• Tidak ada hasil yang ditemukan

Secara garis besar buku ini terbagi ke

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Secara garis besar buku ini terbagi ke "

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Secara garis besar buku ini terbagi ke dalam enam bagian. Bagian pertama merupakan pendahuluan. Dalam bagian ini dikupas mengenai latar belakang dan tujuan penyusunan buku ini. Setelah itu juga dibahas mengenai posisi dan alasan penulis dalam menggunakan istilah teori pembangunan maupun teori perubahan sosial beserta implikasi dari penggunaan kedua istilah tersebut. Selanjutnya bagian kedua, memuat pembahasan mengenai bagaimana dan apa yang mempengaruhi sebuah teori. Dalam bagian ini pembahasan difokuskan pada pembentuk dan memahami teori perubahan sosial dan pembangunan, pengertian dari paradigma, paradigma ilmu sosial menurut Habermas, paradigma perspektif Freire beserta paradigma-paradigma sosiologi lainnya.

Bagian ketiga mengupas paradigma dan teori perubahan sosial dominan, yakni yang berlandaskan kapitalisme dan positivisme. Dalam bagian ini dibahas secara lebih rinci paradigma perubahan sosial model kapitalisme. Selanjutnya, masuk ke dalam bahasan teori perubahan sosial, mainstreem ini adalah teori modernisasi dan teori pembangunan pertumbuhan model Rostow dan para pengikutnya. Secara lebih rinci selanjutnya diuraikan berbagai teori pendukung modernisasi dan pertumbuhan lainnya serta kritik terhadap teori ini. Bagian keempat ini membahas teori kritik dalam perubahan sosial dan pembangunan. Termasuk dalam bagian teori kritik ini adalah pembahasan sekitar paradigma dan teori perubahan sosial Marxisme, serta teori perubahan sosial sosialisme. Selanjutnya dalam bagian ini juga dibahas teori ketergantungan atau dependensia yang merupakan teori kritik terhadap modernisasi dan pembangunan. Sengaja dalam bagian ini juga dimasukkan secara terpisah dari teori dependensia yakni teori sistem ekonomi kapitalis dunia.

(2)

Bagian keenam membahas akhir sejarah perjalanan teori pembangunganyang mengambil bentuk dalam teori pertumbuhan cepat (rapid growth development). Dengan demikian, bab ini membahas krisis pembangunisme dan mulainya era globalisasi. Bab ini akan membahas lebih rinci refleksi penulis terhadap berbagai perdebatan mengenai globalisasi dan berbagai skenario teoritis mengenai formasi sosial globalisasi dan implikasinya terhadap praktik perubahan sosial dan ancaman-ancamannya bagi masyarakat.

Bagian terakhir dari buku ini merupakan refleksi dan kesimpulan. Pada bagian ini dibahas refleksi terhadap perjalanan teori perubahan sosial hingga berakhirnya era developmentalisme. Setelah itu dibahas beberapa kemungkinan lahirnya teori pasca pembangunan. Kemungkinan pertama adalah lahirnya teori campuran atau konvergensi perubahan sosial, yakni perkawinan dan jalan keluar antara teori modernisasi dengan memperhitungkan kritik dari teori dependensi. Kemungkinan lain adalah lahirnya teori perubahan sosial yang lahir dari inspirasi paham posmodernisme sebagai sebuah jalan keluar dari pertikaian kedua aliran modernisasi dan dependensia. Buku ini dilengkapi dengan daftar bacaan sekitar teori perubahan sosial dan pembangunan.

C. Analisis Buku

(3)

kesadaran kritis para teoritisi maupun praktisi lapangan. Sebagai suatu refleksi, buku ini tidak hanya berpretensi menjadi acuan teoritik mengenai teori perubahan sosial. Buku ini ditulis karena didorong oleh keinginan untuk membuka ruang dialog kritik ideologi terhadap proses dan teori perubahan sosial, bukan ditulis dari hasil studi akademik dari kalangan universitas, melainkan lebih banyak reflekasi dan aksi dan dialog yang panjang dari bahan bacaan yang diperoleh secara tidak sistematik maupun hasil refleksi dari keterlibatan dengan berbagai program bersama rakyat di akar rumput di dunia selatan.

Meskipun demikian, buku ini memang tidak dimaksud untuk memberikan uraian teoritik tentang teori perubahan sosial dan pembangunan. Akan tetapi, lebih didasarkan pada refleksi terhadap pengalaman dan pengamatan penulis serta sejumlah aktivis ornop (Organisasi Non Pemerintah) di Indonesia, untuk merefleksikan kaitan teori-teori perubahan sosial dan praktik lapangan program-program pemberdayaan masyarakat serta dorongan untuk menghentikan kecenderungan ketimpangan dalam dunia teori sosial dalam pengertian semakin kuatnya monopoli informasi dan pengetahuan oleh kalangan akademisi elitis, yakni mereka yang mempunyai kesempatan luas untuk membaca, membahas dan mendiskusiakn paradigma dan berbagai teori pembangunan di dalam lingkungan universitas, sementara mereka yang bekerja di masyarakat, yakni aktivis ornop dan organisasi sosial kemasyarakatan yang terjun ke masyarakat untuk melakukan aksi sosial, tetapi tidak memiliki kesempatan untuk mempelajari berbagai teori tersebut di universitas. Dengan demikian, buku ini ditulis dengan keinginan ganda. Selain menyediakan bahan bacaan untuk khalayak umum dan aktivis lapangan tentang paradigma dan teori pembangunan juga didorong oleh suatu semangat untuk merobohkan anggapan bahwa urusan ideologi, paradigma dan teori perubahan sosial hanya patut dan khusus dibaca, dipahami, dan dikontrol oleh kalangan akademisi dan birokrasi dan tabu untuk dibaca oleh kalangan masyarakat biasa. Dengan kata lain, buku ini melakukan demistifikasi terhadap bahan kajian ilmiah untuk menjembatani jarak antara para aktivis lapangan dan berbagai paradigma dan teori ilmu sosial di universitas.

(4)

aktivis lapangan ornop maupin tokoh keagamaan, yang tanpa disadari telah menggunakan dasar teoritik dan visi ideologis mengenai suatu perubahan sosial yang menjadi landasan dan aktivitas praktis sehari-hari, tetapi sesungguhnya hakekat teori yang sedang dipraktikkannya tersebut secara teoritik bertolak belakang dengan tujuan yang mereka cita-citakan. Dengan demikian, tuntutan akan perlunya pemahaman mengenai paradigma dan berbagai teori perubahan sosial yang mereka jadikan pijakan untuk mengidentifikasi, memahami dan menangani masalah-masalah kemasyarakatan semakin meningkat. Lemahnya visi ideologi dan teori mengenai perubahan sosial ini juga mempengaruhi metodologi yang diterapkan, seperti bagaimana banyak organisasi sosial menempatkan masyarakat sebagai objek, padahal sementara itu bercita-cita melakukan pemberdayaan masyarakat. Demikian halnya dalam merencanakan, menyusun dan menetapkan program pengembangan masyarakat, maupun dalam mengevaluasi kegiatan tersebut. Kegiatannya banyak mencerminkan anti-pemberdayaan masyarakat. Ketidakjelasan visi dan teori ini tidak saja telah melahirkan inkonsistensi anatar cita-cita dan teori yang digunakan, tetapi juga telah berakibat menghambat peran atau partisipasi masyarakat dalam perubahan sosial, yakni peranan masyarakat sipil (civil society) sebagai pelaku sejarah utama dalam upaya demokratisasi ekonomi, politik, budaya, gender serta aspek sosial lainnya.

Gejala keracuan teoritik ini terlihat dalam bagaimana para aktivis ornop di lapangan mendefinisikan masalah kemasyarakatan dan memandang teori “mainstree” perubahan sosial pembangunan dewasa ini. Namun demikian, sesuangguhnya di kalangan aktivis ornop telah timbul kesadaran akan perlunya secara kritis mempertanyakan kembali paradigma, teori, serta implikasinya terhadap metodologi dan teknik lapangan. Kegairahan di kalangan aktivis ornop untuk memahami berbagai teori politik ekonomi dan perubahan sosial dalam pendidikan politik dan advokasi mendorong penulis untuk segera merampungkan buku teori perubahan sosial ini.

(5)

ideologi dan aliran teori perubahan sosial. Selain itu, buku ini juga merupak refleksi kritik terhadap posisi teoritik berbagai teori yang dominan tentang perubahan sosial dan pembangunan. Kritik ini diharapkan akan memberikan bekal teoritik bagi pembaca, khususnya yang terlibat dalam proses perubahan sosial dan yang sedang memikirkan paradigma alternatif perubahan sosial. Terakhir, secara khusus buku ini disajikan bagi aktivis lapangan untuk mendorong mereka melakukan refleksi dan dialog tentang berbagai teori perubahan sosial sebagai bagian dari aktivitas lapangan sehari-hari.

Seperti telah diuraikan pengkajian buku ini dalam manfaat dan kandungan isi buku, namun ada pula beberapa kelemahan dari buku ini yaitu dalam penutup buku tidak dijelaskan solusinya secara komperehensif, walaupun telah dijelaskan penerapan implikasinya di masyarakat namun belum secara menyeluruh mendeskripsikan kasus-kasus yang terjadi di Indonesia mayoritas dihubungkan dengan negara lain.

Manfaat Refleksi Teoritik bagi Praktisi

(6)

memiliki dimensi penerapan. Dengan demikian, penulis berpendirian bahwa tugas ilmu sosial tidak sekedar mencoba memahami suatu realitas sosial, tetapi juga mengubahnya.

Berbagai teori sosial, ekonomi, politik dan budaya lahir tidak saja dalam rangka pertarungan memberi makna terhadap suatu realitas sosial, tetapi juga berimplikasi pada perubahan sosial karena pada dasarnya perubahan sosial dibangun diatas pemahaman teoritik dan suatu teori sangat berpengaruh dalam membentuk suatu program aksi lapangan. Meskipun pada realitas sosial yang sama, dua teori selalu memberi makna berbeda atau bahkan bertolak belakang dan akibatnya akan membawa perubahan sosial secara berbeda pula. Misalnya saja dalam melihat hubungan “buruh-majikan” satu teori melihatnya sebagai hubungan saling menguntungkan, tetapi teori lain justru menganggapnya sebagai hubungan eksploitasi. Atas asumsi teoritik ini, bagaimana suatu perubahan hubungan masa depan antara buruh dan majikan akan diproyeksikan. “Rekayasa sosial” yang oleh satu teori dianggap sebagai keharusan pendekatan, tetapi oleh satu teori lain justru dianggap sebagai suatu bentuk dominasi dan penindasan dari ilmuwan sosial terhadap masyarakat. Dengan demikian, teori sosial membantu aktivis lapangan ataupun pekerja sosial untuk menyadari apa yang mereka lakukan serta kemana dan model apa suatu perubahan sosial akan dituju. Tanpa pemahaman akan teori ilmu sosial, dalam menjalankan program sosial ekonomi di masyarakat, seorang aktivis tidak saja bekerja tanpa visi dan orientasi tetapi juga bisa melakukan kegiatan yang sesungguhnya bertentangan dengan keyakinannya. Seorang aktivis sosial akan selalu dihadapkan pilihan untuk memihak antara status quo dan perubahan; antara pertumbuhan dn keadilan; antara sosial dan partisipasi, antara tirani dan demokrasi dan seterusnya. Dalam kaitan itulah teori sosial sangat membantu memahami relasi sosial sevara kritis.

(7)

ahli, direncanakan, diarahkan dan dibina untuk berpartisipasi menurut selera yang mengontrol. Teori sosial telah menciptakan birokrasinya: dimana teoretisi memiliki otoritas kebenaran untuk mengarahkan praktisi dan masyarakat hanya diletakkan sebagai pekerja sosial tanpa kesadaran ideologis dan teoritis secara kritis.

Sementara itu, bagi aliran kritis tugas ilmu sosial justru melakukan penyadaran kritis masyarakat terhadapa sistem dan struktur sosial “dehumanisasi” yang membunuh kemanusiaan. Gramsci menyebut proses ini sebagai upaya “counter hegemony”. Proses dehumanisasi tersebut terselenggara melalui mekanisme kekerasan, baik yang fisik dan dipaksakan maupun melalui cara penjinakkan yang halus, yang keduanya bersifat struktural dan sistemik. Artinya, kekerasan dehumanisasi tidak selalu berbentuk jelas dan mudah dikenali. Kemiskinan struktural misalnya, pada dasarnya adalah suatu bentuk kekerasan yang memerlukan analisis untuk menyadarinya. Bahkan, kekerasan sebagian besar terselenggara melalui proses hegemoni, yakni cara pandang, cara berfikir, ideologi, kebudayaan bahkan “selera” golongan yang mendominasi telah dipengaruhkan dan diterima oleh golongan yang didominasi. Dengan begitu kegiatan sosial bukanlah area netral dan apolitik. Kegiatan sosial tidaklah berada dalam ruang dan masa steril, tetapi merupakan kegiatan politik menghadapi sistem dan struktur yang bersifat hegemonik.

(8)

Referensi

Dokumen terkait

Hama utama kedelai yang ditemukan adalah penggulung daun, ulat grayak, pemakan polong (H. armigera), penggerek polong, kepik hijau, kepik coklat, dan dua jenis vektor

187 Arti dari koefisien ini adalah bahwa sumbangan relatif yang diberikan oleh kombinasi variabel komite audit, proporsi dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial,

Berganti pakaian perawatan wajah Dilakukan tindakan perawatan wajah Membayar Pulang Area parkir Lobby Loker pelanggan Ruang perawatan wajah Kamar mandi Kasir Fasilitas

Ukiran-ukiran yang berada di kanan kiri dinding masjid menjadi bukti bahwa budaya Cina juga memiliki pengaruh pada masjid ini.. Ukiran pada dinding masjid yang terbuat dari batu

Smartphone merupakan sebuah perangkat mobile yang menyediakan fitur-fitur canggih seperti dapat menerima dan mengirim e-mail, digunakan untuk ber-internet, membaca e-book,

(3) Dalam hal Instansi Utilitas melakukan kegiatan pembangunan jaringan utilitas tidak memiliki Surat Izin Pelaksanaan Kegiatan atau memiliki Surat Izin Pelaksanaan

Sebagai contoh, rumah sakit menginginkan pemerintah untuk memastikan bahwa mereka memiliki akses ke test kit dan swabs, membuat tes lebih cepat dengan memungkinkan lebih

STMIK AMIKOM Yogyakarta telah menerapkan perencanaan strategi yang selama ini sudah dilaksanakan dengan baik. Akan tetapi belum pernah dilakukan suatu penelitian