• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH VARIABEL OPERASI TERHADAP EKSTRAKSI MINYAK DARI BIJI KARET DENGAN PELARUT HEKSANA DAN ETHANOL Tuty Emilia A, Diah Zulfika, Pratiwi Hanurani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH VARIABEL OPERASI TERHADAP EKSTRAKSI MINYAK DARI BIJI KARET DENGAN PELARUT HEKSANA DAN ETHANOL Tuty Emilia A, Diah Zulfika, Pratiwi Hanurani"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH VARIABEL OPERASI TERHADAP EKSTRAKSI

MINYAK DARI BIJI KARET DENGAN PELARUT

HEKSANA DAN ETHANOL

Tuty Emilia A, Diah Zulfika, Pratiwi Hanurani

Jurusan Teknik Kimia

Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

Abstract

Ekstraksi minyak biji karet adalah suatu metode pemisahan minyak dari biji karet dengan menggunakan suatu larutan zat kimia. Pemisahan minyak ini berdasarkan perbedaan kelarutan minyak dari bahan- bahan lainnya yang terkandung dalam biji karet terhadap pelarutnya. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis pelarut (heksana dan ethanol), konsentrasi heksana (50-90%)dan berat biji karet (20-40 gram). Ekstraksi dilakukan selama 4 jam. Untuk menentukan kualitas minyak dilakukan analisa berat jenis, angka asam, angka penyabunan dan indeks bias terhadap minyak yang dihasilkan. Hasil yang didapat dari penelitian ini yaitu jenis pelarut yang baik untuk mengekstraksi minyak biji karet adalah heksana dibandingkan dengan ethanol, serta semakin tinggi konsentrasi pelarut serta semakin berat biji karet maka akan semakin banyak minyak yang diperoleh. Volume minyak serta persentase rendemen tertinggi dari ekstraksi minyak biji karet didapat dengan menggunakan 40 gram biji karet dan konsentrasi heksana 90%.

Kata kunci : Minyak Biji Karet, ekstraksi, pelarut.

Rubber seed oil extraction is a method of oil separation from rubber seed by using chemical solvent. This oil separation is based on the solubility difference between oil and other material in the rubber seed to the solvent. Solvent type (hexane and ethanol), hexane concentration (50-90%) and weight of rubber seed (20-40 gram) were used as variables in this research. The extraction was done for 4 hours. To determine the quality of the rubber seed oil, specific gravity, acid value, saponification value, and refraction index were analyzed. It was found that hexane was superrior than ethanol in the rubber seed oil extraction. The volume of rubber seed oil extracted increase with increasing the concentration of solvent and weight of rubber seed. The highest volume of rubber seed oil extracted and the highest percentage of rendement was found by using 40 gram of rubber seed and 90% 0f hexane concentration.

Keyword : rubber seed oil, extraction, solvent.

I. PENDAHULUAN

Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis L.) merupakan jenis tanaman dikotil yang mampu tumbuh hingga mencapai tinggi puluhan meter. Tanaman karet dapat bertahan dalam kondisi apapun, ini karena kemampuannya untuk beradaptasi pada pergantian musim. Pada musim

panas, biji karet banyak berjatuhan akibat adanya panas.

(2)

mengandung minyak nabati yang dapat dimanfaatkan menjadi input yang berharga pada berbagai industri.

Minyak biji karet (Rubber Seed Oil) dapat digolongkan sebagai semidrying oil yang dapat digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan dalam industri. Minyak biji karet dapat digunakan dalam industri cat, faktis, alkid resin, biodiesel dan bahan bantu dalam pembuatan genteng, industri baja, cor beton, keramik dan lain-lain. Selain itu pengolahan biji karet juga memungkinkan untuk menghasilkan produk samping yaitu bungkil biji karet sebagai pakan ternak dan tempurung biji untuk bahan baku arang aktif.

Minyak biji karet diperoleh dari biji karet dengan cara pengempaan (pressing) atau ekstraksi pelarut. Metoda yang lebih umum digunakan adalah pengempaan secara mekanik. Namun metoda ini membutuhkan energi yang relatif besar dibandingkan dengan ekstraksi. Sehingga, metoda ekstraksi dengan pelarut menjadi alternatif yang diharapkan memberikan hasil yang lebih baik.

Sehingga, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan minyak dari biji karet dengan metoda ekstraksi, menentukan kondisi operasi yang paling baik pada ekstraksi minyak biji karet, serta dapat mengetahui kualitas minyak biji karet yang dihasilkan, berdasarkan analisa berat jenis, angka penyabunan, indeks bias, dan angka asam.

II. TEORI

2.1. Minyak Biji Karet

Minyak biji karet dapat diperoleh dengan dengan berbagai cara diantaranya ekstraksi secara sokletasi. Jaksen (1992) telah melakukan penelitian tentang ekstraksi minyak biji karet secara sokletasi dan menentukan sifat fisiko kimianya. Pemisahan minyak ini berdasarkan perbedaan antara kelarutan minyak dan bahan-bahan lainnya yang terkandung di dalam biji karet terhadap pelarutnya. Kemudian dengan cara menguapkan pelarutnya maka didapat minyak murni.Minyak biji karet termasuk semi drying oil (minyak nabati mengering) dan mudah teroksidasi. Minyak biji karet tidak ekonomis bila dijadikan sebagai minyak makan dan sangat baik bila dijadikan sebagai bahan industri resin, vernis, linoleum, tinta cetak, minyak pelumas dan minyak gemuk (Swern dalam Ma’ali, 1982).

2.2. Metode Pengambilan Minyak Biji Karet

Ada tiga metode yang dapat dilakukan dalam pengambilan minyak dari biji karet, yaitu: 1. Metode Rendering (Krengsengan)

Merupakan metode tradisional yang dilakukan dengan cara memanaskan biji karet sampai minyaknya keluar. Metode ini terdiri dari dua cara, yaitu krengsengan kering dan krengsengan basah. Metode ini tidak efektif karena hasil minyak mengandung impurities.

2. Metode Press (Penekanan)

Merupakan metode dengan penekanan atau pengempaan biji karet hingga hancur dan mengeluarkan minyak. Sebelum biji karet dipres, terlebih dahulu dibuang kulitnya. Ada dua cara pengepresan, yaitu pengepresan pada suhu rendah atau cold pressing dan pengepresan dengan pemanasan atau hot pressing. Pemanasan ini berfungsi untuk mengurangi mikroorganisme dan enzim pengotor. 3. Metode Ekstraksi

Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan biji karet ke dalam suatu larutan zat kimia. Sehingga minyak yang terkandung dalam biji karet akan terpisahkan dari ampasnya. Pemisahan minyak ini berdasarkan perbedaan antara kelarutan minyak dan bahan-bahan lainnya yang terkandung di dalam biji karet terhadap pelarutnya. Kemudian dengan cara menguapkan pelarutnya maka didapat minyak murni. Sehingga metode ini paling efektif daripada metode-metode sebelumnya.

2.3. Ekstraksi

Suatu proses ekstraksi biasanya melibatkan tahap-tahap berikut:

a.Pencampuran bahan ekstraksi dengan pelarut dan membiarkannya saling kontak. Dalam hal ini terjadi perpindahan massa secara difusi pada bidang antar muka bahan ekstraksi dengan pelarutnya. Dengan demikian terjadi pelarutan ekstrak.

b.Memisahkan larutan ekstrak dari raffinate yang sering dilakukan dengan cara penjernihan atau filtrasi.

(3)

Dalam hal-hal tertentu larutan ekstrak dapat langsung diolah lebih lanjut atau diolah setelah dipekatkan.

Dalam proses ekstraksi, pemilihan pelarut memegang peraan yang penting untuk menentukan berhasil tidaknya proses ekstraksi tersebut. Pemilihan pelarut umumnya dipengaruhi faktor-faktor berikut:

1. Selektivitas

Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan. Pada ekstraksi bahan-bahan alami, sering juga bahan lain (missal minyak dan resin) ikut dibebaskan bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan. Oleh karena itu larutan ekstrak harus dibersihkan, yaitu misalnya dengan diekstraksi lagi menggunakan pelarut kedua.

2. Kelarutan

Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar, sehingga jumlah pelarut dapat lebih sedikit. 3. Kemampuan tidak saling bercampur

Pada ekstraksi cair-cair pelarut tidak boleh atau hanya terbatas larut dalam bahan ekstraksi.

4. Kerapatan

Pada proses ekstraksi, terutama pada ekstraksi cair0cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini bertujuan agar kedua fasa dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah terjadinya pencampuran. Apabila perbedaan kerapatan kecil, seringkali pemisahan harus dilakukan dengan menggunakan gaya sentrifugal (misalnya dengan ekstraktor sentrifugal).

5. Reaktivitas

Pada umumnya pelarut tidak boleh sampai menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen-komponen bahan ekstraksi. Sebaliknya dalam hal-hal tertentu diperlukan adanya reaksi kimia (misalnya pembentukan garam) untuk mendapatkan selektivitas yang tinggi.

6. Titik Didih

Pemisahan hasil ekstrak dan pelarut biasanya dilakukan dengan penguapan, destilasi atau rektifikasi, maka oleh karena itu titik didih kedua bahan tidak boleh terlalu dekat atau membentuk aseotrop. 7. Kriteria lain-lain

Selain kriteria di atas pelarut sedapat mungkin harus:

Murah

Tersedia dalam jumlah yang besar Tidak beracun

Tidak dapat terbakar Tidak korosif

Memiliki viskositas yang rendah Stabil secara kimia dan termis.

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan

a. Bahan yang digunakan dalam ekstraksi 1.Biji Karet

2.Heksana dan Etanol 96% 3.Aquadest

4.Es Batu (pendingin)

b. Bahan yang digunakan dalam analisa minyak 1.KOH 0,1 N dan 0,5 N

2.Indikator PP 3.HCl 0,5 N 4.air

5.Methanol 98%

Alat yang digunakan

a. Alat yang digunakan dalam ekstraksi 1. Oven

2. Labu destilasi 3. Sokhlet ekstraktor 4. Kondensor 5. Termometer

6. Pemanas air (water bath) 7. Erlenmeyer

8. Beker gelas 9. Gelas Ukur 10. Kertas Ekstraktor 11. Pipet tetes 12. Statif dan Klem 13. Neraca analitis 14. Alat penumbuk 15. Saringan 16. Pompa air 17. Selang dan ember 18. Botol Sampel

b. Alat yang digunakan dalam analisa minyak 1. Erlenmeyer

(4)

(g) contoh berat

KOH BM HCl N ts)

-(tb × ×

Alat Ekstraksi

3.2. Prosedur Penelitian

Tahap prosedur penelitian yang dilakukan pada ekstraksi minyak dari biji karet dengan pelarut heksana dan etanol adalah sebagai berikut:

a. Tahap persiapan bahan baku

1.Biji karet yang telah dipilih dipecahkan dari cangkangnya, kemudian inti atau daging biji karet dipisahkan dari cangkangnya.

2.Daging biji karet kemudian diris-iris dan ditumbuk hingga halus.

3.Daging biji karet yang telah halus dipanaskan di dalam oven hingga kering. b. Tahap persiapan pelarut

1.Ambil heksana 96% kemudian dilakukan pengenceran dengan menggunakan aquadest hingga mendapat heksana 50%, 70%, 90%.

2.Lakukan langkah di atas untuk pelarut etanol 90 % sebagai perbandingan pada percobaan pendahuluan.

c. Tahap percobaan

1. Persiapkan bahan-bahan dan peralatan yang digunakan untuk ekstraksi.

2. Bubuk daging biji karet ditimbang, dengan berat sampel dari 20, 30, dan 40 gram. Kemudian diletakkan ke dalam kertas ekstraktor.

3. Variasi volume pelarut yang digunakan yaitu 150 ml, 175 ml, 200 ml, sedangkan konsentrasi pelarut yang digunakan adalah 50%, 70 %, serta 90 % untuk pelarut Heksana, sedangkan untuk pelarut ethanol digunakan konsentrasi 90%.

4. Kertas ekstraktor yang berisi bubuk biji karet tadi dimasukkan ke dalam ekstraktor sochlet, selanjutnya pelarut dimasukkan ke dalam labu destilasi.

5. Lakukan proses ekstraksi dengan waktu ekstraksi 4 jam, pada temperatur antara 80-85ºC.

6. Setelah dilakukan proses ekstrak, ekstrak yang bercampur dengan pelarut dipisahkan dengan cara mendestilasi minyak tersebut. Dan kemudian ditempatkan ke dalam botol sampel.

7. Bubuk biji karet yang telah diekstrak dipanaskan di dalam oven untuk menghilangkan pelarutnya.

8. Timbang berat bubuk biji karet setelah diekstrak. Kemudian hitung % rendemen untuk masing-masing pelarut dengan konsentrasi yang berbeda.

% Rendemen = berat awal – berat akhir X100 % berat awal

3.3. Prosedur Analisa Minyak

1.Penentuan Angka Penyabunan Langkah:

a. Minyak ditimbang 5 gram di dalam erlenmeyer

b. Tambahkan 50 ml KOH 0,5 N, kemudian dididihkan sampai minyak tersabunkan secara sempurna ditandai dengan tidak terlihatnya butir-butir minyak dalam larutan. Dinginkan. c. Titrasi dengan HCL 0,5 N

menggunakan indikator phenplphthalein. Titik titrasi ditamdai dengan tepat hilangnya warna merah. Misalnya ts ml. d. Dibuat perlakuan blanko, KOH mula-mula yang digunakan dalam reaksi penyabunan. Misalnya tb ml.

Rumus yang digunakan:

AngkaPenyabunan=

2. Penentuan Berat jenis Langkah:

a. Minyak dimasukkan ke dalam piknometer kemudian ditutup dan dierdam dam air dengan suhu 25 ± 0,2 ºC selama 30 menit.

b.Keringkan bagian luar piknometer dan timbang.

(5)

0

20 gram 30 gram 40 gram Berat Biji Karet

Pengujian sampel dilakukan pada suhu 25ºC. Nilai indeks bias dipengaruhi oleh suhu dan dapat dihitung sebagai berikut:

)

4. Penentuan Angka Asam Langkah:

Minyak sebanyak 5 gram ditambahkan 25 ml alkohol netral 95% kemudian dipanaskan selama 10 menit sambil diaduk di penangas air. Dinginkan, kemudian titrasi dengan KOH 0,1 N dengan menggunakan indikator phenolphthalein sampai tepat warna merah jambu.

Rumusan:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh Jenis Pelarut terhadap VolumeMinyak Biji Karet

Grafik 1. Pengaruh Perbandingan Jenis Pelarut dan Berat Biji Karet terhadap Volume Minyak Biji Karet dengan Volume Pelarut 175 ml

Dari data hasil penelitian yang diperoleh pada gambar diatas dapat disimpulkan bahwa pada ekstraksi minyak biji karet ini digunakan pelarut ethanol dan heksana dengan konsentrasi 90 % dengan variasi berat biji karet yang digunakan untuk

mengekstrak minyak dari biji karet tersebut. Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa pelarut heksana lebih baik digunakan dalam mengekstraksi biji karet bila dibandingkan dengan pelarut ethanol. Karena pelarut ethanol menghasilkan volume minyak biji karet yang yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan pelarut heksana. Selain itu kualitas minyak biji karet dengan menggunakan pelarut ethanol agak kurang baik karena memiliki warna minyak yang berwarna gelap dan mempunyai bau yang mirip dengan bau tetes tebu. Hal tersebut disebabkan oleh karena ethanol biasanya hanya digunakan untuk mengekstraksi bahan kering, daun-daunan, batang, akar dan lebih baik untuk menghasilkan oleoresin dan resinoid.

Berbeda dengan ethanol, kualitas minyak yang dihasilkan jauh lebih baik dengan warna yang lebih kuning namun memiliki lapisan putih yang menyerupai lilin karena dengan menggunakan pelarut heksana yang diencerkan dengan konsentrasi 90 %. Hal tersebut disebabkan karenazat ini mempunyai sifat stabil namun mudah menguap, maka pelarut ini sangat baik digunakan dalam proses ekstraksi. Pada penggunaan heksana dengan konsentrasi yang diencerkan tentunya akan menghasilkan sejumlah kecil lilin namun dapat mengekstraksi minyak dari biji karet dengan volume minyak yang lebih banyak walaupun dengan titik didih yang lebih rendah dari pada ethanol yaitu antara 65-70o C. (Ernest, 1987).

4.2. Pengaruh Konsentrasi Pelarut Heksana terhadap Volume Minyak Biji Karet a) Volume Pelarut Heksana 150 ml

Grafik 2. Perbandingan Berat Biji Karet terhadap Volume Minyak Biji Karet dengan Volume Pelarut 150 ml

(6)

0

memperlihatkan adanya pengaruh berat sampel biji karet serta konsentrasi pelarut heksana terhadap volume minyak yang dihasilkan yaitu semakin berat sampel biji karet yang digunakan serta semakin tinggi konsentrasi heksana yang digunakan, maka volume minyak biji karet yang dihasilkan. Volume minyak biji karet tebesar adalah pada berat sampel biji karet 40 gram dengan konsentrasi 90%, yaitu 15,25 ml. Peningkatan volume minyak ini disebabkan semakin banyak zat yang diekstrak, maka permukaan kontak solid pada biji karet serta liquid pada pelarut akan semakin tinggi, sehingga volume minyak yang didapatkan juga semakin besar.

b) Volume Pelarut Heksana 175 ml

Grafik 3. Perbandingan Berat Biji Karet terhadap Volume Minyak Biji Karet dengan Volume Pelarut 175 ml.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, seperti pada grafik di atas pada penggunaan volume pelarut yang lebih banyak, yaitu 175 ml memperlihatkan adanya peningkatan volume minyak yang dihasilkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh volume pelarut yang digunakan terhadap berat sampel biji karet serta konsentrasi pelarut heksana. Dimana volume minyak yang dihasilkan akan meningkat dengan semakin berat sampel biji karet yang digunakan serta semakin tinggi volume serta konsentrasi pelarut yang digunakan. Volume minyak biji karet tebesar adalah pada berat sampel biji karet 40 gram dengan konsentrasi 90%, yaitu 21 ml.

c) Volume Pelarut Heksana 200 ml

Grafik 4. Pengaruh Berat Biji Karet terhadap Volume Minyak Biji Karet dengan Menggunakan Pelarut 200 ml

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, terjadi penurunan volume minyak biji karet pada volume pelarut heksana 200 ml. Penurunan ini dimungkinkan terjadi bila volume pelarut tidak sebanding dengan berat sampel biji karet, sehingga pelarut mengalami kejenuhan dan tidak dapat mengekstrak minyak dari biji karet tersebut. Namun, grafik di atas juga menunjukkan bahwa volume minyak yang dihasilkan akan meningkat dengan semakin berat sampel biji karet yang digunakan serta semakin tinggi konsentrasi pelarut yang digunakan. Volume minyak biji karet tebesar adalah pada berat sampel biji karet 40 gram dengan konsentrasi 90%, yaitu1 18,27 ml.

4.3. Pengaruh Pelarut terhadap Persentase Rendemen Biji Karet

a) Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Persentase Rendemen Biji Karet

Grafik 5. Pengaruh Perbandingan Jenis Pelarut dan Berat Biji Karet terhadap Persentase Rendemen pada Volume Pelarut 175 ml

Berdasarkan grafik perbandingan persentase rendemen di atas bahwa dapat disimpulkan bahwa pada ekstraksi minyak biji karet ini digunakan pelarut ethanol dan

(7)

heksana dengan konsentrasi 90 % dengan variasi berat biji karet untuk mengekstrak minyak dari biji karet tersebut. Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa pelarut heksana lebih baik digunakan dalam mengekstraksi biji karet bila dibandingkan dengan pelarut ethanol. Karena pelarut ethanol menghasilkan persen rendemen yang lebih rendah.

Berbeda dengan ethanol, ekstraksi dengan menggunakan pelarut heksan menghasilkan persentase rendemen yang lebih tinggi. Hal tersebut disebabkan karena pelarut heksana dapat melarutkan lebih banyak minyak biji karet, sehingga persentase rendemennya lebih tinggi.

b) Pengaruh Konsentrasi Pelarut Heksana terhadap Persentase Rendemen Biji Karet dengan Volume Pelarut 150 ml

Grafik 6. Perbandingan Berat Biji Karet terhadap Persentase Rendemen dengan Volume Pelarut Heksana 150 ml

Setelah mengetahui jenis pelarut yang lebih baik digunakan untuk mengekstraksi minyak biji karet, maka berdasarkan grafik menunjukkan pengaruh konsentrasi heksana serta berat biji karet yang digunakan, yaitu semakin tinggi konsentrasi pelarut yang digunakan maka akan semakin besar persentase rendemen yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan semakin berat sampel biji karet, maka akan semakin banyak kontak yang terjadi akibat penetrasi pelarut ke dalam biji karet sehingga aktifitas pengikatan pelarut terhadap biji karet akan semakin banyak jumlahnya dan juga menghasilkan minyak yang lebih banyak. Nilai persentase rendemen yang terbesar pada volume pelarut heksana 150 ml, dengan berat sampel biji karet 40 gram serta konsentrasi 90% heksana yaitu 48,729.

c) Pengaruh Konsentrasi Pelarut Heksana terhadap Persentase Rendemen Biji Karet dengan Volume Pelarut 175 ml

Grafik 7. Perbandingan Berat Biji Karet terhadap Persentase Rendemen dengan Volume Pelarut Hekasana 175 ml

Berdasarkan grafik di atas yang juga menunjukkan pengaruh konsentrasi heksana serta berat biji karet yang digunakan, yaitu semakin tinggi konsentrasi pelarut yang digunakan maka akan semakin besar persentase rendemen yang dihasilkan. Sehingga, nilai persentase rendemen yang terbesar pada volume pelarut heksana 175 ml, dengan berat sampel biji karet 40 gram serta konsentrasi 90% heksana yaitu 50,207.

d) Pengaruh Konsentrasi Pelarut Heksana terhadap Persentase Rendemen Biji Karet dengan Volume Pelarut 200 ml

Grafik 8. Perbandingan Berat Biji Karet terhadap Persentase Rendemen dengan Volume Pelarut Heksana 200 ml

Seperti halnya pada penggunaan volume pelarut 175 ml dan 150 ml, volume pelarut 200 ml juga menunjukkan pengaruh konsentrasi heksana serta berat biji karet yang digunakan, yaitu semakin tinggi konsentrasi pelarut yang digunakan maka akan semakin besar persentase rendemen yang dihasilkan.

(8)

Sehingga, nilai persentase rendemen yang terbesar pada volume pelarut heksana 200 ml, dengan berat sampel biji karet 40 gram serta konsentrasi 90% heksana yaitu 49,201. Namun, pada volume pelarut 200 ml terjadi penurunan persentase rendemen, hal ini dimungkinkan terjadi karena berkurangnya kemampuan pelarut untuk mengekstrak biji karet akibat ketidakmampuan biji karet menerima penetrasi yang berlebihan dari pelarut yang digunakan.

4.4. Analisa Minyak Biji Karet

Jenis Analisa Konsentrasi Pelarut Heksana

50% 70% 90%

Berat Jenis (gr/ml) 0,931 0,937 0,939

Angka Asam (mg

KOH/gr sampel) 22,7990 37,7778 25,6601

Angka Penyabunan

(mg KOH/gr

sampel)

166,2804 153,6579 144,8502

Indeks Bias 1,464 1,465 1,467

Tabel 1. Hasil Analisa Minyak Biji Karet

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

1. Pada percobaan ini didapatkan minyak dari biji karet melalui metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut heksana dan ethanol. Jenis pelarut yang baik untuk mengekstraksi minyak biji karet, antara ethanol dan heksana adalah heksana. Hal tersebut ditunjukkan pada volume dan kualitas minyak biji karet yang lebih baik.

2. Volume minyak biji karet dan persentase rendemen biji karet dipengaruhi oleh konsentrasi pelarut heksana dan berat sampel biji karet. Semakin tinggi konsentrasi pelarut yang digunakan dan semakin berat sampel biji karet maka akan meningkatkan volume minyak biji karet. Volume minyak biji karet dan persentase rendemen biji karet yang terbanyak dihasilkan pada kondisi berat sampel biji karet 40 gram dan konsentrasi heksana 90%. 3. Pada penelitian ini, diperoleh berat jienis, angka penyabunan, dan indeks bias dari minyak yang dihasilkan masih memenuhi standar minyak biji karet. Sedangkan angka asam yang diperolah melebihi standar

minyak biji karet yaitu > 20 mgram KOH/gram minyak yang kemungkinan karena proses pengolahan minyak yang kurang baik.

5.2. Saran

1. Ukuran partikel biji karet dapat divariasikan, karena ukuran partikel juga mempengaruhi volume minyak biji karet yang dihasilkan. 2. Proses pengolahan biji karet untuk

memperoleh minyak biji karet agar dapat diperbaiki, sehingga dapat menurunkan angka asam yang diperoleh.

3. Meneliti kegunaan lain dari minyak biji karet, misalnya dimanfaatkan sebagai biodiesel.

DAFTAR PUSTAKA

Edison, et al, , Hawley’s Condensed Chemical Dictionary, 8th edition, Van Nostrand New York, 1982.

Guenther, Ernest, Mniyak Atsiri Jilid I. Universitas Indonesia, Jakarta, 1987. Jaksen, Yerizom, Pemanfaatan Biji Karet Bagi

Industri, Pusat Penelitian UNSRI, 1992. Ketaren,S,Pengantar Teknologi Minyak Atsiri

Jilid I, Balai Pustaka, Jakarta, 1985. Ma’ali, A.R, Abul, dkk, Pengaruh Ukuran

Partikel dan Lama Pemanasan Terhadap Rendemen Minyak, Dinamika Penelitian BIPA, Palembang, 1982.

Riswana, E, MS, Minyak Dari Biji Mengkudu, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta, 2000.

Sudarmadji, Slamet.dkk.. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian, Liberty Yogyakarta Bekerja Sama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1989.

Swern, D., Bailey’s, Industrial Oil and Fat Product. Interscience Publ, New York, 1964

Tim Penulis PS, Karet Budi Daya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran. PT Penebar Swadaya, Jakarta, 2007.

Gambar

Grafik 1. Pengaruh Perbandingan Jenis Pelarut dan Berat Biji Karet terhadap Volume Minyak Biji Karet dengan Volume Pelarut 175 ml
Grafik 3. Perbandingan Berat Biji Karet terhadap Volume Minyak Biji Karet dengan Volume Pelarut 175 ml
Grafik 7.  Perbandingan Berat Biji Karet terhadap Persentase Rendemen dengan Volume Pelarut Hekasana 175 ml

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan landasan tersebut, maka penelitian identifikasi daging babi dalam daging kebab yang beredar di Purwokerto menggunakan metode real-time polymerase chain

Masih ada kepala Masih ada kepala desalurah dan petugas desalurah dan petugas ke0amatan belum ke0amatan belum mengetahui %ad,al mengetahui %ad,al  posyandu balita  posyandu

Model mental yang tidak sesuai dengan konsep pada hidrolisis garam adalah konsep hidrolisis yang menyatakan bahwa hidrolisis merupakan penguraian senyawa garam

diikutsertakan bersama dengan masukan lainnya. Insektisida tersebut telah memicu ledakan populasi hama wereng coklat secara luas, sehingga varietas-varietas padi berproduksi

Dalam menghadirkan kota Makassar menuju kota dunia, diperlukan perhatian dan fokus pada beberapa hal yang dominan bernilai di atas 100 responden skala penilaian dari total

Pasien yang menjalani terapi hemodialisis dapat mengalami keputusasaan.Salah satu penyebab keputusasaan adalah berbagai penyakit kronis, termasuk di dalamnya adalah gagal

No part of this training material may be translated, reprinted or reproduced or utilised in any form either in whole or in part or by any electronic, mechanical or other means,

Ahmad Sumiyanto, BMT Menuju Koperasi Modern , Jakarta: ISES Publising, 2008, h.. Lokasi adalah keputusan yang dibuat perusahaan yang berkaitan dengan operasi dan stafnya