• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Analisa Tegangan Statik Sistem Perpipaan Pada Pompa Air Umpan ( Feed Water Pump ) Dengan Metode Elemen Hingga Dan Bantuan Software Caesar Ii Versi. 5.10

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Analisa Tegangan Statik Sistem Perpipaan Pada Pompa Air Umpan ( Feed Water Pump ) Dengan Metode Elemen Hingga Dan Bantuan Software Caesar Ii Versi. 5.10"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Perpipaan

Pipa digunakan untuk mengalirkan fluida (zat cair atau gas) dari satu atau

beberapa titik ke satu titik atau beberapa titik lainnya. Sistem perpipaan (piping

sistem) terdiri dari gabungan pipa-pipa yang memiliki panjang total relatif pendek

dan digunakan untuk mengalirkan fluida dari suatu peralatan ke peralatan lainnya

yang beroperasi pada suatu plant. Sistem perpipaan dilengkapi dengan

komponen-komponen seperti katup, flens, belokan, percabangan, nozzle, reducer,

tumpuan, isolasi, dan lain-lain.

Dalam dunia industri, biasa dikenal beberapa istilah mengenai sistem

perpipaan seperti piping dan pipeline. Piping adalah sistem perpipaan di suatu

plant, sebagai fasilitas untuk mengantarkan fluida (cairan atau gas) antara satu

komponen ke komponen lainnya untuk melewati proses-proses tertentu. Piping ini

tidak akan keluar dari satu wilayah plant.Sedangkan Pipeline adalah sistem

perpipaan untuk mengantarkan fluida antara satu plant ke plant lainnya yang

biasanya melewati beberapa daerah.Ukuran panjang pipa biasanya memiliki

panjang lebih dari 1 km bergantung jarak antar plant.

Sistem perpipaan dapat ditemukan hampir pada semua jenis industri, dari

sistem pipa tunggal yang sederhana sampai sistem pipa bercabang yang sangat

kompleks. Contoh sistem perpipaan adalah, sistem distribusi air minum pada

(2)

tangki penyimpan, sistem distribusi udara pendingin pada suatu gedung, sistem

distribusi uap pada proses pengeringan dan lain sebagainya.

Sistem perpipaan meliputi semua komponen dari lokasi awal sampai

dengan lokasi tujuan antara lain, saringan (strainer), katup atau kran, sambungan,

nosel dan sebagainya. Untuk sistem perpipaan yang fluidanya liquid, umumnya

dari lokasi awal fluida, dipasang saringan untuk menyaring kotoran agar tidak

menyumbat aliran fuida. Saringan dilengkapi dengan katup searah ( foot valve)

yang fungsinya mencegah aliran kembali ke lokasi awal atau tandon. Sedangkan

sambungan dapat berupa sambungan penampang tetap, sambungan penampang

berubah, belokan (elbow) atau sambungan bentuk T (Tee).

2.2 Teori Tegangan

Pengetahuan mengenai sifat-sifat mekanik material sangat penting.Melalui

pengetahuan ini dapat diperkirakan tegangan-tegangan yang terjadi pada sistem

perpipaan.Dalam kode ditetapkan aturan-aturan agar pada sistem perpipaan tidak

terjadi tegangan yang berlebih sehingga dapat terhindar dari kegagalan.Secara

umum teori tegangan pada sistem perpipaan merupakan pengembangan dari teori

tegangan dalam mekanika.Oleh sebab itu, dapat digunakan dalam perhitungan dan

analisis tegangan pada sistem perpipaan.

2.2.1. Tegangan Satu Arah (Uniaxial)

Tegangan uniaxial adalah tegangan yang bekerja pada suatu benda dimana

(3)

benda merupakan tegangan tarik untuk keadaan normal ( tanpa terbentuk sudut ).

Untuk tegangan yang terdapat pada benda dengan sudut tertentu,maka akan

dihasilkan tagangan geser dan tegangan tarik dalam arah 𝜃𝜃.Keadaan tegangan ini pada aplikasi suatu batang lurus berpenampang A dengan gaya dan arah yang

ditunjukkan seperti gambar 2.1. Dianggap bahwa tegangan terbagi rata diseluruh

penampang yang tegak lurus dengan luasan pada benda, dimana gaya yang

bekerja terdapat pada koordinat sumbu x.

Gambar 2.1 Distribusi Tegangan Uniaxial

Akibat dari gaya-gaya yang bekerja pada benda, maka akan terbentuk

sudut potong pada benda sebesar 𝜃𝜃. Dimana dengan sudut tersebut akan diproyeksikan nilai tegangan – tegangan yang terjadi pada benda tersebut seperti

tegangan geser dan tarik dalam arah 𝜃𝜃. Kesetimbangan gaya dan tegangan dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Distribusi Tegangan Uniaxial

Persamaan untuk distribusi tegangan pada gambar 2.2 dapat dilihat pada

persamaan dibawah ini.

A

S

I

ANALIS A DATA

F STA

𝜎𝜎=𝐹𝐹

(4)

dimana:

σ

= tegangan (N/𝑚𝑚2)

P = gaya (N)

A = luas penampang (𝑚𝑚2)

Gambar 2.3 distribusi tegangan pada penampang sederhana

Gambar 2.4 Distribusi Tegangan Uniaxial terhadap sudut 𝜃𝜃

Pada gambar 2.3 terlihat beberapa tegangan yang terdapat pada benda

yang membentuk sudut 𝜃𝜃. Dengan menuliskan bentuk persamaan dari gambar tersebut kedalam kesetimbangan gaya maka akan diperoleh nilai tegangan tarik

dan tegangan geser.

Untuk persamaan tegangan tarik pada gambar 2.3 diperoleh dengan

menjumlahkan tegangan pada garis sumbu yang sama, dimana tegangan terhadap

sudut 𝜃𝜃 bekerja pada arah yang samadengan tegangan 𝜎𝜎𝑥𝑥𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃, dengan menggunakan kesetimbangan gaya akan diperoleh persamaan 2.1.

𝜃𝜃

P P

𝜃𝜃

𝜃𝜃

𝐴𝐴𝜃𝜃

𝜎𝜎𝑥𝑥𝐴𝐴𝑥𝑥

𝜎𝜎𝜃𝜃𝐴𝐴𝜃𝜃

𝜏𝜏𝜃𝜃𝐴𝐴𝜃𝜃

𝜎𝜎𝑥𝑥𝐴𝐴𝑥𝑥𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃

(5)

𝜎𝜎𝜃𝜃 𝐴𝐴𝜃𝜃 -𝜎𝜎𝑥𝑥𝐴𝐴𝑥𝑥 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃 = 0 (2.1)

Untuk menentukan nilai 𝐴𝐴𝑥𝑥dapat diubah ke dalam bentuk A𝜃𝜃 dengan menggunakan persamaan 2.2 :

(𝐴𝐴 − 𝐵𝐵) =𝐴𝐴𝑥𝑥 = 𝐴𝐴𝜃𝜃 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃

(𝐴𝐴 − 𝐶𝐶) =𝐴𝐴𝑦𝑦 = 𝐴𝐴𝜃𝜃 𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃 (2.2)

Dengan demikian nilai 𝐴𝐴𝑥𝑥 pada persamaan 2.2, dapat disubstitusikan kedalam persamaan 2.1 sehingga akan diperoleh persamaan tegangan tarik

𝜎𝜎𝜃𝜃yang bekerja terhadap sumbu 𝜃𝜃,dapat dilihat pada persamaan 2.3:

𝜎𝜎𝜃𝜃 𝐴𝐴𝜃𝜃-𝜎𝜎𝑥𝑥𝐴𝐴𝑥𝑥 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃= 0

𝜎𝜎𝜃𝜃 𝐴𝐴𝜃𝜃 = 𝜎𝜎𝑥𝑥𝐴𝐴𝑥𝑥 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃

𝜎𝜎𝜃𝜃 𝐴𝐴𝜃𝜃 = 𝜎𝜎𝑥𝑥(𝐴𝐴𝜃𝜃 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃)𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃

𝜎𝜎𝜃𝜃 = 𝜎𝜎𝑥𝑥𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2𝜃𝜃 (2.3)

Pada saat kondisi 𝜃𝜃 = 0 , maka persamaan 2.3 akan berubah menjadi persamaan 2.4 :

𝜎𝜎𝜃𝜃 = 𝜎𝜎𝑥𝑥𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2𝜃𝜃

𝜎𝜎𝜃𝜃 = 𝜎𝜎𝑥𝑥(12)

𝜎𝜎𝜃𝜃 = 𝜎𝜎𝑥𝑥 (2.4)

𝐴𝐴𝑦𝑦

𝜃𝜃 𝐴𝐴𝜃𝜃

𝐴𝐴𝑥𝑥

𝐴𝐴 𝐵𝐵

(6)

Untuk persamaan tegangan geser pada gambar 2.3 diperoleh dengan

menjumlahkan semua tegangan pada garis sumbu yang sama, dimana tegangan

geser terhadap sudut 𝜃𝜃 bekerja pada arah yang sama dengan tegangan 𝜎𝜎𝑥𝑥𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃, dengan menggunakan kesetimbangan gaya akan diperoleh persamaan 2.5 :

𝜏𝜏𝜃𝜃𝐴𝐴𝜃𝜃 − 𝜎𝜎𝑥𝑥𝐴𝐴𝑥𝑥 𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃= 0

𝜏𝜏𝜃𝜃𝐴𝐴𝜃𝜃 = 𝜎𝜎𝑥𝑥𝐴𝐴𝑥𝑥 𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃

𝜏𝜏𝜃𝜃𝐴𝐴𝜃𝜃 = 𝜎𝜎𝑥𝑥𝐴𝐴𝜃𝜃 𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃

𝜏𝜏𝜃𝜃 =𝜎𝜎𝑥𝑥𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃 (2.5)

Melalui persamaan trigonometri diketahui bahwa :

𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠2𝜃𝜃 = 2𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃

𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃= 1

2 𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠2𝜃𝜃

Dengan merubah persamaan trigonometri diatas kedalam persamaan

trigonometri pada persamaan tegangan geser maka akan dihasilkan persamaan

akhir untuk tegangan geser, yaitu pada persamaan 2.6 :

𝜏𝜏𝜃𝜃 = 𝜎𝜎𝑥𝑥𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃

𝜏𝜏𝜃𝜃 = 𝜎𝜎𝑥𝑥12𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠2𝜃𝜃 (2.6)

Pada saat kondisi 𝜃𝜃 = 0 dan 𝜃𝜃 = 45𝑐𝑐 , akan diperoleh tegangan geser:

𝜃𝜃 = 0 𝜃𝜃 = 45𝑐𝑐

𝜏𝜏𝜃𝜃 = 𝜎𝜎𝑥𝑥12𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠2(0) 𝜏𝜏𝜃𝜃 = 𝜎𝜎𝑥𝑥12𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠2(45°)

(7)

Tegangan tarik maksimum adalah nilai tegangan pada batas tertinggi yang

dapat diterima oleh benda yang mengalami gaya tarik pada luasan .Tegangan

tarik maksimum merupakan batas pada benda untuk berubah bentuk ketika

diberikan pembebanan secara terus menerus sehingga melewati batas nilai

tegangan maksimum.Nilai dari tegangan ini dapat dihitung melalui perhitungan

secara matimatik pada lingkaran mohr pada gambar 2.4.

Syarat untuk memperoleh tegangan tarik maksimum adalah :

Syarat 𝜕𝜕𝜎𝜎𝜃𝜃

𝜕𝜕𝜃𝜃 = 0

𝑑𝑑(𝜎𝜎2𝑥𝑥+ 𝜎𝜎2𝑥𝑥 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2𝜃𝜃)

𝑑𝑑𝜃𝜃 = 0

0 + −2 �𝜎𝜎𝑥𝑥

2 𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠2𝜃𝜃� = 0 −2�𝜎𝜎𝑥𝑥

2 𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠2𝜃𝜃� = 0 𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠2𝜃𝜃 = 0

−𝜎𝜎𝑥𝑥 = 0

2𝜃𝜃= 𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠−10

𝜃𝜃 = 1 2 (𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠

−10)

𝜃𝜃 = 0, 90, 180

𝜃𝜃 = 0,𝜋𝜋 2,𝜋𝜋

(8)

𝜎𝜎𝜃𝜃 = 𝜎𝜎2𝑥𝑥 + 𝜎𝜎2𝑥𝑥 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2𝜃𝜃

𝜎𝜎𝜃𝜃 = 𝜎𝜎2𝑥𝑥+ 𝜎𝜎2𝑥𝑥 (1) = 𝜎𝜎𝑥𝑥

𝜎𝜎𝜃𝜃𝑚𝑚𝜃𝜃𝑥𝑥 = 𝜎𝜎𝑥𝑥 ( 2.7)

Tegangan geser maksimum adalah tegangan yang paling besar diterima

benda ketika diberikan gaya F pada arah 𝜃𝜃. Dengan demikian tegangan geser maksimum merupakan batas dari tegangan yang dapat diterima oleh benda yang

jika diberikan gaya yang lebih besar maka akan terjadi perubahan bentuk pada

benda.

Syarat untuk terjadinya tegangan geser maksimum adalah :

𝜕𝜕𝜏𝜏𝜃𝜃

Sehingga dengan memasukkan besaran sudut yang menghasilkan tegangan

geser maksimum akan diperoleh nilai maksimum dari tegangan geser yaitu pada

(9)

2.2.1.1 Lingkaran Mohruntuk Tegangan Uniaxial

Persamaan lingkaran mohr untuk tegangan uniaxial diperoleh dengan

menjumlahkan kuadrat dari tiap –tiap tegangan geser dan tegangan tarik pada arah

𝜃𝜃 yang merupakan bentuk dari persamaan dasar lingkaran. Persamaan yang

dibentuk akan menjadi persamaan lingkaran mohr untuk tegangan uniaxial,

merupakan bentuk perwakilan dari besaran besaran nilai tegangan kedalam bentuk

gambar. Penyederhanaan persamaan untuk lingkaran mohr dapat dilakukan

dengan menggunakan persamaan trigonometri dalam aturan kosinus sebagai

berikut.

cos 2𝜃𝜃 = 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2𝜃𝜃 − 𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠2𝜃𝜃

Cos 2𝜃𝜃 = 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2𝜃𝜃 −(1− 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2𝜃𝜃) cos 2𝜃𝜃 = 2𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2𝜃𝜃 − 1

2cos 2𝜃𝜃 = 1 +𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2𝜃𝜃

cos2𝜃𝜃= 1 2 +

1

2 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2𝜃𝜃

Persamaan untuk tegangan tarik pada arah 𝜃𝜃 dengan menggunakan penyederhanaan aturan kosinus.

𝜎𝜎𝜃𝜃 = 𝜎𝜎𝑥𝑥𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2𝜃𝜃

𝜎𝜎𝜃𝜃 = 𝜎𝜎𝑥𝑥 (

1 2 +

1

2 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2𝜃𝜃) 𝜎𝜎𝜃𝜃 = 𝜎𝜎2𝑥𝑥 +𝜎𝜎2𝑥𝑥 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2𝜃𝜃

(10)

Persamaan untuk tegangan geser pada permukaan 𝜃𝜃 yaitu :

Pada penjumlahan eliminasi yang sama sehingga akan menghasilkan

persamaan lingkaran mohr sebagai berikut:

(𝜎𝜎𝜃𝜃 −𝜎𝜎𝑥𝑥

Dengan demikian persamaan lingkaran mohr diperoleh pada persamaan 2.12:

(𝜎𝜎𝜃𝜃 −𝜎𝜎𝑥𝑥 2)

2 +𝜏𝜏

(11)

Gambar 2.5 Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Uniaxial

Gambar 2.5 pada lingkaran mohr merupakan bentuk perhitungan tegangan

secarah menyeluruh, dimana dengan gambar tersebut akan dapat lebih mudah

untuk menentukan tegangan maksimum dan minimum yang dialami oleh benda

yang dapat dilihat melalui ilustrasi gambar. Pada lingkaran mohr untuk tegangan

uniaxial dapat dilihat bahwa nilai dari tegangan minimum adalah nol untuk

tegangan tarik.

A O

𝜏𝜏

𝜎𝜎

B

𝐵𝐵′

M

𝜎𝜎𝑥𝑥

2

𝜎𝜎𝜃𝜃−𝜎𝜎2𝑥𝑥

𝜎𝜎𝑥𝑥

2

2𝜃𝜃

𝜏𝜏𝜃𝜃

𝜎𝜎𝑚𝑚𝜃𝜃𝑥𝑥

𝜎𝜎𝜃𝜃

𝜎𝜎𝑥𝑥

(12)

x y

n

𝜃𝜃 𝜃𝜃

2.2.2. Tegangan Dua Arah (Biaxial)

Tegangan biaxial adalah tegangan yang bekerja pada suatu benda dimana

gaya yang berkerja terjadidalam dua arah. Tegangan dalam dua arah meliputi

tegangan terhadap sumbu x dan terhadap sumbu y.Tegangan yang dialami oleh

benda merupakan tegangan tarik untuk keadaan normal ( tanpa terbentuk sudut ).

Untuk tegangan yang terdapat pada benda dengan sudut tertentu,maka akan

dihasilkan tagangan geser dan tegangan tarik dalam arah 𝜃𝜃. sehingga dengan menggunakan kesetimbangan energi akan diperoleh persamaan persamaan untuk

tegangan geser dan tegangan tarik. Pada tegangan biaxial terdapat tiga tegangan

yang bekerja pada tiap garis yang sama yaitu tegangan pada sudut 𝜃𝜃, tegangan pada luasan sumbu y dan tegangan pada sumbu x yang diproyeksikan terhadap

satu garis yang sama.

Gambar.2.6 tegangan biaksial

(13)

Dari gambar 2.6 akan diperoleh persamaan untuk tegangan tarik dan geser

dengan menggunakan kesetimbangan gaya pada satu sumbu garis yang

sama.Untuk persamaan tegangan tarik pada gambar 2.5 diperoleh dengan

menjumlahkan tegangan pada garis sumbu yang sama, dimana tegangan terhadap

sudut 𝜃𝜃 bekerja pada arah yang samadengan tegangan 𝜎𝜎𝑥𝑥𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃 dan 𝜎𝜎𝑥𝑥𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃 pada dua luasan yang berbeda dengan menggunakan kesetimbangan gaya akan

diperoleh persamaan 2.13.

𝜎𝜎𝜃𝜃𝐴𝐴𝜃𝜃−𝜎𝜎𝑥𝑥𝐴𝐴𝑥𝑥cos θ −𝜎𝜎𝑦𝑦𝐴𝐴𝑦𝑦 sin θ =0

𝜎𝜎𝜃𝜃𝐴𝐴𝜃𝜃 = 𝜎𝜎𝑥𝑥𝐴𝐴𝑥𝑥cos θ + 𝜎𝜎𝑦𝑦𝐴𝐴𝑦𝑦 sin θ

𝜎𝜎𝜃𝜃𝐴𝐴𝜃𝜃 = 𝜎𝜎𝑥𝑥(𝐴𝐴𝜃𝜃 cos θ) cos θ + 𝜎𝜎𝑦𝑦(𝐴𝐴𝜃𝜃 sin θ) sin θ

𝜎𝜎𝜃𝜃= 𝜎𝜎𝑥𝑥 cos2θ + 𝜎𝜎𝑦𝑦 sin2

𝜎𝜎𝜃𝜃= 1

2 (𝜎𝜎𝑥𝑥 + 𝜎𝜎𝑦𝑦) + 1

2 (𝜎𝜎𝑥𝑥− 𝜎𝜎𝑦𝑦) cos 2θ ( 2.13 )

θ

Jadi persamaan untuk menentukan tegangan maksimal pada tegangan dua arah

adalah :

𝝈𝝈𝜽𝜽= 𝟏𝟏𝟐𝟐 (𝝈𝝈𝒙𝒙 + 𝝈𝝈𝒚𝒚) + 𝟏𝟏𝟐𝟐 (𝝈𝝈𝒙𝒙− 𝝈𝝈𝒚𝒚) cos 2θ (2.14)

Untuk persamaan tegangan geser pada gambar 2.5 diperoleh dengan

menjumlahkan semua tegangan pada garis sumbu yang sama, dimana tegangan

geser terhadap sudut 𝜃𝜃 bekerja pada arah yang sama dengan tegangan 𝜎𝜎𝑥𝑥𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃 dan 𝜎𝜎𝑦𝑦 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃pada dua gaya yang bekerja pada permukaan 𝜃𝜃 dengan menggunakan

(14)

𝜎𝜎𝑥𝑥𝐴𝐴𝑥𝑥 𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃 − 𝜏𝜏𝜃𝜃𝐴𝐴𝜃𝜃 − 𝜎𝜎𝑦𝑦𝐴𝐴𝑦𝑦 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃 = 0

𝜏𝜏𝜃𝜃𝐴𝐴𝜃𝜃 =𝜎𝜎𝑥𝑥𝐴𝐴𝑥𝑥 𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃 − 𝜎𝜎𝑦𝑦𝐴𝐴𝑦𝑦 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃

𝜏𝜏𝜃𝜃𝐴𝐴𝜃𝜃 =𝜎𝜎𝑥𝑥(𝐴𝐴𝜃𝜃 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃)𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃 − 𝜎𝜎𝑦𝑦(𝐴𝐴𝜃𝜃 𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃) 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃

𝜏𝜏𝜃𝜃 = 𝜎𝜎𝑥𝑥 𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃 − 𝜎𝜎𝑦𝑦𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃

𝝉𝝉𝜽𝜽= 𝟏𝟏𝟐𝟐 (𝝈𝝈𝒙𝒙− 𝝈𝝈𝒚𝒚)sin (2.15)

Tegangan tarik maksimum adalah nilai tegangan pada batas tertinggi yang

dapat diterima oleh benda yang mengalami gaya tarik pada luasan .Tegangan

tarik maksimum merupakan batas pada benda untuk berubah bentuk ketika

diberikan pembebanan secara terus menerus sehingga melewati batas nilai

tegangan maksimum.Nilai dari tegangan ini dapat dihitung melalui perhitungan

secara matimatik pada lingkaran mohr pada gambar 2.6 diatas.

Syarat untuk mendapatkan tegangan tarik maksimum adalah :

𝜕𝜕𝜎𝜎𝜃𝜃

𝜕𝜕𝜃𝜃 = 0

𝜕𝜕[�σx + 2 σy�+ �σx− σy2 � cos2θ

𝜕𝜕𝜃𝜃 = 0

0 + −2�σx− σy

2 � sin2θ= 0 − (σx − σy) sin2θ= 0

sin2θ= 0

(15)

Tegangan tarik maksimum diperoleh dengan mensubsitusikan nilai sudut

yang mengakibatkan terbentuknya tegangan tarik maksimum untuk tegangan

biaxial.

Tegangan geser maksimum adalah tegangan yang paling besar diterima benda

ketika diberikan gaya F pada arah 𝜃𝜃. Dengan demikian tegangan geser maksimum merupakan batas dari tegangan yang dapat diterima oleh benda yang jika

diberikan gaya yang lebih besar maka akan terjadi perubahan bentuk pada benda.

Syarat untuk terjadinya tegangan geser maksimum adalah :

(16)

Dengan demikian akan diperoleh nilai dari tegangan geser maksimum dengan

memasukkan besaran dari nilai sudut yang menghasilkan tegangan maksimum.

Sehingga akan diperoleh tegangan geser maksimum untuk biaxial ditunjukkan

pada persamaan 2.17 :

τθ= �σx−σ2 y�sin2 (𝜋𝜋4)

τθ= �σx−σ2 y�sin 2 (45o)

τmax= �σx−σy

2 � ( 2.17)

2.2.2.1Lingkaran Mohr untuk Tegangan Biaxial

Persamaan lingkaran mohr untuk tegangan biaxial diperoleh dengan

menjumlahkan kuadrat dari tiap –tiap tegangan geser dan tegangan tarik pada arah

𝜃𝜃 yang merupakan bentuk dari persamaan dasar lingkaran. Persamaan yang

dibentuk akan menjadi persamaan lingkaran mohr untuk tegangan biaxial,

merupakan bentuk perwakilan dari besaran besaran nilai tegangan kedalam bentuk

gambar.

σθ= (σx+ 2σy) + (σx−σ2 y) cos 2θ

σθ−(σx+ 2σy) = (σx−σ2 y) cos 2θ

(17)

Sehingga dengan menjumlahkan kuadrat dari tiap persamaan tegangan akan

terbentuk persamaan lingkaran dasar dalam bentuk tegangan umum yang dapat

menentukan nilai maksimum dan nilai minimum tegangan geser dan tegangan

tarik.

Gambar 2.7 Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Biaxial

(18)

𝜏𝜏𝜃𝜃𝐴𝐴𝜃𝜃

Gambar 2.7 pada lingkaran mohr merupakan bentuk perhitungan tegangan

secarah menyeluruh, dimana dengan gambar tersebut akan dapat lebih mudah

untuk menentukan tegangan maksimum dan minimum yang dialami oleh benda

yang dapat dilihat melalui ilustrasi gambar. Pada lingkaran mohr untuk tegangan

uniaxial dapat dilihat bahwa nilai dari tegangan minimum adalah nol untuk

tegangan tarik.

2.2.3 Tegangan Utama (Principal Stress)

Tegangan maksimum atau minimum pada suatu batang dapat

digambarkan pada sebuah elemen yang mendapat beban. Dimana penjabaran

tegangan yang terjadi dapat diuraikan, sehingga nantinya mendapatkan persamaan

minimum dan maksimum untuk mencari nilai suatu tegangan. Titik centroid

pada benda akan menjabarkan tegangan-tegangan yang terjadi, sehingga untuk

mendapatkan persamaan akan lebih mudah.

Gambar.2.8 tegangan utama

(19)

Tegangan tarik utama adalah tegangan yang dibentuk dari gaya tarik utama

pada tiap – tiap sumbu yaitu tegangan tarik pada sumbu x dan tegangan tarik

terhadap sumbu y, dimana persamaan untuk tegangan tarik utama diperoleh

dengan menjumlahkan tiap tegangan pada satu sumbu yang sama dan segaris.

Tegangan tarik pada luasan θ terletak pada satu garis dengan tegangan 𝜎𝜎𝑥𝑥cos θ dan σysin θ. Dengan penjumlahan secara vektor maka akan diperoleh persamaan

untuk tegangan tarik utama yang terlihat pada persamaan 2.18 berikut :

σθAθ = σx Axcos θ + σy Ay sin θ- 2 τ

σθAθ= σ

xy Aθcos θ sin θ

x (Aθcos θ) cos θ+ σy (Aθsin θ)sin θ - 2 τ

σθ = σ

xy Aθcos θ sin θ x cos2θ+ σy sin2θ- 2 τxy

𝛔𝛔𝛉𝛉 = (𝛔𝛔𝐱𝐱+ 𝟐𝟐𝛔𝛔𝐲𝐲)+(𝛔𝛔𝐱𝐱−𝟐𝟐𝛔𝛔𝐲𝐲) cos 2θ - 2 τ

cos θ sin θ

xy sin 2θ ( 2.18)

Tegangan geser utama adalah tegangan yang dibentuk dari gaya geser utama

pada tiap – tiap sumbu yaitu tegangan geser pada sumbu x dan tegangan geser

terhadap sumbu y, dimana persamaan untuk tegangan geser utama diperoleh

dengan menjumlahkan tiap tegangan pada satu sumbu yang sama dan segaris.

Tegangan geser θ yang terletak pada satu garis dengan tegangan 𝜎𝜎𝑥𝑥sin θ dan σycos

θ. Dengan penjumlahan secara vektor maka akan diperoleh persamaan untuk

tegangan geser utama yang terlihat pada persamaan 2.19(Lit.Timosenko hal 75).

𝜏𝜏𝜃𝜃𝐴𝐴𝜃𝜃 +𝜎𝜎𝑦𝑦𝐴𝐴𝑦𝑦𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃+𝜏𝜏𝑥𝑥𝑦𝑦𝐴𝐴𝑦𝑦𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃 − 𝜎𝜎𝑥𝑥𝐴𝐴𝑥𝑥𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃 − 𝜏𝜏𝑥𝑥𝑦𝑦𝐴𝐴𝑥𝑥𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃 = 0

𝜏𝜏𝜃𝜃𝐴𝐴𝜃𝜃 =𝜎𝜎𝑥𝑥𝐴𝐴𝑥𝑥𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃 − 𝜏𝜏𝑦𝑦𝐴𝐴𝑦𝑦𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃 − 𝜏𝜏𝑥𝑥𝑦𝑦𝐴𝐴𝑦𝑦𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃+𝜏𝜏𝑥𝑥𝑦𝑦𝐴𝐴𝑥𝑥𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃

(20)

𝜏𝜏𝜃𝜃𝐴𝐴𝜃𝜃 =𝜎𝜎𝑥𝑥(𝐴𝐴𝜃𝜃𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃)𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃 − 𝜎𝜎𝑦𝑦(𝐴𝐴𝜃𝜃𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃)𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃+𝜏𝜏𝑥𝑥𝑦𝑦(𝐴𝐴𝜃𝜃𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃)𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃 −

Tegangan tarik maksimum adalah nilai tegangan pada batas tertinggi yang

mampu diterima oleh beban. Tegangan tarik maksimum merupakan batas yang

diizinkan dalam pemberian gaya berupa pembebanan. Tagangan tarik maksimum

pada tegangan utama memiliki syarat dalam penentuan nilai sudut yang dibentuk.

Syarat untuk memperoleh tegangan tarik utama maksimum adalah :

(21)

𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠2𝜃𝜃

Sehingga Tegangan Tarik Utama Maximum adalah :

𝜎𝜎𝑚𝑚𝜃𝜃𝑥𝑥 = �𝜎𝜎𝑥𝑥

Tegangan geser utama maksimumadalah batas nilai tegangan tertinggi yang

mampu diterima oleh benda pada pembentukan sudut tertentu, dimana nilai sudut

yang dibentuk dapat ditentukan dengan menentukan titik maksimum dari tegangan

geser utama.Syarat untuk menentukan tegangan geser utama maksimum

mempengaruhi besarnya pembebana yang mampu diterima oleh benda.

Syarat untuk memperoleh tegangan geser utama maksimum adalah :

𝜕𝜕𝜏𝜏𝜃𝜃

𝜕𝜕𝜃𝜃 = 0

𝜕𝜕 ��𝜎𝜎𝑥𝑥− 𝜎𝜎2 𝑦𝑦� 𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠2𝜃𝜃+𝜏𝜏𝑥𝑥𝑦𝑦𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2𝜃𝜃�

(22)

𝜕𝜕 �𝜎𝜎𝑥𝑥 − 𝜎𝜎2 𝑦𝑦� 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2𝜃𝜃+𝜏𝜏𝑥𝑥𝑦𝑦(−2𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠2𝜃𝜃) = 0

Sehingga Tegangan Geser Maximum Utama adalah :

(23)

2.2.3.1. LingkaranMohr Tegangan Utama

Lingkaran mohr untuk tegangan utama dibentuk dari persamaan dasar dari

lingkaran dengan menjumlahkan persamaan pada tegangan tarik utama dan

tegangan geser utama.Persamaan yang diperoleh merupakan dasar untuk

membentuk lingkaran.Tegangan maksimum dan minimum dapat dihitung melalui

perhitungan untuk titik terjauh pada lingkaran sepanjang sumbu x dan tegangan

tarik utama minimum dapat dihitung melalui penentuan titik terdekat pada sumbu

x. Persamaan – persamaan tersebut dapat dilihat pada lingkaran mohr pada

gambar 2.9.

Gambar 2.9 Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Utama

(24)

Dengan demikian nilai – nilai tegangan yang dapat diperhitungkan pada

pembebana yang diberikan dapat dilihat berdasarkan gambar yang dilukis

berdasarkan perhitungan dari nilai – nilai tegangan tarik dan geser pada sudut

pembentuk.Diagram mohr merupakan bentuk dari semua tegangan yang

mempengaruhi benda yang dapat dilihat melalui gambar.

2.3. Sistem Penumpu

Pipe support adalah salah satu bagian yang penting dalam sistem perpipaan

atau di suatu plant.Sistem penumpu berfungsi untuk menahan dan

mengkondisikan suatu sistem perpipaan sehingga aman sampai waktu yang telah

ditentukan, bahkan diharapkan berfungsi selama pipa masih digunakan.

2.3.1. Momen Lentur (Bending Momen)

Jadi momen lentur merupakan kebalikan (arah) dari tahanan momen

dengan besaran yang sama. Momen lentur juga dinotasikan dengan M. Momen

lentur lebih lazim digunakan daripada tahanan momen dalam perhitungan karena

momen ini dapat dinyatakan secara langsung dari beban atau gaya-gaya

eksternalnya.

2.3.2. Gaya geser

Gaya geser adalah berlawanan arah dengan tahanan geser tetapi besarnya

sama. Biasanya dinyatakan dengan V. Dalam perhitungan, gaya geser lebih sering

(25)

2.3.3. Gaya dan Momen pada tumpuan

Ketika pipa dibebani dengan gaya atau momen, tegangan internal terjadi

pada batang. Secara umum, terjadi tegangan normal dan tegangan geser.Untuk

menentukan besarnya tegangan-tegangan ini pada suatu bagian atau titik

tersebut.Untuk menentukan besarnya resultan pada tumpuan dapat menggunakan

persamaan-persamaan kesetimbangan.

Berikut ini adalah contoh analisa 1 dimensi arah x untuk menentukan arah

gaya dan momen pada sebuah pipa yang ditumpu.

RAx

RAy RBy

Gambar 2.10 Free Body Diagram kesetimbangan gaya dan momen

Dari diagram benda bebas diatas akan didapatgaya–gaya reaksi yang

bekerja pada tiap tumpuan yangterlihat pada persamaan dari gambar 2.10 :

A B

L

a b

(26)

∑𝑀𝑀𝐴𝐴 = 0

𝑃𝑃𝜃𝜃 − 𝑅𝑅𝐵𝐵𝑦𝑦(𝐿𝐿) = 0

𝑅𝑅𝐵𝐵𝑦𝑦 (𝐿𝐿) = 𝑃𝑃𝜃𝜃

𝑅𝑅𝐵𝐵𝑦𝑦

=

𝑃𝑃𝜃𝜃𝐿𝐿

∑𝐹𝐹𝑦𝑦 = 0

𝑅𝑅𝐴𝐴𝑦𝑦 + 𝑅𝑅𝐵𝐵𝑦𝑦− 𝑃𝑃 = 0

𝑅𝑅𝐴𝐴𝑦𝑦 =𝑃𝑃 − 𝑅𝑅𝐵𝐵𝑦𝑦

𝑅𝑅𝐴𝐴𝑦𝑦 =𝑃𝑃 −

𝑃𝑃𝜃𝜃

𝐿𝐿

𝑅𝑅𝐴𝐴𝑦𝑦

=

𝑃𝑃𝑏𝑏

𝐿𝐿

Persamaan momen untuk batasan0 ≤ 𝑥𝑥 ≤ 𝜃𝜃

𝑅𝑅𝐴𝐴𝑥𝑥

𝑅𝑅𝐴𝐴𝑦𝑦

∑𝑀𝑀 = 0

𝑀𝑀𝑥𝑥 − 𝑅𝑅𝐴𝐴𝑦𝑦(𝑥𝑥) = 0

𝑀𝑀𝑥𝑥 = 𝑅𝑅𝐴𝐴𝑦𝑦(𝑥𝑥)

𝑀𝑀𝑥𝑥 = 𝑃𝑃𝑏𝑏𝐿𝐿 (𝑥𝑥) v

Mx

(27)

Untuk nilai x = 0

𝑀𝑀0 = 0

Untuk nilai x = a

𝑀𝑀𝜃𝜃 = 𝑃𝑃𝑏𝑏𝐿𝐿𝜃𝜃

Dan untuk persamaan gaya geser diperoleh :

∑𝐹𝐹𝑦𝑦 = 0

𝑅𝑅𝐴𝐴𝑦𝑦 − 𝑉𝑉𝑥𝑥 = 0

𝑉𝑉𝑥𝑥 =𝑅𝑅𝐴𝐴𝑦𝑦

𝑉𝑉𝑥𝑥 =𝑃𝑃𝑏𝑏𝐿𝐿

Untuk nilai x = 0

𝑉𝑉0 = 𝑃𝑃𝑏𝑏

𝐿𝐿

Untuk nilai x = a

𝑉𝑉𝜃𝜃 = 𝑃𝑃𝐿𝐿𝑏𝑏

Sedangkan persamaan momen untuk batasan 𝜃𝜃 ≤ 𝑥𝑥 ≤ 𝐿𝐿

x

M

a v

𝑅𝑅𝐴𝐴𝑋𝑋

𝑅𝑅𝐴𝐴𝑋𝑋

Nx P

(28)

∑𝑀𝑀𝐴𝐴 = 0

𝑀𝑀𝑥𝑥 +𝑃𝑃(𝑥𝑥 − 𝜃𝜃)− 𝑅𝑅𝐴𝐴𝑦𝑦(𝑥𝑥) = 0

𝑀𝑀𝑥𝑥 = 𝑅𝑅𝐴𝐴𝑦𝑦(𝑥𝑥)− 𝑃𝑃(𝑥𝑥 − 𝜃𝜃)

𝑀𝑀𝑥𝑥 =

𝑃𝑃𝑏𝑏

𝐿𝐿

(𝑥𝑥)− 𝑃𝑃(𝑥𝑥 − 𝜃𝜃)

Untuk nilai x = a

𝑀𝑀𝜃𝜃 =𝑃𝑃𝑏𝑏𝐿𝐿𝜃𝜃

Untuk nilai x = l

𝑀𝑀𝑙𝑙 = 0

Dan untuk persamaan gaya geser diperoleh :

∑𝐹𝐹𝑦𝑦 = 0

𝑅𝑅𝐴𝐴𝑦𝑦 − 𝑃𝑃 − 𝑉𝑉𝑥𝑥 = 0

𝑉𝑉𝑥𝑥 =𝑅𝑅𝐴𝐴𝑦𝑦 − 𝑃𝑃

𝑉𝑉𝑥𝑥 =

𝑃𝑃𝑏𝑏

𝐿𝐿

− 𝑃𝑃

(29)

Untuk nilai x = a

𝑉𝑉𝜃𝜃 =

𝑃𝑃𝑏𝑏

𝐿𝐿

− 𝑃𝑃

Untuk nilai x = l

𝑉𝑉𝑙𝑙 =

𝑃𝑃𝑏𝑏

𝐿𝐿 − 𝑃𝑃

𝑉𝑉𝑙𝑙 =−

𝑃𝑃𝜃𝜃

𝐿𝐿

Dari hasil penurunan persamaan diatas untuk momen dan gaya geser akan

didapat bentuk diagram untuk masing-masing persamaan momen dan gaya geser

dimana gambar yang dihasilkan berdasarkan bentuk dari diagram benda bebas

pada gambar 2.11 :

Gambar 2.11 Diagram gaya geser dan momen lentur

A B

L

a b

𝑅𝑅𝐴𝐴𝑥𝑥

𝑅𝑅𝐴𝐴𝑦𝑦 𝑅𝑅𝐵𝐵𝑦𝑦

P

𝑃𝑃𝑏𝑏

𝐿𝐿 𝑃𝑃𝜃𝜃

𝐿𝐿

+

(30)

2.4 Klasifikasi Tegangan

Tegangan yang tejadi dalam sistem perpipaan dapat dikelompokkan ke

dalam dua kategori, yakni Tegangan Normal (Normal Stress) dan Tegangan Geser

(Shear Stress). Tegangan normal terdiri dari tiga komponen tegangan, yang

masing-masing adalah:

1. Tegangan Longitudinal (Longitudinal Stress), yaitu tegangan yang searah

panjang pipa.

2. Tegangan Tangensial atau Tegangan Keliling (Circumferential Stres

satau Hoop Stress), yaitu tegangan yang searah garis singgung

penampang pipa.

3. Tegangan Radial (Radial Stress), yaitu tegangan searah jari-jari

penampang pipa.

Tegangan Geser terdiri dari dua komponen tegangan, yang masing-masing adalah:

1. Tegangan Geser (Shear Stress), yaitu tegangan akibat adanya gaya yang

berimpit atau terletak pada luas permukaan pipa.

2. Tegangan Puntir atau Tegangan Torsi (Torsional Stress), yaitu tegangan

yang terjadi akibat momen puntir pada pipa.

2.4.1 Tegangan Longitudinal ( Longitudinal Stress)

Tegangan Longitudinal merupakan jumlah dari Tegangan Aksial (Axial

Stress), Tegangan Lentur (Bending Stress) dan Tegangan Tekanan Dalam

(Internal Pressure Stress). Mengenai ketiga tegangan ini dapat diuraikan berikut

(31)

2.4.1.1 Tegangan Aksial

Tegangan aksial adalah tegangan yang ditimbulkan oleh gaya F

axyang

bekerjasearah dengan sumbu pipa, dan dapat diperlihatkan seperti gambar 2.12:

Gambar 2.12Tegangan Aksial

σ

Dimana :

ax = 𝐹𝐹𝜃𝜃𝑥𝑥 𝐴𝐴𝑚𝑚

(2.20)

σ

ax

Am = luas penampang pipa =tegangan aksial

= 𝜋𝜋 4(do

2 – di2

do = diameter luar

)

di = diameter dalam

(32)

2.4.1.2Tegangan Lentur (Bending Stress)

Tegangan yang ditimbulkan oleh momen M yang bekerja diujung-ujung

benda. Dalam hal ini tegangan yang terjadi dapat berupa Tensile Bending.

Tegangan lentur maksimum terletak pada permukaan pipa dan nol pada sumbu

pipa, dapat ditunjukkan pada gambar 2.13:

Gambar 2.13.Bending Momen

𝜎𝜎

𝑏𝑏

=

𝑀𝑀𝐼𝐼𝑥𝑥𝑐𝑐 (2.21)

Tegangan maksimum terjadi pada dinding terluar dari pipa

𝜎𝜎

𝑏𝑏𝑚𝑚𝜃𝜃𝑥𝑥

=

𝑀𝑀𝑥𝑥𝐼𝐼𝑅𝑅𝑐𝑐

=

𝑀𝑀𝑍𝑍

(2.22)

Dimana :

M = momen bending

c = jari-jari terluar pipa

I = Momen inersia penampang

I = 𝜋𝜋 64( do

4 – di4

Z = section modulus

= 𝐼𝐼

𝑅𝑅𝑐𝑐

(33)

2.4.2 Tegangan Geser

Berbeda dengan tegangan normal akibat gaya aksial, Tegangan geser

terjadi pada permukaan pipa dimana gaya yang bekerja terletak pada permukaan

pipa atau bekerja sejajar terhadap permukaan pipa. Tegangan geser terjadi

diakibatkan oleh gaya yang bekerja sejajar dengan permukaan pipa dan karena

adanya momen torsi yang terdapat pada pipa, momen torsi ini dapat berupa dua

gaya yang bekerja sejajar dengan arah yang berlawanan (momen kopel).

2.4.2.1 Akibat gaya geser (V)

Tegangan geser akibat gaya geser (V) dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan 2.23:

τ

Dimana :

max

=

𝑉𝑉𝐴𝐴 (2.23)

V = Gaya Geser

A = Luas penampang

Tegangan ini mempunyai nilai minimum di sumbu netral (di sumbu

simetri pipa) dan bernilai nol pada titik dimana tegangan lendut maksimum ( yaitu

pada permukaan luar dinding pipa). Karena hal ini dan juga karena besarnya

(34)

2.4.2.2Akibat momen puntir

Tegangan geser akibat momen puntir (Mt) dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan 2.24 (Lit. Hibeller, Hal 143) :

τ

Dimana :

max

=

𝑴𝑴𝑡𝑡𝑥𝑥𝑟𝑟

𝐽𝐽 (2.24)

Mt = Momen Puntir

J = Momen Inersia Polar

Tegangan ini terjadi akibat adanya momen yang bekerja pada pipa yang

mengakibatkan adanya pergeseran sudut terhadap sumbu pipa, momen yang

bekerja dapat berupa momen ataupun gaya yang mengakibatkan terjadinya

puntiran.

2.4.3 Tegangan Torsi

Suatu bentangan bahan dengan luas permukaan tetapdikenai suatu puntiran

( twisting ) pada setiap ujungnya danpuntiran ini disebut juga dengan torsional,

dan bentangan bendatersebut dikatakan sebagai poros ( shaft ).Distribusi tegangan

bervariasi dari nol pada pusat poros sampai dengan maksimum pada sisi luar

(35)

Gambar 2.14. Distribusi Tegangan Geser

2.4.3.1Momen Inersia( Polar )

Untuk suatu batang bulat berlubang (pipa) dengan diameter luar Do dan

diameter dalam Di, momen kutub inersia (polar momen of inertia) penampang

melintang luasnya, biasanya dinotasikan dengan J (Lit.Hibbeler, hal 72).

Dimana :

J = 𝜋𝜋

32 (D0

4 – Di4)

Momen kutub inersia untuk batang bulat tanpa lubang (batang pejal) dapat

diperoleh dengan memberi nilai Di = 0. Kuantitas dari J merupakan sifat

matematis dari geometri penampang yang melintang yang muncul dalam kajian

tegangan pada batang atau poros bulat yang dikenai torsi.

2.4.3.2Regangan geser

Suatu garis membujur a-b digambarkan pada permukaan poros tanpa

beban.Setelah suatu momen punter T dikenakan pada poros, garis a-b bergerak

menjadi a-b’ seperti ditunjukkan pada gambar berikut.Sudut γ, yang diukur dalam

(36)

regangan geser pada permukaan poros. Definisi yang sama berlaku untuk setiap

titik pada batang poros tersebut, dapat ditunjukkan pada gambar 2.15:

Gambar 2.15. Regangan Geser

2.5 Persamaan Tegangan Pada Sistem Perpipaan

Persamaan tegangan pada sistem perpipaan merupakan persamaan yang

dapat diturunkan dari persamaan untuk tegangan 𝜎𝜎1,2 yang sesuai dengan aplikasi

tersebut. Pada dasarnya persamaan tegangan yang dihasilkan pada tiap kondisi

yang berbeda diperoleh dari persamaan untuk tegangan utama, yang membedakan

persamaan tegangan pada tiap-tiap kondisi itu adalah tegangan terhadap sumbu x

dan tegangan terhadap sumbu y. Pada kondisi bending tegangan terhadap sumbu x

tidak berlaku atau diabaikan dengan sudut pembentuk

𝜃𝜃

dengan nilai 90 derajat.

Secara umum akan terlihat pada gambar 2.16.

(37)

Maka akan berlaku persamaan Tegangan Utama dengan ketentuan dimana

pada gambar diatas menunjukkan bahwa, arah tegangan terhadap sumbu x adalah

0, dan hanya ada tegangan yang bekerja terhadap sumbu y. Tegangan geser yang

terjadi pada gambar diatas adalah tegangan geser akibat gaya geser yang bekerja

searah dengan luas penampang pipa, secara umum dapat dilihat pada persamaan

dibawah ini (Lit. Timosenko hal 43 ).

𝜎𝜎1,2 = �

𝜎𝜎𝑥𝑥+𝜎𝜎𝑦𝑦

2 �±��

𝜎𝜎𝑥𝑥−𝜎𝜎𝑦𝑦

2 � 2

+𝜏𝜏𝑥𝑥𝑦𝑦2

Dimana 𝜎𝜎𝑦𝑦 dan 𝜏𝜏𝑥𝑥𝑦𝑦 pada kondisi lentur pada sistem penumpu akan berubah

menjadi persamaan yang sesuai dengan keadaan dari bentuk beam yang dalam hal

ini berbentuk pipa dimana tidak terjadi tegangan dalam arah sumbu x (𝜎𝜎𝑥𝑥=0).

𝜎𝜎𝑥𝑥 = 0( tidak ada tegangan terhadap sumbu x )

𝜎𝜎𝑦𝑦=𝑀𝑀𝐼𝐼𝑥𝑥 𝑐𝑐

𝜏𝜏𝑥𝑥𝑦𝑦= 𝑉𝑉𝐴𝐴

Dimana :

M= momen bending

C= jari-jari terluar pipa

I= Momen inersia penampang

V= Gaya Geser

(38)
(39)

2.6 Metode Elemen Hingga

Metode Elemen Hingga adalah salah satu dari metode numerik yang

memanfaatkan operasi matrix untuk menyelesaikan masalah-masalah fisik.

Metode ini dibangun sebagai metode numeric untuk analisa tegangan, tapi

sekarang pemakainanya telah meluas sebagai metode yang umum untuk banyak

permasalahan engineering kompleks dan ilmu-ilmu fisika.Mengandung banyak

perhitungan, pertumbuhannya berhubungan dekat dengan pengembangan

teknologi komputer.

Metode Elemen Hingga digunakan dengan membagi suatu benda menjadi

bebrapa bagian dan bagian-bagian tersebut disebut dengan mesh. Beberapa mesh

yang terbentuk dari suatu benda dan terdiri dari beberapa titik (node). Nilai dan

jumlah titik (node) ditentukan oleh jumlah mesh.

Gambar 2.15 Gambar Pembagian Mesh pada benda

n= m+1 (2.25)

dimana :

n= jumlah node

m= jumlah mesh

Mesh 1 Mesh 2 Mesh 3

(40)

Dengan demikian, pada persamaan 2.15 didapat bahwa jumlah titik (node)

pada pembagian elemen sama dengan jumlah mesh ditambah satu.

2.6.1 Node (U)

Node atau titik merupakan dasar dalam penghitungan tegangan. Dimana

perpindahan node akibat pemberian gaya yang berupa pembebanan pada benda

yang merupakan nilai dari pertambahan panjang atau perpindahan node (∆u).

Nilai dari perubahan panjang akan mempengaruhi nilai kekakuan dari pipa (k).

Semakin besar jarak perpindahan antar node pada suatu mesh akibat pembebanan

berupa gaya maka akan semakin besar tegangan yang diterima pada mesh dimana

node berada. Dimana nilai perpindahan node dirumuskan dengan persamaan 2.26

:

∆u = Ui+1 - Ui (2.26)

Dimana :

∆u : Perpindahan Node

Ui

U

: node urutan ke-i

(41)

2.6.2 Konstanta Kekakuan (K)

Nilai konstanta kekakuan dipengaruhi oleh nilai gaya dan perpindahan

node (∆u). Dimana jika semakin besar nilai perpindahan node pada pembebanan

yang sama maka akan menghasilkan nilai Konstanta Kekakuan (𝑘𝑘) yang lebih kecil, sebaliknya jika nilai perpindahan node kecil pada pembebanan yang sama

maka akan menghasilkan nilai Konstanta Kekakuan (k) yang lebih besar.

Nilai konstanta kekakuan pada Metode Elemen Hingga diperoleh dengan

meggunakan persamaan dari konstanta kekakuan pegas yang di tunjukkan pada

gambar (2.10 )

Gambar 2.16 Konstanta kekakuan pegas

Dimana nilai konstanta pegas yang diberikan pada persamaan (2.27)

𝐹𝐹 =𝑘𝑘∆𝑥𝑥 (2.27)

Dimana :

F : Gaya

k : Konstanta Pegas x

∆𝑥𝑥

F

(42)

∆x : Pertambahan Panjang

Untuk kondisi benda yang mengalami perubahan panjang atau

penambahan panjang akibat gaya yang dibebankan pada benda yang dibagi

menjadi beberapa elemen, defleksi atau lendutan yang terjadi mengakibatkan

benda mengalami perpanjangan searah sumbu pusat benda, sehingga pertambahan

panjang akibat pengaruh gaya ditentukan berdasarkan penurunan persamaan 2.27

𝜎𝜎= 𝐹𝐹

𝐴𝐴 Untuk persamaan tegangan

𝜀𝜀 =∆𝑥𝑥

𝑥𝑥 Untuk persamaan pertambahan panjang

Persamaan umum untuk menghubungkan nilai tegangan dan pertambahan

panjang dapat dilihat pada persamaan 2.28

𝜎𝜎 =𝐸𝐸𝜀𝜀 (2.28)

Dimana :

𝜎𝜎 : Tegangan

𝐸𝐸 : Modulus Elastisitas

𝜀𝜀 : Regangan

Sehingga dengan mensubtitusikan persamaan tegangan dan pertambahan

panjang kedalam persamaan 2.27 akan menghasilkan nilai konstanta kekakuan

secara umum yang ekuivalen dengan konstanta kekakuan pegas yang terlihat pada

(43)

𝐹𝐹

𝐴𝐴 =𝐸𝐸 ∆𝑥𝑥

𝐿𝐿

𝐹𝐹 =�𝐴𝐴𝐿𝐿𝐸𝐸� ∆𝑥𝑥 (2.29)

Dimana :

F : Gaya yang bekerja

A : Luas permukaan elemen

E : Modulus elastisitas Elemen

∆𝑥𝑥 : Pertambahan panjang

Persamaan 2.29 ekuivalen dengan persamaan 2.27 pada kondisi yang

sama, sehingga nilai konstanta kekakuan dapat diwakilkan dengan persamaan 𝑘𝑘 pada benda yang mengalami perpanjangan akibat lendutan oleh beban F yang

bekerja padanya. Persamaan untuk nilai 𝑘𝑘 diperoleh dengan mensubtitusikan persamaan 2.29 kedalam persamaan 2.27 sehingga akan diperoleh persamaan

kekakuan untuk Metode Elemen Hingga yang terlihat pada persamaan 2.30

𝐹𝐹 =𝑘𝑘∆𝑥𝑥 Persamaan untuk konstanta pegas

𝐹𝐹 =�𝐴𝐴𝐸𝐸

𝐿𝐿 � ∆𝑥𝑥 Persamaan untuk konstanta Metode Elemen

Hingga

�𝐴𝐴𝐿𝐿𝐸𝐸� ∆𝑥𝑥 = 𝑘𝑘∆𝑥𝑥

𝑘𝑘 =�𝐴𝐴𝐸𝐸

(44)

Dimana :

k :Nilai kekakuan elemen

A : Luas permukaan elemen

E : Modulus elastisitas Elemen

L : Panjang Elemen

Dengan demikian, persamaan 2.30 merupakan persamaan untuk konstanta

metode elemen hingga secara umum yang digunakan dengan mengasumsikan

keadaan yang sama dengan konstanta kekakuan pegas.

2.7 Matriks Kekakuan Akibat Pembebanan Axial

Untuk menghitung nilai perpindahan node (𝑢𝑢) diperlukan perhitungan matriks dengan menggunakan nilai matriks kekakuan dan matriks gaya. Matriks

kekakuan dan matriks gaya berisi nilai kekakuan dan gaya yang ada pada setiap

elemen. Perhitungan matriks perpindahan node (𝑢𝑢) dapat dilihat pada persamaan 2.31.

[𝑘𝑘][𝑢𝑢] = [𝐹𝐹]

(45)

Pada suatu benda yang terbagi dalam beberapa elemen, terdapat lebih dari

satu nilai kekakuan.Nilai-nilai kekakuan elemen yang berbeda tersebut disusun

dalam satu matriks global.

Pada suatu elemen terdapat gaya-gaya yang bekerja pada tiap node elemen

tersebut. Gaya-gaya tersebut terlihat pada gambar 2.17 (Lit Saeed Moaveni hal

:58)

Gambar 2.17 Perpindahan dan Gaya di suatu elemen

x

y Uix

Uiy

Uiy

Uix

Ujx Ujy

Ujy

Ujx

x

y Fix

Fiy

Fiy

Fix

Fjx Fjy

Fjy

(46)

Pada gambar 2.17 dapat diuraikan titik perpindahan serta gaya yang

bekerja yang terlihat pada persamaan

Persamaan untuk perpindahan

𝑈𝑈𝑠𝑠𝑋𝑋 = 𝑢𝑢𝑠𝑠𝑥𝑥 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃 − 𝑢𝑢𝑠𝑠𝑦𝑦sin𝜃𝜃

𝑈𝑈𝑠𝑠𝑋𝑋 = 𝑢𝑢𝑠𝑠𝑥𝑥 𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃+ 𝑢𝑢𝑠𝑠𝑦𝑦𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃

𝑈𝑈𝑗𝑗𝑋𝑋 = 𝑢𝑢𝑗𝑗𝑥𝑥 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃 − 𝑢𝑢𝑗𝑗𝑦𝑦 sin𝜃𝜃

𝑈𝑈𝑗𝑗𝑋𝑋 = 𝑢𝑢𝑗𝑗𝑥𝑥 𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃+𝑢𝑢𝑗𝑗𝑦𝑦 cos𝜃𝜃

Untuk menuliskan persamaan perpindahan ke dalam matriks maka dapat

dirumuskan sebagai (Lit Saeed Moaveni hal : 59)

{𝑈𝑈} = [𝑇𝑇]{𝑢𝑢}

gambar 2.17 .sedangkan [T] merupakan matriks transformasi yang

(47)

sama kita dapat menjabarkan gaya yang bekerja pada elemen seperti persamaan

2.32

𝐹𝐹𝑠𝑠𝑋𝑋 = 𝑢𝑢𝑠𝑠𝑥𝑥 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃 − 𝑢𝑢𝑠𝑠𝑦𝑦 sin𝜃𝜃

𝐹𝐹𝑠𝑠𝑋𝑋 = 𝑓𝑓𝑠𝑠𝑥𝑥 𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃+ 𝑓𝑓𝑠𝑠𝑦𝑦𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃

𝐹𝐹𝑠𝑠𝑋𝑋 = 𝑢𝑢𝑠𝑠𝑥𝑥 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜃𝜃 − 𝑢𝑢𝑠𝑠𝑦𝑦 sin𝜃𝜃

𝐹𝐹𝑗𝑗𝑋𝑋 = 𝑓𝑓𝑗𝑗𝑥𝑥 𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜃𝜃+𝑓𝑓𝑗𝑗𝑦𝑦 cos𝜃𝜃 (2.32)

Untuk menuliskan persamaan gaya yang bekerja ke dalam matriks maka

dapat dirumuskan sebagai

{𝐹𝐹} = [𝑇𝑇]{𝑓𝑓}

Dengan mensubtitusikan nilai {F} dan {u} kedalam persamaan 2.31 maka

didapat persamaan 2.33

[𝑇𝑇]−1{𝐹𝐹} = [𝐾𝐾][𝑇𝑇]−1{𝑢𝑢}

{𝐹𝐹} = [𝑇𝑇] [𝐾𝐾][𝑇𝑇]−1{𝑢𝑢} (2.33)

Dimana nilai [𝑇𝑇]−1 merupakan invers dari matriks [T] yang bernilai

[𝑇𝑇]−1 =

cos𝜃𝜃 sin𝜃𝜃 −sin𝜃𝜃 cos𝜃𝜃

0 0

0 0

0 0

0 0

cos𝜃𝜃 sin𝜃𝜃 −sin𝜃𝜃 cos𝜃𝜃 �

Maka dengan mensubtitusikan persamaan 2.33 Dengan nilai-nilai yang

(48)

Sehingga bentuk matriks kekakuan global bisa dituliskan dalam matrik

[𝑘𝑘] =𝑘𝑘 �

Untuk elemen yang berdeformasi hanya dalam 1 dimensi saja maka hanya

diambil 1 titik diantara X atau Y sebagai matriks kekakuannya. Sudut 𝜃𝜃 pada matriks trigonometri menggambarkan posisi elemen terhadap sumbu X.

Jika suatu elemen berdeformasi terhadap sumbu X dengan nilai sudut 0o,

maka matriks kekakuan elemennya menjadi

[𝑘𝑘] =𝑘𝑘 �

Karena elemen hanya berdeformasi kearah sumbu X maka matriks pada

sumbu Y dihilangkan sehingga nilai matriks kekauan menjadi

(49)

Bentuk dasar matriks kekakuan pada elemen diuraikan seperti

persamaan-persamaan matriks

Persamaan matriks untuk elemen 1 (𝑘𝑘1)

[𝑘𝑘]1 = � 𝑘𝑘1 −𝑘𝑘1 −𝑘𝑘1 𝑘𝑘1 �

Posisi matriks pada matriks global

[𝑘𝑘](1𝐺𝐺) =

Persamaan matriks untuk elemen 2 (𝑘𝑘2)

[𝑘𝑘2] =� 𝑘𝑘2 −𝑘𝑘2 −𝑘𝑘2 𝑘𝑘2�

Posisi matriks pada matriks global

[𝑘𝑘](2𝐺𝐺) = �

Persamaan matriks untuk elemen (𝑘𝑘3)

(50)

Posisi matriks pada matriks global

Persamaan matriks-matriks satuan dibentuk menjadi matriks global secara

umum yang berurutan berdasarkan letak node pada tiap elemen yang berbeda,

secara matematis elemen ini mengikuti kaidah ‘Lagrace’ dalam matematika

numerik.Untuk penjumlahan matriks satuan tiap masing-masing konstanta k

tiap-tiap elemen dijumlahkan berdasarkan asumsi keadaan node. Pada matriks satuan

k1 hanya memiliki matrik tunggal karena node 1 hanya berada pada 1 elemen,

untuk matriks pada node 2 terdapat 2 elemen yang berbeda pada tiap node

tersebut, sehingga pada node 2 terdapat 2 nilai konstanta yang bekerja yaitu k1 dan

k2. Untuk node 3 terdapat 2 konstanta k, yaitu k2dan k3.

konstanta yang terdapat pada tiap node akan dijumlahkan dan disusun berdasarkan

matriks global pada matematika numeric yang terlihat pada susunan matriks 2.34

[𝑘𝑘](𝐺𝐺) = [𝑘𝑘](1𝐺𝐺)+ [𝑘𝑘](2𝐺𝐺)+ [𝑘𝑘](3𝐺𝐺)

Susunan matriks diatas digunakan untuk pembagian benda menjadi tiga

elemen (tiga mesh) yang terdiri dari empat node. Dimana nilai kekakuan untuk

(51)

Cara penyusunan matriks seperti penyusunan matriks 2.34 dapat digunakan juga

bila suatu benda terbagi menjadi lebih dari 3 elemen.

2.7.1 Metode Elemen Hingga Untuk Pembebanan Aksial

Untuk menghitung nilai tegangan aksial menggunakan metode elemen

hingga, setelah mendapatkan nilai perpindahan (u), kita dapat menggunakan

rumus (Lit 4 hal: 10)

𝜎𝜎=𝐸𝐸 �𝑢𝑢𝑠𝑠+1− 𝑢𝑢𝑠𝑠 𝑙𝑙 �

Nilai 𝑢𝑢𝑠𝑠+1𝑑𝑑𝜃𝜃𝑠𝑠 𝑢𝑢𝑠𝑠 merupakan nilai perpindahan ada titik i dan seterusnya.

2.8 Matriks Kekakuan Untuk Pembebanan Lentur

Metode elemen hingga untuk defleksi merupakan perubahan bentuk benda

akibat adanya pembebanan yang membuat adanya lengkungan, lengkungan

menghasilkan perpindahan titik terluar pada benda, perpindahan titik ini

dinamakan dengan perpindahan node. Kedudukan titik sebelum terjadinya

defleksi dengan kedudukan titik setelah adanya defleksi disebut pertambahan

panjang elemen Un+1 – Un.

Analogi perpindahan node pada kasus defleksi, merupakan pendekatan

yang dilakukan untuk menghitung nilai perpindahan yang diakibatkan oleh

(52)

Gambar 2.18 Pembebanan Defleksi

Untuk menentukan nilai perpindahan dari benda yang mengalami defleksi

akan digunakan persamaan diferensial yang diperoleh dari persamaan momen,

secara matematis persamaan momen dapat diperoleh langkah-langkah berikut.

Menentukan gaya-gaya reaksi

� 𝑀𝑀𝐴𝐴 = 0

𝑀𝑀𝐴𝐴 =𝑃𝑃.𝐿𝐿= 0

𝑀𝑀𝐴𝐴 =𝑃𝑃.𝐿𝐿

� 𝐹𝐹𝑥𝑥 = 0

𝑅𝑅𝐴𝐴𝑥𝑥 = 0

� 𝐹𝐹𝑦𝑦 = 0

L

P

L

𝑅𝑅𝐴𝐴𝑋𝑋

𝑅𝑅𝐴𝐴𝑋𝑋

B

P

A

(53)

C M

v

𝑅𝑅𝐴𝐴𝑦𝑦 − 𝑃𝑃= 0

𝑅𝑅𝐴𝐴𝑦𝑦 =𝑃𝑃

𝑅𝑅𝐴𝐴 =𝑃𝑃

Menentukan persamaan kurva elastis

� 𝑀𝑀𝑐𝑐 = 0

𝑀𝑀𝐴𝐴 +𝑀𝑀 − 𝑅𝑅𝐴𝐴𝑥𝑥= 0

𝑀𝑀 =𝑅𝑅𝐴𝐴𝑥𝑥 − 𝑀𝑀𝐴𝐴

𝑀𝑀 = (𝑃𝑃.𝑥𝑥)−(𝑃𝑃.𝐿𝐿) (2.35)

Pada persamaan 2.35 diperoleh persamaan momen untuk benda yang

mengalami defleksi sehingga untuk mendapatkan nilai perpindahan dan

perubahan sudut akibat pembebanan pada benda yang mengalami defleksi nilai

momen pada persamaan 2.35 disubtitusikan dalam persamaan 2.36 yang

merupakan persamaan deferensial untuk perpindahan dengan batas sumbu y.

𝐸𝐸𝐼𝐼 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑥𝑥2𝑦𝑦2 = 𝑀𝑀 =𝑃𝑃𝑥𝑥 − 𝑃𝑃𝐿𝐿 (2.36)

𝐸𝐸𝐼𝐼 𝑑𝑑𝑦𝑦𝑑𝑑𝑥𝑥 = 𝐸𝐸𝐼𝐼𝜃𝜃 =1 2 𝑃𝑃𝑥𝑥

2− 𝑃𝑃𝐿𝐿𝑥𝑥+𝑐𝑐1 (2.37)

x

𝑅𝑅𝐴𝐴𝑋𝑋 A

(54)

𝜃𝜃

Dengan menggunakan syarat batas

XA = 0 ;𝜃𝜃𝐴𝐴 = 0 ; YA

Defleksi maksimum terjadi pada titik B

(55)

XB= L

𝑦𝑦𝑚𝑚𝜃𝜃𝑘𝑘𝑐𝑐 = 𝑦𝑦𝑏𝑏 =6𝑃𝑃𝐸𝐸𝐼𝐼 (𝐿𝐿3−3𝐿𝐿3)

𝑦𝑦𝑏𝑏 = 6𝑃𝑃𝐸𝐸𝐼𝐼(−2𝐿𝐿3) = 𝑃𝑃𝐿𝐿

3

3𝐸𝐸𝐼𝐼

Slope pada titik B

XB

Untuk benda yang mengalami defleksi akibat adanya momen yang bekerja

di ujung benda, dimana pada titik tersebut merupakan titik maksimum terjadinya

perpindahan yang terlihat pada gambar 2.19. = L

𝜃𝜃𝐵𝐵 = �𝑑𝑑𝑦𝑦𝑑𝑑𝑥𝑥� 𝐵𝐵 =

𝑃𝑃 2𝐸𝐸𝐼𝐼 (𝐿𝐿

22𝐿𝐿2)

𝜃𝜃𝐵𝐵 = 2𝑃𝑃𝐸𝐸𝐼𝐼 (−𝐿𝐿2)

𝜃𝜃𝐵𝐵 = −𝑃𝑃𝐿𝐿

2

2𝐸𝐸𝐼𝐼

2.19 Pembebanan Defleksi Akibat Momen

L

(56)

C Mc

v

Untuk menentukan nilai perpindahan dari benda yang mengalami defleksi

akan digunakan persamaan diferensial yang diperoleh dari persamaan momen,

secara matematis persamaan momen dapat diperoleh langkah-langkah berikut.

Menentukan persamaan momen

� 𝑀𝑀𝐴𝐴 = 0

𝑀𝑀𝐴𝐴 − 𝑀𝑀= 0

𝑀𝑀𝐴𝐴 =𝑀𝑀

� 𝐹𝐹𝑥𝑥 = 0

𝑅𝑅𝐴𝐴𝑥𝑥 = 0

� 𝐹𝐹𝑦𝑦 = 0

𝑅𝑅𝜃𝜃𝑦𝑦 = 0

Persamaan diferensial kurva elastis (x < L)

L

𝑅𝑅𝐴𝐴𝑋𝑋

𝑅𝑅𝐴𝐴𝑋𝑋

MA M

x

A

(57)

� 𝑀𝑀 = 0

𝑀𝑀𝐴𝐴 +𝑀𝑀𝑐𝑐 = 0

𝑀𝑀𝑐𝑐 = −𝑀𝑀𝐴𝐴 = −𝑀𝑀 (2.39)

Pada persamaan 2.39 diperoleh persamaan momen untuk benda yang

mengalami defleksi akibat momen sehingga untuk mendapatkan nilai perpindahan

dan perubahan sudut akibat pembebanan pada benda yang mengalami defleksi

nilai momen pada persamaan2.39 disubtitusikan dalam persamaan 2.40 yang

merupakan persamaan deferensial untuk perpindahan dengan batas sumbu y.

𝐸𝐸𝐼𝐼𝑑𝑑𝑑𝑑𝑥𝑥2𝑦𝑦2 = −𝑀𝑀 (2.40)

𝐸𝐸𝐼𝐼𝑑𝑑𝑦𝑦𝑑𝑑𝑥𝑥 = 𝐸𝐸𝐼𝐼𝜃𝜃 = −𝑀𝑀𝑥𝑥+𝑐𝑐1 (2.41)

𝐸𝐸𝐼𝐼𝑦𝑦= −1 2𝑀𝑀𝑥𝑥

2+ 𝑐𝑐1𝑥𝑥+𝑐𝑐2 (2.42)

Dengan mengguakan syarat batas

𝑥𝑥= 0 ; 𝜃𝜃 = 0

Pada persamaan 2.41 diperoleh c1

Pada persamaan 2.42 diperoleh c = 0

𝑥𝑥= 0 ;𝑦𝑦 = 0

2

Dengan mensubtitusikan c

=0

1 = 0 dan c2 = 0 pada persamaan 2.41 dan 2.42

(58)

𝜃𝜃 =𝑑𝑑𝑦𝑦 𝑑𝑑𝑥𝑥=

−𝑀𝑀𝑥𝑥 𝐸𝐸𝐼𝐼

𝑦𝑦 =− 𝑀𝑀𝑥𝑥 2

2𝐸𝐸𝐼𝐼

Defleksi maksimum terjadi pada titik B, sehingga :

Xb = L

𝑦𝑦 =− 𝑀𝑀𝐿𝐿 2

2𝐸𝐸𝐼𝐼

𝑦𝑦𝑚𝑚𝜃𝜃𝑘𝑘𝑐𝑐 = 𝑦𝑦𝑏𝑏 = − 𝑀𝑀𝐿𝐿

2

2𝐸𝐸𝐼𝐼

Slope pada titik B

X = L

𝜃𝜃𝐵𝐵 = �𝑑𝑑𝑦𝑦𝑑𝑑𝑥𝑥� 𝐵𝐵 =

𝑀𝑀𝐿𝐿 𝐸𝐸𝐼𝐼

Dari persamaan defleksi akibat momen dan gaya diperoleh nilai

perpindahan node dan perpindahan sudut (slope) yang ditunjukkan pada

(59)

Perpindahan node dan sudut akibat gaya

𝑦𝑦 = 𝑃𝑃

6𝐸𝐸𝐼𝐼(−2𝐿𝐿

3) = 𝑃𝑃𝐿𝐿3

3𝐸𝐸𝐼𝐼 (2.43)

𝜃𝜃 = −𝑃𝑃𝐿𝐿2

2𝐸𝐸𝐼𝐼 (2.44)

Perpindahan node dan sudut akibat momen

𝑦𝑦 =− 𝑀𝑀𝐿𝐿2

2𝐸𝐸𝐼𝐼 (2.45)

𝜃𝜃 = 𝑀𝑀𝐿𝐿

𝐸𝐸𝐼𝐼 (2.46)

Pada gambar 2.20 digambarkan kondisi batang yang mengalami defleksi

dengan batas-batas tertentu. (Lit Y.C Pao hal:66)

Gambar 2.20 kondisi batas untuk menentukan nilai perpindahan

Setelah mendapatkan persamaan perpindahan node dan sudut akibat gaya

dan momen yang menyebabkan defleksi, dapat kita ambil dua kondisi sebagai

𝑦𝑦= 1

𝑃𝑃

𝑀𝑀1 𝐿𝐿

𝑥𝑥 𝜃𝜃= 0

y

𝑦𝑦= 0 𝑃𝑃

𝑦𝑦

𝑀𝑀1 𝐿𝐿

(60)

syarat untuk menentukan nilai perpindahan gaya dan sudut untuk mendapatkan

nilai kekakuan suatu bahan.

Pada kasus pertama seperti gambar 2.20 nilai dari y=1 dan 𝜃𝜃= 0. Untuk mencari kombinasi nilai

gaya (P) dan momen (M), maka didapat persamaan 2.41 dan 2.42

𝑦𝑦 = 𝑃𝑃𝐿𝐿3

Dengan mengeliminasi dan mensubtitusikan persamaan 2.41 dan 2.42

maka diperoleh persamaan 2.43

𝑃𝑃 = 12𝐸𝐸𝐼𝐼

𝐿𝐿3 𝑀𝑀 =

6𝐸𝐸𝐼𝐼

𝐿𝐿2 (2.43)

Pada kasus kedua seperti gambar 2.20 nilai dari y=0 dan 𝜃𝜃= 1. Untuk mencari kombinasi nilai

gaya (P) dan momen (M), maka didapat persamaan 2.44 dan 2.45

𝑦𝑦 =𝑃𝑃𝐿𝐿3

Dengan mengeliminasi dan mensubtitusikan persamaan 2.44 dan 2.45

maka diperoleh persamaan 2.46

𝑃𝑃 = 6𝐸𝐸𝐼𝐼

𝐿𝐿2 𝑀𝑀 =

4𝐸𝐸𝐼𝐼

(61)

Persamaan 2.43 dan 2.46 yang kita dapat merupakan persamaan nilai

kekakuan yang merupakan kombinasi dari gaya dan momen yang bekerja pada

benda yang mengalami defleksi. Jika disusun dalam bentuk matriks maka

persamaannya akan menjadi. (Lit Y.C Pao hal: 67)

𝑘𝑘11 = 𝑃𝑃= 12𝐸𝐸𝐼𝐼

𝐿𝐿3 𝑘𝑘12 = 𝑀𝑀=

6𝐸𝐸𝐼𝐼

𝐿𝐿2

𝑘𝑘13 = −𝑃𝑃=− 12𝐿𝐿𝐸𝐸𝐼𝐼3 𝑘𝑘14 =𝑀𝑀 = 4𝐿𝐿𝐸𝐸𝐼𝐼 (2.47)

Nilai konstanta kekakuan pada persamaan 2.47 diperoleh melalui

perhitungan nilai defleksi atau perpindahan batang akibat pembebanan dengan

arah yang tegak lurus dengan batang. Pembebanan yang mengakibatkan defleksi

terdiri dari beban momen yang terletak pada ujung batang dan beban akibat gaya

geser pada batang.

Gambar 2.21 Kondisi batang yang mengalami defleksi

(62)

Pada gambar 2.21, batang yang dikenai gaya dan momen pada ujung

batang sebelah kanan akan menghasilkan persamaan momen dan persamaan gaya

geser akibat pembebanan (dimana θ=0 dan δ=1) pada pembebanan batang dengan

arah titik perpindahan ke atas. Sedangkan pada arah pembebanan ke bawah pada

batang, syarat untuk perhitungan persamaan momen dan gaya geser adalah θ=1

dan δ=0. Sehingga diperoleh nilai kekakuan sebesar : (Lit Y.C Pao hal: 67)

𝐾𝐾21 =𝑉𝑉𝑝𝑝 =

Sehingga matriks kekakuan global dapat kita susun menjadi

[𝐾𝐾] =�

Dengan mensubtitusikan tiap-tiap nilai dari matriks kekakuan persegmen

(63)

[𝐾𝐾] =𝐸𝐸𝐼𝐼 𝐿𝐿3�

12 6𝐿𝐿 −12 6𝐿𝐿 6𝐿𝐿 4𝐿𝐿2 −6𝐿𝐿 2𝐿𝐿2 −12 −6𝐿𝐿 12 −6𝐿𝐿

6𝐿𝐿 2𝐿𝐿2 −6𝐿𝐿 4𝐿𝐿2 �

2.8.1 Metode Elemen Hingga Untuk Pembebanan Lentur

Untuk mendapatkan nilai tegangan dalam kasus pembebanan lentur

diperlukan perhitungan gaya-gaya reaksi maksimal untuk mendapatkan besarnya

nilai tegangan pada elemen. Gaya-gaya reaksi dalam Metode Elemen Hingga

dapat dicari dengan menggunakan persamaan matriks 2.48 (Lit Saeed Moaveni

Hal: 17)

{𝑅𝑅} = [𝐾𝐾]{𝑈𝑈}−{𝐹𝐹} (2.48)

Dimana matriks R merupakan matriks gaya-gaya reaksi yang terjadi pada

suatu elemen yang dikenai gaya. Gaya-gaya reaksi reaksi yang didapat juga

meliputi momen maksimum yang terjadi pada suatu elemen. Setelah momen

maksimum didapat, maka tegangan lentur maksimum dapat dihitung dengan

menggunakan rumus :

𝜎𝜎= 𝑀𝑀𝑐𝑐 𝐼𝐼

Dimana :

M = momen bending (Nm)

c = jari-jari terluar pipa (mm)

Gambar

Gambar 2.1 Distribusi Tegangan Uniaxial
Gambar  2.3 distribusi tegangan pada penampang sederhana
gambar. Penyederhanaan persamaan untuk lingkaran mohr dapat dilakukan
Gambar 2.5 Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Uniaxial
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hercules (4,9 t/ha), selain memiliki hasil yang tinggi juga adaptif di lahan rawa

Hasil pengujian dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas layanan tidak berpengaruh terhadap kepuasan nasabah di Bank Mandiri Pemuda Surabaya, sedangkan nilai pelanggan

Karakteristik pekerjaan merupakan dasar bagi kinerja dan kepuasan kerja karyawan yang dirancang untuk memainkan peranan penting dalam kesuksesan dan kelangsungan

Keragaan ternak ruminansia di Indonesia dalam kurun waktu 1997-2001, menunjukkan populasi ternak khususnya sapi potong, kerbau, kambing dan domba mengalami penurunan. Dilain

amount of income received by farmers. In this study, the problem statement research question or to be studied in this paper: how implementation of maqashid al-shari’a as

Kata Kunci : Agriculture , Benih Jagung , Supply Chain Risk Management , Supply Chain Operations Reference (SCOR), Analytic Network Process (ANP)..

Fungsi dari self-regulated learning sendiri yakni membantu siswa melatih strategi pengaturan diri dalam belajar baik yang berkaitan dengan proses belajar di sekolah maupun

Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen dan simulasi pada mekanisme PLTGL tipe pengungkit generator linier dengan variasi titik tumpu dan volume