• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lateks karet alam bebas protein menggunakan natrium hidroksida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Lateks karet alam bebas protein menggunakan natrium hidroksida"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Lateks karet alam bebas protein menggunakan natrium hidroksida

Noviyan Darmawan1,*, Febby Fitrianti1, Indiah Ratna Dewi2,*

1

Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Gedung Kimia Wing 1 Lantai 3, Jalan Tanjung Kampus IPB, Dramaga, Babakan, Dramaga, Bogor, Jawa Barat 16680, Indonesia

2 Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik, Jalan Sukonendi 9, Semaki, Umbulhardjo, Daerah Istimewa Yogyakarta

55166, Indonesia

* e-mail: indiah.dardanela@gmail.com, noviyandarmawan@apps.ipb.ac.id

ABSTRAK

Sarung tangan lateks merupakan salah satu produk unggulan industri karet di Indonesia yang bernilai ekonomis. Kapasitas produksi sarung tangan lateks telah lebih dari 350 juta helai per bulan di Indonesia. Namun, lateks karet alam memiliki kandungan protein yang dapat mengakibatkan alergi, yaitu protein hev b1 dan hev b3. Maka dari itu, deproteinasi lateks merupakan langkah yang tepat untuk mengatasinya, salah satunya menggunakan agen deproteinasi basa. Prinsip kinerja agen deproteinasi basa adalah merusak interaksi ikatan kovalen. Pada penelitian ini, basa yang digunakan adalah NaOH dengan variasi konsentrasi 0,10; 0,15; dan 0,20 phr. Hasil analisis protein dari lateks karet alam menunjukkan hasil deproteinasi berbanding lurus dengan konsentrasi NaOH yang digunakan. Hasil optimum diperoleh saat konsentrasi NaOH sebesar 0,20 phr dengan penurunan kadar protein sebesar 40,88% dari lateks karet alam awal. Sehingga, sarung tangan dengan lateks terdeproteinasi ini dapat meminimalisir alergi terhadap penggunanya.

(2)

Protein-free natural rubber latex with sodium hydroxide

Noviyan Darmawan1,*, Febby Fitrianti1, Indiah Ratna Dewi2,*

1 Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Gedung Kimia

Wing 1 Lantai 3, Jalan Tanjung Kampus IPB, Dramaga, Babakan, Dramaga, Bogor, Jawa Barat 16680, Indonesia 2

Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik, Jalan Sukonendi 9, Semaki, Umbulhardjo, Daerah Istimewa Yogyakarta 55166, Indonesia

* e-mail: indiah.dardanela@gmail.com, noviyandarmawan@apps.ipb.ac.id

ABSTRACT

The production capacity of latex gloves has more than 350 million pieces per month in Indonesia and is one of main product of rubber industry in Indonesia. However, natural rubber latex contain allergenic protein, therefore in this research, the deproteination of natural rubber was conducted using sodium hidroxide base. The optimum conditions was found using concentration of base is 0.2 phr with the decrease of protein content is 41%.The tensile strenght of the deproteinized rubber compound was 23,36 N/mm², and the optimum elasticity reach 854,6%.

(3)

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara produsen karet alam kedua terbesar di Asia setelah Thailand

pada tahun 2014. Indonesia mampu menghasilkan karet alam sebesar 3.200.000 ton per tahun.

Lateks karet alam banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan produk-produk kesehatan,

seperti sarung tangan, alat kontrasepsi, silikon gigi pembuka mulut, kateter, selang infus, dan

tabung sengstaken-blakemore. Sarung tangan lateks merupakan salah satu produk unggulan industri

karet di Indonesia yang bernilai ekonomis. Kapasitas produksi sarung tangan lateks telah lebih dari

350 juta helai per bulan di Indonesia. Namun, penggunaan lateks karet alam sebagai bahan baku

sarung tangan menghadapi masalah karena diketahui mengandung protein alergen (hypo alergenic

protein) yang berpotensi menyebabkan penyakit kanker (Marlina 2009) saat direaksikan dengan

senyawa karbamat yang menimbulkan nitrosamin (Utamaet al 1999), dan menyebabkan alergi pada

kulit (Prihatin et al 2014). Maka dari itu, deproteinasi lateks merupakan langkah yang tepat untuk

mengatasinya.

Pada umumnya lateks yang digunakan merupakan lateks karet alam dari pohon Havea

brasiliensis. Komposisi lateks karet alam meliputi karet (30,0-40,0%), resin (1,0-2,0%), protein

(2,0-2,5%), gula (1,0-1,5%), abu/ash (0,7-0,9%), dan air (55,0-60,0%). Komponen utama dari karet

alam adalah polimer poliisoprena. Struktur polimer poliisoprena ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur polimer isoprena

Kandungan protein dalam lateks karet alam terdapat pada permukaan partikel karet, yang

berinteraksi secara kimia dan fisis (Kawahara et al 2004). Protein lateks terdiri dari asam amino dan

menunjukkan karakteristik asam basa. Asam amino memiliki gugus α-karboksil asam dan gugus α

-amino basa dengan rantai samping netral (Wei et al 2014).

Kandungan protein-protein spesifik di dalam karet, khususnya yang terdapat di dalam partikel

lutoid (bottom fraction) lateks. Protein utama yang terdapat pada partikel lateks dan mempengaruhi

kuantitas lateks yang dihasilkan oleh suatu pohon karet adalah hevein. Protein hevein memiliki

aktivitas antifungal secara in vitro (Parijs et al 1991), dan dapat menjaga stabilitas koloidal lateks.

Selain itu terdapat protein lain yaitu pseudohevein (Astrid et al 2014), hevamin (Lee et al 2006),

dan hev b1-hev b14 yang telah diakui International Union of Immunological Societies (IUIS) H

H2C H3C

CH2

(4)

sebagai agen penyebab alergi lateks karet alam. Hev b1 dan hev b3 adalah dua protein alergenik

utama (Pichayakorn et al 2012). Namun, stabilitas atau kemampuan protein untuk menahan

perubahan struktural, tergantung pada faktor lingkungan seperti suhu, pH dan modifikasi kimia

selama pembuatan produk karet (Wei et al 2014).

Perlakuan lateks sebelum vulkanisasi dapat mengurangi protein hingga tingkat ultra rendah

(Wei et al 2014). Protein dalam lateks karet alam dapat dihilangkan menggunakan agen denaturasi

seperti urea, guanidin hidroklorida, enzim proteolitik, dan surfaktan melalui proses inkubasi

(Chaikumpollert et al 2012), pengikatan ion logam (Wei et al 2014), dan perlakuan sentrifugasi

(Hamada et al 2000). Pembentukan ikatan ion antara kompleks dengan protein adalah cara yang

efisien untuk mengikat protein dalam lateks dan mendenaturasi protein dalam lateks (Wei et al

2014). Senyawa NaOH adalah salah satu agen deproteinasi yang dapat digunakan dengan perlakuan

alkalin ringan (Mizani dan Aminlari 2007).

BAHAN DAN METODE

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam percobaan adalah lateks, NaOH, sulfur, ZnO, ZDEC, Ionol,

CaCO3 2000 mesh, darvan, air, KOH 10%, Ca Nitrat, Etanol 96%, larutan buffer (pH 4.1; 6.8; dan

10.0).

Peralatan Penelitian

Alat yang digunakan dalam percobaan adalah alat-alat kaca yang umum di laboratorium

kimia, sudip, alat kukus, neraca massa, sentrifuge (Eppendorf centrifuge 5810), alumunium foil, ball

mill, toples, stirrer (IKA® RW20 Digital), dan pH meter [PH-009(I)], mixer, jangka sorong

(Mitutoyo), Alat ukut ketebalan (Mitutoyo), Alat pencetak dambel, dan Alat uji daya tarik (Tinius

Olsen).

Metode Penelitian

Deproteinasi Lateks Menggunakan Agen Pendeproteinasi Basa NaOH

Setiap 0.10; 0.15; 0.20 phr NaOH dilarutkan dalam air hangat 50 phr dalam gelas piala ukuran

500 ml. Lateks 60% 50 phr diencerkan dengan larutan tersebut, lalu pH awal sampel dicek

menggunakan pH digital. Sampel diaduk menggunakan stirrer dengan kecepatan 200 rpm selama

20 jam, dan dicek pH setiap 5 jam. Setelah itu, sampel disentrifuge dengan kecepatan 3500 rpm

(5)

dan pemisahan dilakukan sebanyak tiga kali. Krim lateks yang diperoleh diaduk dan ditimbang,

sedangkan serum lateks dibuang ke wadah limbah serum lateks.

Tabel 1. Komposisi bahan deproteinasi 300 gram lateks 30% menggunakan agen NaOH.

Kadar NaOH (phr)

Bobot bahan (gram) Lateks

60% Air NaOH

0.10 149.9 149.8 0.3

0.15 149.8 149.8 0.4

0.20 149.7 149.7 0.6

Bobot bahan yang digunakan ditentukan dengan persamaan berikut:

Bobot bahan = × Total bobot yang digunakan

Uji Kadar Air Krim Lateks Terdeproteinasi dan Pengenceran

Masing-masing krim lateks diambil 2 gram, lalu dioven dengan suhu 105°C selama 15 menit.

Setelah itu, ditimbang dan dicatat bobotnya. Sebelumnya, bobot wadah ditimbang terlebih dahulu.

Semua dilakukan hingga diperoleh bobot krim lateks konstan sebanyak tiga kali berturut-turut.

Kandungan kadar air pada krim lateks dihitung dengan persamaan berikut:

Krim lateks yang telah diuji kadar air, diencerkan hingga 60% dengan penambahan air dan diaduk

lalu. Air yang ditambahkan dihitung berdasarkan persamaan berikut :

Keterangan :

Mlateks : Konsentrasi krim lateks (%)

Blateks : Bobot krim lateks (gram)

Mtotal : Konsentrasi sampel yang diinginkan (%)

(6)

Uji Kadar Nitrogen

Lima gram lateks terdeproteinasi (DPNRL) dipisahkan untuk uji kadar nitrogen menggunakan

metode Kjeldahl. Kandungan protein lateks ditentukan oleh perubahan kandungan nitrogen yang

diukur dengan metode tersebut. Kandungan protein pada lateks dihitung dengan persamaan berikut :

Dispersi Bahan Kimia Aditif

Dispersi bahan kimia aditif dilakukan agar diperoleh bahan kimia aditif dengan konsentrasi

50% sebanyak 200 gram. Sulfur ditimbang 100 gram (50% b/b) pada wadah dispersi, ditambahkan

8 gram (4% b/b) darvan dan air 92 gram (46% b/b). Lalu ditambahkan bola keramik ukuran kecil,

sedang, dan besar masing-masing 3 buah, kira-kira volume bola memenuhi setengah volume

tabung. Wadah dispersi ditutup rapat dengan plastik dan tutup ulir serta direkatkan dengan solatip.

Setelah itu, didispersikan menggunakan ball mill selama 24 jam. Dispersi juga dilakukan untuk

bahan ZnO, ZDEC, Ionol, TiO2, dan CaCO3 2000 mesh dengan cara dan komposisi yang sama.

Komponding Lateks Terdeproteinasi (DPNRL)

DPNRL dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml, lalu ditambahkan KOH 10%; Sulfur 50%;

0, ZnO 50%; ZDEC 50%; ionol 50%; 0.49 gram SDS; dan CaCO3 2000 mesh. Komponding

tersebut diaduk selama 15 menit, lalu ditutup rapat dan disimpan selama 3-5 hari. Kompon dengan

jumlah kecil dapat diaduk manual, sedangkan kompon dalam jumlah banyak diaduk menggunakan

mixer.

Tabel 2. Komposisi bahan kompon sebagai bahan pembuatan film lateks

Bahan Phr

Sampel lateks 60% 100.00

KOH 0.30

Sulfur 1.50

ZnO 0.25

ZDEC 1.50

Ionol 1.00

(7)

Pembuatan Dipcal (Dipping Coagulant)

Dipcal yang digunakan adalah Ca Nitrat (20% b/b) dilarutkan dalam etanol 96% dan

ditambahkan 10% CaCO3 2000 mesh dari berat total koagulan. Dipcal dibuat sebanyak 2500 gram.

Ca Nitrat ditimbang sebanyak 500 gram dalam wadah, lalu ditambahkan 2000 gram etanol 96%.

Kemudian diaduk hingga larut sempurna. Setelah itu, ditambahkan CaCO3 2000 mesh 250 gram dan

aduk kembali lalu ditutup rapat dan disimpan.

Pembuatan Film Lateks dan Uji Daya Tarik

Bagian bawah gelas dicelupkan pada dipcal, lalu diputar dan dikeringkan. Setelah itu,

dicelupkan pada kompon, lalu diputar dan dikeringkan. Cetakan kemudian dikukus selama 30 menit

pada suhu ± 90°C lalu dikeringkan. Hasil cetakan ditrimming atau dirapihkan bentuknya. Semua

hasil cetakan, diukur lebar dan tebal pada bagian tengah cetakan. Hasil pengukuran dimasukkan ke

dalam perangkat lunak pada komputer yang terhubung dengan alat uji daya tarik. Kemudian

dilakukan uji daya tarik pada setiap cetakan sampel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deproteinasi Lateks Menggunakan Agen Deproteinasi Basa NaOH

Protein dalam lateks dapat dihilangkan dengan menambahkan senyawa yang mengakibatkan

suasana dalam lingkungan lateks berubah, seperti NaOH. Protein adalah amfoter yang merupakan

biopolimer asam α-amino, kombinasi gugus amino dasar dan gugus karbonil asam. Oleh karena itu, modifikasi kimia dimungkinkan untuk denatur (merusak) protein pada lateks karet alam (Wei et al

2014). Denaturasi protein merupakan suatu keadaan dimana ikatan peptida protein terhidrolisis

sehingga mengalami perubahan atau perusakan struktur sekunder, tersier, dan kuartenernya menjadi

monomer-monomer asam amino penyusun protein. Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya

denaturasi protein diantaranya pemanasan, suasana asam atau basa, kation logam berat, dan

penambahan garam jenuh (Novia et al 2011). Basa NaOH memiliki unsur logam yang akan

berikatan kompleks dengan monomer protein dalam lateks, sehingga diperoleh protein yang tidak

(8)

Gambar 2. Mekanisme denaturasi protein

Proses deproteinasi lateks karet alam harus berada pada pH yang relatif tinggi atau basa untuk

menjaga kestabilan koloidalnya, maka proses deproteinasi bekerja maksimum (Astrid et al 2014).

Penyimpanan lateks karet alam baik dalam kondisi basa dengan pH 9-10 agar tidak terjadi

koagulasi. Proses pengadukan campuran lateks mencapai pH yang sesuai setelah 15 jam

pengadukan pada semua variasi konsentrasi NaOH (Gambar 3).

Gambar 3. Perubahan pH setelah penambahan NaOH dengan interval waktu 5, 10, 15, dan 20 jam

Perbedaan berat jenis antara butir karet dan serum menyebabkan partikel karet yang mempunyai

berat jenis lebih kecil dari serum akan berada di atas berbentuk lapisan krim lateks.Sampel lateks

disentrifus untuk memisahkan krim lateks dengan serum yang terkandung di dalamnya. Semakin

tinggi kecepatan putar sentrifus, maka semakin tinggi kadar karet kering (KKK) lateks yang

dihasilkan (Maspanger 2007). Krim lateks yang dipisahkan tidak bermasalah jika terkontaminasi

9 9.2 9.4 9.6 9.8 10 10.2 10.4

0.10 0.12 0.14 0.16 0.18 0.20 0.22

pH

Konsentrasi NaOH (phr)

20 jam

15 jam

10 jam

5 jam

(9)

dengan serum lateks. Hal tersebut disebabkan oleh protein yang dideproteinasi dari lateks tidak

terpisah ke dalam air atau serum, namun membentuk kompleks dalam lateks.

Kandungan protein lateks ditentukan oleh perubahan kandungan nitrogen. Hal ini dilakukan

melalui metode Kjeldahl (Wei et al 2014) menggunakan asam sulfat pekat sebagai bahan

pendekstruksi protein lateks (Rosaini et al 2015). Hasil analisis protein menunjukkan hasil

deproteinasi berbanding lurus dengan konsentrasi NaOH yang digunakan (Gambar 4). Hasil

deproteinasi optimum menghilangkan protein saat konsentrasi NaOH yang digunakan sebesar 0.2

phr. Kandungan proteinnya menurun sebesar 41% dari kandungan protein lateks karet alam awal.

Hal ini menunjukkan bahwa dengan bertambahnya NaOH, senyawa kompleks yang terbentuk

semakin banyak.

Gambar 4. Kandungan protein dalam lateks deproteinasi menggunakan agen basa NaOH.

Komponding Lateks Terdeproteinasi (DPNRL), Pembuatan Film dan Uji Tarik

Proses pembuatan barang jadi karet berupa sarung tangan, sebelum dicetak, cairan lateks

pekat harus dibuat menjadi kompon lateks. Lateks pekat merupakan lateks yang memiliki

sekurang-kurangnya 60% kadar karet kering, sedangkan kompon lateks adalah lateks pekat yang ditambah

berbagai bahan kimia untuk memberikan sifat barang jadi karet (Fachry 2012). Bahan kimia aditif

yang digunakan, yaitu KOH, sulfur, ZnO, ZDEC, ionol, dan CaCO3 2000 mesh. Kalium Hidroksida

(KOH) merupakan bahan pemantap agar tidak terjadi penggumpalan awal (prokoagulasi) pada

lateks (Andriyanti 2010). Penambahan sulfur akan mempengaruhi sifat mekanis bahan seperti

kekerasan, kekuatan tarik dan daya cengkeramnya (Hendrawan 2015). Ionol digunakan untuk bahan

penangkal untuk mencegah terjadinya proses oksidasi. CaCO3 2000 mesh digunakan berfungsi

(10)

atau penggiat vulkanisasi (activators accelerators). ZDEC digunakan sebagai senyawa pencepat

proses vulkanisasi (Fachry 2012). Kompon lateks disimpan beberapa hari agar diperoleh kompon

yang matang (Utama et al 2004). Dipping coagulant digunakan sebagai anti lengket saat proses

pembuatan film.

Setiap pencelupan, baik dalam dipping koagulan dan kompon lateks, wadah diputar-putar

perlahan agar ketebalan film lateks yang dihasilkan sama. Pembuatan film lateks dilakukan dengan

cara dikukus selama 30 menit dengan suhu ±90°C. Pengukusan atau pemanasan bertujuan lateks

terdeproteinasi tervulkanisasi (Utama et al 2004) agar kandungan kimia pada film lateks larut oleh

uap air. Warna film lateks terdproteinasi lebih putih dibandingkan kontrol yang terlihat lebih

kuning. Namun, film lateks terdeproteinasi yang diperoleh timbul bintil-bintil, sehingga film tidak

rata, sedangkan film lateks kontrol tampak lebih rata. Hal ini disebabkan adanya pra-koagulasi

dalam kompon saat pemberian bahan kimia aditif yang disertai pengadukan (Utama et al 2004).

Gambar 5. Kemuluran film lateks terdeproteinasi

Gambar 5 dan 6 menunjukkan kenaikan persentase kemuluran dan nilai daya tarik berbanding

lurus dengan konsentrasi NaOH.Seluruh hasil kemuluransampel film lateks terdeproteinasi yang

diperoleh memenuhi ketentuan SNI 06-1301-1989, yaitu kemuluran film lateks sebesar 650%.

Hasil kemuluran optimum saat film lateks dengan variasi NaOH 0,20 phr.Kompon lateks dikatakan

matang, apabila film karet yang dihasilkan memiliki tegangan putus maksimum (Utama et al

2004). Seluruh kuat tarik film lateks terdeproteinasi yang diperoleh memenuhi ketentuan SNI

06-1301-1989, yaitu minimal kuat tarik film lateks sebesar 17 N/mm². Daya tarik optimum diperoleh

saat variasi konsentrasi NaOH yang digunakan 0,20 phr dengan nilai 23,36 N/mm2 atau 238,20

kg/cm2. Walaupun kemuluran dan daya tarik film lateks memenuhi standar yang ditentukan,

besarnya lebih rendah dibandingkan film lateks kontrol atau lateks tidak terdeproteinasi. Hal ini

disebabkan jumlah protein yang berfungsi untuk menstabilkan lateks alam menurun, sehingga sifat

fisik dan mekanik film karet cenderung menurun (Utama et al 2004). 694.40

0.10 0.12 0.14 0.16 0.18 0.20 0.22

(11)

Gambar 6. Uji daya tarik film lateks terdeproteinasi

KESIMPULAN

Protein dalam lateks dapat dihilangkan menggunakan bantuan basa dengan memecah

ikatan-ikatan peptida pada protein. Hasil analisis protein dan kuat tarik menunjukkan hasil yang

berbanding lurus dengan konsentrasi NaOH yang digunakan.Deproteinasi lateks optimum saat

konsentrasi NaOH sebesar 0,20 phr , diperoleh 41% penurunan protein. Film lateks terdeproteinasi

diperoleh kuat tarik optimum 23,36 N/mm², dan kemuluran optimum mencapai 854,60%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini difasilitasi dan dibiayai oleh dana DIPA Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik

tahun 2017.

DAFTAR PUSTAKA

Andriyanti W, Darsono, Faisal W. 2010. Kajian metode vulkanisasi lateks karet alam bebas nitrosamin dan protein alergen. Prosiding PPI ISSN: 0216-3128.

Astrid D, Febrianti I, Mulyasari R, Hidayat AS, Hidayat AT, Rachman SD, Maksum IP, Rahayu I, Soedjanaatmadja UMS. 2014. Proses deproteinasi karet alam (DPNRL) dari lateks Hevea brasiliensis Muell.Arg dengan cara enzimatik. 2(2): 105-114.

Chaikumpollert O, Yamamoto Y, Suchiva K, Kawahara S. 2012. Protein-free natural rubber. Colloid Polym Sci. 290: 331-338.

Fachry A. R, Sari T.I, Putra B. A, Kristianto D.A. 2012. Pengaruh penambahan filler kaolin terhadap elastisitas dan kekerasan produk souvenir dari karet alam (Havea brasiliensis). Prosiding SNTK TOPI.

Hamada A, Ichikawa N, Hayashi M. 2000. Cationic deproteinized natural rubber latex, method of preparing the same, and treating agent used in the method. United State Patent. US

0.10 0.12 0.14 0.16 0.18 0.20 0.22

(12)

Kawahara S, Klinkai W, Kuroda H, Isono Y. 2004. Removal of protein from natural rubber with urea. 15: 181-184.

Lee MF, Chen YH, Lin HC, Wang HL, Hwang GY, Wu CH. 2006. Identification of hevamine and hev b1 as major latex allergens in Taiwan. Int Arch Allergy Immunol Paper. 139: 38-44.

Marlina P. 2009. Teknologi pembuatan sarung tangan karet rendah protein alergen. Jurnal Riset Indutri. 3(2): 103-108.

Maspangen D. R. 2007. Pembuatan lateks dadih dengan proses sentrifugasi putaran rendah dan kualitas barang jadi karetnya. Jurnal Agritech. 27 (3): 124-129.

Mizani A. M, Aminlari B. M. 2007. A New Process for Deproteinization of Chitin from Shrimp Head Waste.

Novia D, Melia S, Ayuza N.Z. 2011. Kajian suhu pengovenan terhadap kadar protein dan nilai organoleptik telur asin. Jurnal Peternakan. 8(2): 70-76.

Parijs J. V, Broekaert W. F, Goldstein I. J, Peumans W. J. 1991. Hevein: an antifungal protein from rubber-tree (Hevea brasiliensis) latex. J Van Parijs. 183: 258-264.

Pichayakorn W, Suksaeree J, Boonme P, Taweepreda W, Ritthidej GC. 2012. Preparation of deproteinized natural rubber latex and properties of films formed by itself and several adehsive polymer blends. Industrial and Engineering Chemistry Research Article. 51: 13393-13404

Pichayakorn W, Suksaeree J, Taweepreda W. 2014. Improved deproteinization process for protein-free natural rubber latex. Advanced Materials Research. 844: 474-477.

Prihatin S, Utama M, Andiyanti W. 2014. A revier on the rubber products from irradiation vulcanization natural latex. Prosiding Seminar Kulit, Karet, dan Plastik ke-3.

Rosaini H, Rasyid R, Hagramida V. 2015. Penetapan kadar protein secara kjeldahl beberapa olahan kerang remis (Corbiculla moltkiana Prime.) dari danau Singkarak. Jurnal Farmasi Higea. 7(2): 120-127.

Sakdapipanich J. T. Rojruthai P. 2012. Biotechnology - Molecular Studies and Novel Applications for Improved Quality of Human Life. Intech

Utama M, Soebianto Y. S, Marsongko, Sumarti M, Siswanto. 1999. Studi produksi sarung tangan bedah berprotein rendah dari lateks alam iradiasi dalam skala industri rumah tangga.

Prosiding Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bahan’99. ISSN

1411-2213.

Utama M, Sumarti M, Listina D.P.S, Siswanto, Suharyanto, Yoharmus S, H Bambang, Muklis H.N. 2004. Optimalisasi proses produksi bulb sphygmomanometer dari lateks karet alam rendah protein. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bahan 2004.ISSN 1411-2213.

Gambar

Gambar 1.  Struktur polimer isoprena
Tabel 1.  Komposisi bahan deproteinasi 300 gram lateks 30% menggunakan agen NaOH.
Gambar 2.  Mekanisme denaturasi protein
Gambar 4.  Kandungan protein dalam lateks deproteinasi menggunakan agen basa NaOH.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten

[r]

Although the inflation reached the Fed’s target, the Fed’s officials were still debating whether the trend of 2% inflation will be maintainable further or only

Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PEMANFAATAN PELAYANAN ANTENATAL CARE (ANC) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SOSOPAN KABUPATEN PADANG LAWAS TAHUN 2012.. Nama Mahasiswa :

Both Nepal and Vietnam, for instance, offer a fairly comprehensive social protection system for people with disabilities, combining social insurance disability schemes;

Pada perancangan perangkat keras prototipe KVARH meter terdapat mikrokontroler Arduino yang terhubung dengan modul Ethernet, Arduino Mega 2560 digunakan sebagai

rpm tinggi (>400 rpm), maka amplitudo yang dihasilkan akan lebih tinggi, frekuensi. getaran akanlebih tinggi pula karena siklus pembakaran juga lebih

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana mengembangkan instrumen penilaian berbasis HOTS pada Kompetensi Dasar Menganalisis Transaksi Jurnal Penyesuaian