• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSI docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSI docx"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

FAKULTAS TEKNIK

Kampus Sekaran Gunungpati Telp/Faks (024) 3562686 Semarang

PROPOSAL SKRIPSI

Nama : Durrotun Naim NIM : 5101414009

Prodi : Pendidikan Teknik Bangunan, S1 Jurusan : Teknik Sipil

I. JUDUL:

“PENGAWETAN BAMBU APUS MELALUI VERTICAL SOAK DIFFUSION MENGGUNAKAN LARUTAN BORATE DITINJAU TERHADAP KUAT TARIK DAN KUAT TEKAN”

II. PENDAHULUAN

II.1. Latar Belakang Masalah

(2)

Bambu merupakan produk hasil alam yang renewable yang dapat diperoleh dengan mudah, murah, mudah ditanam, pertumbuhan cepat, dapat mereduksi efek global warming serta memilki kuat tarik yang tinggi dan dapat dipersaingkan dengan baja lunak (Budi, A.S., 2010).

Bambu tali/apus (Gigantochloa apus) memiliki jarak antar ruas 45-65 cm. Diameter 5-8 cm. Panjang batang 8-13 m. Bersifat liat dan kuat. Daerah Kecamatan Gunungpati Kota Semarang banyak tumbuh jenis bambu apus. Sebagian besar masyarakat sekitar daerah Gunungpati menggunakan bambu jenis tersebut untuk digunakan sebagai bahan bangunan karena harganya relatif murah.

Bambu umumnya mempunyai keawetan alami rendah, mudah diserang oleh organisme perusak seperti kumbang bubuk dan rayap. Hal ini akan mempengaruhi kekuatan fisik dan mekanik bambu, serta mengakibatkan menurunnya kualitas bambu sebagai bahan bangunan.

(3)

Berdasarkan uraian tersebut maka dalam penyusunan skripsi ini dipilih judul “PENGAWETAN BAMBU APUS MELALUI VERTICAL

SOAK DIFFUSION MENGGUNAKAN LARUTAN BORATE

DITINJAU TERHADAP KUAT TARIK DAN KUAT TEKAN”

II.2. Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah adalah sebagai berikut: a. Kebutuhan bambu yang bertambah sebagai bahan bangunan. b. Bambu apus yang mudah diserang kumbang bubuk.

c. Kurang optimalnya pengawetan dengan metode tradisional.

d. Membandingkan pengaruh pengawet larutan borate terhadap kuat tarik dan kuat tekan bambu apus yang telah diawetkan dengan konsentrasi 10%.

II.3. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dari skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Adakah peningkatan kuat tarik bambu apus yang telah diawetkan menggunakan larutan borate pada konsentrasi 10% dengan bambu apus yang tidak diawetkan dengan larutan borate?

(4)

II.4. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: a. Bambu yang dipakai adalah bambu apus (G. Apus) berdasar Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (2008) yang diperoleh di daerah Pakintelan Gunungpati Semarang.

b. Bambu dalam keadaan kering udara, tidak perlu dijemur hanya dikondisikan dalam ruangan.

c. Bahan pengawet yang digunakan yaitu larutan borate dengan konsentrasi 10%.

d. Metode pengawetan yang digunakan yaitu dengan cara Vertical Soak Diffusion dengan lama pengawetan 13 hari.

e. Hal yang diuji adalah pengujian sifat mekanik yang terdiri dari pengujian kuat tarik dan pengujian kuat tekan.

f. Kegiatan Penelitian dilakukan di laboratorium Jurusan Teknik Sipil UNNES.

II.5. Tujuan

Tujuan melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

(5)

b. Terdapat peningkatan kuat tekan bambu apus yang telah diawetkan menggunakan larutan borate pada konsentrasi 10% dengan bambu apus yang tidak diawetkan menggunakan larutan borate.

II.6. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Manfaat Teoritis

Sebagai suatu karya ilmiah, Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya mengenai pengaruh pengawetan bambu terhadap kekuatan mekanik bambu.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian dapat meningkatkan pengetahuan tentang kuat tarik dan kuat tekan bambu apus, baik untuk diteliti maupun masyarakat umum sebagai nilai tambah dalampemanfaatan bambu apus sebagai bahan bangunan.

II.7. Sistematika Skripsi

Dalam penulisan skripsi ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian awal, isi dan bagian akhir.

(6)

Bagian awal skripsi meliputi: judul, abstrak, lembar pengesahan, moto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.

2. Bagian isi

Isi skripsi disajikan dalam lima bab, dengan beberapa subbab pada tiap babnya.

Bab I : Pendahuluan

Mencakup latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan, dan manfaat.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi tentang teori-teori yang dijadikan acuan peneliti untuk mengadakan penelitian.

Bab III: Metode Penelitian

Berisi tentang langkah-langkah objek penelitian, pengumpulan data, metode penelitian, analisis data, dan bagan alir penelitian.

BAB IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan

Berisi tentang penjelasan analisis data penelitian, hasil penelitian, serta pembahasannya.

BAB V: Penutup

(7)

3. Bagian Akhir

Pada bagian akhir ini berisikan daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang mendukung hasil penelitian.

III. Tinjauan Pustaka

III.1. Pengertian Bambu

Bambu merupakan tanaman yang berasal dari rumpun rumput-rumputan dengan rongga dan ruas-ruas di batangnya dan mudah berkembang biak baik di dataran tinggi maupun rendah. Tanaman bambu di seluruh dunia ada lebih dari 80 genus dan 1450 spesies.Di Indonesia ada sekitar 60 jenis bambu, umumnya ditemukan di tempat-tempatterbuka yang bebas dari genangan air (Dwi, A.Y, 2014).

Terdapat banyak macam bambu, tetapi dari ratusan jenis itu, hanya ada empat macam saja yang dianggap penting sebagai jenis bambu dan yang umum dipasarkan di Indonesia, yaitu bambu Petung, bambu Wulung, bambu Tali dan bambu Duri (Frick, 2004).

Janssen (1980) faktor-faktot yang berpengaruh terhadap kekuatan bambu adalah:

(8)

b. Bagian arah melintang bahan, kekuatan tarik maksimum bagian luar batang bambu paling besar dibandingkan dengan bagian-bagian yang lain. Kekuatan tarik maksimum yang besar diiringi oleh prosentase serabut sklerenkim yang besar pula.

c. Ada tidaknya nodia , di dalam inter-nodia sel-selnya berorientasi kearah sumbu aksial sedang di dalam nodia sel-selnya mengarah pada sumbu tranversal. Oleh karena itu, batang-batang yang bernodia mempunyai kekuatan yang lebih rendah daripada batang-batang yang tidak bernodia.

Janssen (1980) dalam Morisco (1999) memberikan rekomendasi tentang keunggulan bambu sebagai berikut:

a. Bambu tumbuh sangat cepat dan dapat dibudidayakan penduduk.

b. Bambu mempunyai sifat mekanik baik.

c. Pengerjaannya membutuhkan alat-alat sederhana.

d. Kulit terluar banyak mengandung silica, yang dapat melindungi bambu.

III.2. Bambu Apus

(9)

III.3. Larutan Borate

Larutan Borate merupakan larutan campuran boraks dan boric acid dengan perbandingan 1:1:4.Senyawa borate efektif melawan serangga pemakan bambu seperti kumbang bubuk, rayap dan jamur. Kadar garamnya memiliki sifat anti api. Tidak beracun dan dapat dipakai untuk mengawetkan keranjang,atau kerajinan lainnya yang dapat kontak langsung dengan produk makanan. Senyawa ini dapat ditemukan pada berbagai perlengkapan rumah tangga seperti detergen, bahan tahan api, bahkan obat tetes mata. Kebanyakan kelompok pecinta lingkungan, arsitek dan pengembang merasa aman menggunakan bahan ini untuk pengawet kayu dan bambu dibandingkan dengan bahan kimia beracun (Garland, L., 2003).

Tahapan Pencampuran Boraks dan Boric Acid sebagai berikut: 1. Menghitung volume bambu

Ada tiga cara untuk perhitungan volume bambu: a. (jari-jari x 3,14 x panjang bambu) : 1000

b. Isi batang bambu dengan air dan kemudian keluarkan air dan ukur berapa liter volume air tersebut. Kemudian kalikan dengan jumlah bambu yang akan diawetkan.

(10)

2. Campurkan 3 kg boraks dengan 2 kg boric acid dan tambahkan 45 liter air. Ini akan menghasilkan larutan dengan 10% (1 bagian boraks dan boric acid berbanding 9 bagian air).

3. Tambahkan pewarna tekstil merah dan aduk sampai rata. Ini berguna untuk melihat penyerapan larutan oleh bambu. Untuk hasil yang baik, larutan harus diserap oleh seluruh bagian bambu. Usahakan partikel pewarna larut dengan sempurna supaya tidak mengganggu proses penyerapan larutan.

4. Tuangkan air sedikit demi sedikit sambil diaduk. Pastikan larutan tercampur dengan sempurna.

5. Uji kadar larutan dengan hidrometer. Pastikan tidak ada gelembung air dalam larutan. Masukkan hidrometer kedalam larutan dan kemudian putar hidrometer untuk menghilangkan gelembung air yang menempel di sekelilingnya. Biarkan hidrometer mengapung di larutan dan lihat angka pembacaan hidrometer. Jika angka menunjukkan 1.035 berarti larutan telah sempurna 10%.

6. Bersihkan batang bambu dengan menggunakan air dan sikat atau sabut kelapa.

7. Jika memungkinkan tambahkan ujung batang besi untuk membuat lubang lebih besar diantara ruas bambu, sehingga memudahkan pengisian larutan dan mengurangi gelembung air.

(11)

Pemecahan buku bambu lebih mudah dilakukan jika bambu tersebut bertumpu pada dinding atau tembok.

9. Tegakkan bambu di dalam bak pengawetan dan kemudian ikat supaya tidak bergerak atau tumbang sewaktu melakukan pengisian larutan pengawet.

10. Sambungkan selang dengan tangki penampung larutan pengawet.

11. Isi bambu dengan larutan pengawet sampai penuh. Larutan akan terserap oleh bambu sehingga perlu di tambahkan setiap hari. Pastikan larutan selalu penuh selama proses ini.

12. Pada hari ke-13 larutan tidak perlu diisi lagi.

13. Pada hari ke-14, lihat tingkat penyerapan dengan cara menggergaji buku bagian atas bambu. Jika penyerapan sempurna batang bambu akan berwarna kemerahan. Kemudian pecahkan buku paling bawah bambu dengan menancapkannya pada paku/besi pemecah yang telah disiapkan. Pastikan memakai penutup mata sewaktu melakukannya. Biarkan larutan pengawet mengalir ke parit penampungan.

(12)

untuk memastikan kadarlarutan tetap 10%. Tambahkan boraks dan boric acid jika perlu.

15. Keringkan bambu dengan cara menyimpannya dalam posisi horizontal di tempat yang teduh dan terlindung dari sinar matahari langsung. Pastikan juga supaya bambu tidak terkena hujan, karena air hujan dapat melarutkan zat pengawet yang telah diserap bambu.

a. Boraks

Boraks adalah senyawa dengan nama Natrium Tetraborat (Na2B4O7) yang mengandung tidak kurang dari 99 % dan tidak lebih 105,0 % Na2B4O7. 10H2O dengan sifat hablur transparan, tidak berbau, warna putih sangat sedikit larut dalam air dingin tetapi lebih larut dalam air panas. Besar daya pengawet mungkin disebabkan senyawa aktif asam borat. Senyawa asam borat ini dikenal sebagai bahan yang mampu membunuh bakteri pembusuk, walaupun belum ada penelitian yang khusus mengemukakan hal tersebut (Yuliana, 2002). Sebagai alternatif pengganti kayu, bambu mempunyai beberapa kendala diantaranya adalah bambu mudah terkena serangan kumbang bubuk sehingga menyebabkan bambu menjadi tidak awet.

(13)

jumlah banyak serta murah. Boraks digunakan untuk mengawetkan bambu sebagai pengganti zat pati, yang ada dalam rongga sel bambu dengan metode pemanfaatan gravitasi.

3.4 Keawetan Bambu dan Pengawetan Bambu

Keawetan bambu adalah daya tahan bambu terhadap berbagai faktor perusak bambu, misalnya ketahanan bambu terhadap serangan rayap, bubuk kayu kering, dan jamur perusak bambu (Tim ELSPPAT, 2000).

Penyebab kerusakan bambu bersifat biologis dan non biologis. Penyebab kerusakan bambu non biologis yang terpenting adalah kadar air.Kadarair yang tinggi menyebabkan kekuatan bambu menurun dan mudah lapuk. Penyebab kerusakan bambu biologis adalah rayap, kumbang bubuk, dan jamur, beberapa diantaranya adalah jamur Schizophlyllum cummune, Auricalria sp, Pleurotus sp, Strureum sp, dan Poria incrssafa sp. Kumbang bubuk hidup dalam jaringan serat bambu dan kumbang jenis ini mengambil sari makanan yaitu pati. Oleh karena itu prinsip pengawetan bambu adalah mengeluarkan zat pati yang menjadikan kumbang bubuk hidup dan berkembang.

(14)

tahan bambu terhadap kemungkinan kerusakan biologis. Berikut ini adalah beberapa cara pengawetan bambu:

16. Nin kimia, meliputi perendaman yaitu memasukkan bambu kedalam air dengan tujuan untuk mencegah serangan kumbang bubuk pada bambu pada suhu 100 C selama 1 jam cukup efektif untuk mengurangi⁰

serangan kumbang bubuk, pressure-treatment atau lebih dikenal dengan cara penekanan pada bambu kering yaitu bambu kering diberi lubang dalam ruas-ruasnya,untuk menghindarkan pecahnya bambu tersebut oleh tekanan yang dipompakan ke dalam tangki pengawetan.

17. Pengawetan kimia, meliputi metode pengawetan minyak solar yaitu metode pengawetan bambu dengan cara bambu segar yang baru ditebang didirikan terbalik ujung bambu sebelah atas dipasang tabung diisi minyak solar yang secara gravitasi akan mendesak keluar cairan yang terkandung dalam bambu,metode pengawetan dengan mengginakan boraks yaitu seperti pada cara penggunaan minyak solar hanya saja bahan pengawetannya diganti dengan boraks seperti yang telah dilakukan Yayasan Bambu Lingkungan Lestari (TBLL) Universitas Mataram.

3.5 Metode Pengawetan Bambu

Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan metode Vertical Soak Diffusion (VSD).

(15)

oleh Prof. Dr. Liese) yang cocok untuk perkebunan bambu skala besar ntuk keperluan konstruksi, perabot rumah tangga dan kerajinan tangan. Sistem VSD cocok bagi daerah yang tidak memiliki perkebunan bambu (Garland, L., 2003).

Metode VSD yang dikembangkan oleh EBF merupakan sebuah cara yang efisien untuk mengawetkan bambu dengan cara yang aman. Metode VSD dengan menggunakan larutan Borate (campuran Boraks dan Boric Acid) yang lebih ramah lingkungan dan telah diuji coba di Indonesia dengan menggunaka tiga spesies bambu:

1. Dendrocalamus Asper

2. Gigantochloa Apus

3. Gigantochloa Atter

3.6 Sifat Fisik Bambu

Menurut Liese (1980), bambu umumnya mempunyai keawetan alami rendah, walaupun ada perbedaan dalam jenisnya. Bambu mudah sekali diserang oleh organisme perusak seperti bubuk kayu kering, rayap kayu kering dan rayap subteran. Selanjutnya juga dinyatakan bahwa secara anatomi dan kimiawi bambu dan kayu memiliki kesamaan, oleh karena itu faktor-faktor yang berpengaruh pada kayu juga akan berpengaruh pada sifat-sifat bambu. Sifat-sifat bambu tersebut meliputi:

(16)

Berat jenis bambu adalah perbandingan berat bambu terhadap berat suatu volume air yang sama dengan volume tersebut. Menurut Liese (1980), berat jenis bambu berkisar antara 0,5-0,9 gr/cm2.

Perhitungan besarnya berat jenis kering tanur bambu dipergunakan persamaan dengan benda uji sama seperti benda uji kadar air.

BJ=Wa

Gb ... (1) Keterangan: BJ = Berat jenis bambu

Wa = Berat benda uji kering oven (gram)

Gb = Berat air yang volumenya sama dengan volume benda uji kering oven (gram)

2. Kandungan Air

Menurut Liesse (1980), kandungan air dalam batang bambu bervariasi baik arah memanjang maupun arah melintang. Hal itu juga tergantung pada umur, waktu penebangan, dan jenis bambu. Untuk menghitung kadar air benda uji tersebut dapat digunakan persamaan sebagai berikut:

Ka=Wb−Wa

Wb X100 ... (2) Keterangan: Wb = Berat kering udara

(17)

Menurut Prawiroatmodjo (1990), perubahan dimensi bambu tidak sama dalam ketiga arah struktur radial, tangensial dan longitudinal sehingga kayu atau bambu bersifat anisotropik.

3.7 Sifat Mekanik Bambu 1. Kuat Tarik

Kuat tarik atau keteguhan tarik bambu yaitu suatu ukuran kekuatan bambu dalam hal kemampuannya untuk menahan gaya-gaya,yang cenderung menyebabkan bambu itu terlepas satu samalain (Pathurahman, 1998).

σmaks=P . maks

A ... (3) Keterangan:

� maks = kekuatan/tegangan tarik pada batas maksimum (kg/cm2)

A = luas penampang melintang pada bagianpaling kecil di tengah-tengah batang benda uji (cm2)

P maks = beban tarik maksimum (kg)

(18)

Tabel 1. Kuat Batas dan Tegangan Ijin Bambu (Morisco 1999:18)

Macam

Tegangan Kuat Batas(kg/cm2)

Tegangan Ijin (kg/cm2)

Tarik 981 – 3920 294,2

Lentur 686 – 2940 98,07

Tekan 245 – 981 78,46

E tarik 98070 - 294200 196,1 x 102

Janssen (1980) menyatakan bahwa kekuatan tarik bambu akan menurun dengan meningkatnya kadar air, kekuatan tarik maksimum bagian luar bambu paling besar dibandingkan dengan bagian-bagian yang lain. Di dalam internodia sel-selnya berorientasi ke arah sumbu aksial, sedang pada nodia sel-selnya mengarah pada sumbu transversal. Oleh karena itu bagian batang yang bernodia mempunyai kekuatan tarik maksimum yang lebih rendah daripada bagian batang yang tidak bernodia.

2. Kuat Tekan

Kekuatan tekan merupakan kekuatan bambu untuk menahan gaya dari luar yang datang pada arah sejajar serat yang cenderung

(19)

A = luas penampang bagian yang tertekan pada benda uji (cm2)

P maks = beban tekan maksimum (kg)

3.8. Analisis of Varian (Anova)

Langkah-langkah menghitung Analysis of Varian (Anova) menurut (Sugiyono, 2002:163) sebagai berikut:

1) Menghitung jumlah kuadrat total (Jktot) JKtot=∑(∑ Xtot)2−(∑ Xtot)2

N

2) Menghitung jumlah kuadrat antar kelompok (Jkantar) JKantar=∑(∑ Xk)2

nk

(∑ Xtot)2 N

3) Menghitung jumlah kuadrat dalam kelompok (Jkdalam) JKdalam=JKtotJKantar

4) Menghitung Mean kuadrat antar kelompok (Mkantar) MKantar=JKantar

m−1

5) Menghitung Mean kuadrat dalam kelompok (Mkdalam) MKdalam=JKdalam

N−m

6) Menghitung Fhitung Fhitung= MKantar

MKdalam

(20)

8) Membuat kesimpulan pengujian

IV. Metode Penelitian

IV.1. Rancangan Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif mencakup eksperimen dan survey, namun dalam hal ini hanya membahas metode penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh-pengaruh tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan (Sugiyono,2015:72). Metode eksperimen mempunyai ciri khas tersendiri, terutama dengan adanya kelompok kontrolnya. Jenis penelitian eksperimen ini berupa pengujian kuat tarik dan kuat tekan bambu memberi perlakuan berupa pengawetan menggunakan larutan borate dengan konsentrasi 10%. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bahan Teknik Sipil UNNES.

IV.2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalh sebagai berikut:

a. Bambu Apus

Dalam penelitian ini digunakan bambu apus bagian pangkal, tengah, ujung dengan nodia dan tanpa nodia, dengan jumlah sampel sebagai berikut:

(21)

Pengujian

Sampel bernodia Sampel tanpa nodia pangka

Variabel dalam penelitian ini adalah: a. Kuat mekanik bambu

Kuat Tarik dan Kuat Tekan pada bambu dengan pengawet dan tanpa pengawet.

b. Posisi bambu

Dengan nodia dan tanpa nodia (bagian pangkal, tengah dan ujung)

IV.4. Teknik Pengumpulan Data a. Peralatan Pengujian

Tabel 3.Peralatan Pengujian

Nama Alat Fungsi

1) Penggaris siku Untuk memeriksa apakah bambu hasil potongan sudah sesuai atau tidak.

2) Jangka sorong Digunakan untuk memeriksa ukuran dimensi bambu lebih teliti.

(22)

untuk membuat ukuran pada bambu yang telah ditentukan

4) Timbangan Timbangan digunakan untuk mengukur berat

5) Gelas ukur Untuk mengukur

volume benda uji

bambu dalam

pengujian berat jenis dengan kapasitas 100 ml.

6) Ember Untuk membuat larutan

borate.

8) Gergaji Gergaji digunakan

untuk memotong

bambu.

9) Hidrometer Untuk mengecek

kesesuaian larutan borate.

10) Pewarna tekstil Untuk memberi warna pada larutan borate.

12) Besi perojok/Tatah Untuk melubangi atau membuat patahan-patahan pada ujung bambu.

13) Universal Testing

(23)

b. Pembuatan Benda Uji dan Pengawet 1. Bahan pengawet Bambu

Bahan pengawet yang digunakan dari campuran boraks, boric acid, dan air dengan konsentrasi 10%.

2. Pengujian Kadar Air dan Penyusutan Bambu a. Kandungan Air (ISO 3130-1975)

Pengujian kadar air dilakukan dengan cara menimbang terlebih dahulu sampel, kemudian sampel dioven selama 24 jam, lalu sampel ditimbang lagi beratnya setelah dioven. Benda uji kadar air bambu berukuran panjang 12 cm dan lebar 1 cm.

b. Penyusutan (ISO 3130-1975)

Penyusutan bambu dihitung dengan membandingkan antara berat dan volume benda uji. Benda uji penyusutan bambu berukuran panjang 12 cm dan lebar 1 cm.

c. Kuat Tarik Sejajar Serat (ISO 3346-1975)

Benda uji kuat tarik sejajar serat berbentuk seperti huruf I dengan ukuran panjang 30 cm dan lebar 2 cm. Pengujian dilakukan dengan cara dijepit pada kedua ujungnya,kemudian ditaruk hingga dicapai beban maksimumnya. Pengujian kuat tarik sejajar serat menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM).

(24)

Pengujian kuat tekan sejajar serat dilakukan dengan cara benda uji diletakkan pada plat datar, kemudian ditekan sampai diperoleh beban maksimum. Benda uji kuat tekan sejajar serat berukuran panjang 2 x diameter bambu.

IV.5. Teknik Analisis Data

Analisis data yang dilakukan berupa analisis data pengujian kadar air, berat jenis, penyusutan, kuat tarik, kuat tekan, dan Analysis of Varian (Anova). Data yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah nilai-nilai hasil

(25)

IV.6. Bagan Alir Penelitian

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Liese, W. 1980. Preservation of Bamboo. In Lessard, G & Chouinard, A (eds).Bamboo Reseach in Asia. IDRC Canada.

Morisco. 1999. Rekayasa Bambu. Yogyakarta.

Pathurahman. 1998. Aplikasi Bambu pada Struktur Gable Frame. Fakultas Teknik. UGM. Yogyakarta

Tim ELSPPAT. 2000. Pengawetan Kayu dan Bambu. Puspa Swata Dwi, A. 2014. Konstruksi Bambu Untuk Bangunan. Yogyakarta: TAKA.

Garland, L. 2003. Vertical Soak Diffusion Cara Mengawetkan Bambu. Bali: EBF. Handayani, S. 2007. Pengujian Sifat Mekanik Bambu (Metode Pengawetan

Dengan Boraks). (Jurnal).

Fadhil, A. 2015. Analisis Kuat Lekat Tulangan Polos Bambu (Ori, Petung, Wulung) Terhadap Tulangan Baja. Skripsi tidak diterbitkan. FT UNS Surakarta.

Gambar

Tabel 1. Kuat Batas dan Tegangan Ijin Bambu (Morisco 1999:18)
Tabel 3.Peralatan Pengujian
Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Pada model bangunan swalayan berukuran 125 x 81 meter persegi dengan jarak antar rak rata-rata adalah 2,3 meter memiliki jari-jari sel paling besar sehingga jumlah access point

Seharusnya PT Pelabuhan IV Cabang Samarinda dalam mengestimasi saldo kas akhir lebih berhati-hati karena biasanya pada triwulan IV yakni pada bulan Oktober, November

Dalam usaha menganalisa proses motor bakar umumnya digunakan siklus udara sebagai siklus ideal, dimana siklus udara menggunakan beberapa keadaan yang sama dengan

Analisis data dilakukan dengan pendekatan Structural Equation Modeling (SEM), yaitu SEM berbasis covariance. Berdasarkan hasil dari analisis data yang dilakukan,

Pengukuran potensial puncak oksidasi ini diharapkan dapat diketahui besar potensial minimum yang diperlukan untuk mengoksidasi senyawa cinchona base pada

Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (6) dan Pasal 44 ayat (3) huruf a telah dilakukan, KEK belum dapat juga beroperasi, Dewan Nasional

variabel ini positif, artinya semakin tinggi Social Competence, maka akan semakin tinggi pula kinerja tenaga perawat dan sebaliknya.. Berpengaruhnya social competence

Hubungan kuantitatif struktur kimia dan aktivitas biologis obat (HKSA) merupakan bagian penting rancangan obat, dalam usaha untuk mendapatkan suatu obat baru