra, sendi dan ligamen.

b) Iritasi pada radiks

Rasa nyeri dapat berganti-ganti dengan parestesi dan dirasakan pada dermatom yang bersangkutan pada salah satu sisi badan. Kadang-kadang dapat disertai hilangnya perasaan atau gangguan fungsi motoris. Iritasi dapat disebabkan oleh proses desak ruang pada foramen vertebra atau di dalam kanalis vertebralis.

c) Nyeri rujukan somatis

Iritasi serabut-serabut sensoris dipermukaan dapat dirasakan lebih dalam pada dermatom yang bersangkutan. Sebaliknya iritasi di bagian-bagian dalam dapat dirasakan di bagian lebih superfisial.

d) Nyeri rujukan viserosomatis

Adanya gangguan pada alat-alat retroperitonium, intraabdomen, atau dalam ruangan panggul dapat dirasakan di daerah pinggang.

(21)

Rasa nyeri ini dirasakan seperti rasa nyeri pada klaudikasio intermitens yang dapat dirasakan di pinggang bawah, di gluteus atau menjalar ke paha. Dapat disebabkan oleh penyumbatan pada percabangan aorta atau pada arteri iliaka komunis.

f) Nyeri psikogen

Rasa nyeri yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan distribusi saraf dan dermatom dengan reaksi wajah yang sering berlebihan.

Penyebab mekanis LBP menyebabkan nyeri mendadak yang timbul setelah posisi mekanis yang merugikan. Mungkin terjadi robekan otot, peregangan fasia atau iritasi permukaan sendi. Keluhan karena penyebab lain timbul bertahap. Harus dibedakan antara LBP dengan nyeri tungkai, mana yang lebih dominan dan intensitas dari masing-masing nyerinya, yang biasanya merupakan nyeri radikuler. Nyeri pada tungkai yang lebih banyak dari pada LBP dengan rasio 80-20% menunjukkan adanya radikulopati dan mungkin memerlukan suatu tindakan operasi. Bila nyeri LBP lebih banyak daripada nyeri tungkai, biasanya tidak menunjukkan adanya suatu kompresi radiks dan juga biasanya tidak memerlukan tindakan operatif.

Gejala LBP yang sudah lama dan intermiten, diselingi oleh periode tanpa gejala merupakan gejala khas dari suatu LBP yang terjadinya secara mekanis. Herniasi diskus bisa membutuhkan waktu 8 hari sampai resolusinya. Degenerasi diskus dapat menyebabkan rasa tidak nyaman kronik dengan eksaserbasi selama 2-4 minggu. Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang mendadak dan berat, yang biasanya berhubungan dengan pekerjaan, bisa menyebabkan suatu LBP, namun sebagian besar episode herniasi diskus terjadi setelah suatu gerakan yang relatif sepele, seperti membungkuk atau memungut barang yang enteng. Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa menyebabkan bertambahnya nyeri LBP, yaitu duduk dan mengendarai mobil dan nyeri biasanya berkurang bila tiduran atau berdiri, dan setiap gerakan yang bisa menyebabkan meningginya tekanan intra-abdominal akan dapat menambah nyeri, juga batuk, bersin dan mengejan sewaktu defekasi.

Selain nyeri oleh penyebab mekanik ada pula nyeri non-mekanik. Nyeri pada malam hari bisa merupakan suatu peringatan, karena bisa menunjukkan adanya suatu kondisi terselubung seperti adanya suatu keganasan ataupun infeksi. Faktor-faktor lain yang penting adalah gangguan pencernaan atau gangguan miksi-defekasi, karena bisa merupakan tanda dari suatu lesi di kauda ekuina dimana harus dicari dengan teliti

(22)

adanya hipestesi peri-anal, retensio urin, overflow incontinence dan tidak adanya perasaan ingin miksi dan gejala-gejala ini merupakan suatu keadaan emergensi yang absolut, yang memerlukan suatu diagnosis segera dan dekompresi operatif segera, bila ditemukan kausa yang menyebabkan kompresi.

Suatu radikulopati tanpa nyeri menandakan kemungkinan adanya suatu penyakit metabolik seperti polineuropati diabetik, namun juga harus diingat bahwa hilangnya nyeri tanpa terapi yang adekuat dapat menandakan adanya suatu penyembuhan, namun dapat pula berarti bahwa serabut nyeri hancur sehingga perasaan nyeri hilang, walaupun kompresi radiks masih ada. Suatu nyeri yang berkepanjangan akan menyebabkan dan dapat diperberat dengan adanya depresi sehingga harus diberi pengobatan yang sesuai. Terdapat 5 tanda depresi yang menyertai nyeri yang hebat, yaitu anergi (tak ada energi), anhedonia (tak dapat menikmati diri sendiri), gangguan tidur, menangis spontan dan perasaan depresi secara umum.

2.6.2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik secara komprehensif pada pasien dengan nyeri punggung meliputi evaluasi sistem neurologi dan muskuloskeltal. Pemeriksaan neurologi meliputi evaluasi sensasi tubuh bawah, kekuatan dan refleks-refleks.

a. Inspeksi :

 Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi dan bila pasien tetap berdiri dan menolak untuk duduk, maka sudah harus dicurigai adanya suatu herniasi diskus.

 Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot paravertebral.

 Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:  Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.

(23)

 Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal, karena gerakan ini akan menyebabkan penyempitan foramen sehingga menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal.  Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri

pada tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi diatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer effect).

b. Palpasi :

 Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay).

 Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan menekan pada ruangan intervertebralis.

 Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan (step-off) pada palpasi di tempat/level yang terkena.

 Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra.

 Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan neurologis.

 Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron (UMN). Dari pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan yang berupa UMN atau LMN.

c. Pemeriksaaan Motorik

 Harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi untuk menemukan abnormalitas motoris.

(24)

 Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :  Berjalan dengan menggunakan tumit.

 Berjalan dengan menggunakan jari atau berjinjit.

 Jongkok dan gerakan bertahan ( seperti mendorong tembok ) d. Pemeriksaan Sensorik

 Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang keliru

 Nyeri dalam otot.  Rasa gerak. e. Refleks

 Refleks yang harus di periksa adalah refleks di daerah Achilles dan Patella, respon dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui lokasi terjadinya lesi pada saraf spinal.

• Special Test

 Tes Lasegue

Mengangkat tungkai dalam keadaan ekstensi. Positif bila pasien tidak dapatmengangkat tungkai kurang dari 60° dan nyeri sepanjang nervus ischiadicus. Rasa nyeri dan terbatasnya gerakan sering menyertai radikulopati, terutama pada herniasi discus lumbalis / lumbo-sacralis.

(25)

Gambar 5. Tes Lasegue

 Tes Patrick dan kontrapatrick

Fleksi-abduksi-eksternal rotation-ekstensi sendi panggul. Positif jika gerakan diluar kemauan terbatas, sering disertai dengan rasa nyeri. Positif pada penyakit sendi panggul, negative pada ischialgia.

Gambar 6. Tes Patrick- Kontrapatrick

 Tes Naffziger

Dengan menekan kedua vena jugularis, maka tekanan LCS akan meningkat, akan menyebabkan tekanan pada radiks bertambah, timbul nyeri radikuler. Positif pada spondilitis.

(26)

Penderita disuruh mengejan kuat maka tekanan LCS akan meningkat, hasilnya sama dengan percobaan Naffziger.

 Spasme m. psoas

Diperiksa pada pasien yang berbaring terlentang dan pelvis ditekan kuat – kuat pada meja oleh sebelah tangan pemeriksa, sementara tangan lain menggerakkan tungkai ke posisi vertical dengan lutu dalam keadaan fleksi tegak lurus. Panggul secara pasif mengadakan hiperekstensi ketika pergelangan kaki diangkat. Terbatasnya gerakan ditimbulkan oleh spasme involunter m.psoas.

 Tes Gaenselen:

Terbatasnya fleksi lumbal secara pasif dan rasa nyeri yang diakibatkan sering menyertai penyakit pada art. Lumbal / lumbo-sacral. Dengan pasien berbaring terlentang, pemeriksa memegang salah satu ekstremitas bawah dengan kedua belah tangan dan menggerakkan paha sampai pada posisi fleksi maksimal. Kemudian pemeriksa menekan kuat – kuat ke bawah kearah meja dan ke atas kearah kepala pasien, yang secara pasif menimbulkan fleksi columna spinalis lumbalis.

2.6.3. Pemeriksaan Penunjang

a) Laboratorium:

Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap darah (LED), kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi ginjal.

b) Pungsi Lumbal (LP) :

LP akan normal pada fase permulaan prolaps diskus, namun belakangan akan terjadi transudasi dari low molecular weight albumin sehingga terlihat albumin yang sedikit meninggi sampai dua kali level normal.

(27)

c) Pemeriksaan Radiologis :

 Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau kadang-kadang dijumpai penyempitan ruangan intervertebral, spondilolistesis, perubahan degeneratif, dan tumor spinal. Penyempitan ruangan intervertebral kadang-kadang terlihat bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat spasme otot paravertebral.

 CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.

 Mielografi berguna untuk melihat kelainan radiks spinal, terutama pada pasien yang sebelumnya dilakukan operasi vertebra atau dengan alat fiksasi metal. CT mielografi dilakukan dengan suatu zat kontras berguna untuk melihat dengan lebih jelas ada atau tidaknya kompresi nervus atau araknoiditis pada pasien yang menjalani operasi vertebra multipel dan bila akan direncanakan tindakan operasi terhadap stenosis foraminal dan kanal vertebralis.

MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling terkena. MRI sangat berguna bila:

 vertebra dan level neurologis belum jelas

 kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak  untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi

 kecurigaan karena infeksi atau neoplasma

 Mielografi atau CT mielografi dan atau MRI adalah alat diagnostik yang sangat berharga pada diagnosis LBP dan diperlukan oleh ahli bedah saraf atau ortopedi untuk menentukan lokalisasi lesi pre-operatif dan menentukan adakah adanya sekwester diskus yang lepas dan mengeksklusi adanya suatu tumor.

(28)

Diskografi dapat dilakukan dengan menyuntikkan suatu zat kontras ke dalam nukleus pulposus untuk menentukan adanya suatu annulus fibrosus yang rusak, dimana kontras hanya bisa penetrasi/menembus bila ada suatu lesi. Dengan adanya MRI maka pemeriksaan ini sudah tidak begitu populer lagi karena invasif.

 Elektromiografi (EMG)

Dalam bidang neurologi, maka pemeriksaan elektrofisiologis/neurofisiologis sangat berguna pada diagnosis sindroma radiks. Pemeriksaan EMG dilakukan untuk :

 Menentukan level dari iritasi atau kompresi radiks  Membedakan antara lesi radiks dengan lesi saraf perifer  Membedakan adanya iritasi atau kompresi radiks  Elektroneurografi (ENG)

Pada elektroneurografi dilakukan stimulasi listrik pada suatu saraf perifer tertentu sehingga kecepatan hantar saraf (KHS) motorik dan sensorik (Nerve Conduction Velocity/NCV) dapat diukur, juga dapat dilakukan pengukuran dari refleks dengan masa laten panjang seperti F-wave dan H-reflex. Pada gangguan radiks, biasanya NCV normal, namun kadang-kadang bisa menurun bila telah ada kerusakan akson dan juga bila ada neuropati secara bersamaan  Potensial Cetusan Somatosensorik (Somato-Sensory Evoked Potentials/SSEP)

Kadang-kadang pemeriksaan SSEP diperlukan untuk membuat diagnosis lesi-lesi yang lebih proksimal sepanjang jaras-jaras somatosensorik.

2.7 Penatalaksanaan

2.7.5. Penatalaksanaan Low Back Pain Non Spesifik

 Aktivitas: lakukan aktivitas normal. Penting untuk melanjutkan kerja seperti biasanya.

 Tirah baring: tidak dianjurkan sebagai terapi, tetapi pada beberapa kasus dapat dilakukan

(29)

 tirah baring 2-3 hari pertama untuk mengurangi nyeri.

 Medikasi: obat anti-nyeri diberikan dengan interval biasa dan digunakan hanya jika diperlukan. Mulai dengan parasetamol atau NSAID. Jika tidak ada perbaikan, coba campuran parasetamol dengan opioid. Pertimbangkan tambahan muscle

relaxant tetapi hanya untuk jangka pendek, mengingat bahaya ketergantungan.

 Olahraga : harus dievaluasi lebih lanjut jika pasien tidak kembali ke aktivitas sehari-harinya dalam 4-6 minggu.

 Manipulasi: dipertimbangkan untuk kasuskasus yang membutuhkan obat penghilang nyeri ekstra dan belum dapat kembali bekerja dalam 1-2 minggu. Terapi dan intervensi lain: belum ada penelitian mengenai terapi dengan traksi, termis ultrasound, akupuntur, sabuk penyangga, ataupun pijatan.

2.7.6. Penatalaksanaan Low Back Pain dengan Nerve Root

 Aktivitas: pasien didorong melakukan beragam aktivitas walaupun punggung/tungkai bawahnya nyeri.

 Tirah baring: mungkin dibutuhkan untuk menghilangkan nyeri.

2.8. Spondilosis

Bila degenerasi terjadi pada sendi antar ruas-ruas tulang belakang, maka dapat terjadi penipisan sendi dan ruas tulang merapat satu sama lain, sehingga tinggi badan bisa berkurang. Selain itu juga jaringan yang terdapat di dalam sendi antar ruas tersebut bisa menonjol ke luar yang disebut hernia discus. Bila terjadi seperti ini maka penderita spondylosis akan merasa nyeri di punggungnya akibat penekanan struktur tersebut ke jaringan sekitarnya. Proses degenerasi juga dapat menimbulkan penipisan tulang rawan dan penonjolan tulang yang disebut osteophyte atau biasa disebut pengapuran. Akibatnya otot dan jaringan penunjang sekitarnya dapat teriritasi oleh tonjolan tulang tersebut dan penderita akan merasakan nyeri dan kaku.

Gejala klinis Spondilosis dapat ringan sampai berat dan sangat tergantung pada usia penderita. Gejala Spondilosis Punggung Bawah (Lumbar Spine) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Rasa sakit yang hilang timbul

(30)

3. Rasa sakit yang berkurang dengan istirahat atau setelah berolahraga 4. Mati rasa daerah sekitar pinggang atau punggung bawah

5. Kelemahan pada punggung bawah 6. Sering terjadi kesemutan pada kaki 7. Kesulitan berjalan

8. Masalah usus atau kandung kemih (ini jarang terjadi, tetapi mungkin terjadi jika sumsum tulang belakang dikompresi)

Gambaran yang mungkin didapatkan pada pemeriksaan Radiologi adalah sebagai berikut:

1. Penyempitan ruang discus intervertebralis

2. Perubahan kelengkuangan vertebrae dan penekanan saraf 3. Osteofit/Spur formation di anterior ataupun posterior vertebrae 4. Pemadatan Corpus vertebrae

5. Porotik (Lubang) pada tulang

6. Vertebrae tampak seperti bambu (Bamboo Spine) 7. Sendi sacroiliaca tidak tampak atau kabur 8. Celah sendi menghilang

Gambar 5. Perubahan kelengkungan vertebrae Pencegahan

(31)

Mengingat beratnya gejala penyakit ini dan kita tidak pernah tahu seberapa cepat proses degenerasi terjadi pada tulang punggung kita, maka ada beberapa hal yang dapat kita lakukan dari sekarang untuk mengurangi resiko terjadinya spondylosis. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah:

1. Hindari aktivitas dengan benturan tinggi (high impact), misalnya berlari. Pilih jenis olah raga yang lebih lembut dan mengandalkan peregangan dan kelenturan.

2. Lakukan exercise leher dan punggung yang dapat meningkatkan kekuatan otot, kelenturan, dan jangkauan gerak.

3. Jangan melakukan aktivitas dalam posisi yang sama dalam jangka waktu lama. Beristirahatlah sering-sering. Misalnya waktu menonton TV, bekerja di depan komputer, ataupun mengemudi.

4. Pertahankan postur yang baik. Duduklah yang tegak. Jangan bertumpu pada satu kaki bila berdiri. Jangan membungkuk bila hendak mengangkat barang berat lebih baik tekuk tungkai dan tetap tegak.

5. Lindungi diri dengan sabuk pengaman saat berkendara. Hal ini membantu mencegah terjadinya cedera bila ada trauma.

6. Berhenti merokok. Merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya spondylosis. Terapi

Penanganan bervariasi tergantung penilaian dokter akan kondisi dan gejala pasiennya. Secara umum ada penanganan bedah dan non-bedah. Penanganan bedah baru disarankan apabila penderita menampilkan gejala gangguan neurologis yang mengganggu kualitas hidup penderita. Selain itu dokter juga memperhatikan riwayat kesehatan umum pasien dalam menyarankan tindakan bedah. Apabila tidak perlu, maka dokter akan menyarankan penanganan non bedah yang meliputi pemberian obat antiradang (NSAID), analgesik, dan obat pelemas otot. Selain itu apabila perlu dokter dapat menganjurkan pemasangan alat bantu seperti cervical collar yang tujuannya untuk meregangkan dan menstabilkan posisi. Fisioterapi berupa pemberian panas dan stimulasi listrik juga dapat membantu melemaskan otot. Dan yang tak kalah pentingnya adalah exercise. Dengan exercise maka otot-otot yang lemah dapat diperkuat, lebih lentur dan memperluas jangkauan gerak. Terapi atau tindakan yang dapat dilakukan pada penderita Spondylosis dapat digolongkan menjadi:

1. Tindakan Operasi: apabila ada gangguan berupa penekanan saraf/ akar saraf yang progresif atau instabilitas yang hebat maka perlu pembedahan.

(32)

2. Obat-obatan: tujuan obat adalah untuk mengurangi nyeri dan kaku pada leher dan lengan.

3. Rehabilitasi Medik: program rehabilitasi medik pada penderita spondylosis cervicalis tergantung gejala klinis yang timbul, bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri, mempertahankan lingkup gerak sendi, menguatkan otot serta meningkatkan aktifitas hidup sehari-hari.

• Terapi Fisik:

o Terapi dingin digunakan hanya pada kondisi akut saja yaitu untuk mengurangi nyeri dan proses peradangan. Setelah lewat fase akut baru dapat diberikan terapi panas.

o Terapi panas merupakan modalitas terapi fisik yang sering digunakan terutama pada fase sub akut dan kronis serta bisa digunakan sebelum dimulai terapi latihan.

o Traksi cervical: traksi adalah suatu teknik yang menggunakan gaya tarikan, digunakan untuk meregangkan jaringan ikat dan untuk memisahkan permukaan sendi atau fragmen tulang. Macam kekuatan tarikan yang diberikan dapat bersifat terus menerus (continous) atau terputus-putus (intermitens).

o Terapi latihan: beberapa kasus memberikan respon yang baik terhadap program latihan pada otot-otot leher, sehingga akan memperbaiki fungsi leher dan mengurangi nyeri. Tujuan latihan ini adalah untuk relaksasi, mobilisasi sendi dan memperkuat otot leher. Contoh: Latihan relaksasi, lingkup gerak sendi, dan isometrik.

• Terapi Okupasi:

Terapis mengajarkan pasien melakukan segala aktifitas kehidupan sehari-harinya dengan posture tubuh, terutama leher yang baik dan benar. Mekanisme badan yang baik yang diajarkan adalah:

1. Bila tidur terlentang, gunakan bantal kupu dibawah leher. 2. Jangan tidur tengkurap, karena leher akan memutar kesamping.

3. Jangan membungkukkan atau menyandarkan bahu kedepan sehingga mata/ kepala harus keatas/ tengadah untuk kompensasi.

4. Bila minum dari kaleng/ gelas, gunakan penghisap/ pipet. 5. Bekerjalah didepan obyek setinggi mata.

(33)

6. Waktu mengemudi mobil, punggung dan kepala harus bersandar dan hindari menyetir mobil terlalu lama.

7. Pakailah kursi dengan sandaran yang tinggi waktu menonton TV, sehingga kepala bisa bersandar.

8. Jangan menggunakan telepon dengan cara meletakkannya antara bahu dan kepala.

9. Istirahatlah sejenak setiap kali melakukan pekerjaan yang lama. • Ortosis:

jika diperlukan da[at digunakan Softcollar. Softcollar dianjurkan untuk penderita cedera akut jaringan lunak pada leher, digunakan dalam jangka waktu pendek, tidak boleh lebih dari 3-4 hari secara terus menerus. Pada radikulopati bagian collar yang lebih lebar dipakai dibagian posterior sedangkan yang tipis dianterior. Hal ini dimaksudkan agar penderita bisa fleksi tulang belakang dan membuka foramen intervertebralisnya.

Collar juga dapat dipakai pada saat aktifitas tertentu misalnya menyetir mobil atau tidur. Collar Philadelphia dapat digunakan pada malam hari agar bisa memberikan posisi yang lebih kaku, agar leher dicegah supaya tidak ekstensi dengan demikian membantu agar foramen intervertebralis tidak menyempit.

BAB II LAPORAN KASUS

Seorang pasien perempuan umur 44 tahun datang ke Poliklinik Saraf RSUP Dr. M. Djamil Padang tanggal 29 Mei 2013 dengan:

Identitas Pasien:

Nama : Ny. F

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 44 tahun

Alamat : Jalan Siak No.7, Purus, Padang

Agama : Islam

Suku : Minangkabau

Status perkawinan : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

MR : 731672

(34)

Keluhan Utama: Nyeri punggung bawah

Riwayat Penyakit Sekarang:

Nyeri punggung bawah sejak ± 6 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan tidak menjalar ke kedua tungkai. Nyeri dirasakan saat pasien mengubah posisi dari berbaring ke duduk, dan tidak dirasakan ketika berdiri. Nyeri hilang timbul seperti ditusuk-tusuk, tidak terasa panas, dan tidak diikuti rasa kebas. Nyeri bertambah jika pasien duduk lama dan berkurang dengan obat penghilang nyeri Bodrex®. Pasien tidak mengalami demam, kelemahan pada kedua kaki, maupun gangguan buang air kecil dan buang air besar.

Riwayat Penyakit Dahulu:

• Tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya.

• Pasien tidak pernah mengalami jatuh terduduk atau trauma punggung bawah lain sebelumnya.

• Pasien tidak pernah batuk-batuk lama yang disertai penurunan berat badan sebelumnya.

• Pasien tidak diketahui menderita tumor. • Riwayat sakit gula dan kolesterol disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga:

• Tidak ada yang berhubungan dengan penyakit pasien saat ini. Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi

• Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga dengan aktivitas fisik kurang.

• Sehari-hari pasien tinggal bersama suami dan kedua orang anaknya dalam rumah sangat sederhana. Higienitas cukup.

• Pasien sehari-hari tidak mengkonsumsi susu atau suplemen kalsium. • Pasien tidak merokok dan minum alkohol.

(35)

Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : Komposmentis Koperatif : Kooperatif Tekanan darah : 140/90 mmHg Frekuensi nadi : 80 x/menit Frekuensi nafas : 20 x/menit

Suhu : 37,0 °C

Status Internus

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik Telinga : Tidak ada kelainan

Hidung : Tidak ada kelainan Mulut : Caries (-)

Leher : JVP 5-2 cm H2O Paru :

Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis Palpasi : Fremitus tidak dapat diperiksa Perkusi : Sonor kiri dan kanan

Auskultasi : Vesikuler, wheezing tidak ada, rhonki tidak ada Jantung :

Inspeksi : Iktus tidak terlihat

Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : Batas jantung kiri : 1 jari medial LMCS RIC V Batas jantung kanan : LSD

Batas jantung atas : RIC II

Auskultasi : Bunyi jantung teratur, bising tidak ada Abdomen

Inspeksi : Tidak tampak membuncit Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal Punggung

(36)

Palpasi : Nyeri tekan (-) Genitalia : Tidak diperiksa Anus : Tidak diperiksa

Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik Status Neurologis

1. Kesadaran : GCS E4M6V5 = 15 2. Tanda rangsangan selaput otak

Kaku kuduk : tidak ada Kernig : tidak ada

Brudzinsky I : tidak ada Brudzinsky II : tidak ada

Laseque : tidak ada

3. Tanda peningkatan tekanan intrakranial

Pupil : isokor, Ø: 3mm/3mm, RC +/+ Muntah proyektil : tidak ada

Sakit kepala progresif : tidak ada 4. Nervi Kranialis

• N I : penciuman baik

• N II : tajam penglihatan baik, lapangan pandang normal, melihat warna baik.

• N III, IV, VI : pupil bentuk bulat, posisi sentral, isokor, Ø: 3mm/3mm, RC +/+, RK +/+, gerakan bola mata bebas ke segala arah • N V : refleks kornea +/+, refleks masseter +/+

• N VII : raut wajah simetris, plika nasolabialis simetris • N VIII : pendengaran ODS baik, nistagmus

-/-• N IX : sensasi lidah 1/3 belakang baik, reflek muntah ada • N X : arkus faring simetris, uvula di tengah

• N XI : dapat menoleh dan mengangkat bahu ke kanan dan kiri • N XII : kedudukan lidah simetris di dalam dan luar rongga mulut,

tremor (-), fasikulasi (-), atrofi (-) 5. Keseimbangan

Cara berjalan : normal

(37)

Stepping Test : tidak bergeser

Tenden test : mampu berjalan lurus Koordinasi

Test pronasi supinasi : normal Test tunjuk hidung : normal Test jari ke jari : normal Test tumit ke lutut : normal 6. Motorik

Ekstremitas superior Ekstremitas inferior kanan kiri kanan kiri

Pergerakan aktif aktif aktif

aktif

Kekuatan 555 555 555 555

Trofi eutrofi eutrofi eutrofi eutrofi

Tonus eutonus eutonus eutonus eutonus 7.Sensorik Ekteroseptif : baik Propioseptif : baik 8. Fungsi Otonom BAK : normal BAB : normal Keringat : normal 9. Refleks:

Refleks fisiologis : kanan kiri

Bisep ++ ++

Trisep ++ ++

KPR ++ ++

APR ++ ++

Refleks patologis : kanan kiri

Hoffman-Tromner -

(38)

-Chaddock - -Gordon - -Oppenheim - -Shcaffer - -10. Fungsi luhur Kesadaran : baik

Reaksi emosi : baik

Proses berpikir : baik Fungsi bahasa : baik Refleks regresi : -/-11. Pemeriksaan Khusus Laseq : -/-Patrick : -/-Kontrapatrick : -/-Manuver Valsava : -/-Tes Naffziger : -/-C. PEMERIKSAAN ANJURAN

1. Darah perifer rutin dan darah perifer lengkap

2. Rontgen foto lumbosacral sentrasi L3-L5 posisi AP, lateral Kesan : spondilosis vertebra L4-L5

3. CT scan lumbosakral 4. Lumbal Punksi D. DIAGNOSIS

Diagnosa klinik : brachialgia bilateral

Diagnosa topik : diskus intervertertebralis setinggi segmen L4-L5 Diagnosa etiologi : suspek spondilosis lumbalis

(39)

E. PENATALAKSANAAN 1. Umum

Edukasi posisi yang baik saat bekerja dan beristirahat. 2. Khusus - Na diclofenak 2 x 50 mg - Diazepam 2 x 3,5 mg - Sohobion 1 x 1 tab - Osteocal 1 x 1 tab F. PROGNOSIS

- Quo ad sanam : bonam

- Quo ad vitam : bonam

- Quo ad fungsionam : bonam

BAB III DISKUSI

Pasien ini memiliki gejala nyeri punggung bawah mengarah ke spondilosis yang secara teori memiliki gejala-gejala berikuit ini:

1. Rasa sakit yang hilang timbul

2. Kaku tulang punggung bagian bawah

3. Rasa sakit yang berkurang dengan istirahat atau setelah berolahraga 4. Mati rasa daerah sekitar pinggang atau punggung bawah

5. Kelemahan pada punggung bawah 6. Sering terjadi kesemutan pada kaki 7. Kesulitan berjalan

(40)

8. Masalah usus atau kandung kemih (ini jarang terjadi, tetapi mungkin terjadi jika sumsum tulang belakang dikompresi)

Pada pasien ini, ditemui empat dari delapan gejala di atas. Dari riwayat penyakit dahulu, riwayat trauma (jatuh terduduk), infeksi (tuberkulosis), tumor, neuropati (akibat diabetes mellitus dan kolesterol) dapat sementara disingkirkan. Sebab degeneratif pada pasien ini dipikirkan karena usia pasien 44 tahun dan kebiasaan sehari-hari tidak mengkonsumsi susu dan suplemen kalsium.

Pada pemeriksaan umum tekanan darah 140/90 (prehipertensi), status internus dalam batas normal, status neurologikus dalam batas normal. Pada saat serangan, pasien menyebutkan ada rasa baal pada kedua tungkai bagian luar sampai punggung kaki, namun pada pemeriksaan sensorik didapatkan eksteroseptif dan proprioseptif baik. Hal ini dimungkinkan karena pasien sedang dalam keadaan yang tidak mencetuskan nyeri pinggang bawah (posisi sedang duduk). Dari pemeriksaan khusus di dapatkan tes nyeri punggu (-/-) yang mendukung diagnosis ke arah etiologi spondilosis lumbalis. Diagnosis ini diperkuat dengan pemeriksaan rontgen foto lumbosacral sentrasi L3-L5 posisi AP, lateral yang memberikan kesan spondilosis L4-L5. Sentrasi pada foto ini diperlukan karena adanya asensus medulorum di mana segmen medulla spinalis lebih tinggi daripada segmen vertebra. Berdasarkan teori, gambaran spondilosis lumbalis adalah sebagai berikut:

1. Penyempitan ruang discus intervertebralis

2. Perubahan kelengkuangan vertebrae dan penekanan saraf 3. Osteofit / spur formation di anterior ataupun posterior vertebrae 4. Pemadatan corpus vertebrae

5. Porotik (lubang) pada tulang

6. Vertebrae tampak seperti bambu (bamboo Spine) 7. Sendi sacroiliaca tidak tampak atau kabur 8. Celah sendi menghilang

Pada foto lumbosakral pasien ini ditemukan penyempitan segmen posterior pada ruang diskus intervertebralis L4-L5 dan osteofit pada segmen posterior pada vertebra L4. Oleh karena itu, diagnosis klinis ditegakkan sebagai brachialgia bilateral, diagnosis topik diskus intervertebralis setinggi segmen L4-L5.

Pasien diterapi dengan analgetik Na diklofenak 2 x 50 mg, muskulorelaksan Diazepam 2 x 3,5 mg, Sohobion 1 x 1 tab, dan Osteocal 1 x 1 tab. Yang terpenting pada

(41)

pasien ini adalah memposisikan tulang belakang sesuai dengan posisi yang baik saat bekerja atau beristirahat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono M, dkk. Neurologi Klinis Dasar. Jkarta: Dian Rakyat. 1988.

2. Van der Linden S, Ankylosing Spondylitis. In: Kelly W, Harris ED,Ruddy S, Sledge CB. Eds. Textbook of Rheumatology. 5thed,Philadelphia-London-Toronto-Sydney-Tokyo : WB Saunders Co 1997;pp :

969-82.

3. Parker CW. Seronegative HLA related arthritis. In : Parker CW Ed. Clinical Inununology Vol II. Philadelphia, London, Toronto: WBSaunders 1980; pp : 753-73.

4. Haslock I. Ankylosing spondylitis. In : Dippe PA, Bacon PA, Bamji AN, Watt 1 Eds. Atlas of clinical rheumatology. Gower Medical Publisher,London, New York : 1986 ; pp: 12.1-12,12.

5. Burgos-Vargas R. Naranjo A, Castillo J. Ankylosing spondylitis in the Mexican Mestizo : Patten of disease according to age at onset. JRheumatol 1989 ; 16 : 186-91.Calin A, Porta J, Fries JF, Schurman DJ. Clinical history of a screen test for ankylosing spondylitis. JAMA 1977; 237 : 2613-4.

(42)
(43)
(44)
(45)

Gambar

Gambar 1. Ruas-ruas Vertebra.
Gambar 2. Kolom Vertebra.
Gambar 3. Ligamen-ligamen pada Vertebra.
Gambar 4. Dermatom Nervus-nervus Spinalis.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kepastian infeksi MrNV di sentra pembenihan udang galah di Jogjakarta tersebut dikuatkan oleh hasil pengujian udang galah yang mengalami gejala infeksi penyakit ekor putih

kondisi-kondisi yang terjadi pada institusi TNI seperti yang dipaparkan dalam bagi- an sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini, yaitu mengapa kultur

Identifikasi Masalah Berdasarkan data yang akan digunakan sebagai objek penelitian dapat dirumuskan masalah dengan membuat sebuah sistem yang dapat melakukan pengenalan karakter

Persentase cakupan hasil pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan pada balita selama tahun 2011 pada 16 kecamatan yang ada di Kabupaten Agam dapat dilihat dari cakupan

Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan membuat produk yang lebih ramah terhadap lingkungan dengan ciri produk yang dapat didaur ulang (recycle), digunakan

b) Karakter Sifat Pelayanan PKL..  PKL dengan jenis dagangan bukan makanan lebih fleksible walaupun sebagian besar cenderung menatap pada suatu lokasi.  PKL yang memiliki sifat

Dapatan kajian ini juga hampir selari dengan kajian yang dijalankan oleh Khaziah (2016) yang menunjukkan faktor pentadbir iaitu guru besar dalam dimensi iklim sekolah

Manusia, hewan, dan tumbuhan akan mati, semua tidak bisa lari dari kematian. Kematian bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, karena ke mana pun dan di mana pun kita akan