• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea pissn: X Vol. 6 No. 2, Agustus 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea pissn: X Vol. 6 No. 2, Agustus 2017"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea

pISSN: 2302-299X

eISSN: 2407-7860

Vol. 6 No. 2, Agustus 2017

Akreditasi LIPI: 764/AU1/P2MI-LIPI/10/2016 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI: 36b/E/KPT/2016 Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea adalah publikasi ilmiah hasil penelitian bidang kehutanan. Jurnal ini diterbitkan dua kali dalam setahun pada bulan Maret dan Agustus oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar, Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia.

Wallacea Journal of Forestry Research is a scientific publication reporting research findings in the field of forestry. The journal is published two times per year in March and August by Environment and Forestry Research and Development Institute of Makassar, Research Development and Innovation Agency, Ministry of Environment and Forestry of Indonesia. Penanggung Jawab (Responsible person) : Ir. Misto, M.P. (Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar) Dewan Redaksi (Editorial Boards):

Ketua (Editor in chief), merangkap anggota : Hasnawir, S.Hut, M.Sc, Ph.D. (Konservasi Sumber Daya Hutan, Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar)

Anggota (Members):

1. Prof. Dr. Ir. Muh. Dassir, M.Si. (Sosiologi Antropologi Kehutanan, Universitas Hasanuddin)

2. Dr. Ir. Usman Arsyad, M.S. (Perencanaan Rehabilitasi Lahan, Universitas Hasanuddin)

3. Dr. Ir. Syamsuddin Millang, M.S. (Agroforestri, Universitas Hasanuddin)

4. Dr. Suhasman, S.Hut, M.Si. (Biokomposit, Universitas Hasanuddin)

5. Dr. Ir. Andi Sadapotto, M.P. (Serangga dan Hama Hutan, Universitas Hasanuddin)

6. Ir. M. Kudeng Sallata, M.Sc. (Hidrologi dan Konservasi Tanah, Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar)

7. Ir. Hunggul Yudono, M.Si (Konservasi Sumber Daya Hutan, Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar)

8. Dr. Abdul Kadir Wakka, S.Hut M.Si (Sosial Ekonomi Kehutanan, Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar)

9. Dr. Dede J. Sudrajat, S.Hut, MT (Teknologi Benih, Genetika Populasi, Balai Litbang Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan)

10. Heru Setiawan, S.Hut, M.Sc (Konservasi Sumber Daya Hutan, Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar)

Mitra bestari (Peer reviewer) :

1. Prof. Dr. Ir. Amran Achmad, M.Sc. (Konservasi Biologi, Universitas Hasanuddin)

2. Prof. Dr. Ir. Samuel A. Paembonan, M.Sc. (Silvikultur, Universitas Hasanuddin)

3. Prof. Dr. Ir. Baharuddin Nurkin, M.Sc. (Silvikultur, Universitas Hasanuddin)

4. Dr. Ir. Anwar Umar, M.S. (Tanah Hutan, Universitas Hasanuddin)

5. Dr. Ir. A. Ngaloken Gintings, M.S. (Hidrologi dan Konservasi Tanah, Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia) 6. Prof. Dr. Ir. Ngakan Putu Oka, M.Sc (Ekologi Hutan,

Universitas Hasanuddin)

7. Prof. Dr. Ir. Muhammad Restu, M.P. (Genetika dan Pemuliaan Hutan, Universitas Hasanuddin)

8. Prof. Dr. Ir. Budi Leksono, M.P. (Pemuliaan Tanaman Hutan, Balai Besar Penelitian Bioteknologi & Pemuliaan Tanaman Hutan)

9. Prof. Dr. Ir. Musrizal Muin, M.Sc. (Pengawetan Kayu, Universitas Hasanuddin)

10. Prof. Dr. Ir. Supratman, M.P. (Manajemen Hutan, Universitas Hasanuddin)

11. Dr. Ir. Rudi A. Maturbongs, M.Si (Konservasi Biologi, Universitas Negeri Papua)

12. Prof. Dr. Yusran Jusuf, M.Si (Kebijakan Kehutanan dan Lingkungan, Universitas Hasanuddin)

13. Dr.Ir. Naresworo Nugroho, M.Sc (Pengolahan hasil hutan, IPB)

14. Dr. Ir.Cahyo Wibowo, M.Sc.F. Trop (Ilmu tanah hutan, IPB) 15. Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc (Rehabilitasi bekas

tambang, IPB)

16. Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc F Trop (Ekologi Flora, IPB) 17. Prof Dr. Tukirin Partomiharjo (Konservasi Tumbuhan,

LIPI)

18. Dr. Budiadi, S.Hut., M.Agr.Sc. (Silvikultur Agroforestry, UGM)

19. Prof. Dr. Ir. Y. Purwanto DEA (Etnobotani, LIPI) 20. Prof. Dr. Rosichon Ubaidillah, MPhil (Entomologi

(Biosistematika), LIPI).

21. Dr. Ir. Ris Hadi Purwanto, M.Agr.Sc. (Manajemen Hutan (Forest carbon/biomass), UGM)

22. Muhammad Kamal, S.Si., M. GIS., Ph.D (Remote Sensing and GIS, Mapping, Mangrove, Fakultas Geografi, UGM). 23. Dr. Priyono Suryanto, S.Hut, M.P. (Silvikultur (Pertanaman

Agroforestry, UGM)

24. Dr. Hatma Suryatmojo, S.Hut., M.Sc (Pengelolaan DAS, UGM)

Redaksi Pelaksana (Managing Editor) :

Ketua (Chairman) : Ir. Turbani Munda, M.Hut (Kepala Seksi Data, Informasi & Kerjasama) Anggota (Members) : 1. Ir. Sahara Nompo

2. Amrullah, S.E. 3. Masrum 4. Jumain, S.E. 5. Arman Suarman, S.Hut 6. Kasmawati, S.Kom 7. Ir. Hermin Tikupadang, M.P.

Diterbitkan oleh (published by):

Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar (Environment and Forestry Research and Development Institute of Makassar)

Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi (Research, Development and Innovation Agency)

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia (Ministry of Environment and Forestry of Indonesia) Alamat (address) : Jalan Perintis kemerdekaan Km. 16 Makassar 90243, Sulawesi Selatan, Indonesia Telepon (Phone) : 62-411-554049

Fax (Fax) : 62-411-554058

E-mail : jurnal_wallacea@balithutmakassar.org

(2)

Pengantar Redaksi |

I

PENGANTAR REDAKSI

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea (JPK Wallacea) adalah publikasi ilmiah hasil

penelitian bidang kehutanan dengan No. ISSN 2302-299X (Print) dan No. eISSN 2407-7860

(elektronik). Publikasi ilmiah hasil penelitian bidang kehutanan pada jurnal ini meliputi:

silvikultur, konservasi sumberdaya hutan, perlindungan hutan, biometrika hutan, keteknikan

dan pemanenan hutan, pengolahan hasil hutan, hasil hutan bukan kayu, ekonomi kehutanan,

dan sosiologi kehutanan. Jurnal ini diterbitkan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan

Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

dengan dua kali terbitan setahun yaitu bulan Maret dan Agustus. JPK Wallacea terakreditasi

nasional oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan No. Akreditasi

764/AU1/P2MI-LIPI/10/2016

sampai dengan bulan September 2021. JPK Wallacea

terakreditasi pula sebagai

terbitan berkala ilmiah elektronik

oleh Kementerian Riset,

Teknologi dan Pendidikan Tinggi (KEMENRISTEKDIKTI) dengan No. Akreditasi

36b/E/KPT/2016, berlaku bulan Mei 2016 sampai dengan bulan Mei 2021.

Perkembangan JPK Wallacea saat ini telah terindeks pada DOAJ, ROAD, Crossref (DOI),

Google Scholar, Cite Factor, BASE, OAJI, WorldCat, Citeulike, GIF, Toronto Public Library,

SHERPA/RoMEO, Trove, Indonesian Publication Index (IPI), Indonesian Scientific Journal

Database (ISJD).

Syukur alhamdulillah Vol. 6 No. 2 ini telah terbit sejak tanggal 31 Agustus 2017 secara

online dan merupkan terbitan ke-empat melalui submission online. Pada Vol. 6 No. 2 ini

terdapat 8 naskah yang terdiri dari beberapa bidang penelitian seperti biometrika hutan,

keteknikan dan pemaneman hutan, konservasi sumberdaya hutan dan, silvikultur. Pada

kesempatan ini atas nama pengelola JPK Wallacea mengucapkan terima kasih kepada mitra

bestari (peer reviewers) yang telah menelaah naskah yang dimuat pada edisi Vol. 6 No. 2,

Agustus tahun 2017, sebagai berikut:

1. Prof Dr. Tukirin Partomihardjo (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bogor)

2. Dr.Ir. Naresworo Nugroho, M.Sc (Institut Pertanian Bogor, Bogor)

3. Prof. Dr. Ir. Musrizal Muin, M.Sc. (Universitas Hasanuddin, Makassar)

4. Dr. Ir. Ris Hadi Purwanto, M.Agr.Sc. (Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta)

5. Prof. Dr. Ir. Amran Achmad, M.Sc. (Universitas Hasanuddin, Makassar)

6. Prof. Dr. Ir. Samuel A. Paembonan, M.Sc. (Universitas Hasanuddin, Makassar)

7. Dr. Ir. Rudi A. Maturbongs, M.Si (Universitas Papua (UNIPA), Manokwari)

8. Dr. Ir. Cahyo Wibowo, M.Sc.F. Trop (Institut Pertanian Bogor, Bogor)

Semoga publikasi ini dapat bermanfaat dan berkontribusi dalam peningkatan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Makassar, Agustus 2017

(3)

| Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, Vol. 6 No.2, Agustus 2017

II

(4)

Daftar Isi |

III

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea

p

ISSN: 2302-299X

eISSN: 2407-7860

Vol. 6 No.2, Agustus 2017

Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI:

36b/E/KPT/2016

764/AU1/P2MI-LIPI/10/2016

Akreditasi LIPI:

DAFTAR ISI (Table of Contents)

Karnita Yuniarti dan Efrida Basri ... 91-99

SIFAT PENGERINGAN SUHU TINGGI DAN BAGAN PENGERINGAN DASAR

5 JENIS KAYU KURANG DIKENAL ASAL RIAU

(High Temperature Drying Properties and Basic Drying Schedule of

5 Lesser-Known Species from Riau)

Indra A.S.L.P. Putri, Bayu W. Broto dan Fajri Ansari ... 101-112

RESPONS BURUNG TERHADAP PERUBAHAN HABITAT DI AREA KARST

TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG

(Bird Responses to Habitat Change in the Karst Area of Bantimurung

Bulusaraung National Park)

Wanda Kuswanda dan Sriyanti Puspita Barus ... 113-123

KEANEKARAGAMAN DAN PENETAPAN ‘UMBRELLA SPECIES’ SATWALIAR

DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

(Diversity and Determination of Wildlife ‘Umbrella Species’ in the Gunung Leuser

National Park)

Mashudi dan Dedi Setiadi ... 125-134

PENGARUH ASAL POPULASI DAN KLON TERHADAP KERAGAMAN

PERTUMBUHAN STEK PUCUK Shorea leprosula Miq

(Effect of Population Sources and Clones to Growth Variation

of Shorea leprosula Miq Shoot Cuttings)

Desmiwati dan Surati ... 135-146

UPAYA PENYELESAIAN MASALAH PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN PADA

TAMAN NASIONAL DI PULAU SUMATRA

(Efforts to Resolve the Problem of Forest Area Conservation on the National

Park in the Island of Sumatra)

Yonky Indrajaya ... 147-156

DAUR OPTIMAL HUTAN TANAMAN SENGON DALAM PROYEK AFORESTASI:

REVIEW HASIL PENELITIAN SUHARLAN 1975

(Optimal Rotation of Sengon Plantation in Afforestation Project: Review on

Research Results of Suharlan 1975)

Mody Lempang ... 157-167

SIFAT DASAR DAN KEGUNAAN KAYU AGATHIS (Agathis hamii M. Dr.)

DARI SULAWESI SELATAN

(Basic Properties and Uses of Agathis (Agathis hamii M. Dr.) Wood

from South Sulawesi)

Tri Atmoko, Ani Mardiastuti, dan Entang Iskandar ... 169-179

PERILAKU DAN PERGERAKAN KELOMPOK BEKANTAN (Nasalis larvatus

Wurmb.) DI SAMBOJA, KALIMANTAN TIMUR

(Behavior and Group Movement of Proboscis Monkey’s (Nasalis larvatus Wurmb.)

in Samboja, East Kalimantan)

(5)

| Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, Vol. 6 No.2, Agustus 2017

IV

(6)

Lembar Abstrak |

V

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea

p

ISSN: 2302-299X

eISSN: 2407-7860

Vol. 6 No.2, Agustus 2017

Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI:

36b/E/KPT/2016

764/AU1/P2MI-LIPI/10/2016

Akreditasi LIPI:

Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh difotokopi tanpa izin dan biaya

UDC (OSDCF) 630*8

Karnita Yuniarti dan Efrida Basri (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan)

SIFAT PENGERINGAN SUHU TINGGI DAN BAGAN PENGERINGAN DASAR 5 JENIS KAYU KURANG DIKENAL ASAL RIAU

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, Vol.6 No.2, Agustus 2017, hlm: 91 - 99 Abstrak

Pengeringan merupakan satu tahapan pengolahan yang penting dalam pemanfaatan kayu untuk keperluan konstruksi dan mebel. Studi ini bertujuan untuk: (i) memeriksa level sensitivitas beberapa jenis kayu kurang dikenal asal Riau terhadap proses pengeringan pada suhu tinggi (100°C); dan (ii) menyusun bagan pengeringan untuk setiap jenis kayu. Obyek penelitian adalah 5 jenis kayu kurang dikenal asal Riau yaitu punak (Tetramerista glabra), mempisang (Diospyros korthalsiana), pasaklinggo (Aglaia argentea), meranti bunga (Shorea teysmanniana) dan suntai (Palaquium burckii). Metode Terazawa (1965) yang sudah dimodifikasi digunakan untuk studi ini. Hasil menunjukkan bahwa semua jenis kayu rentan mengalami cacat deformasi. Deformasi terparah ditemukan pada kayu punak (skor cacat adalah 4-6) dan mempisang (skor cacat adalah 4-5). Di sisi lain, pasaklinggo mengalami pecah/retak ujung/permukaan terparah (skor adalah 6) dan pecah dalam terparah (skor adalah 5). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa punak dan pasaklinggo dapat dikeringkan dengan bagan pengeringan yang sama pada kisaran suhu pengeringan 40-65° C dan kelembapan 38-88%. Kisaran suhu dan kelembapan (bagan pengeringan) yang diusulkan untuk proses pengeringan masing-masing jenis kayu adalah 50-80° C dan 28- 80% untuk suntai, 50- 70° C and 25-80% untuk mempisang, serta 50-70° C dan 40-84% untuk meranti bunga. Bagan pengeringan untuk kayu mempisang dan suntai sama hingga keduanya mencapai titik jenuh serat dan setelah itu diterapkan kondisi pengeringan yang berbeda.

Kata Kunci: Jenis-jenis kurang dikenal, cacat pengeringan, deformasi, bagan pengeringan UDC (OSDCF) 630*1

Indra A.S.L.P. Putri, Bayu W. Broto dan Fajri Ansari (Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar)

RESPONS BURUNG TERHADAP PERUBAHAN HABITAT DI AREA KARST TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, Vol.6 No.2, Agustus 2017, hlm: 101 - 112 Abstrak

Burung merupakan bioindikator perubahan habitat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons burung yang berhabitat di karst Maros-Pangkep, Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung terhadap perubahan habitat. Penelitian dilakukan di tiga lokasi, dengan perbedaan tingkat gangguan, yaitu zona inti (minim gangguan), zona rimba (tingkat gangguan sedang), kebun masyarakat (tingkat gangguan tinggi). Pengumpulan data vegetasi habitat burung dilakukan menggunakan modifikasi metode garis berpetak. Pengumpulan data burung dilakukan menggunakan metode point count. Analisis data vegetasi habitat burung dilakukan menggunakan kerapatan vegetasi. Perbedaan komposisi vegetasi habitat burung dianalisis menggunakan indeks kesamaan komunitas Sorensen. Analisis data burung dilakukan menggunakan kepadatan populasi, indeks keragaman jenis Shannon-Weinner, indeks dominansi Simpson, indeks kemerataan jenis Pielou, serta indeks kekayaan jenis Margalef. Beda nyata pada populasi burung diuji menggunakan uji ANOVA satu arah, serta uji Tukey dan Bonferroni. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa burung yang hidup di karst tergolong peka

(7)

| Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, Vol.6 No.2, Agustus 2017

VI

akan perubahan habitat, yang terlihat dari adanya perbedaan nyata pada populasi. Degradasi habitat berdampak pada berbagai tingkatan trofik, dan direspons burung dalam bentuk berkurangnya jumlah individu dan spesies, peralihan spesies burung yang memiliki indeks nilai penting (INP) tertinggi dari spesies dengan tingkat toleransi rendah ke tingkat toleransi tinggi, peralihan feeding guild burung yang memiliki INP tinggi dari frugivora ke frugivora-insektivora dan selanjutnya ke granivora, berkurangnya jumlah spesies berukuran tubuh besar, serta berkurangnya jumlah spesies yang membutuhkan tempat khusus untuk bersarang. Mengingat karst Maros-Pangkep memiliki berbagai peran penting, maupun nilai ilmiah dan keragaman hayati yang tinggi, maka diperlukan pelibatan berbagai pihak, untuk menjaga kelestariannya, termasuk penetapan seluruh areal karst Maros-Pangkep menjadi kawasan bentang-alam karst.

Kata kunci: Keterkaitan habitat dengan spesies, burung, habitat, karst, Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

UDC (OSDCF) 630*1

Wanda Kuswanda dan Sriyanti Puspita Barus (Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli)

KEANEKARAGAMAN DAN PENETAPAN ‘UMBRELLA SPECIES’ SATWALIAR DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, Vol.6 No.2, Agustus 2017, hlm: 113 - 123 Abstrak

Penetapan ‘umbrella species’ dalam pelaksanaan konservasi satwaliar sangat penting agar berjalan secara efektif dan terarah. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi keanekaragaman jenis satwaliar (primata dan mamalia darat) pada berbagai tipe habitat dan jenis satwa ‘umbrella species’ untuk mendukung program konservasi di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), bagian hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang. Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, Mei-Oktober 2015. Metode pengamatan menggunakan kombinasi variable circular-plot method dan transek berpetak. Jalur pengamatan di letakkan pada setiap tutupan lahan sepanjang 1.000 m dengan area teramati sekitar 5 ha. Penetapan ‘umbrella species’ dilakukan melalui pembobotan dengan merujuk pada kriteria dalam Departemen Kehutanan (2008). Primata yang teridenfikasi sebanyak 6 jenis sedangkan mamalia 16 jenis. Indeks keanekaragaman jenis primata dan mamalia termasuk kategori rendah sampai sedang dengan indeks kelimpahan sebesar 5,60-15,32. Jenis satwa yang banyak ditemukan adalah beruk Macaca nemestrina (Linnaeus, 1766) dan babi hutan Sus scrofa (Linnaeus, 1758). Berdasarkan kriteria penilaian dan pertimbangan potensi konflik yang tinggi ditetapkan jenis ‘umbrella species’ adalah gajah (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847). Implikasi konservasi yang direkomendasikan untuk dikembangkan dalam melindungi satwaliar langka, seperti gajah di sekitar TNGL diantaranya adalah meningkatkan penelitian distribusi dan populasi satwa, perlindungan habitat dan kantong-kantong populasi, mengembangkan database dan monitoring distribusi satwa dengan sistem informasi geografis (GIS), minimalisasi perburuan dan memperbaiki sistem penegakan hukum serta mitigasi konflik dengan satwa, seperti gajah dan orangutan.

Kata kunci: Satwaliar, gajah, Taman Nasional Gunung Leuser, DAS Besitang UDC (OSDCF) 581.526.42

Mashudi dan Dedi Setiadi (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan)

PENGARUH ASAL POPULASI DAN KLON TERHADAP KERAGAMAN PERTUMBUHAN STEK PUCUK Shorea leprosula Miq

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, Vol.6 No.2, Agustus 2017, hlm: 125 - 134 Abstrak

Pembiakan vegetatif memegang peranan sangat penting untuk menghasilkan bibit berkualitas. Melalui teknik pembiakan vegetatif, seluruh potensi genetik pohon induk akan diwariskan kepada keturunannya. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh asal populasi dan klon terhadap

(8)

Lembar Abstrak |

VII

keragaman pertumbuhan stek pucuk Shorea leprosula Miq. Rancangan percobaan yang digunakan Rancangan Acak Lengkap Berblok (RALB) yang terdiri dari dua faktor, yaitu asal populasi (Muara Wahau, Berau, Kenangan, Ketapang dan Carita) dan klon (40 klon). Pada penelitian ini klon bersarang (nested) dalam populasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klon dan asal populasi berpengaruh nyata terhadap persen berakar, pertumbuhan tinggi, jumlah akar, panjang akar dan jumlah daun stek pucuk S. leprosula. Secara umum populasi Muara Wahau dan Kenangan memberikan hasil terbaik pada persen berakar, pertumbuhan tinggi, jumlah akar, panjang akar dan jumlah daun. Persen berakar klon berkisar antara 66,7 – 100,0% yang terbagi dalam 2 kelompok perbedaan, pertumbuhan tinggi berkisar antara 2,60 – 6,80 cm yang terbagi dalam 6 kelompok perbedaan, jumlah akar berkisar antara 2,1 – 5,7 buah yang terbagi dalam 9 kelompok perbedaan, panjang akar berkisar antara 4,3 – 15,8 cm yang terbagi dalam 8 kelompok perbedaan dan jumlah daun berkisar antara 1,17 – 3,57 helai yang terbagi dalam 5 kelompok perbedaan.

Kata kunci: Asal populasi, klon, stek pucuk, meranti tembaga UDC (OSDCF) 630*234

Desmiwati, (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Bogor) dan Surati (Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim) UPAYA PENYELESAIAN MASALAH PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN PADA TAMAN NASIONAL DI PULAU SUMATRA

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, Vol.6 No.2, Agustus 2017, hlm: 135 - 146 Abstrak

Dalam rangka terselenggaranya pengelolaan hutan secara baik, diperlukan kepastian kawasan hutan secara faktual maupun secara yuridis agar memiliki landasan hukum yang kuat. Hal ini memerlukan kemantapan tata batas kawasan hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan kegiatan pemantapan kawasan taman nasional (TN) di Pulau Sumatra, dan mengetahui permasalahan yang terjadi dalam proses pemantapan kawasan TN di Pulau Sumatra. Penelitian dilakukan pada 11 TN di Pulau Sumatra, terdiri dari 7 TN sebagai wilayah kesatuan pengelolaan hutan konservasi (KPHK) dan 4 TN non KPHK. Pendekatan analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan dari 11 TN terdapat 27,27% yang telah melakukan penataan batas luar sampai dengan temu gelang, sedangkan 72,72% belum melakukan. Hal ini disebabkan ada beberapa area yang akan ditata batas masih bermasalah dengan masyarakat. Penataan zonasi telah dilakukan oleh 10 TN (90,91%) dan 1 TN (9,09%) belum melakukan penataan zonasi. Masih ada TN yang belum menetapkan zonasi berdasarkan tata batas yang benar. Dari permasalahan yang ada, upaya yang perlu dilakukan di antaranya adalah perlu adanya tanda batas yang jelas pada TN yang dapat dikenali oleh semua pihak, proses penetapan zonasi perlu dipercepat dan dilakukan sesuai dengan kepentingan semua pihak, serta perlu adanya pelibatan masyarakat dalam pengelolaan TN.

Kata kunci: Kawasan hutan, pemantapan kawasan, taman nasional, zonasi UDC (OSDCF) 630*234

Yonky Indrajaya (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry)

DAUR OPTIMAL HUTAN TANAMAN SENGON DALAM PROYEK AFORESTASI: REVIEW HASIL PENELITIAN SUHARLAN 1975

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, Vol.6 No.2, Agustus 2017, hlm: 147 - 156 Abstrak

Hutan memiliki peranan yang penting dalam mitigasi perubahan iklim dengan menyerap karbon di atmosfer. Tambahan pendapatan dari penjualan jasa lingkungan penyerapan karbon dapat merubah manajemen optimal hutan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daur optimal produksi bersama kayu dan jasa lingkungan penyerapan karbon dari tegakan sengon di Pulau Jawa. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Hartman yang merupakan modifikasi dari metode Faustmann untuk maksimasi keuntungan dari penjualan kayu dan jasa lingkungan penyerapan karbon. Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) daur biologis hutan sengon pada bonita III dan IV berturut-turut adalah 6 dan 5 tahun, (2) daur finansial hutan sengon pada bonita III dan IV adalah 8

(9)

| Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, Vol.6 No.2, Agustus 2017

VIII

dan 6 tahun, dan (3) penambahan penjualan jasa lingkungan karbon pada proyek aforestasi CDM tidak memperpanjang daur optimal finansial sengon.

Kata kunci: Tanaman sengon, daur Hartman, kayu, karbon

UDC (OSDCF) 630*8

Mody Lempang (Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar) SIFAT DASAR DAN KEGUNAAN KAYU AGATHIS (Agathis hamii M. Dr.) DARI SULAWESI SELATAN Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, Vol.6 No.2, Agustus 2017, hlm: 157 - 167

Abstrak

Kesesuaian penggunaan kayu setiap jenis tanaman hutan akan ditentukan oleh sifat dasarnya. Penelitian ini bertujuan mempelajari sifat dasar kayu agathis (Agathis hamii M. Dr.) dari hutan alam di Sulawesi, yang meliputi anatomi, kimia, sifat fisis dan mekanis. Sifat dasar tersebut dan informasi penggunaan oleh masyarakat lokal merupakan petunjuk yang bermanfaat untuk menetapkan kegunaannya. Hasil penelitian menunjukkan kayu agathis memiliki kayu teras berwarna keputihan sampai kuning kecokelatan, tekstur halus dan merata, serat lurus, permukaan kayu mengkilap, agak lunak, berat jenis sedang, penyusutan sedang dan tergolong kayu kelas kuat III, serat sangat panjang dan dinding serat sangat tipis, kadar selulosa dan pentosan tinggi sedangkan kadar lignin, ekstraktif dan abu rendah. Berdasarkan kualitas serat dan komponen kimianya, kayu agathis sangat baik digunakan untuk bahan baku pembuatan pulp/kertas. Kayu agathis juga cocok digunakan untuk komponen dengan beban ringan pada bangunan rumah dan perkapalan, mebel, kerajinan dan bahan baku industri perkayuan.

Kata kunci: Sifat dasar kayu, Agathis hamii, kegunaan kayu UDC (OSDCF) 630*1

Tri Atmoko, (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam) Ani Mardiastuti, (Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB) dan Entang Iskandar (Pusat Studi Satwa Primata, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat-IPB)

PERILAKU DAN PERGERAKAN KELOMPOK BEKANTAN (Nasalis Larvatus Wurmb.) DI SAMBOJA, KALIMANTAN TIMUR

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, Vol.6 No.2, Agustus 2017, hlm: 169 - 179 Abstrak

Bekantan (Nasalis larvatus Wurmb.) adalah primata endemik di Pulau Borneo. Masalah utama yang dihadapi dalam melestarikan bekantan adalah hilangnya habitat, fragmentasi dan degradasi hutan. Penelitian perilaku pergerakan kelompok bekantan telah dilakukan di habitat bekantan yang terisolasi dan terfragmentasi di Samboja, Kalimantan Timur. Pergerakan bekantan meliputi jelajah harian dan pemanfaatan ketinggian tajuk. Pengamatan perilaku bekantan menggunakan metode instantaneous sampling. Aktivitas yang diamati adalah aktivitas makan, bergerak, sosial, istirahat, dan tidur. Jelajah harian bekantan diikuti pergerakannya dan dicatat koordinat posisinya. Pengamatan pemanfaatan ketinggian strata tajuk pada ketinggian aktivitas 0-3 m, 3,1-6 m, 6,1-9 m, 9,1-12 m, dan >12 m. Petak pengamatan pohon pada masing-masing habitat dibuat berukuran 20 m x 200 m. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pergerakan harian bekantan bervariasi, yaitu berkisar antara 25,7 m s/d 749,9 m (rata-rata 333 m), dengan wilayah jelajah yang sempit, yaitu berkisar antara 4,52 ha s/d 6,92 ha. Jarak pergerakan harian antar kelompok bekantan berbeda secara signifikan pada tiga habitat. Secara umum pemanfaatan strata tajuk oleh bekantan tergantung pada kondisi habitat, tinggi, diameter dan kerapatan pohon.

(10)

Abstract Sheet |

IX

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea

p

ISSN: 2302-299X

eISSN: 2407-7860

Vol. 6, Issue 2, August 2017

Accreditation Number (KEMENRISTEKDIKTI):

36b/E/KPT/2016

764/AU1/P2MI-LIPI/10/2016

Accreditation Number (LIPI):

The key words noted here are the words wich represent the concept applied in a writing.

These abstracts are allowed to copy without permision from the publisher and free of charge.

UDC (OSDCF) 630*8

Karnita Yuniarti dan Efrida Basri (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan) HIGH TEMPERATURE DRYING PROPERTIES AND BASIC DRYING SCHEDULE OF 5 LESSER-KNOWN SPECIES FROM RIAU

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, Vol.6 Issue 2, August 2017, page: 91 - 99

Abstract

Drying process is a crucial stage in the utilization of any wood for construction and furniture purposes. The study aimed to: (i) investigate the sensitivity of several lesser-known wood species from natural forest in Riau to drying process at high temperature; and (ii) develop basic drying schedule for each wood. Five lesser-known species from Riau were investigated, namely punak (Tetramerista glabra), mempisang (Diospyros korthalsiana), pasak linggo (Aglaia argentea), meranti bunga (Shorea teysmanniana) and suntai (Palaquiumburckii). Modified Terazawa’s (1965) method was used for the experiment. The result shows that deformation was found for all species. The most severe deformation level was observed for both punak (score value of 4-6) and mempisang (score value of 4-5). On the other hand, pasaklinggo experienced the most severe initial end/surface check/split (score value of 6) and honeycombing (score value of 5). The result also showed that punak and pasaklinggo can be dried with the same drying schedule at the temperature range of 40-65° C and the humidity range of 38-88%. The proposed temperature and humidity ranges (or drying schedules) are 50-80° C and 28-80% for suntai, 50-70° C and 25-80% for mempisang, and 50-70° C and 40-84% for meranti bunga. Mempisang and suntai can use the same drying condition until fiber saturation point, then different drying condition applies.

Keywords: Lesser known species, drying defect, deformation, drying schedule

UDC (OSDCF) 630*1

Indra A.S.L.P. Putri, Bayu W. Broto dan Fajri Ansari (Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar)

BIRD RESPONSES TO HABITAT CHANGE IN THE KARST AREA OF BANTIMURUNG BULUSARAUNG NATIONAL PARK

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, Vol.6 Issue 2, August 2017, page: 101 - 112

Abstract

Birds are useful bioindicators to habitat changes. This study aims to determine the responses of birds to habitat change at Maros-Pangkep karst area, Bantimurung-Bulusaraung National Park. The research was carried out in three disturbance degrees (core-zone, wilderness-zone, and the community-gardens), which represents minimal, middle, and high interference level. A modified square-line method was used to observe vegetation of bird habitat. Point count method was used to observe bird population. Data of the bird habitat vegetation was analyzed using vegetation density. The difference of vegetation composition was analyzed using Sorensen-similarity index. Data of the bird was analyzed using abundance, and indexes of Shannon-Weinner diversity, Simpson dominance, Pielou evenness, and Margalef species richness. Significant differences between the number of the individual bird were tested using one-way ANOVA, Tukey-Bonferroni test. The results showed that birds living in karst were sensitive to habitat changes. Birds responded through reducing the number of individuals and species, shifting the

(11)

| Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, Vol. 6, Issue 2, August 2017

X

species of bird that has high importance value index from low tolerance species to high tolerance species. Birds also responded by shifting the feeding guild that has high important value index from frugivore to frugivore-insectivore and then to granivore, decreasing the number of bird species with large body size, reducing the number of bird species that need a special location to build nest. Considering that Maros-Pangkep Karst has vital roles, scientific values, and biodiversity richness, it is necessary to involve all stakeholders to maintain its sustainability, including the establishment of entire Maros-Pangkep Karst area as the karst-landscape area.

Keywords: Species-area relationship, birds, habitat, karst, Bantimurung Bulusaraung National Park

UDC (OSDCF) 630*1

Wanda Kuswanda dan Sriyanti Puspita Barus (Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli)

DIVERSITY AND DETERMINATION OF WILDLIFE ‘UMBRELLA SPECIES’ IN THE GUNUNG LEUSER NATIONAL PARK

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, Vol.6 Issue 2, August 2017, page: 113 - 123

Abstract

The determination of ‘umbrella species’ in the wildlife conservation implementation is very important to be effective and directed. This study was aimed to obtain information wildlife diversity (primates and terrestrial mammals) and ‘umbrella species’ on various type of habitats to support conservation programs in the Gunung Leuser National Park (GLNP), of Besitang Watershed, North Sumatera. The research was carried for six months, from May to October 2015. The observation was made using combination of variable circular plot and strip transect methods. Determination of 'umbrella species' is done through valuating by referring to the Department of Forestry criterias (2008). Primate were identified about 6 species and terrestrial mammal of 16 species. Primate and mammal diversity index are with the category of low to moderate with abudance index between 5.60-15.32. Based onassessment criteria and consideration to high conflict potential show that ‘umbrella species’ are elephant (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847). The wildlife conservation implications are recommended, such as to the elephants around GLNP, i.e to increase research wildlife distribution and population, habitat protection and population pockets, to develop a database and monitoring with geographic information systems (GIS), the minimization a hunting and law enforcement as well as mitigation wildlife conflicts, such as elephants and orangutans.

Keywords: Wildlife, elephant, Gunung Leuser National Park, Besitang Watershed

UDC (OSDCF) 581.526.42

Mashudi dan Dedi Setiadi (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan)

EFFECT OF POPULATION SOURCES AND CLONES TO GROWTH VARIATION OF Shorea leprosula Miq SHOOT CUTTINGS

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, Vol.6 Issue 2, August 2017, page: 125 - 134

Abstract

Vegetative propagation has an important role in production of high quality planting stocks. Through vegetative propagation, the genetic potential of a mother tree will totally be inherited to the off-springs.This study aimed to determine the effects of population sources and clones on growth variation of Shorea leprosula Miq shoot cuttings. Randomized Complete Block Design (RCBD) was used as an experimental design; which consists of two factors, i.e population sources (Muara Wahau, Berau, Kenangan, Ketapang and Carita) and clones (40 clones). In this study clone was nested in the population. The results showed that the clones and population sources influenced the rooting percentage, height

(12)

Abstract Sheet |

XI

growth, number of root, length of root and number of leaves of S. leprosula shoot cuttings. Rooting percentage of clones ranged between 66.7 – 100.0% (2 groups difference), height growth ranged between 2.60 – 6.80 cm (6 groups difference), number of root ranged between 2.1 – 5.7 (9 groups difference), length of root ranged between 4.3 – 15.8 cm (8 groups difference) and number of leaves ranged between 1.17 – 3.57 (5 groups difference).

Keywords: Population sources, clones, shoot cutting, Shorea leprosula

UDC (OSDCF) 630*234

Desmiwati, (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Bogor) dan Surati (Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim) EFFORTS TO RESOLVE THE PROBLEM OF FOREST AREA CONSERVATION ON THE NATIONAL PARK IN THE ISLAND OF SUMATRA

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, Vol.6 Issue 2, August 2017, page: 135 - 146

Abstract

In the frame of the implementation of good forest management, the certainty of the factually and legally forest area it is needed in order in order to have solid legal foundation. This means the stability on forest boundary areas it is required. This study aimed to carry out scrutiny of the stability of 11 national parks areas in Sumatra, and to recognize the development of stabilization of national parks. The study is conducted in 11 national parks in Sumatra consisting of 7 national parks as conservation forest management unit (CFMU) and 4 parks are not CFMU. The analysis approach used for the research was qualitative descriptive. The results showed that out of 11 national parks only 27.27% which has been structuring the outer boundary from end to end, meanwhile 72.72% have not done. This is because there are some boundaries areas that will be regulated still have problems with the community. Zonation structuring has been conducted by 10 National Park (90.91%) but 1 TN (9.09 have not done the zonation structuring yet). There are some national parks has not been define the boundary properly. Out of number of issues, some efforts that need to be done are to clarify boundary markers on the national parks that can be recognized by all stakeholders, the the acceleration of zone marking and carried out in accordance with the interests of all stakeholders, as well as the need for community involvement in the management of national parks.

Keywords: Forest area, forest area stabilization, national park, zonation

UDC (OSDCF) 630*234

Yonky Indrajaya (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry)

OPTIMAL ROTATION OF SENGON PLANTATION IN AFFORESTATION PROJECT: REVIEW ON RESEARCH RESULTS OF SUHARLAN 1975

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, Vol.6 Issue 2, August 2017, page: 147 - 156

Abstract

Forests play an important role in climate change mitigation by absorbing carbon dioxide in the atmosphere. Additional revenue from carbon credits may change the optimal management of plantation forest. This research aims to analyze the optimal rotation of joint production of timber and carbon sequestration of sengon stand in Java. The method used in this research is the profit maximization of forest stand obtained from wood sales and carbon credits (i.e. Hartman rule as a modification of Faustmann rule). The results of this study showed that (1) the biological rotation of sengon forest in site quality (SQ) III and IV are 6 and 5 years respectively, (2) Financial rotations of sengon forest in SQ III and IV are 8 and 6 years respectively, and (3) Additonal income from carbon sales in afforestation project will not lengthen the optimal rotation of sengon plantation.

(13)

| Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, Vol. 6, Issue 2, August 2017

XII

UDC (OSDCF) 630*8

Mody Lempang (Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar) BASIC PROPERTIES AND USES OF AGATHIS (Agathis hamii M. Dr.) WOOD FROM SOUTH SULAWESI

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, Vol.6 Issue 2, August 2017, page: 157 - 167

Abstract

Wood proper uses of tree species can be determined by it’s basic properties. This research was carried out to examine the basic properties (anatomical structure, chemical, physical and mechanical) of agathis (Agathis hamii M. Dr.) wood from natural forest in Sulawesi. Proper uses of wood was determined by considering their basic properties and uses which the local community have currently employed. Results revealed that agathis heartwood is whitenish to yellow brownish colour; fine texture; straigh grain; glossy; rather soft; moderate in specific gravity; moderate in dimensional shrinkage; strenght class III; high in cellulose and pentose content; low in lignin, extractive and ash content; remarkably long fiber and thin wall thickness; fiber grade is very good for pulp/paper manufacture. Appropirate uses of agathis are for light construction material in house building and certain ship components, furniture, handicraft and wood industry.

Keywords: Wood basic properties, Agathis hamii, wood uses

UDC (OSDCF) 630*1

Tri Atmoko, (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam) Ani Mardiastuti, (Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB) dan Entang Iskandar (Pusat Studi Satwa Primata, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat-IPB)

BEHAVIOR AND GROUP MOVEMENT OF PROBOSCIS MONKEY’S (Nasalis larvatus Wurmb.) IN SAMBOJA, EAST KALIMANTAN

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, Vol.6 Issue 2, August 2017, page: 169 - 179

Abstract

Proboscis monkey (Nasalis larvatus Wurmb.) are endemic primates to the island of Borneo that are subjected to serious problems like habitat loss, fragmentation and forest degradation. Studies of movement behavior of monkeys have been done in the isolated and fragmented habitat in Samboja, East Kalimantan. Behaviour data of feeding, moving, social, resting, and sleeping were collected using instantaneous sampling method. The plots of trees survey were established 20 m x 200 m on each habitat. The movement behavior consists of daily ranging and utilization of height of the canopy. Daily ranging was recorded by GPS and height of canopy utilization divided to 0-3 m, 3.1-6 m, 6.1-9 m, 9.1-12 m, and > 12 m. The results showed that the daily ranging of the monkeys were varied, ranging from 25.7 m– 749.9 m (average 333 m), which home ranges between 4.52 ha – 6.92 ha. Daily movement distance between groups on the three habitat was different. Generally, the monkeys used canopy strata depending on habitat conditions, height, diameter and density of trees.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan dari rekapitulasi kemampuan yang dipaparkan diatas, untuk kemampuan siswa dalam menyampaikan isi berita di surat kabar pada siklus II dengan skor 103

Surat yang salah tujuan nama dan alamat surat, terkadang berakibat surat tidak diketahui fisiknya. Hal ini bisa terjadi apabila si penerima surat yang salah tersebut

Langkah desain harus mampu menjawab pertanyaan apakah program pembelajaran yang didesain dapat digunakan untuk mengatasi masalah kesenjangan performa (performance

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Sabu Raijua Tahun 2011– 2025 yang selanjutnya disebut RPJP Daerah adalah Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah untuk periode 20

sesuai dengan ketentuan Pasal 21, dapat membuat deklarasi yang mengakui kewenangan Komite untuk menerima dan membahas laporan pengaduan (communications) suatu Negara Pihak yang

Tujuan penelitian adalah untuk menjelaskan pengaruh faktor umur, pendidikan formal dan penyuluhan secara simultan dan parsial terhadap faktor inovasi teknologi di

Laporan tersebut memberikan gambaran penilaian tingkat pencapaian target masing-masing indikator sasaran strategis yang ditetapkan dalam Renstra 2016-2021 maupun Rencana

Dari Tabel di atas, dapat dilihat bahwa I nspektorat Kota Mataram belum mencapai target jangka menengah (5 tahun) yang ditetapkan dalam Rencana Strategis