BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kehidupan modern telah mempengaruhi gaya hidup masyarakat. Disetiap pola
kehidupan masyarakat, terdapat sesuatu yang selalu berubah. Seperti pada cara
memanfaatkan waktu luang. Terdapat banyak industri waktu luang yang berkembang
pada era modern ini. Di Indonesia, pusat kebugaran merupakan sebuah industri waktu
luang, juga sebagai institusi sarana olahraga yang sedang berkembang pesat saat ini.
Hampir disetiap daerah ada pusat kebugaran jumlahnya relatif banyak. Dikota Medan,
terdapat lebih kurang 20 pusat kebugaran yang sebagian besar diantaranya tersebar di
pusat kota Medan.
Pusat kebugaran mempunyai kategorisasi.Pertama, pusat kebugaran tingkat
atas yang memiliki fasilitas mewah, seperti alat olahraga kualitas tinggi, sarana
perawatan tubuh, seperti spa, mandi uap, dengan biaya tinggi. Kedua, tingkat menengah
dengan fasilitas cukup memadai, namun dengan biaya terjangkau.Tidak mahal juga
tidak terlalu murah.Ketiga, dengan fasilitas cukup bahkan tidak memadai, seperti alat
dibuat sendiri, tempat tidak luas, dengan biaya relatif murah, biasa dikategorikan
sebagai tingkat bawah.
Di kota Medan sendiri pusat kebugaran didominasi oleh tingkat menengah,
berjumlah 7, dan tingkat bawah berjumlah 2.Peminat terlihat lebih memilih untuk
berolahraga pada pusat kebugaran tingkat menengah.Seperti pada tabel 1.1 yang
menjelaskan jumlah serta kategotisasi pusat kebugaran dikota Medan :
TABEL 1.1:
Daftar Pusat Kebugaran di Kota Medan1
Setiap pusat kebugaran memiliki pelanggan yang berbeda sesuai dengan
kategorisasi.Seperti tingkat atas dengan pelanggan yang memiliki kehidupan mewah,
mapan, memiliki perlengkapan olahraga lengkap dan mahal.Tingkat menengah dengan
1
data diolah kembali
NO. NAMA PUSAT
KEBUGARAN
KATEGORISASI ALAMAT
1 Merak Jingga Fitness Tingkat Atas Jl. Merak Jingga No. 2
2 Clark Hatch Fitness Center Tingkat Atas Jl. Sutomo Hotel Grand
Angkasa
3 Celebrity Fitness Tingkat Atas Jl. Zainal Arifin SUN Plaza
4 Quantum Healthcare Center Tingkat Atas Jl. H Misbah Komp. Multatuli
5 Novotel Fitness Club Tingkat Atas Jl. Cirebon Novotel Soechi
6 D’Best Fitness Tingkat Atas Jl. Mongonsidi Hermes Polonia
7 Yuki Fitness Center Tingkat Atas Jl. Sisingamangaraja Yuki
8 Bamboo GYM Tingkat Menengah Jl. Denai No. 72
9 California GYM Tingkat Menengah Jl. Denai No.30 Medan
10 Cassanova GYM Tingkat Menengah Jl. HM Joni No. 46B
11 Marseille GYM Tingkat Menengah Jl. Pasar Merah No. 132
12 Alexander GYM Tingkat Menengah Jl. Pasar Merah No. 197
13 Brayan Fitness Center Tingkat Menengah Jl. Pertempuran Komp. Brayan
14 Perfect GYM Tingkat Menengah Jl. H.A. Manaf Lubis No. 253
15 AGY GYM Tingkat Menengah Jl. Sikambing No. 55
16 Medan GYM Tingkat Menengah Jl. Wahidin No. 53A
17 SR2000 GYM Tingkat Menengah Jl. Pasar 9 Tembung No. 100
18 Aldino Fitness Center Tingkat Menengah Jl. Jermal
19 Ria GYM Tingkat Bawah Jl. Setia Budi
pelanggan kalangan atas juga kalangan pelajar, dengan perlengkapan olahraga
seadanya, tidak bersepatu ketika berolahraga.Tingkat bawah yang biasanya memiliki
pelanggan kalangan pelajar, dengan perlengakapan yang terkadang tidak mendukung,
sesuai dengan fasilitas pusat kebugarannya.
Kategorisasi pada peminat pusat kebugaran berkenaan dengan masyarakat
Indonesia bersifat plural2
Setiap pelanggan mempunyai tujuan yang berbeda. Tujuan untuk sekedar
berolahraga ringan agar kesehatan terjaga, sekedar bermain – main, bersantai,
menghabiskan waktu luang atau berolahraga berat mengangkat beban maksimal untuk
membentuk otot dengan dukungan suplemen agar badan terlihat bagus juga dapat tampil
dalam acara body contest
. Menurut Furnivall masyarakat plural ditandai dengan
segregasi sosial yang diikuti sistem pembagian kerja di antara kelompok – kelompok
etnik/religius dimana setiap kelompok memiliki peran ekonomi yang berbeda, juga
peran dalam kehidupan sosial. Kelompok – kelompok etnik yang membentuk
masyarakat begitu berlainan satu sama lain sehingga mereka tidak memiliki banyak
kesamaan selain pertukaran pasar mereka.
3
Didalam pusat kebugaran, para pelanggan tidak hanya sekedar berolahraga.Ada
pola interaksi, solidaritas yang terjadi antar pelanggan yang berbeda. seperti contoh .
2
Dalam berbagai literatur, istilah plural diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia sebagai majemuk. Oleh karena itu, dalam tulisan ini masyarakat majemuk sama dengan masyarakat plural menurut defenisi Furnivall. Walaupun demikian, dalam kajian bahasa, istilah ini perlu ditinjau kembali.
3
pada pusat kebugaran tingkat atas, dengan pelanggan kalangan atas, pola interaksi lebih
rendah, pada tingkat menengah dan bawah, pola interaksi relatif tinggi sehingga tercipta
arena sosial.
Arena sosial yang tercipta pada pusat kebugaran menjadi fokus pada penelitian
ini.Dimana bergesernya fungsi pusat kebugaran, selain menjadi sarana untuk
berolahraga, juga menjadi arena sosial masyarakat yang awalnya tidak saling mengenal,
karena intensitas komunikasi aktif, akhirnya terjalin sistem sosial baru.
Arena sosial dapat didefenisikan sebagai sejenis pasar kompetitif yang
didalamnya terdapat berbagai jenis modal (ekonomi, sosial, budaya, simbolis) yang
digunakan sebagai ajang interaksi atau komunikasi antar masyarakat yang berada
didalamnya. Interaksi dapat terjadi apabila satu jenis tindakan atau jenis aksi yang
terjadi sewaktu dua atau lebih objek mempengaruhi dan memberikan efek satu dengan
yang lain4
Ide efek dua arah ini penting dalam konsep interaksi, yang mana sebagai lawan
dari hubungan satu arah sebab akibat. Komunikasi yang baik adalah seperti adanya
tanggapan antara pihak pertama dan kedua serta pihak yang lain, sehingga tercipta
jalinan komunikasi yang aktif, tidak pasif pada arena sosial. .
Didalam arena sosial, terdapat berbagai macam masyarakat dan dapat bersatu,
dimana pola interaksi dari masyarakat yang mempunyai latar belakang berbeda, dapat
saling berkomunikasi serta membaur dengan orang lain. Orang-orang yang ada didalam
4
arena sosial pasti mengalami mode adaptasi dan pembentukan identitasnya, sehingga
terbentuk sebuah identitas baru tanpa meninggalkan identitas yang lama. Pada dasarnya,
arena sosial dapat terjadi apabila masyarakat memiliki identitas atau kebiasaan yang
sama, seperti pada acara keluarga, adat dan pernikahan.
Perubahan karakter masyarakat merupakan hal mencolok yang terjadi,
khususnya dengan melemahnya ikatan-ikatan tradisional. Pada saat yang sama
individu-individu memiliki otonomi yang lebih besar. Dalam dunia semacam ini, minat
individual sedang mendapatkan ruang yang lebih luas dalam berekspresi juga dalam
proses pengambilan keputusan (Goldsmith, 1998)5
Ada sebuah fenomena yang dilihat oleh peneliti dimana masyarakat yang
mempunyai latar belakang sosial yang berbeda, berada disatu tempat dan memberikan
warna baru dengan solidaritas yang ada pada diri mereka.Solidaritas dapat dilihat dari
bagaimana mereka menghabiskan waktu bersama diluar dari waktu untuk berolahraga. . Perubahan semacam ini
menegaskan suatu peralihan yang mendasar dalam institusi-institusi sosial sebagai
pengikat individu-individu menunjukkan kebutuhan cara-cara dalam mengorganisasikan
individu-individu ke dalam suatu sistem Hal ini semakin pudar seiring berkembangnya
zaman.Saat ini, banyak arena yang dimanfaatkan untuk berinteraksi, seperti pasar,
sekolah, institusi pemerintahan, tempat waktu luang, jalan atau bahkan rumah.
Seperti contoh pada pusat kebugaran Bamboo GYM, dimana pemilik
berkomunikasi aktif dengan pelanggan, sehingga pelanggan merasa nyaman untuk
5
kembali kesana. Di sisi lain, apabila ada pelanggan yang mempunyai acara, pemilik
bersama pelanggan lain tidak sungkan untuk datang ke acara itu. Pemilik juga terkadang
membuat acara lain pada pusat kebugaran yang dimilikinya.
Peneliti nantinya akan meneliti pusat kebugaran di kota Medan karena peneliti
memperhatikan perkembangan pusat kebugaran yang pesat juga memilki kelas – kelas
serta bagaimana pola interaksi, solidaritas yang terbangun pada pelanggan. Ini terlihat
pada pusat kebugaran mewah ala artis ibu kota hingga yang sederhana. Terciptanya pola
interaksi pada awalnya dikarenakan banyaknya kesamaan antar pelanggan.Pola interaksi
juga tidak selamanya sama, pasti juga mengalami pasang surut. Contoh lain terlihat
pada pergantian personal trainer sering terjadi hingga bergantinya manajemen pada
pusat kebugaran.
Penelitian juga dilakukan dibeberapa pusat kebugaran yang cukup dikenal,
seperti Best Fitness, terletak di Hermes Polonia Medan. Pusat kebugaran kelas
menengah seperti Bamboo GYM yang terletak di Jalan Denai, hingga pusat kebugaran
kelas bawah seperti New GYM bertempat di Jalan Bhayangkara. Peneliti juga
membandingkan bagaimana pola interaksi antar pemilik, pelatih ke pelanggan. Dengan
adanya batasan waktu, maka diharapkan peneliti akan mendapatkan data-data dari
informan yang nantinya akan ditentukan.
Sekelompok orang yang pindah dari satu lingkungan budaya ke lingkungan
budaya lain, mengalami proses sosial budaya yang dapat mempengaruhi mode adaptasi
dan pembentukan identitasnya (Appadurai, 1994; Ingold, 1995)6
Arena sosial ini juga akan merubah pola interaksi dengan orang lain, juga bisa
saja merubah identitas dari orang tersebut. Tataran individual akan diamati proses
resistensi di dalam reproduksi identitas sistem sekelompok orang di dalam konteks
sosial budaya tertentu. Di dalam pusat kebugaran, yang telah berfungsi sebagai arena
sosial, tentunya orang – orang di dalamnya mempunyai latar belakang yang berbeda,
yang berintegrasi di dalam suatu lingkungan. Apparudai dan Hannerz (1994) telah
menegaskan bahwa keberadaan seseorang dalam lingkungan tentu di satu pihak
mengharuskan penyesuaian diri yang terus menerus untuk dapat menjadi bagian dari
sistem yang luas
. Pengelompokan baru,
dan pemberian makna identitas merupakan kekuatan di dalam mengubah berbagai
ekspresi cultural dan tindakan sosial bagi para pendatang.Begitu juga yang terjadi pada
pusat kebugaran, dimana sekelompok orang yang berbeda, disatukan dalam sebuah
tempat dan membentuk arena sosial.
7
Intergrasi merupakan keutuhan atau persatuan (proses menjadi satu). Kondisi
ini memang bisa mengahasilkan kerukunan, tetapi konsep ini lebih sering menekankan
pada “keutuhannya” daripada “kerukunannya”.Proses integrasi masyarakat ke suatu
atanan global yang dianggap tidak terelakkan akan menciptakan suatu masyarakat .
6
Appadurai (1994) dan Ingold (1995) dalam Irwan Abdullah: Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan 7
terikat dalam suatu jaringan komunikasi internasional yang begitu luas dengan
batas-batas yang tidak begitu jelas. Selain arus orang dan barang, arus informasi merupakan
suatu keuntungan sekaligus ancaman yang sangat berbahaya. Marshall Goldsmith
(1998) menunjukkan tiga cirri masyarakat global yang terbentuk akibat proses ekspansi
pasar, merupakan globalisasi tahap ketiga. Ketiga ciri itu meliputi : diversitas
(perbedaan), pembentukan nilai jangka panjang, hilangnya humanitas
(perikemanusiaan). Terdapat dua konsep intergrasi, yaitu integasi sosial dan intergasi
nasional.Integrasi sosial adalah proses berhubungan secara intensif dan harmonis
berbagai unsur masyarakat dalam kehidupan sehari – hari pada aneka bidang kehidupan
(Wirutomo, 2012)8
Integrasi bisa dibedakan kedalam sekurang-kurangnya tiga sifat, yaitu integrasi
normatif, integrasi fungsional, integrasi koersif.Sifat integrasi normatif berkenaan
dengan terciptanya arena sosial, karena pada dasarnya memiliki kesamaan dengan
sifat-sifat solidaritas mekanik yang diungkapkan Durkheim
. Sementara integrasi nasional adalah proses menyatunya
unsur-unsur tersebut dalam bingkai politik nasional yang berkenaan dengan struktur sosial
juga arena sosial.
9
8
Dikutip dari Paulus Wirutomo (2012) Sistem Sosial Indonesia
. Seperti diketahui, solidaritas
mekanis menandai suatu masyarakat sederhana, yang anggotanya memperoleh
sosialisasi sama sehingga memiliki suatu kesepakatan nilai-nilai dasar. Menurut
Durkheim, seiring perkembangan masyarakat yang semakin kompleks, solidaritas
9
mekanik akan bergeser menjadi solidaritas organis10
Didalam konteks sosial yang berubah, makna sosial dan individual suatu
kebudayaan juga mengalami perubahan, karena konteks sosial memberikan makna pada
tindakan – tindakan individual (Berger, 1990; Simmel, 1991; Strathern,
1995).Perubahan yang terjadi telah menunjukkan pergeseran-pergeseran definisian pada
tingkat yang berbeda.kebudayaan dan konteks sosial tidak hanya merupakan defenisi
yang terlihat pada struktur simbolisnya, tetapi juga dituntut pemahaman struktur sosial.
Orientasi nilai yang berubah dalam masyarakat pada dasarnya menjadi basis munculnya
structural dalam pendefenisian kebudayaan.Dalam konteks ini, kebudayaan pun
kemudian membutuhkan legitimasi simbolik yang sangat berbeda berdasarkan
kelompok.Begitu pula dengan arena sosial, yang dahulu bermakna sebagai tempat
berkumpulnya masyarakat yang saling berinteraksi satu dengan yang lain dan terjadinya
komunikasi aktif diantara mereka. Dan arena sosial sering pula dikaitkan dengan acara –
acara tradisional seperti acara adat.
. Kesepakatan tentang nilai dasar
pun berganti menjadi saling ketergantungan fungsional antar masyarakat.
Arena sosial tidak hanya terjadi karena interaksi dua orang atau lebih, tetapi
juga adanya komunikasi kelompok antara komunitas.Komunikasi kelompok terjadi
dalam suasana yang lebih cenderung melihat dirinya sebagai kelompok serta
mempunyai kesadaran tinggi tentang sasaran bersama.Komunikasi kelompok lebih
cenderung dilakukan secara sengaja dibandingkan dengan komunikasi antar pribadi.
10
Umumnya para pesertanya lebih sadar akan peranan, tanggung jawab mereka
masing-masing. Didalam komunikasi kelompok, terdapat bahasa yang berbeda antar
kelompok.Interaksi manusia dalam masyarakat menyerupai suatu “drama” tatkala setiap
individu memainkan peran, menampilkan dirinya secara terus menerus demi menjaga
kesan lawan interkasinya.
Dalam interaksi sosial, individu saling bernegosiasi dengan menggunakan
simbol, terutama bahasa, tetapi ekspresi wajah atau gerakan badan pun bisa merupakan
symbol yang mengandung makna.Manusia memiliki kesadaran, kemampuan self –
reflexive sehingga bisa berubah karena reaksi lawan interaksinya.Kedirian manusia
memiliki dua dimensi, yaitu “I” (sebagai subjek, atau individu yang khas), juga dimensi
“Me” (sebagai obyek atau yang dipengaruhi oleh interaksi). Clifford Geertz (1973)
mengemukakan suatu defenisi kebudayaan sebagai : 1) suatu sistem keteraturan dari
makna dan simbol-simbol, yang dengan makna dan simbol tersebut individu-individu
mendefenisikan dunia mereka, mengekspresikan perasaan, dan membuat penilaian. 2)
suatu pola makna yang ditransmisikan secara historis yang terkandung dalam bentuk
simbolik, yang melalui bentuk simbolik tersebut manusia berkomunikasi,
memantapkan, serta mengembangkan pengetahuan mereka mengenai dan bersikap
dalam kehidupan. 3) suatu peralatan simbolik bagi mengontrol perilaku, sumber
ektrasomatik dari informasi, juga karena kebudayaan adalah suatu sistem simbol, maka
proses kebudayaan harus dipahami, diterjemahkan dan diinterpretasi11
11
Clifford Geertz (1973) dikutip dari Antropologi Kontemporer
Bahasa berperan penting dalam komunikasi.Apabila dalam berkomunikasi,
masyarakat juga pasti menggunakan bahasa.Bahasa juga merupakan salah satu unsur
kebudayaan.Sapir Whorf mengatakan bahwa tanggapan, pikiran, dan tindakan seorang
banyak bergantung atas struktur dan kosa kata bahasa yang dikuasainya.Semua ini
adalah alat – alat yang dipergunakan untuk berpikir dan kemudian menanggapi sesuatu
itu sehingga mempengaruhi tindak lakunya.(Nababan, 1983, Kridalaksana, 1982)12.
Berbahasa sebagai bagian penting dalam komunikasi, tidak pernah lepas dari
budaya.Dengan demikian, bahasa harus dikaitkan dengan konteks budaya tuturan itu
(the cultural context of the speech art). Ketika seseorang hendak menyampaikan juga
memahami tuturan, dia tidak hanya terfokus pada pesan yang disampaikan, tetapi juga
pada konteks budayanya seperti situasi tuturan, tipe masyarakat pendengar, juga norma
yang berlaku dalam masyarakat13. Edward Tylor, perintis Antropologi abad ke-19
mengatakan : “kekuatan penggunaan kata-kata sebagai tanda untuk mengekspresikan
pemikiran, yang dengan ekspresi itu bunyi secara tidak langsung menghubungkannya,
sebenarnya sebagai simbol-simbol arbiter, adalah tingkat kemampuan khusus manusia
yang tertinggi dalam bahasa yang kehadirannya mengikat bersama semua ras manusia
dalam kesatuan mental yang substansial” (1975: 118)14
Komunikasi global pun akan melahirkan suatu jaringan yang tidak terhitung
dalam interaksi sosial. Kata Goldsmith, yang menggabungkan manusia dalam suatu .
12
Nababan (1983) dan Kridalaksana (1982) dikutip dari Artikel Buku Sosiolinguistik 13
Teuku Kemal Fasya dalam Kata dan Luka Kebudayaan
14
pemikiran global yang bekerja sama mengembangkan kehidupan ke tingkat yang lebih
baik. Pengayaan terjadi saat berbagai perubahan dalam masyarakat dirancang
berdasarkan apa yang dipelajari dari berbagai belahan dunia15
Keragaman bahasa juga mempengaruhi bagaimana komunitas itu dapat terjadi,
juga bagaimana pula komunitas itu dapat bergeser sehingga dapat membentuk
komunitas yang baru atas perbedaan bahasa dan kebudayaannya.Komunitas juga dapat
menjadi salah satu faktor didalam arena sosial.
.
Komunitas secara baku merujuk kepada suatu sistem sosial dengan suatu pola
hubungan yang dibedakan secara langsung dengan sistem sosial yang lebih formal, lebih
abstrak, dan lebih bersifat instrumental. Pengertian komunitas juga mengacu pada
pengertian komunitas dalam arti komunitas local, seperti yang dikemukakan oleh
Kenneth Wilkinson (1991) dalam Green and Haines (2004), dimana mereka melihat
komunitas sekurang – kurangnya mempunyai tiga unsur dasar, yaitu : adanya batasan
wilayah atau tempat, merupakan suatu organisasi sosial atau institusi sosial yang
menyediakan kesempatan untuk dapat melakukan interkasi secara regular, juga interaksi
sosial yang dilakukan terjadi karena adanya minat ataupun kepentingan yang sama16
15
Irwan Abdullah dalam Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan
.
Adanya komunitas sangat ditentukan oleh dukungan dari berbagai unsur yang berbeda
dalam masyarakat.
16
Perubahan komunitas dipengaruhi zaman. Istilah komunitas mengalami
perkembangan pesat sejak abad ke-14 yang pada awalnya digunakan untuk menunjuk
pada suatu kelompok orang yang berada pada status rendah,, orang biasa, dalam
hubungannya dengan kelompok kelas atas17
Dahulu, komunitas arena sosial lebih bersifat kepada komunitas yang
didalamnya terdapat orang-orang yang masih berhubungan darah, akan tetapi komunitas
terus berubah, menjadi orang-orang yang didalam komunitas itu pun saat sekarang ini
sudah tidak ada lagi hubungan darah antar mereka. Perubahan pada pasar juga
mempengaruhi komunitas.Seperti Appandurai dalam Konstruksi dan Reproduksi
kebudayaan mengatakan “ pasar telah memperluas orientasi masyarakat dan mobilitas
sehingga batas – batas sosial budaya selain meluas juga cenderung mengabur akibat
berubahnya orientasi ruang dalam masyarakat”.
. Variasi penggunaan tampak pada saat
istilah yang sama digunakan untuk menjelaskan suatu unit kecil dari suatu sistem yang
terorganisir, seperti negara skala kecil. Pada abad ke-16, komunitas telah mengandung
makna “kesamaan” dalam identitas atau ciri-ciri tertentu yang dimiliki oleh sekelompok
orang.
George Foster (1967), seorang ahli antropologi Amerika pernah mengatakan
bahwa sebenarnya setiap komunitas, kesatuan sosial itu, terutama yang masih diwarnai
17
kehidupan agraris seperti Indonesia, selalu memiliki sebuah sistem gagasan yang
disebutnya sebagai gagasan keterbatasan ‘sumber daya’18
Tempat – tempat pun mengalami perubahan karakter akibat interaksi dengan
berbagai nilai yang berlainan dari berbagai kelompok masyarakat.Pertemuan antar
orang dalam seting semacam ini telah mengubah karakter komunitas.Perubahan karakter
ini terjadi secara mencolok, khususnya dengan melemahnya ikatan – ikatan tradisional
yang karenanya member otonomi yang lebih besar pada individu – individu. .
Ini juga dapat menjadi suatu fenomena yang dapat diteliti, yaitu arena sosial
yang bergeser seiring dengan perkembangan zaman, dimana dahulu arena sosial sering
terjadi pada acara – acara tradisional, kemudian pada saat ini arena sosial terus
berkembang menjadi sesuatu yang umum, seperti pada pasar, institusi pendididkan, dan
bahkan tempat – tempat waktu luang, seperti pusat kebugaran.
Pusat kebugaran mulai berkembang, di setiap kota – kota besar di Indonesia
pasti ada satu, dua atau banyak pusat kebugaran yang berkembang. Dengan
berkembangnya pusat kebugaran ini, juga dapat mempengaruhi perubahan gaya hidup
masyarakat. Masyarakat yang dulu malas berolahraga dengan adaanya pusat kebugaran
ini menjadi rutin dalam berolah raga.Tetapi ada pergeseran fungsi yang terdapat pada
18
pusat kebugaran itu, yaitu selain menjadi tempat untuk berolahraga, pusat kebugaran
juga menjadi arena sosial pada saat ini.
Proses globalisasi telah melahirkan diferensiasi yang meluas, yang tampak dari
proses pembantukan gaya hidup, juga identitas. Gaya hidup yang terbentuk sejalan
dengan munculnya budaya kota, telah mengubah orientasi masyarakat dari kelompok
yang berorientasi pada tata nilai yang umum ke tata nilai yang khusus dengan
batas-batas simbolik baru. Pada saat kota-kota menjadi lingkungan sosial dominan yang
kemudian dihuni oleh lebih dari separuh penduduk Indonesia, maka pergeseran dalam
defenisi komunitas akan terjadi. Tidak ada lagi batas-batas budaya yang diikat oleh
sentiment agama atau etnis, karena basiskapital ekonomi telah menjadi dasar dari
pengelompokan sosial, parameter dalam transaksi sosial. Selain melahirkan sistem
sosial yang lebih terbuka akibat proses rasionalisasi yang terjadi, pergeseran ini
melahirkan kesadaran baru tentang identitas juga makna diri dalam lingkungan sosial
kultural yang dipilih untuk menjadi bagian, bukan lagi suatu lingkungan yang diberikan
oleh kekuatan dominan bersifat paksaan.
Sistem sosial yang terbuka semacam ini, selain melahirkan
kesampatan-kesempatan pilihan baru bagi publik.Juga memunculkan gerakan tandingan dalam
berbagai bentuknya. Keterbukaan sebagai hasil dari proses perbedaan yang terjadi
dalam penataan sosial. Berbagai gerakan akan mendorong pembentukan struktur sosial
yang didasarkan pada sistem akses yang terbuka secara meluas19
1.3. Rumusan Masalah
.
1. Seiring perkembangannya, pusat kebugaran semata-mata tidak hanya
tempat untuk berolahraga, tetapi juga menjadi arena sosial. Permasalahan
yang timbul adalah bagaimana bentuk pergeseran fungsi pusat kebugaran
menjadi arena sosial?
2. Jika terjadi pergeseran fungsi, maka terbentuk pola interaksi pada peserta
pusat kebugaran. Bagaimana pola interaksi yang terbentuk antar peserta?
3. Pada pusat kebugaran terdapat kategorisasi, yaitu tingkat atas, menengah
dan tingkat bawah. Apakah ada perbedaan pola interkasi yang terjadi antar
kategori?
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan bagaimana terjadinya
pergeseran nilai interaksi dan pergeseran arena sosial khususnya yang terjadi pada pusat
kebugaran pada era modern ini.
1.4.2. Manfaat Penelitian
19
Manfaat penelitian ini adalah akan memberikan sebuah literatur tambahan
dalam memahami bagaimana pergeseran arena sosial khususnya yang terjadi pada pusat
kebugaran pada era modern ini.
1.5. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat etnografi. Spradley (1997:12)20
Tentunya dalam menjalankan itu semua, peneliti akan menggunakan teknik –
teknik pengumpulan data, seperti :
menjelaskan metode etnografi yaitu mendeskripsikan sebuah kebudayaan dengan cara
mempelajari masyarakatnya, juga belajar dari masyarakat. Oleh sebab itu, peneliti
mencoba menggambarkan dan menjelaskan bagaimana terjadinya arena sosial pusat
kebugaran sebagai indusrti yang sedang berkembang dan bagaimana interaksi antar
masyarakat didalamnya. Didalam penelitian ini, peneliti terjun langsung kelapangan,
yaitu ke pusat – pusat kebugaran yang ada di kota Medan yang memiliki tingkat
popularitas yang tinggi. Mulai dari pusat kebugaran yang mewah hingga sederhana.
a. Observasi Partisipasi
Metode ini berupa studi langsung yang akan dilakukan oleh peneliti ke tempat
yang menjadi objek penelitian yaitu beberapa pusat kebugaran di kota Medan. Peneliti
secara langsung ikut ke dalam komunitas pusat – pusat kebugaran tersebut. Observasi
20
ini berguna bagi peneliti untuk melihat dan mempelajari bagaimana arena sosial yang
terjadi dalam pusat kebugaran di kota Medan.
b. Wawancara
Wawancara yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah wawancara
mendalam.Wawancara ini dipergunakan untuk memperoleh tingkat kebenaran yang
paling mendekati dari data – data yang diperoleh.Pada praktek penelitian nanti,
wawancara mendalam ini dilakukan kepada semua informan yang peneliti temukan di
lapangan. Dan nantinya peneliti juga akan membuat beberapa daftar pertanyaan dalam
wawancara mendalam ini. Pertanyaan-pertanyaan awal hingga informasi yang
dibutuhkan untuk mendeskripsikan kondisi objektif, sangat efektif dengan metode
ini.Metode ini juga dapat lebih mendekatkan diri secara emosional kepada informan.
Selain itu, data – data dari sudut pandang masyarakat (emic view) juga dapat dimulai
dengan teknik wawancara. Teknik wawancara dilakukan dengan cara Tanya jawab
secara langsung, terbuka dengan pelaku.
Terkait dengan wawancara mendalam dalam penelitian ini, peneliti akan
membagi informan kedalam dua tipe yaitu informan kunci dan informan biasa. Ini
ditujukan agar mendapatkan hasil data yang valid dengan mewawancarai orang yang
paham dengan tema penelitian.
Informan kunci merupakan informan yang peneliti anggap paham tentang
ada pada pusat kebugaran tersebut. Dan informan ini bisa dibilang merupakan orang
yang mendirikan usaha pusat kebugaran yang ada di kota Medan.
Selanjutnya peneliti akan mewawancarai informan biasa. Informan biasa yang
dimaksud adalah masyarakat yang berkunjung pada pusat kebugaran.
Dan kedua tipe informan tersebut akan peneliti wawancarai dengan
menggunakan interview guide. Interview guide ini merupakan alat bantu bagi peneliti
untuk merumuskan permasalahan yang akan peneliti lihat terkait tema yang akan
diteliti. Interview guide ini merupakan rumusan pertanyaan kepada kedua tipe informan
1.6. Pengalaman Penelitian
Penelitian dimulai pada tanggal 2 Juni 2014 di New GYM jalan Bhayangkara
No. 345, pada pukul 14.30 WIB. Awalnya peneliti merasa bingung, karena tidak ada
orang yang menjaga kasir. Karena biasanya di setiap pusat kebugaran, ada orang yang
menjaga kasir. Terlihat beberapa orang sedang asik menikmati musik remix sambil
berlatih. Peneliti bertanya kepada seorang bapak, bagaimana cara mendaftar untuk
latihan, bapak itupun berkata “dek, latihan saja dulu, nanti daftarnya sekalian selesai
latihan saja, karena yang menjaga sedang pulang istirahat”.
Tak berapa lama, datanglah pemilik sekaligus penjaga kasir. Peneliti pun
kebugarana tak jauh dari lokasi. Setelah peneliti berlatih sekitar setengah jam, pemilik
pun datang. Melihat pemilik datang, peneliti langsung mendaftar sambil berkenaln
dengan pemilik. Pemilik pusat kebugaran bernama Yoga (22), yang merupakan anak
dari pak Bob, pemilik pusat kebugaran.
Peneliti berlatih sekitar satu jam, sambil memperhatikan alat berlatih serta
bagaimana cara menggunakannya. Terlihat beberapa pemain berjoget bersama sambil
diiringi musik remix yang menjadi musik wajib di pusat kebugaran. Peneliti melihat
beberapa anggota joget bersama. Entah mengapa pada hari pertama peneliti
beranggapan mereka akrab. Peneliti pun berbicara dengan beberapa orang. Ternyata,
alat latihan disini merupakan alat yang lama, tidak pernah diganti, kalaupun ada, hanya
bagian yang sudah rusak saja. Karat pun bayak menempel pada alat. Air bekas tetesan
hujan masih ada tergenang dibalik beban angkatan.
Ada beberapa orang yang merupakan anggota lama di pusat kebugaran.
Peneliti merasa mereka tepat menjadi informan dalam peneltian ini. Setelah selesai
berlatih, peneliti pun istirahat sambil berbincang dengan pemilik tentang bagaimana
orang orang yang berlatih disini.
Ada beberapa tujuan orang yang berlatih disini, pertama, hanya sekedar olahraga
ringan, umumnya bapak bapak yang sudah berumur 40 tahunan melakukan ini. Kedua,
yang bertujuan untuk menghilangkan lemak, biasanya orang orang yang bertubuh
gemuk melakukan olahraga ini. Terakhir, bertujuan untuk mengikuti body contest,
sehingga membentuk badan lebih berotot dengan suplemen pembentuk otot.
Peneliti pun meneruskan untuk berlatih dihari selanjutnya, tetapi dengan waktu
yang berbeda. Kali ini yang menjaga bukan lagi Yoga, tetapi pak Bob. Keadaan pusat
kebugaran masih sepi, karena pagi. Tak berapa lama beberapa orang pun datang.
Ternyata benar apa yang dikatakan Yoga, pagi hari Gym diminati oleh bapak-bapak
umur 40 tahunan, mereka menyapa pak Bob sebelum mereka melakukan latihan.
Musik dihidupkan, beberapa orang mulai melakukan latihan. Ada yang masih
berbincang, ada pula yang mulai berjoget. Peneliti pun mulai berolahraga sambil
memperhatikan bagaimana keakraban antara pemilik dan pelanggan. Pusat kebugaran
pun mulai ramai seiring waktu menuju siang.
Ada dua pemain yang berbadan kekar juga melakukan latihan bersama pemilik.
Mereka terlihat akrab satu dengan yang lain. Ternyata mereka sudah 4 tahun menjadi
pelanggan disini. Peneliti pun coba berbincang dengan salah seorangnya, bernama bang
Awan (25), merupakan seorang personal trainer di Clark Hatch Fitness Center Hotel
Beliau sudah setahun menjadi personal trainer disana. Peneliti pun bertanya
mengapa beliau masih berolahraga di pusat kebugaran pinggir jalan seperti ini walaupun
beliau sudah menjadi personal trainer di pusat kebugaran mewah.
“saya suka berolahraga di pusat kebugaran pinggir jalanan seperti ini, karena kalau dibandingkan dengan pusat kebugaran mahal, lebih baik disini, karena selain banyak interaksi, banyak juga variasi dari alat olahraganya” (Informan)
Faktor interaksi menjadi salah satu dari faktor bagaimana seseorang ingin
menentukan tempat dimana dia merasa nyaman. Pusat kebugaran mewah pun tak dapat
menjadi sesuatu yang dianggap sebagai arena sosial dari masyarakat. Peneliti pun
meneruskan latihan hingga selesai sekitar satu setengah jam.
Besoknya, peneliti kembali latihan di pusat kebugaran yang sama, New Gym.
Kali ini peneliti merubah waktu latihan menjadi malam dengan tujuan mendapatkan
informasi dari informan yang berbeda. Terlihat pusat kebugaran masih sepi, hanya ada
pemilik, Pak Bob, serta anak muda kira-kira seumuran dengan peneliti. Belum ada
anggota lain. Sambil menunggu pemilik membersihkan pusat kebugaran, peneliti
mencoba bercerita dengan anak muda sebaya tadi. Anak muda itu terlihat agak cuek
dalam menanggapi cerita peneliti. Tak lama, peneliti pun memulai latihan.
Hari semakin malam, semakin ramai pelanggan latihan disini. Peneliti pun
mencoba mengakrabkan diri dengan yang lain, walaupun agak sulit, lama kelamaan
pusat kebugaran ini. Tetapi ketika adanya orang baru yang masuk, mereka menjaga
sikap sampai orang tersebut bisa mengakrabkan diri dengan mereka.
Setelah beberapa waktu selesai dengan New Gym, peneliti pun melanjutkan
penelitian ke Bamboo GYM, yaitu pusat kebugaran kelas menengah yang terletak di
jalan Denai No. 72. Sesuai dengan namanya, pusat kebugaran ini dilapisi bambu
disetiap dinding, tujuannya agar membuat pelanggan merasa sejuk. Penataan tempat
cukup terbuka, juga luas. Berada di sisi jalan raya, sehingga terlihat jelas oleh
masyarakat yang ingin mencoba berolahraga disini.
Ketika peneliti mulai masuk, disambut oleh pemilik yang bernama Syafrizal
Tanjung. Beliau merupakan pemilik sekaligus trainer di pusat kebugaran ini. Beliau
bertanya apa yang menjadi tujuan saya untuk datang kesana. Setelah saya jelaskan
untuk menjaga agar tubuh sehat, beliau pun menjelaskan bahwa masing-masing orang
punya tujuan berbeda, ada beberapa tujuan masyarakat datang ke pusat kebugaran ini,
untuk menjaga kesehatan, untuk mengurangi jumlah lemak, juga untuk membentuk otot,
karena pada dasarnya, didalam tubuh manusia, terdapat otot-otot dasar, yang nantinya
bila dibentuk, akan semakin berkembang.
“pada dasarnya disetiap tubuh orang itu ada otot dasarnya, yang nantinya bila dilatih, akan semakin berkembang. Pembentukan otot juga tergantung gen yang dimiliki. Apabila gen yang bagus, tidak dilatih pun sudah kelihatan ototnya, apabila gen yang lain, harus dilatih agar otot terbentuk maksimal” (Informan)
Bamboo GYM ini juga menjadi rumah untuk bang Syafrizal bersama
kebugaran, maka beliau memilih untuk tinggal disini. Karena itu pusat kebugaran ini
sudah buka pada pukul 07.00 sampai 22.00.
Peneliti pun mulai berlatih. Alat olahraga yang tersedia disini merupakan alat
olahraga pesanan dari produk olahraga juga, jadi terlihat kokoh juga kuat. Pemilik pun
tanpa diminta langsung mengajari peneliti untuk menggunakan alat olahraga sampai
mahir. Pemilik pun sering bertanya-tanya tentang kehidupan peneliti sebagai simbol
perkenalan kepada peneliti, juga sebagai wujud keakraban agar membuat peneliti
nyaman dengan keadaan. Ketika saling bercerita, pemilik menceritakan tentang masa
lalunya yang merupakan seorang wiraswasta, disaat beliau hampir putus asa karena
masalah ekonomi, ajakan teman fitness pun merubah hidupnya. Beliau diajak seorang
temannya untuk membuka pusat kebugaran bersama, saat itulah awalnya Bamboo GYM
didirikan. Pada awalnya, ada juga beberapa trainer yang bekerja disini, tetapi karena
adanya kesalah pahaman dengan pemilik, maka trainer mengundurkan diri. Hingga saat
ini, pemilik juga menjadi trainer yang membantu dalam kegiatan olahraga. Dengan
demikian, interaksi antar pemilik dengan pelanggan menjadi lebih intensif.
Saat itu, pusat kebugaran terlihat ramai, ada bermacam profesi masyarakat disini
dengan etnis yang berbeda. Seperti etnis Chinese yang dapat bersosialisasi dengan etnis
Jawa, Batak juga Aceh. Keakraban pun terlihat diantara perbedaan yang menonjol
diantara mereka. Intensitas pertemuan membuat hubungan antar pelanggan menjadi
lebih dekat. Kebetulan pada saat itu akan diadakan acara body building contest pada hari
itu. Peneliti pun diajak agar dapat melihat bagaimana hasil dari usaha anggota pusat
kebugaran untuk mendapatkan prestasi pada ajang itu.
Pada hari berikutnya, peneliti datang kembali ke Bamboo GYM dengan waktu
yang berbeda, yaitu malam hari. Terlihat sangat ramai disana, sehingga harus bergantian
untuk berolahraga. Orang-orang bekerja banyak menghabiskan waktu olahraga pada
malam hari karena tidak dapat membagi waktu dengan pekerjaan. Menurut mereka,
berolahraga pada malam hari dapat membuat tubuh lebih bugar, karena setelah
olahraga, langsung beristirahat hingga pagi.
Peneliti memperhatikan bagaimana cara pelanggan saling berinteraksi satu
dengan yang lain. Terlihat perbedaan antara pelanggan yang sudah bertahun dengan
pelanggan baru. Pelanggan bertahun lebih akrab dengan pemilik, sedangkan pelanggan
baru masih belum bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang memiliki jenis
masyarakat yang berbeda.
Ketika peneliti berada pada Best Fitness Hermes Polonia Medan, peneliti
merasakan perbedaan yang amat menonjol, yaitu perbedaan perlakuan personal trainer
terhadap pelanggan. Awalnya, peneliti dikenalkan dengan Angga, personal trainer yang
akan mengajarkan peneliti.
Interaksi antar pelanggan disini kurang intensif, karena adanya personal trainer
yang mengikuti juga memang karena pelanggan mungkin belum mengenal satu dengan
memiliki hubungan darah akan berinteraksi dengan saudaranya saja, tidak dengan yang
lainnya.
Ada seorang kakek berumur 72 tahun yang masih mengikuti kegiatan olahraga
disni. Kakek itu bernama kakek Wijaya, seorang beretnis Cina. Beliau sangat ramah,
bahkan dengan semua orang termasuk peneliti.
“saya ini bagaikan motor tua, jika tidak selalu dipanaskan, akan mati tiba-tiba, jadi saya memilih untuk berolahraga walaupun tak seperti anak muda. Saya memilih olahraga disini karena pelatihnya ramah, juga banyak menambah teman”. (Informan)
Pada Best Fitness ini peneliti diajarkan semua yang ingin diketahui. Terlihat
juga perbedaan pelanggan yang berada disini, kebanyakan etnis cina daripada pribumi.
Alat yang digunakan pun sangat lengkap, serta ada kelas tambahan seperti spa, aerobic,
Thai boxing. Ada juga perabotan tambahan yang menambah nyamannya suasana seperti
loker, televisi, kamar mandi, serta sofa untuk menunggu atau duduk setelah latihan.
Personal Trainer pun sangat ramah. Seperti bang Angga (24) yang sudah 6
bulan menjadi PT (personal trainer) disini. Beliau mengatakan menjadi seorang PT
disini tidak mudah, harus memiliki kemampuan khusus, juga memiliki wawasan serta
cara berinteraksi yang baik kepada pelanggan. Ketika peneliti bertanya bagaimana suka
duka menjadi PT, bang Angga berkata
Keramahan PT membuat banyak member nyaman. Mereka melihat member
sebagai teman, bukan sebagai pelanggan saja. Seperti pak Wilson (30) yang menjadi
member setahun disini.
“disini PT nya sangat ramah, apa yang kita tanyakan pasti dia menjawab. Dia juga sering menanyakan kehidupan kita bagaimana, sehingga kami dibuat seperti teman oleh mereka, bukan hanya sekedar member”. (Informan).
Peneliti banyak bertanya kepada bang Angga tentang bagaimana interaksi
member dengan PT disini. Ada juga hubungan antara PT dengan member lebih dari
sekedar teman, tetapi tidak dengan PT dengan PT, dikarenakan alasan keterikatan
dengan kontrak kerja. Banyak member yang berpasangan datang untuk berolahraga
bersama. Tapi ada juga hubungan antara member dengan member yang lebih dari
sekedar teman disini.
Banyak ilmu yang diberikan PT kepada member, sehingga member dapat
menguasai bagaimana cara berolahraga yang benar. Interaksi berjalan seiring dengan
adanya saling komunikasi satu dengan yang lain, yang manghadirkan suasana
keakraban tanpa adanya batasan.
Hubungan antar sesama member terlihat masih adanya batasan antara satu
dengan yang lain. Walaupun mereka saling berbicara, tetapi ada saat dimana sikap