• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah potong tentang pemotongan hewan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "makalah potong tentang pemotongan hewan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

ILMU TERNAK POTONG “Teknik Pemotongan Hewan di RPH”

Oleh : Grup 1 Anggota

Ludbizar D1E012005

Cici Suciani D1E012002 Fidi Saputra D1E012008 Eki Visiyam F D1E012009 Surya Fajar Sidiq D1E012010 Adhi Alfiantoro D1E012011 Tuti Haryati D1E012013

Atik Ulfiah D1E012014

Fajar Juniana N D1E012016 Nur Sakhiyyah D1E012017

LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK POTONG FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

“Teknik Pemotongan Hewan di RPH”

Oleh: Grup 1 Anggota

Ludbizar D1E012005

Cici Suciani D1E012002 Fidi Saputra D1E012008 Eki Visiyam F D1E012009 Surya Fajar Sidiq D1E012010 Adhi Alfiantoro D1E012011 Tuti Haryati D1E012013

Atik Ulfiah D1E012014

Fajar Juniana N D1E012016 Nur Sakhiyyah D1E012017

Disahkan pada tanggal : ………..

Kordinator Asisten Asisten Pendamping

Xxxxxxxxxxx Sugeng Riyadi

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah akhir praktikum mata kuliah Ilmu Ternak Potong ini tanpa hambatan berarti.

Penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen mata kuliah Ilmu Ternak Potong yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran. Terima kasih penyusun sampaikan kepada koordinator asisten dan asisten kelompok satu, Sugeng Riyadi, serta kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah akhir ini.

Kemampuan maksimal dan usaha yang keras telah dicurahkan dalam menyelesaikan laporan akhir ini. Semoga usaha yang telah dilakukan tidak sia-sia dan mendapatkan hasil yang baik.

(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iii

PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar belakang... 1

1.2 Tujuan... 1

1.3 Rumusan masalah... 1

PEMBAHASAN... 2

2.1 Syarat-syarat pemotongan hewan... 2

2.2 Tata cara pemotongan hewan... 3

2.2.1 Proses penyembelihan... 5

2.2.2 Pengeluaran Darah... 6

2.2.3 Penyiapan karkas... 7

PENUTUP... 11

3.1 Kesimpulan... 11

3.2 Saran... 11

(5)

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan bangunan yang sengaja dibangun sebagai tempat pemotongan hewan ternak besar seperti sapi, dll. Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan sumber daging untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani, agar mutu dan kualitas daging yang dihasilkan memenuhi standar yang telah ditentukan maka Rumah Potong Hewan harus memiliki ijin dari pemerintah setempat.

Rumah Potong Hewan memiliki konstruksi khusus yang terdiri dari beberapa ruangan, antara lain ruangan utama yaitu ruangan dimana ternak disembelih, selain itu RPH juga harus memilki sarana dan prasarana yang lengkap, peralatan , letaknya strategis atau dekat dengan pemasaran tapi harus jauh dari pemukiman penduduk agar tidak mengganggu kesehatan masyarakat.

Pemotongan sapi dilakukan di Rumah Potong Hewan karena untuk menstandarisasi daging yang akan dikonsumsi. Dengan proses pemeriksaan kesehatan ternak sebelum di potong dan pemberian cap bahwa daging telah melewati pemotongan di Rumah Potong Hewan. Proses pemotongan sapi di Rumah Potong Hewan dilakukan oleh petugas yang terampil, menggunakan semi modern, sehingga mampu memotong puluhan ternak saat waktu pemotongan. Walaupun begitu, petugas tetap memegang kendali penuh atas proses pemotonganya. Dari Rumah Potong Hewan yang dikunjungi, bisa diketahui bagaimana standar pelaksanaan pemotongan yang baik, untuk kemanan pangan from stable to table.

1.2 Tujuan

1.2.1 Mengetahui syarat-syarat pemotongan ternak di RPH 1.2.2 Mengetahui tata cara pemotongan di RPH

1.3 Rumusan Masalah

(6)

PEMBAHASAN

Pemotongan ternak dilakukan di suatu tempat khusus untuk pemotongan ternak yang telah memenuhi persyaratan tertentu, yaitu di Rumah Potong Hewan. Persyaratan atau peraturan mengenai pemotongan hewan dimaksudkan untuk melindungi hewan dari kekejaman yang tidak semestinya, tetangga-tetangga dari gangguan dan konsumen dari daging yang berasal dari hewan yang dipotong dan ditangani secara tidak sehat atau dijual tanpa pemeriksaan (Williamson dan Payne, 1993).

2.1 Syarat syarat pemotongan ternak

Syarat penyembelihan ternak adalah ternak harus sehat. Ternak tidak dalam keadaan lelah, ternak tidak produktif lagi atau tidak dipergunakan sebagai bibit. Ternak harus diistirahatkan 12 sampai 24 jam sebelum dilakukan pemotongan agar pada saat disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin dan cukup tersedia energi sehingga proses kekakuan otot (rigormortis) berlangsung secara sempurna (Soeparno, 1998).

Sebelum melakukan pemotongan atau penyembelihan pada hewan ternak, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, antara lain :

a. Ternak yang akan dipotong harus dalam kondisi sehat, berdasarkan hasil pemeriksaan dokter hewan atau mantri hewan yang berwenang. Yang dimaksud dengan ternak sehat, yaitu ternak tersebut tidak menderita sakit, baik oleh penyakit yang menular maupun penyakit yang tidak menular. Ternak yang sakit tersebut dapat disembelih dengan beberapa syarat sebagai berikut :

1) Pada penyakit mulut dan kuku (“Apthae epizootica”), setelah ternak disembelih, maka bagian organ dalam, kepala bagian mulut, lidah dan kaki harus direbus sebelum diedarkan atau diperdagangkan.

2) Pada penyakit surra ternak harus dipotong pada waktu malam hari, karena penyakit tersebut dapat ditularkan oleh lalat.

(7)

dalam pada lokasi yang jauh dari pemukiman maupun tempat pemeliharaan ternak.

b. Disitirahatkan paling sedikit 12 jam sebelum penyembelihan dilakukan. Ternak harus tidak dalam keadaan lelah atau habis dipekerjakan, hal ini berhubungan dengan penampilan karkas yang akan dihasilkan.

c. Ternak yang akan disembelih harus sudah tidak produktif lagi atau tidak dipergunakan sebagai bibit. Yang dimaksud dengan ternak yang sudah tidak produktif, yaitu ternak betina yang sudah tidak dapat menghasilkan anak (tua) dan ternak betina yang tidak dapat bunting (manjir). Ternak yang tidak dipergunakan sebagai bibit, yaitu ternak jantan yang tidak dipergunakan sebagai pejantan atau bibit.

d. Disertai surat kepemilikan. bukti pembayaran retribusi/pajak potong, surat ijin potong.

e. Dilakukan pemeriksaan ante mortem oleh petugas pemeriksa yang berwenang paling lama 24 jam sebelum penyembelihan.

2.2 Tata cara pemotongan hewan

Pada dasarnya ada dua cara atau teknik pemotongan ternak, yaitu teknik pemotongan secara langsung dan teknik pemotongan tidak langsung, Pemotongan secara langsung ternak dinyatakan sehat dan dapat disembelih pada bagian leher dengan memotong arteri karotis dan vena jugularis serta oesophagus. Pemotongan ternak secara tidak langsung ialah ternak dipotong setelah dilakukan pemingsanan stunning dan ternak telah benar-benar pingsan. (Soeparno, 1998).

(8)

2.2.1 Proses Penyembelihan

Pada penyembelihan secara tidak langsung dilakukan stunning terlebih dulu. Proses stunning dilakukan dengan maksud untuk memudahkan pelaksanaan penyembelihan ternak, agar ternak tidak tersiksa dan terhindar dari resiko perlakuan kasar dan kualitas kulit dan karkas yang dihasilkan lebih baik, karena pada waktu menjatuhkan, ternak tidak banyak terbanting atau terbentur benda keras, sehingga terjadinya cacat pada kulit atau memar pada karkas dapat dihindarkan seminimal mungkin.

Pemingsanan stunning ternak yang akan dipotong dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

a. Dengan alat pemingsan atau yang lazim disebut knocker.

b. Dengan senjata pemingsan atau yang lazim disebut stunning Gun atau captive bolt, yaitu suatu tongkat yang bekerja di dalam suatu silinder yang diaktifkan oleh suatu muatan yang eksplosif yang menyerupai selongsong kosong ditembakkan oleh suatu tekanan,

c. Dengan cara pembiusan menggunakan karbondioksida, terutama untuk proses pemotongan sapi muda calf atau veal.

d. Dengan menggunakan arus listrik stroom pada bagian bibir sapi (Ensminger, 1991; Blakely and Bade, 1992).

Sapi yang telah pingsan kemudian dibawa ke ruang pemotongan. Proses penyembelihan di Indonesia umumnya dilakukan secara manual melalui pemutusan sebagian kulit, otot, arteri karotis, vena jugularis, trakhea dan esofagus dengan menggunakan pisau potong, serta ternak dihadapkan ke arah kiblat, sehingga bagian kepala ternak ada di sebelah selatan dan ekor disebelah utara. Pemotongan secara manual ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan halal dari produksi daging yang dihasilkan.

2.2.2 Pengeluaran darah

(9)

pengeluaran darah yang sempurna sangat penting guna menghasilkan daging dan kulit yang mempunyai mutu penyimpanan baik, karena pengeluaran darah yang tidak sempurna selama proses penyembelihan akan menyebabkan lebih banyak residu darah yang tertinggal di dalam karkas, sehingga daging yang dihasilkan berwarna lebih gelap dan lemak daging dapat tercemar oleh darah.

Agar pengeluaran darah dapat berlangsung sempurna maka sapi yang telah mengalami penyembelihan di gantung pada gantungan atau conveyor. Penggantungan dilakukan dengan jalan pengikatan bagian atas tumit salah satu kaki belakang dengan tali tambang yang telah dihubungkan dengan penggantung di conveyor, sehingga sapi tergantung dalam posisi terbalik dan diharapkan darah cepat mengalir keluar melalui pembuluh nadi dan vena yang telah terputus sewaktu penyembelihan.

Untuk mengetahui bahwa ternak sapi yang telah disembelih telah benar-benar mati, maka dapat dilakukan tiga macam uji coba, yaitu uji coba terhadap reflek mata, uji reflek kaki dan uji reflek ekor. Uji coba reflek mata dilakukan terhadap pelupuk mata apakah masih bergerak atau tidak. Uji coba reflek kaki dilakukan dengan memukul persendian kaki atau dengan memijit sela-sela kuku, bila masih terjadi gerakan atau konstraksi terkejut, maka ternak masih hidup. Uji coba reflek ekor dilakukan dengan cara membengkokkan ekor, apabila sudah tidak ada gerakan berarti ternak sudah mati.

2.2.3 Penyiapan Karkas ( Carcasing )

Hasil pemotongan ternak ruminansia besar dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu bagian yang disebut karkas dan non karkas atau yang lazim disebut offal yang terdiri dari kulit, kepala, keempat kaki bagian bawah mulai dari tulang tarsus dan carpus serta jeroan.

(10)

secara umum proses penyiapan karkas meliputi kegiatan sebagai berikut : 2.2.3.1 Pemisahan Kepala dan Keempat Kaki

Pemisahan bagian kepala dari tubuh ternak dilakukan pada bagian bekas pemotongan atau penyembelihan, dan yang terbaik dilakukan pada bagian sambungan antara tulang leher dengan tulang kepala (tulang atlas), sehingga bagian leher tidak banyak terbuang dari karkas (Undang, 1995).

Pemotongan keempat kaki ternak yang telah disembelih dilakukan pada bagian persendian tulang kanon, yaitu sambungan tulang lutut di daerah benjolan tarsus untuk kaki belakang dan pada sambungan tulang siku di daerah benjolan tulang carpus untuk kaki depan.

Pada pemotongan kedua kaki belakang disertai pula dengan sedikit pengulitan sebatas tumit kaki belakang, begitu pula pada pemotongan kedua kaki depan disertai dengan pengulitan pada bagian tumit kaki depan, terus menyusur paha dan diteruskan ke bagian dada.

2.2.3.2 Proses Pengulitan

Proses pengulitan atau yang lazim disebut “skinning”, diawali dengan cara membuat irisan panjang pada kulit sepanjang permukaan dalam (medial kaki). Kulit dipisahkan mulai dari ventral kearah punggung tubuh.

Berdasarkan cara pelaksanaannya dikenal tiga macam cara pengulitan, yaitu pengulitan di lantai, pengulitan dengan di gantung, dan pengulitan dengan menggunakan mesin. Setiap cara pengulitan mempunyai kebaikan dan keburukan. Kebaikan pelaksanaan pengulitan di lantai, yaitu biaya peralatan rendah dan pengulitan dapat di-lakukan secara masal (padat karya). Keburukannya, yaitu kulit dan karkas menjadi kotor bila tercemar darah dan kotoran, serta pelaksanaan pengulitan lebih sukar, sehingga banyak terjadi cacat, baik pada kulit maupun karkas.

(11)

Kebaikan cara pengulitan dengan menggunakan mesin, yaitu kulit dan karkas tidak kotor atau tercemar, serta tidak banyak cacat. Keburukannya adalah memerlukan biaya besar untuk mesin pengulit dan memerlukan tenaga ahli khusus.

Kulit yang dihasilkan harus bagus, karena industri penyamakan kulit memerlukan kulit berbentuk empat persegi. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil terbaik pada hewan besar seperti ternak sapi, menurut Williamson dan Payne (1993) pengirisan dasar harus dibuat sebagai berikut :

a. satu irisan panjang, lurus ke bawah di tengah-tengah, dari dagu sampai ke dubur (pemotongan hanya mendekati ambing atau kantung buah pelir tidak dianjurkan karena berpengaruh terhadap bentuk kulit; dua kulit penutup yang tidak penting dibiarkan yang harus dipotong sedikit sehingga mempengaruhi bentuk dan ukuran kulit);

b. Dua irisan melingkar pada kaki-kaki depan mengelilingi lutut; c. Dua irisan yang sama mengelilingi tumit pada kaki-kaki belakang; d. Dua sayatan lurus di sebelah sisi dalam kaki-kaki depan mulai dari

lutut ke ujung depan tulang dada; dan

e. dua sayatan lurus pada kaki-kaki belakang mulai dari belakang tiap sendi tumit ke suatu titik di pertengahan jalan antara dubur dan kantong buah pelir atau ambing.

2.2.3.3 Pembelahan Dada dan Pengeluaran Jeroan

Sebelum melakukan pembelahan dada dan pengeluaran jeroan, terlebih dahulu dilakukan pembedahan lubang anus, dan pada bagian ujung saluran pencernaan kemudian ditutup dengan kantung plastik atau diikat dengan tali rafia. Perlakuan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kontaminasi antara kotoran sapi yang berada dalam saluran pencernaan dengan bagian lainnya selama proses penyiapan karkas atau “Carcassing”.

(12)

bonggol pelvik dan pisahkan kedua bagian tulang pelvik. Lakukan pengulitan pada ekor bila belum dilakukan. Setelah dinding perut terbuka, kemudian dilakukan pengeluaran jeroan, yaitu kantung kencing dan uterus bila ada, usus, lemak susu, rumen dan bagian lain dari lambung, limpa, hati, dan ginjal yang diselaputi lemak ginjal.

Bersamaan dengan pengeluaran jeroan dilakukan pula pemotongan ekor atau Oxtail. Pemotongan ekor biasanya dilakukan pada bagian tulang pangkal ekor cocygeal vertebrae. Akan tetapi, pemotongan ekor sapi di Indonesia umumnya dilakukan sampai pada tulang ekor yang ketiga masih termasuk ke dalam karkas.

Pembukaan rongga dada dilakukan dengan menggunakan gergaji, tepat melalui ventral tengah tulang dada atau sternum. Setelah memotong diafragma, pisahkan bagian pluck, yaitu jantung, paru-paru dan trakhea.

2.2.3.4 Pembelahan Karkas

Pembelahan karkas atau yang lazim disebut halving, adalah membelah karkas menjadi dua bagian yaitu karkas bagian tubuh sebelah kanan dan karkas bagian tubuh sebelah kiri. Pembelahan dilakukan dengan menggunakan gergaji pembelah karkas, dengan cara pemotongan memanjang tepat melalui garis tengah tulang belakang vertebrae. Karkas bagian tubuh sebelah kiri selalu merupakan bagian yang kencang tigh side, sebab lemak ginjal melekat rapat pada ginjal dan tulang belakang, dan karkas bagian tubuh sebelah kanan merupakan bagian karkas yang longgar loose side.

Selanjutnya karkas yang telah dibelah dibersihkan dengan cara disemprot air bersih yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang masih menempel pada karkas, seperti darah, serbuk tulang dan kotoran lainnya. Kemudian dilakukan penimbangan untuk memperoleh berat karkas segar. Karkas yang sudah bersih dapat dibungkus dengan kain putih untuk merapikan lemak subkutan.

2.2.3.5 Pendinginan

(13)

mengurangi penyusutan karena evaporasi, mengurangi drip loss ( kehilangan cairan yang terbentuk akibat keluarnya air dari jaringan daging yang mengandung protein, lemak dan zat gizi lain yang terdapat dalam daging) dan mencegah kontaminasi bakteri.

Menurut Soeparno (1994) lamanya pendinginan kira-kira 24 jam sebelum pemotongan tulang rusuk atau pemotongan paruhan karkas half carcass menjadi perempat bagian karkas quarter carcass. Temperatur ruang pendinginan berkisar antara -40C sampai dengan 10C, tapi menurut Blakely dan Bade (1993) temperatur ruang pendinginan harus tetap pada 20C.

Karkas atau daging baru dapat dikeluarkan atau dipasarkan apabila telah diperiksa oleh dokter hewan atau petugas yang berwenang, dimana karkas yang sehat akan diberi stempel atau dicap sebagai tanda layak dan aman untuk dikonsumsi.

2.2.3.6 Pelayuan

(14)

Karkas dari ternak ruminansia besar, seperti sapi memerlukan proses pelayuan, sedangkan ternak ruminansia kecil (domba dan kambing) bisa tidak dilayukan, karena dagingnya secara relatif sudah empuk bila ternak dipotong pada umur yang relatif muda, dan proses kekakuan berlangsung dalam waktu yang relatif cepat.

Proses pelayuan atau pematangan karkas sapi prima bisa dilakukan selama periode waktu antara 15 - 40 hari, karena adanya lapisan lemak yang tebal yang menutupi dan melindungi karkas dari kontaminasi mikrobia. Karkas yang tidak cukup mengandung lemak eksternal ( termasuk karkas veal) tidak dapat dilayukan dalam waktu yang lama, karena lebih mudah diserang mikroorganisme. Hal ini sejalan dengan pendapat Ensminger (1991), yang menyatakan bahwa karkas yang berasal dari sapi-sapi yang mempunyai grade yang lebih baik, akan lebih tahan disimpan dalam ruang pelayuan dibandingkan dengan grade yang lebih rendah. Semakin lama karkas disimpan dalam ruang pelayuan maka penyusutan karkas akan semakin besar pula.

2.2.3.7 Pemeriksaan Daging

Pemeriksaan daging dari hasil pemotongan dimaksudkan untuk : a. Melindungi konsumen dari penyakit yang dapat ditimbulkan karena

makan daging yang tidak sehat,

b. Melindungi konsumen dari pemalsuan daging, dan c. Mencegah penularan penyakit diantara ternak.

Pemeriksaan daging meliputi pemeriksaan sebelum ternak dipotomg, lazim disebut pemeriksaan antemortem dan pemeriksaan setelah pemotongan atau yang lazim disebut pemeriksaan postmortem, yaitu pemeriksaan karkas dan alat-alat dalam viscera, serta produk akhir.

Maksud pemeriksaan antemortem dapat dilihat pada penjelasan perlakuan ternak sebelum pemotongan, sedangkan maksud pemeriksaan postmortem adalah untuk mengetahui kondisi karkas yang dihasilkan dari pemotongan, layak dikonsumsi atau tidak.

(15)
(16)

PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Syarat penyembelihan ternak adalah ternak harus sehat. Ternak tidak dalam keadaan lelah, ternak tidak produktif lagi atau tidak dipergunakan sebagai bibit. Ternak harus diistirahatkan 12 sampai 24 jam sebelum dilakukan pemotongan agar pada saat disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin dan cukup tersedia energi sehingga proses kekakuan otot (rigormortis) berlangsung secara sempurna.

Pada dasarnya ada dua cara atau teknik pemotongan ternak, yaitu teknik pemotongan secara langsung dan teknik pemotongan tidak langsung. Mekanisme urutan pemotongan ternak besar di Indonesia dibagi menjadi dua bagian yaitu proses penyembelihan dan proses penyiapan karkas. Proses penyembelihan meliputi proses perlakuan sebelum pemotongan, teknik penyembelihan dan pengeluaran darah, sedangkan proses penyiapan karkas meliputi beberapa kegiatan, antara lain pemisahan bagian kepala dan kaki, pengulitan, pembelahan dada dan pengeluaran jeroan, pembelahan karkas, dan pendinginan karkas.

3.2 Saran

1) Sebaiknya pemotongan hewan di RPH perlu diperhatikan soal kebersihan saat pemotongan.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Blakely, J. dan D.H. Bade. 1992. Ilmu peternakan diterjemahkan oleh Bambang Srigandono. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta. Bratzler, L.J., Gaddis, A.M. dan Sulzbacher. 1977. Fundamentals of food

freezing. The AVI Publishing Company Inc. : Westport, Connecticut. Ensminger, M.E. 1991. Animal science. 9th Ed. The Interstate Printers and

Publishers Inc., Denville, Illinois.

Lawrie, R.A. 1979. Meat science. 3rd Edition. Pergamon Press.

Natasasmita, s. 1987. Evaluasi Daging. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor : Bogor.

Setiyono. 2000. Abatoir dan Tehnik Pemotongan. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan 2. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

_______, 1998. Ilmu dan Teknologi Daging, cetakan 3, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

_______, 2005. Ilmu dan Teknologi Daging, cetakan 4. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Swatland, H., J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice Hall Inc., Englewood Cliffs. New Jersey.

Undang, S. 1995. Tatalaksana pemeliharaan ternak sapi. Penebar Swadaya Jakarta.

Williamson, G dan W, J, A, Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Penerjemah : S. G. N. Djiwa Darmadja. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian ini yaitu Model penyebaran teknologi Embrio Transfer pada sapi potong lintas wilayah kabupaten di Sumbar yang

Analisis bahan hukum merupakan suatu metode yang digunakan oleh penulis dalam menentukan jawaban atas permasalahan yang dibahas.Untuk dapat menganalisis bahan telah

Kepala Desa sebagai fasilitator sebagaimana yang dimaksud Seorang fasilitator yang baik harus memiliki ketrampilan dalam hal memimpin sebuah pertemuan termasuk juga

Data yang diperoleh langsung dari key informan yang terdiri dari : wawancara mendalam tentang hasil kerja dinas Pertanian Tanaman Pangan tentang melaksanakan

Kedua penelitian tersebut menegaskan bahwa modal sosial yang baik yang dimiliki berhubungan dengan kemampuan keluarga miskin untuk dapat mempunyai ketahanan pangan dan

Rasa masakan Aqiqah lebih terjaga kualitasnya, karena kami memiliki menu spesial berupa tengkleng asli solo, sehingga anda tidak khawatir akan kelezatan khas masakan nusantara dari

RKPD Kota Kendari adalah gambaran usulan program pembangunan sebagai salah satu penjabaran dari RPJMD Kota Kendari Tahun 2013 – 2017

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan bobot kondisi dan bobot fungsi komponen bendung berbasis metode AHP dan menguji model penetapan nomor prioritas rehabilitasi bangunan