Oleh : Ir. Dadang Satyawan, IAI.
PT. VISITAMA DAYA SOLUSI Consultant
P
PEMERINTAH PROPINSI LAMPUNG
DINAS PEMUKIMAN DAN PENGAIRAN
MADSUD DAN
TUJUAN
MADSUD
Membantu Pemerintah dalam Menyiapkan Rencana
Aksi Program Pengembangan dan Pengelolaan
Kawasan Tradisional KHUSUS NYA DIBIDANG
PERENCANAAN SARANA DAN PRASARANA
PERMUKIMAN DAN BANGUNAN PERMUKIMAN
TUJUAN
A.
Menginventaris Jenis Adat Istiadat dan Budaya
Masyarakat Lampung yang Berkembang di
seluruh wilayah Propinsi Lampung.
B.
Menginventaris Bangunan Permukiman, sarana
dan prasarana permukiman Tradisional
C.
Mengidentifikasi perkembangan seni, Budaya,
dan Tradisi
D.
Mengidentifikasi perkembangan sarana
prasarana dan bangunan permukiman
tradisional
E.
Menyusun Rencana Aksi program
SASARAN
Terwujudnya
Inventaris / data
base kawasan
tradisional
Tersusunnya
Program
Pengembangan
kawasan
Definisi Kampung
/Kawasan Tradisional
Karakter Pemukiman
Tradisional
Karakter budaya, sosial
dan pemerintahan
Unsur-unsur yang
mudah mengalami
perubahan dan
faktor-faktor penyebab
perubahan
Arah pengembangan
desa tradisional yang
ideal
KAMPUNG / DESA ADALAH KESATUAN MASYARAKAT HUKUM YANG
MEMILIKI BATAS BATAS WILAYAH YANG BERWEWENANG UNTUK
MENGATUR DAN MENGURUS KEPENTINGAN MASYARAKAT SETEMPAT
BEDASARKAN ASAL USUL , ADAT ISTIADAT YANG DIAKUI DAN
DIHORMATI DALAM SISTIM PEMERINTAHAN NKRI (Permendagri Nomor
22 tahun 2006) TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA.
DALAM PERSPEKTIF ANTROPOLOGI MEMANDANG DESA ATAU NAMA
LAIN (PEKON; BUAY;
NAGARI; BINUA; KAMPUNG; GAMPONG; NEGRI;
HUTA; SOSIR;
MARGA; LEMBANG; KUWU; PEMUSUNGAN; PAROIGU;
LUMBAN
; )
ADALAH KESATUAN MASYARAKAT YANG TERGABUNG
BEDASARKAN GARIS KETURUNAN (GENEOLOGI) YANG MENDIAMI
WILAYAH (TERITORIAL) DAN TERIKAT OLEH SUATU TRADISI
/KEBIASAAN
KAWASAN
ARTINYA
DAERAH
YANG MEMILIKI CIRI KHAS TERTENTU ATAU BERDASARKAN
PENGELOMPOKAN FUNGSIONAL KEGIATAN TERTENTU, SEPERTI
DITINJAU DARI SEGI SOSIAL DAN BUDAYA
Adat menentukan jati diri, norma, nilai dan tata
aturan untuk mengelola tanah, sumberdaya alam,
warga maupun hubungan-hubungan sosial
(pernikahan, kematian, sengketa, pembagian
tanah, dan sebagainya).
Setiap warga masyarakat terikat oleh tatacara adat
untuk mengelola (merawat dan membagi) tanah
(kekayaan) secara komunal (bersama) dengan
prinsip kesejahteraan ( welfare society),
keseimbangan dan berkelanjutan.
Pemimpin ditentukan secara turun-temurun melalui
jalan musyawarah tanpa pergolakan kekuasaan
(politik) di dalam lingkup keluarga atau masyarakat.
Pemimpin bukanlah jabatan yang sarat dengan
kekuasaan dan kekayaan, tetapi posisi kehormatan
yang sarat dengan tanggungjawab untuk mengurus
dan melindungi tanah, penduduk, keamanan,
hubungan-hubungan sosial, dan sebagainya.
DITINJAU DARI BENTUK
POLA PERMUKIMAN
(SPASIAL )
Karakteristik Permukiman
Tradisional
Permukiman tradisional
Permukiman tradisional sering
direpresentasikan sebagai
tempat yang masih memegang
nilai nilai adat dan budaya yang
berhubungan dengan nilai
kepercayaan atau agama yang
bersifat khusus atau unik pada
suatu masyarakat tertentu yang
berakar dari tempat tertentu pula
di luar determinasi sejarah
(Sasongko 2005).
KARAKTER PERMUKIMAN
(DESA) TRADISIONAL
komunitas yang berbeda tentunya
memiliki ciri permukiman yang berbeda
pula. Artinya Perbedaan inilah yang
memberikan keunikan tersendiri pada
bangunan tradisional, Permukiman
Kawasan tradisional yang antara lain
dapat dilihat dari orientasi, bentuk, dan
bahan bangunan serta konsep religi
yang
Melatar belakanginya. Keunikan
tersebut sekaligus menjadi salah satu
daya tarik bagiwisatawan. Oleh karena
itu Koentjaraningrat (1987) menjelaskan
bahwa benda
–
benda hasil karya
manusia merupakan wujud kebudayaan
fisik, termasuk di dalamnya adalah
Kategori Pola Permukiman
tradisional berdasarkan bentuknya terbagi menjadi
beberapa bagian, yaitu
1.
Pola permukiman bentu memanjang terdiri dari
memanjang sungai, jalan, dan garis pantai;
2. Pola permukiman bentuk melingkar;
3. Pola permukiman bentuk persegi panjang; dan
4. Pola permukiman bentuk kubus. Menurut Widayati
(2002) dijelaskan bahwa rumah merupakan
DITINJAU DARI BANGUNAN TRADISIONAL
Selain permukiman tradisional, bangunan tradisional yang biasanya diterapkan pembangunannya melalui rumah tradisional. Menurut Machmud (2006:180), rumah tradisional dapat diartikan sebuah rumah yang dibangun dengan cara yang sama oleh beberapa generasi. Istilah lain untuk rumah tradisional adalah rumah adat . Kriteria dalam menilai keaslian rumah–rumah tradisional antara lain kebiasaan–kebiasaan yang menjadi suatu peraturan yang tidak tertulis saat rumah didirikan ataupun mulai digunakan. Ada ritual–ritual tertentu banyak tata cara atau aturan yang dipakai, misalnya arah hadap rumah, bentuk, warna, motif hiasan, bahan bangunan yang digunakan, sesajen, doa atau mantera yang harus dibaca dan sebagainya sangat erat terkait pada rumah tradisional. Bangunan arsitektur tradisional mempunyai beberapa ciri yang dapat dilihat secara visual. Ciri-ciri ini hampir semuanya terdapat di beberapa daerah di Indonesia, namun adakalanya beberapa lokasi sedikit mempunyai perbedaan. Beberapa ciri arsitektur tradisional antara lain (Utomo 2000 dalam Dewi et al. 2008:33-35):
:
Berlatar belakang religi: Keberadaan bangunan arsitektur tradisional tidak lepas dari faktor religi, baik secara konsep, pelaksanaanpembangunannya maupun wujud
bangunannyaarsitektur tradisional (juga di Indonesia). Mereka mengenal arah mana yang dianggap baikdan arah mana yang dianggap buruk atau jelek. Adapula yang menghubungkan arah ini dengan simbolisme dunia (baik dan suci), tengah (sedang) dan bawah (jelek, buruk, kotor). Arah-arah baik ini mempengaruhi pola tata letak bangunan dalam satu tapak. Bangunan harus dihadapkan pada arah baik dan membelakangi arah buruk; dan - Menganggap ruang-ruang tertentu memiliki kekuatan magis: Adakalanya bangunan bangunan tertentu di dalam bangunan dianggap mempunyai nilai sakral. Kesakralan ini
diwujudkan dengan memberikan nilai lebih dalam suatu ruangan.
Dibatasi oleh satu batas
teritorial atau kawasan
atau lebih
Penduduk mengucapkan
satu bahasa atau satu
logat bahasa
Adanya rasa identitas
bersama sebagai warga:
yang ditentukan oleh
suatu wilayah geografi,
ekologi, dan tradisi serta
adat
Mengalami satu
pengalaman sejarah yang
sama
Frekuensi interaksi
merata tinggi
Susunan sosial yang
seragam
Dibatasi oleh garis batas
suatu daerah
politikal-administrasi
UNSUR-UNSUR YANG MUDAH MENGALAMI PERUBAHAN
Unsur yang mudah
berubah:
bahasa
sistem peralatan
(teknologi),
mata pencaharian,
sistem pengetahuan
dan kesenian
Unsur yang sulit
berubah:
organisasi sosial,
Arah Pengembangan Kawasan/
Desa Tradisional Yang Ideal
Dalam Proses Perancangan dan Perancangan dikenal beberapa cara Pendekatan atau metode Perencanaan
yang disesuaikan dengan kondisi atau sifat permasalahan yang dihadapi kawasan tersebut yaitu:
Pembangunan Kembali
(Redevelopment)
atau peremajaan menyeluruh, yakni upaya penataan
kembali suatu kawasan dengan terlebih dahulu melakukan pembongkaran sarana atau prasarana dari
sebagian atau seluruh kawasan tersebut.
Gentrifikasi
(Urban Infill)
,
yakni upaya peningkatan vitalitas suatu kawasan mealui upaya
peningkatan kualitas lingkungannya tanpa menimbulkan perubahan yang berarti dari struktur fisik
kawasan tersebut.
Konservasi
yakni upaya memelihara suatu tempat (lahan, kawasan, gedung, atau kelompok
bangunan / gedung beserta lingkungan nya ) sebagainya ) dari tempat tersebut dapat dipertahankan
Rehabilitasi
yakni upaya untuk mengembalikan kondisi suatu bangunan atau unsur unsur kawasan
(kota) yang telah mengalami kerusakan,kemunduran, atau degradasi kepada kondisi aslinya sehingga
dapat berfungsi kembali sebagaimana mestinya
.
Preservasi
yakni upaya memelihara dan melestarikan monumen, bangunan,
atau lingkungan pada kondisinya dan mencegah terjadinya proses kerusakan.
Renovasi
yakni upaya untuk mengubah sebagian atau beberapa bagian dari
bangunan/ kompleks tersebut dapat diadaptasi untuk menampung fungsi baru
ataupun fungsi yang sama dengan persyaratan
–
persyaratan yang sesuai
dengan kebutuhan baru/ modern. Upaya ini biasanya menyertai upaya
konservasi dan gentrifikasi suatu bangunan atau lingkungan.
Restorasi
yakni upaya menghilangkan tambahan
–
tambahan yang timbul
kemudian, serta memasang / mengembalikan unsur unsur semula yang hilang.
1.
Tinjauan Terhadap Kebijakan
2.
Tinjauan Terhadap Adat
Istiadat dan Kebudayaan
Lampung
3.
Arsitektur / Bangunan
Tradisional Lampung
4.
Pola Permukiman Kawasan
tradisional Lampung
5.
Identifikasi kawasan Tradisional
2
.
SUBSTASI
UTARA
1.
Tinjauan Terhadap Kebijakan
1.
Undang Undang no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
2.
Undang Undang no 28 tahun2002 tentang Bangunan Gedung
3.
Undang Undang no 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya
4.
Undang-Undang no 4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman
5.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no 18/PRT/M/2010 Tentang Pedoman
Revitalisasi Kawasan
6.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no 16/PRT/M/2007 tentang Pedoman
Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
7.
RTRW Propinsi Lampung
8.
RTRW . Kabupaten /Kota di Propinsi Lampung
9.
RDTR .
10.
RTBL. Kawasan.
PEDOMAN UMUM RENCANA TATA BANGUNAN
DAN LINGKUNGAN
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 06/PRT/M/2007 TANGGAL 16 MARET 2007
2. Tinjauan Terhadap Adat Istiadat dan
Kebudayaan Lampung
Gambaran Umum
TINJAUAN GEOGRAFIS
Secara geografis, mereka bermukim di sepanjang sungai-sungai utama di Provinsi Lampung, yaitu sepanjang Way Kanan, Way Besai, Way Rarem, Way Sungkai, Way Pengubuan, Way Terusan, Way Seputih dan Way Sekampung. Bila dikaitkan dengan pemerintahan kabupaten/kota, Lampung Abung Siwo Migo bermukim di Kabupaten Lampung Utara, Lampung Tengah, Lampung Timur, dan Kota Bandar Lampung. Pubian Telu Suku bermukim di Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Selatan, dan Tanggamus. Mego Pak bermukim di Kabupaten Tulangbawang. Kelompok masyarakat Way Kanan bermukim di Kabupaten Way Kanan. Kelompok masyarakat Sungkai bermukim di Kabupaten Lampung Utara.
Masyarakat Adat Sebatin yang pada umumnya bermukim di sekitar pesisir pantai, mulai dari Kabupaten Lampung Selatan, Tanggamus, Kota Bandar Lampung, hingga Kabupaten Lampung Barat.
FALSAFAH HIDUP
Falsafah hidup orang Lampung sejak terbentuk dan tertatanya masyarakat Adat Pepadun adalah piil pesenggiri.
Piil (fiil=arab) artinya perilaku sedangkan pesenggiri
maksudnya bermoral tinggi, berjiwa besar, tahu diri, tahu hak dan kewajiban
Secara ringkas unsur-unsur piil pesenggiri itu dapat dijelaskan sebagai berikut
:
A. Juluk Adek
B. Nemui Nyimah
Secara harfiah nemui-nyimah berarti sikap pemurah, terbuka tangan, suka memberi dan menerima dalam arti materiil sesuai dengan kemampuan.Nemui-nyimahmerupakan ungkapan asas keke-luargaan untuk menciptakan suatu sikap keakraban dan kerukunan serta silaturahmi
Setiap anggota masyarakat adat Lampung mempunyai gelar adat ( juluk-adek).
C. Nengah-nyappur
Menggambarkan bahwa anggota masyarakat Lampung mengutamakan rasa kekeluargaan dan didukung dengan sikap suka bergaul dan bersa-habat dengan siapa saja, tidak membedakan suku, agama, tingkatan, asal usul dan golongan
D. Sakai-sambaiyan
Diketahui bahwa asas kehidupan dari suatu keluarga dalam
masyarakat adat Lampung adalah :
(1). Kepemimpinan masyarakat adat kebuaiyan dipimpin oleh
penyimbang kebuaiyan/marga
(2). Kepemimpinan masyarakat adat di kampung/pekon/tiyuh
dipimpin oleh penyimbang tiyuh
Punyimbang-Punyimbang Kebuwayan bersatu mufakat menetapkan bahwa penguasaan tanah di daerah Lampung hanya terdiri dari Empat besar, yaitu:
1. Ratu Di Puncak menguasai tanah hak Ulayat Abung di Way Abung, Way Rarem dan Way Seputih.
2. Ratu Pemanggilan menguasai tanah hak UlayatPemanggilan di Pesisir Krui, Pesisir Semaka, Muara Dua dan Martapura.
3. Ratu Di Balau menguasai tanah hak Ulayat Pubiyan di bagian Selatan Way Sekampung, Teluk Betung dan Bandar Lampung,
4. Ratu Di Pugung menguasai tanah hak Ulayat Bandar Pugung didaerah
Pugung, Jabung, Maringgai
3. Arsitektur / Bangunan tradisonal Lampung
Suku Lampung mengenal empat macam
bangunan yang bersifat permanen atau tetap.
yaitu
(1) tempat tinggal (
lamban
),
(2) tempat pertemuan masyarakat adat
(
sesat/bantahan
),
(3) tempat ibadah (
mesjid/mesigit
/
rang
ngaji/pok ngaji
), serta
(4) tempat menyimpan padi/gabah
(
balai/walai
).
Ada perbedaan yang agak mencolok antara bangunan
tradisional yang dibuat sebelum tahun 1900-an, tahun
1930-an, dan tahun 1960-an. Bangunan tradisional,
terutama rumah, yang dibuat sebelum tahun 1900-an
umumnya berbentuk segi empat dan beratap (
kekopni
lamban/pemugungan
)
atau
bumbung
bubung
perahu/pelana (
pamugung tebak/bubung perahu tebak
) dan
kerucut (bubung kukus) dengan atap rumah terbuat dari
ijuk atau sabuk dari pohon aren/enau (
hanau
). Halaman
rumah umumnya luas segi empat, sedikit jendela, tidak
memiliki beranda. Rumah semacam ini terdapat di Kenali
dan Liwa, Kabupaten Lampung Barat
.
Rumah Tua di Sukadana,
Rumah Tua di Negeri batin
Masyarakat
Lampung
Saibatin
(Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten
Tanggamus, Kota Bandar Lampung, dan
Kabupaten Lampung Selatan) menyebut
rumah
adalah
lamban.
Sedangkan
masyarakat
Lampung
Pepadun
(Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten
Lampung Timur, Kabupaten Lampung
Utara,
Kota
Metro,
Kabupaten
tulangbawang,
dan
Kabupaten
Waykanan)
menyebut
rumah
adalah
Tempat tinggal atau rumah
panggung
masyarakat
suku
Lampung terbagi dua, yakni (1)
rumah kepala adat atau penyimbang
dan (2) rumah masyarakat biasa.
Rumah
kepala
adat
atau
penyimbang biasanya lebih besar
dan memiliki ruang-ruang bangunan
yang lebih banyak ketimbang rumah
masyarakat biasa. Rumah kepala
adat atau penyimbang dinamakan
rumah besar atau
lamban balak
(Lampung
Saibatin)
dan
nowou/lambahan
balak
(Lampung
Pepadun).
kebik temen, rangek, tengah, ranjang tundo, selak sukang, dll. Kebik temen adalah kamar tidur untuk anak tertua laki-laki,
kebik rangek untuk kamar tidur anak kedua laki-laki,
kebik tengah untuk anak ketiga laki-laki, ranjang tundo untuk anak keempat laki-laki, selak sukang
kamar untuk istri atau ibu