• Tidak ada hasil yang ditemukan

Satu Abad Penelitian Kehutanan Indonesia (1913 - 2013)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Satu Abad Penelitian Kehutanan Indonesia (1913 - 2013)"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii

Satu Abad Penelitian Kehutanan Indonesia (1913 - 2013)

Tim Penyusun:

Ketua : Dr. Ir. A. Ngaloken Gintings, MS; PU Anggota : 1. Dr. Ir. Paribotro Sutigno, MS; PU

2. Komar Sumarna, MS; PU 3. Ir. Mieke Suharti; PU 4. Prof. Dr. Ir. Osly Rachman, MS Editor : Prof. Dr. Ir. Djaban Tinambunan, MS

© 2013 Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan ISBN: 978-979-8452-58-1

Dipublikasikan oleh:

(3)

Assalamu’allaikum warakhmatullah wabarakatuh,

Saya menyambut gembira diterbitkannya buku Satu Abad Penelitian Kehutanan Indonesia. Saya yakin dengan berjalannya waktu dan berbagai perbaikan kondisi sumberdaya hutan dan sumberdaya manusia Indonesia, makin banyak kegiatan penelitian kehutanan yang perlu lebih ditingkatkan untuk mendukung pengelolaan hutan secara lestari. Perkembangan keadaan global seperti perubahan iklim dan hubungannya dengan deforestasi, degradasi hutan, penanaman hutan dan perlindungan hutan serta konservasi hutan dengan tetap mengusahakan pemanfaatan hutan secara bijak dan lestari akan memerlukan penelitian yang lebih menyeluruh. Tonggak sejarah penelitian kehutanan yang telah dibuat oleh para pendahulu kita agar dijadikan pelajaran yang berguna untuk menetapkan penelitian kehutanan yang akan datang dengan lebih baik.

Diharapkan masyarakat luas, khususnya para pihak terkait, dapat memanfaatkan hasil penelitian yang sudah ada dan memberikan masukan mengenai hal-hal yang perlu diteliti dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan secara lestari.

Jakarta, Juli 2013

MENTERI KEHUTANAN

DR. (HC) Zulkifli Hasan, S.E., M.M.

SAMBUTAN

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

iii

(4)
(5)

SAMBUTAN

KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN

Berproses dalam suatu rentang waktu yang panjang, merupakan hal yang istimewa bagi Badan Litbang Kehutanan. Meskipun secara organisasi kelitbangan kehutanan mengalami banyak perubahan, tapi satu hal yang tetap, yaitu jenis kegiatannya tetap menangani kelitbangan kehutanan. Dalam kurun waktu 100 tahun, Kelitbangan Kehutanan telah mengalami berbagai masa kejayaan serta masa-masa sulit. Semuanya bisa dirangkai dalam suatu kenangan yang indah dan penuh makna untuk pembelajaran.

Menyadari akan pentingnya pembelajaran dari pengalaman yang telah dialalui, maka kami bertekad untuk mendokumentasikan beberapa fakta yang bisa menjadi rangkaian informasi masa lalu dan dapat digunakan untuk mengungkap hikmahnya. Beberapa tahun terakhir, keinginan untuk membukukan perjalanan proses kelitbangan kehutanan ini telah dimulai. Namun pada awal tahun 2013, kami baru bisa mengkonkritkan keinginan tersebut dan membentuk Tim Penulis yang dalam beberapa bulan telah dengan tekun mengumpulkan data, fakta dan informasi kemudian merangkainya dalam buku ini.

Perubahan organisasi memberikan gambaran adanya perubahan kerangka pikir pada masanya, sedangkan perubahan pejabat yang memimpin merupakan dinamika keinginan untuk terus meningkatkan kualitas kegiatannya. Pada masa lalu, topik penelitian masih sebatas budidaya hutan untuk menghasilkan kayu, kemudian berkembang dengan upaya mendayagunakan hasil hutan bukan kayu, silvikultur hutan alam dan tanaman, perlindungan hutan, industri kehutanan, konservasi flora dan fauna, bioteknologi dan pemuliaan tanaman hutan. Pada dekade terakhir ini penelitian juga telah masuk pada topik tenurial serta dukungan sektor kehutanan terhadap mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Kompleksitas topik penelitian tersebut menunjukkan bahwa persoalan pengelolaan hutan semakin bervariasi dan rumit.

Pembagian pengalaman berdasarkan penggalan waktu, merupakan cara yang baik untuk bercerita tentang pengaruh kondisi negara terhadap dinamika kelitbangan. Sementara topik kelitbangan di setiap penggalan masa tersebut akan memberi kesan prioritas pada jamannya. Semuanya itu memberikan informasi yang lengkap bagi pembaca

Sebagaimana disampaikan oleh Bapak Menteri Kehutanan pada awal peringatan 100th Kelitbangan Kehutanan di Indonesia, bahwa pada dasarnya pengelolaan hutan berawal dari hasil litbang. Hal ini sangat membesarkan hati, karena disadari atau tidak, kiprah Kementerian Kehutanan berawal dari sumbangan hasil litbang.

v

(6)

Tanpa mengurangi nilai prestasi dan capaian yang sudah dicapai oleh Badan Litbang Kehutanan, harus diakui pula bahwa semuanya itu tidak bisa lepas dari proses yang berlangsung di masa lalu. Oleh karena itu penulisan buku ini juga bisa menjadi persembahan bagi para pemimpin institusi litbang kehutanan yang terdahulu.

Pada akhirnya saya menyambut baik penulisan dan penerbitan buku ini. Penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih yang besar kami sampaikan kepada Tim Penulis dan semua pihak yang telah memberikan kontribusi data, fakta dan informasi serta fasilitasinya, sehingga buku ini bisa terbit. Semoga langkah kecil ini bisa menghasilkan sesuatu yang besar, terutama untuk perjalanan kelitbangan kehutanan di masa yang akan datang

Kepala Badan,

(7)

KATA PENGANTAR

Pada tanggal 29 Januari 2013 Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (Balitbanghut) memimpin pertemuan yang dihadiri beberapa peneliti senior yang sudah pensiun dan para pejabat struktural untuk membahas sejarah penelitian kehutanan di Indonesia. Dalam pertemuan disimpulkan pentingnya menyusun buku Satu Abad Penelitian Kehutanan Indonesia, sebagai bahan evaluasi perkembangan penelitian kehutanan Indonesia dan menetapkan arah penelitian pada waktu yang akan datang. Untuk merealisasikannya dibentuk satu tim dengan Surat Keputusan Kepala Badan Litbang Kehutanan No. SK.3/VIII-SET/2013 tanggal 6 Pebruari 2013 tentang Tim Penyusun buku Satu Abad Penelitian Kehutanan Indonesia dan uraian tugasnya.

Tim Penyusun buku ini mengumpulkan bahan di Perpustakaan Kehutanan Ardikusuma Bogor, Pusat-Pusat Litbang Kehutanan di Bogor, dan dari Balai-Balai Besar Litbang Kehutanan di Jogyakarta dan Samarinda, Balai-Balai-Balai-Balai Litbang Kehutanan di seluruh Indonesia serta mewawancarai beberapa senior Balitbanghut. Tim Penyusun menghadapi beberapa kendala antara lain: informasi yang diperlukan tidak tersedia di masing-masing institusi secara lengkap, penulisan buku sejarah penelitian kehutanan terdahulu (Tujuh Windu Lembaga-Lembaga Penelitian Kehutanan, 16 Mei 1913 – 16 Mei 1969) ditulis dengan jarak waktu yang jauh dengan penulisan buku Satu Abad Penelitian Kehutanan Indonesia ini sehingga di antara waktu tersebut banyak informasi yang sudah terlupakan, dan alokasi waktu penyusunan waktu sangat singkat (5 bulan). Namun berkat kerjasama yang baik, penyusunan buku ini dapat diselesaikan tepat waktu. Tim mengharapkan bahwa penulisan buku Penelitian Kehutanan Indonesia dapat dilakukan setiap 10 tahun sehingga kesinambungan informasi dapat diikuti dengan baik.

Atas bantuan semua pihak buku ini dapat diselesaikan tepat waktu dan untuk itu Tim Penulis mengucapkan terima kasih.

Tim Penulis,

vii

(8)
(9)

DAFTAR ISI

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA ...iii

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN ...v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

II. ERA SEBELUM KEMERDEKAAN (TAHUN 1913–1945) ... 5

A. Organisasi dan Tenaga Kerja ... 7

B. Penelitian dan Pengembangan ...10

C. Pemanfaatan Hasil Penelitian dan Pengembangan ...12

D. Pembelajaran dari Era Sebelum Kemerdekaan ...13

III. ERA ORDE LAMA (TAHUN 1946–1965) ... 15

A. Organisasi dan Tenaga Kerja ...17

B. Penelitian dan Pengembangan ...20

C. Pemanfaatan Hasil Penelitian dan Pengembangan ...24

D. Pembelajaran dari Era Orde Lama ...24

IV. ERA ORDE BARU (TAHUN 1966–1998) ... 27

A. Organisasi dan Tenaga Kerja ...29

B. Penelitian dan Pengembangan ...35

C. Pemanfaatan Hasil Penelitian dan Pengembangan ...48

D. Pembelajaran dari Era Orde Baru ...54

V. ERA REFORMASI SAMPAI SEKARANG (TAHUN 1999–2013) ... 57

A. Organisasi dan Tenaga Kerja ...59

B. Penelitian dan Pengembangan ...73

C. Pemanfaatan Hasil Penelitian dan Pengembangan ...111

D. Pembelajaran dari Era Reformasi sampai Sekarang ...115

ix

(10)

VI. HARAPAN KE DEPAN ... 119

A. Umum ...121

B. Prasarana dan Sarana ...121

C. Organisasi ...122

D. Tenaga Kerja ...122

E. Kepemimpinan ...123

F. Hasil Penelitian ...123

G. Publikasi ...124

H. Pengembangan ...124

I. Pemanfaatan Hasil Penelitian ...124

J. Kerjasama Penelitian ...125

VII. PENUTUP ... 127

DAFTAR PUSTAKA ... 131

LAMPIRAN ... 135

DAFTAR ISI

(11)

1. Publikasi Era Sebelum Kemerdekaan (tahun 1913 -1945) ...13

2. Publikasi Era Orde Lama (tahun 1946-1965) ...21

3. Keadaan tenaga kerja Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (PNS) pada tahun 1998 ...34

4. Ahli Peneliti Utama Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Tahun 1983-1998 ...34

5. Publikasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam Era Orde Baru (1966-1998) ...44

6. Publikasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Era Orde Baru (1966-1998) ...44

7. Keadaan Tenaga Kerja Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan pada Tahun 2000 dan 2012 ...69

8. Profesor Riset yang dikukuhkan antara tahun 2000 – 2012 ...70

9. Peneliti Utama Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan tahun 1999 – 2013 ...71

10. Laboratorium lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan ...80

11. Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) ...82

12. Pelatihan yang dilakukan selama periode 1999-2013 ...89

13. Kerjasama lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dengan instansi dalam negeri ...95

14. Kerjasama lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dengan instansi luar negeri ...99

15. Publikasi lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan antara tahun 1999-2013 ...102

16. Buku yang diterbitkan lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan selama tahun 1999-2013 ...103

17. Hasil penelitian lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan yang sudah mendapatkan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) berupa Hak Paten dan Hak Cipta sampai dengan tahun 2012 ...111

DAFTAR TABEL

xi

(12)

18. Hasil penelitian lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan

Kehutanan yang sudah dipergunakan secara luas ...112

19. Kegiatan lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

yang merupakan percontohan ...113

DAFTAR TABEL

(13)

DAFTAR GAMBAR

1. Gedung Balai Penyelidikan Kehutanan di Jalan Gunung Batu, Bogor ...10

2. Peresmian gedung Balai Penyelidikan Kehutanan di Jalan Gunung Batu, Bogor oleh Gubernur Jenderal Mr. A. C. D. De Graeff pada tanggal 20 Juli 1931 ...10

3. Mesin Uji Universal tahun 1923 untuk meneliti sifat mekanis kayu ...11

4. Instalasi pengawetan kayu dalam bangunan konstruksi kubah dan tiang yang terlihat adalah tiang instalasi pengawetan kayu ...20

5. Rumah prefab dari kayu sengon yang diawetkan, didirikan pada tahun 1963 dan pada tahun 2013 keadaanya masih baik (tampak keseluruhan) (a); dan bagian dinding (b), terletak di Cimanggu, Bogor. ...23

6. Gedung Puslitbang Perubahan Iklim dan Kebijakan bertingkat di

Komplek Kantor Badan Litbang Kehutanan di Jalan Gunung Batu Bogor ...35

7. Praktek pemadaman api dalam kebakaran hutan di Kalimantan Selatan ...37

8. Kunjungan Kaisar Jepang (Pangeran Akihito) dan penanaman pohon Sawo Kecik oleh Putri Michiko, pada tanggal 5 Oktober 1991 ...38

9. Tegakan A. mangium, di Kebun Benih Semai Uji Keturunan F1

A. mangium tahun tanam 1994, pada KHDTK Wonogiri ...39

10. Petak ukur erosi di Waspada-Garut tahun 1976 ...40

11. Penyadapan tusam (Pinus merkusii) sistem koakan di Makale (a)

dan sistem V (sersan) (b) di Sumedang ...43

12. Sarang lebah madu hutan (Apis dorsata) ...47

13. Rumah prefab dari kayu jati yang dibangun pada tahun 1971, sampai

tahun 2013 keadaanya masih baik ...50

14. Rumah dari kayu kelapa yang diawetkan, dibangun pada tahun 1984,

sampai tahun 2013 keadaanya masih baik ...50

15. Rumah dengan dinding dari papan semen wol kayu yang dibangun pada tahun 1972, sampai tahun 2013 keadaannya masih baik ...51

16. Pengeringan kombinasi tenaga surya dengan panas tambahan ...52

17. Pelatihan pengasahan bilah gergaji (sawdoctoring) pada tahun 1976 di

Lembaga Penelitian Hasil Hutan ...53

xiii

(14)

18. Peserta Diskusi Industri Perkayuan pada tahun 1976 di Jakarta ...54

19. Gedung Utama Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru (a), laboratorium (b), green house (c) dan persemaian (d) ...74

20. Gedung Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu di Mataram ...74

21. Kantor Balai Besar Penelitian Dipterokarpa di Samarinda ...75

22. Pyrolisis Gas Chromatography Mass Spectrofotometry ...76

23. X-Ray Difractrograph ...76

24. Scanning Electron Microscope-Energy disperse spectrofotometry ...77

25. Mesin Molder di Laboratorium Penggergajian ...78

26. Synergy H1 Hybrid Multi-Mode Microplate Reader ...78

27. Take3 Micro-Volume Plates ...79

28. High-performance liquid chromatography ...79

29. Koleksi spesimen herbarium sebagai dokumen ilmiah, acuan identifikasi, pangkalan data serta informasi ilmiah keanekaragaman flora hutan ...84

30. Xylarium Bogoriense 1915 Bogor ...85

31. Kursi, meja dan lemari dari bambu lamina di Pustekolah, Bogor ...108

32. Penangkaran Rusa Timor (Cervus timorensis) di Dramaga, Bogor (2013) ...108

33. Kursi dan meja (a) dan lantai parket (b), keduanya dari kayu sawit...112

34. Pengukuran biomassa tanaman hutan ...113

35. Penangkaran trenggiling di Dramaga, Bogor tahun 2013 ...114

36. Percontohan rumah kayu kelapa yang diawetkan di Banda Aceh tahun 2005/2006. (a) Dalam proses pembuatan dan (b) Rumah jadi ...115

37. Percobaan tumpangsari padi gogo di bawah tegakan jati umur 3 tahun di BKPH Jampang Kulon, KPH Sukabumi tahun 2007 ...115

DAFTAR GAMBAR

(15)

PENDAHULUAN

(16)
(17)

Tahun 2013 mempunyai arti khusus bagi Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan sebagai salah satu instansi dalam lingkup Kementerian Kehutanan karena secara historis instansi yang bertugas menyelenggarakan penelitian di Sektor Kehutanan Indonesia genap berusia Satu Abad. Instansi penyelenggara penelitian kehutanan pertama kali dibentuk oleh pemerintah kolonial Belanda dengan Keputusan Pemerintah Nomor 58 Tahun 1913 dengan nama Proefstation

Voor Het Boswezen (Stasiun Penelitian Untuk Kehutanan) yang bernaung di bawah

Dients Van Het Boswezen ( Jawatan Kehutanan). Pendirian stasiun penelitian ini

merupakan titik awal keberadaan unit kerja di bidang penelitian kehutanan di Indonesia. Oleh karena itu pada tahun 2013 ini genaplah Satu Abad usia penelitian kehutanan di Indonesia. Pada tahun 1927 nama stasiun tersebut diubah menjadi

Bosbouwproefstation (Balai Penjelidikan Kehutanan, disingkat BPK).

Selama kurun waktu Satu Abad tersebut, BPK telah mengalami pasang surut perkembangan sejalan dengan perubahan dan perkembangan sejarah pemerintahan Indonesia. Status dan struktur organisasi BPK, ruang lingkup kegiatan penelitian, sarana dan prasarana penelitian serta penyediaan tenaga peneliti sangat tergantung kepada kebutuhan dan kebijakan penguasa pemerintahan yang sedang berlangsung. Kegiatan penelitian sudah banyak dilakukan dan hasil penelitian sudah banyak dipublikasikan dalam berbagai bentuk publikasi seperti pengumuman, jurnal, buletin, publikasi populer, petunjuk teknis sampai bentuk buku. Sebagian hasil penelitian tersebut telah digunakan secara luas, sebagian secara terbatas dan sebagian besar masih tersimpan dalam bentuk tulisan dan belum digunakan dalam praktek. Berbagai informasi mengenai BPK dan penelitian kehutanan selama kurun waktu Satu Abad tersebut belum pernah dihimpun menjadi satu kesatuan (buku) untuk memudahkan para pihak yang berkepentingan melihat dan menggunakannya. Ketiadaan buku tersebut menyebabkan masyarakat dan bahkan para rimbawan Indonesia sendiri umumnya tidak banyak yang mengetahui eksistensi, perkembangan dan hasil-hasil penelitian kehutanan Indonesia selama ini. Keadaan demikian memerlukan perbaikan agar penelitian kehutanan dapat lebih berkembang dan hasilnya digunakan dalam pembangunan kehutanan Indonesia. Penelitian kehutanan yang dimaksud dalam buku ini adalah penelitian yang dilakukan instansi penelitian kehutanan yang akhirnya bermuara pada Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan sekarang ini.

Uraian dalam buku ini disajikan menurut era penguasa/pemerintahan yang berlaku karena hal tersebut besar pengaruhnya dalam penetapan kebijakan tentang status lembaga dan ruang lingkup kegiatan penelitian kehutanan.

3

(18)

Keseluruhan buku dibagi ke dalam empat bagian utama yang disebut era, yaitu: (1) Era Sebelum Kemerdekaan (Tahun 1913-1945); (2) Era Orde Lama (Tahun 1946-1965); (3) Era Orde Baru (Tahun 1966-1998); dan (4) Era Reformasi Sampai Sekarang (Tahun 1999-2013); serta satu Bab berupa Harapan ke Depan.

Dalam setiap era diuraikan berbagai aspek penelitian dan pengembangan kehutanan yang meliputi: (1) Kelembagaan Penelitian, khususnya mengenai dinamika perubahan organisasi dan tenaga kerja; (2) Penelitian dan pengembangan berisi uraian tentang kegiatan penelitian dan pengembangan berikut penyajian hasilnya, baik yang berupa berbagai jenis publikasi maupun hasil penelitian yang sifatnya menonjol; (3) Pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan baik yang sifatnya biasa, lebih-lebih yang menonjol atau meluas; dan (4) Pembelajaran yang diambil dari era bersangkutan. Dalam bab tentang Harapan ke Depan disajikan berbagai aspek pengelolaan penelitian dan pengembangan kehutanan yang memerlukan upaya perbaikan sungguh-sungguh di masa depan agar Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan mampu menjadi pemandu, pendamping dan pendorong pembangunan kehutanan di Indonesia.

Sejarah perkembangan penelitian kehutanan dalam buku memori Seratus Tahun Penelitian Kehutanan Indonesia ini dimaksudkan untuk membuka wawasan tentang peran penelitian kehutanan dalam menunjang pelaksanaan pembangunan sektor Kehutanan, serta memberikan informasi mengenai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknik kehutanan yang telah dihasilkan dari penyelenggaraan penelitian kehutanan oleh instansi penelitian kehutanan Indonesia. Dengan mengetahui hasil penelitian tersebut diharapkan para pemangku kepentingan pembangunan kehutanan Indonesia dapat memanfaatkannya untuk memperbaiki mutu pengelolaan hutan dan dapat tergugah untuk memperkuat instansi penelitian dan pengembangan kehutanan Indonesia. Kebutuhan akan kedua hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pengetahuan tentang potensi sumberdaya hutan dan teknik kehutanan yang berdayaguna dan berhasilguna dalam pengelolaannya perlu terus ditingkatkan, sehubungan dengan kompleksitas struktur tegakan hutannya, komposisi jenis flora dan faunanya, serta variasi kondisi tempat tumbuh dan lingkungannya. Keperluan tersebut terkait pula dengan meningkatnya persepsi dan kesadaran masyarakat tentang fungsi sumberdaya hutan bagi pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan hidup manusia, baik dalam lawas nasional maupun internasional. Peningkatan ruang lingkup dan intensitas kegiatan penelitian kehutanan perlu berlandaskan konsistensi kebijakan serta didukung oleh tersedianya prasarana, sarana, dana dan tenaga peneliti dari berbagai disiplin ilmu yang memadai.

PENDAHULUAN

(19)

ERA

SEBELUM

KEMERDEKAAN

(TAHUN 1913–1945)

(20)
(21)

A. Organisasi dan Tenaga Kerja

Het Boswezen van Nederlandsch Oost Indie ( Jawatan Kehutanan pada

Pemerintahan Hindia Belanda) yang didirikan pada tanggal 1 Juli 1897 adalah salah satu dari enam belas jawatan dari Departement van Landbouw, Nijverheid en Handel (Departemen Pertanian, Perindustrian dan Perdagangan). Pada zaman pemerintahan Belanda, Jawatan Kehutanan merupakan pelopor dari pengelolaan hutan di Indonesia. Departemen tersebut meliputi dinas-dinas pertanian, pendidikan pertanian, kebun raya Bogor, perikanan, peternakan, peternakan kuda, kedokteran hewan, pendidikan dokter hewan, perkebunan kopi pemerintah, kehutanan, perindustrian, perdagangan, perteraan dan perkumpulan dalam bidang pengetahuan alam.

Jawatan Kehutanan merupakan alat produksi bagi pemerintah dan sumber penghasilan di samping bertugas menjamin kemakmuran masyarakat yang tak ternilai harganya di antaranya mengenai hidrologi, orologi, dan klimatologi. Jawatan kehutanan menjadi milik nasional yang harus dipelihara sebaik-baiknya, dan pemeliharaan hutan oleh jawatan kehutanan dikerjakan serapi-rapinya dengan didukung aturan (sistem) tertentu. Tentang organisasi, pekerjaan administrasi, teknis dan lain-lainnya ditentukan dengan undang-undang dalam Staatsbladen

(Lembaran Negara) serta peraturan lainnya.

Jawatan Kehutanan terdiri dari beberapa unit, yaitu: (1) Kantor Besar Dinas Kehutanan

(2) Dinas Kehutanan Jawa dan Madura (3) Dinas Kehutanan Luar Jawa dan Madura (4) Balai Penyelidikan Kehutanan

(5) Sekolah Kehutanan Menengah.

Bosbouwproefstation (Balai Penyelidikan Kehutanan) didirikan dengan Keputusan Pemerintah No. 58 tanggal 16 Mei 1913. Pendirian Balai Penyelidikan Kehutanan (BPK) tersebut didahului studi banding oleh Ir. H.A.J.M. Beekman ke beberapa negara di Eropa dan Jepang, untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan sebagai bahan dalam membangun BPK di Indonesia. BPK tersebut menempati sebuah rumah sewaan di Laan van der Wijck No. 8, yang sekarang disebut Jalan Sawojajar, Bogor. Luas rumah tersebut kemudian tidak mencukupi sehingga berturut-turut pada tahun 1917 dan 1918 diusahakan menyewa dua buah rumah lainnya di samping tempat yang lama. Untuk menangani kegiatan BPK dibentuk empat bagian, yaitu: (1) Afdeling Opbrengstonderzoek (Bagian Penelitian Produksi Hutan); (2) Afdeling Cultuuraanleg (Bagian Penanaman Hutan); (3) Afdeling Bosexploratie (Bagian Eksplorasi Hutan); dan (4) Afdeling Houttechnologie

(Bagian Teknologi Kayu).

7

(22)

Dalam menjalankan tugasnya sebagai pimpinan BPK, Beekman dibantu oleh 3 orang pegawai teknik menengah. Atas prestasi yang dicapainya dalam mengelola BPK, pada tahun 1919 dia mendapat gelar Dr in de Landbouw Wetenschap (Doktor Ilmu Pertanian) dan tidak lama setelah itu Beekman diangkat sebagai guru besar Sekolah Tinggi Pertanian di Wageningen dan pada tahun 1920 Beekman bertolak ke Belanda. Selanjutnya sebagai pimpinan BPK diangkat Dr. R. Wind sebagai Direktur. Pada tahun yang sama dibentuk pula dua bagian yang baru , yaitu: (1) Afdeling Wildhoutbedrijft en Boseconomic (Bagian Perusahaan Kayu Rimba dan Ekonomi Hutan); dan (2) Afdeling Bosbescherming (Bagian Perlindungan Hutan), sehingga BPK memiliki enam bagian dan jumlah pegawai bertambah menjadi 12 orang pegawai teknik tinggi dan menengah serta sembilan orang pegawai rendah. Tiga tahun kemudian (tahun 1923), BPK pindah dari Jalan Sawojajar ke Jalan Gunung Batu, Ciomas, Bogor. Pada tahun 1924 terjadi penggabungan Afdeling Bosbescherming (Bagian Perlindungan Hutan) dengan Afdeling Cultuuraanleg

(Bagian Penanaman Hutan) menjadi Afdeling Djaticultuuronderzoek (Bagian Penelitian Tanaman Jati) dan tiga tahun kemudian ditambah lagi satu bagian yaitu

Afdeling Djatinatuurverjonging (Bagian Permudaan Alam Jati) sehingga jumlahnya tetap enam bagian.

Pada tahun 1931 dibentuk Afdeling Boshydrologie (Bagian Hidrologi Hutan) sehingga jumlah bagian bertambah menjadi tujuh. Keadaan pegawai tercatat 12 orang pegawai teknik tinggi, dua orang pegawai teknik menengah, 22 orang pegawai teknik rendah, dua orang pegawai tata usaha menengah dan 13 orang pegawai tata usaha rendah, sehingga jumlah seluruhnya 51 orang.

Tahun 1932 jumlah bagian berubah kembali menjadi enam bagian, karena

Afdeling Wildhoutbedrijft (Bagian Perusahaan Kayu Rimba) disatukan denganAfdeling Hydrologischonderzoek (Bagian Hidrologi Hutan) menjadi Bagian Hidrologi Hutan dalam rangka penghematan. Akhir tahun 1936 jumlah bagian berubah menjadi lima, yaitu: (1) Afdeling Technologie (Bagian Teknologi Kayu); (2) Afdeling Bosexploratie

(Bagian Penyelidikan Susunan Hutan); (3) Afdeling Opbrengstonderzoek (Bagian Penyelidikan Hasil Hutan); (4) Afdeling Cultuuronderzoek (Bagian Penyelidikan Tanaman); dan (5) Afdeling Hydrologischonderzoek (Bagian Penyelidikan Tata Air). Bagian-bagian tersebut bertugas memecahkan persoalan ilmiah yang berguna bagi kehutanan, seperti menangani masalah penyelidikan tentang kekuatan dan kegunaan kayu, susunan hutan, pendapatan hutan, tanaman hutan, tata air dan hanyutan tanah, propaganda dan penyelidikan kerusakan hutan, penyakit serta hama hutan. Kondisi pegawai terdiri dari delapan orang pegawai teknik tinggi, tiga orang pegawai teknik menengah, 21 orang pegawai teknik rendah, seorang pegawai tata usaha menengah dan tiga orang pegawai tata usaha rendah sehingga jumlah seluruhnya 36 orang.

ERA SEBELUM KEMERDEKAAN (TAHUN 1913–1945)

(23)

Pada tahun 1938 jabatan Direktur dipegang oleh Dr. H.E. Wolf von Woelfing. Pada tahun tersebut dibentuk satu bagian baru yaitu Afdeling Propaganda (Bagian Propaganda) yang bertugas memajukan pemakaian kayu gergajian.Tetapi karena terjadi Perang Dunia II praktis kegiatan bagian ini tidak dilanjutkan.

Pada tanggal 8 Maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada bala tentara Jepang. Pada waktu Pemerintahan Jepang, Bosbouwproefstation

diganti menjadi Ringyoo Sikenzyoo (BPK dalam bahasa Jepang) dan dipimpin oleh Profesor Kaneihera. Pegawai bangsa Belanda dimasukkan ke dalam tahanan. Ada sebagian yang masih dipekerjakan sebagai penasehat sementara, di antaranya Dr. H.E. Wolf von Woelfing. Sarana penelitian berupa kebun percobaan ditebang untuk kepentingan tentara Jepang. Susunan organisasi Ringyoo Sikenzyoo sama seperti sebelumnya, tetapi pada tahun 1943 Bagian Propaganda ditiadakan. Pada tahun 1942 jumlah pegawai 144 orang yang terdiri atas 90 orang pegawai teknis dan 54 orang pegawai tata usaha. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah pegawai teknis 1,7 kali jumlah pegawai tata usaha. Pada tahun 1943, jumlah pegawai berkurang menjadi 89 orang yang terdiri atas 48 pegawai teknis dan 41 pegawai tata usaha. Komposisi pegawai tersebut menunjukkan bahwa jumlah pegawai teknis 1,2 kali jumlah pegawai tata usaha. Pengurangan tersebut disebabkan oleh banyak pegawai bangsa Belanda yang ditahan.

Tugas Balai Penyelidikan Kehutanan disesuaikan dengan kebutuhan pada masa Jepang yaitu informasi tentang: (a) Penyusutan dan pengembangan kayu dalam berbagai kelembaban; (b) Teknik pemanfaatan kayu jati tanpa diteres untuk pembuatan kapal; (c) Inventarisasi jenis kayu yang digunakan untuk kapal, pesawat terbang, arang mesiu, tiang pelabuhan, kayu lapis dan korek api; (d) Inventarisasi pohon penghasil penyamak kulit; (e) Inventarisasi jenis kayu yang digunakan untuk sekrup kapal; (f ) Inventarisasi hutan di luar Jawa yang cepat menghasilkan dan pemecahantransportasinya; dan (g) Teknik pembuatan tangkai senapan, tong dan kancing baju yang terbuat dari kayu, kulit atau buah. Di samping itu, banyak dilakukan pekerjaan yang tidak memiliki korelasi dengan kayu atau hutan, misalnya cara meningkatkan hasil bumi dan cara membuat kertas dari jerami.

Tanggal 17 Agustus 1945 merupakan hari terakhir dari penjajahan tentara Jepang dan sekaligus pemerintah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.Setelah Indonesia merdeka nama Ringyoo Sikenzyoo diubah menjadi Balai Penyelidikan Kehutanan (BPK) kembali dengan kepala M. Soetarmo Hardjowarsono.

9

(24)

B. Penelitian dan Pengembangan

Pembangunan gedung Balai Penyelidikan Kehutanan dilaksanakan di Jalan Gunung Batu, Bogor (Gambar 1) dan tahun 1931 penggunaan gedung baru tersebut diresmikan oleh Gubernur Jenderal yang dihadiri oleh para pejabat kehutanan serta pejabat pemerintahan setempat (Gambar 2). Gedung tersebut antara lain terdiri dari ruang kerja, perpustakaan, herbarium, museum, bengkel, laboratorium dan koleksi contoh kayu autentik (xylarium). Laboratorium dilengkapi dengan alat seperti mesin uji universal buatan Swiss tahun 1923 untuk meneliti sifat mekanis kayu yang termasuk moderen pada saat itu (Gambar 3.). Penambahan gedung dimanfaatkan juga untuk percontohan penggunaan kayu. Kayu jati berdiameter kecil dibubut, dipotong dan dipasang vertikal untuk lantai.

Sumber: Tectona XXIV, 1931

Gambar 1. Gedung Balai Penyelidikan Kehutanan di Jalan Gunung Batu, Bogor

Sumber: Tectona XXIV, 1931

Gambar 2. Peresmian gedung Balai Penyelidikan Kehutanan di Jalan Gunung Batu, Bogor oleh Gubernur Jenderal Mr. A. C. D. De Graeff pada tanggal 20 Juli 1931

ERA SEBELUM KEMERDEKAAN (TAHUN 1913–1945)

(25)

Sumber: Forest Research in Indonesia, 1957

Gambar 3. Mesin Uji Universal tahun 1923 untuk meneliti sifat mekanis kayu Berdasarkan hasil penelusuran data spesimen pengumpulan material herbarium sudah dimulai tahun 1913 oleh beberapa kolektor di antaranya Chr. Versteegh, C.J. van der Zwan, T.H. Endert, B. de Yong, Dr. den Berger, Ir. C.N.A. de Voogd dan K. Heyne. Herbarium Botani Hutan didirikan pada tahun 1917. Sedangkan pengumpulan material xylarium dimulai tahun 1915.

Sarana penelitian lain adalah empat buah kebun percobaan, yaitu:

(1) Kebun Percobaan Cikampek, Purwakarta, dibangun pada tahun 1937 seluas 45 ha. Jenis pohon yang ditanam sebanyak 61 jenis terdiri dari 27 jenis pohon asli dan 34 jenis pohon asing (exot).

(2) Kebun Percobaan Pasir Awi, Bogor, didirikan pada tahun 1938. Jenis pohon yang ditanam sebanyak 47 jenis yang terdiri dari 25 jenis asli dan 22 jenis exot. (3) Kebun Percobaan Cigerendeng, Ciamis, dibangun pada tahun 1939 seluas

7,65 ha. Jenis pohon yang ditanam sebanyak 9 jenis terdiri dari 8 jenis pohon asli dan satu jenis pohon asing.

(4) Kebun Percobaan Haurbentes, Bogor, dibangun pada tahun 1940 seluas 100 ha. Pohon yang ditanam 70 jenis terdiri dari 64 jenis pohon asli dan 6 jenis pohon asing.

11

(26)

Fungsi dari kebun percobaan tersebut adalah sebagai sarana percobaan uji jenis pohon, pelestarian jenis eksitu, dan juga untuk tempat penelitian lainnya.

Pada jaman Jepang dibangun sarana penelitian yang dianggap modern pada masa itu berupa dapur arang Ishikawa yang dapat menghasilkan arang dan destilatnya. Sarana ini digunakan juga untuk pelatihan.

Kegiatan penelitian pada era ini meliputi kegiatan penelitian hutan dan penelitian hasil hutan serta telah menghasilkan 99 judul publikasi terdiri atas 83 judul mengenai penelitian hutan dan 16 judul mengenai penelitian hasil hutan (Tabel 1).

Jenis pohon yang terbanyak diteliti adalah jenis pohon jati karena kayu jati mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Penelitian mengenai pengaruh hutan adalah mengenai penguapan dari berbagai jenis pohon di Jawa. Penelitian mengenai hasil hutan bukan kayu adalah mengenai penelitian kulit kayu sebagai bahan penyamak di Jawa.

Secara keseluruhan publikasi hasil penelitian silvikultur yang terbanyak (49 judul), disusul penelitian biometrika hutan (21 judul), sedangkan penelitian lainnya kurang dari 10 judul. Publikasi dalam bidang keteknikan dan pemanenan hutan tidak ada karena pada era sebelum kemerdekaan belum dilakukan penelitiannya.

C. Pemanfaatan Hasil Penelitian dan Pengembangan

Hasil penelitian yang sudah banyak digunakan dalam praktek antara lain: (1) Cara mengukur kayu bundar (log) jati dan menetapkan isinya disertai tabel;

(2) Angka konversi dari sm (stapel meter) ke meter kubik dan kilogram untuk kayu bakar jati;

(3) Jumlah biji dalam tiap kilogram, tiap liter dan tiap blek minyak tanah dari 61 jenis pohon;

(4) Musim berbuah 37 jenis pohon di Jawa dan Madura;

(5) Pedoman penanaman 28 jenis kayu di Jawa dan Madura;

(6) Kriteria dan cara menetapkan tingkat (intensitas) penjarangan hutan tanaman;

(7) Cara menetapkan bonita (kelas kesuburan tanah) hutan tanaman; dan

(8) Kriteria dan cara menetapkan kelas kuat dan kelas awet kayu disertai daftar jenis kayu yang sudah diteliti.

ERA SEBELUM KEMERDEKAAN (TAHUN 1913–1945)

(27)

Tabel 1. Publikasi Era Sebelum Kemerdekaan (tahun 1913 -1945)

No Bidang keilmuan

Jenis publikasi

Jumlah (judul) Pengumuman

(judul)

Pengumuman pendek (judul)

1. Botani dan Ekologi 1 5 6

2. Silvikultur 8 41 49

3. Perlindungan Hutan 1 2 3

4. Biometrika Hutan 5 16 21

5. Pengaruh Hutan - 4 4

6. Keteknikan dan Pemanenan Hutan - - -7. Biologi dan Pengawetan Hasil Hutan Kayu 5 4 9 8. Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu 2 2 4 9. Pengolahan Kimia dan Energi Hasil Hutan Kayu - 2 2 10. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu - 1 1

Jumlah 22 77 99

Keterangan: No 1 s/d 5 Penelitian hutan (83 judul); No 6 s/d 10 Penelitian hasil hutan (16 judul).

D. Pembelajaran dari Era Sebelum Kemerdekaan

1. BPK didirikan pada tahun 1913 setelah diperoleh hasil studi banding ke beberapa negara Eropa dan Jepang. Hasil studi banding tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan organisasi, penetapan kegiatan penelitian dan pembangunan prasarana dan sarana penelitian yang diperlukan untuk mendapatkan hasil penelitian yang bermanfaat dalam pengelolaan hutan secara optimal dan lestari.

2. Pembentukan bagian penelitian di BPK didasarkan atas pemikiran tentang efektivitas dan efisiensi dalam mengelola hutan secara optimal. Selama periode lebih kurang 30 tahun, organisasi penelitian kehutanan relatif stabil hanya terjadi perubahan sedikit yaitu jumlah bagian dari empat bagian menjadi enam bagian dan terakhir tinggal lima bagian saja.

3. Kegiatan penelitian pada jaman pemerintahan Belanda lebih difokuskan pada produktivitas hutan tanaman jati daripada jenis pohon lain. Penelitian mengenai aspek hutan dan pengelolaannya lebih banyak daripada penelitian mengenai hasil hutan dan pengolahannya sesuai dengan perkembangan kehutanan pada waktu itu. Pembentukan bagian propaganda menunjukkan pentingnya penerapan hasil penelitian.

13

(28)

4. Telah dilakukan penggolongan tenaga peneliti dan teknisi. Beberapa teknisi diberi kesempatan untuk meneliti dan menyajikan hasil penelitiannya. 5. Penelitian kehutanan pada masa penjajahan Belanda dan Jepang dipandang

penting dengan menempatkan Dr. Beekman (ahli kehutanan dari Belanda) dan Prof. Koneihera (ahli kehutanan dari Jepang) sebagai pimpinan BPK. 6. Hasil penelitian yang dipublikasikan selama Era Sebelum Kemerdekaan tidak

banyak namun kualitasnya baik sehingga beberapa hasil penelitian tersebut masih digunakan sampai saat ini.

ERA SEBELUM KEMERDEKAAN (TAHUN 1913–1945)

(29)

ERA

ORDE LAMA

(TAHUN 1946–1965)

(30)
(31)

A. Organisasi dan Tenaga Kerja

Sebagai akibat pendudukan tentara Sekutu dan tentara Belanda, mulai tahun 1946 sebagian sarana Balai Penyelidikan Kehutanan (BPK) yang ada di Bogor terpaksa dipindahkan ke Yogyakarta kemudian ke Surakarta, sehingga pada tahun 1947 terdapat dua cabang BPK, yaitu BPK Cabang Bogor dan BPK Cabang Surakarta. Pimpinan BPK masih tetap M. Soetarmo Hardjowasono, pimpinan BPK Cabang Bogor adalah M. Sukadi dan pimpinan BPK Cabang Surakarta adalah Sukowiono. BPK Cabang Bogor terdiri atas empat bagian, yaitu (a) Bagian Botani Hutan, (b) Bagian Teknologi Kayu, (c) Bagian Silvikultur dan (d) Bagian Pengaruh Hutan. BPK Cabang Surakarta terdiri atas enam bagian, yaitu (a) Bagian Penyelidikan Susunan Hutan, (b) Bagian Penyelidikan Pertanaman, (c) Bagian Penyelidikan Nilai Hutan, (d) Bagian Penyelidikan Kerusakan Hutan, (e) Bagian Penyelidikan Keairan dan (f ) Bagian Penyelidikan Teknologi Hasil Hutan.

Pada tahun 1949 Surakarta dan Yogyakarta diduduki tentara Belanda. Sebagian pegawai BPK Cabang Surakarta pindah ke BPK Cabang Bogor dan sisanya bergabung dengan Jawatan Kehutanan yang berkantor di Yogyakarta dan membentuk BPK-RI. BPK Cabang Bogor kemudian dikenal dengan istilah BPK Bogor dengan jumlah pegawai 347 orang (termasuk 214 orang pegawai harian). BPK-RI Yogyakarta dengan jumlah pegawai tujuh orang dipimpin oleh R. Soediarto Warsopranoto sesuai dengan SK Kepala Jawatan Kehutanan No.62/KBK tanggal 6 Oktober 1949.

Pada tahun 1950 kedua BPK itu digabung sehingga hanya ada satu BPK yang berkedudukan di Bogor yang dipimpin oleh Ir.H.W. Japing, kemudian digantikan oleh Prof. Ir. G. N. Danhof dan kemudian oleh Dr. Ir. G. Hellinga. Pada tahun 1951 Dr. Ir. E. Meijer Drees diangkat menjadi Kepala BPK dengan jumlah pegawai 314 orang. Pada tahun 1955 BPK mempunyai tujuh bagian, yaitu (a) Bagian Botani, (b) Bagian Silvikultur dan Fisiologi, (c) Bagian Pengaruh Hutan, (d) Bagian Penyelidikan Hasil Hutan, (e) Bagian Penyelidikan Pemakaian dan Penyempurnaan Kayu, (f ) Bagian Penyelidikan Kimia Kayu dan (g) Bagian Penyelidikan Sifat-sifat Kayu. Pada tahun 1955 itu juga pimpinan BPK kemudian dijabat oleh Kepala Jawatan Kehutanan (Ir. Susilo Hardjoprakoso) dan sebagai pimpinan harian dipegang oleh Oedin Gl. St. Moh. Arief. Jumlah pegawai pada tahun 1955 tercatat 514 orang terdiri atas 318 pegawai teknis dan 96 pegawai administratif. Komposisi pegawai tersebut menunjukkan bahwa pegawai teknis 3,3 kali jumlah pegawai administratif.

Pada tahun 1956 BPK diubah menjadi Balai Besar Penyelidikan Kehutanan (BBPK) dengan susunan organisasi sebagai berikut :

17

(32)

(1) Balai Penyelidikan Hutan (Kepala: Oedin Gl. St. Moh. Arief )dengan lima bagian, yaitu (a) Bagian Botani, (b) Bagian Silvikultur dan Fisiologi, (c) Bagian Pengaruh Hutan, (d) Bagian Penyelidikan Nilai Hutan, (e) Bagian Ekonomi Hutan;

(2) Balai Penyelidikan Hasil Hutan (Kepala: R. Nizar Kamil) dengan tiga bagian, yaitu (a) Bagian Penggunaan Kayu, (b) Bagian Penyelidikan Kimia Kayu, (c) Bagian Penyelidikan Sifat-sifat Kayu.

Pimpinan BBPK adalah M. Soetarmo Hardjowasono dengan wakil Oedin Gl. St. Moh. Arief.

Pada tahun 1957 BPPK berubah menjadi Lembaga Pusat Penyelidikan Kehutanan (LPPK). Pada tahun 1958 berubah status yang semula di bawah Jawatan Kehutanan menjadi langsung di bawah Kementerian Pertanian dengan susunan organisasi sebagai berikut :

(1) Lembaga Penyelidikan Hutan (Kepala: Ir. Sumarjo ) dengan tujuh bagian, yaitu (a) Bagian Botani, (b) Bagian Silvics, (c) Bagian Silvikultur, (d) Bagian Kebun-kebun Percobaan, (e) Bagian Pengaruh Hutan, (f ) Bagian Penyakit dan Gangguan, dan (g) Bagian Penyelidikan Nilai Hutan.

(2) Lembaga Penyelidikan Hasil Hutan (Kepala: R. Nizar Kamil) dengan empat bagian, yaitu (a) Bagian Sifat-sifat Kayu, (b) Bagian Penggunaan Kayu, (c) Bagian Penyelidikan Kimia Hasil Hutan, dan (d) Bagian Penyelidikan Ekonomi Hutan.

Berdasarkan SK Menteri Pertanian No.697/M tanggal 21 November 1958, Ir. Moersaid Kromosoedarmo diangkat menjadi kepala LPPK.

Pada tahun 1959 susunan LPPK diubah berdasarkan SK Menteri Pertanian No.80/Um/59 tanggal 5 Mei 1959, menjadi empat lembaga berikut:

(1) Lembaga Penyelidikan Hutan (Kepala: Ir. R. Soediarto Warsopranoto) dengan tujuh bagian seperti pada tahun 1958;

(2) Lembaga Penyelidikan Hasil Hutan (Kepala: R. Nizar Kamil) dengan lima bagian, yaitu (a) Bagian Penyelidikan Sifat-sifat Kayu, (b) Bagian Mekanika dan Konstruksi, (c) Bagian Penyempurnaan Kayu, (d) Bagian Kayu Majemuk, dan (e) Bagian Penggunaan Hasil Hutan selain Kayu;

(3) Lembaga Penyelidikan Teknologi Kimia Hasil Hutan (Kepala: M. Tjahro Nurkamal) dengan empat bagian, yaitu (a) Bagian Teknologi Kimia Kayu, (b) Bagian Hasil Hutan Ikutan Hutan, (c) Bagian Pulp, dan (d) Bagian Kertas dan Papan Serat;

ERA ORDE LAMA (TAHUN 1946–1965)

(33)

(4) Lembaga Penyelidikan Kerja Hasil Hutan (Kepala: R. Sanjoto) dengan tiga bagian, yaitu (a) Bagian Tenaga Kerja, (b) Bagian Alat Kerja, (c) Bagian Ekonomi Kerja.

Pada tahun 1959 Ir. Moersaid Kromosoedarmo digantikan oleh Ir. Kusniobari dan pada tahun 1961 digantikan oleh Ir. R. Soediarto Warsopranoto (SK Menteri Pertanian No.SK 2381/II C.E/5291C/1961 tanggal 22 Agustus 1961). Jumlah pegawai pada tahun 1960 tercatat 535 orang, yang terdiri atas 384 pegawai teknis dan 151 pegawai administratif. Hal ini menunjukkan jumlah pegawai teknis 2,5 kali jumlah pegawai administratif.

Pada tahun 1961 Departemen Pertanian membentuk Jawatan Penelitian dan semua lembaga lingkup LPPK bersama lembaga penelitian lain lingkup Departemen Pertanian digabung dalam Jawatan Penelitian. Ir. R. Soediarto Warsopranoto ditetapkan sebagai Kepala Bagian Kehutanan pada Jawatan Penelitian berdasarkan SK Menteri Pertanian No.SK.4321/II/CE/799A/61 tanggal 17 Nopember 1961. Nama LPPK tidak ada lagi dan nama empat lembaga yang semula di bawah LPPK berubah nama menjadi:

(1) Lembaga Penelitian Hutan (Direktur: Ir. R. Soediarto Warsopranoto);

(2) Lembaga Penelitian Hasil Hutan (Direktur: R. Nizar Kamil);

(3) Lembaga Penelitian Kimia Hasil Hutan (Direktur: M. Tjahro Nurkamal); dan

(4) Lembaga Penelitian Ekonomi dan Kerja Hutan (Direktur: R. Sanjoto) Pada tahun 1962 Jawatan Penelitian dihapus dan empat lembaga tersebut di atas berada di bawah Direktorat Kehutanan bersama dengan lembaga kehutanan lain. Nama lembaga penelitian pertama, kedua dan ketiga tetap, sedangkan yang keempat berubah menjadi Lembaga Penelitian Daya Guna Tenaga dan Peralatan Kehutanan. Berdasarkan surat Kepala Direktorat Kehutanan tanggal 6 Mei 1962, Ir. R. Soediarto Warsopranoto ditunjuk sebagai Koordinator keempat lembaga tersebut.

Pada tanggal 4 Juli 1964 dibentuk Departemen Kehutanan dan seperti tahun 1962 nama lembaga pertama, kedua dan ketiga tidak berubah, sedangkan yang keempat berubah menjadi Lembaga Penelitian Ekonomi Hutan. Nama pimpinan keempat lembaga penelitian itu tidak berubah. Jumlah pegawai pada tahun 1965 tercatat 596 orang, yang terdiri atas 437 pegawai teknis dan 159 pegawai administratif. Hal ini menunjukkan jumlah pegawai teknis 2,7 kali jumlah pegawai administratif.

19

(34)

B. Penelitian dan Pengembangan

Sesuai dengan program pengembangan penelitian kehutanan, secara bertahap dilakukan penambahan prasarana dan sarana, seperti bangunan yang antara lain untuk ruang kerja dan laboratorium. Beberapa macam alat yang dipandang modern pada saat itu dipasang untuk memperluas kegiatan penelitian seperti untuk penelitian pulp, venir, kayu lapis, pengeringan kayu dan pengawetan kayu (Gambar 4). Hal ini sehubungan dengan kebijakan rencana pembangunan industri kehutanan. Sarana untuk pemadam kebakaran dipasang berupa hidran yang setiap tahun dicoba sambil pelatihan pemadaman kebakaran. Museum dilengkapi dengan beberapa macam contoh hasil penelitian. Beberapa jenis pohon ditanam di arboretum. Kebun percobaan ditambah antara lain di Padekan Malang, Situbondo (1952), Cikole, Bandung (1954), Arcamanik, Bandung (1954), Carita, Pandeglang (1955), dan Dramaga, Bogor (1956).

Pembuatan beberapa bangunan baru dimanfaatkan juga untuk percontohan dalam penggunaan kayu seperti konstruksi atap berupa kubah tanpa tiang (Gambar 4), konstruksi papan paku dari kayu yang diawetkan untuk kuda-kuda dan penggunaan papan yang dipaku bersilangan kemudian dipakai untuk komponen dinding. Tempat penyimpanan kayu dibuat dari tiang dan kuda-kuda dari kayu jati hasil penjarangan yang diawetkan untuk menunjukkan pemakaian seluruh batang pohon termasuk bagian tajuk.

Sumber: Forest Research in Indonesia, 1957

Gambar 4. Instalasi pengawetan kayu dalam bangunan konstruksi kubah dan tiang yang terlihat adalah tiang instalasi pengawetan kayu

ERA ORDE LAMA (TAHUN 1946–1965)

(35)

Beberapa tenaga peneliti dikirim ke manca negara, seperti Jerman untuk mengikuti pelatihan. Beberapa tenaga ahli asing didatangkan untuk membina tenaga peneliti seperti FAO, Dr. W. Liese (ahli pengawetan kayu), Dr. K. Fraederich (ahli venir dan kayu lapis), Artman (ahli rotan), Singer (ahli tungku) dan Dr. J.A. Von Monroy (ahli industri). Ahli industri ini diperbantukan melalui Panitia Perancang Hutan Industri yang anggotanya terdiri atas beberapa tenaga peneliti. Dari Jepang didatangkan Prof. Ono (ahli pulp) dan dalam rangka kerjasama dengan Jerman beberapa ahli pemanenan hutan, ahli industri dan ahli inventarisasi (Prof. Dr. Loetsch). Dalam rangka kerjasama ini, ada bantuan sarana penelitian pemanenan hutan dan beberapa orang tenaga peneliti dilatih di Jerman. Kerjasama ini diresmikan dan ditinjau oleh Presiden Republik Indonesia (Ir. Soekarno) bersama Presiden Federasi Jerman (Dr. Heinrich Luebke).

Kegiatan penelitian merupakan kelanjutan dari kegiatan sebelum tahun 1946, yaitu mengenai penelitian hutan dan penelitian hasil hutan. Jumlah publikasi yang dihasilkan selama era ini sebanyak 179 judul terdiri atas penelitian hutan 124 judul dan penelitian hasil hutan 55 judul (Tabel 2). Beberapa hasil penelitian tidak berupa publikasi tetapi dimasukkan dalam laporan kerjasama seperti Laporan FAO.

Tabel 2. Publikasi Era Orde Lama (tahun 1946-1965)

No. Bidang keilmuan

1. Botani dan Ekologi 10 39 49

2. Silvikultur 14 20 2 36

3. Perlindungan Hutan 8 1 9

4. Biometrika Hutan 17 7 1 25

5. Pengaruh Hutan 5 5

6. Keteknikan dan Pemanenan Hutan 9 12 21 7. Biologi dan Pengawetan Hasil

Hutan Kayu

6 12 1 19

8. Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu

3 3

9. Pengolahan Kimia dan Energi Hasil Hutan Kayu

2 4 6

10. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu 2 3 1 6

Jumlah 68 106 3 2 179

Keterangan: No 1 s/d 5 Penelitian hutan (124 judul); No 6 s/d 10 Penelitian hasil hutan (55 judul)

21

(36)

Data pada Tabel 2 menunjukkan pula ruang lingkup penelitian hutan dan hasil hutan yang ternyata masing-masing meliputi lima bidang keilmuan dan sesuai dengan perkembangan sarana penelitian. Sebagai contoh sebelum Perang Dunia II belum ada penelitian keteknikan dan pemanenan hutan, sedangkan sesudahnya cukup banyak penelitian bidang tersebut. Bila sebelum tahun 1946, penelitian mengenai hutan jauh lebih banyak daripada penelitian mengenai hasil hutan, setelah tahun tersebut ada peningkatan penelitian mengenai hasil hutan. Beberapa macam penelitian merupakan penelitian lanjutan yaitu yang berdasarkan jenis pohon dan jenis kayu. Dapur arang Ishikawa yang dibuat pada masa penjajahan Jepang dipakai untuk penelitian pembuatan arang dan destilatnya.

Contoh penelitian berdasarkan jenis pohon adalah mengenai pertumbuhan pohon sebagai bagian dari tegakan melalui pengukuran berkala di petak ukur permanen dan mengenai pengenalan jenis pohon. Contoh penelitian berdasarkan jenis kayu adalah mengenai sifat fisis mekanis dan keawetan kayu yang dilakukan di laboratorium dan di halaman laboratorium, serta mengenai pengenalan jenis kayu. Contoh penelitian bukan berdasarkan jenis pohon adalah mengenai perlindungan hutan seperti bila ada serangan hama atau penyakit kemudian dilakukan penelitian. Contoh penelitian bukan berdasarkan jenis kayu adalah mengenai pengawetan kayu untuk bantalan rel kereta api.

Penelitian mengenai tanin dari kulit beberapa jenis pohon dilanjutkan dan ditingkatkan menjadi penelitian mengenai perekat tanin formaldehida untuk kayu lapis. Hal ini dimungkinkan karena ada sarana untuk membuat venir dan kayu lapis.

Beberapa macam percontohan dibuat sebagai kelanjutan dari hasil penelitian. Percobaan penanaman puspa dan tembesu untuk memberantas alang-alang di Yanlapa, Jasinga, Bogor pada tahun 1953 yang ternyata berhasil sehingga kemudian dijadikan percontohan. Percobaan penanaman bambu di kebun percobaan Arcamanik, Bandung; percobaan kesesuaian jenis tanaman di kebun percobaan Cikole, Bandung dan Ciwidey, Bandung dimulai tahun 1954.

Pembuatan stadion olah raga Tanah Sareal, Bogor menggunakan konstruksi papan paku dari kayu sengon yang diawetkan. Atas permintaan Presiden Soekarno, Gedung Sarinah, Jakarta memakai lantai kayu jati berupa parket. Untuk keperluan tersebut, percobaan pembuatan dan pemasangannya dilakukan di Lembaga Penelitian Hasil Hutan, Bogor. Berdasarkan hasil percobaan tersebut dibuat percontohan di Bogor dan selanjutnya dijadikan acuan untuk pemasangan parket kayu jati di Gedung Sarinah. Pembinaan masyarakat penanam pohon sengon dan pengguna kayunya untuk berbagai peti antara lain peti sabun dilakukan di Sukabumi melalui kerjasama dengan pihak terkait lingkup kehutanan dan perindustrian. Rumah prefab dari kayu sengon yang diawetkan dibangun pada tahun 1963 dan sampai sekarang keadaannya masih baik (Gambar 5).

ERA ORDE LAMA (TAHUN 1946–1965)

(37)

a

Foto: Barly

b

Foto: Suhardi M.

Gambar 5. Rumah prefab dari kayu sengon yang diawetkan, didirikan pada tahun 1963 dan pada tahun 2013 keadaanya masih baik (tampak keseluruhan) (a); dan bagian dinding (b), terletak di Cimanggu, Bogor.

23

(38)

Peran lembaga penelitian yang tidak langsung berhubungan dengan penelitian tetapi berhubungan dengan kedudukannya sebagai lembaga yang mempunyai wewenang dalam ilmu pengetahuan adalah sebagai supervisi bagi PT Perkebunan di Sumatera Utara dalam membangun pabrik kayu lapis yang mulai berproduksi pada tahun 1968. Pabrik ini membuat kayu lapis berukuran 244 cm x 122 cm berupa tripleks yang dipakai untuk bahan pembuatan peti teh, bahan bangunan dan mebel. Pabrik kayu lapis itu secara tidak langsung merupakan percontohan bagi para pengusaha yang akan mendirikan pabrik kayu lapis.

C. Pemanfaatan Hasil Penelitian dan Pengembangan

Hasil penelitian yang sudah banyak digunakan dalam praktek antara lain: (1) Tabel tegakan dari 10 jenis pohon lengkap dengan penetapan kelas bonita,

tingkat penjarangan dan penetapan daur volume;

(2) Pendugaan volume pohon jati melalui pengukuran keliling batang pohon setinggi dada;

(3) Pengaruh umur pohon jati terhadap keawetan kayunya;

(4) Data berat jenis, sifat mekanis dan keawetan kayu merupakan salah satu bahan untuk menyusun Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia 1961. Penggunanya antara lain pihak Pekerjaan Umum;

(5) Daftar nama pohon dari berbagai daerah;

(6) Perbandingan berat dari jenis-jenis kayu Indonesia dan pengertian beratnya untuk keperluan praktek; dan

(7) Pemungutan hasil hutan.

Beberapa hasil penelitian mengenai hutan dan hasil hutan banyak digunakan oleh Panitia Perancang Hutan Industri yang dibentuk oleh Jawatan Kehutanan pada tahun 1953 dengan anggota beberapa tenaga peneliti. Hasilnya disampaikan pada Kongres Kehutanan Indonesia I tahun 1956 dengan judul Kewajiban Kehutanan Untuk Memenuhi Kebutuhan Industri. Macam industri yang dikemukakan meliputi industri kayu dan industri hasil hutan bukan kayu. Sebagai sumber bahan baku adalah hutan tanaman termasuk bambu.

D. Pembelajaran dari Era Orde Lama

1. Usaha menyelamatkan BPK dengan memindahkan sebagian sarana dari Bogor ke Jogyakarta kemudian ke Surakarta pada tahun 1946 guna menjamin kelengkapan dan keamanannya merupakan upaya yang baik.

ERA ORDE LAMA (TAHUN 1946–1965)

(39)

Menyatukan BPK Bogor dan BPK RI Yogyakarta pada tahun 1950 juga merupakan kebijakan yang tepat sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengembangan jumlah lembaga penelitian dari satu pada tahun 1955 mejadi dua pada tahun 1956 dan menjadi empat pada tahun 1959 terkesan kurang memperhatikan aspek teknis. Penambahan jumlah bagian penelitian hasil hutan merupakan kebijakan yang baik disertai dengan penambahan prasarana dan sarana guna menunjang masa industrialisasi. 2. Seperti sebelum tahun 1946, sebagian dari bangunan yang didirikan,

dimanfaatkan sebagai percontohan perihal penggunaan kayu guna memperluas wawasan generasi penerus, serta merupakan contoh percobaan yang patut ditiru di masa datang. Keberadaan museum terbukti bermanfaat antara lain guna menunjukan perkembangan penelitian karena dilengkapi dengan contoh produk hasil penelitian terbaru.

3. Bentuk kerjasama dengan lembaga penelitian lain atau lembaga penelitian internasional lebih baik berupa bantuan tenaga ahli disertai alat penelitian daripada berupa bantuan tenaga ahli saja. Laporan kerjasama yang disajikan harus sebagai publikasi lembaga penelitian agar lebih mudah diakses dan lebih terpelihara.

4. Publikasi laporan perjalanan ke manca negara atau ke daerah bermanfaat antara lain untuk mengetahui perkembangan di manca negara atau di daerah. Hasil penelitian berupa brosur lebih mudah dipahami oleh pengguna. Mutu isi buku Pemungutan Hasil Hutan patut ditiru dalam penyusunan buku.

5. Penelitian berkelanjutan selama beberapa tahun mengenai obyek-obyek penelitian tertentu patut terus dilaksanakan dan disesuaikan dengan perkembangan, seperti contoh berikut:

a. Penelitian yang menghasilkan tabel tegakan lengkap dengan penetapan kelas bonita, daur volume, tingkat dan produksi kayu penjarangan, serta volume produksi kayu tebangan akhir disempurnakan menjadi tabel biomassa pohon (meliputi bagian tajuk, batang, dan akar).

b. Penelitian sifat fisis, mekanis dan keawetan kayu yang hasilnya digunakan untuk menyusun Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia agar diterapkan pada penelitian sifat fisis, mekanis, dan keawetan produk kayu yang digunakan untuk bahan konstruksi.

25

(40)
(41)

ERA

ORDE BARU

(TAHUN 1966–1998)

(42)
(43)

A. Organisasi dan Tenaga Kerja

Pada tahun 1966 dibentuk kabinet Ampera yang merupakan kabinet pemerintahan orde baru di bawah kepemimpinan Suharto, Presiden kedua R.I. Departemen Kehutanan dihilangkan lalu menjadi Direktorat Jenderal Kehutanan dan berada di bawah Departemen Pertanian. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 30/12/1966 tanggal 10 Desember 1966, lembaga penelitian kehutanan berada di bawah Ditjen Kehutanan dan terdapat empat lembaga penelitian yang masing-masing lembaga dipimpin oleh seorang direktur, yaitu:

(1) Lembaga Penelitian Hutan (Direktur: Ir. R. Sudiarto Warsopranoto), terdiri dari lima bagian, yaitu: (a) Bagian Botani Hutan, (b) Bagian Permudaan dan Pemuliaan Hutan, (c) Bagian Pengaruh Hutan (d) Bagian Hama Penyakit Hutan dan (e) Bagian Nilai Hutan.

(2) Lembaga Penelitian Hasil Hutan (Direktur: R. Nizar Kamil), terdiri dari empat bagian, yaitu: (a) Bagian Anatomi dan Sifat Kaju, (b) Bagian Konstruksi Kaju, (c) Bagian Penjempurnaan Kaju, dan (d) Bagian Penggunaan Hasil Hutan. (3) Lembaga Penelitian Kimia Hasil Hutan (Direktur : M. Tjahro Nurkamal)

terdiri dari empat bagian,yaitu: (a) Bagian Sifat Kimia Kaju, (b) Bagian Pulp, (c) Bagian Pengolahan Hasil Hutan Ikutan dan (d) Bagian Penjempurnaan Pengolahan Hasil Hutan.

(4) Lembaga Penelitian Eksploitasi Hutan (Direktur: Sanjoto) terdiri dari empat bagian, yaitu: (a) Bagian Penebangan Hutan, (b) Bagian Pengangkutan Hasil Hutan, (c) Bagian Penilaian dan Analisa Biaya Produksi, dan (d) Bagian Efisiensi Perusahaan.

Keempat direktur tersebut merupakan “Board of Directors” yang ketuanya digilir setiap tahun. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 168/Kpts/ Org/4/1971 ditetapkan susunan organisasi dan tata kerja Direktorat Jenderal Kehutanan. Dengan demikian, susunan organisasi lembaga penelitian kehutanan berubah lagi. Lembaga penelitian yang tadinya empat menjadi dua yaitu:

(1) Lembaga Penelitian Hutan dipimpin oleh Ir. Sudiarto Warsopranoto (1971 – 1974), terdiri dari lima bagian, yaitu: (a) Bagian Silvikultur, (b) Bagian Pengaruh Hutan, (c) Bagian Hama dan Penyakit, (d) Bagian Nilai Hutan, dan (e) Bagian Botani.

(2) Lembaga Penelitian Hasil Hutan dipimpin oleh Ir. Moch. Harris Soeranggadjiwa (1971 – 1974), terdiri dari lima bagian, yaitu: (a) Bagian Penggunaan Hasil Hutan, (b) Bagian Kimia Hasil Hutan, (c) Bagian Pemungutan Hasil Hutan, (d) Bagian Pembukaan Wilayah Hutan, dan (e) Bagian Pengawetan Kayu.

29

(44)

Pada tahun 1974 berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 45 tahun 1974, Menteri Pertanian mereorganisasi Departemen Pertanian. Lembaga penelitian kehutanan tidak di bawah Direktorat Jenderal Kehutanan, tetapi di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Adapun lembaga penelitian kehutanan terdiri dari dua lembaga, yaitu:

(1) Lembaga Penelitian Hutan dipimpin oleh Ir. Sudiarto Warsopranoto (1974 – 1976). Selanjutnya digantikan oleh Ir. R. Soerjono (1976-1980), terdiri dari lima bagian, yaitu: (a) Bagian Botani, (b) Bagian Pengaruh Hutan, (c) Bagian Silvikultur, (d) Bagian Perlindungan Hutan, dan (e) Bagian Nilai Hutan. (2) Lembaga Penelitian Hasil Hutan dipimpin oleh Ir. M. Soenaryo Hardjodarsono,

M.Sc. (1974 – 1980), terdiri dari lima bagian, yaitu: (a) Bagian Biologi, Pengawetan dan Pengeringan, (b) Bagian Ekonomi Hasil Hutan, (c) Bagian Kimia Hasil Hutan, (d) Bagian Teknologi Hasil Hutan dan (e) Bagian Eksploitasi Hasil Hutan.

Pada tahun 1980 dibentuk Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dipimpin oleh Ir. M. Soenarjo Hardjodarsono, MSc. Pusat Litbang Kehutanan terdiri dari dua balai, yaitu:

(1) Balai Penelitian Hutan (Kepala: Komar Sumarna, MS.), terdiri dari lima bagian, yaitu: (a) Bagian Botani, (b) Bagian Pengaruh Hutan, (c) Bagian Silvikultur, (d) Bagian Perlindungan Hutan, dan (e) Bagian Nilai Hutan.

(2) Balai Penelitian Hasil Hutan (Kepala: Ir. Abdurahim Martawijaya), terdiri dari lima bagian, yaitu: (a) Bagian Biologi, Pengawetan dan Pengeringan, (b) Bagian Ekonomi Hasil Hutan, (c) Bagian Kimia Hasil Hutan, (d) Bagian Teknologi Hasil Hutan dan (e) Bagian Eksploitasi Hasil Hutan.

Pada tahun 1983 dibentuk Departemen Kehutanan berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI, Nomor 4/M/tahun 1983, tentang Kabinet Pembangunan IV yang dipimpin oleh Menteri Kehutanan Soedjarwo. Dengan dibentuknya kembali Departemen Kehutanan maka penelitian kehutanan berada di bawah Badan Litbang Kehutanan dengan susunan organisasi Badan Litbang Kehutanan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 20/Kpts II/1983 di bawah pimpinan Dr. Ir. Setyono Sastrosoemarto dan terdiri dari:

(1) Sekretariat Badan Litbang Kehutanan (Kepala Sekretariat: Ir. H. Duryat Puspowidagdo, M.Sc.)

(2) Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan (Kepala: Komar Sumarna, MS.) (3) Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (Kepala: Ir. Abdurahim

Martawijaya).

ERA ORDE BARU (TAHUN 1966–1998)

(45)

Setelah itu, terjadi perubahan mendasar pada tugas pokok dan fungsi penelitian kehutanan di Indonesia. Pusat-pusat yang terbentuk direncanakan berfungsi sebagai koordinator penelitian sedangkan balai melaksanakan teknis penelitian. Namun, karena balai-balai penelitian di daerah pada masa itu belum terbentuk maka kedua pusat penelitian tetap melaksanakan kegiatan penelitian.

Antara tahun 1983 – 1987, sehubungan dengan luasnya wilayah dan masalah yang dihadapi, serta adanya upaya untuk mendekatkan kegiatan penelitian dengan lokasi pembangunan kehutanan dan lebih meningkatkan daya serap penelitian di daerah dibentuk empat Unit Pelaksana Teknis dalam bentuk proyek-proyek penelitian sebagai cikal bakal balai penelitian. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 095/Kpts/II/1984 tanggal 12 Mei 1984 dibentuk tiga balai penelitian kehutanan (BPK) sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, yaitu:

(1) BPK Pematang Siantar. Pada awal pembentukannya BPK ini berkedudukan di Pematang Siantar, kemudian pada tahun 1990, balai tersebut resmi berkedudukan di Aek Nauli, yang berlokasi 10 km dari kota wisata Parapat. Di lokasi tersebut telah dibangun perkantoran dan pemukiman. Kepala balai berturut-turut adalah sebagai berikut: Dr. Ir. Nana Supriana, MS (1984 – 1989), Dr. Ir. Ahmad Fauzi Mas’ud, M.Sc (1989– 1995), Ir. Rusli MS Harahap, M.Sc (1995 – 1996) dan Ir. Ridwan Pasaribu, MS (1996-1999).

(2) BPK Samarinda. Kepala balai berturut-turut adalah sebagai berikut: Dr.Ir. Soetarso Priasukmana, MS (1984 – 1990), Dr.Ir. IGM Tantra (1990-1992), Dr.Ir. Kosasi Kadir, MS (1992 – 1995), dan Ir. Soeparno Wirodidjojo, MSc (1996-1999).

(3) BPK Ujung Pandang. Kepala balai berturut-turut adalah sebagai berikut: Ir. Bakir Ginoga, MS (1984 – 1991), Ir. Soeparno Wirodidjojo, MSc (1991 – 1995), dan Dr. D. Mulyadhi, MSc (1995 – 1999).

Pada tahun 1988 sampai 1992 Kepala Pusat Litbang Hutan dijabat oleh Dr. Ombo Satjapradja, MSc. dan tahun 1992-1993 digantikan oleh Dr. Ir. Nana Supriana, MS. Sedangkan Kepala Pusat Litbang Hasil Hutan pada tahun 1988-1992 dijabat oleh Dr. Ir. Nana Supriana, MS. selanjutnya pada tahun 1988-1992-1993 digantikan oleh Drs. Hartoyo, MSc.

Pada tahun 1984 sebagai usaha untuk meningkatkan penguasaan dan kemanfaatan IPTEK Rehabilitasi dan Konservasi Ekosistem Hutan Australasia di Papua dibentuk proyek penelitian kehutanan yang berkedudukan di Manokwari, selanjutnya pada tahun 1991 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 24/Kpts-II/1990, diresmikan menjadi Balai Penelitian Kehutanan Manokwari.

31

(46)

Kepala balai berturut-turut sebagai berikut: Ir. Abdul Aziz (1991 - 1994) dan Ir. Basuki Karyaatmaja, M.Sc. (1994 - 1999).

Pada tahun 1991, ketika Badan Litbang Kehutanan dipimpin oleh Ir. Wartono Kadri dan Sekretaris Badan Ir. Yohanes Husodo, MSc. yang kemudian digantikan oleh Ir. Harsono, terjadi penambahan UPT Badan Litbang Kehutanan. Penambahan ini dilakukan karena adanya kegiatan teknis yang dilakukan oleh unit-unit kerja di luar Badan Litbang Kehutanan yang bersifat kegiatan penelitian. Berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan berturut-turut Nomor 169, 170 dan 171/Kpts – II/1991 maka unit-unit kerja penelitian di bawah Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan (RRL), yaitu: Balai Teknologi Reboisasi, Balai Teknologi Perbenihan dan Balai Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dialihkan ke Badan Litbang Kehutanan. Nama balai-balai tersebut adalah:

(1) Balai Teknologi Reboisasi Banjarbaru di Banjarbaru. Kepala balai berturut-turut sebagai berikut: Ir. APS Sagala (1991 - 1996) dan digantikan oleh Dr. Ir. Herman Daryono, MSc pada tahun 1996.

(2) Balai Teknologi Reboisasi Benakat di Benakat. Kepala balai berturut-turut sebagai berikut: Ir. Sudaryanto (1991 - 1994) dan Dr. Apul Sianturi, MS (1994 - 2000).

(3) Balai Teknologi Perbenihan Bogor di Bogor. Kepala balai berturut-turut sebagai berikut: Ir. Salim S. Achmad (1991 - 1994) dan Ir. Djoko Warsono (1994 - 1999). Balai ini mempunyai tugas untuk melakukan perakitan dan ujicoba perbenihan dengan wilayah seluruh Indonesia.

(4) Balai Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo di Surakarta. Kepala balai berturut-turut sebagai berikut: M. Syarif Kosasih, M.Sc (1991 – 1994), Dr. Ir. Sudrajat, M.Sc (1994 – 1996), Dr. Ir. Boen M. Purnama, M.Sc (1996 – 1997) dan Ir. Chairil Anwar, M.Sc (1997 – 1999).

Pada tahun 1992, Sekretaris Badan adalah Dr. Ir. Ombo Satjapradja, MSc. Pada waktu itu, untuk pengembangan teknologi pengelolaan DAS di wilayah Indonesia Bagian Timur dibentuk Balai Teknologi Pengelolaan DAS Ujung Pandang di Ujung Pandang dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor:1048/KPTS-II/1992 tanggal 12 November 1992 dengan kepala balai Ir. Rumpoko Dewodaru, M.Sc (1993 - 2001).

Pada tahun 1993, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 677/ Kpts-II/93 susunan organisasi Badan Litbang Kehutanan yang dikepalai oleh Ir. Sudjadi Hartono (1993 - 1995) adalah sebagai berikut:

(1) Sekretariat Badan Litbang Kehutanan. Sekretaris dijabat oleh Drs. Hartoyo, M.Sc (1993 - 1996).

ERA ORDE BARU (TAHUN 1966–1998)

(47)

(2) Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Kepala: Ir. Harun Alrasjid, MS (1993 - 1997) dan Dr. Ir.A. Ngaloken Gintings, MS. (1997 - 1998).

(3) Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan. Kepala: Dr. Ir. Djaban Tinambunan, MS. (1993-1997), Dr. Ir. Kosasi Kadir, M.Sc. (1997), Ir. Marolop Sinaga, MS (1997) dan Dr. Ir. A. Ngaloken Gintings, MS. (1998 -2002).

Pada tahun 1993, proyek penelitian di Kupang diresmikan menjadi Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Kupang. Kepala balai berturut-turut sebagai berikut: Ir. Marolop Sinaga, MS (1994 - 1998), dan Dr. Ir. Slamet Riyadi Gadas, M.F. (1998-1999).

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.: 53/Kpts-II/1994 tanggal 7 Pebruari 1994 dibentuk Balai Penelitian dan Pengembangan Pemuliaan Benih Tanaman Hutan (BP3BTH) sebagai UPT di bawah Badan Litbang Kehutanan, berkedudukan di Yogyakarta. Kepala: Dr. Ir. Hendi Suhaendi (1994 - 1999). Balai ini sejak tahun 1985 s/d 1994 adalah Unit Produksi Benih di bawah Ditjen RRL yang berlokasi di Kaliurang.

Pada tahun 1995 Badan Litbang Kehutanan dipimpin oleh Dr. Ir. Toga Silitonga, MSc. (1995 -1998) dan Sekretaris Badan: Dr. Ir. Kosasi Kadir, M.Sc. (1996-1997) dan Ir. Kristanto (1997-1998).

Pada tahun 1998, seiring dengan perubahan Departemen Kehutanan menjadi Departemen Kehutanan dan Perkebunan maka Badan Litbang Kehutanan berubah menjadi Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan dengan Kepala: Dr. Ir. Pasril Wahid, MS (1998 - 2000) dan Sekretaris Badan: Ir. Kristanto (1998 - 1999). Dalam organisasi Badan Litbang Kehutanan dan Perkebunan, nama instansi penelitian kehutanan sebelumnya tetap, hanya ditambah satu instansi yaitu Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri (Kepala: Dr. Hasnam).

Jumlah tenaga kerja pada tahun 1966 adalah 591 orang, yang terdiri atas 414 orang tenaga teknis dan 177 tenaga tata usaha. Hal ini menunjukkan jumlah pegawai teknis 2,3 kali jumlah pegawai administratif. Jumlah tenaga kerja pada tahun 1998 adalah 1.138 orang, terdiri dari 545 orang di Sekretariat Badan Litbang dan tiga Pusat Penelitian, dan sisanya di Balai-Balai seperti disajikan pada Tabel 3.

33

(48)

Tabel 3. Keadaan tenaga kerja Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (PNS) pada tahun 1998

No. Uraian Jumlah tenaga PNS

(orang)

1. Pusat (Sekretariat, Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam dan Puslitbang Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan)

545

2. BTR (BTR Banjar Baru dan BTR Palembang) 82

3. BTP (BTP Bogor) 42

4. BTP DAS (BTP DAS Surakarta dan BTP DAS Ujung Pandang) 99

5. BPK (BPK Aek Nauli, BPK Samarinda, BPK Kupang, BPK Manokwari) 280

6. BPPPBTH Yogyakarta 50

Jumlah 1.138

Sumber: Kehutanan dan Perkebunan Indonesia Edisi Khusus tahun 1998

Mulai tahun 1970-an, diberlakukan adanya jabatan fungsional bagi para peneliti. Jabatan fungsional peneliti tersebut terdiri dari empat jenjang yaitu Asisten Peneliti, Ajun Peneliti, Peneliti dan Ahli Peneliti. Pada masa tersebut Lembaga Penelitian Kehutanan mempunyai dua orang ahli peneliti yaitu Ir. R. Soediarto Warsopranoto dengan bidang kepakaran silvikultur dan Ir. Abdurahim Martawijaya dengan bidang kepakaran pengawetan kayu.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 01/MENPAN/1983 jo. No.12/MENPAN/1988, jabatan fungsional peneliti berubah dari empat jenjang menjadi sembilan jenjang yaitu Asisten Peneliti Muda, Asisten Peneliti Madya, Ajun Peneliti Muda, Ajun Peneliti Madya, Peneliti Muda, Peneliti Madya, Ahli Peneliti Muda, Ahli Peneliti Madya dan Ahli Peneliti Utama. Selama kurun waktu 1983-1998 telah dikukuhkan tujuh orang Ahli Peneliti Utama seperti tercantum dalam Tabel 4.

Tabel 4. Ahli Peneliti Utama Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Tahun 1983-1998

No. Nama Terhitung mulai Bidang Kepakaran

1. Dr. Ir. Paribotro Sutigno, MS 15-11-1989 Pengolahan Hasil Hutan

2. Ir. Harun Al Rasjid, MS 01-10-1989 Silvikultur

3. Dr. Ir. Djaban Tinambunan, MS 01-03-1992 Keteknikan Hutan dan Pemanenan Hasil Hutan

4. Drs. Agustinus Pudjiharta 01-11-1994 Pengelolaan DAS

5. Dra. Ginuk Sumarni 01-08-1996 Biologi Hasil Hutan

6. Dr. Ir. Sudradjat R, M.Sc 07-08-1996 Kimia Hasil Hutan

7. Dr. Ir. Nana Supriana, MS 26-02-1997 Biologi dan Pengawetan Hasil Hutan

ERA ORDE BARU (TAHUN 1966–1998)

(49)

B. Penelitian dan Pengembangan

Pembangunan gedung dilaksanakan dengan prinsip membangun vertikal. Hal ini berdasarkan kebijakan untuk menghemat lahan supaya tidak mengurangi lahan arboretum. Selama era ini telah dibangun gedung berlantai tiga yang pada saat ini digunakan untuk kantor Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan serta gedung untuk Kelompok Peneliti Kimia dan Hasil Hutan Bukan Kayu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (Gambar 6)

Gambar 6. Gedung Puslitbang Perubahan Iklim dan Kebijakan bertingkat di Komplek Kantor Badan Litbang Kehutanan di Jalan Gunung Batu Bogor

Pada pertengahan dekade 1970-an Lembaga Penelitian Hasil Hutan membangun laboratorium penggergajian yang lengkap dengan mesin-mesin penggergajian berskala pabrik komersial dan mesin generator-set untuk pembangkit tenaga listrik sendiri. Pada akhir dekade 1970-an, sebagai hasil kerjasama dengan United Nation Development Program (UNDP), FAO, dibangun laboratorium sawdoctoring untuk melengkapi laboratorium penggergajian yang sudah dibangun sebelumnya. Pada masa ini Lembaga Penelitian Hasil Hutan memiliki mesin wall kayu, instalasi pengawetan yang bisa dengan pemanasan dan mesin uji universal. Selain itu, sebagai hasil dari kerjasama dengan ATA Belgia (1985-1990) diperoleh mesin-mesin yang digunakan untuk fermentasi limbah organik (enceng gondok) untuk menghasilkan biogas sebagai sumber energi.

35

(50)

Sarana lain yang dibangun di Unit Pelaksana Teknis antara lain satu unit Laboratorium Kultur Jaringan di BPK Kupang. Selain itu sebagai lokasi penelitian yang mewakili wilayah Kalimantan telah ditetapkan Wanariset I Samboja dengan luas hutan penelitian 3.504 hektar di bawah koordinasi BPK Samarinda dan di Sumatera dibangun Wanariset II di Kuok, Riau di bawah koordinasi BPK Aek Nauli. Di Wanariset I dibuat demplot rehabilitasi hutan bekas terbakar seluas 1000 hektar dan tempat pemeliharaan anakan berbagai jenis tanaman terutama Dipterocarpaceae. Di samping itu juga dibangun arboretum seluas 2,5 hektar di Komplek BPK Samarinda dan kebun plasma nutfah khusus untuk buah- buahan asli Kalimantan seluas 5 ha di areal Taman Hutan Raya Bukit Soeharto dan telah ditanam 32 jenis buah-buahan yang diperoleh dari hutan alam.

Pengadaan fasilitas pendukung IFOMIS di BPK Samarinda berupa piranti keras antara lain Calcomp 9500 digitizer, HP Netserver 586 DX dan HP Design Jet Color Plotter, sedangkan piranti lunak yang diadakan berupa paket-paket seperti GIS (Arc/Info) versi 3.4D dan versi Window, ARCVIEW versi 2.1, dan PCI Remote Sensing (masing-masing EASE/PACE versi 5.2, versi window 3.1 dan versi 5.3).

Pengadaan fasilitas laboratorium kultur jaringan juga dilakukan di Kaliurang. Kegiatannya difokuskan pada penguasaan teknik kultur jaringan jenis Eucalyptus urophylla, Eucalyptus deglupta dan Acacia mangium.

Kegiatan yang dilakukan unit-unit kerja lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan selama periode 1966 - 1998, digambarkan secara singkat sebagai berikut:

(1) Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam (P3HKA). Puslitbang ini melaksanakan kegiatan penelitian di bidang botani, silvikultur, perlindungan hutan, nilai hutan, konservasi tanah dan tata air, dan konservasi sumber daya alam. (2) Puslitbang Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan. Puslitbang ini

melaksanakan kegiatan keteknikan dan pemanenan, biologi dan pengawetan, hasil hutan bukan kayu, kimia dan energi hasil hutan, pemanfaatan hasil hutan dan sosial ekonomi kehutanan.

(3) BPK Aek Nauli/Pematang Siantar. Penelitian utama yang dilakukan adalah mengenai tanaman konifer di dataran tinggi. Disamping juga melakukan penelitian di bidang konservasi dan rehabilitasi, keteknikan kehutanan dan pengolahan hasil hutan.

(4) BPK Samarinda. Penelitian yang telah dilakukan antara lain penelitian manajemen hutan dipterocarpaceae, kultur jaringan, penelitian terhadap dampak kebakaran serta berbagai langkah yang diperlukan untuk merehabilitasi hutan bekas terbakar.

ERA ORDE BARU (TAHUN 1966–1998)

Gambar

Gambar 3. Mesin Uji Universal tahun 1923 untuk meneliti sifat mekanis kayu
Gambar 4. Instalasi pengawetan kayu dalam bangunan konstruksi kubah dan tiang yang terlihat adalah tiang instalasi pengawetan kayu
Gambar 6. Gedung Puslitbang Perubahan Iklim dan Kebijakan bertingkat di
Gambar 8. Kunjungan Kaisar Jepang (Pangeran Akihito) dan penanaman pohon Sawo Kecik oleh Putri Michiko, pada tanggal 5 Oktober 1991
+7

Referensi

Dokumen terkait