• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH Profesionalisme Dunia Pendidikan (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH Profesionalisme Dunia Pendidikan (1)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap kali kita mengharapkan sesuatu pekerjaan dilakukan dengan baik, apakah itu di rumah sakit, di pasar, di penjara, atau di panti pijat, kita berbicara

tentang perlunya perilaku yang profesional. Di dalam arti kata itu terkandung makna bahwa perilaku itu didasarkan atas pengertian yang benar mengenai hal yang harus dilaksanakan, dan pengertian itu dilengkapi dengan kemahiran yang tinggi. Tindakan yang lahir dari gabungan kedua sifat itu, mencerminkan lebih kurang tingkat profesionalisme yang diharapkan dimiliki seseorang.

Kalau pengertian ini kita terapkan di dalam kehidupan secara luas, maka di semua segi kehidupan diperlukan profesionalisme, walaupun kita belum terbiasa

mendengar apa arti suami profesional, misalnya. Rupa-rupanya aspek kemahiran yang tinggi itulah yang dimaksud apabila kita berbicara tentang pencopet profesional. Atau pelacur profesional. Bagaimana dengan petinju profesional? Apakah, apabila dia tergolong petinju amatir, ia tidak dapat atau tidak boleh bertinju secara profesional? Ba-gaimana dengan guru yang profesional? Apa beda guru profesional di Amerika dengan guru di Indonesia? Bagaimana

profesionalisme guru di zaman Orde Baru dibandingkan dengan guru Orde Reformasi?

B. Tujuan

Makalah ini bertujuan mengetahui : 1. Profesionalisme Dunia Pendidikan 2. profesional guru di indonesia

C. Rumusan Masalah

• Bagaimanakah profesional itu yang sebenarnya • Bagaimanakah professional itu di dan

• Professional kah guru di indonesia

D. Batasan Masalah

(2)

BAB II ANALISIS

PROFESIONALISME DUNIA PENDIDIKAN A. Pengertian Profesi

Menurut Dra. Ani M.Hasan,M.Pd, Profesi dalam pengertian yang lebih luas yaitu kegiatan untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian

tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik.

Sedangkan Sumargi profesi guru adalah profesi khusus _ luhur. Mereka yang memilih profesi ini wajib menginsafi dan menyadari bahwa daya dorong dalam bekerja adalah keinginan untuk mengabdi kepada sesama serta menjalankan dan menjunjung tinggi kode etik yang telah diikrarkannya, bu-kan semata-mata segi materinya belaka

Makagiansar, M. 1996 profesi guru adalah orang yang Memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu Nasanius, Y. 1998 mengatakan profesi guru yaitu kemampuan yang tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Ada beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain: (a) sebagai pekerja profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih (b) pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat

merealisasikan seluruh kemampuan kemanusiaan yang dimiliki, (c) sebagai petugas kemashalakatkatan dengan fungsi mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik.

Galbreath, J. 1999 frofesi gurtu adalah orang yang Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdakan anak didik.

Pencanangan pekerjaan guru sebagai profesi kita catat sebagai sebuah upaya pemerintah yang sungguh-sungguh untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Bagaimanapun, peran guru sangatlah vital dalam proses pendidikan. Guru

(3)

pengetahuan (transfer of knowledge) dan juga transfer nilai (transfer of value). Bagaimana mungkin mereka bisa melaksanakan pekerjaannya dengan baik jika para guru tidak mendapatkan penghargaan yang memadai dari pekerjaannya. Lebih sempit lagi, bagaimana mungkin guru bisa menjalankan profesinya dengan baik jika dalam kondisi tidak sejahtera.

Pencanangan guru sebagai sebuah profesi dapat dikatakan merupakan upaya pengakuan pemerintah atas jasa dan kerja keras mereka. Pengakuan ini

menyejajarkan profesi guru seperti dokter, pengacara, dan berbagai profesi lain. Apakah dengan pengakuan ini dengan sendirinya kesejahteraan segera

meningkat? Tentu saja tidak serta-merta demikian, jika pemerintah kemudian tidak menindaklanjuti dengan berbagai kebijakan yang mengarah kepada proses penyejahteraan guru.

Pertanyaan berikutnya adalah, apakah sudah bisa dikatakan bahwa guru

merupakan sebuah profesi? Dilihat dari pekerjaannya yang memerlukan dedikasi tinggi, memang ya. Namun sistem pendidikan di Indonesia tampaknya belumlah kondusif untuk menyebut bahwa guru merupakan profesi. Guru, pada umumnya, masih bersifat okupasional, dan melaksanakan berbagai kebijakan birokrasi pusat dan daerah, tanpa mampu mengembangkan profesinya sebagai pendidik. Mereka sehari-harinya disibukkan dengan perencanaan pengajaran di kelas, tanpa

mendapatkan kesempatan yang memadai mengembangkan keilmuannya di bidang pendidikan. Pendeknya, mereka sekadar para tukang yang melaksanakan

kurikulum.

Hal kedua yang menarik dari peristiwa pada pencanangan guru sebagai profesi adalah kegaduhan para guru saat mendengarkan Presiden SBY menyampaikan sambutan, sampai-sampai presiden berkata, "Tolong dengarkan saya memberikan sambutan!" Peristiwa ini sungguh memprihatinkan, tak ubahnya seorang guru yang mengajar di kelas, tapi muridnya senantiasa gaduh. Kegaduhan berulang saat SBY menyatakan bahwa kesejahteraan para guru akan ditingkatkan dengan cara pemerintah bekerja sama dengan pemerintah daerah.

(4)

Saat disebut "pemerintah daerah" berkaitan dengan "kesejahteraan", mereka pun kembali gaduh. Ini mengundang tanda tanya besar, ada apa dengan "pemda" dan para guru? Apakah guru tidak percaya lagi terhadap pemda yang akan dijadikan pilar untuk menyejahterakan mereka? Berbagai hal di atas

menimbulkan pertanyaan, apakah bisa guru-guru kita profesional. Tapi apa pun yang terjadi, memang guru harus diperjuangkan untuk profesional.

B. PROFESIONAL

Profesional adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi dan

berdasarkan rasa keterpanggilan - serta ikrar (fateri/profiteri) untuk menerima panggilan tersebut - untuk dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan di tengah gelapnya kehidupan (Wignjosoebroto, 1999).

Guru diharapkan melaksanakan tugas kependidikan yang tidak semua orang dapat melakukannya, artinya hanya mereka yang memang khusus telah bersekolah untuk menjadi guru, yang dapat menjadi guru profesio-nal. Tetapi sejauh mana

ketentuan ini berlaku umum? Apakah sekolah guru menjamin lulusannya pasti adalah guru yang profesional? Banyak juga lulusan sekolah guru yang memberi kesan seolah-olah mereka tidak pernah melalui pendidikan guru. Jadi realitas ini tidak sesuai dengan yang seharusnya berlaku. Bahkan, sesekali ada juga orang yang tidak merupakan lulusan sekolah guru, yang kemudian ternyata dapat menjadi guru. Apakah mereka itu berhak menyandang predikat guru

profesional ?

Kalau begitu, apakah sebaiknya kita tidak usah persyaratkan perlunya seseorang terlebih dahulu bersekolah guru sebelum dapat menjadi guru yang profesional? Bagaimana pula keadaannya apabila tuntutan untuk menjadi guru profesional adalah begitu kuat, tetapi lingkungan dan kondisi kerja sama sekali tidak mendukung? Ataukah kita menggunakan istilah guru profesional hanya dengan harapan agar guru masih mau bekerja mati-matian, se-bagai pahlawan tanpa tanda jasa, tetapi tanpa segala-galanya! _ di dalam kondisi yang setengah mati buruknya? Sunggguh tidak berperikemanusiaan untuk menuntut profesio-nalisme dari guru, kalau guru sebenarnya sudah tergolong kaum the have nots, di luar dan di dalam habitatnya sebagai guru.

Di kalangan kelompok-kelompok atau organisasi profesional, dokter, pengacara, dan sekarang juga guru, seringkali kita mengenal sebuah sifat lagi yang

(5)

misalnya, tidak membenarkan anggota-anggotanya menceritakan kian kemari pe- nyakit atau penderitaan seorang pasien, ke-cuali di dalam hal tertentu yang dikehendaki oleh hukum. Seorang hakim tidak dibenarkan menerima suap dalam keadaan bagaimanapun, seperti juga seorang polisi, petugas penegak hukum. Guru juga begitu: banyak rambu-rambu yang diperkenalkan di dalam kode etik

organisasi profesional, yang intinya adalah untuk memastikan agar setiap anggotanya menjunjung tinggi tugas yang diberikan ke- padanya, termasuk menyimpan rahasia jabat-an. Tetapi kata orang, pelacuran pun mempunyai kode etik atau rahasia jabatan, yakni tidak mengambil langganan yang sudah menjadi `milik' pelacur lain, dan tidak membongkar identitas pelanggannya. Jadi

profesionalisme yang bagaimana yang kita perlukan?

C. Kode Etik Guru

Melaksanakan Kode Etik Guru, sebagai jabatan profesional guru dituntut untuk memiliki kode etik, seperti yang dinyatakan dalam Konvensi Nasional Pendidikan I tahun 1988, bahwa profesi adalah pekerjaan yang mempunyai kode etik yaitu norma-norma tertentu sebagai pegangan atau pedoman yang diakui serta dihargai oleh masayarakat. Kode etik bagi suatu oeganisasai sangat penting dan mendasar, sebab kode etik ini merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku yang dijunjung tinggi oleh setiap anggotanya. Kode etik bergungsi untuk mendidamisit setiap anggotanya guna meningkatkan diri, dan meningkatkan layanan

profesionalismenya deni kemaslakatan oranglain.

Memiliki otonomi dan rasa tanggung jawab. Otonomi dalam artian dapat mengatur diri sendiri, berarti guru harus memiliki sikap mandiri dalam melaksanakan

tugasnya. Kemandirian seorang guru dicirikan dengan dimilikinya kemampuan untuk membuat pihlihan nilai, dapat menentukan dan mengambil keputusan sendiri dan dapat mempertanggungjawabkan keputusan yang dipilihlnya.

Isi kode etik guru indonesia

1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila

2. Guru memiliki dan melaksanakan kewjujuran professional

(6)

4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar

5. guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan tanggung jawab bersama terhadap pendidikan

6. guru secara pribadi dan secara bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu da martabat profesinya

7. guru memelihara hubungan profesi semangat kekeluargaan dan kesetiakawanana nasional

8. guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organiosasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian

(7)

BAB III KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Tidak dapat dinaifkan bahwa memang tidak mudah merumuskan dan

menggambarkan profil seorang guru profesional. Apakah mungkin karena itu, maka kita tidak dapat menemukan guru yang memenuhi syarat profesionalisme? Tidak. Bukan karena itu, masih banyak guru yang berhati guru dan berjiwa guru. Masih banyak guru yang hidup dan ma-tinya diberikan kepada tugasnya mendidik anak bangsa. Masih banyak guru yang berpotensi profesional. Tetapi dunia

sekeliling guru tidak memahami potensi itu. Dunia sekeliling guru masih terlalu banyak berwatak anti profesionalisme. Watak birokrasi misalnya, masih terlalu kental sebagai watak yang tidak menghormati _ karena tidak memahami _ hakikat profesionalisme.

B. Saran

Profesionalisasi berkaitan dengan apa yang kita percayai sebagai tujuan yang semestinya kita capai. Dengan serangkaian tujuan yang jelas, kita kemudian dapat meng- identifikasi berbagai indikator keberhasilan. Dan dengan itu akan lebih mudah kita memahami wujud profesionalisme yang dikehendaki. Tetapi

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Semiawan, C.R. 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. Jakarta: Grasindo.

Sumargi. 1996. Profesi Guru Antara Harapan dan Kenyataan. Suara Guru No. 3-4/1996.

Supriadi, D. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Jakarta: Depdikbud.

Referensi

Dokumen terkait

Apabilakemudianterbuktibahwasayamelanggarpernyataantersebut di atas, saya bersedia menerima sangsi sesuai peraturan yang berlaku di Fakultas Ilmu Sosial dan

residu yang diperoleh, diekstraksi kembali dengan pelarut.. yang sama, sampai seluruh

Penelitian ini merekomendasikan untuk mengedukasi kepala keluarga dalam rangka kesehatan melalui kegiatan konseling terpadu yang membahas isu seputar perilaku merokok,

Variabel manajemen digunakan sebagai indikator, mengingat tugas Kepala mIn sebagai manajer sebagaimana diamanahkan dalam Peraturan menteri Agama nomor 90 tahun 2013

Hasilnya menunjukan perbedaan yang signifikan antara hasil tes dan kelompok kontrol dalam skor kesehatan mental rata-rata mereka setelah mendengarkan ayat suci

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang membahas tentang efektivitas terapi psikoedukasi dan terapi murattal terhadap kecemasan pasien preoperasi fraktur di

Dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa ditemukan cukup bukti untuk ketiga variabel yang diuji, yaitu Pemasaran Melalui Media Social , Kesadaran Merek, dan Electronic

This study aim to evaluate heritage building’s classification in Jakarta ancient city based policy of culture preservation area through determination of conservation priority..