UJI KEAMANANEKSTRAK ETANOL DAUN MINDI(Melia azedarach L.) PADA TIKUS GALUR WISTAR BERDASARKANDOSIS LETAL 50 SERTA GAMBARAN
HISTOPATOLOGI HEPAR DAN GINJAL
Untung Sudharmono Fakultas Ilmu Keperawatan UNAI
ABSTRACT
All material sand substances whether chemical preparations have the possibility of harmful effects to health, so that safety testing is necessary before such material sare used by humans. To find out the safety of a substance carried a cute oral toxicity test with a lethal dose 50 (DL50) as a
parameter. Liver and kidney potential exposed to toxic agents. Hepatocyte necrosis and tubular necrosis is a histopathlogical picture of liver and kidneys due to exposure totoxic agents.
The purpose of this study is to calculate the ethanol extract of Mindi leaves DL50 (Melia
azedarachL.) and to see the picture of hepatic and renal histopathology in Wistar rats. Acutetoxicity test method research orally is to try to use 20 animals male and female rats of Wistars traincriteria, grouped randomly into 5 groups (n =4), group 1 (CMC 1%), group 2 (mindi leaf extract dose of 2.5g/ kg), group 3 (mindi leaf extract dose of 5g/ kg), group 4 (mindi leaf extract dose of 10g/ kg), group 5 (mindi leaf extract dose of 20g/ kg). Lethal dose 50 was calculated based on animal mortality data for 14 days and his top athological picture of liver and kidney are made immediately after the death of the animal or on day 15th.
The results showed that DL50 male animal in the group of 5g/kg and a female animal
DL50>2.5g/kg<5g/kg BB. Histopathological picture of liver showed there are none crosis of
hepatocytes and renal tubularne crosis.
The conclusions of this study is Mindi leafethanol extract (Melia azedarachL.) in Wistar rats showed very toxic and does not cause necrosis of the liver hepatocytes and renal tubular necrosis.
Keywords: Acute oral toxicity, MeliaazedarachL, lethal dose 50 (DL50), Hepatocyte necrosis,
tubular necrosis PENDAHULUAN
Dalam tradisi masyarakat kita, terutama di daerah yang jauh dari pelayanan kesehatan masih banyak menggunakan tumbuhan sebagai obat. Penggunaan obat bahan alam oleh masyarakat Indonesia sudah dimulai sejak zaman dahulu, terutama
dalam upaya pencegahan penyakit,
peningkatan daya tahan tubuh,
mengembalikan kebugaran, bahkan untuk
kecantikan wanita. Penggunaan obat
tradisional hingga kini masih banyak dianut bahkan dihormati oleh sebagian besar masyarakat sehingga pengobatan tradisional masih menduduki tempat penting dalam pemeliharaan kesehatan rakyat.1-3
Sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman, obat tradisional diharapkan dapat berkembang menjadi golongan obat fitofarmaka yang mempunyai syarat mutlak berupa jaminan akan mutu, khasiat (efficacy)
dan keamanan (safety).Banyak orang
beranggapan bahwa penggunaan obat
tradisional relatif lebih aman dibanding obat sintetis tetapi hal ini tidak berarti bahwa obat tradisional tidak memiliki efek samping atau efek toksik.4-6
Pada dasarnya, semua zat baik
bahan alam atau kimia mempunyai
kemungkinan dalam menimbulkan efek berbahaya bagi kesehatan, sehingga uji keamanan dipandang perlu sebelum bahan tersebut digunakan oleh manusia. Uji keamanan ini bertujuan untuk penilaian
keamanan penggunaan suatu zat,
mengetahui efek toksik, dan pengaruh zat tersebut terhadap berbagai organ tubuh serta menentukan perkiraan dosis atau batasan-batasan dosis efektif dan aman.7,8
yang timbul segera setelah pemberian dosis tunggal ataupun dengan pemberian dosis berulang dalam waktu 24 jam . Pengujian toksisitas akut dapat dilakukan dengan beberapa cara pemberian, yaitu oral, parenteral, inhalasi, kulit dan mata. Suatu indeks untuk mendefinisikan toksisitas akut dikenal dengan istilah Dosis Letal 50(DL50).10 Hasil pada parameter ini akan mengklasifikasikan suatu tanaman obat menjadi kelompok supertoxic, extremely toxic, very toxic, moderately toxic, slightly toxic dan practicaly nontoxic.11,12
Klasifikasi Toksisitas Relatif Berdasarkan DL50
Efek toksik suatu obat-obatan sering terlihat pada hepar, dikarenakan hepar berperan sentral dalam metabolisme obat dan bahan atau zat asing yang masuk dalam tubuh. Hepar akan mengubah struktur obat-obatan yang lipofilik menjadi hidrofilik sehingga mudah dikeluarkan dari tubuh melalui urin atau empedu.13Ekskresi melalui
empedu memungkinkanterjadinya
penumpukan xenobiotik di hepar sehingga menimbulkan efekhepatotoksik.14
Ginjal merupakan organ eliminasi utama untuk hampir seluruh obat yang digunakan, namun demikian pada batas-batas tertentuginjal tidak dapat melakukan fungsinya dalam eliminasi obat sehingga
menyebabkantertimbunnya obat dalam
ginjal yang dapat menyebabkan cedera sel ginjal, terutamadaerah tubulus proksimal. 15-17
Perubahan struktur yang terjadi akibat kerusakantersebut dapat diamati dari gambaran mikroskopis cedera sel yang dapat meliputireaksi inflamasi, degenerasi, nekrosis bahkan fibrosis.18,19
Mindi (Melia azedarachL.)
merupakan salah satu tanaman yang sering ditanam di sisi jalan sebagai pohon pelindung, banyak juga dijumpai tumbuh liar di daerah-daerah dekat pantai. Mindi banyak dimanfaatkan untuk mengobati darah tinggi,
sakit lambung, nyeri perut, jamur di kulit kepala, obat pencahar, perangsang muntah, peluruh kencing dan cacingan. Seluruh tanaman berkhasiat sebagai pembunuh serangga.20,21
Tumbuhan memproduksi beberapa senyawa kimia beracun yang berguna sebagai mekanisme pertahanan terhadap hewan herbivora, kususnya serangga dan mamalia. Senyawa ini dapat menyebabkan
toksisitas akut pada beberapa
organisme.22Beberapa senyawa alkaloid mempunyai potensi racun bagi mahluk hidup, kolkisin sangat sitotoksik dan
antimitotik karena menghambat
pembentukan mikrotubulus. Senesionin golongan alkaloid pirolizidin bersifat hepatotoksik.46Saponin menyebabkan sel darah merah pecah.23Toksisitas flavonoid terkait interaksi obat seperti timbulnya gagal hati, dermatitis, anemia hemolitik dan kanker payudara.24 Penelitian senyawa flavonoid pada enterosit babi dengan konsentrasi 50-450 µM menunjukkan bahwa
terdapat kerusakan pada mukosa
intestinal.25Tannin adalah senyawa
nefrotoksin potensial. Pemeriksaan
histopatologi ginjal menunjukkan adanya nekrosis dan degenerasi tubular, dan fibrosis interstisial.6Senyawa steroid kardioaktif atau glikosida jantung terdapat pada tanaman
floxglove (digitalis purpurea) menyebabkan mual, muntah, nyeri abdomen, gula darah
yang melonjak tinggi dan gambaran
elektrokardiogram yang tidak
konsisten.26Berdasarkan telaah fitokimia yang telah dilakukan menunjukan bahwa daun mindi mengandung alkaloid, flavonoid, zat pahit, saponin, tannin, steroid dan kaemferol.8,20
Metode Penelitian
dosis IV. Sebelum dikelompokkan, tikus diadaptasikan selama 7 hari di Laboratorium Farmakologi Klinik Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dan diberi
makanan serta minuman secukupnya.
Kriteria inklusi umur tikus sekitar 2 bulan dalam kondisi sehat dan bergerak aktif dengan berat badan 180-200 gram. Kriteria eksklusi tikus yang mengalami penurunan atau peningkatan berat badan lebih dari 10% selama adaptasi dari barat badan awal.
Prosedur Penelitian
Setelah diadaptasikan selama 7 hari di laboratorium objek yang memenuhi kriteria inklusi dimasukan dalam penelitian, bahan uji ekstrak etanol daun mindi diberikan secara oral dalam berbagai dosis tunggal pada tikus jantan dan tikus betina. Tiap kelompok akan mendapatkan perlakuan sebagai berikut :
1) Kelompok I : 4 ekor tikus diberikan larutan CMC 1%.
2) Kelompok II : 4 ekor tikus diberikan ekstrak etanol daun mindi 2,5 g/kgBB. 3) Kelompok III : 4 ekor tikus diberikan
ekstrak etanol daun mindi 5 g/kgBB. 4) Kelompok IV : 4 ekor tikus diberikan
ekstrak etanol daun mindi 10 g/kgBB. 5) Kelompok V : 4 ekor tikus diberikan
ekstrak etanol daun mindi 20 g/kgBB.
Perhitungan DL50 dihitung
berdasarkan data kematian hewan coba selama 14 hari. Bila terdapat hewan coba yang mati, langsung dilakukan pembedahan. Pada hari ke-15 dilakukan pembedahan untuk mengeluarkan organ hepar dan ginjal hewan coba dan dilakukan pemeriksaan histopatologi.
Hasil dan Pembahasan
Presentase Kematian Tikus Jantan
Kelompok Dosis
Jumlah
Tikus Mati
(gr/KgBB) per
kelompok Jumlah Persentase
I CMC 1% 4 0 0%
II 2,5 4 0 0%
III 5 4 2 50%
IV 10 4 3 75%
V 20 4 3 75%
Presentase Kematian Tikus Betina Kelompok Dosis Jumlah Tikus Mati (gr/KgBB) per kelompok Jumlah Persentase Kontrol CMC 1% 4 0
0% I 2,5 4 1
25% II 5 4 4
100% III 10 4 4
100% IV 20 4 4
100%
Presentase Kematian Hewan Coba
Penelitian ini memperlihatkan bahwa kematian hewan coba terjadi pada kelompok hewan coba jantan dan betina, yaitu pada kelompok hewan coba jantan sebanyak 2 ekor hewan coba (50%) pada kelompok dosis 5g/KgBB, 3 ekor hewan coba (75%) pada kelompok dosis 10 g/KgBB, 3 ekor hewan coba(75%) pada kelompok dosis 20 g/KgBB. Sedangkan kematian hewan coba pada kelompok betina adalah 1 ekor hewan coba (25%) pada kelompok dosis 2,5 g/KgBB, 4 ekor hewan coba (100%) pada kelompok dosis 5 g/KgBB, 4 ekor hewan coba (100%) pada kelompok dosis 10 g/KgBB, 4 ekor hewan coba (100%) pada kelompok dosis 20 g/KgBB.
Organisation for Economic
Co-operation and Development(OECD)
kelompok hewan coba betina lebih banyak dibandingkan dengan kelompok hewan coba jantan.27
Nilai DL50 yang didapatkan pada kelompok hewan coba jantan yaitu 5 g/KgBB (setara dengan 800 mg/KgBB pada manusia)dan DL50hewan coba betina > 2,5 g/kgBB <5g/kgBB (setara dengan > 400 mg/kgBB < 800 mg/kgBB pada manusia), hasil ini menunjukan bahwa ekstrak etanol daun mindi berada dalam klasifikasi very toxic menurut bagan klasifikasi toksisitas relatif berdasarkan DL50.12 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun mindi rendah mempunyai potensi toksik yang tinggi.
Gambaran Histopatologi Hepar dan Ginjal
Senyawa Alkaloid, saponin, flavonoid,
tannin, steroid mempunyai potensi
nefrotoksik, hepatotoksik, kardiotoksik dan keluhan lainnya.6,22,23,24,25,26,28 Berdasarkan telah fitokimia yang telah dilakukan menunjukan bahwa daun mindi mengandung alkaloid, flavonoid, zat pahit, saponin, tannin, steroid dan kaemferol. 8,20
Hepar merupakan organ target dalam studi toksisitas karena fungsi hepar yaitu mengumpulkan, biotransformasi dan mengeliminasi xenobiotik. Fungsi ini akan meningkat bila ada sejumlah besar senyawa kimia yang masuk atau diberikan pada hewan coba dalam uji toksisitas.29Ekskresi melalui empedu memungkinkanterjadinya penumpukan xenobiotik di hepar sehingga menimbulkan efekhepatotoksik.14Kerusakan hepar karena zat toksik dipengaruhi oleh beberapa faktor, sepertijenis zat kimia yang terlibat, dosis yang diberikan, dan lamanya paparan zat tersebut.30,31 Kerusakan hepar dapat terjadi segera atau setelah beberapa minggusampai beberapa bulan. Kerusakan dapat berbentuk nekrosis hepatosit, kolestasis,atau timbulnya disfungsi hepar secara perlahan-lahan.32
Gambaran histopatologi hepar
hewan coba jantan dan betina tidak menunjukan gambaran nekrosis hepatosit baik pada hewan coba yang bertahan hidup hingga hari ke 14 maupun pada hepar hewan coba yang mengalami kematian setelah pemberian ekstrak daun mindi. Kematian hewan coba yang terjadi dapat disebabkan
oleh efek toksik ekstrak etanol daun mindi pada organ lain dan bukan disebabkan oleh rusaknya organ hepar.
Ginjal adalah organ ekskresi yang paling utama, terjadi karena 25 % curah jantung dialirkan ke ginjal melalui arteri renalis. Ekskresi ginjal mempunyai efek
samping atau efek merugikan yang
disebabkan oleh zat toksin, obat, atau konsentrasi tinggi zat yang potensial merusak sehingga terjadi nekrosis tubular akut (NTA). NTA nefrotoksik disebabkan oleh berbagaibahan seperti logam berat (timah, merkuri, arsenik, emas, kromium, arsenik,bismuth, dan uranium), pelarut
organik (karbon tetraklorida dan
kloroform),glikol (etilen glikol, propilen glikol dioksan, dan dietilen glikol), bahan
obat(antibiotik seperti metisilin,
sulfonamida, polimiksin, dan sefaloporin; obat obatanti inflamasi non steroid; diuretik merkurial; anastetik seperti metoksi
fluran),media kontras iodinated
radiographic, fenol, pestisida, dan parakuat.33,34
Gambaran histopatologi ginjal hewan coba jantan dan betina tidak menunjukan gambaran nekrosis tubular baik pada hewan coba yang bertahan hidup hingga hari ke 14 maupun pada ginjal hewan coba yang mengalami kematian setelah pemberian ekstrak daun mindi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kematian hewan
coba jantan dan betina tidak
disebabkan oleh rusaknya ginjal hewan coba tersebut, kematian ini mungkin disebabkan efek toksik pada organ lainnya dengan mekanisme yang belum diketahui.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Edi. 2005. Computer Vision Syndrome. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol 55.
Aggraini, Yuni. 2013. Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Terjadinya
Keluhan Computer Vision Syndrome
Azkadina, Amira. 2012. Hubungan Antara Faktor Risiko Individual Dan
Komputer Terhadap Kejadian
Computer Vision Syndrome. Jurnal Media Medika Muda
Budiman. 2011. Penelitian Kesehatan. Bandung: Refika Aditama
Dahlan, Sopiyudin. 2012. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika
Eko, Wisnu. 2013. Hubungan Intensitas Pencahayaan, Jarak Pandang Mata Ke Layar Dan Durasi Penggunaan
Komputer Dengan Keluhan
Computer Vision Syndrome. Jurnal Kesehatan Masyarakat 2013, Vol 2
Harilza, Siti. 2012. Pengaruh Lama Terpapar Dan Jarak Monitor Komputer Terhadap Gejala Computer Vision Syndrome Pada Pegawai Negeri Sipil Di Kantor Pemerintah Kota
Medan. Medan: Universitas
Sumatera Utara
Hendra. Keluhan Kesehatan Akibat
Penggunaan Laptop Pada
Mahasiswa FKM UI. Depok :
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Hikmatyar. 2012. Analisis Faktor - Faktor
Terhadap Kejadian Computer
Vision Syndrome (CVS) Pada Pekerja Layout Editor Di CV. “X” Tembalang Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vo 1
Kusumawaty, Santy. 2012. Computer Vision Syndrome Pada Pegawai Pengguna Komputer Di PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Makassar. Makassar: Universitas Hasanuddin
Lee, Robert. 2012. Computer Vision Care – It’s Impact on the Optometric
Practice.
Western University College of Opto metry
Madhu Priya, dkk. 2013. Ractice Of Ergonomic Principles And Computer Vision Syndrome (CVS) Among Undergraduates Students In Chennai. National Journal Of Medical Research, Vol 3.
Mitchell & Bruce. 2008. Clinical
Management of Binocular Vision. Lippincott Williams & Wilkins
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta
Rosenfield, Mark. 2011. Computer Vision Syndrome: A Review Of Ocular Causes And Potential Treatments.
The Journal Of The College Of Optometrists
Sheedy, Jim. 2010. New Trends In
Diagnosing and Treating Computer Vision Syndrome. Montreal: Pasific University College of Optometry
Shelly, Gary. 2009. Discovering Computers 2010: Living in a Digital World, Introductory. Cengage Learning
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta
Supriati, Febriana. 2012. Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Kelelahan Mata
pada Karyawan Bagian
Administrasi di PT. Indonesia Power UBP Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol 1.