• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIGHER ORDER THINKING SKILL (HOTS) PADA KOMPETENSI DASAR MENGANALISIS TRANSAKSI JURNAL PENYESUAIAN KELAS X AKUNTANSI SMK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HIGHER ORDER THINKING SKILL (HOTS) PADA KOMPETENSI DASAR MENGANALISIS TRANSAKSI JURNAL PENYESUAIAN KELAS X AKUNTANSI SMK"

Copied!
252
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN BERBASIS

HIGHER ORDER THINKING SKILL

(HOTS) PADA

KOMPETENSI DASAR MENGANALISIS TRANSAKSI

JURNAL PENYESUAIAN KELAS X AKUNTANSI SMK

HALAMAN JUDUL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Novita Fransiska

NIM : 141334032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

“Kupersembahkan karya ini untuk almamaterku:

(5)

v

MOTTO

“Selama kau punya tekad serta percaya pada kemampuanmu dan

mengandalkan Tuhan disetiap langkah hidupmu segala sesuatu akan

menjadi mudah”

(Novita Fransiska)

“Jika orang tua mu hanya lulus SD, SMP atau SMA kamu harus bisa lebih

daripada itu, teruslah belajar lebih baik hari ini dari pada hari kemarin”

(6)
(7)
(8)

viii

ABSTRAK

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN BERBASIS HIGHER

ORDER THINKING SKILL (HOTS) PADA KOMPETENSI DASAR

MENGANALISIS TRANSAKSI JURNAL PENYESUAIAN KELAS X AKUNTANSI SMK

Novita Fransiska Universitas Sanata Dharma

141334032

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana mengembangkan instrumen penilaian berbasis HOTS pada Kompetensi Dasar Menganalisis Transaksi Jurnal Penyesuaian kelas X akuntansi SMK.

Jenis penelitian ini adalah research & development yang menggunakan delapan langkah model pengembangan instrumen penilaian Suryabrata yaitu: (1) pengembangan spesifikasi tes, (2) penulisan soal, (3) penelaahan soal, (4) perakitan soal, (5) uji coba tes, (6) analisis butir soal, (7) seleksi dan perakitan soal, (8) pencetakan tes. Data hasil uji coba soal dianalisis menggunakan program Quest.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mean INFIT MNSQ 1,0 dan SD 0,15. Dari analisis tersebut diperoleh informasi bahwa soal yang paling sukar adalah item nomor 6, 26, 33, 34, dan yang paling mudah item nomor 5, 8, 25, 31 dan 37. Tiga puluh sembilan (39) item soal dinyatakan fit atau cocok dengan model Rasch

dengan batas penerimaan ≥0,77 sampai ≤1,30. Dengan demikian, semua item layak menjadi instrumen untuk mengetahui penguasaan Kompetensi Dasar Menganalisis Transaksi Jurnal Penyesuaian.

(9)

ix ABSTRACT

THE DEVOLOPMENT OF ASSESMENT INSTRUMENTS BASED ON HIGHER ORDER THINKING SKILL (HOTS) ON BASIC COMPETENCE

BY ANALYZING ADJUSTING JOURNAL TRANSACTIONS AT THE TENTH GRADE STUDENTS OF ACCOUNTING CLASS OF VOCATION

SCHOOLS

Novita Fransiska Sanata Dharma University

141334032

The aim of this study is to identify how to develop HOTS based assessment instruments on analyzing adjusting journal transactions basic competence for the tenth class students of the Accounting Department at Vocational Schools.

The type of this study is a research and development, using Suryabrata’s eight steps development: (1) developing test specification, (2) writing test items, (3) analyzing test items, (4) assembling test items, (5) trying out test items, (6) analyzing items of test, (7) selecting and assembling the items of test, and (8) printing out test items. The result of the test is analyzed by using “Quest” program.

The result shows that mean are INFIT MNSQ 1,0 and SD 0,15. From the result, it concludes that the most difficult items are number 6, 26, 33, and 34, and the easiest items are number 5, 8, 25, 31 and 37. Thirty nine of the items declared “fit” and suitable with Rasch model with acceptance limit of ≥0,77 to ≤1,30. Therefore, all items are declared feasible as instruments to identify the mastery of analyzing of adjusting journal competence.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat kasih dan rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Pengembangan Instrumen Penilaian Berbasis Higher Order Thinking Skill (Hots)

Pada Kompetensi Dasar Menganalisis Transaksi Jurnal Penyesuaian Kelas X Akuntansi SMK.”

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana pendidikan, program studi Pendidikan Ekonomi bidang

keahlian khusus Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik tidak

terlepas dari bantuan, bimbingan, arahan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang

telah membantu penulisan dalam menyelesaikan skripsi ini, kepada:

1. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Bapak Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahaun Sosial sekaligus Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi

BKK Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

3. Bapak Dr. Sebastianus Widanarto Prijowuntato, S.Pd., M.Si., Dosen

Pembimbing, yang telah memberikan pengarahan dan dorongan kepada

(11)
(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN BIMBINGAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERSEMBAHAN ... . iv

MOTTO ... ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vii

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN ADAKEMIS .... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR GRAFIK ... xvii

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... xviii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Spesifikasi Produk yang di kembangkan ... 7

BAB II ... 9

KAJIAN TEORITIK ... 9

A. Kurikulum ... 9

1. Pengertian Kurikulum ... 9

2. Isi Kurikulum ... 9

(13)

xiii

4. Perbedaan Kurikulum ... 15

5. Struktur Kurikulum SMK ... 16

B. Penilaian ... 19

C. HOTS dan LOST ... 26

1. Higher Order Thinking Skill (HOTS) ... 26

2. Lower Order Thiking Skill (LOTS) ... 28

D. Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) ... 30

1. Kompetensi Inti (KI) ... 30

2. Kompetensi Dasar (KD)... 31

E. Taksonomi Bloom ... 33

F. Validitas dan Reliabilitas ... 40

1. Validitas... 40

2. Reliabilitas... 43

G. Teori Tes Klasik atau Classical Test Theory (CTT) ... 43

H. Teori Responsi Butir atau Item Response Theory (IRT) ... 45

I. Quest ... 47

J. Jurnal Penyesuian Perusahaan Jasa dan Dagang ... 48

K. Prosedur Penelitian Pengembangan ... 55

L. Penelitian Relevan ... 64

M.Kerangka Berpikir ... 66

BAB III ... 69

METODE PENELITIAN ... 69

A. Jenis Penelitian ... 69

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 69

C. Populasi dan Sampel ... 70

D. Prosedur Pengembangan ... 70

BAB IV ... 77

ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 77

A. Hasil penelitian dan pengembangan ... 77

1. Pengembangan spesifikasi tes ... 77

(14)

xiv

3. Penelaahan soal ... 80

4. Perakitan soal ... 86

5. Uji coba soal ... 87

6. Analisis quest ... 88

7. Seleksi dan perakitan soal ... 98

8. Percetakan soal ... 101

B. Pembahasan ... 102

BAB V ... 106

PENUTUP ... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Keterbatasan Pengembangan... 107

C. Saran ... 107

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tabel Struktur Kurikulum SMK 18

Tabel 2.2. Tabel Kelebihan dan Kelemahan Tes Pengetahuan 23 Tabel 2.3. Tabel Perbandingan Antara Soal Pilihan Ganda dan Soal

Uraian

24

Tabel 2.4. Tabel Kompetensi Dasar 32

Tabel 2.5 Tabel Perbedaan Taksonomi Bloom Sebelum Revisi dan Sesudah Revisi

35

Tabel 3.1. Tabel Sampel Uji Coba 73

Tabel 3.2. Tabel Kriteria Kecocokan butir dengan pendekatan IRT 75

Tabel 3.3. Tabel Kriteria Indeks Kesukaran Item 76

Tabel 4.1. Tabel Kisi-Kisi Soal Jenis Soal Pilihan Ganda 78 Tabel 4.2. Tabel Rata-Rata Skor dari Hasil Penilaian Ahli Bahasa 82 Tabel 4.3. Tabel Rata-Rata Skor dari Hasil Penilaian Ahli Materi 85 Tabel 4.4. Tabel Sampel Perbaikan Soal Hasil Validasi oleh Ahli

Bahasa

86

Tabel 4.5 Tabel Sampel Perbaikan Soal Hasil Validitas oleh Ahli Materi

87

Tabel 4.6 Tabel Sampel Uji Coba 87

Tabel 4.7 Tabel Taraf Kesukatan Seluruh Soal 98

Tabel 4.8 Tabel Hasil Penilaian Instrumen Tes Pilihan Ganda oleh Peserta Didik Kelas X

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kata Kerja Operasional Menurut Bloom 40

(17)

xvii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1. Validasi Instrumen Penilaian Tes Pilihan Ganda Oleh Ahli Bahasa

81

Grafik 4.2. Validasi Penilaian Instrumen Tes Pilihan Ganda Oleh Ahli Materi

84

Grafik 4.3. Hasil Penilaian Instrumen Tes Pilihan Ganda oleh Peserta Didik Kelas X

(18)

xviii

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian 111

Lampiran 2 Lembar Penilaian Oleh Ahli Bahasa 123

Lampiran 3 Lembar Penilaian Oleh Ahli Materi 128

Lampiran 4 Silabus 135

Lampiran 5 RPP SMK Koperasi Yogyakarta 138

Lampiran 6 RPP Pembuatan Soal Berbasis HOTS 163

Lampiran 7 Daftar Sekolah dan Nama peserta didik 168

Lampiran 8 Soal Uji Coba 176

Lampiran 9 Lembar Jawaban 194

Lampiran 10 Angket Responden Peserta Didik 195

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu komponen dalam lingkup pengetahuan,

keahlian, dan nilai-nilai akhlak untuk pembentukan jati diri bangsa. Dengan

demikian pendidikan mampu mengembangkan kualitas sumber daya manusia.

Menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003 pendidikan merupakan suatu

usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mampu

mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, kepribadian yang baik, pengendalian diri, berakhlak

mulia, kecerdasan dan keterampilan yang diperlukan oleh dirinya dan

masyarakat, sedangkan menurut Marimba (1989) pendidikan adalah

bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan

jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang

utama. Dari kedua pendapat tersebut, pendidikan disimpulkan sebagai suatu

bimbingan atau usaha yang dilakukan secara sadar untuk membentuk

perkembangan peserta didik. Dalam pengembangannya, pemerintah ikut serta

dalam hal itu, pemerintah menggunakan sebuah pedoman atau panduan yang

disebut kurikulum.

Secara umum kurikulum diartikan sebagai seperangkat atau sistem

rencana dan peraturan mengenai isi dan bahan pembelajaran yang digunakan

(20)

merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus

merupakan pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran pada semua jenis dan

jenjang pendidikan. Menurut Reksoatmodjo (2010), kurikulum merupakan

acuan pembelajaran dan pelatihan dalam pendidikan.

Saat ini di Indonesia menerapkan kurikulum terbaru yaitu kurikulum

2013 revisi 2016. Sebelum menggunakan kurikulum 2013 revisi 2016, di

Indonesia sudah sering terjadi perubahan kurikulum mulai dari kurikulum

1947 atau disebut Rentjana Pelajaran 1947, Kurikulum 1952 Rentjana

Pelajaran Terurai 1952, Kurikulum 1964 Rentjana Pendidikan 1964,

Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994 dan

Suplemen Kurikulum 1999, Kurikulum 2004 KBK (Kurikulum Berbasis

Kompetensi), Kurikulum 2006 KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)

dan saat ini menggunakan kurikulum 2013 revisi 2016. Kurikulum 2013 revisi

2016 merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya. Perubahan

kurikulum yang terjadi di Indonesia dikarenakan beberapa alasan, (1)

perkembangan zaman, (2) perkembangan ilmu pengetahuan, (3) pertumbuhan

penduduk yang pesat.

Perubahan kurikulum yang terjadi mengakibatkan perubahan pada

aspek penilaian. Pada kurikulum KTSP penilaian lebih ditekankan pada aspek

kognitif yang menjadikan tes sebagai cara penilaian yang dominan maka pada

kurikulum 2013 revisi 2016 penilaian lebih ditekankan pada penilaian

autentik. Istilah autentik merupakan sinomin dari asli, nyata, valid atau

(21)

komprehensif untuk menilai masukan, proses dan hasil pembelajaran.

Kurikulum 2013 revisi 2016 menekankan pada aspek kognitif, afektif dan

psikomotorik. Membuat perangkat atau instrumen penilaian komprehensif

yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik tentu saja tidak

mudah. Pendidik harus mempersiapkan kisi-kisi, butir soal, pedoman

penilaian, dan rubrik penilaian yang sesuai dengan aspek-aspek yang akan

dinilai. Nilai yang diberikan harus mempunyai prosedur yang jelas supaya

dapat dipertanggungjawabkan baik kepada peserta didik maupun kepada

orang tua peserta didik.

Menurut Taksonomi Bloom yang telah direvisi aspek kognitif

dibedakan menjadi dua, yaitu keterampilan berpikir tingkat tinggi atau yang

sering disebut dengan Higher Order Thinking Skill (HOTS) dan keterampilan

berpikir tingkat rendah Lower Order Thinking Skill (LOTS). Keterampilan

berpikir tingkat tinggi (HOTS) merupakan salah satu pendekatan dalam

pembelajaran dimana peserta didik diajarkan untuk berpikir kritis, logis,

reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif. Kemampuan berpikir ini akan

muncul ketika peserta didik dihadapkan pada masalah yang belum mereka

temui sebelumnya, sedangkan keterampilan berpikir tingkat rendah atau

disebut Lower Order Thinking Skill (LOTS) adalah kemampuan dimana

peserta didik hanya mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan faktual yang

alternatif jawabannya hanya satu dan biasanya jawaban tersebut berupa

sesuatu yang dapat ditemukan langsung di buku atau hapalan, seperti

(22)

merupakan perantara untuk kemampuan berpikir yang lebih tinggi.

Kemampuan berpikir tingkat rendah atau Lower Order Thinking Skill (LOTS)

hanya melibatkan mengingat (C1), memahami (C2), dan menerapkan (C3),

sementara dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi atau Lower Order

Thinking Skill (LOTS) melibatkan analisis dan sistensis (C4), mengevaluasi

(C5) dan menciptakan dan kretivitas (C6).

Penilaian pada kurikulum 2013 revisi 2016 dapat dikatakan berhasil jika

pengusaan suatu konsep akan didapatkan ketika peserta didik sudah mampu

berpikir tingkat tinggi. Peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir

tingkat tinggi adalah peserta didik yang tidak hanya dapat mengingat dan

memahami suatu konsep melainkan peserta didik yang mampu menganalisis

serta mensintesis, mengevaluasi, dan mengkreasikan suatu konsep dengan

baik. Konsep yang telah dipahami tersebut dapat melekat dalam ingatan

dalam waktu yang lama.

Pada era saat ini peserta didik dituntut untuk mampu berpikir tingkat

tinggi. Namun pada praktiknya dari segi pendidik masih ada yang belum

mengerti dan memahami apa itu berpikir tingkat tinggi atau Higher Order

Thinking Skill sehingga para pendidik kesulitan dalam membuat soal yang

berbasis berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skill. Pendapat

tersebut didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan pada September 2017

dengan salah seorang pendidik di SMK swasta yang ada di kota Yogyakarta

bernama Ibu Cicilia Ika Puspitasari S.Pd,. Beliau merasa kesulitan untuk

(23)

berbasis Higher Order Thinking Skill. Hal ini membuat penilaian yang dibuat

dan dikembangkan oleh pendidik untuk mengukur capaian atau proses

pembelajaran belum valid dan reliabel.

Peran penilaian dalam pembelajaran sangat penting, penilaian berfungsi

sebagai umpan balik untuk pendidik dan peserta didik, penilaian juga dapat

dijadikan bahan untuk mengevaluasi metode pembelajaran yang digunakan

dalam kegiatan pembelajaran. Rubrik yang dibuat oleh pendidik belum dapat

mengukur kompetensi peserta didik dengan baik karena pendidik sendiri

belum paham dalam pembuatan instrumen penilaian terutama yang

berdasarkan pada kurikulum 2013 revisi 2016.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian yang berjudul “Mengembangkan Instrumen Penilaian Berbasis

Higher Order Thinking Skill (HOTS) Pada Kompetens Dasar Menganalisis Transaksi Jurnal Penyesuaian Kelas X Akuntansi SMK”.

B. Batasan Masalah

Batasan masalah yang dilakukan pada penelitian ini hanya untuk

mengetahui bagaimana pengembangan instrumen penilaian berbasis HOTS.

Kontribusi penelitian ini hanya mencakup kompetensi dasar menganalisis

transaksi jurnal penyesuaian kelas X akuntansi SMK dengan bentuk soal

pilihan ganda.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan

(24)

Pengembangan Instrumen Penilaian Berbasis HIGHER ORDER THINKING

SKILL (HOTS) Pada Kompetensi Dasar Menganalisis Transaksi Jurnal

Penyesuaian Kelas X Akuntansi SMK dengan bentuk soal pilihan ganda ?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

mengembangkan instrumen penilaian berbasis HOTS pada kompetensi dasar

menganalisis transaksi jurnal penyesuaian kelas x akuntansi SMK dengan

bentuk soal pilihan ganda.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada para

pembaca, baik secara teoritis maupun secara praktis. Adapun manfaatnya

sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memperluas

wawasan mengenai instrument penilaian berbasis HOTS.

2. Manfaat Praktis;

Secara praktis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi:

a) Bagi Pendidik

Penelitian ini dapat menambah wawasan dan memperluas kajian tentang

pengembangan instrumen penilaian berbasis HOTS yang valid dan

reliabel untuk diterapkan dalam pembelajaran akuntansi, khususnya

untuk penilaian kompetensi dasar menganalisis transaksi jurnal

(25)

b) Bagi Peserta Didik

Penelitian berbasis HOTS ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi

sejauh mana peserta didik dapat menyerap ilmu yang diberikan pendidik

selama pembelajaran berlangsung.

c) Bagi Sekolah

Manfaat pengembangan produk berbasis HOTS bagi sekolah yaitu

membantu sekolah membandingkan prestasi yang dicapai peserta didik

sebelum menggunakan produk instrumen penilaian berbasis HOTS

berdasarkan kriteria penilaian dan sesudah menggunakan produk

instrumen penilaian berbasis HOTS. Hasil penilaian dapat digunakan

oleh kepala sekolah untuk menilai kinerja pendidik dan tingkat

keberhasilan peserta didik.

d) Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini dapat digunakan sebagai refrensi bagi peneliti lain untuk

mengembangkan produk instrumen penilaian berbasis HOTS.

Penelitian yang dikembangkan sesuai dengan tuntutan dan

perkembangan zaman yang mewajibkan calon pendidik dan pendidik

untuk memberikan penilaian dengan memperhatikan berbagai aspek.

F. Spesifikasi Produk yang di Kembangkan

1. Instrumen penilaian ini dibuat berdasarkan soal-soal yang dapat memacu

kemampuan peserta didik dalam berpikir tingkat tinggi.

2. Instrumen penilaian dibuat berdasarkan Kompentensi Dasar (KD) 3.10

(26)

3. Instrumen penilaian dibuat berdasarkan kurikulum 2013 dengan

menggunakan Taksonomi Bloom Anderson yang terdiri dari menganalisis

(C4), menilai (C5), dan mencipta atau mengkresi (C6).

4. Instrumen penilaian ini disajikan dalam bentuk soal pilihan ganda yang

berjumlah 40 butir dengan 5 jawaban alternatif.

5. Instrumen penilaian ini dapat digunakan sebagai alat evaluasi soal berbasis

HOTS.

6. Instrumen penilaian ini memiliki durasi waktu dalam mengerjakan soal

serta terdapat petunjuk pengerjaan soal yang dapat membantu peserta didik

(27)

9

BAB II

KAJIAN TEORETIK

A. Kurikulum

1. Pengertian Kurikulum

Istilah kurikulum tidak dapat dipisahkan dalam dunia pendidikan.

Ada banyak pengertian tentang kurukulum. Hal ini disebabkan karena

adanya perbedaan persepsi terhadap kurikulum. Selain itu konsep

kurikulum sendiri juga terus berkembang seiring perkembangan teori-teori

mengenai pendidikan. UU Sidiknas mengatakan kurikulum adalah

seperangkat rencana dan peraturan mengenai tujuan, isi, dan bahan

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Arifin (2011), berpendapat bahwa kurikulum merupakan salah satu

alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus merupakan pedoman

dalam pelaksanaan pembelajaran pada semua jenis dan jenjang pendidikan.

Menurut Reksoatmodjo (2010), kurikulum merupakan acuan pembelajaran

dan pelatihan dalam pendidikan. Dari pendapat ke dua ahli tersebut,

kurikulum disimpulkan sebagai suatu rencana, peraturan, cara atau

pedoman dalam melaksanakan pembelajaran pada semua jenis janjang

pendidikan.

2. Isi kurikulum

Menurut Rasjid (2006), isi kurikulum merupakan komponen yang

(28)

Isi kurikulum itu menyangkut semua aspek baik yang berhubungan dengan

pengetahuan atau materi pelajaran yang biasanya tergambarkan pada isi

setiap mata pelajaran yang diberikan maupun kretivitas dan kegiatan

peserta didik. Baik materi maupun aktivitas itu seluruhnya untuk mencapai

tujuan yang ditentukan.

Menurut Hamalik (2011), isi kurikulum merupakan susunan bahan

kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, yang

meliputi bahan kajian dan mata pelajaran. Isi kurikulum adalah mata

pelajaran pada proses belajar mengajar, seperti pengetahaun, keterampilan

dan nilai-nilai yang diasosiasikan dengan mata pelajaran. Pemilihan isi

menekankan pada pendekatan mata pelajaran (pengetahuan) atau

pendekatan proses (keterampilan).

Dari kedua pendapat di atas, isi kurikulum disimpulkan sebagai

kompenen atau susunan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin

dicapai dalam suatu mata pelajaran.

3. Perubahan Kurikulum

Menurut Hidayat (2013), alasan perubahan kurikulum adalah sebagai

berikut:

a) Kurikulum 1947 atau Rentjana Pelajaran 1947

Kurikulum ini lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah

bahasa Belanda Leerplan artinya rencana pelajaran. Perubahan arah

pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke

(29)

Kurikulum ini disebut Rentjana Pelajaran 1947 dan baru dilaksanakan

pada tahun 1950. Karena masih dalam suasana perjuangan, pendidikan

lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia

merdeka, berdaulat, dan sejajar dengan bangsa lain. Fokus Rencana

Pelajaran 1947 tidak menekankan pendidikan pikiran, melainkan hanya

pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi

pelajaran dihubungankan dengan kejadian sehari-hari, perhatian

terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

b) Kurikulum 1952 atau Rentjana Pelajaran Terurai 1952

Kurikulum ini merupakan penyempurnaan kurikulum

sebelumnya, merinci setiap mata pealajaran sehingga dinamakan

Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pasa

suatu sistem pendidikan nasional. Paling menonjol sekaligus ciri dari

Kurikulum 1952 ini, yaitu setiap pelajaran dihubungkan dengan

kehidupan sehari-hari. Selabus mata pelajaran menunjukan secara jelas

seorang guru mengajar satu mata pelajaran.

c) Kurikulum 1964 atau Rentjana Pelajaran 1964

Pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pada

1964, namanya Rentjana Pelajaran 1964. Ciri-ciri kurikulum ini, yaitu

pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan

akademik untuk pembekalan pada jenjang SD. Sehingga pembelajaran

dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral,

(30)

d) Kurikulum 1968

Lahir pada masa Orde Baru, kurikulum 1968 bersifat politis dan

menggantikan Rentjana Pelejaran 1964 yang dicitrakan sebagai produk

Orde Lama. Kurikulum ini bertujuan membentuk manusia Pancasila

sejati, kuat, dan sehat jamani, mempertinggi kecerdasan dan

keterampilan jasmani, moral, budi pekerti dan keyakinan beragama.

Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada

pelaksanaan UUD 1945 secara murni. Ciri-ciri kurikulum 1968 adalah

muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan

permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja

yang tepat diberikan kepada peserta didik di setiap jenjang pendidikan.

Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan

keterampilan, serta mengembangkan fisik sehat dan kuat.

e) Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 adalah kurikulum pengganti kurikulum 1968.

Kurikulum ini menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif

dan efisien. Kurikulum ini lahir karena pengaruh konsep di bidang

manajemen, yaitu MBO atau management by objective. Pada kurikulum

1975 metode, materi dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur

Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI) yang dikenal dengan istilah

(31)

f) Kurikulum 1984

Kurikulum 1984 mengusung pendekatan proses keahlian. Meski

mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting.

Kurikulum ini sering disebut “Kurikulum 1975 disempurnakan”. Posisi

peserta didik ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari pengamatan

sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan hingga melaporkan. Model

ini disebut Cara Belajar Peserta Didik Aktif.

g) Kurikulum 1994

Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya memadukan

kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum-kurikulum 1975 dan kurikulum-kurikulum 1984.

Akan tetapi, perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil.

Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar

peserta didik dinilai terlalu berat.pada kurikulum 1994,substansi materi

pelajaran ditentukan oleh pemerintah. Metode yang digunakan dalam

proses belajar mengajar adalah metode ceramah, sehingga peserta didik

belum dituntut untuk berperan aktif dalam proses belajar mengajar

sehingga pedidik dipandang sebagai sumber belajar yang utama.

h) Kurikulum Berbasis Kompetensi Tahun 2004

Kurikulum 1994 disempurnakan lagi menjadi kurikulum 2004

yang disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Suatu program

pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok,

yaitu pemilihan kompetensi sesuai, spesifikasi indikator-indikator

(32)

pengembangan pembelajaran. Ciri-ciri kurikulum berbasis kompetensi,

yaitu (1) Menekankan pada ketercapaian kompetensi peserta didik baik

secara individual maupun klasikal, (2) Berorientasi pada hasil belajar

dan keberagaman, (3) Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan

pendekatan dan metode yang bervariasi, (4) Sumber belajar bukan

hanya pendidik, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi

unsur edukatif dan (5) Penilaian menekankan pada proses dan hasil

belajar dalam upaya pengusaan atau pencapaian suatu kompetensi.

i) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Kurikulum ini pada dasarnya sama dengan kurikulum berbasis

kompetensi tahun 2004. Perbedaan mendasar menonjol terletak pada

kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari

desentralisasi sistem pendidikan. Pada kurikulum tingkat satuan

pendidikan, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan

kompetensi dasar. Pendidik dituntut mampu mengembangkan silabus

dan penilaian sesuai kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil

pengembangan dari semua mata pelajaran dihimpun menjadi sebuah

perangkat yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP).

j) Kurikulum 2013 Revisi 2016

Kurikulum ini adalah pengganti kurikulum KTSP. Kurikulum

2013 sudah dua kali mengalami revisi, yaitu kurikulum 2013 revisi

(33)

memiliki tiga aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek

keterampilan dan aspek sikap. Pada kurikulum 2013 revisi 2017 tidak

terlalu signifikan, namun perubahan difokuskan untuk meningkatkan

hubungan atau keterkaitan antara kompetensi inti (KI) dan kompetensi

dasar (KD), sedangkan Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) K13 revisi 2017, harus memunculkan empat macam hal yaitu;

PPK, Literasi, 4C dan HOTS atua Higher Order Thinking Skill sehingga

perlu kreatifitas pendidik dalam merancangnya.

Dalam Kurikulum 2013 revisi 2017 mengintergrasikan penguatan

pendidikan karakter (PPK) di dalam pembelajaran. Karakter yang

diperkuat terutama lima karakter, yaitu : religius, nasionalis, mandiri,

gotong royong dan integritas. Mengintegrasikan literasi; keterampilan

diistilahkan dengan 4C (Creative, Critical thinking, Communicative dan

Collaborative) dan mengintegrasikan HOTS atau Higher Order

Thinking Skill.

4. Perbedaan Kurikulum

Pada kurikulum 2013 revisi 2016 Standar Kompetensi Lulusan

(SKL) ditentukan lebih dahulu, melalui Permendikbud No 54 tahun 2013.

Setelah itu ditentukan standar isi yang berbentuk Kerangka Dasar

Kurikulum yang dituangkan dalam Permendikbud No 67, 68, 69 dan 70

tahun 2013. Aspek kompetensi lulusan ada keseimbangan soft skill dan

hard skill yang meliputi aspek sikap, keterampilan dan pengetahuan.

(34)

kompetensi sikap, ketempilan dan pengetahuan berdasarkan proses dan

hasil.

Pada kurikulum 2013 revisi 2016 di jenjang SD Tematik Terpada

untuk kelas I-VI dan jumlah jam pelajaran per minggu lebih banyak,

sedangkan jumlah mata pelajaran lebih sedikit dibandingkan KTSP. Proses

pembelajaran setiap tema di jenjang SD dan semua mata pelajaran di

jenjang SMP/SMA/SMK dilakukan dengan pendekatan ilmiah atau

saintific approach, yaitu standar proses dalam pembelajaran terdiri dari

mengamati, menanya, mengolah, menyajikan, menyimpulkan dan

menciptakan. Pada Kurikulum 2013 revisi 2016 informasi dan komunikasi

bukan sebagai mata pelajaran, melainkan sebagai media pembelajaran.

Selain itu, pramuka menjadi ekstrakurikuler wajib, sedangkan penjurusan

dimulai kelas X untuk jenjang SMA/SMK dan pada kurikulum 2013 revisi

2016 bimbingan konseling menekankan pengembangan potensi peserta

didik.

5. Struktur Kurikulum SMK

Menurut Reksoatmodjo (2010), struktur kurikulum SMK terdiri dari

sejumlah mata pelajaran yang dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu

kelompok program adaptif, kelompok program normatif dan kelompok

program produktif.

a) Adaptif

Program adaptif adalah sekolompok mata pelajaran yang berfungsi

(35)

pengetahaun yang luas dan kuat. Program adaptif ini bertujuan agar

peserta didik mampu menyelesuaikan diri maupun beradaptasi dengan

perubahan yang terjadi di lingkungan sosial, lingkungan kerja. Selain

itu, peserta didik mampu mengembangkan diri sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni. Program adaptif

melandasi dasar pencapaian kompetensi dasar yang dipersyaratkan baik

dalam dunia industri maupun dunia usaha.

b) Normatif

Program normatif adalah sekelompok mata pelajaran yang berfungsi

membentuk peserta didik menjadi pribadi yang utuh, yang memiliki

norma-norma kehidupan sebagai anggota masyarakat baik sebagai

warga negara Indonesia maupun sebagai warga dunia. Pada program

normatif terdiri dari mata pelajaran yang menitikberatkan pada

pembentukkan karakter yang selaras dengan norma, sikap dan perilaku

yang terpuji dalam kehidupan bermasyarakat.

c) Produktif

Program produktif adalah sekelompok mata pelajaran yang berfungsi

membekali peserta didik agar memiliki kompetensi kerja sesuai Standar

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Dalam hal SSKNI

belum ada, maka digunakan standar konpetensi yang disepakati oleh

forum yang mewakili dunia usaha/industri dan asosiasi profesi; dalam

hubungan ini dapat pula mengacu pada standar konpetensi yang berlaku

(36)

Tabel 2.1 Struktur Kurikulum SMK

5.1.Matematika Kelompok Seni, Pariwisata dan Teknologi Kerumahtanggaan.

5.2.Matematika Kelompok Sosial, Administrasi Perkantoran dan Akuntansi.

5.3.Matematika Kelompok Teknologi, Kesehatan dan Pertanian.

6. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 6.1.IPA

6.2.Fisika

6.2.1.Fisika Kelompok Pertanian

6.2.2.Fisika Kelompok Teknologi dan Kesehatan.

6.3.Kimia

6.3.1.Kimia Kelompok Pertanian

6.3.2.Kimia Kelompok Teknologi dan Kesehatan

9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 10.Kejuruan:

10.1. Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi

a) Jumlah jam minimal untuk setiap program keahlian b) Terdiri dari berbagai mata pelajaran sesuai kebutuhan c) Disesuaikan dengan kebutuhan sta. Kompetensi

(37)

B. Penilaian

Penilaian merupakan bagian yang tidak terpisah dari proses

pembelajaran dan dapat menentukan kualitas dari sebuah kegiatan

pembelajaran. Terkait dengan implementasi kurikulum, penilaian merupakan

bagian penting dari perangkat kurikulum yang dilakukan untuk mengukur dan

menilai tingkat pencapaian kompetensi. Penilaian juga seharusnya digunakan

untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan dalam proses pembelajaran, serta

untuk melakukan diagonis dan perbaikan proses pembelajaran. Sebuah proses

pembelajaran yang bermakna memerlukan sistem penilaian yang baik,

terencana dan berkesinambungan.

Pada umumnya, pendidik di Indonesia hanya mengenal instrumen

penilaian berupa tes dan menganggap bahwa penilaian hanya perlu dilakukan

setelah peserta didik menyelesaikan proses belajar. Tidak mudah bagi

pendidik untuk memberi kesempatan pada peserta didik untuk terlibat dalam

proses penilaian, karena pendidik merasa paling tahu. Pendidik telah terbiasa

menggunakan penilaian hanya dengan menggunakan angka saja, sehingga

penilaian secara kualitatif yang mencakup informasi tentang kelemahan dan

kelebihan peserta didik sangat sulit untuk dilakukan. Kesulitan lain yang

dihadapi pendidik dalam melakukan penilaian adalah kurangnya persiapan

dalam menggunakan instrumen penilaian.

Laporan hasil belajar atau rapor yang disampaikan kepada orang tua

peserta didik seharusnya memuat informasi kualitatif tentang kompetensi

(38)

penguasaan kompetensi tersebut. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta

didik secara kualitatif juga memudahkan pendidik pada kelas lanjutan dalam

mengetahui karakteristik peserta didik. Hal ini dibutuhkan karena

pengembangan rencana pembelajaran perlu memerhatikan karakteristik

peserta didik. Perlu diperhatikan bahwa format pendidik dalam mengisi rapot

tersebut.

Kompetensi peserta didik mencakup aspek sikap, pengetahuan dan

keterampilan sehingga pendidik seharusnya menerapkan penilaian autentik

(authentic assesment). Penilaian autentik mengukur kemampuan peserta didik

akan aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan tuntutan

kompetensi inti dan kompetensi dasar dari masing-masing mata pelajaran.

Penilaian autentik merupakan penilaian yang membutuhkan bukti-bukti

autentik dan akurat kompetensi yang dimiliki oleh peserta didik. Penilaian

autentik meliputi:

1) Penilaian Sikap

Kurikulum 2013 menuntut pembentukan sikap melalui kegiatan

belajar mengajar wajib dilakukan, sehingga standar penilaian mencakup

sikap merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan dan dilaporkan.

Kompetensi sikap yang harus dilakukan oleh peserta didik adalah perilaku

jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong

royang, kerja sama, cinta damai, responsif dan proaktif sebagai bagian dari

solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi efektif

(39)

cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. Sani (2016), mengatakan bahwa

penilaian sikap harus dilakukan secara kontinu untuk melihat konsistensi

sikap yang ditunjukkan oleh peserta didik baik di sekolah maupun di

rumah.

Informasi yang diperoleh dari pengalaman sikap peserta didik dapat

dilakukan oleh pendidik dengan cara memfokuskan pengamatan pada hasil

pembelajaran yang penting dan dengan cara mencatat pengamatan secara

sistematik menggunakan checklist, holistik atau skala penilaian autentik.

Masalah utama yang ditemukan dalam penilaian sikap adalah hal

penskorannya. Menurut Sani (2016), ada tiga sumber kesalahan dalam

penskoran penilaian sikap, yaitu: a) masalah dalam instrumen, b) masalah

prosedural, dan c) masalah bias pada pemberi skor.

a) Masalah dalam Instrumen

Instrumen dan pedoman penskoran yang tidak jelas akan

menyebabkan kesukaran untuk digunakan oleh penilai. Pemilihan aspek

yang sukar diukur juga dapat menyebabkan kesulitan dalam memberi

skor. Hal yang demikian akan mengakibatkan hasil penskoran menjadi

tidak valid dan tidak reliabel.

b) Masalah Prosedural

Jika prosedur yang digunakan dalam penilaian sikap tidak

terstruktur secara baik, maka hasil penskoran akan terpengaruh.

Masalah yang biasanya terjadi adalah pemberi skor harus menskor

(40)

ditemukan adalah jumlah penilai yang hanya satu orang saja, sehingga

sukar untuk membuat pencocokan atau perbandingan terhadap hasil

penskorannya.

c) Masalah Bias pada Pemberi Skor

Pemberian skor cenderung sukar dalam hal menghilangkan

masalah hubungan personal dengan peserta didik yang dinilai sehingga

terjadi “personal bias”. Ada kemungkinan penilai mempunyai masalah

generosity error” dimana penilai cenderung memberi nilai yang tinggi,

padahal kenyataan sebenarnya sikap peserta didik tidak baik.

Sebaliknya, penilai mempunyai sikap “severity error”, yaitu penilai

cenderung memberi nilai yang rendah, padahal kenyataan sebenarnya

sikap peserta didik tersebut baik. Malasah lain adalah adanya

kemungkinan penilai menaruh simpati kepada peserta didik sehingga

sukar baginya untuk memberi nilai yang objektif.

Aspek sikap dan perilaku yang perlu dinilai dalam implementasi

Kurikulum 2013 revisi mencakup komponen sebagai berikut: jujur,

sopan-santun, percaya diri, gotong royong, toleransi, tanggung jawab,

dan disiplin. Beberapa komponen sikap yang dianggap penting dapat

dinilai adalah kerja sama, perduli, ingin tahu, dan sebagainya.

2) Penilaian Pengetahuan

Penilaian pengetahuan merupakan aspek penting yang menjadi tolak

ukur kemampuan peserta didik dalam memahami materi atau kompetensi

(41)

menggunakan tes tertulis dan tes lisan. Beberapa jenis instrumen yang

umum digunakan adalah sebagai berikut: soal tes pilihan ganda, soal tes

benar-salah, soal tes menjodohkan, soal tes isian singkat atau melengkapi,

dan soal tes uraian. Setiap jenis instrumen tersebut memiliki kelebihan dan

kelemahan yang perlu dipertimbangan dalam menyusun dan

menggunakannya. Berikut ini dideskripsikan kelebihan dan kelemahan tes

tersebut.

Tabel 2.2 Kelebihan dan Kelemahan Tes Pengetahuan

Jenis Tes Kelebihan Kelemahan

(42)

Jenis Tes Kelebihan Kelemahan

Tes yang paling sering digunakan untuk menilai pengetahuan peserta

didik adalah tes pilihan ganda dan uraian (essay). Tes pilihan ganda

digunakan karena dapat digunakan untuk menguji penguasaan materi

dengan cakupan yang banyak dan lebih mudah penskorannya. Di sisi lain,

tes uraian (essay) sering digunakan oleh pendidik untuk menilai pengusaan

peserta didik dalam suatu topik tertentu. Karakteristik dari kedua tes

tersebut dideskripsikan sebagai barikut.

Tabel 2.3 Perbandingan Antara Soal Pilihan Ganda dan Soal Uraian

Karakteristik Soal uraian Soal pilihan ganda

Penulisan soal Relatif mudah Relatif sukar

Jumlah materi atau

Dapat lebih dari satu Hanya satu

(43)

3) Penilaian Keterampilan

Penilaian keterampilan adalah penilaian yang dilakukan untuk

mengukur kemampuan peserta didik dalam menerapkan pengetahuan

untuk melakukan tugas tertentu di berbagai macam konteks sesuai dengan

indikator pencapaian kompetensi. Penilaian keterampilan memiliki dua

karakteristik dasar, yaitu : (1) peserta didik diminta untuk menunjukan atau

mendemonstrasikan kemampuan dalam membuat sebuah produk atau

terlibat dalam suatu aktivitas (proses/perbuatan), dan (2) produk dari hasil

praktik yang juga perlu dinilai. Penilaian keterampilan biasanya dilakukan

dengan cara mengamati pelaksanaan suatu tugas atau memeriksa produk

yang dihasilkan oleh peserta didik. Penilaian keterampilan dapat dilakukan

pada sekelomok peserta didik atau pada seorang peserta didik saja. Jika

penilaian dilakukan untuk seorang peserta didik, maka tugas yang harus

dilakukan secara bergantian agar dapat diamati secara saksama, misalnya

menilai kemampuan peserta didik saat presentasi.

Beberapa kesalahan dapat terjadi dalam penilaian keterampilan

akibat penggunaan pedoman penilaian dan penskoran yang kurang jelas.

Kondisi yang lebih buruk adalah jika pendidik tidak menggunakan

pedoman dalam melakukan penilaian keterampilan. Kesalahan umum yang

sering terjadi pada penilaian keterampilan adalah sebagai berikut :

a) Kesalahan pada pedoman penilaian dan penskoran. Kesalahan dapat

disebabkan karena memilih aspek atau komponen yang sulit untuk

(44)

b) Kesalahan dalam prosedur penilaian. Kesalahan ini disebabkan karena

prosedur penilaian tidak direncanakan dengan baik. Sehingga ada

tahapan yang dilompati atau ada tahapan yang seharusnya dilakukan

namun luput dari pemantauan.

c) Kesalahan akibat faktor subjektifitas penilai. Kesalahan ini dapat

muncul akibat “generosity error” dimana penilai cenderung memberi

nilai yang tinggi, padahal kenyataan sebenarnya sikap peserta didik

tidak baik dan penilai mempunyai sikap “severity error” dimana

penilai cenderung memberi nilai yang rendah, padahal kenyataan

sebenarnya sikap peserta didik tersebut baik.

Faktor subjektivitas berdampak pada rendahnya reabilitas hasil

penilaian, yakni perbedaan hasil penilaian ketika dilakukan pada waktu

yang berbeda atau oleh orang yang berbeda. Nilai yang sama atau hampir

sama dari sekelompok penilai tersebut dapa dijadikan sebagai nilai dari

peserta didik.

C. HOTS dan LOTS

1. Higher Order Thinking Skill (HOTS)

Higher Order Thinking Skill atau dalam bahasa Indonesianya

kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah pola berpikir peserta didik

dengan mengandalkan kemampuan menganalisis, menciptakan dan

mengevaluasi semua aspek dan masalah. Menurut Heong, dkk (2011),

kemampuan berpikir tingkat tinggi didefinisikan sebagai penggunaan

(45)

berpikir tingkat tinggi ini menghendaki seseorang untuk menerapkan

informasi baru atau pengetahuan sebelumnya dan manipulasi informasi

untuk menjangkau kemungkinan jawaban dalam situasi baru. Berpikir

tingkat tinggi adalah berpikir pada tingkat yang lebih tinggi daripada

sekedar menghafalkan fakta atau mengatakan sesuatu kepada seseorang

persis seperti sesuatu itu disampaikan kepada kita. Berdasarkan beberapa

pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan berpikir

tingkat tinggi (High Order Thinking Skill) merupakan proses berpikir yang

tidak sekedar menghapal dan menyampaikan kembali informasi yang

diketahui.

Dalam Taksonomi Bloom yang telah direvisi kemampuan berpikir

tingkat tinggi melibatkan analisis (C4), mengevaluasi (C5) dan mencipta

atau kreativitas (C6) dianggap berpikir tingkat tinggi (Krathworl &

Andrerson, 2001). Kategori-kategori dalam dimensi proses kognitif

berpikir tingkat tinggi dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

a) Menganalisis (C4)

Menganalisis adalah kemampuan menguraikan konsep ke dalam

bagian-bagian yang lebih mendetail. Kemampuan menganalisis yaitu salah satu

komponen yang penting dalam proses pembelajaran.

b) Mengevaluasi (C5)

Evaluasi yaitu pembuatan keputusan berdasarkan standar yang telah

ditetapkan. Standar yang sering digunakan adalah standar berdasarkan

(46)

pendidik dan peserta didik. Pada tahap evaluasi, peserta didik harus

mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu metode,

produk, gagasan atau benda dengan menggunakan kriteria yang telah

ditetapkan tingkatan ini mencakup dua aspek kognitif, yaitu memeriksa

dan mengkritik. Kata kerja operasional yang digunakan pada jenjang

evaluasi adalah menilai, mendeskriminasikan, membandingkan,

mengkritik, membela, menjelaskan, mengevaluasi, menafsirkan,

membenarkan, meringkas, menyimpulkan dan mendukung.

c) Mencipta atau kreatifitas (C6)

Menciptakan atau kreatifitas adalah proses kognitif yang melibatkan

kemampuan mewujudkan konsep pada suatu produk. Peserta didik

dikatakan memiliki kemampuan proses kognitif menciptakan, apabila

peserta didik tersebut dapat membuat produk baru. Berpikir kreatif

dalam konteks ini merujuk pada kemampuan peserta didik mensintesis

informasi ke bentuk yang lebih menyeluruh. Proses kognitif pada

menciptakan meliputi merumuskan, merencanakan dan memproduksi.

2. Lower Order Thinking Skill (LOTS)

Lower Order Thinking Skill atau dalam bahasa Indonesianya

kemampuan berpikir tingkat rendah adalah kemampuan peserta didik yang

hanya mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan faktual yang alternatif

jawabannya hanya satu dan biasanya jawaban tersebut berupa sesuatu yang

dapat langsung ditemukan di buku atau hapalan. Menurut (Krathworl &

(47)

yaitu mengingat (C1), memahami (C2) dan menerapkan (C3).

Kategori-kategori dalam dimensi proses kognitif berpikir tingkat rendah dapat

dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

a) Mengingat (C1)

Mengingat merupakan tingkat keterampilan berpikir tingkat paling

rendah. Sehingga dalam berpikir, peserta didik akan dituntut untuk

memiliki aspek kognitif yang paling dasar. Dengan kata lain, mengingat

merupakan merupakan kebutuhan mendasar dalam berpikir. Dalam

mengingat, peserta didik akan berusaha mengenali atau mendapatkan

kembali pengetahaun dari memori jangka panjang yang sesuai dengan

sesuatu yang dihadirkan dalam benaknya. Terdapat dua hal yang

berkaitan dengan proses kognitif mengingat, yaitu mengenali dan

memanggil kembali. Pengetahuan yang diperoleh kembali dalam proses

kognitif dasar ini adalah fakta, konsep dan prosedur.

b) Memahami (C2)

Sasaran utama berpikir adalah meningkatkan ingatan, maka semua

proses dalam berpikir akan terpusat hanya pada mengingat. Ketika

sasaran utama dalam berpikir adalah meningkatkan transaksi antara

sesuatu yang dihadirkan dengan memori yang dimilki, maka proses

berpikir akan terpusat pada pergerakan menuju proses kognitif

selanjutnya, yaitu memahami. Peserta didik dapat dikatakan memahami

sesuatu, jika peserta didik mampu membangun arti dari sesuatu baik

(48)

Dengan kata lain peserta didik mampu membangun hubungan antara

suatu pengetahuan baru yang diperoleh dari pengetahuan yang telah

dimiliki sebelumnya.

c) Menerapkan (C3)

Menerapkan terkait dengan memainkan penggunaan prosedur dalam

memecahkan masalah. Sehingga dalam menerapkan harus memenuhi

persyaratan mendasar yakni memahami pengetahuan dari suatu

prosedur. Sutau latihan adalah suatu tugas yang telah diketahui prosedur

yang tepat untuk digunakan, sedangkan suatu masalah adalah suatu

tugas yang pada awalnya tidak tahu prosedur apa yang akan digunakan,

sehingga peserta didik harus menemukan suatu prosedur untuk

memecahkan masalah tersebut.

D. Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD)

1. Kompetensi Inti (KI)

Menurut Palupi (2016), kompetensi inti adalah tingkat kemampuan

untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan yang harus dimiliki oleh

peserta didik pada setiap tingkat kelas atau program. Kompetensi inti

merupakan terjemahan atau operasionalisasi Standar Kompetensi Lulusan

dalam bentuk kualitas. Kompetensi inti bukan untuk diajarkan, melainkan

untuk dibentuk melalui pembelajaran mata pelajaran yang relevan. Setiap

mata pelajaran harus tunduk pada kompetensi inti yang telah dirumuskan.

Semua mata pelajaran yang diajarkan dan dipelajari pada kelas tersebut

(49)

kompetensi inti merupakan pengikat kompetensi-kompetensi yang harus

dihasilkan dengan mempelajari setiap mata pelajaran. Di sisi lain,

kompetensi inti merupakan kebutuhan kompetensi peserta didik,

sedangkan mata pelajaran adalah pasokan kompetensi dasar yang akan

diserap peserta didik melalui proses pembelajaran yang tepat.

Kompetensi inti dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu 1)

kompetensi inti 1 berkaitan dengan spiritual, 2) kompetensi inti 2 berkaitan

dengan sikap sosial, 3) kompetensi inti 3 berkaitan dengan pengetahuan,

dan 4) kompetensi inti 4 berkaitan dengan keterampilan. Uraian

kompetensi sedetil ini adalah untuk memastikan bahwa capaian

pembelajaran tidak berhenti sampai pengetahuan saja, melainkan harus

berlanjut ke keterampilan, dan bermuara pada sikap. Kompetensi dasar

dalam kelompok kompetensi inti sikap bukanlah untuk peserta didik, tetapi

sebagai pegangan bagi pendidik, bahwa dalam mengajarkan mata pelajaran

tersebut, ada pesan-pesan sosial dan spiritual yang terkandung dalam

materinya.

2. Kompetensi Dasar (KD)

Menurut Papuli (2016), kompetensi dasar adalah turunan lebih rinci

dari dari kompetensi inti. Sebagaimana kompetensi inti, kompetensi dasar

juga dibagi menjadi empat kelompok kompetensi :1) kompetensi spiritual,

2) kompetensi sikap sosial, 3) kompetensi pengetahuan, dan 4) kompetensi

keterampilan. Tetapi berbeda dengan kompetensi inti yang bebas atau tidak

(50)

pelejaran. Kompetensi dasar menjelaskan bagaimana mata pelajaran dapat

berkontribusi dalam pembentukan komptensi inti. Dengan kata lain,

kompetensi dasar tiap mata pelajaran pada suatu kelas dirumuskan untuk

mendukung terbentuknya konpetensi inti pada kelas tersebut.

Tabel 2.4 Kompetensi Dasar

KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR

3.1 Memahami pengertian, tujuan, peran akuntansi dan pihak-pihak

3.2 Memahami jenis-jenis profesi akuntansi (bidang-bidang

4.3 Mengelompokkan jenis dan bentuk badan usaha.

3.5 Memahami tahapan siklus akuntansi.

4.5 Mengelompokkan tahapan siklus akuntansi.

3.6 Menerapkan persamaan dasar akuntansi.

4.6 Membuat persamaan akuntansi.

3.7 Memahami transaksi bisnis perusahaan baik perusahaan

3.8 Menerapkan buku jurnal, konsep debet dan kredit, saldo normal, sistematika pencatatan, dan bentuk jurnal.

4.8 Melakukan pencatatan buku jurnal, konsep debet dan kredit, saldo normal, sistematika pencatatan, dan bentuk jurnal 3.9 Menerapkan posting 4.9 Melakukan posting

3.10 Menganalisis transaksi jurnal penyesuaian

4.10 Membuat jurnal penyesuaian.

3.11 Menganalisis perkiraan untuk menyusun laporan keuangan.

(51)

E. Taksonomi Bloom

Taksonomi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu tassein

yang berarti mengklarifikasi dan nomos yang berarti aturan. Taknsonomi

berarti hierarkhi klasifikasi atas prinsip dasar atau aturan. Istilah taksonomi

kemudian digunakan oleh Benjamin Samuel Bloom, seorang psikolog bidang

pendidikan yang melakukan penelitian dan pengembangan mengenai

kemampuan berpikir dalam proses pembelajaran.

Taksonomi bloom bermula ketika awal tahun 1950-an, dalam

Konferensi Asosiasi Psikologi Amerika, Bloom dan kawan-kawan

mengemukakan bahwa dari hasil evaluasi hasil belajar yang banyak disusun

di sekolah, ternyata presentase terbanyak butir soal yang diajukan hanya

meminta peserta didik untuk mengutarakan hapalan. Menurut Bloom, hapalan

merupakan tingkat terendah dalam kemampuan berpikir. Masih banyak level

lain yang lebih tinggi yang harus dicapai agar proses pembelajaran dapat

menghasilkan peserta didik yang kompeten di bidangnya.

Pada tahun 1956, Bloom dan kawan-kawan berhasil mengenalkna

kerangka konsep kemampuan berpikir yang dinamakan Taxonomy Bloom.

Taksonomi bloom adalah struktur hierarkhi yang mengidentifikasikan skill

mulai dari tinggkat yang rendah tingga yang tinggi. Untuk mencapai level

yang lebih tinggi, level yang rendah harus dipenuhi lebih dulu. Dalam

kerangka konsep ini, tujuan pendidikan oleh Bloom dibagi menjadi tiga ranah

kemampuan intelektual, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Ranah

(52)

pengetahuan dan kemampuan berpikir. Ranah afektif mencakup perilaku

terkait dengan emosi, misalnya perasaan, nilai, minat, motivasi dan sikap.

Ranah psikomotorik berisi perilaku yang menekankan fungsi manipulatif dan

keterampilan motorik.

Ranah kognitif mengurutkan keahlian berpikir sesuai dengan tujuan

yang diharapkan. Proses berpikir menggambarkan tahap berpikir yang harus

dikuasai oleh peserta didik agar peserta didik mampu mengaplikasikan teori

kedalam perbuatan. Ranah kognitif terdiri atas enam level, yaitu: 1)

knowledge (pengetahuan), 2) comprehesion (pemahaman atau presepsi), 3)

application (penerapan), 4) analysis (penguraian atau penjabaran), 5)

synthesis (pemaduan), dan 6) evaluasion (penilaian).

Pada tahun 1994, salah seorang murid Bloom, Lorin Anderson

Krathwohl dan para ahli psikologi aliran kognitivisme memperbaiki

taksonomi Bloom agar sesuai dengan kemajuan zaman. Hasil perbaikan

tersebut baru dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi

Bloom. Revisi hanya dilakukan pada ranah kognitif. Revisi tersebut meliputi:

1) Perubahan kata kunci dari kata benda menjadi kata kerja untuk setiap level

taksonomi

2) Perubahan hampir pada semua hierarkhi, namun urutan level masih sama

yaitu dari urutan terendah hingga tertinggi. Perubahan mendasar terletak

pada level ke lima dan enam. Perubahan tersebut meliputi :

(53)

b) Pada level dua, comprehension dipertegas menjadi understanding

(memahami)

c) Pada level tiga, application diubah menjadi applying (menerapkan)

d) Pada level empat, analysis diubah menjadi analyzing (menganalisis)

e) Pada level lima, synthesis dinaikan levelnya menjadi level enam tetapi

dengan perubahan mendasar, yaitu creating (mencipta)

f) Pada level enam, evaluasion turun posisinya menjadi level enam,

dengan sebuatan evaluating (menilai).

Jadi, taksonomi Bloom revisi Kreathwohl pada ranah kognif terdiri dari

enam level, yaitu : remembering (mengingat), understanding (memahami),

applying (menerapkan), analyzing (menganalisis), evaluating (menilai), dan

creating (mencipta).

Tabel 2.5 Perbedaan Taksonomi Bloom Sebelum Revisi dan Sesudah Revisi Ranah Kognitif Sebelum Revisi Sesudah Revisi

C1 Pengetahuan Mengingat

C2 Pemahaman Memahami

C3 Penerapan Menerapkan

C4 Penguraian atau penjabaran Menganalisis

C5 Pemaduan Menilai

C6 Penilaian Mencipta

Pengertian dari masing-masing tingkatan kognitif pada Taksonomi Bloom

sebelum revisi adalah sebagai berikut:

a) Pengetahuan

Peserta didik dapat mengingat informasi kontret ataupun abstrak.

(54)

dasar dari proses kognitif karena tanpa mampu meningat, maka peserta

didik tidak dapat memiliki kemampuan berpikir yang lebih tinggi.

b) Pemahaman

Peserta didik memahami dan menggunakan (menerjemahkan,

menginterprestasi, dan mengekstrapolasi) informasi yang

dikomunikasikan. Beberapa kemampuan yang dicakup dalam kategori ini

adalah: kemampuan translasi, kemampuan interpretasi, dan kemampuan

ekstrapolasi. Translasi atau menerjemahkan adalah kemampuan mengubah

sebuah simbol menjadi simbol yang lain tanpa mengubah maknanya.

Interpretasi adalah kemampuan menjelaskan makna yang terdapat dalam

simbol verbal atau nonverbal. Ekstrapolasi adalah kemampuan melihat

kecenderungan atau kelanjutan sebuah temuan.

c) Penerapan

Peserta didik dapat menerapkan konsep sesuai pada suatu masalah atau

situasi baru. Pada kategori ini, peserta didik dapat memberi contoh dan

mengklarifikasikan atau menggunakan dan memanfaatkan fakta, konsep,

prinsip, prosedur, metode, teori, untuk menyelesaikan sebuah

permasalahan.

d) Penguraian atau penjabaran

Peserta didik dapat menguraikan informasi atau bahan menjadi beberapa

bagian dan mendefinisikan hubungan antarbagian. Dalam Taksonomi

Bloom mengemukakan tiga jenis kemampuan analisis, yaitu analisis unsur,

(55)

e) Pemaduan

Peserta didik dapat menghasilkan produk, menggabung beberapa bagian

dari pengalaman atau informasi baru untuk menghasilkan sesuatu yang

baru. Kemampuan melakukan sintesis merupakan kemampuan

menggabungkan bagian-bagian yang terpisah menjadi sesuatu yang

terpadu yang berkaitan secara logis dan memiliki pola.

f) Penilaian

Peserta didik memberikan penilaian tentang ide atau informasi baru.

Kemampuan memberikan nilai adalah kemampuan mengambil keputusan

atau memberikan pendapat berdasarkan penilaian menggunakan

kriteria-kriteria tertentu terhadap suatu situasi, pernyataan, nilai-nilai, ide atau

informasi.

Pada taksonomi Bloom yang telah direvisi, tingkatan kognitif dijelaskan

sebagai berikut :

a) Mengingat (C1)

Ketegori mengingat adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan

dari memori jangka panjang peserta didik. Dua proses kognitif yang

berkaitan dengan kategori ini adalah menyadari dan mengingat kembali.

Jenis pengetahuan yang relevan dengan kategori ini adalah pengetahuan

faktual, pengetahaun konseptual, pengetahuan prosedural dan

pengetahuan metakognitif serta kombinasi-kombinasi yang mungkim

(56)

b) Memahami (C2)

Peserta didik dikatakan memahani jika mereka dapat mengkonstruksi

makna dari pesan-pesan pembelajaran baik dalam bentuk lisan, tulisan

dan grafik (gambar) yang disampaikan melalui pelajaran, penyajian

dalam buku, maupun penyajian melalaui layar komputer. Peserta didik

dapat memahami jika mereka menghubungkan pengetahuan baru yang

sedang mereka pelajari dengan pengetahuan yang sebelumnya telah

mereka miliki. Lebih tepatnya, pengetahuan baru yang sedang mereka

pelajari itu di padukan dengan skema-skema dan kerangka-kerangka

kognitif yang telah ada. Proses kognitif yang termasuk dalam kategori

memahami meliputi proses menginterprestasikan, mencontohkan,

mengklasifikasikan, merangkum, menduga, membandingkan dan

menjelaskan.

c) Menerapkan (C3)

Kategori menerapkan ini sangat erat kaitannya dengan pengetahuan

prosedural. Soal latihan merupakan jenis tugas yang prosedur

penyelesaiannya telah diketahui peserta didik, sehingga peserta didik

dapat menggunakannya secara rutin. Sedangkan suatu masalah adalah

jenis tugas yang penyelesaiannya belum di ketahui peserta didik,

sehingga peserta didik harus menemukan prosedur yang tepat untuk

(57)

d) Menganalisis (C4)

Kategori menganalisis adalah proses mengurai suatu materi menjadi

bagian-bagian penyusunannya dan menentukan hubungan antara

bagian-bagian tersebut dan hubungan antara bagian-bagian tersebut

dengan materi tersebut secara keseluruhan. Kategori proses

menganalisis ini mencakup proses-proses membedakan, mengorganisasi

dan menghubungkan.

e) Menilai (C5)

Kategori menilai diartikan sebagai tindakan membuat suatu penilaian

yang didasarkan pada kriteria dan standar tertentu. Kriteria yang paling

sering digunakan adalah kualitas, efektifitas dan konsistensi. Kategori

menilai mencakup sejumlah proses kognitif, yaitu memeriksa dan

mengkritik. Proses memeriksa merupakan proses membuat penilaian

terhadap suatu kriteria internal, sementara proses mengkritik merupakan

proses membuat penilaian yang didasarkan pada kriteria-kriteria

eksternal.

f) Mencipta (C6)

Tujuan-tujuan pengajaran yang termasuk kedalam kategori mencipta

adalah mengajarkan pada peserta didik agar mampu membuat suatu

produk baru dengan mengorganisasi sejumlah elemen atau bagian jadi

suatu pola atau struktur yang belum pernah ada atau tidak pernah

diprediksi sebelumnya. Proses kognitif yang termasuk kedalam kategori

(58)

sudah dimiliki oleh peserta didik sebelumnya. Meskipun kategori

menciptakan ini mengharuskan adanya suatu pola pikir kreatif dari

peserta didik, pola pikir kreatif tersebut tidak sepenuhnya terbebas dari

tuntutan-tuntutan atau batasan-batasan yang telah ditentukan dalam

suatu pengajaran pelajaran yang terjadi dalam situasi tertentu.

Berdasarkan revisian yang dilakukan oleh Bloom maka kata kerja

operasional yang dapat digunakan pada ranah C1,C2,C3,C4,C5 dan C6

digambarkan sebagai berikut:

2.1 Gambar Kata Kerja Operasional Menurut Bloom

F. Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

Menurut Nunnally (1978), validitas suatu alat ukur adalah

sejauhmana alat ukur itu mampu mengukur apa yang seharusnya diukur.

Gambar

Gambar 2.2 Kurve Karakteristik Item Dengan 3 Parameter
Grafik 4.1.
Tabel 2.1 Struktur Kurikulum SMK
Tabel 2.2 Kelebihan dan Kelemahan Tes Pengetahuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berbasis Windows sebagai Pendukung Pembelajaran Akuntansi pada Kompetensi Dasar Jurnal Penyesuaian untuk Siswa Kelas X SMK Negeri 1 Godean ” dengan baik, lancar, dan

Alternatif pengembangan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah dengan mengembangkan instrumen tes berbasis kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam kategori

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) sebagian besar kata kerja KD bermuatan HOTS, namun hanya sebagian kecil instrumen penilaian yang berbasis HOTS yang diujikan dalam

Pada tahap ini, kegiatan utama adalah menganalisis perlunya pengembangan soal-soal instrumen asesmen HOTS dan menganalisis kelayakan dan syarat-syarat pengembangan soal-soal

Analisi kebutuhan yang didalamnya terdapat beberapa analisis seperti analisis kesenjangan yang terjadi ketika pembelajaran HOTS dan sebagainya, (3) Mengembangkan strategi

ABSTRAK Shiva Atika Suri : Pengembangan Instrumen Tes Two-Tier Higher Order Thinking Skills HOTS Berbasis IBT Pada Materi Titrasi Asam Basa untuk Siswa SMA/MA Perkembangan

Analisis perbandingan komponen perangkat pembelajaran yang telah disajikan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran 1 berbasis HOTS yang dikembangkan oleh peneliti layak digunakan karena

Materi 0,85 Rata-rata 0,79 Sedang Berdasarkan keseluruhan penilaian validasi yang diberikan oleh 3 ahli yaitu ahli bahasa, media, dan materi terhadap LKPD berbasis HOTS yang telah