• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efisiensi Pasar valuta asing docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Efisiensi Pasar valuta asing docx"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS : EKONOMI SEKTOR PUBLIK

KELAS : BAPPENAS XII

KELOMPOK : 1. Aris Widiyanto (17/418942/PSP/05994) 2. Real Sukmana (17/418986/PSP/06038) 3. Tyas Wahyu Fadhila (17/418995/PSP/06047) 4. Novie Aviantari (17/418977/PSP/06029)

EFISIENSI PASAR Pasar dan Efisiensi

Dalam pengertian sehari-hari Pasar atau market diartikan sebagai tempat bertemunya pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi ekonomi yaitu membeli atau menjual barang dan jasa atau sumber daya ekonomi atau faktor-faktor produksi lainnya. Dalam konsep ilmu ekonomi pasar diartikan sebagai sebuah mekanisme yang mempertemukan antara produsen yang memproduksi/menyediakan barang dan jasa dengan konsumen sebagai pengguna barang dan jasa tersebut, dengan demikian pasar tidak harus selalu bermakna tempat. Dengan demikian pasar dapat diartikan sebagai mekanisme yang menghasilkan kesepakatan antara produsen dengan konsumen untuk melakukan pertukaran sumber daya.

Pasar sebagai mekanisme yang mempertemukan antara produsen dengan konsumen memiliki beberapa jenis yang ditinjau dari berbagai faktor, diantaranya, perbandingan antara jumlah produsen dengan jumlah konsumen yang ada di pasar tersebut. Mekanisme yang terjadi pada pasar dengan satu pedagang dan banyak konsumen, tentu akan berbeda dengan mekanisme pasar dimana jumlah produsen dan konsumennya seimbang.

Terkait dengan hal penjelasan di atas dalam ilmu ekonomu dikenal beberapa bentuk pasar; pasar persaingan sempurna, pasal oligopoly, pasar monopolistic. Pasar persaingan sempurna -bagi penganut paham ekonomi mikro- merupakan pasar paling ideal yang terjadi ketika jumlah penjual dan pembeli relative banyak atau seimbang, sehingga harga barang dan jasa akan ditentukan oleh interaksi permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Kebalikan dari pasar persaingan sempurna adalah pasar monopolis, dimana hanya terdapat satu produsen, yang menentukan harga.

Pasar persaingan sempurna dalam ilmu ekonomi mikro disebut sebagai pasar dengan efisiensi tertinggi atau pareto effisien. Dalam pasar persaingan sempurna harga barang/jasa ditentukan oleh interaksi seluruh permintaan dan penawaran di pasar, tanpa melalui intervensi apapun. Sehingga pasar persaingan sempurna dikenal sebagai pasar yang paling egaliter. Untuk mencapai hal tersebut terdapat beberapa prasyarat yang haru dipenuhi yaitu:

a. Jumlah penjual maupun pembeli banyak sehingga tidak ada satupun yang dapat mempengaruhi mekanisme pasar yang berjalan;

b. barang/jasa yang diperdagangkan identik dan dapat mengganti dengan sempurna, sehingga konsumen memiliki alternative atau pilihan;

(2)

Konsep Efisiensi

Para ekonom memandang efisiensi pasar dengan menggunakan konsep Pareto Efficiency. Konsep ini menyatakan bahwa ketika alokasi sumber daya akan mencapai titik optimal maka tidak ada lagi cara untuk melakukan pertukaran tanpa membuat salah satu pihak menjadi lebih buruk. Pasar persaingan sempurna merupakan mekanisme yang menunjukkan capaian efisiensi tersebut. Artinya dalam pasar persaingan sempurna yang merupakan Pareto Efficiency, keuntungan yang diperoleh satu pihak hanya dapat dicapai dengan memberikan kerugian bagi pihak lainnya.

Untuk mencapai Pareto Efficiency terdapat 3 (tiga) aspek yang harus dipenuhi:

1. exchange efficiency, terkait dengan distribusi barang, dengan asumsi bahwa semua barang telah terdistribusi, sehingga distribusi tidak dapat lagi dilakukan tanpa merugikan bagi pihak lainnya;

2. production efficiency, efisiensi ini dicapai ketika produksi suatu barang/jasa tidak dapat ditambah kecuali dengan mengurangi produksi barang/jasa lainnya;

3. product mix efficiency adalah bahwa produksi setiap barang dan jasa harus sesuai dengan kebutuhan konsumen.

Konsep Pareto Efficiency dipandang sebagai sebuah konsep yang bersifat individualistik (Stiglizt, 2007) sehingga konsep ini tidak sesuai jika digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam kebijakan publik. Dalam proses kebijakan publik konsep

Pareto improvement lebih sering dan sesuai untuk digunakan. Pendekatan Perilaku Produsen

Produsen adalah unit atau individu yang bersikap rasional dan mementingkan usahanya dengan melakukan efisiensi dengan mengeluarkan biaya sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.

Perilaku produsen dapat dilihat dari kurva penawaran Harga S

Kuantitas

Tinggi rendahnya penawaran ditentukan oleh banyak faktor yaitu harga barang sendiri, harga barang lain, biaya produksi, dan tingkat teknologi. Sebagai contoh jika ada peningkatan teknologi sehingga menghasilkan jumlah produksi yang banyak namun harga dan faktor lain tetap (ceteris paribus) maka kurva penawaran menjadi:

Harga S1 S2 P1

(3)

Elastisitas penawaran merupakan sebuah angka yang mengukur seberapa responsif penawaran jika ada perubahan pada faktor yang mempengaruhi penawaran. Elastisitas penawaran terdiri dari:

1. Elastis sempurna; yaitu ketika faktor yang mempengaruhi penawaran direspon secara sempurna oleh penawaran sehingga perubahan sekecil apapun akan mengakibatkan penawaran hilang dari pasar.

2. Elastis; yaitu ketika perubahan faktor yang mempengaruhi direspon lebih besar proporsinya dibanding faktor yang mempengaruhi. Misal biaya produksi 10% membuat jumlah barang yang ditawarkan berubah 15%

3. Uniter; yaitu ketika perubahan jumlah barang yang ditawarkan direspon secara persis proposional terhadap perubahan faktor yang mempengaruhi. Misal biaya produksi 10% membuat jumlah barang yang ditawarkan berubah 10%

4. Inelastis; yaitu ketika perubahan faktor yang mempengaruhi direspon lebih kecil proporsinya dibanding faktor yang mempengaruhi. Misal biaya produksi 10% membuat jumlah barang yang ditawarkan berubah 5%

5. Inelastis sempurna; yaitu ketika faktor yang mempengaruhi penawaran tidak direspon secara sempurna oleh penawaran sehingga perubahan sebesar apapun tidak akan mengakibatkan penawaran hilang dari pasar

Perilaku produsen tidak dapat dipisahkan dari proses produksi. Produksi merupakan sebuah proses mengubah input menjadi output dengan nilai yang lebih tinggi. Analisis atas produksi bisa dilakukan untuk kerangka jangka pendek dan jangka panjang.

Analisis produksi jangka pendek adalah ketika produsen memerlukan dua macam input biaya yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang besarannya tidak berubah berapa pun produksi dihasilkan (mesin). Biaya variabel adalah biaya untuk membayar input variabel sehingga jumlahnya akan berubah sejalan dengan perubahan produksi yang dilakukan (tenaga kerja). Dalam konsep biaya dikenal biaya rata-rata yang terdiri dari:

1. Biaya rata-rata tetap/variable; yaitu biaya per unit dari produk yang dihasilkan 2. Biaya rata-rata total; yaitu biaya tetap ditambah biaya variabel

3. Biaya marginal; yaitu tambahan biaya yang harus dikeluarkan ketika ada tambahan output yang dihasilkan

Dalam analisis produksi jangka pendek perusahaan akan berhadapan dengan sebuah hukum yang dinamakan the law of diminishing return yaitu sebuah konsep kenaikan hasil yang akan semakin berkurang ketika variablenya ditambah. Dalam hukum ini produksi produsen akan dibagi menjadi tiga fase produksi yaksi tambahan output cepat, fase melambat, dan kenaikan negatif.

Analisis produksi jangka panjang adalah ketika produsen hanya membutuhkan input yang bersifat variable guna memberikan informasi yang diperlukan untuk proses pengambilan keputusan mengenai produksi optimal dengan menggunakan kurva isoquant dan

(4)

1. Isoquant adalah kurva yang menunjukan kombinasi input X dan input Y yang harus digunakan untuk menghasilkan input yang sama.

2. Isocost adalah kurva yang menunjukan rasio harga untuk barang X dan barang Y. Barang X

Kurva Isoquant

M

Barang Y

Keseimbangan produsen akan dicapai manakala rasio kemampuan input setara dengan rasio biaya yang ddibayar. Dalam hal ini posisi yang seimbang adalah berada pada titik M dimana rasio kemampuan X atas Y sama dengan rasio harga keduanya dan pada titik tersebut produksi yang diharapkan dapat dicapai dengan biaya terendah.

Pendekatan Perilaku Konsumen

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang dimaksud dengan konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Hal yang mendasari konsumen untuk memutuskan membeli suatu produk barang/jasa disebut dengan perilaku konsumen. Dalam ekonomi, pendekatan perilaku konsumen melalui Pendekatan Kardinal (Pilihan dan Teori Utility) dan Pendekatan Ordinal (Pilihan dan Kurva Indifference)

Pendekatan Kardinal menjelaskan bahwa hal yang mendasari konsumen untuk mengkonsumsi suatu barang/jasa dikarenakan adanya manfaat (utility) dari barang/jasa tersebut. Keputusan untuk mengkonsumsi suatu barang/jasa didasarkan pada upaya memaksimalkan marginal utility dari barang/jasa tergantung dari harga, fungsi, kualitas, dan kuantitas barang/jasa tersebut.

Pendekatan Ordinal (Pilihan dan Kurva Indifference) menjelaskan bahwa hal yang mendasari konsumsi didasarkan pada melalui penilaian secara tepat manfaat suatu barang/jasa sehingga konsumen dapat membandingkan pengorbanan yang dilakukan dengan manfaat yang diperoleh (Retnandari, 2014). Pada pendekatan ini kepuasan tidak diukur dengan uang dan tidak dapat ditentukan tambahan atau penguranganya, konsumen berfikir rasional dan memiliki pola preferensi tertentu.

Pola preferensi konsumen ditunjukkan melalui kurva indifference yaitu sebuah kurva yang menggambarkan kombinasi dua produk yang memberikan utility atau kepuasan yang sama bagi konsumennya (Retnandari, 2014). Ciri dari kurva indefference adalah:

- Penambahan konsumsi dari satu barang mengakibatkan pengurangan jumlah barang yang lain. Hal ini merupakan konsekuensi dari keterbatasan sumberdaya yang ada.

(5)

- Semakin banyak barang yang dikonsumsi, tambahan kepuasan yang diperoleh semakin kecil.

- Jumlah konsumsi yang sama dari dua barang yang berbeda akan menghasilkan kepuasan yang berbeda.

- Semakin tinggi kurva indefference semakin tinggi kepuasan yang didapat konsumen.

Kebutuhan dan Permintaan

Dalam kondisi ceteris paribus, bahwa jika harga suatu barang naik maka permintaan akan menurun dan sebaliknya. Hal tersebut terkait dengan efek substitusi dan efek pendapatan, dimana dalam efek substitusi konsumen akan mengganti barang yang dikonsumsi dengan yang lebih murah harganya sebagai akibat naiknya harga barang yang dibeli sebelumnya. Sedangkan efek pendapatan adalah konsumen menganggap jika harga barang naik maka dapat dikatakan pendapatan orang tersebut berkurang / lebih rendah.

Surplus Konsumen

Konsumen yang mendapatkan manfaat yang lebih besar daripada pengorbanan yang diberikan (harga yang dibayarkan) maka akan memperoleh surplus konsumen. Dalam kurva permintaan surplus konsumen dapat digambarkan sebagai tingkat harga yang berada di atas harga pasar.

Studi Literatur Terkait Efisiensi Pasar

Studi terkait efisiensi pasar yang akan dibahas untuk tugas kelompok mata kuliah Ekononomi Sektor Publik pada semester gasal 2017 kali ini adalah terkait dengan Efisiensi Pasar Karbon di Eropa. Literatur yang akan dibahas adalah artikel jurnal dengan judul "Market Efficiency in the European Carbon Markets” (Charles, Darné, dan Fouilloux, 2013). Studi literatur ini kami lakukan juga dengan menganalisis literature lainnya sebagai pendukung.

Pasar karbon merupakan sebuah mekanisme pasar hasil dari kesepakatan yang tertuang dalam Protokol Kyoto (Niesten, Frumhoff, Manion, dan Hardner, 2002). Kesepakatan ini mendorong seluruh negara anggota PBB untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK)1 yang ditengarai sebagai penyebab utama perubahan iklim global. Berdasarkan prinsip bahwa gas rumah kaca tersebar merata di seluruh atmosfer maka lokasi geografis penurunan emisi GRK tidak lah terlalu berpengaruh signifikan. Dengan demikian, setiap negara dapat menurunkan emisinya di dalam dan atau luar negeri (Nussbaumer, 2007. Hal. 3082)

Dalam pasar karbon, setiap negara dibawah ambang batas emisi diperbolehkan untuk “menjual” kelebihan kapasitasnya kepada negara yang telah melebihi batas emisi (Philip dan Shi, 2015; UNFCCC, 2017). Kendati pun Protokol Kyoto mengikat negara-negara sebagai suatu entitas, pasar karbon juga berlaku bagi entitas lain seperti perusahaan. Pasar karbon dunia dapat dibedakan menjadi dua tipe pasar yaitu pasar kesepakatan (compliance market) dan pasar sukarela (voluntary market) (Nussbaumer, 2007. Hl. 3082).

(6)

Tipe compliance market dicirikan dengan pasar berdasarkan kesepakatan yang merupakan hasil dari kebijakan “Cap and Trade”. Cap ditetapkan dari jumlah emisi tertentu yang dapat dihasilkan oleh suatu sistem (Anonymous, 2016a) dengan ditunjang oleh pengetahuan/sains (Anonymous, 2017) . Dengan mendasarkan pada cap ini, perusahaan dapat membeli atau menjual allowance (“ijin” untuk dapat mengemisi karbon). Perusahaan penghasil emisi dapat pula membeli allowance pada kredit internasional dari proyek penyimpanan emisi di seluruh dunia2 (Anonymous, 2016b). Pada pasar tipe ke-dua yang dikenal dengan pasar sukarela (voluntary market) tidak dikenal keterikatan ambang batas emisi. Setiap entitas diperbolehkan untuk menyeimbangkan emisi yang dihasilkan. Berbeda dengan compliance market, voluntary market setiap permintaan didasari oleh kesukarelaan entitas untuk membayar kelebihan emisi yang dihasilkan. Oleh sebab itu, permintaan dari pasar voluntary lebih kecil dibandingkan compliance (Kollmuss, Zink, dan Polycarp, 2008).

Berdasarkan penjelasan di atas, produsen pada pasar karbon adalah entitas yang memiliki emisi GRK di bawah ambang batas. Sedangkan konsumen pada pasar karbon adalah entitas yang melebihi ambang batas emisi GRK. Komoditas yang diperdagangkan pada pasar karbon adalah selisih antara emisi yang diperbolehkan dengan emisi yang dihasilkan dalam hal ini allowance. Pasar karbon memiliki tingkat ketidakpastian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan komoditas “alam” lainnya. Hal ini disebabkan karena keberadaan pasar ini sangat bergantung pada kebijakan dan regulasi lingkungan yang ada (Ibikunle, Gregoriou, Hoepner, dan Rhodes, 2016).

Salah satu penentu kebijakan dan regulasi dalam pasar karbon adalah European Union Emissions Trading System (EU ETS). EU ETS merupakan penentu perdagangan karbon di eropa yang menggunakan sistem “cap and trade”. EU ETS ini merupakan yang terbesar (UNFCCC, 2017) di antara 18 skema sejenis di seluruh dunia (Ibikunle, Gregoriou, Hoepner, dan Rhodes, 2016). EU ETS merupakan penggerak dari pasar karbon dunia, khususnya di Eropa (Kossoy dan Guigon, 2012). Pasar Karbon Eropa terdiri dari pasar spot,

future, dan option (Charles, Darné, dan Fouilloux, 2013; Krishnamurti dan Hoque, 2011) Charles, dkk (2013) membahas mengenai harga mendatang (future) dan harga saat ini/tunai (spot) yang dinegosiasikan pada Pasar Karbon Eropa dengan menggunakan pendekatan model cost-of-carry. Secara teori, jika pasar spot dan future beroperasi efisien dan stabil, maka kontrak mendatang diperdagangkan dengan menggunakan harga yang adil (fair value) sebagaimana dalam hukum satu harga.

Perdagangan karbon hanya dapat terlaksana bila terdapat likuiditas yang cukup dan akurasi penentuan harga. Dengan kata lain, pasar menyediakan informasi harga yang bermanfaat bagi para investor dan pihak lainnya. Efisiensi pasar karbon sangat penting bagi pengelola usaha yang menghasilkan emisi GRK dalam menentukan untuk menjual atau membeli allowance emisi GRK (Krishnamurti dan Hoque, 2011).

Berdasarkan hasil uji hubungan, charles, dkk (2013) menemukan bahwa kontrak mendatang sangat berkaitan dengan harga spot pada pasar karbon yang diuji. Diketahui pula

2 Berdasarkan Protokol Kyoto dikenal dua mekanisme kredit Internasional yaitu Clean Development

Mechanism (CDM) yaitu negara maju berinvestasi pada proyek penurunan emisi di negara berkembang; dan

(7)

bahwa tidak ada kontrak yang ditetapkan harganya berdasarkan model cost-of-carry. Kealpaan hubungan cost-of-carry merupakan indicator pasar inefisien. Jika model model

cost-of-carry tidak diketemukan maka memungkinkan terjadinya arbitrage3. Investor pasar

karbon mendapatkan keuntungan dari kesempatan arbritage jika harga untuk membeli

allowance lebih rendah daripada harga jika dijual pada masa mendatang dan jika harga tersebut dapat diatur cara menjual kontrak mendatang. Pada waktu tertentu, investor akan mengalihkan asset finansial atau fisik dan mendapatkan harga yang tetap dari keuntungan

arbitrage. Dengan arbitrage, seluruh harga untuk suatu asset tertentu akan sama pada satu tittik waktu tertentu. Arbitrage menjamin dan berkontribusi terhadap likuiditas pasar yang merupakan indikator pasar yang efisien. Dengan kata lain, inefisensi pasar karbon dapat diubah bila arbitrage dilakukan sehingga likuiditas pasar terjamin.

Referensi

Anonymous. (2016a, November 23). Emissions cap and allowances [Text]. diakses pada 29 Agustus 2017 dari https://ec.europa.eu/clima/policies/ets/cap_en

Anonymous. (2016b, November 23). The EU Emissions Trading System (EU ETS) [Text]. diakses pada 29 Agustus 2017 https://ec.europa.eu/clima/policies/ets_en

Anonymous. (2016c, November 23). Use of international credits [Text]. diakses pada 29 Agustus 2017 https://ec.europa.eu/clima/policies/ets/credits_en

Anonymous. (2017). How cap and trade works. diakses pada 29 Agustus 2017 https://www.edf.org/climate/how-cap-and-trade-works

Charles, A., Darné, O., & Fouilloux, J. (2013). Market efficiency in the European carbon markets. Energy Policy, 60, 785–792. https://doi.org/10.1016/j.enpol.2013.05.036 Ibikunle, G., Gregoriou, A., Hoepner, A. G. F., & Rhodes, M. (2016). Liquidity and market

efficiency in the world’s largest carbon market. The British Accounting Review, 48(4), 431–447. https://doi.org/10.1016/j.bar.2015.11.001

Kollmuss, A., Zink, H., & Polycarp, C. (2008). Making sense of the voluntary carbon market: A comparison of carbon offset standards.

Kossoy, A., & Guigon, P. (2012). State and trends of the carbon market 2012. Washington, DC: World Bank. Retrieved from http://hdl.handle.net/10986/13336

Krishnamurti, C., & Hoque, A. (2011). Efficiency of European emissions markets: Lessons and implications. Sustainability of Biofuels, 39(10), 6575–6582. https://doi.org/10.1016/j.enpol.2011.07.062

Niesten, E., Frumhoff, P. C., Manion, M., & Hardner, J. J. (2002). Designing a Carbon Market That Protects Forests in Developing Countries. Philosophical Transactions: Mathematical, Physical and Engineering Sciences, 360(1797), 1875–1888.

Nussbaumer, P. (2007). Working of Carbon Market. Economic and Political Weekly, 42(30), 3081–3085.

Philip, D., & Shi, Y. (2015). Impact of allowance submissions in European carbon emission markets. International Review of Financial Analysis, 40, 27–37. https://doi.org/10.1016/j.irfa.2015.05.004

(8)

Retnandari, N. D. (2014). Pengantar Ilmu Ekonomi dalam Kebijakan Publik. (M. S. Latief, Ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Referensi

Dokumen terkait

Metode Fuzzy Tsukamoto adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengolah nilai masukan gejala menjadi identifikasi penyakit.. Langkah awal metode ini memasukkan nilai

Penelitian yang bercirikan interaksi sosial yang memakan waktu yang cukup lama antara peneliti dengan subyek dalam lingkungan subyek, dan selama ini data dalam bentuk

How to draw data flow diagrams using rules and guidelines.. How to decompose data flow diagrams into

Creative Entrepreneur Tour terutama untuk pencitraan jasa yang ditawarkan. 2) Merancang media promosi yang paling tepat untuk meningkatkan.. efektifitas branding

Hal ini terlihat dengan jelas jika diambil contoh pada lokasi perumahan di Keudah, dimana untuk perjalanan tanpa trafik yang berarti hanya memakan waktu 8.50 (mm:ss) jika

[r]

HR3 Jumlah waktu pelatihan bagi karyawan dalam hal mengenai kebijakan dan serta prosedur terkait dengan aspek HAM yang relevan dengan kegiatan organisasi, termasuk persentase

Allah taala telah mengangkat wap air dan tidak mengangkat bersamanya garam yang bercampur dengannya dalam laut supaya tidak memudaratkan manusia, haiwan, dan