i
PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN BERBASIS
HIGHER ORDER THINKING SKILL
(HOTS) PADA
KOMPETENSI DASAR MENGANALISIS TRANSAKSI
JURNAL PENYESUAIAN KELAS X AKUNTANSI SMK
HALAMAN JUDUL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi
Oleh:
Novita Fransiska
NIM : 141334032
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
“Kupersembahkan karya ini untuk almamaterku:
v
MOTTO
“Selama kau punya tekad serta percaya pada kemampuanmu dan
mengandalkan Tuhan disetiap langkah hidupmu segala sesuatu akan
menjadi mudah”
(Novita Fransiska)
“Jika orang tua mu hanya lulus SD, SMP atau SMA kamu harus bisa lebih
daripada itu, teruslah belajar lebih baik hari ini dari pada hari kemarin”
viii
ABSTRAK
PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN BERBASIS HIGHER
ORDER THINKING SKILL (HOTS) PADA KOMPETENSI DASAR
MENGANALISIS TRANSAKSI JURNAL PENYESUAIAN KELAS X AKUNTANSI SMK
Novita Fransiska Universitas Sanata Dharma
141334032
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana mengembangkan instrumen penilaian berbasis HOTS pada Kompetensi Dasar Menganalisis Transaksi Jurnal Penyesuaian kelas X akuntansi SMK.
Jenis penelitian ini adalah research & development yang menggunakan delapan langkah model pengembangan instrumen penilaian Suryabrata yaitu: (1) pengembangan spesifikasi tes, (2) penulisan soal, (3) penelaahan soal, (4) perakitan soal, (5) uji coba tes, (6) analisis butir soal, (7) seleksi dan perakitan soal, (8) pencetakan tes. Data hasil uji coba soal dianalisis menggunakan program Quest.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mean INFIT MNSQ 1,0 dan SD 0,15. Dari analisis tersebut diperoleh informasi bahwa soal yang paling sukar adalah item nomor 6, 26, 33, 34, dan yang paling mudah item nomor 5, 8, 25, 31 dan 37. Tiga puluh sembilan (39) item soal dinyatakan fit atau cocok dengan model Rasch
dengan batas penerimaan ≥0,77 sampai ≤1,30. Dengan demikian, semua item layak menjadi instrumen untuk mengetahui penguasaan Kompetensi Dasar Menganalisis Transaksi Jurnal Penyesuaian.
ix ABSTRACT
THE DEVOLOPMENT OF ASSESMENT INSTRUMENTS BASED ON HIGHER ORDER THINKING SKILL (HOTS) ON BASIC COMPETENCE
BY ANALYZING ADJUSTING JOURNAL TRANSACTIONS AT THE TENTH GRADE STUDENTS OF ACCOUNTING CLASS OF VOCATION
SCHOOLS
Novita Fransiska Sanata Dharma University
141334032
The aim of this study is to identify how to develop HOTS based assessment instruments on analyzing adjusting journal transactions basic competence for the tenth class students of the Accounting Department at Vocational Schools.
The type of this study is a research and development, using Suryabrata’s eight steps development: (1) developing test specification, (2) writing test items, (3) analyzing test items, (4) assembling test items, (5) trying out test items, (6) analyzing items of test, (7) selecting and assembling the items of test, and (8) printing out test items. The result of the test is analyzed by using “Quest” program.
The result shows that mean are INFIT MNSQ 1,0 and SD 0,15. From the result, it concludes that the most difficult items are number 6, 26, 33, and 34, and the easiest items are number 5, 8, 25, 31 and 37. Thirty nine of the items declared “fit” and suitable with Rasch model with acceptance limit of ≥0,77 to ≤1,30. Therefore, all items are declared feasible as instruments to identify the mastery of analyzing of adjusting journal competence.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat kasih dan rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Pengembangan Instrumen Penilaian Berbasis Higher Order Thinking Skill (Hots)
Pada Kompetensi Dasar Menganalisis Transaksi Jurnal Penyesuaian Kelas X Akuntansi SMK.”
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pendidikan, program studi Pendidikan Ekonomi bidang
keahlian khusus Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik tidak
terlepas dari bantuan, bimbingan, arahan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu penulisan dalam menyelesaikan skripsi ini, kepada:
1. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
2. Bapak Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahaun Sosial sekaligus Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi
BKK Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
3. Bapak Dr. Sebastianus Widanarto Prijowuntato, S.Pd., M.Si., Dosen
Pembimbing, yang telah memberikan pengarahan dan dorongan kepada
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN BIMBINGAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERSEMBAHAN ... . iv
MOTTO ... ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vii
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN ADAKEMIS .... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR GRAFIK ... xvii
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... xviii
BAB I ... 1
PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan Masalah ... 5
C. Rumusan Masalah ... 5
D. Tujuan Penelitian ... 6
E. Manfaat Penelitian ... 6
F. Spesifikasi Produk yang di kembangkan ... 7
BAB II ... 9
KAJIAN TEORITIK ... 9
A. Kurikulum ... 9
1. Pengertian Kurikulum ... 9
2. Isi Kurikulum ... 9
xiii
4. Perbedaan Kurikulum ... 15
5. Struktur Kurikulum SMK ... 16
B. Penilaian ... 19
C. HOTS dan LOST ... 26
1. Higher Order Thinking Skill (HOTS) ... 26
2. Lower Order Thiking Skill (LOTS) ... 28
D. Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) ... 30
1. Kompetensi Inti (KI) ... 30
2. Kompetensi Dasar (KD)... 31
E. Taksonomi Bloom ... 33
F. Validitas dan Reliabilitas ... 40
1. Validitas... 40
2. Reliabilitas... 43
G. Teori Tes Klasik atau Classical Test Theory (CTT) ... 43
H. Teori Responsi Butir atau Item Response Theory (IRT) ... 45
I. Quest ... 47
J. Jurnal Penyesuian Perusahaan Jasa dan Dagang ... 48
K. Prosedur Penelitian Pengembangan ... 55
L. Penelitian Relevan ... 64
M.Kerangka Berpikir ... 66
BAB III ... 69
METODE PENELITIAN ... 69
A. Jenis Penelitian ... 69
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 69
C. Populasi dan Sampel ... 70
D. Prosedur Pengembangan ... 70
BAB IV ... 77
ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 77
A. Hasil penelitian dan pengembangan ... 77
1. Pengembangan spesifikasi tes ... 77
xiv
3. Penelaahan soal ... 80
4. Perakitan soal ... 86
5. Uji coba soal ... 87
6. Analisis quest ... 88
7. Seleksi dan perakitan soal ... 98
8. Percetakan soal ... 101
B. Pembahasan ... 102
BAB V ... 106
PENUTUP ... 106
A. Kesimpulan ... 106
B. Keterbatasan Pengembangan... 107
C. Saran ... 107
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Tabel Struktur Kurikulum SMK 18
Tabel 2.2. Tabel Kelebihan dan Kelemahan Tes Pengetahuan 23 Tabel 2.3. Tabel Perbandingan Antara Soal Pilihan Ganda dan Soal
Uraian
24
Tabel 2.4. Tabel Kompetensi Dasar 32
Tabel 2.5 Tabel Perbedaan Taksonomi Bloom Sebelum Revisi dan Sesudah Revisi
35
Tabel 3.1. Tabel Sampel Uji Coba 73
Tabel 3.2. Tabel Kriteria Kecocokan butir dengan pendekatan IRT 75
Tabel 3.3. Tabel Kriteria Indeks Kesukaran Item 76
Tabel 4.1. Tabel Kisi-Kisi Soal Jenis Soal Pilihan Ganda 78 Tabel 4.2. Tabel Rata-Rata Skor dari Hasil Penilaian Ahli Bahasa 82 Tabel 4.3. Tabel Rata-Rata Skor dari Hasil Penilaian Ahli Materi 85 Tabel 4.4. Tabel Sampel Perbaikan Soal Hasil Validasi oleh Ahli
Bahasa
86
Tabel 4.5 Tabel Sampel Perbaikan Soal Hasil Validitas oleh Ahli Materi
87
Tabel 4.6 Tabel Sampel Uji Coba 87
Tabel 4.7 Tabel Taraf Kesukatan Seluruh Soal 98
Tabel 4.8 Tabel Hasil Penilaian Instrumen Tes Pilihan Ganda oleh Peserta Didik Kelas X
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Kata Kerja Operasional Menurut Bloom 40
xvii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1. Validasi Instrumen Penilaian Tes Pilihan Ganda Oleh Ahli Bahasa
81
Grafik 4.2. Validasi Penilaian Instrumen Tes Pilihan Ganda Oleh Ahli Materi
84
Grafik 4.3. Hasil Penilaian Instrumen Tes Pilihan Ganda oleh Peserta Didik Kelas X
xviii
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian 111
Lampiran 2 Lembar Penilaian Oleh Ahli Bahasa 123
Lampiran 3 Lembar Penilaian Oleh Ahli Materi 128
Lampiran 4 Silabus 135
Lampiran 5 RPP SMK Koperasi Yogyakarta 138
Lampiran 6 RPP Pembuatan Soal Berbasis HOTS 163
Lampiran 7 Daftar Sekolah dan Nama peserta didik 168
Lampiran 8 Soal Uji Coba 176
Lampiran 9 Lembar Jawaban 194
Lampiran 10 Angket Responden Peserta Didik 195
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu komponen dalam lingkup pengetahuan,
keahlian, dan nilai-nilai akhlak untuk pembentukan jati diri bangsa. Dengan
demikian pendidikan mampu mengembangkan kualitas sumber daya manusia.
Menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003 pendidikan merupakan suatu
usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mampu
mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, kepribadian yang baik, pengendalian diri, berakhlak
mulia, kecerdasan dan keterampilan yang diperlukan oleh dirinya dan
masyarakat, sedangkan menurut Marimba (1989) pendidikan adalah
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang
utama. Dari kedua pendapat tersebut, pendidikan disimpulkan sebagai suatu
bimbingan atau usaha yang dilakukan secara sadar untuk membentuk
perkembangan peserta didik. Dalam pengembangannya, pemerintah ikut serta
dalam hal itu, pemerintah menggunakan sebuah pedoman atau panduan yang
disebut kurikulum.
Secara umum kurikulum diartikan sebagai seperangkat atau sistem
rencana dan peraturan mengenai isi dan bahan pembelajaran yang digunakan
merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus
merupakan pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran pada semua jenis dan
jenjang pendidikan. Menurut Reksoatmodjo (2010), kurikulum merupakan
acuan pembelajaran dan pelatihan dalam pendidikan.
Saat ini di Indonesia menerapkan kurikulum terbaru yaitu kurikulum
2013 revisi 2016. Sebelum menggunakan kurikulum 2013 revisi 2016, di
Indonesia sudah sering terjadi perubahan kurikulum mulai dari kurikulum
1947 atau disebut Rentjana Pelajaran 1947, Kurikulum 1952 Rentjana
Pelajaran Terurai 1952, Kurikulum 1964 Rentjana Pendidikan 1964,
Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994 dan
Suplemen Kurikulum 1999, Kurikulum 2004 KBK (Kurikulum Berbasis
Kompetensi), Kurikulum 2006 KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
dan saat ini menggunakan kurikulum 2013 revisi 2016. Kurikulum 2013 revisi
2016 merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya. Perubahan
kurikulum yang terjadi di Indonesia dikarenakan beberapa alasan, (1)
perkembangan zaman, (2) perkembangan ilmu pengetahuan, (3) pertumbuhan
penduduk yang pesat.
Perubahan kurikulum yang terjadi mengakibatkan perubahan pada
aspek penilaian. Pada kurikulum KTSP penilaian lebih ditekankan pada aspek
kognitif yang menjadikan tes sebagai cara penilaian yang dominan maka pada
kurikulum 2013 revisi 2016 penilaian lebih ditekankan pada penilaian
autentik. Istilah autentik merupakan sinomin dari asli, nyata, valid atau
komprehensif untuk menilai masukan, proses dan hasil pembelajaran.
Kurikulum 2013 revisi 2016 menekankan pada aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. Membuat perangkat atau instrumen penilaian komprehensif
yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik tentu saja tidak
mudah. Pendidik harus mempersiapkan kisi-kisi, butir soal, pedoman
penilaian, dan rubrik penilaian yang sesuai dengan aspek-aspek yang akan
dinilai. Nilai yang diberikan harus mempunyai prosedur yang jelas supaya
dapat dipertanggungjawabkan baik kepada peserta didik maupun kepada
orang tua peserta didik.
Menurut Taksonomi Bloom yang telah direvisi aspek kognitif
dibedakan menjadi dua, yaitu keterampilan berpikir tingkat tinggi atau yang
sering disebut dengan Higher Order Thinking Skill (HOTS) dan keterampilan
berpikir tingkat rendah Lower Order Thinking Skill (LOTS). Keterampilan
berpikir tingkat tinggi (HOTS) merupakan salah satu pendekatan dalam
pembelajaran dimana peserta didik diajarkan untuk berpikir kritis, logis,
reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif. Kemampuan berpikir ini akan
muncul ketika peserta didik dihadapkan pada masalah yang belum mereka
temui sebelumnya, sedangkan keterampilan berpikir tingkat rendah atau
disebut Lower Order Thinking Skill (LOTS) adalah kemampuan dimana
peserta didik hanya mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan faktual yang
alternatif jawabannya hanya satu dan biasanya jawaban tersebut berupa
sesuatu yang dapat ditemukan langsung di buku atau hapalan, seperti
merupakan perantara untuk kemampuan berpikir yang lebih tinggi.
Kemampuan berpikir tingkat rendah atau Lower Order Thinking Skill (LOTS)
hanya melibatkan mengingat (C1), memahami (C2), dan menerapkan (C3),
sementara dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi atau Lower Order
Thinking Skill (LOTS) melibatkan analisis dan sistensis (C4), mengevaluasi
(C5) dan menciptakan dan kretivitas (C6).
Penilaian pada kurikulum 2013 revisi 2016 dapat dikatakan berhasil jika
pengusaan suatu konsep akan didapatkan ketika peserta didik sudah mampu
berpikir tingkat tinggi. Peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir
tingkat tinggi adalah peserta didik yang tidak hanya dapat mengingat dan
memahami suatu konsep melainkan peserta didik yang mampu menganalisis
serta mensintesis, mengevaluasi, dan mengkreasikan suatu konsep dengan
baik. Konsep yang telah dipahami tersebut dapat melekat dalam ingatan
dalam waktu yang lama.
Pada era saat ini peserta didik dituntut untuk mampu berpikir tingkat
tinggi. Namun pada praktiknya dari segi pendidik masih ada yang belum
mengerti dan memahami apa itu berpikir tingkat tinggi atau Higher Order
Thinking Skill sehingga para pendidik kesulitan dalam membuat soal yang
berbasis berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skill. Pendapat
tersebut didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan pada September 2017
dengan salah seorang pendidik di SMK swasta yang ada di kota Yogyakarta
bernama Ibu Cicilia Ika Puspitasari S.Pd,. Beliau merasa kesulitan untuk
berbasis Higher Order Thinking Skill. Hal ini membuat penilaian yang dibuat
dan dikembangkan oleh pendidik untuk mengukur capaian atau proses
pembelajaran belum valid dan reliabel.
Peran penilaian dalam pembelajaran sangat penting, penilaian berfungsi
sebagai umpan balik untuk pendidik dan peserta didik, penilaian juga dapat
dijadikan bahan untuk mengevaluasi metode pembelajaran yang digunakan
dalam kegiatan pembelajaran. Rubrik yang dibuat oleh pendidik belum dapat
mengukur kompetensi peserta didik dengan baik karena pendidik sendiri
belum paham dalam pembuatan instrumen penilaian terutama yang
berdasarkan pada kurikulum 2013 revisi 2016.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Mengembangkan Instrumen Penilaian Berbasis
Higher Order Thinking Skill (HOTS) Pada Kompetens Dasar Menganalisis Transaksi Jurnal Penyesuaian Kelas X Akuntansi SMK”.
B. Batasan Masalah
Batasan masalah yang dilakukan pada penelitian ini hanya untuk
mengetahui bagaimana pengembangan instrumen penilaian berbasis HOTS.
Kontribusi penelitian ini hanya mencakup kompetensi dasar menganalisis
transaksi jurnal penyesuaian kelas X akuntansi SMK dengan bentuk soal
pilihan ganda.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
Pengembangan Instrumen Penilaian Berbasis HIGHER ORDER THINKING
SKILL (HOTS) Pada Kompetensi Dasar Menganalisis Transaksi Jurnal
Penyesuaian Kelas X Akuntansi SMK dengan bentuk soal pilihan ganda ?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
mengembangkan instrumen penilaian berbasis HOTS pada kompetensi dasar
menganalisis transaksi jurnal penyesuaian kelas x akuntansi SMK dengan
bentuk soal pilihan ganda.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada para
pembaca, baik secara teoritis maupun secara praktis. Adapun manfaatnya
sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memperluas
wawasan mengenai instrument penilaian berbasis HOTS.
2. Manfaat Praktis;
Secara praktis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi:
a) Bagi Pendidik
Penelitian ini dapat menambah wawasan dan memperluas kajian tentang
pengembangan instrumen penilaian berbasis HOTS yang valid dan
reliabel untuk diterapkan dalam pembelajaran akuntansi, khususnya
untuk penilaian kompetensi dasar menganalisis transaksi jurnal
b) Bagi Peserta Didik
Penelitian berbasis HOTS ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi
sejauh mana peserta didik dapat menyerap ilmu yang diberikan pendidik
selama pembelajaran berlangsung.
c) Bagi Sekolah
Manfaat pengembangan produk berbasis HOTS bagi sekolah yaitu
membantu sekolah membandingkan prestasi yang dicapai peserta didik
sebelum menggunakan produk instrumen penilaian berbasis HOTS
berdasarkan kriteria penilaian dan sesudah menggunakan produk
instrumen penilaian berbasis HOTS. Hasil penilaian dapat digunakan
oleh kepala sekolah untuk menilai kinerja pendidik dan tingkat
keberhasilan peserta didik.
d) Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini dapat digunakan sebagai refrensi bagi peneliti lain untuk
mengembangkan produk instrumen penilaian berbasis HOTS.
Penelitian yang dikembangkan sesuai dengan tuntutan dan
perkembangan zaman yang mewajibkan calon pendidik dan pendidik
untuk memberikan penilaian dengan memperhatikan berbagai aspek.
F. Spesifikasi Produk yang di Kembangkan
1. Instrumen penilaian ini dibuat berdasarkan soal-soal yang dapat memacu
kemampuan peserta didik dalam berpikir tingkat tinggi.
2. Instrumen penilaian dibuat berdasarkan Kompentensi Dasar (KD) 3.10
3. Instrumen penilaian dibuat berdasarkan kurikulum 2013 dengan
menggunakan Taksonomi Bloom Anderson yang terdiri dari menganalisis
(C4), menilai (C5), dan mencipta atau mengkresi (C6).
4. Instrumen penilaian ini disajikan dalam bentuk soal pilihan ganda yang
berjumlah 40 butir dengan 5 jawaban alternatif.
5. Instrumen penilaian ini dapat digunakan sebagai alat evaluasi soal berbasis
HOTS.
6. Instrumen penilaian ini memiliki durasi waktu dalam mengerjakan soal
serta terdapat petunjuk pengerjaan soal yang dapat membantu peserta didik
9
BAB II
KAJIAN TEORETIK
A. Kurikulum
1. Pengertian Kurikulum
Istilah kurikulum tidak dapat dipisahkan dalam dunia pendidikan.
Ada banyak pengertian tentang kurukulum. Hal ini disebabkan karena
adanya perbedaan persepsi terhadap kurikulum. Selain itu konsep
kurikulum sendiri juga terus berkembang seiring perkembangan teori-teori
mengenai pendidikan. UU Sidiknas mengatakan kurikulum adalah
seperangkat rencana dan peraturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Arifin (2011), berpendapat bahwa kurikulum merupakan salah satu
alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus merupakan pedoman
dalam pelaksanaan pembelajaran pada semua jenis dan jenjang pendidikan.
Menurut Reksoatmodjo (2010), kurikulum merupakan acuan pembelajaran
dan pelatihan dalam pendidikan. Dari pendapat ke dua ahli tersebut,
kurikulum disimpulkan sebagai suatu rencana, peraturan, cara atau
pedoman dalam melaksanakan pembelajaran pada semua jenis janjang
pendidikan.
2. Isi kurikulum
Menurut Rasjid (2006), isi kurikulum merupakan komponen yang
Isi kurikulum itu menyangkut semua aspek baik yang berhubungan dengan
pengetahuan atau materi pelajaran yang biasanya tergambarkan pada isi
setiap mata pelajaran yang diberikan maupun kretivitas dan kegiatan
peserta didik. Baik materi maupun aktivitas itu seluruhnya untuk mencapai
tujuan yang ditentukan.
Menurut Hamalik (2011), isi kurikulum merupakan susunan bahan
kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, yang
meliputi bahan kajian dan mata pelajaran. Isi kurikulum adalah mata
pelajaran pada proses belajar mengajar, seperti pengetahaun, keterampilan
dan nilai-nilai yang diasosiasikan dengan mata pelajaran. Pemilihan isi
menekankan pada pendekatan mata pelajaran (pengetahuan) atau
pendekatan proses (keterampilan).
Dari kedua pendapat di atas, isi kurikulum disimpulkan sebagai
kompenen atau susunan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin
dicapai dalam suatu mata pelajaran.
3. Perubahan Kurikulum
Menurut Hidayat (2013), alasan perubahan kurikulum adalah sebagai
berikut:
a) Kurikulum 1947 atau Rentjana Pelajaran 1947
Kurikulum ini lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah
bahasa Belanda Leerplan artinya rencana pelajaran. Perubahan arah
pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke
Kurikulum ini disebut Rentjana Pelajaran 1947 dan baru dilaksanakan
pada tahun 1950. Karena masih dalam suasana perjuangan, pendidikan
lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia
merdeka, berdaulat, dan sejajar dengan bangsa lain. Fokus Rencana
Pelajaran 1947 tidak menekankan pendidikan pikiran, melainkan hanya
pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi
pelajaran dihubungankan dengan kejadian sehari-hari, perhatian
terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
b) Kurikulum 1952 atau Rentjana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini merupakan penyempurnaan kurikulum
sebelumnya, merinci setiap mata pealajaran sehingga dinamakan
Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pasa
suatu sistem pendidikan nasional. Paling menonjol sekaligus ciri dari
Kurikulum 1952 ini, yaitu setiap pelajaran dihubungkan dengan
kehidupan sehari-hari. Selabus mata pelajaran menunjukan secara jelas
seorang guru mengajar satu mata pelajaran.
c) Kurikulum 1964 atau Rentjana Pelajaran 1964
Pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pada
1964, namanya Rentjana Pelajaran 1964. Ciri-ciri kurikulum ini, yaitu
pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan
akademik untuk pembekalan pada jenjang SD. Sehingga pembelajaran
dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral,
d) Kurikulum 1968
Lahir pada masa Orde Baru, kurikulum 1968 bersifat politis dan
menggantikan Rentjana Pelejaran 1964 yang dicitrakan sebagai produk
Orde Lama. Kurikulum ini bertujuan membentuk manusia Pancasila
sejati, kuat, dan sehat jamani, mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan jasmani, moral, budi pekerti dan keyakinan beragama.
Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada
pelaksanaan UUD 1945 secara murni. Ciri-ciri kurikulum 1968 adalah
muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan
permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja
yang tepat diberikan kepada peserta didik di setiap jenjang pendidikan.
Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan, serta mengembangkan fisik sehat dan kuat.
e) Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 adalah kurikulum pengganti kurikulum 1968.
Kurikulum ini menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif
dan efisien. Kurikulum ini lahir karena pengaruh konsep di bidang
manajemen, yaitu MBO atau management by objective. Pada kurikulum
1975 metode, materi dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI) yang dikenal dengan istilah
f) Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung pendekatan proses keahlian. Meski
mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting.
Kurikulum ini sering disebut “Kurikulum 1975 disempurnakan”. Posisi
peserta didik ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari pengamatan
sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan hingga melaporkan. Model
ini disebut Cara Belajar Peserta Didik Aktif.
g) Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya memadukan
kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum-kurikulum 1975 dan kurikulum-kurikulum 1984.
Akan tetapi, perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil.
Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar
peserta didik dinilai terlalu berat.pada kurikulum 1994,substansi materi
pelajaran ditentukan oleh pemerintah. Metode yang digunakan dalam
proses belajar mengajar adalah metode ceramah, sehingga peserta didik
belum dituntut untuk berperan aktif dalam proses belajar mengajar
sehingga pedidik dipandang sebagai sumber belajar yang utama.
h) Kurikulum Berbasis Kompetensi Tahun 2004
Kurikulum 1994 disempurnakan lagi menjadi kurikulum 2004
yang disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Suatu program
pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok,
yaitu pemilihan kompetensi sesuai, spesifikasi indikator-indikator
pengembangan pembelajaran. Ciri-ciri kurikulum berbasis kompetensi,
yaitu (1) Menekankan pada ketercapaian kompetensi peserta didik baik
secara individual maupun klasikal, (2) Berorientasi pada hasil belajar
dan keberagaman, (3) Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan
pendekatan dan metode yang bervariasi, (4) Sumber belajar bukan
hanya pendidik, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi
unsur edukatif dan (5) Penilaian menekankan pada proses dan hasil
belajar dalam upaya pengusaan atau pencapaian suatu kompetensi.
i) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum ini pada dasarnya sama dengan kurikulum berbasis
kompetensi tahun 2004. Perbedaan mendasar menonjol terletak pada
kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari
desentralisasi sistem pendidikan. Pada kurikulum tingkat satuan
pendidikan, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan
kompetensi dasar. Pendidik dituntut mampu mengembangkan silabus
dan penilaian sesuai kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil
pengembangan dari semua mata pelajaran dihimpun menjadi sebuah
perangkat yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP).
j) Kurikulum 2013 Revisi 2016
Kurikulum ini adalah pengganti kurikulum KTSP. Kurikulum
2013 sudah dua kali mengalami revisi, yaitu kurikulum 2013 revisi
memiliki tiga aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek
keterampilan dan aspek sikap. Pada kurikulum 2013 revisi 2017 tidak
terlalu signifikan, namun perubahan difokuskan untuk meningkatkan
hubungan atau keterkaitan antara kompetensi inti (KI) dan kompetensi
dasar (KD), sedangkan Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) K13 revisi 2017, harus memunculkan empat macam hal yaitu;
PPK, Literasi, 4C dan HOTS atua Higher Order Thinking Skill sehingga
perlu kreatifitas pendidik dalam merancangnya.
Dalam Kurikulum 2013 revisi 2017 mengintergrasikan penguatan
pendidikan karakter (PPK) di dalam pembelajaran. Karakter yang
diperkuat terutama lima karakter, yaitu : religius, nasionalis, mandiri,
gotong royong dan integritas. Mengintegrasikan literasi; keterampilan
diistilahkan dengan 4C (Creative, Critical thinking, Communicative dan
Collaborative) dan mengintegrasikan HOTS atau Higher Order
Thinking Skill.
4. Perbedaan Kurikulum
Pada kurikulum 2013 revisi 2016 Standar Kompetensi Lulusan
(SKL) ditentukan lebih dahulu, melalui Permendikbud No 54 tahun 2013.
Setelah itu ditentukan standar isi yang berbentuk Kerangka Dasar
Kurikulum yang dituangkan dalam Permendikbud No 67, 68, 69 dan 70
tahun 2013. Aspek kompetensi lulusan ada keseimbangan soft skill dan
hard skill yang meliputi aspek sikap, keterampilan dan pengetahuan.
kompetensi sikap, ketempilan dan pengetahuan berdasarkan proses dan
hasil.
Pada kurikulum 2013 revisi 2016 di jenjang SD Tematik Terpada
untuk kelas I-VI dan jumlah jam pelajaran per minggu lebih banyak,
sedangkan jumlah mata pelajaran lebih sedikit dibandingkan KTSP. Proses
pembelajaran setiap tema di jenjang SD dan semua mata pelajaran di
jenjang SMP/SMA/SMK dilakukan dengan pendekatan ilmiah atau
saintific approach, yaitu standar proses dalam pembelajaran terdiri dari
mengamati, menanya, mengolah, menyajikan, menyimpulkan dan
menciptakan. Pada Kurikulum 2013 revisi 2016 informasi dan komunikasi
bukan sebagai mata pelajaran, melainkan sebagai media pembelajaran.
Selain itu, pramuka menjadi ekstrakurikuler wajib, sedangkan penjurusan
dimulai kelas X untuk jenjang SMA/SMK dan pada kurikulum 2013 revisi
2016 bimbingan konseling menekankan pengembangan potensi peserta
didik.
5. Struktur Kurikulum SMK
Menurut Reksoatmodjo (2010), struktur kurikulum SMK terdiri dari
sejumlah mata pelajaran yang dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu
kelompok program adaptif, kelompok program normatif dan kelompok
program produktif.
a) Adaptif
Program adaptif adalah sekolompok mata pelajaran yang berfungsi
pengetahaun yang luas dan kuat. Program adaptif ini bertujuan agar
peserta didik mampu menyelesuaikan diri maupun beradaptasi dengan
perubahan yang terjadi di lingkungan sosial, lingkungan kerja. Selain
itu, peserta didik mampu mengembangkan diri sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni. Program adaptif
melandasi dasar pencapaian kompetensi dasar yang dipersyaratkan baik
dalam dunia industri maupun dunia usaha.
b) Normatif
Program normatif adalah sekelompok mata pelajaran yang berfungsi
membentuk peserta didik menjadi pribadi yang utuh, yang memiliki
norma-norma kehidupan sebagai anggota masyarakat baik sebagai
warga negara Indonesia maupun sebagai warga dunia. Pada program
normatif terdiri dari mata pelajaran yang menitikberatkan pada
pembentukkan karakter yang selaras dengan norma, sikap dan perilaku
yang terpuji dalam kehidupan bermasyarakat.
c) Produktif
Program produktif adalah sekelompok mata pelajaran yang berfungsi
membekali peserta didik agar memiliki kompetensi kerja sesuai Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Dalam hal SSKNI
belum ada, maka digunakan standar konpetensi yang disepakati oleh
forum yang mewakili dunia usaha/industri dan asosiasi profesi; dalam
hubungan ini dapat pula mengacu pada standar konpetensi yang berlaku
Tabel 2.1 Struktur Kurikulum SMK
5.1.Matematika Kelompok Seni, Pariwisata dan Teknologi Kerumahtanggaan.
5.2.Matematika Kelompok Sosial, Administrasi Perkantoran dan Akuntansi.
5.3.Matematika Kelompok Teknologi, Kesehatan dan Pertanian.
6. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 6.1.IPA
6.2.Fisika
6.2.1.Fisika Kelompok Pertanian
6.2.2.Fisika Kelompok Teknologi dan Kesehatan.
6.3.Kimia
6.3.1.Kimia Kelompok Pertanian
6.3.2.Kimia Kelompok Teknologi dan Kesehatan
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 10.Kejuruan:
10.1. Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi
a) Jumlah jam minimal untuk setiap program keahlian b) Terdiri dari berbagai mata pelajaran sesuai kebutuhan c) Disesuaikan dengan kebutuhan sta. Kompetensi
B. Penilaian
Penilaian merupakan bagian yang tidak terpisah dari proses
pembelajaran dan dapat menentukan kualitas dari sebuah kegiatan
pembelajaran. Terkait dengan implementasi kurikulum, penilaian merupakan
bagian penting dari perangkat kurikulum yang dilakukan untuk mengukur dan
menilai tingkat pencapaian kompetensi. Penilaian juga seharusnya digunakan
untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan dalam proses pembelajaran, serta
untuk melakukan diagonis dan perbaikan proses pembelajaran. Sebuah proses
pembelajaran yang bermakna memerlukan sistem penilaian yang baik,
terencana dan berkesinambungan.
Pada umumnya, pendidik di Indonesia hanya mengenal instrumen
penilaian berupa tes dan menganggap bahwa penilaian hanya perlu dilakukan
setelah peserta didik menyelesaikan proses belajar. Tidak mudah bagi
pendidik untuk memberi kesempatan pada peserta didik untuk terlibat dalam
proses penilaian, karena pendidik merasa paling tahu. Pendidik telah terbiasa
menggunakan penilaian hanya dengan menggunakan angka saja, sehingga
penilaian secara kualitatif yang mencakup informasi tentang kelemahan dan
kelebihan peserta didik sangat sulit untuk dilakukan. Kesulitan lain yang
dihadapi pendidik dalam melakukan penilaian adalah kurangnya persiapan
dalam menggunakan instrumen penilaian.
Laporan hasil belajar atau rapor yang disampaikan kepada orang tua
peserta didik seharusnya memuat informasi kualitatif tentang kompetensi
penguasaan kompetensi tersebut. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta
didik secara kualitatif juga memudahkan pendidik pada kelas lanjutan dalam
mengetahui karakteristik peserta didik. Hal ini dibutuhkan karena
pengembangan rencana pembelajaran perlu memerhatikan karakteristik
peserta didik. Perlu diperhatikan bahwa format pendidik dalam mengisi rapot
tersebut.
Kompetensi peserta didik mencakup aspek sikap, pengetahuan dan
keterampilan sehingga pendidik seharusnya menerapkan penilaian autentik
(authentic assesment). Penilaian autentik mengukur kemampuan peserta didik
akan aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan tuntutan
kompetensi inti dan kompetensi dasar dari masing-masing mata pelajaran.
Penilaian autentik merupakan penilaian yang membutuhkan bukti-bukti
autentik dan akurat kompetensi yang dimiliki oleh peserta didik. Penilaian
autentik meliputi:
1) Penilaian Sikap
Kurikulum 2013 menuntut pembentukan sikap melalui kegiatan
belajar mengajar wajib dilakukan, sehingga standar penilaian mencakup
sikap merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan dan dilaporkan.
Kompetensi sikap yang harus dilakukan oleh peserta didik adalah perilaku
jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong
royang, kerja sama, cinta damai, responsif dan proaktif sebagai bagian dari
solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi efektif
cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. Sani (2016), mengatakan bahwa
penilaian sikap harus dilakukan secara kontinu untuk melihat konsistensi
sikap yang ditunjukkan oleh peserta didik baik di sekolah maupun di
rumah.
Informasi yang diperoleh dari pengalaman sikap peserta didik dapat
dilakukan oleh pendidik dengan cara memfokuskan pengamatan pada hasil
pembelajaran yang penting dan dengan cara mencatat pengamatan secara
sistematik menggunakan checklist, holistik atau skala penilaian autentik.
Masalah utama yang ditemukan dalam penilaian sikap adalah hal
penskorannya. Menurut Sani (2016), ada tiga sumber kesalahan dalam
penskoran penilaian sikap, yaitu: a) masalah dalam instrumen, b) masalah
prosedural, dan c) masalah bias pada pemberi skor.
a) Masalah dalam Instrumen
Instrumen dan pedoman penskoran yang tidak jelas akan
menyebabkan kesukaran untuk digunakan oleh penilai. Pemilihan aspek
yang sukar diukur juga dapat menyebabkan kesulitan dalam memberi
skor. Hal yang demikian akan mengakibatkan hasil penskoran menjadi
tidak valid dan tidak reliabel.
b) Masalah Prosedural
Jika prosedur yang digunakan dalam penilaian sikap tidak
terstruktur secara baik, maka hasil penskoran akan terpengaruh.
Masalah yang biasanya terjadi adalah pemberi skor harus menskor
ditemukan adalah jumlah penilai yang hanya satu orang saja, sehingga
sukar untuk membuat pencocokan atau perbandingan terhadap hasil
penskorannya.
c) Masalah Bias pada Pemberi Skor
Pemberian skor cenderung sukar dalam hal menghilangkan
masalah hubungan personal dengan peserta didik yang dinilai sehingga
terjadi “personal bias”. Ada kemungkinan penilai mempunyai masalah
“generosity error” dimana penilai cenderung memberi nilai yang tinggi,
padahal kenyataan sebenarnya sikap peserta didik tidak baik.
Sebaliknya, penilai mempunyai sikap “severity error”, yaitu penilai
cenderung memberi nilai yang rendah, padahal kenyataan sebenarnya
sikap peserta didik tersebut baik. Malasah lain adalah adanya
kemungkinan penilai menaruh simpati kepada peserta didik sehingga
sukar baginya untuk memberi nilai yang objektif.
Aspek sikap dan perilaku yang perlu dinilai dalam implementasi
Kurikulum 2013 revisi mencakup komponen sebagai berikut: jujur,
sopan-santun, percaya diri, gotong royong, toleransi, tanggung jawab,
dan disiplin. Beberapa komponen sikap yang dianggap penting dapat
dinilai adalah kerja sama, perduli, ingin tahu, dan sebagainya.
2) Penilaian Pengetahuan
Penilaian pengetahuan merupakan aspek penting yang menjadi tolak
ukur kemampuan peserta didik dalam memahami materi atau kompetensi
menggunakan tes tertulis dan tes lisan. Beberapa jenis instrumen yang
umum digunakan adalah sebagai berikut: soal tes pilihan ganda, soal tes
benar-salah, soal tes menjodohkan, soal tes isian singkat atau melengkapi,
dan soal tes uraian. Setiap jenis instrumen tersebut memiliki kelebihan dan
kelemahan yang perlu dipertimbangan dalam menyusun dan
menggunakannya. Berikut ini dideskripsikan kelebihan dan kelemahan tes
tersebut.
Tabel 2.2 Kelebihan dan Kelemahan Tes Pengetahuan
Jenis Tes Kelebihan Kelemahan
Jenis Tes Kelebihan Kelemahan
Tes yang paling sering digunakan untuk menilai pengetahuan peserta
didik adalah tes pilihan ganda dan uraian (essay). Tes pilihan ganda
digunakan karena dapat digunakan untuk menguji penguasaan materi
dengan cakupan yang banyak dan lebih mudah penskorannya. Di sisi lain,
tes uraian (essay) sering digunakan oleh pendidik untuk menilai pengusaan
peserta didik dalam suatu topik tertentu. Karakteristik dari kedua tes
tersebut dideskripsikan sebagai barikut.
Tabel 2.3 Perbandingan Antara Soal Pilihan Ganda dan Soal Uraian
Karakteristik Soal uraian Soal pilihan ganda
Penulisan soal Relatif mudah Relatif sukar
Jumlah materi atau
Dapat lebih dari satu Hanya satu
3) Penilaian Keterampilan
Penilaian keterampilan adalah penilaian yang dilakukan untuk
mengukur kemampuan peserta didik dalam menerapkan pengetahuan
untuk melakukan tugas tertentu di berbagai macam konteks sesuai dengan
indikator pencapaian kompetensi. Penilaian keterampilan memiliki dua
karakteristik dasar, yaitu : (1) peserta didik diminta untuk menunjukan atau
mendemonstrasikan kemampuan dalam membuat sebuah produk atau
terlibat dalam suatu aktivitas (proses/perbuatan), dan (2) produk dari hasil
praktik yang juga perlu dinilai. Penilaian keterampilan biasanya dilakukan
dengan cara mengamati pelaksanaan suatu tugas atau memeriksa produk
yang dihasilkan oleh peserta didik. Penilaian keterampilan dapat dilakukan
pada sekelomok peserta didik atau pada seorang peserta didik saja. Jika
penilaian dilakukan untuk seorang peserta didik, maka tugas yang harus
dilakukan secara bergantian agar dapat diamati secara saksama, misalnya
menilai kemampuan peserta didik saat presentasi.
Beberapa kesalahan dapat terjadi dalam penilaian keterampilan
akibat penggunaan pedoman penilaian dan penskoran yang kurang jelas.
Kondisi yang lebih buruk adalah jika pendidik tidak menggunakan
pedoman dalam melakukan penilaian keterampilan. Kesalahan umum yang
sering terjadi pada penilaian keterampilan adalah sebagai berikut :
a) Kesalahan pada pedoman penilaian dan penskoran. Kesalahan dapat
disebabkan karena memilih aspek atau komponen yang sulit untuk
b) Kesalahan dalam prosedur penilaian. Kesalahan ini disebabkan karena
prosedur penilaian tidak direncanakan dengan baik. Sehingga ada
tahapan yang dilompati atau ada tahapan yang seharusnya dilakukan
namun luput dari pemantauan.
c) Kesalahan akibat faktor subjektifitas penilai. Kesalahan ini dapat
muncul akibat “generosity error” dimana penilai cenderung memberi
nilai yang tinggi, padahal kenyataan sebenarnya sikap peserta didik
tidak baik dan penilai mempunyai sikap “severity error” dimana
penilai cenderung memberi nilai yang rendah, padahal kenyataan
sebenarnya sikap peserta didik tersebut baik.
Faktor subjektivitas berdampak pada rendahnya reabilitas hasil
penilaian, yakni perbedaan hasil penilaian ketika dilakukan pada waktu
yang berbeda atau oleh orang yang berbeda. Nilai yang sama atau hampir
sama dari sekelompok penilai tersebut dapa dijadikan sebagai nilai dari
peserta didik.
C. HOTS dan LOTS
1. Higher Order Thinking Skill (HOTS)
Higher Order Thinking Skill atau dalam bahasa Indonesianya
kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah pola berpikir peserta didik
dengan mengandalkan kemampuan menganalisis, menciptakan dan
mengevaluasi semua aspek dan masalah. Menurut Heong, dkk (2011),
kemampuan berpikir tingkat tinggi didefinisikan sebagai penggunaan
berpikir tingkat tinggi ini menghendaki seseorang untuk menerapkan
informasi baru atau pengetahuan sebelumnya dan manipulasi informasi
untuk menjangkau kemungkinan jawaban dalam situasi baru. Berpikir
tingkat tinggi adalah berpikir pada tingkat yang lebih tinggi daripada
sekedar menghafalkan fakta atau mengatakan sesuatu kepada seseorang
persis seperti sesuatu itu disampaikan kepada kita. Berdasarkan beberapa
pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan berpikir
tingkat tinggi (High Order Thinking Skill) merupakan proses berpikir yang
tidak sekedar menghapal dan menyampaikan kembali informasi yang
diketahui.
Dalam Taksonomi Bloom yang telah direvisi kemampuan berpikir
tingkat tinggi melibatkan analisis (C4), mengevaluasi (C5) dan mencipta
atau kreativitas (C6) dianggap berpikir tingkat tinggi (Krathworl &
Andrerson, 2001). Kategori-kategori dalam dimensi proses kognitif
berpikir tingkat tinggi dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
a) Menganalisis (C4)
Menganalisis adalah kemampuan menguraikan konsep ke dalam
bagian-bagian yang lebih mendetail. Kemampuan menganalisis yaitu salah satu
komponen yang penting dalam proses pembelajaran.
b) Mengevaluasi (C5)
Evaluasi yaitu pembuatan keputusan berdasarkan standar yang telah
ditetapkan. Standar yang sering digunakan adalah standar berdasarkan
pendidik dan peserta didik. Pada tahap evaluasi, peserta didik harus
mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu metode,
produk, gagasan atau benda dengan menggunakan kriteria yang telah
ditetapkan tingkatan ini mencakup dua aspek kognitif, yaitu memeriksa
dan mengkritik. Kata kerja operasional yang digunakan pada jenjang
evaluasi adalah menilai, mendeskriminasikan, membandingkan,
mengkritik, membela, menjelaskan, mengevaluasi, menafsirkan,
membenarkan, meringkas, menyimpulkan dan mendukung.
c) Mencipta atau kreatifitas (C6)
Menciptakan atau kreatifitas adalah proses kognitif yang melibatkan
kemampuan mewujudkan konsep pada suatu produk. Peserta didik
dikatakan memiliki kemampuan proses kognitif menciptakan, apabila
peserta didik tersebut dapat membuat produk baru. Berpikir kreatif
dalam konteks ini merujuk pada kemampuan peserta didik mensintesis
informasi ke bentuk yang lebih menyeluruh. Proses kognitif pada
menciptakan meliputi merumuskan, merencanakan dan memproduksi.
2. Lower Order Thinking Skill (LOTS)
Lower Order Thinking Skill atau dalam bahasa Indonesianya
kemampuan berpikir tingkat rendah adalah kemampuan peserta didik yang
hanya mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan faktual yang alternatif
jawabannya hanya satu dan biasanya jawaban tersebut berupa sesuatu yang
dapat langsung ditemukan di buku atau hapalan. Menurut (Krathworl &
yaitu mengingat (C1), memahami (C2) dan menerapkan (C3).
Kategori-kategori dalam dimensi proses kognitif berpikir tingkat rendah dapat
dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
a) Mengingat (C1)
Mengingat merupakan tingkat keterampilan berpikir tingkat paling
rendah. Sehingga dalam berpikir, peserta didik akan dituntut untuk
memiliki aspek kognitif yang paling dasar. Dengan kata lain, mengingat
merupakan merupakan kebutuhan mendasar dalam berpikir. Dalam
mengingat, peserta didik akan berusaha mengenali atau mendapatkan
kembali pengetahaun dari memori jangka panjang yang sesuai dengan
sesuatu yang dihadirkan dalam benaknya. Terdapat dua hal yang
berkaitan dengan proses kognitif mengingat, yaitu mengenali dan
memanggil kembali. Pengetahuan yang diperoleh kembali dalam proses
kognitif dasar ini adalah fakta, konsep dan prosedur.
b) Memahami (C2)
Sasaran utama berpikir adalah meningkatkan ingatan, maka semua
proses dalam berpikir akan terpusat hanya pada mengingat. Ketika
sasaran utama dalam berpikir adalah meningkatkan transaksi antara
sesuatu yang dihadirkan dengan memori yang dimilki, maka proses
berpikir akan terpusat pada pergerakan menuju proses kognitif
selanjutnya, yaitu memahami. Peserta didik dapat dikatakan memahami
sesuatu, jika peserta didik mampu membangun arti dari sesuatu baik
Dengan kata lain peserta didik mampu membangun hubungan antara
suatu pengetahuan baru yang diperoleh dari pengetahuan yang telah
dimiliki sebelumnya.
c) Menerapkan (C3)
Menerapkan terkait dengan memainkan penggunaan prosedur dalam
memecahkan masalah. Sehingga dalam menerapkan harus memenuhi
persyaratan mendasar yakni memahami pengetahuan dari suatu
prosedur. Sutau latihan adalah suatu tugas yang telah diketahui prosedur
yang tepat untuk digunakan, sedangkan suatu masalah adalah suatu
tugas yang pada awalnya tidak tahu prosedur apa yang akan digunakan,
sehingga peserta didik harus menemukan suatu prosedur untuk
memecahkan masalah tersebut.
D. Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD)
1. Kompetensi Inti (KI)
Menurut Palupi (2016), kompetensi inti adalah tingkat kemampuan
untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan yang harus dimiliki oleh
peserta didik pada setiap tingkat kelas atau program. Kompetensi inti
merupakan terjemahan atau operasionalisasi Standar Kompetensi Lulusan
dalam bentuk kualitas. Kompetensi inti bukan untuk diajarkan, melainkan
untuk dibentuk melalui pembelajaran mata pelajaran yang relevan. Setiap
mata pelajaran harus tunduk pada kompetensi inti yang telah dirumuskan.
Semua mata pelajaran yang diajarkan dan dipelajari pada kelas tersebut
kompetensi inti merupakan pengikat kompetensi-kompetensi yang harus
dihasilkan dengan mempelajari setiap mata pelajaran. Di sisi lain,
kompetensi inti merupakan kebutuhan kompetensi peserta didik,
sedangkan mata pelajaran adalah pasokan kompetensi dasar yang akan
diserap peserta didik melalui proses pembelajaran yang tepat.
Kompetensi inti dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu 1)
kompetensi inti 1 berkaitan dengan spiritual, 2) kompetensi inti 2 berkaitan
dengan sikap sosial, 3) kompetensi inti 3 berkaitan dengan pengetahuan,
dan 4) kompetensi inti 4 berkaitan dengan keterampilan. Uraian
kompetensi sedetil ini adalah untuk memastikan bahwa capaian
pembelajaran tidak berhenti sampai pengetahuan saja, melainkan harus
berlanjut ke keterampilan, dan bermuara pada sikap. Kompetensi dasar
dalam kelompok kompetensi inti sikap bukanlah untuk peserta didik, tetapi
sebagai pegangan bagi pendidik, bahwa dalam mengajarkan mata pelajaran
tersebut, ada pesan-pesan sosial dan spiritual yang terkandung dalam
materinya.
2. Kompetensi Dasar (KD)
Menurut Papuli (2016), kompetensi dasar adalah turunan lebih rinci
dari dari kompetensi inti. Sebagaimana kompetensi inti, kompetensi dasar
juga dibagi menjadi empat kelompok kompetensi :1) kompetensi spiritual,
2) kompetensi sikap sosial, 3) kompetensi pengetahuan, dan 4) kompetensi
keterampilan. Tetapi berbeda dengan kompetensi inti yang bebas atau tidak
pelejaran. Kompetensi dasar menjelaskan bagaimana mata pelajaran dapat
berkontribusi dalam pembentukan komptensi inti. Dengan kata lain,
kompetensi dasar tiap mata pelajaran pada suatu kelas dirumuskan untuk
mendukung terbentuknya konpetensi inti pada kelas tersebut.
Tabel 2.4 Kompetensi Dasar
KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR
3.1 Memahami pengertian, tujuan, peran akuntansi dan pihak-pihak
3.2 Memahami jenis-jenis profesi akuntansi (bidang-bidang
4.3 Mengelompokkan jenis dan bentuk badan usaha.
3.5 Memahami tahapan siklus akuntansi.
4.5 Mengelompokkan tahapan siklus akuntansi.
3.6 Menerapkan persamaan dasar akuntansi.
4.6 Membuat persamaan akuntansi.
3.7 Memahami transaksi bisnis perusahaan baik perusahaan
3.8 Menerapkan buku jurnal, konsep debet dan kredit, saldo normal, sistematika pencatatan, dan bentuk jurnal.
4.8 Melakukan pencatatan buku jurnal, konsep debet dan kredit, saldo normal, sistematika pencatatan, dan bentuk jurnal 3.9 Menerapkan posting 4.9 Melakukan posting
3.10 Menganalisis transaksi jurnal penyesuaian
4.10 Membuat jurnal penyesuaian.
3.11 Menganalisis perkiraan untuk menyusun laporan keuangan.
E. Taksonomi Bloom
Taksonomi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu tassein
yang berarti mengklarifikasi dan nomos yang berarti aturan. Taknsonomi
berarti hierarkhi klasifikasi atas prinsip dasar atau aturan. Istilah taksonomi
kemudian digunakan oleh Benjamin Samuel Bloom, seorang psikolog bidang
pendidikan yang melakukan penelitian dan pengembangan mengenai
kemampuan berpikir dalam proses pembelajaran.
Taksonomi bloom bermula ketika awal tahun 1950-an, dalam
Konferensi Asosiasi Psikologi Amerika, Bloom dan kawan-kawan
mengemukakan bahwa dari hasil evaluasi hasil belajar yang banyak disusun
di sekolah, ternyata presentase terbanyak butir soal yang diajukan hanya
meminta peserta didik untuk mengutarakan hapalan. Menurut Bloom, hapalan
merupakan tingkat terendah dalam kemampuan berpikir. Masih banyak level
lain yang lebih tinggi yang harus dicapai agar proses pembelajaran dapat
menghasilkan peserta didik yang kompeten di bidangnya.
Pada tahun 1956, Bloom dan kawan-kawan berhasil mengenalkna
kerangka konsep kemampuan berpikir yang dinamakan Taxonomy Bloom.
Taksonomi bloom adalah struktur hierarkhi yang mengidentifikasikan skill
mulai dari tinggkat yang rendah tingga yang tinggi. Untuk mencapai level
yang lebih tinggi, level yang rendah harus dipenuhi lebih dulu. Dalam
kerangka konsep ini, tujuan pendidikan oleh Bloom dibagi menjadi tiga ranah
kemampuan intelektual, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Ranah
pengetahuan dan kemampuan berpikir. Ranah afektif mencakup perilaku
terkait dengan emosi, misalnya perasaan, nilai, minat, motivasi dan sikap.
Ranah psikomotorik berisi perilaku yang menekankan fungsi manipulatif dan
keterampilan motorik.
Ranah kognitif mengurutkan keahlian berpikir sesuai dengan tujuan
yang diharapkan. Proses berpikir menggambarkan tahap berpikir yang harus
dikuasai oleh peserta didik agar peserta didik mampu mengaplikasikan teori
kedalam perbuatan. Ranah kognitif terdiri atas enam level, yaitu: 1)
knowledge (pengetahuan), 2) comprehesion (pemahaman atau presepsi), 3)
application (penerapan), 4) analysis (penguraian atau penjabaran), 5)
synthesis (pemaduan), dan 6) evaluasion (penilaian).
Pada tahun 1994, salah seorang murid Bloom, Lorin Anderson
Krathwohl dan para ahli psikologi aliran kognitivisme memperbaiki
taksonomi Bloom agar sesuai dengan kemajuan zaman. Hasil perbaikan
tersebut baru dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi
Bloom. Revisi hanya dilakukan pada ranah kognitif. Revisi tersebut meliputi:
1) Perubahan kata kunci dari kata benda menjadi kata kerja untuk setiap level
taksonomi
2) Perubahan hampir pada semua hierarkhi, namun urutan level masih sama
yaitu dari urutan terendah hingga tertinggi. Perubahan mendasar terletak
pada level ke lima dan enam. Perubahan tersebut meliputi :
b) Pada level dua, comprehension dipertegas menjadi understanding
(memahami)
c) Pada level tiga, application diubah menjadi applying (menerapkan)
d) Pada level empat, analysis diubah menjadi analyzing (menganalisis)
e) Pada level lima, synthesis dinaikan levelnya menjadi level enam tetapi
dengan perubahan mendasar, yaitu creating (mencipta)
f) Pada level enam, evaluasion turun posisinya menjadi level enam,
dengan sebuatan evaluating (menilai).
Jadi, taksonomi Bloom revisi Kreathwohl pada ranah kognif terdiri dari
enam level, yaitu : remembering (mengingat), understanding (memahami),
applying (menerapkan), analyzing (menganalisis), evaluating (menilai), dan
creating (mencipta).
Tabel 2.5 Perbedaan Taksonomi Bloom Sebelum Revisi dan Sesudah Revisi Ranah Kognitif Sebelum Revisi Sesudah Revisi
C1 Pengetahuan Mengingat
C2 Pemahaman Memahami
C3 Penerapan Menerapkan
C4 Penguraian atau penjabaran Menganalisis
C5 Pemaduan Menilai
C6 Penilaian Mencipta
Pengertian dari masing-masing tingkatan kognitif pada Taksonomi Bloom
sebelum revisi adalah sebagai berikut:
a) Pengetahuan
Peserta didik dapat mengingat informasi kontret ataupun abstrak.
dasar dari proses kognitif karena tanpa mampu meningat, maka peserta
didik tidak dapat memiliki kemampuan berpikir yang lebih tinggi.
b) Pemahaman
Peserta didik memahami dan menggunakan (menerjemahkan,
menginterprestasi, dan mengekstrapolasi) informasi yang
dikomunikasikan. Beberapa kemampuan yang dicakup dalam kategori ini
adalah: kemampuan translasi, kemampuan interpretasi, dan kemampuan
ekstrapolasi. Translasi atau menerjemahkan adalah kemampuan mengubah
sebuah simbol menjadi simbol yang lain tanpa mengubah maknanya.
Interpretasi adalah kemampuan menjelaskan makna yang terdapat dalam
simbol verbal atau nonverbal. Ekstrapolasi adalah kemampuan melihat
kecenderungan atau kelanjutan sebuah temuan.
c) Penerapan
Peserta didik dapat menerapkan konsep sesuai pada suatu masalah atau
situasi baru. Pada kategori ini, peserta didik dapat memberi contoh dan
mengklarifikasikan atau menggunakan dan memanfaatkan fakta, konsep,
prinsip, prosedur, metode, teori, untuk menyelesaikan sebuah
permasalahan.
d) Penguraian atau penjabaran
Peserta didik dapat menguraikan informasi atau bahan menjadi beberapa
bagian dan mendefinisikan hubungan antarbagian. Dalam Taksonomi
Bloom mengemukakan tiga jenis kemampuan analisis, yaitu analisis unsur,
e) Pemaduan
Peserta didik dapat menghasilkan produk, menggabung beberapa bagian
dari pengalaman atau informasi baru untuk menghasilkan sesuatu yang
baru. Kemampuan melakukan sintesis merupakan kemampuan
menggabungkan bagian-bagian yang terpisah menjadi sesuatu yang
terpadu yang berkaitan secara logis dan memiliki pola.
f) Penilaian
Peserta didik memberikan penilaian tentang ide atau informasi baru.
Kemampuan memberikan nilai adalah kemampuan mengambil keputusan
atau memberikan pendapat berdasarkan penilaian menggunakan
kriteria-kriteria tertentu terhadap suatu situasi, pernyataan, nilai-nilai, ide atau
informasi.
Pada taksonomi Bloom yang telah direvisi, tingkatan kognitif dijelaskan
sebagai berikut :
a) Mengingat (C1)
Ketegori mengingat adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan
dari memori jangka panjang peserta didik. Dua proses kognitif yang
berkaitan dengan kategori ini adalah menyadari dan mengingat kembali.
Jenis pengetahuan yang relevan dengan kategori ini adalah pengetahuan
faktual, pengetahaun konseptual, pengetahuan prosedural dan
pengetahuan metakognitif serta kombinasi-kombinasi yang mungkim
b) Memahami (C2)
Peserta didik dikatakan memahani jika mereka dapat mengkonstruksi
makna dari pesan-pesan pembelajaran baik dalam bentuk lisan, tulisan
dan grafik (gambar) yang disampaikan melalui pelajaran, penyajian
dalam buku, maupun penyajian melalaui layar komputer. Peserta didik
dapat memahami jika mereka menghubungkan pengetahuan baru yang
sedang mereka pelajari dengan pengetahuan yang sebelumnya telah
mereka miliki. Lebih tepatnya, pengetahuan baru yang sedang mereka
pelajari itu di padukan dengan skema-skema dan kerangka-kerangka
kognitif yang telah ada. Proses kognitif yang termasuk dalam kategori
memahami meliputi proses menginterprestasikan, mencontohkan,
mengklasifikasikan, merangkum, menduga, membandingkan dan
menjelaskan.
c) Menerapkan (C3)
Kategori menerapkan ini sangat erat kaitannya dengan pengetahuan
prosedural. Soal latihan merupakan jenis tugas yang prosedur
penyelesaiannya telah diketahui peserta didik, sehingga peserta didik
dapat menggunakannya secara rutin. Sedangkan suatu masalah adalah
jenis tugas yang penyelesaiannya belum di ketahui peserta didik,
sehingga peserta didik harus menemukan prosedur yang tepat untuk
d) Menganalisis (C4)
Kategori menganalisis adalah proses mengurai suatu materi menjadi
bagian-bagian penyusunannya dan menentukan hubungan antara
bagian-bagian tersebut dan hubungan antara bagian-bagian tersebut
dengan materi tersebut secara keseluruhan. Kategori proses
menganalisis ini mencakup proses-proses membedakan, mengorganisasi
dan menghubungkan.
e) Menilai (C5)
Kategori menilai diartikan sebagai tindakan membuat suatu penilaian
yang didasarkan pada kriteria dan standar tertentu. Kriteria yang paling
sering digunakan adalah kualitas, efektifitas dan konsistensi. Kategori
menilai mencakup sejumlah proses kognitif, yaitu memeriksa dan
mengkritik. Proses memeriksa merupakan proses membuat penilaian
terhadap suatu kriteria internal, sementara proses mengkritik merupakan
proses membuat penilaian yang didasarkan pada kriteria-kriteria
eksternal.
f) Mencipta (C6)
Tujuan-tujuan pengajaran yang termasuk kedalam kategori mencipta
adalah mengajarkan pada peserta didik agar mampu membuat suatu
produk baru dengan mengorganisasi sejumlah elemen atau bagian jadi
suatu pola atau struktur yang belum pernah ada atau tidak pernah
diprediksi sebelumnya. Proses kognitif yang termasuk kedalam kategori
sudah dimiliki oleh peserta didik sebelumnya. Meskipun kategori
menciptakan ini mengharuskan adanya suatu pola pikir kreatif dari
peserta didik, pola pikir kreatif tersebut tidak sepenuhnya terbebas dari
tuntutan-tuntutan atau batasan-batasan yang telah ditentukan dalam
suatu pengajaran pelajaran yang terjadi dalam situasi tertentu.
Berdasarkan revisian yang dilakukan oleh Bloom maka kata kerja
operasional yang dapat digunakan pada ranah C1,C2,C3,C4,C5 dan C6
digambarkan sebagai berikut:
2.1 Gambar Kata Kerja Operasional Menurut Bloom
F. Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas
Menurut Nunnally (1978), validitas suatu alat ukur adalah
sejauhmana alat ukur itu mampu mengukur apa yang seharusnya diukur.