• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BERWAWASAN LINGKUNGAN (Studi tentang Pemberdayaan Masyarakat berbasis

Sumber Daya Alam di Desa Tumobui)

(2)

DAFTAR ISI

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BERWAWASAN LINGKUNGAN (Studi tentang Pemberdayaan Masyarakat berbasis Sumber Daya Alam di Desa Tondano)

1. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang 1.2Titik Berat Penelitian 1.3Hipotesis

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan dan Perhatian Terhadap Lingkungan Hidup

2.2 Konsep Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan

2.3 Konsep dan Strategi Pemberdayaan Masyarakat

2.4 Peran Pemerintah Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup

3. BAHAN DAN METODE

3.1Tempat Penelitian, Waktu Penelitian 3.2Bahan dan Alat yang digunakan 3.3Metode Penelitian

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(3)

1.1 Latar Belakang

Munculnya isu pembangunan berwawasan lingkungan yang berkelanjutan seiring

dengan gagasan pembangunan berkelanjutan. Munculnya strategi pembangunan

berkelanjutan (sustainable development), sekitar tahun 1970-an seiring dengan merebaknya masalah lingkungan. Hal ini ditandai dengan paradigma pembangunan ekonomi konvensional

dengan mengejar pertumbuhan ekonomi semata, namun melahirkan kerusakan lingkungan

dan sumber daya alam (SDA). Karena itu, pembangunan berwawasan lingkungan hidup yang

berkelanjutan menjadi penting untuk dikaji.

Deklarasi Stockholm 1972 menuju Rio de Janeiro 1992, sampai dengan Rio + 10 di

Johanesburg 2002, menekankan perlunya koordinasi dan integrasi SDA, SDM, dan sumber

daya buatan dalam setiap pembangunan nasional, dengan pendekatan kependudukan,

pembangunan, dan lingkungan sampai dengan integrasi aspek sosial, ekonomi, dan

lingkungan. Dengan demikian, tiga pilar pembangunan berkelanjutan adalah masyarakat

(society), lingkungan (environment), dan ekonomi (economy) (Von Stoker et al (dalam Sugandhy dan Hakim, 2007: 22). Dalam pembangunan berkelanjutan, SDA tidak hanya

sekedar dieksploitasi untuk mengejar nilai ekonomis saja, melainkan harus memperhatikan

aspek kelestarian lingkungan hidup. Artinya, dalam konsep pembangunan berkelanjutan

(sustainable development) yang berwawasan lingkungan, memerlukan upaya yang sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup termasuk sumber daya proses pembangunan

untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa

yang akan datang.

Pembangunan berwawasan lingkungan hidup sering pula dikemukakan sebagai

(4)

sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan

penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan

pengendalian lingkungan hidup (Budiyanto, 2013). Oleh karena itu, dalam pembangunan

berwawasan lingkungan hidup yang berkelanjutan, setidaknya terdapat tiga hal yang perlu

diperhatikan, yakni (1) pengelolaan sumber daya alam secara bijaksana; (2) pembangunan

berkesinambungan sepanjang masa; dan (3) peningkatan kualitas hidup generasi.

Perhatian yang lebih besar terhadap lingkungan hidup sebenarnya adalah bagian dari

perjalanan ke arah pembangunan yang berkualitas; suatu pembangunan yang tidak hanya

mengejar jumlah tetapi menuju mutu. Yang penting bukan hanya seberapa besar kemakmuran

material bisa dicapai tetapi bagaimana mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Hanya dalam

iklim pembangunan yang demikianlah kelestarian dan pemeliharaan lingkungan hidup

mampu menjelma dalam kemauan politik yang kuat dan didukung oleh semua kalangan (UI

Press. Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependudukan Dalam Pembangunan, 2008)

Di Indonesia, seiring dengan perkembangan dan perubahan tatanan kehidupan bangsa

yang sesuai dengan tuntutan rakyat, telah memunculkan arus perubahan yang bernama

reformasi. Reformasi mengharuskan pemerintah melakukan perubahan dan penyesuaian

kebijaksanaan, salah satunya kebijaksanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Kebijaksanaan itu mengarahkan kepada perkembangan yang berkelanjutan, mewujudkan

integritas dan sinergi dalam pelaksanaan pembangunan pada kelestarian ekologi, ekonomi,

sosial dan budaya dengan mengintegralkan semua komponen.

Aktivitas masyarakat sendiri menjadi salah satu faktor yang signifikan yang

mempengaruhi keberlangsungan hidup suatu ekosistem. Oleh karena itu sering dikatakan

bahwa manusia (penduduk) memiliki fungsi ganda. Di satu sisi, sebagai pendukung /

pendorong pembangunan (dalam artian insan lingkungan) yang bertindak memperhatikan

(5)

pembangunan itu sendiri. Artinya, jumlah penduduk yang besar semakin membebani

pembangunan khususnya pembangunan lingkungan hidup.

Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan upaya – upaya pemberdayaan yang berbasis

pada masyarakat di suatu daerah secara sistematis dan terencana dengan baik dalam rangka

meningkatkan kemandirian dan kemitraan di dalam masyarakat itu sendiri;

menumbuhkembangkan kemampuan dalam lingkungan masyarakat di sekitar; meningkatkan

daya tanggap masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial terhadap lingkungan mereka;

dan memberikan kontribusi saran dan pendapat juga informasi lingkungan yang bermanfaat

bagi kelestarian lingkungan hidup setempat.

Pentingnya keterlibatan masyarakat bukan sekadar objek, melainkan sekaligus subjek

dalam mencapai kelestarian lingkungan hidup. Artinya, masyarakat berhak untuk

berperanserta dan ambil bagian dalam pengelolaan lingkungan hidup, sebagaimana tercermin

dalam Pasal 5, ayat 1, 2 dan 3, UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan.

Keterlibatan masyarakat dalam mengelola lingkungan hidup sejalan dengan

pendekatan dalam pembangunan dengan pendekatan pembangunan yang berpusat pada

manusia (people-centered development). Pendekatan ini telah mengundang kebangkitan kembali dengan semangat baru yang lebih bersifat partisan pembangunan masyarakat.

Pendekatan pembangunan seperti ini merupakan suatu elemen dasar dari suatu strategi

pembangunan yang lebih luas, bertujuan untuk mencapai suatu transformasi berdasarkan

nilai-nilai yang berpusat pada manusia dan potensi-potensi yang ditawarkan oleh teknologi

maju berdasarkan informasi. Pembangunan yang berpusat pada manusia, memandang

manusia sebagai warga masyarakat, sebagai fokus utama maupun sumber utama

pembangunan, dan nampaknya dapat dipandang sebagai suatu strategi alternatif

pembangunan masyarakat yang menjamin komplementaritas dengan pembangunan

(6)

Paradigma ini memberikan peranan kepada individu bukan sebagai obyek tetapi sebagai

subyek yang menentukan tujuan yang hendak dicapai, menguasai sumber – sumber,

mengarahkan proses yang menentukan hidup dan perilaku mereka (Tjokrowinoto, 1996:45).

Paradigma ini adalah suatu perspektif atau pandangan environment development dalam konteks pemberdayaan masyarakat yang memberikan ruang gerak yang sangat penting

sebagai kekuatan di luar Negara, dalam hal ini masyarakat dan Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) untuk proaktif dalam proses pembangunan lingkungan hidup. Peran

masyarakat baik secara individu maupun kelompok perlu diberdayakan. Adapun organisasi

masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah organisasi yang berpotensi sebagai

wadah informasi dan program pembangunan yang berwawasan lingkungan, yaitu kelompok

tani, LSM yang ada, satuan – satuan masyarakat adat, dan kelompok masyarakat konservasi.

Hal ini dikarenakan organisasi tersebut selain membantu pemerintah, dapat pula berfungsi

sebagai agen pembaharu dalam pemberdayaan masyarakat.

Dalam usaha pemberian peran secara nyata oleh pemerintah terhadap masyarakat dan

keterlibatannya terhadap proses pembangunan lingkungan dapat diwujudkan dengan cara

dilibatkannya masyarakat mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan

pengawasan hingga evaluasi pembangunan. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat

mempunyai kepedulian dan rasa memiliki atas setiap program pembangunan terutama yang

berorientasi terhadap pembangunan ekonomi masyarakat dan lingkungan. Maksud yang lain

adalah agar ketergantungan masyarakat terhadap sumber daya alam yang tidak dapat

diperbaharui dapat dikurangi karena tingkat kesadaran lingkungan yang tinggi.

Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dalam

menjamin kesuksesan, kesinambungan dan pengembangan program yang dibuat oleh

pemerintah. Dalam kaitan ini peran masyarakat secara individu dan kelompok adalah

(7)

kelompok inilah dimulai perubahan budaya dan perilaku masyarakat dari yang acuh tak acuh

menjadi masyarakat yang peduli dan sadar lingkungan.

Berdasarkan uraian tersebut, pembangunan berwawasan lingkungan, mau tidak mau,

adalah merupakan keharusan bagi pemerintah ataupun masyarakat. Dalam penelitian ini,

Pemerintah Kota Kotamobagu memiliki peran sangat penting untuk menciptakan

pembangunan berwawasan lingkungan, khususnya di Desa Tumobui Kecamatan Kotmobagu

Timur Kota Kotamobagu. Pentingnya peran pemerintah daerah tersebut sejalan dengan

kehidupan sosial ekonomi masyarakat di desa Tumobui, yang sebagian besar memanfaatkan

dan menggantungkan pada SDA yang tersedia. Oleh karena itu, untuk memaksimalkan

potensi SDA sebagai sumber pertumbuhan ekonomi bagi pemerintah daerah, sekaligus

sumber kehidupan masyarakat, pemerintah dan masyarakat harus membangun komitmen

bersama untuk menciptakan pembangunan yang berwawasan lingkungan agar sesuai dengan

prinsip – prinsip keseimbangan lingkungan dan ekologis. Bagaimanapun, peran pemerintah

daerah yang diberikan mandat oleh rakyatnya, menjadi kunci dalam menginisiasi dan

mempromosikan kepada masyarakat tentang pengelolaan lingkungan dan SDA yang tersedia.

Artinya, kebijakan pemerintah daerah dalam mewujudkan pembangunan berwawasan

lingkungan, akan sulit tercapai jika tidak melibatkan masyarakat itu sendiri.

1.2 Perumusan masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan penelitian ini adalah Bagaimana Peran

Pemerintah Daerah Dalam Mewujudkan Pembangunan Berwawasan Lingkungan di Kota

Kotamobagu? Dari pertanyaan tersebut, diturunkan sebagai berikut:

- Bagaimana peran pemerintah daerah dalam membangun sinergitas dengan seluruh

(8)

- Bagaimana dukungan masyarakat terhadap upaya pembangunan berwawasan

lingkungan?

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

- Ingin mengetahui peran pemerintah daerah dalam membangun sinergitas dengan

seluruh stakeholders di daerah dalam upaya pembangunan berwawasan

lingkungan

- Ingin mengetahui seberapa besar dukungan masyarakat terhadap upaya

pembangunan berwawasan lingkungan.

Fokus dari Penelitian ini adalah :

- Peran Pemerintah Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup, mulai dari penyebaran

informasi, perencanaan progam, pelaksanaan program, pemantauan dan pelaporan

program.

- Bentuk sinergitas antara pemerintah kabupaten dengan stakeholders yang ada

- Partisipasi dan dukungan masyarakat terhadap upaya pembangunan yang

berwawasan lingkungan

1.3 Hipotesis

Pemerintah Kota Kotamobagu yang berperan aktif dalam pembangunan berwawasan

lingkungan dapat meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat di Desa Tumobui

Kecamatan Kotamobagu Timur Kota Kotamobagu.

Bab II

(9)

2.1 Perkembangan dan Perhatian terhadap Pengelolaan Lingkungan Hidup

Ide dasar konsep pembangunan berkelanjutan bermula dari pertemuan The Club Of

Rome tahun 1972, yakni sekelompok orang yang terdiri dari para manajer, para ahli ilmu

teknik dan ilmuan se-Eropa yang berhasil menyusun suatu dokumen yang penting mengenai

keprihatinan terhadap lingkungan yang disebutnya sebagai batas pertumbuhan (the limit of

growth) (Friedman, 1992). Pesan penting dari dokumen tersebut adalah bahwa sumber daya

alam telah berada pada suatu tingkat ketersediaan yang memprihatinkan dalam rangka

menunjang keberlanjutan (sustainability) pertumbuhan ekonomi penduduk.

Dalam dekade ini juga Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) telah melancarkan apa

yang disebut Dekade Pembangunan PBB I yang ternyata tidak berhasil karena kemiskinan

struktural masih terjadi di berbagai wilayah.

Lingkungan hidup menjadi persoalan yang serius baik bagi individu maupun

kolektifitas masyarakat. Akan tetapi nyatanya kesadaran akan penting dan mendesaknya

kepentingan melestarikan dan menjaga keseimbangan lingkungan hidup baru mendapat

perhatian yang cukup semenjak PBB mengadakan konferensi lingkungan hidup sedunia pada

5 Juni 1972 yang akhirnya menjadi Hari Lingkungan Hidup Sedunia.

Pada bulan Juni 1972 di Stockholm, Swedia sejumlah 113 Utusan Negara dan badan

dunia (PBB) hadir pada pertemuan Unconverencion Human Environment yang kemudian dikenal dengan nama Stockholm Conference.

Kesadaran akan krisis lingkungan hidup di bumi kemudian telah melahirkan

kesadaran akan konsekuensi trans nasional dari suatu pembangunan yang berkelebihan. Maka

perhatian kepada kelestarian hutan – hutan tropis di Negara miskin mulai menjadi agenda

(10)

Sustainability diartikan sebagai suatu arah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan

generasi saat ini tanpa merugikan kebutuhan generasi masa mendatang (World Comission,

1987). Resiko dan konsekuensi dari setiap pembangunan saat ini hendaknya harus

dipertimbangkan secara adil bagi generasi sekarang dan generasi masa mendatang.

Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke dua di Johannesburg Agustus 2002

membahas bagaimana kebijakan industry di Negara dunia pertama dan dunia ke tiga tidak

merusak lingkungan, dan yang paling baru pada KTT APEC Oktober 2013 di Bali

membahas tentang pengembangan renewable energy yang digagas oleh Kementrian ESDM

Indonesia.

Cara yang efektif untuk menyelamatkan keberlangsungan ekosistem lingkungan

adalah dengan memantau kebijakan – kebijakan lokal yang dikeluarkan oleh Pemerintah

Daerah. Dalam mencermati perubahan dan perkembangan tatanan kehidupan bangsa sesuai

dengan tuntutan masyarakat, telah terjadi arus perubahan yang dikenal dengan reformasi.

Tuntutan reformasi mengharuskan pemerintah pemerintah melakukan perubahan dan

penyesuaian atas kebijaksanaan di bidang lingkungan hidup. Dalam kebijaksanaan tersebut

diarahkan bahwa setiap kegiatan pembangunan harus diintegrasikan dengan kepentingan

lingkungan, yakni untuk mewujudkan sinergitas dan integritas pelaksanaan pembangunan

dari berbagai sektor guna mewujudkan pembanguna yang berwawasan lingkungan.

Untuk mencapai sasaran pembangunan nasional yang berkelanjutan dan berwawasan

lingkungan maka usaha peningkatan pembangunan ekonomi harus dikaitkan langsung dengan

pengelolaan lngkungan hidup. Akan tetapi isu lingkungan sering dipandang sebagai

komponen terpisah dari pembangunan ekonomi maupun perkembangan industri, sehingga

upaya pengelolaan lingkungan menjadi tidak berkelanjutan. Sejalan dengan perkembangan

isu lingkungan dan tantangannya dalam pembangunan nasional, maka disadari bahwa

(11)

yang menjamin pembangunan berkelanjutan. Harmonisasi ketiga unsur tersebut memerlukan

kebijakan dan strategi baru dengan sasaran peningkatan produktivitas dan kinerja kegiatan

pembangunan, sekaligus upaya perlindungan dalam suatu tatanan yang sistematis dan

terpadu. Oleh karena itu diperlukan kebijakan nasional pengelolaan lingkungan yang terpadu

untuk mecapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

2.2 Konsep Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan

Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan

terencana yang memadukan kepentingan lingkungan hidup, termasuk sumber daya alam, ke

dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup

generasi masa kini dan generasi yang akan datang (Pasal 1 Undang – undang Nomor 23

Tahun 1997).

Ada tiga faktor lingkungan yang mengalami dampak dari pembangunan sekaligus

mempunyai dampak terhadap pembangunan, yaitu : terpeliharanya proses ekologi yang

esensial, tersedianya sumber daya alam yang cukup, dan lingkungan sosial-budaya dan

ekonomi yang sesuai. Ketiga faktor lingkungan tersebut diperlukan untuk mendukung

pembangunan berkelanjutan. Ketersediaan sumber daya alam merupakan faktor yang paling

penting dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Usaha menaikkan efisiensi

penggunaan sumber daya yang terperbaharui dan yang tidak terperbaharui menjadi penting

dengan makin langkanya persediaan sumber daya relatif terhadap kebutuhan. Proses daur

ulang (recycle) saat ini dianggap sebagai cara yang paling tepat untuk meningkatkan output

per unit sumber alam yang terpakai. Maka dengan melakukan recycle, sebenarnya kita telah mempertahankan kelestarian sumber daya alam dimana hal tersebut merupakan faktor

penting dalam pembangunan berkelanjutan

(12)

Pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah strategi, sekarang telah banyak diterima,

bahkan telah berkembang dalam berbagai literatur di dunia barat.Konferensi Tingkat Tinggi

(KTT) Pembangunan Sosial di Kopenhagen Tahun1992 juga telah memuatnya dalam

berbagai kesepakatannya. Namun, upaya mewujudkannya dalam praktik pembangunan tidak

selalu berjalan mulus.

Banyak pemikir dan praktisi yang belum memahami dan mungkin tidak meyakini

bahwa konsep pemberdayaan merupakan alternatif pemecahan terhadap dilema-dilema

pembangunan yang dihadapi. Mereka yang berpegang pada teori-teori pembangunan model

lama juga tidak mudah untuk menyesuaikan diri dengan pandangan-pandangandan

tuntutan-tuntutan keadilan. Mereka yang tidak nyaman terhadap konsep partisipasi dan demokrasi

dalam pembangunan tidak akan merasa tentram dengan konsep pemberdayaan ini. Lebih

lanjut, disadari pula adanya berbagai bias terhadap pemberdayaan masyarakat sebagai suatu

paradigma baru pembangunan.

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang

merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan,yakni

yang bersifat “people-centered, participatory, empowering, and sustainable”(Chambers, 1995 dalam Kartasasmita, 1996). Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi

kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safetynet), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan dimasa yang lalu.

Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang antara

lain oleh Friedmann (1992) disebut alternative development, yang menghendaki “inclusive democracy, appropriate economic growth, gender equality and intergenerational equity”.

Konsep pemberdayaan tidak mempertentangkan pertumbuhan dengan pemerataan,

(13)

sebagai “incompatible or antithetical”. Konsep ini mencoba melepaskan diri dari perangkap “zero-sum game” dan “trade off”. Ia bertitik tolak dari pandangan bahwa dengan pemerataan tercipta landasan yang lebih luas untuk pertumbuhan dan yang akan menjamin pertumbuhan

yang berkelanjutan. Oleh karena itu, seperti dikatakan oleh Kirdar dan Silk (1995), “the pattern of growth is just as important as the rate of growth”; yang dicari adalah seperti dikatakan Ranis, “the right kind of growth”, yakni bukan yang vertikal menghasilkan “trickle down”, seperti yang terbukti tidak berhasil, tetapi yang bersifat horizontal (horizontal flows), yakni “broadly based, employment intensive, and not compartmentalized” (Ranis, 1995).

Hasil pengkajian berbagai proyek yang dilakukan oleh International Fund for Agriculture Development (IFAD) menunjukkan bahwa dukungan bagi produksi yang dihasilkan masyarakat di lapisan bawah telah memberikan sumbangan pada pertumbuhan

yang lebihbesar dibandingkan dengan investasi yang sama pada sektor-sektor yang skalanya

lebihbesar. Pertumbuhan itu dihasilkan bukan hanya dengan biaya lebih kecil, tetapi dengan

devisa yang lebih kecil pula (Brown, 1995). Hal terakhir ini besar artinya bagi Negara-negara

berkembang yang mengalami kelangkaan devisa dan lemah posisi neraca pembayarannya.

Lahirnya konsep pemberdayaan sebagai antitesa terhadap model pembangunan yang kurang

memihak pada rakyat mayoritas. Konsep ini dibangun dari kerangka logik sebagai berikut :

(1) bahwa proses pemusatan kekuasaan terbangun dari pemusatan kekuasaan faktor produksi;

(2) pemusatan kekuasaan faktor produksi akan melahirkan masyarakat pekerja dan

masyarakat pengusaha pinggiran;

(3) kekuasaan akan membangun bangunan atas atau sistem pengetahuan, sistem politik,

sistem hukum dan sistem ideologi yang manipulatif untuk memperkuat legitimasi; dan

(4) pelaksanaan sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan ideologi secara

sistematik akan menciptakan dua kelompok masyarakat, yaitu masyarakat berdaya dan

(14)

Akhirnya yang terjadi ialah dikotomi, yaitu masyarakat yang berkuasa dan manusia

yang dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan

pembebasan melalui proses pemberdayaan bagi yang lemah (empowerment of the powerless). Secara konseptual, pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan

harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk

melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain

memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Dalam konsep

pemberdayaan, menurut Prijono dan Pranarka (1996), manusia adalah subyek dari dirinya

sendiri. Proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan kemampuan

kepada masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar

mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya. Lebih lanjut

dikatakan bahwa pemberdayaan harus ditujukan pada kelompok atau lapisan masyarakat

yang tertinggal. Menurut Sumodiningrat (1999), bahwa pemberdayaan masyarakat

merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan

yang mereka miliki. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua

kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak

yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan.

Adapun bagaimana cara pemberdayaan itu dilakukan, Kartasasmita (1995:19)

mengatakan ada 3 cara dalam upaya pemberdayaan rakyat:

1. Upaya menciptakan suasana / iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk

berkembang.

2. Upaya memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat dengan menerapkan

langkah-langkah nyata, menampung berbagai masukan,serta menyediakan sarana dan

prasarana baik fisik maupun sosial yang dapat diakses masyarakat lapisan paling bawah,

(15)

masyarakat lemah.

Seiring dengan pendapat yang dikemukakan oleh Kartasasmita, Elliot (1997) juga

mengatakan bahwa ada pendekatan yang dapat dilaksanakan sebagai strategi pemberdayaan

masyarakat miskin, yaitu :

1. The welfare Approach 2. The Development Approach 3. The Empowerment Approach

Dengan demikian upaya penguatan pemberdayaan masyarakat di daerah pedalaman

perlu dilakukan secara terus menerus. Hal ini bukan saja karena pemerintah benar – benar

telah meneguhkan tekad untuk bersungguh – sungguh dalam memajukan daerah melalui

otonomi, akan tetapi karena dewasa ini masyarakat telah menunjukkan diri mereka memiliki

kehendak sangat kuat untuk memperbaiki segi –segi kehidupan ekonomi, sosial dan aspek

lainnya.

2.4 Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup

Dalam konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, yang

terpenting adalah memberikan arahan agar pendayagunaan sumber daya alam dilakukan

secara terencana, rasional, bertanggung jawab dan sesuai dengan daya dukung yang

mengutamakan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup.

Untuk menjamin pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan

lingkungan dapat dilaksanakan dengan baik maka perlu didukung oleh berbagai stakeholder

yang ada. Hal ini seyogyanya dimulai dengan mengimplementasikan ketentuan- ketentuan

yang sudah ada dalam Undang – undang Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 1997.

Oleh karena itu dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup, maka pemerintah

(16)

1. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan

tanggung jawab para pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

2. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran akan hak

dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.

3. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran antara

masyarakat, dunia usaha dan pemerintah dalam upaya pelestarian daya dukung dan daya

tampung lingkungan hidup.

4. Mengembangkan dan menerapkan kebijakan nasional pengelolaan lingkungan hidup yang

menjamin terpeliharanya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

5. Mengembangkan dan menerapkan perangkat yang bersifat preventif dan proaktif dalam

upaya pencegahan penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

Selama ini secara nasional sudah ada beberapa produk undang – undang yang dibuat

khusus mengatur mengenai lingkungan hidup dan sumber daya alam (Subagyo, 1999), yaitu :

1. Undang – undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan

2. Undang – undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia

3. Undang – undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif

4. Undang – undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan

5. Undang – undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang

Hukum Laut

6. Undang – undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan

Ekosistem

7. Undang – undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman

8. Undang – undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia

9. Undang – undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pokok- pokok Pengelolaan Lingkungan

(17)

10. Undang – undang Nomor 27 Tahun 1997 tentang AMDAL

11. Undang – undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pokok – pokok Kehutanan.

Keberadaan lingkungan pada dasarnya musti dijaga. Suatu kehidupan lingkungan

akan sangat bergantung pada ekosistemnya. Oleh karena itu, masyarakat secara terus menerus

harus didorong untuk mencintai, memelihara dan bertanggung jawab terhadap kerusakan

lingkungan. Sebab untuk menjaga semuanya itu tidak ada lagi yang bisa dimintai

pertanggung jawaban kecuali manusia sebagai pemakai / pengguna itu sendiri, dan demikian

pula sebaliknya (Subagjo, 1999:19).

BAB III

(18)

3.1 Tempat, Waktu Penelitian

Sesuai dengan topik penelitian, maka lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah

Desa Kembuan, Kecamatan Tondano Utara Kabupaten Minahasa.

3.2 Bahan dan Alat Yang Digunakan

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif, alat utama

adalah peneliti sendiri. Dalam menjamin kebenaran penlitian kualitatif diperlukan bahan –

bahan sebagai berikut :

a. Data mentah, berupa catatan lapangan sewaktu mengadakan observasi dan wawancara,

dokumen dan lain – lain yang diolah dalam bentuk laporan lapangan.

b. Hasil analisis data yang berupa rangkuman, konsep – konsep, dan sebagainya.

c. Hasil sintesis data seperti tafsiran, kesimpulan definisi, interelasi data, tema dan pola

hubungan dengan literature dan pola akhir.

3.3 Metoda

Dalam penelitian ini analisis data menggunakan analisis kualitatif dengan

menggunakan teori yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman. Komponen –komponen

analisis tersebut oleh Miles dan Huberman (1992:20) disebut sebagai model analisis data

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab, Solichin. 1994. Desentralisasi Otonomi Daerah dan Pembangunan Nasional. Pelopor Nomor 3. Unisma. Malang.

Awang Afri, San. 1994. Kemampuan dan Peranan KSM dalam Proses Keswadayaan Masyarakat Desa Tertinggal.

Chamber, Roberts. 1995. Poverty and Livelyhoods: Whose Reality Count? Dalam Uner Kirdar & Leonard Silk (Ed). People from Improverishment. New York University Press, New York.

Elliot, Charles. 1987. Perfect and Powerment. UNESCO.

Friedmann. 1992. Empowerment The Politics of Alternative Development. Blackwell Offord. USA.

Hadiwinata, Bob Sugeng. 2002. Politik Bisnis Internasional. Yogyakarta: Kanisius

Hendargo, Imam. 1995. Kemitraan Nasional dalam Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Jakarta. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Maelong, Lexy J. 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosda Karsa. Bandung.

Miles dan Huberman. 1992. Analisa Data Kualitatif. UI Press. Jakarta. p.20.

Subagyo, P. Joko, S.H. 1999. Hukum Lingkungan, Masalah dan Penanggulangannya. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Sumarwoto, Otto. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pembangunan (Edisi kesepuluh). Jakarta

Sugandhy, Aca dan Hakim, Rustam. 2007. Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara. p. 22

Referensi

Dokumen terkait

.- 3enerapkan konsep torsi, momen inersia, titik berat dan momentum sudut pada benda tegar (statis dan dinamis) dalam kehidupan

Saya Fitriyana adalah mahasiswa Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Esa Unggul yang sedang mengadakan studi penelitian untuk penyelesaian tugas akhir mengenai

Saat terjadi angin muson Barat yaitu pada bulan Desember-Februari angin bertiup dari Barat menuju Timur, sehingga arus juga bergerak dari arah Benua Asia menuju ke

Peubah setelah perlakuan yaitu jumlah daun total per planlet, tinggi planlet, jumlah tunas per botol, jumlah akar per botol, jumlah kontaminasi, serta pada akhir

20 Hal ini karena sesungguhnya seorang anak apabila telah belajar Al- Qur‟an sejak kecilnya , maka saat menginjak usia baligh dia mengetahui apa yang harus dibaca dalam

Sudjijo (1996) menyatakan bahwa besarnya unsur hara yang diserapkan tanaman bergantung pada pupuk yang diberikan, dimana hara yang diserap oleh tanaman akan

Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa terdapat kecenderungan penurunan tekanan darah baik tekanan sistole maupun diastole pada penderita hipertensi antara

Perkembangan fisik pada masa anak – anak ditandai dengan berkembangnya keterampilan motorik, baik kasar maupun halus. Sekitar usia 3 tahun anak sudah dapat