• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN WIDYAISWARA SEBAGAI MANAJER dal STRATE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN WIDYAISWARA SEBAGAI MANAJER dal STRATE"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN WIDYAISWARA SEBAGAI MANAJER STRATEGIS

KEGIATAN PEMBELAJARAN PADA SUATU DIKLAT

Adi Riyanto Suprayitno, S.Pd., M.Si

1

)

Pendahuluan

Satu hal yang memegang peranan penting bagi keberhasilan pelaksanaan kegiatan pembelajaran (belajar-mengajar) diklat, adalah bagaimana mengelola kegiatan tersebut dengan baik. Agar pelaksanaan pembelajaran berjalan efisien dan efektif maka diperlukan penguasaan berbagai pengetahuan dan keterampilan yang kemudian dapat diimplementasikan dengan tepat, sistematis, serta dirancang dalam suatu skenario atau strategi yang jelas, sehingga kegiatan pembelajaran tersebut menjadi kondusif, suportif, dan bermakna yang dapat mengakibatkan peserta didik terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran tersebut.

Membahas pengelolaan sebuah kegiatan berarti membahas tentang manajemen. Dalam kegiatan apapun, keberadaan manajemen mempunyai arti penting, karena di dalamnya mengandung fungsi-fungsi essensial yang bersifat universal yang mampu memberikan pedoman dan arah bagi keberhasilan sebuah kegiatan. Demikian pula, dalam pengelolaan proses atau kegiatan pembelajaran, keberadaan manajemen dan pegimplementasiannya akan menjadikan kegiatan tersebut berjalan efektif dan efisien. Menurut Handoko (1997) bahwa tanpa manajemen semua usaha akan sia-sia dan pencapaian tujuan akan lebih sulit. Ada tiga alasan utama diperlukannya manajemen:

1. Untuk mencapai tujuan.

2. Untuk menjaga kesemibangan di antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan. 3. Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas.

Widyaiswara sebagai Manajer Kegiatan Pembelajaran

Tidak dapat dipungkiri, bahwa selain pada peserta diklat itu sendiri, keberhasilan peserta diklat dalam menyerap, mengerti dan memahami materi yang disampaikan dalam sebuah kegiatan pembelajaran (diklat) sebagian besar terletak dipundak widyaiswara (WI). Banyak peran yang dimainkan oleh WI dalam menjalankan tugasnya, salah satunya adalah peran pengajar. Dalam menjalankan perannya sebagai pengajar,

(2)

melekat pada tugas WI fungsi manajerial dimana dalam berinteraksi dengan peserta didik, baik di dalam maupun di luar kelas, WI tersebut berkedudukan sebagai manajer kegiatan belajar mengajar atau pembelajaran.

Handoko (1997) menyatakan bahwa manajer adalah orang yang bertanggung atas bawahan dan sumberdaya-sumberdaya organsasi. Dengan demikian dalam konteks diklat, WI sebagai manajer memiliki tanggung jawab atas kelancaran dan keberhasilan kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan berbagai sumberdaya yang tersedia (baik sumberdaya manusia maupun material yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran).

Kelancaran dan keberhasilan kegiatan pembelajaran identik dengan konsep efisiensi dan efetivitas. Kedua konsep ini perlu menjadi perhatian WI, ketika menjalankan perannya sebagai manajer. Efisiensi adalah kemampuan WI untuk melaksanakan pekerjaan dan tanggung jawabnya dengan benar. Seorang manajer efisien mampu mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia untuk mencapai output yang bermutu, termasuk di dalamnya bagaimana menghasilkan alumni diklat yang mutunya lebih baik dibandingkan sebelum mereka menjadi peserta diklat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Efektivitas merupakan kemampuan WI untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, WI sebagai manajer efektif harus dapat memilih strategi atau metode yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Kegiatan manajemen yang dilaksanakan oleh WI dalam kegiatan pembelajaran tidak berbeda dengan bentuk manajemen lainnya, yaitu memperhatikan kaidah kelengkapan tahapan manajemen: perencanaan, pengorganisasian, pelaksaanaan, dan pengendalian. Namun manajemen dalam pembelajaran hendaknya dipandang sebagai

kolaborasi antara stakeholder, yaitu WI, peserta diklat dan penyelenggara atau lembaga diklat. Untuk itu di dalam manajemen pembelajaran setiap tahapan ditempatkan dalam dua konteks sebagai berikut:

(3)

konteks pemberdayaan SDM, baik SDM peserta diklat, WI, maupun penyelenggara diklat.

Manajemen Strategis Pembelajaran dan Operasionalisasi Fungsi Manajerial WI Terminologi strategis semula bersumber dari kalangan militer dan secara populer sering dinyatakan sebagai “kiat yang digunakan oleh para Jenderal untuk memenangkan suatu peperangan” (Siagian, 2002). Dalam bahasan ini aplikasinya disesuaikan dengan konteks kegiatan yang dilaksanakan dengan tetap mempertahankan pengertian semula, yaitu bagaimana caranya agar para WI dapat memenangkan “peperangan” (mencapai hasil yang dinginkan) dalam suatu Kegiatan Pembelajaran. Mangkuprawira (2003) menyatakan bahwa strategis adalah cara mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu.

Mengacu dari uraian-uraian di atas, dengan demikian yang dimaksud dengan manajemen strategis dalam kegiatan pembelajaran adalah serangkaian keputusan dan tindakan mendasar (yang bersifat strategis) yang dibuat oleh WI dan diimplementasikan oleh WI tersebut dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. Artinya, sebagai manajer dalam kegiatan pembelajaran, seorang WI harus mampu mengambil keputusan yang strategis di mana sejumlah sumberdaya yang terbatas dialokasikan pada sejumlah alternatif upaya kegiatan pembelajaran dalam rangka mengorganisasikan dan mengoperasikan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

(4)

.

Gambar: alur manajemen strategis kegiatan pembelajaran

1. Identifikasi Tujuan dan Sasaran

Tugas pertama yang perlu dilakukan oleh seorang WI adalah menetapkan tujuan dari kegiatan pembelajaran. Tujuan pada hakekatnya adalah rumusan kompetensi yang diharapkan dapat dimiliki atau dikuasai oleh peserta diklat setelah menempuh proses pembelajaran diklat. Dalam tataran implementatif, tujuan adalah apa yang nantinya dapat dikerjakan dan diimplementasikan oleh peserta diklat setelah menyelesaikan proses belajar ketika kembali ke masyarakat atau lingkup kerjanya. Artinya bahwa, tujuan ini haruslah bermanfaat bagi peserta diklat. Kompetensi yang diharapkan akan dicapai oleh peserta diklat mencakup kemampuan intelektual (kognitif), sikap (affektif), dan keterampilan fisik/kemampuan

(5)

bertindak (psikomotorik), yang penekannannya aka berbeda-beda diantara satu program diklat dengan program diklat lainnya.

Tanpa adanya tujuan maka tidak akan pernah ada ukuran yang dapat dipakai untuk menilai keberhasilan dari kegiatan pembelajaran tersebut. Penetapan tujuan-tujuan kegiatan pembelajaran sebaiknya harus terukur, dapat dinilai dan dievaluasi dengan mudah, serta sesuai dengan kendala-kendala yang ada. Tujuan-tujuan kegiatan pembelajaran ini kemudian diuraikan menjadi tujuan-tujuan khusus, yaitu tujuan yang lebih rinci dan spesifik Selanjutnya, tujuan khusus ini disusun dalam urutan yang logis. Tujuan ini akan mempengaruhi pemilihan bahan, metode, dan juga penilaian.

2. Sumberdaya yang terbatas

Hal yang tidak kalah pentingnya yang juga dapat menjadi bagian dari tahapan penetapan tujuan kegiatan pembelajaran adalah memikirkan ketersediaan dan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Terkadang, WI ingin mencapai tujuan yang setinggi-tingginya, tetapi kurang menyadari keterbatasan sumberdaya yang ada.

Dalam suatu kegiatan pembelajaran diklat, pengertian sumber daya ini mencakup: (1) fasilitas yang tersedia : sarana dan prasarana yang tersedia seperti ruang kelas,

ketersediaan peralatan dan bahan bantu pembelajaran antara lain OHP, alat tulis dan lain sebaginya.

(2) karakteristik peserta diklat : perlu diperhatikan bahwa para peserta diklat adalah orang dewasa sehingga pemahaman tentang psikologi pendidikan orang dewasa perlu diketahui oleh WI. Selain itu bahwa latar belakang pendidikan, latar belakang daerah asal, kemampuan, motivasi dan emosional para peserta juga berbeda-beda, sehingga respon para peserta tersebut terhadap perilaku WI dan apa yang akan disampaikan oleh WI tersebut juga akan berbeda-beda dari satu peserta dengan peserta lainnya.

(3) sumber bahan ajar dan/atau kepustakaan : sebagai acuan untuk memilih materi dalam rangka menyusun bahan ajar. Sumber bahan ajar tidak hanya berbentuk fisik namun narasumber yang menguasai permasalahan atau materi yang akan diajarkan juga termasuk dalam kategori ini.

(6)

ini perlu diperhatikan agar nantinya WI dapat memperkirakan materi yang disusun berdasarkan waktu yang tersedia, dan juga dapat mengatur irama atau tempo dalam suatu kegiatan pembelajaran sehingga kegiatan tersebut dapat berlangsung secara efektif dan efisien.

3. Alternatif

Setelah menetapkan garis besar tujuan dan menyadari tentang keberadaan sumberdaya yang dimiliki, tiba saatnya untuk menentukan beberapa alternatif yang bisa dimajukan sebagai pilihan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran. Pada tahap ini sudah seharusnya para WI mampu menjawab sekurang-kurangnya tiga pertanyaan penting, yaitu:

(1) Materi apa yang dipilih untuk dijadikan bahan ajar?

Materi yang akan diajarkan hendaknya disusun dan diramu secara sistematis, yang kemudian dituangkan ke dalam sebuah bahan ajar. WI harus selektif dalam memilih materi untuk dijadikan bahan ajar. Diperlukan berbagai referensi dalam rangka lebih memberdayakan dan meningkatkan pemahaman terhadap materi yang akan dijadikan bahan ajar. Materi yang diajarkan harus bersifat “up to date” sesuai dengan perkembangan dan perubahan iptek. Dan yang terpenting adalah materi yang akan disampaikan harus dikuasai sehingga WI tidak asal mengajar.

WI harus mampu memilih dan memilah materi yang diharapkan dapat mengantar peserta diklat menguasai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, susunan dan ramuan harus sejalan dengan atau sejiwa dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

(2) Dengan metode dan strategi atau cara bagaimana mengkomunikasikan atau menyampaikan materi tersebut?

(7)

WI dituntut mampu meningkatkan kemampuan mendayagunakan metode atau cara mengajar yang lebih menjamin terciptanya swadaya dan swakarsa peserta diklat. Banyak metode dan strategi pembelajaran yang dapat dilaksanakan dalam suatu kegiatan pembelajaran, namun yang penting bagi para WI metode atau strategi manapun yang akan digunakan, harus jelas terlebih dahulu tujuan yang akan dicapai, bahan ajar yang akan diajarkan, serta jenis kegiatan pembelajaran yang dinginkan. Pada kenyataannya tidak mungkin seorang WI hanya menggunakan satu bentuk metode pembelajaran. Apabila WI menginginkan agar peserta diklat terlibat secara aktif, maka perlu diadakan kegiatan pembelajaran yang bervariasi. Usaha-usaha yang diajukan dalam rangka meningkatkan kualitas kegiatan pembelajaran adalah mengkombinasikan berbagai metode pembelajaran setiap kali WI menyampaikan materi (mengajar). (3) Bagaimana cara mengevaluasi untuk melihat tercapai tidaknya tujuan?

Evaluasi perlu dilakukan untuk mengetahui hasil dari kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Evaluasi merupakan suatu hal yang essensial dalam pengambilan keputusan yang sehat. Beberapa keputusan akan berpengaruh terhadap kelanjutan jalannya diklat, misalnya untuk acuan perbaikan cara mengajar, penyempunaan kurikulum, pemilihan materi dan lain sebagainya.

Evaluasi dilakukan tidak hanya pada ketuntasan kegiatan belajar (seberapa jauh peserta memehami materi yang telah disampaikan) dan kedisiplinan peserta diklat tetapi juga menyangkut pelayanan yang diberikan pada peserta diklat, dengan demikian dimensi evaluasi disini menyangkut evaluasi terhadap para peserta dan juga evaluasi terhadap WI serta penyelengara diklat.

(8)

problem solving. Untuk itu, evaluasi pembelajaran yang diberikan kepada peserta diklat hendaknya lebih mengarah atau porsinya lebih banyak pada bentuk-bentuk case analyze atau analisa kasus untuk kemudian dipecahkan oleh peserta diklat.

Penutup

Diperlukan keputusan yang strategis dari seorang WI untuk mengoperasionalkan ketiga elemen tersebut di atas. Dengan demikian aplikasinya dalam konteks pembelajaran dalam sebuah program diklat adalah WI dituntut untuk mampu merencanakan, memilih dan mengorganisasikan materi secara sistematis, yang kemudian dengan menggunakan metode-metode pembelajaran yang tepat mampu mengoperasionalisasikan atau mengkomunikasikan dengan baik, benar dan tepat kepada peserta diklat sehingga tercapailah tujuan dari pembelajaran atau diklat tersebut.

Hal penting yang merupakan tahapan pertama dari operasionalisasi ketiga elemen di atas yang nantinya menjadi acuan strategis dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran adalah menuangkannya dalam sebuah garis-garis besar program pembelajaran (GBPP) yang merupakan bentuk sebuah program kegiatan yang disusun secara sistematis. Artinya, di dalam sebuah GBPP berisi arah perubahan perilaku peserta (tujuan) dan berbagai kemungkinan upaya pembelajaran (baik isi/materi pembelajaran maupun kegiatan pembelajaran/diklat (metode dan pendekatan), yang kemudian dilanjutkan dengan pembuatan satuan acara pembelajaran (SAP) dan bahan ajar.

PUSTAKA 1. Handoko. 1997. Manajemen. Yogyakarta: BPFE

2. Mangkuprawira S, Tb. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Jakarta: Ghalia Indonesia.

3. Siagian S. 2002. Manajemen Stratejik. Jakarta: Bumi aksara

(9)

IDENTITAS PENULIS

NAMA

: ADI RIYANTO SUPRAYITNO, S.Pd., M.Si

INSTANSI

: BALAI DIKLAT KEHUTANAN MAKASSAR

ALAMAT DI BOGOR

: DRAMAGA LOCENG RT. 02/RW.04 NO.9 KEL.

MARGAJAYA KEC.BOGOR BARAT - BOGOR

HP. 08128760883

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian selanjutnya dilakukan pada alat absensi yang berada pada luar ruangan dengan jarak ±35 dan ±30 Meter, pada pengujian ini perangkat android sony tidak menemukan hostpot

Selanjutnya dikatakan pula dalam al-Qur’an bahwa (pria adalah pemimpin bagi wanita) dan wanita (isteri) itu mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara

Seorang nyai berperan di dalam transformasi modernisasi di Jawa pada khususnya, transformasi modernisasi yang penulis maksud adalah proses perubahan kebiasaan atau budaya

Penelitian ini memiliki tujuan: (1) untuk mengetahui pengaruh independensi terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan, (2) untuk mengetahui pengaruh

memberontak (dalam puisi-puisi Chairil Anwar), menghayatinya (dalam puisi- puisi Goenawan dan Sapardi Djoko Damono), sampai kepada bentuk yang lebih “ekstrim”

Seperti diungkapkan oleh Staub (dalam Dayakisni, 2003) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku prososial adalah personal values atau nilai-nilai yang

L1: Tentu saja, apa yang anda lukiskan tergantung pada jenis barangnya, dan kita tidak punya waktu untuk mencakup semuanya disini, tetapi mari kita berkonsentrasi pada

Ketika sinyal dari masukan berlogika tinggi (0V) maka arus akan melewati dioda D2 (D2 on), kemudian arus tersebut akan membias transistor T2, sehingga arus yang akan mengalir