• Tidak ada hasil yang ditemukan

SOAL UAS LINGUISTIK UMUM BESERTA JAWABAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SOAL UAS LINGUISTIK UMUM BESERTA JAWABAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Nama : Rahil Helmi

Nim : 16/404331/PSA/ 08052

Kelas : B

Mata kuliah : Linguistik Umum I Dosen pengampu: Dr. Suhandano, M. A.

Soal & Jawaban

1) Jelaskan apa yang dimaksud dengan linguistik! Penjelasan setidaknya mencakup: apa yang dipelajari linguistik dan bagaimana karakteristiknya, bagaimana cara mempelajarinya, subdisiplin ilmu apa saja yang berada dalam linguistik, dan mengapa ada banyak subdisiplin ilmu dalam linguistik.

Linguistik dapat diartikan sebagai “ilmu bahasa”. Namun bagaimanakah pengertiannya lebih lanjut? Maka dapat disimpulkan bahwa linguistik adalah ilmu yang mempelajari keseluruhan komponen bahasa. Komponen-komponen ini tidak terlepas antara yang satu dengan yang lain tetapi saling berkaitan erat. Namun komponen-komponen ini dipelajari di dalam linguistik secara tersendiri. Umpamanya, segi bunyinya saja, segi pembentuk kata, segi susunan kata sehingga terbentuklah kalimat, atau segi makna yang dikandungnya sehingga muncullah istilah-istilah fonetik, fonologi, fonemik, morfologi, sintaksis, dan semantik. Linguistik juga mencoba mempelajari apa sebenarnya bahasa dan bagaimana cara kerjanya. Linguistikpun mencoba menemukan dalam hal apa bahasa itu bersamaan, berbeda, berkembang, berubah dan saling berhubungan dengan bahasa lainnya, linguistik juga disebut sebagai ilmu, sebagaimana orang menyebut ilmu-ilmu lain seperti kimia, biologi, atau fisika. Sebagai suatu studi ilmiah tentang bahasa, linguistik bersifat empiris, bukan spekulatif dan intuitif.

Kajian linguistik didasarkan pada data yang dapat diverifikasi dan diperoleh melalui observasi dan eksperimen dimana objek bahasanya dapat diamati oleh indera manusia; ujaran dapat didengar, gerakan-gerakan alat ucap dapat dilihat atau dengan bantuan alat-alat, tulisan dapat dilihat dan dapat dibaca. Linguistik juga eksplisit, artinya tidak kabur, tidak ada makna ganda, serta aturan-aturannya disusun dan dirumuskan secara menyeluruh dan tidak berbenturan. Linguistik juga bersifat sistematis dan objektif. Sistematis berarti beraturan, mempunyai pola, ada generalisasi yang utuh, tidak berpisah, merupakan suatu kesatuan yang bagian-bagiannya sejalan, dan semuanya mendukung suatu kesatuan. Linguistik mempelajari bahasa secara sistematis, misalnya dari fonologi, meningkat ke morfologi, kemudian meningkat ke sintaksis, dan seterusnya ke segi makna, sebab keseluruhan komponen ini membentuk suatu kesatuan yang disebut bahasa. Linguistik bersifat objektif, artinya memberikan sesuatu menurut apa adanya, bebas dari perasaan dan pertimbangan pribadi.

(2)

Linguis tidak meneliti bahasa sebagai alat pengungkap emosi atau afeksi. Jadi, dalam penelitian linguistik pun bahasa dipandang sebagai bahasa pula bukan sebagai yang lain. Selain itu terdapat kekaburan antara objek sasaran dengan alat pengembangnya yang utama, yaitu bahasa karena ilmu yang penelitiannya yang bermula dan berakhir pada bahasa, dalam bahasa, dan dengan bahasa.

Ilmu-ilmu yang terdapat dalam linguistik sangatlah beragam. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Wijana (2009: 8-13) bahasa dapat diteliti dari elemen internal dan eksternal. Penelitian bahasa dari sisi internalnya melahirkan cabang-cabang linguistic seperti fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Sedangkan penelitian bahasa dari sisi eksternalnya akan melahirkan bidang-bidang ilmu linguistik seperi; kinesik, paralinguistik, fonetik, etnolinguistik, sosiolinguistik, psikolinguistik, linguistik komputasional, metalinguistik, metode linguistik, sejarah linguistik, studi linguistik abad XX, linguistik diakronik, linguistik sinkronik, linguistik terapan, linguistik teoritis, dan linguistik makro. Keberagaman dari subdisiplin ilmu linguistik dikarenakan kajian linguistik yang tidak hanya pada bagian internalnya saja melainkan adanya kajian eksternal dari bahasa tersebut.

2) Jelaskan bagaimana bunyi bahasa diidentifikasikan! Penjelasan setidaknya mencakup: proses terjadinya bunyi bahasa, sumber udara dalam produksi bunyi bahasa, tempat artikulasi dan artikulatornya, cara (manners) artikulasi, tempat keluar udara, dan hal-hal lain yang dipandang penting dalam identifikasi bunyi bahasa. Jangan lupa mencantumkan contoh bunyi yang dimaksud.

Manusia mampu menghasilkan bunyi-bunyi bahasa karena memiliki alat bicara seperti paru-paru, batang tenggorokan, laring, pita-pita suara, faring, akar lidah, pangkal lidah, tengah lidah, anak tekak, langit-langit, alveola, gigi atas, gigi bawah, bibir atas, bibir bawah, mulut, dan hidung. Untuk mengetahui cara kerjanya dari setiap alat bicara tersebut maka terlebih dahulu hal yang utama harus dipahami adalah bunyi bahasa hanya mungkin terjadi bila ada udara. Udara ini dipompakan dari paru-paru melalui batang tenggorok ke pangkal tenggorok tempat pita suara. Pita suara harus terbuka agar arus udara nantinya dapat keluar melalui rongga mulut, rongga hidung, atau kedua-duanya. Bunyi bahasa dapat dihasilkan apabila arus udara terhalang oleh alat bicara yaitu:

 Antara pita-pita suara, bunyi yang dihasilkan adalah bunyi bersuara

 Antara akar lidah dan dinding belakang rongga belakang kerongkongan, bunyi yang dihasilkan adalah bunyi faringal; misalnya [h]

(3)

 Antara pangkal lidah dan langit-langit lunak, bunyi yang dihasilkan adalah bunyi dorso-velar; misalnya [k, g, x, n]

 Antara tengah lidah dan langitlangit keras, bunyi yang dihasilkan adalah bunyi medio-laminal; misalnya [t, d]

 Antara lidah dan langit-langit keras, bunyi yang dihasilkan adalah bunyi lamino-alveolar; misalnya [s, z]

 Antara ujung lidah langit-langit keras, bunyi yang dihasilkan adalah bunyi apiko-palatal, misalnya [th]

 Antara gigi atas dan bibir bawah, bunyi yang dihasilkan adalah bunyi labio-dental misalnya [f,v]

 Antara bibir atas dan bibir bawah, bunyi yang dihasilkan adalah bunyi bilabial; misalnya [p, b, m, w]

Apabila piita-pita suara diketatkan maka ruangan untuk saluran udara menjadi sempit. Dengan adanya penyempitan dan arus udara yang dipaksakan maka pita-pita suara menjadi bergetar. Getaran ini menimbulkan suara (voice), bunyi-bunyi yang tergolong kedalamnya disebut bunyi-bunyi bersuara. Seperti contoh dalam bahasa Inggris, seluruh bunyi-bunyi vokal adalah bunyi bersuara dan demikian juga konsonan-konsonan; /b,d,j,g,v,l,z,m,n,l,r,w,j/. Apabila pita-pita suara ini dikendurkan maka tersedia ruangan yang agak lapang untuk arus udara. Udara yang melaluinya lewat dengan lancar. Bunyi-bunyi yang dihasilkan melalui pita suara yang dalam keadaan tersebut dinamakan bunyi tak bersuara (voiceless) seperti bunyi /h/ dalam bahasa inggris pada contoh hand, heap, dan hose.

3) Jelaskan hal-hal pokok yang harus ada dalam deskripsi sistem fonologi suatu bahasa, dan berilah contohnya!

Bunyi bahasa yang diucapkan oleh manusia akan memiliki pembeda makna pada setiap bunyi bahasanya. Objek kajian dari fonologi adalah fonem, berbeda dengan objek kajian fonetik yang mengkaji fon. Fonem adalah bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna. Fonem merupakan abstraksi atau gambaran dari satu atau sejumlah fon, baik berupa huruf vokal atau huruf hidup maupun huruf konsonan atau huruf mati. Penulisan sebuah fonem atau transkripsi fonem dituliskan dengan lambang /.../. Salah satu ciri fonem adalah kemampuannya membedakan makna. Untuk mendeskripsikan suatu system fonologi suatu bahasa diantaranya dapat dilakukan dengan menggunakan pasangan minimal, distribusi komplementer, dan distribusi paralel.

(4)

[saku] [laku] [baku] [daku]

Bunyi [s], [l], [b], dan [d] pada bentuk kebahasaan itu masing-masing memiliki fungsi pembeda makna. Cara yang paling mudah dalam mengidentifikasi bunyi (fonem) yaitu dengan membedakan makna (kata) dengan melihat kemungkinannya dua buah bentuk kebahasaan berpasangan minimal merupakan cara yang lazim dan mudah untuk dilakukan identifikasi. Satuan-satuan pembeda makna pada contoh di atas yaitu; /s/, /l/, /b/, dan /d/.

Cara lain yang dapat digunakan untuk melakukan identifikasi sebuah fonem ialah dengan mencermati distribusinya. Apabila sebuah fonem berdistribusi komplemnter pada posisi yang berbeda, misalnya di awal deretan bunyi atau di akhir deretan bunyi merupakan bunyi bahasa itu alofon. Apabila sebuah fonem memiliki alofon, maka fonem itu benar. Alofon merupakan variasi dari sebuah fonem, bunyi yang merupakan realisasi dari sebuah fonem. Contoh:

1. bunyi [p] pada ‘pintar’ diucapkan berbeda dengan bunyi [p] pada ‘tapi’ atau ‘sapi’ 2. bunyi [p] pada pintar itu akan diucapakan berbeda dengan [p] pada ‘asap’ atau ‘lesap’.

Alasannya:

[p] pada posisi awal diucapakan secara meletup atau ‘polosive’ sedangkan [p] di luar posisi awal itu akan diucapkan tidak dengan cara meletup atau ‘impolosive’, walaupun secara fonetis dituliskan sama dan seklaipun sesunguhnya cara pembunyiannya berbeda. Sesuai fakta kenahasaan yang demikian, bunyi [p] merupakan bunyi [p] berdistribusi komplementer (complementary distribution). Bunyi-bunyi yang hadir dalam distribusi komplementer disebut alofon sebuah fonem yang membuktikan penamaan fonem tersebut benar.

Jadi, fonem dapat diuji keberadaannya dengan melihatnya dalam pasangan minimal dan dalam kemampuannya berdistribusi komplementer untuk menghasilkan alofon-alofon. Fonem dalam sebuah bahasa juga dapat diidentifikasi secara supresegmental, yaitu dengan mencermati unsur-unsur supresegmentalnya seperti:

1. nada, 2. tekanan, 3. durasi, dan 4. jeda.

Dalam bahasa Indonesia memang sangat sulit ditemukan bentuk-bentuk kebahasaan yang memenuhi kriteria suprasegmental seperti itu, berbeda sekali dengan kata-kata dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Indonesia, unsur-unsur suprasegmental tidak mampu membedakan makna (meaning), tetapi hanya sampai pada pembedaan maksud (purpose).

(5)

Dalam mempelajari Linguistik, maka morfologi menjadi salah satu bagian yang tidak terpisahkan. Morfologi adalah kajian bidang linguistik yang mempelajari kata dengan menggabungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain. Yang dimaksud dengan morfem di sini adalah bentuk terkecil yang mempunyai arti yang terdapat dalam pembentukan kata-kata dari suatu bahasa. Bentuk terkecil tersebut dapat dijelaskan dengan mengambil kata-kata baju sebagai contoh. Kata baju terdiri dari empat fonem yakni fonem /b/, /a/, /j/, dan /u/ tetapi kata itu hanya terdiri dari satu morfem saja. Seandainya kata ini kita perkecil dengan membagi-baginya, hasil pembagian itu tidak akan memberikan arti lagi. Tidak menutup kemungkinan, kadang satu morfem dapat juga terdiri satu fonem saja, misalnya {-s} dalam bahasa Inggris pada kata books. apabila kita melihat kata jalan, sebagai contoh, yang berubah menjadi jalankan, berjalan, pejalan, dijalankan, dan perjalanan, tampaklah bahwa bentuk dan arti ini dapat kita lihat disebabkan adanya penambahan morfem-morfem lain pada kata jalan. Perubahan-perubahan bentuk semacam inilah yang menjadi kajian telaah morfologi.

Berikut ini contoh sederhana yang berlaku pada sistem morfologi pada bahasa Aceh dan bahasa Inggris. Secara morfologi, baik bahasa Aceh dan bahasa Inggris memiliki sistem morfologinya masing-masing. Kedua bahasa ini merupakan bahasa yang sama-sama bertipe SVO (subjek-predikat objek).

Berikut ini beberapa contoh morfem pada kata kerja dalam kalimat sederhana dalam bahasa Aceh dan bahasa Inggris. Sebagaimana berikut ini:

(1) Droe neujak u sikula. kamu 2Tg-pergi ke sekolah ‘Kamu pergi ke sekolah.’ (2) Gobnyan geupoh pancuri

dia 3Tg-pukul pencuri ‘Dia memukul pencuri.’ (3) Kamoe meuba mamplam.

kami 1Jmk-bawa mangga ‘Kami membawa mangga.’ (1a) *Droe jak u sikula.

‘Kamu pergi ke sekolah.’ (2a) *Gobnyan poh pancuri

‘Dia memukul pencuri.’ (3a) *Kamoe ba mamplam.

‘Kami membawa mangga.’

(6)

pada setiap kalimat yang mengandung verba. Secara harfiah ketiga penanda tersebut morfem infleksional dalam bahasa Aceh. Durie (1985:117) mengkategorikan penanda tersebut sebagai klitik pronomina. Setiap pronomina bahasa Aceh mempunyai penanda tersendiri jika berada dalam kalimat maupun klausa yang mengandung verba. Gobnyan (dia) dalam bahasa Aceh tidak membedakan jenis kelamin. Pronomina ini digunakan baik untuk subjek laki-laki maupun perempuan. Sementara itu, contoh (1a), (2a), dan (3a) tidak gramatikal. Ketiga contoh kalimat tidak gramatikal tersebut akan rancu dipahami secara maknanya, apabila dituturkan oleh penutur bahasa Aceh.

Contoh kalimat yang mengandung verba dalam bahasa Inggris; (4) He sings a song

(5) She washes cloth. (6) The girl chases a cat. (4a) *He sing a song (5a) *She wash cloth. (6a) *The girl chase a cat.

Contoh (4), (5), dan (6) merupakan contoh gramatikal yang menuntut persesuaian pada subjek dan verba. Penambahan morfem {s, -es} pada setiap verba menunjukkan hubungan persesuaian antara subjek dan predikat. Penanda {-s}, dan {-es} pada kata kerja tidak bisa diabaikan karena menjadikan kalimat tidak berterima. Selain itu penanda tersebut juga mengindikasikan kala (tenses) yang berlaku berbentuk Present Tense. Kalimat (4a), (5a), dan (6a) dapat dipahami namun tidak berterima secara gramatikal.

5) Nomina dan verba merupakan kelas kata yang dapat ditemukan pada semua bahasa. Jelaskan dengan disertai contoh bagaimanakah karakteristik kedua kelas kata tersebut.

(7)

-ship,-tion/sion, -ity/ty. Beberapa akhiran (kata yang mempunyai suffix) tersebut adalah seperti di

Nomina dalam bahasa Inggris juga dikategorikan dalam countable nouns (nomina dapat dihitung) dan uncountable nouns (nomina tidak dapat dihitung). Countable nouns, sesuai dengan karakteristiknya, dapat dikelompokkan dalam bentuk singular (tunggal) dan plural (jamak). Contohnya diantaranya:

Car  cars

Book  books

Ox  oxen

Tidak seperti pada bahasa Inggris, dalam bahasa Indonesia, nomina berbentuk kata dasaryang menunjukkan identitas asli atau nyata dari suatu objek (benda) yang tidak dapat dijabarkan atau diuraikan lagi ke bentuk yang lain. Seperti terlihat pada contoh sebagai berikut,

a. benda turunan. Kata benda turunan adalah suatu kata yang terbentuk berdasarkan dari proses pengimbuhan (afiksasi), baik itu dengan kata maupun afiks. Adapun proses pembentukan dari kata benda turunan yakni terdiri dari beberapa bentuk seperti antara lain sebagai berikut:

1. Verba + (-an)

(8)

a. Minum + an = Minuman. 2. (Pe-) + Verba

Contoh (pe-) + verba adalah misalnya seperti : a. pe + kerja = Pekerja.

3. (Pe-) + Adjektiva

Contoh (pe-) + adjektiva adalah misalnya seperti : a. pe + marah = Pemarah.

4. (Pe-) + Nomina + (an-)

Contoh (pe-) + nomina + (an-) adalah misalnya seperti : a. pe + rumah + an = Perumahan.

Selanjutnya akan dipaparkan pembahasan mengenai Verba. Harimurti Kridalaksana (1993:226) menyatakan bahwa verba adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat. Dalam beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperti kata, aspek, dan pesona atau jumlah. Sebagian verba memilki unsur semantik perbuatan, keadaan, dan proses. Kelas kata dalam bahasa Indonesia ditandai dengan kemungkinan untuk diawali dengan kata “tidak” dan tidak mungkin diawali kata sangat, lebih, dan sebagainya. Seperti contoh berikut ini yang ada dalam bahasa Indonesia:

 Mengandung makna perbuatan. Contoh : menulis, membaca.  Dapat diberi kata penyangkalan. Contoh : tidak menangis.  Mengandung makna proses. Contoh meledak, meletus.

 Kata kerja yang bermakna keadaan tidak dapat diberi prefiks ter- yang berarti paling. Contoh : suka.

Dalam bahasa Inggris, bentuk verba pada dasarnya memiliki lima bentuk yaitu; (1) verba dasar/ stem (base) seperti stay (2) verba + s, misal stays (3) verba + ed lampau (past), misalnya stayed, (4) verba + ing (participle) misalnya staying, dan (5) verba + ed (participle) misalnya stayed. Fungsi verba dalam kalimat yaitu menguraikan kegiatan subjek. Dalam bahasa Inggris pembentukan verba sangat dipenngaruhi oleh waktu atau kala (tense). Dengan mengacu pada verba dalam kalimat kita dapat mengetahui bentuk waktu yang digunakan meskipun tidak disebutkan keterangan waktunya.

Daftar Bacaan:

(9)

Alwasilah, A Chaedar. 1990. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa Bandung. Durie, Mark. 1985. A Grammar of Acehnese On The Basis of A Dialect of North Aceh. Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kesuma, Tri Mastoyo Jati. 2016. Pengantar Linguistik Umum. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada.

Lubis, Syahron dkk. 1985. Pengantar Linguistik Umum. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Referensi

Dokumen terkait