MENGAPA ANGKATAN LAUT BERBEDA?
Letkol Laut (P) Dickry Rizanny N, MMDS
Kehidupan di atas kapal perang memberikan sekaligus menuntut perwira dan anak buah kapal mempunyai keunikan dan cara pemikiran yang sedikit berbeda dengan angkatan lain. Artikel ini memberikan sebuah pandangan tentang bagaimana perwira angkatan laut memikirkan latar belakang keunikan tersebut, misalnya bagaimana melakukan perang angkatan laut, latihan dan segala aktivitas di atas kapal perang. Penulis mengaitkan sumber daya manusia, lingkungan laut yang tidak terstruktur dan beberapa sektor yang ada di atas kapal, seperti kepemimpinan, teknologi, tradisi, pencapaian misi, kerja sama dan moral. Keunikan dan perbedaan angkatan laut adalah sangat kuat dalam cara berpikir perwira dan abk, menekankan bahwa kehidupan di atas kapal perang memaksa mereka untuk selalu waspada, mandiri, saling percaya, dan bersedia kerja sama. Dalam mengarakterisasi budaya atau tradisi di laut, penulis menunjukkan bagaimana perwira dan abk memikirkan teori dan praktek peperangan dalam konteks domain laut, samudra dan littoral, menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh perang di bawah laut, di udara, dan permukaan.
Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia (SDM) merupakan hal yang sangat esensial dalam
mendukung kemampuan angkatan laut sendiri, termasuk sistem komando dan kepemimpinan di atas kapal, demi terlaksananya tugas pokok. Kemampuan dan profesionalisme personil angkatan laut, baik secara individual maupun kerja sama di dalam satu kapal, menunjukkan mekanisme yang berjalan di dalam angkatan laut dan bagaimana mereka disiapkan untuk menghadapi tantangan-tantangan di dalam lingkungan maritim.
tempur dengan kebutuhan pendidikan dan pelatihan personil di dalam operasi perang dan operasi selain perang. Keberhasilan hal-hal tersebut tergantung kepada
bagaimana seorang pemimpin di dalam satuan bawah, dalam hal ini komandan KRI, sampai dengan pemimpin tertinggi angkatan laut secara komprehensif. Diperlukan
satu inovasi dan inisiatif yang tinggi dalam meningkatkan profesionalisme dengan tidak meninggalkan perkembangan teknologi dan kehidupan tradisi khas dalam angkatan laut, Trisila TNI AL dan Peraturan Dinas Dalam (PDD) khas TNI AL.
Teknologi dan tradisi merupakan dua hal yang sangat melekat dengan TNI AL. TNI AL sangat bergantung pada teknologi. Bukan sekedar teknologi yang menentukan kemampuan TNI AL, tetapi bagaimana menggunakan teknologi ini. Oleh karena itu, personel TNI AL sebagai pengawak yang dapat membentuk dan mengeluarkan kemampuan kapal perang, kapal selam dan organisasi yang mendukung kemampuan tersebut secara optimal. Oleh karena itu perhatian khusus pada faktor manusia sebagai pengawak dapat membentuk fondasi yang kuat dalam kepemimpinan di atas kapal.
Kehidupan di laut.
Kehidupan di laut merupakan kehidupan yang unik dan memiliki tingkat bahaya
yang tinggi dan mungkin lebih berbahaya dari musuh nyata yang dapat kita hadapi. Angin, laut dan segala kondisinya dapat memberikan ancaman yang juga mematikan,
sehingga pelaut harus memberikan perhatian yang konstan terhadap segala bentuk kedaruratan yang dapat terjadi di laut yang tidak terduga dan dengan tiba-tiba. Termasuk di pelabuhan, kapal juga memerlukan tingkat pengawasan untuk memastikan keamanan material dan ABK kapal. Selain itu, operasi dan perang di laut juga sangat unik. Operasi di laut adalah sangat melelahkan, perlu energi besar dan tidak boleh mempunyai keragu-raguan dalam bertindak. Pertempuran di laut diawali dengan pengamatan dan patroli yang lama, yang kemudian diikuti aksi tembakan penghancuran baik rudal maupun meriam yang sangat cepat. Operasi militer selain perang di laut juga memerlukan karakteristik yang sama. Termasuk kapal perang berukuran besar, keterbatasan terhadap cuaca dan kondisi laut juga tetap berlaku.
Disiplin di atas kapal.
perang, sering dihadapkan pada situasi yang menuntut reaksi cepat dan inisiatif yang tepat sehingga bukan tidak mungkin terdapat perintah harus dilaksanakan dengan
segera tanpa pertanyaan. Selain itu, elemen penting dalam disiplin dalam angkatan laut adalah kerja sama tim. Disiplin dalam angkatan laut adalah merupakan perilaku
yang diperlukan dalam berlayar dan bertempur. Perilaku tersebut akan membentuk sumber daya manusia yang dapat beroperasi secara efektif di dalam segala kondisi di laut, masa damai, masa perang maupun dalam menghadapi tekanan di laut.
Moral.
Secara umum, moral manusia adalah tingkat pemikiran suatu kelompok manusia seperti apa yang mereka refleksikan dalam perilaku mereka. Meskipun moral dapat menunjukkan kualitas secara kolektif, dalam mengembangkannya, dapat dimulai dari tingkah laku individu sebagai jalan untuk menstabilkan kolektivitas tersebut. Pembentukan moral yang tinggi bergantung pada satu individu. Pelatihan moral anak buah kapal harus fokus terhadap pengembangan kualitas yang diperlukan untuk menciptakan suatu semangat yang dapat mempertahankan tingkat profesionalisme dan kepemimpinan, sehingga tidak akan pernah mendapatkan kekalahan di laut.
Kepemimpinan.
Kepemimpinan di laut sangat menggambarkan keunikan lingkungan maritim itu sendiri. Fokus di laut adalah kegiatan seluruh anak buah kapal dalam menggunakan peralatan pertempuran, yaitu kapal perang itu sendiri, di dalam kendali dari seorang komandan KRI. Tidak ada meriam yang ditembakkan dan tidak ada rudal yang diluncurkan tanpa adanya perintah komandan. Dengan beberapa pengecualian, kondisi ini tetap berlaku dalam
situasi pertempuran dan dalam pendelegasian yang terbatas. Komando dan kendali seorang komandan KRI sampai dengan kelasi dua adalah satu sistem yang kompak dan tidak terpisahkan. Sebagai perbandingan, seorang
individual dalam bertindak dan berkontribusi secara individual dalam pertempuran darat sesuai dengan intensi mereka. Di angkatan udara, komandan wing udara harus
menggantungkan keberhasilan misi kepada pilot-pilot mereka secara individual. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan kepemimpinan di laut adalah membentuk
suatu kolektivitas antara kru dan kapal sebagai satu instrumen pertempuran. Sedangkan di darat dan di udara adalah fokus terhadap individu sebagai satu instrumen pertempuran.
Kerja sama dan Kohesi Tim.
Kepemimpinan di laut secara vital sangat bergantung pada kompetensi profesionalisme yang tinggi, tetapi hal ini bukan berarti menghilangkan pentingnya elemen manusia. Sebuah kapal perang dalam menjalankan misi secara efektif adalah kapal di mana komandannya mampu untuk menyatukan kemampuan profesionalisme dan keterampilan abk kapal yang bervariasi untuk dapat membangun dan membentuk sebuah tim yang efektif dalam keberhasilan misi yang diemban. Begitu pun juga dengan seorang komandan gugus tugas (GT), dia juga harus mampu menyatukan komandan di bawahnya dalam mengembangkan sebuah kekuatan yang lebih besar daripada penyatuan kekuatan
individu unsur. Satu keuntungan seorang pemimpin di laut adalah
bahwa resiko yang dapat terjadi akan ditanggung oleh seluruh personil kapal yang terlibat dalam pertempuran. Sehingga, kepemimpinan di laut haruslah
vital, personal dan konsisten. Kebutuhan akan kerja sama dan kohesi tim, serta saling percaya adalah sangat diperlukan dalam lingkungan kerja di kapal yang terbatas dan operasi maritim yang memerlukan energi yang banyak. Pemimpin angkatan laut yang besar adalah pemimpin yang mampu untuk menemukan semangat dan perhatian besar dari bawahannya di segala level; hal ini merupakan faktor dasar dalam keberhasilan dalam pertempuran di laut.
Latihan di atas kapal adalah sebuah proses di mana personel
angkatan laut dilatih mencakup usaha secara individu dan kolektif.
Kompleksitas di dalam kapal perang modern dan sistem yang dimilikinya menuntut seluruh personel angkatan laut di semua tingkat dan spesialisasi mampu menunjukkan inteligensi dan pendidikan tinggi
yang didapatkan dari latihan. Kualitas latihan dasar dan spesialisasi saat mereka bergabung angkatan laut adalah hal yang sangat penting, terutama dalam proses dan konsep rekrutmen personel. Walaupun telah ada simulator yang canggih dan realistik, latihan secara individu sebagai seorang pelaut tidak akan lengkap sampai mereka mempunyai pengalaman berlayar.
Kapal perang yang baru diresmikan atau yang baru selesai melaksanakan perbaikan dalam waktu yang relatif lama, dengan mempertimbangkan pergantian personel dan pengawak, kapal tersebut tidak dapat melaksanakan operasi secara
efisiensi dan efektivitas yang tinggi. Sehingga kapal tersebut harus melakukan latihan L1, L2 di pangkalan dan pengecekan sistem sebelum mereka dapat melaut lagi untuk
mencapai standar minimum keamanan dan standar kemampuan operasional. Tingkat kemampuan yang diperlukan tersebut tidak hanya pada saat perang, di masa damai pun, tidak ada unsur yang akan dioperasikan apabila belum memenuhi kemampuan operasional minimum. Penentuan standar minimum operasional di masa damai juga merupakan satu proses yang sangat esensial. Sebuah keseimbangan antara standar minimum operasi, profesionalisme personel, dan kesiapan melaksanakan sebuah misi harus tetap dipertahankan.
Kesiapan dalam misi dan kelelahan dalam bertempur.
latihan yang diberikan. Selalu ada satu kompromi atau negosiasi antara kebutuhan operasional dan latihan yang ideal. Meskipun sebuah simulasi di dalam latihan sangat
membantu, tetapi sebuah unsur tidak akan mungkin mencapai tingkat tertinggi kesiapan operasinya tanpa adanya pengalaman berlayar dan bertempur secara aktual
di laut dan kepercayaan diri yang mereka dapatkan saat melaksanakan operasi sebelumnya.
Pencapaian sebuah tingkat siap operasi merupakan salah satu tanggung jawab dari seorang komandan. Mereka harus mampu untuk mempertahankan standar operasional yang tinggi dari abk dan sistem komando tanpa membuat mereka mengalami kelelahan dalam bertempur. Keseimbangan ini juga harus ditunjukkan oleh seorang komandan dalam mempertahankan efisiensi dan energi terutama dalam suatu kondisi yang kritis. Kohesi antar abk dan saling percaya dan saling mendukung adalah faktor esensial dalam mempertahankan tingkat kesiapan operasi.
Kesimpulan
Faktor manusia selalu dibentuk oleh beberapa nilai mendasar yang oleh angkatan laut selalu dikedepankan, disebut Navy Core Values. Oleh karena itu, diperlukan satu usaha dan kepemimpinan dari seorang komandan kapal dalam
mengembangkan dan membina tradisi di atas KRI. Dalam pembinaan tradisi di TNI AL, nilai-nilai ini merupakan Trisila TNI AL, yaitu Disiplin, Hierarki dan Kehormatan Militer. Berdasarkan pengalaman, nilai-nilai tersebut memberikan kejelasan kepada TNI AL dan personel pengawak kapal perang tentang :
- Apakah angkatan laut sendiri dan apa yang membuat kebersamaan di dalamnya ?
- Hal apakah yang terpenting dalam angkatan laut dan apa yang harus kita lakukan secara bersama-sama?
- Hal-hal apakah yang boleh dan yang tidak boleh dalam angkatan laut?
- Bagaimana cara bertindak dan berinteraksi dengan yang lain, teman sekapal, kolega, atasan, bawahan, atau dengan komunitas yang lebih luas ?
- Bagaimana membuat keputusan bersifat prinsip yang mendasar dalam memenuhi kebutuhan terhadap suatu aturan untuk setiap situasi yang dihadapi di atas