BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Mengacu pada tujuan penelitian yaitu untuk mengidentifikasi secara
mendalam tentang pengalaman kepala ruangan dalam mengelola konflik di ruang
perawatan intensif rumah sakit umum pemerintah di kota Medan, maka berikut ini
akan diuraikan mengenai konsep dan teori tentang konflik dan mengelola konflik,
kepala ruangan, ruang rawat intensif dan rumah sakit
2.1 Konsep Konflik dan Mengelola Konflik 2.1.1 Pengertian Konflik
Menurut Huber (2000) Konflik adalah suatu bagian kehidupan yang
timbul karena adanya kompleksitas hubungan manusia dimana tiap-tiap orang
unik, memiliki sistem nilai, filosofi, struktur kepribadian, pemikiran dan gaya
hidup yang berbeda-beda. Marquis & Huston (2010) mendefinisikan konflik
sebagai suatu perselisihan internal atau eksternal akibat adanya perbedaan
gagasan,nilai atau perasaan antara dua orang atau lebih. Gillies (1994)
mendefenisikan konflik sebagai suatu perselisihan antara sikap bermusuhan atau
kelompok penentang atau ide-ide.
Diskusi panel antara dokter dan perawat ICU pada konferensi tahunan
European Society of Intensive Care Medicine (ESICM) tahun 2006, menyimpulkan pengertian dari konflik yaitu suatu pertikaian, perselisihan,
satu individu yang terkait dengan manajemen pasien atau konflik
interpersonal (Azolay et al, 2009)
Dari berbagai defenisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
konflik adalah suatu kondisi yang ditimbulkan karena adanya perbedaan persepsi,
nilai dan latar belakang individu yang saling berinteraksi baik bersifat internal
atau eksternal yang terjadi antara dua individu atau lebih
2.1.2 Sumber Konflik
Penyebab terjadinya konflik pada setiap organisasi sangat bervariasi
bergantung pada cara-cara individu menafsirkan, mempersepsi dan memberi
tanggapan terhadap lingkungan kerjanya. Swansburg (2000); Hendel et al. (2005)
mengemukakan bahwa penyebab konflik adalah:
a. Prilaku menantang
Prilaku menantang dapat menimbulkan konflik. Menurut Murphy (1984
dalam Swansburg 2000), menggambarkan tiga versi penantang; 1) Competitive Bomner yang mudah menolak untuk bekerja. Sering menggerutu dengan bergumam yang dapat diterjemahkan sebagai urus saja sendiri. Prilaku-prilaku ini
dilakukan untuk memancing respons manajerial. 2) Martyred Accomodator yang menggunakan kepatuhan palsu. Mereka bekerja dan mampu bekerja sama tetapi
sambil juga melakukan ejekan dan hinaan, mengeluh dan mengkritik untuk
b. Stress
Stress dapat menghasilkan kepenatan. Manajer perawat merasa penat
karena mencoba untuk memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi.
Konfrontasi, ketidaksetujuan dan kemarahan adalah bukti dari stress dan konflik.
Stres dan konflik disebabkan karena kurangnya hubungan yang dilaksanakan
antar manusia,termasuk harapan-harapan yang tidak terpenuhi (Edward,
Throndson & Girardin, 2012)
c. Ruang
Ruangan yang sempit, sementara perawat yang harus berinteraksi secara
konstan dengan anggota staf lain, pengunjung dan tenaga kesehatan lain dapat
menimbulkan stress sehingga beresiko untuk terjadinya konflik
d. Kewenangan dokter
Perawat masa kini ingin lebih mandiri, mempunyai tanggung jawab
professional dan tanggung gugat untuk perawatan pasien. Para dokter
kadang-kadang melalaikan usulan mereka sementara perawat menginginkan feed back, hal ini dapat membuat gagalnya komunikasi dua arah dan mengarah pada terjadinya
konflik (Coombs, 2003)
e. Keyakinan, nilai dan sasaran
Aktivitas atau persepsi-persepsi yang tidak cocok menimbulkan konflik.
Hal ini terbukti apabila perawat mempunyai keyakinan, nilai dan sasaran yang
berbeda dengan manajer perawat, dokter, pasien, pengunjung, keluarga, bagian
f. Penyebab lain
Perubahan menimbulkan konflik yang pada gilirannya menghalangi
perubahan itu sendiri seperti perubahan kebijakan organisasi, mutasi, perubahan
metoda fungsional menjadi tim (Gillies, 1994; Marquis & Huston, 2010). Manusia
yang tidak dipersiapkan menghadapi perubahan akan menolaknya atau mengalami
kegagalan dalam mendukungnya. Suasana organisasi dan gaya kepemimpinan
dapat menimbulkan konflik . Usia dapat menimbulkan stress dan konflik. Pada
umumnya perawat yang baru selesai pendidikan ketika baru bekerja akan merasa
stress dan panik dalam bekerja ( Henry, 2012).
Sumber konflik di ruang perawatan intensif menurut Azolay et al. (2009) secara
umum terbagi 2 yaitu
a.Prilaku yang berkaitan dengan konflik
Kebencian pribadi, rasa tidak percaya, masalah komunikasi, tidak adanya
pertemuan staf keperawatan secara teratur, salah pengertian antar staf, salah
pengertian antara staf dengan keluarga pasien, prilaku staf yang tidak pantas,
kurangnya kemampuan kepala ruangan dalam memimpin suatu unit, membantah
informasi, kebijakan visitasi yang tidak adequat dan salah pengertian antara staf
dan pasien
b. Berkaitan dengan perawatan menjelang kematian pada pasien
Tidak adanya dukungan psikologis, belum optimalnya proses pengambilan
diabaikan, pengobatan yang sia-sia, keinginan pasien yang diabaikan dan
keputuasan mengenai kematian yang terlalu cepat atau terlalu lambat.
Menurut Edwards, Throndson, & Girardin (2012); Calvin, Lindy &
Clingon (2009) konflik yang dialami oleh perawat di ICU bersumber dari
mulainya perawatan akhir kehidupan pasien, lamanya perawatan pasien, keadaan
pasien yang gawat, faktor keluarga termasuk budaya dan kepercayaan, konflik
keluarga sebelumnya, ketidakhadiran keluarga dalam diskusi mengenai harapan
pasien, hambatan komunikasi, anggota keluarga yang merasa terasing dan
sedikitnya komunikasi antara tim ICU dengan keluarga.
2.1.3. Jenis Konflik
Menurut McElhaney (1996 dalam Hendel et al. 2005); Al-Hamdan et
al.(2011) Manajer keperawatan setiap hari berhubungan dengan konflik internal
dan konflik eksternal. Konflik juga dapat bersifat langsung atau tidak langsung.
Konflik langsung terjadi apabila orang yang berselisih memusatkan perhatian dan
tindakan mereka terhadap satu sama lain pada persoalan yang mendasari
perselisihan pendapat mereka. Konflik tidak langsung dimana anggota kelompok
menyerang satu sama lain melalui orang lain dan menyembunyikan persoalan
pokok dengan membicarakan persoalan lain (Gillies, 1994 )
Menurut Marquis dan Huston (2010) di dalam organisasi, konflik
dipandang secara vertikal dan horizontal. Konflik vertikal terjadi antara atasan dan
sama, misalnya konflik yang meliputi wewenang, keahlian dan praktik. Terdapat 3
kategori konflik yang utama yaitu:
a. Konflik intrapersonal
Konflik yang terjadi di dalam diri seseorang meliputi upaya untuk
mengklarifikasi nilai atau keinginan yang berlawanan. Bagi manajer, konflik
intrapersonal dapat disebabkan oleh berbagai area tanggung jawab yang terkait
dengan peran manajemen yaitu berkaitan dengan tanggung jawab terhadap
organisasi, pegawai, konsumen dan profesi
b. Konflik interpersonal
Konflik yang terjadi antara dua orang atau lebih dengan nilai, tujuan dan
keyakinan yang berbeda. Orang yang mengalami konflik ini dapat mengalami
pertentangan dalam komunikasi ke atas, bawah, horizontal dan diagonal.
c. Konflik interkelompok
Konflik yang terjadi antara dua atau lebih kelompok orang, departemen
atau organisasi. Contoh konflik interkelompok adalah penggabungan dua
partisipan dengan perbedaan keyakinan yang sangat besar
Berdasarkan dampaknya Ivancevich (2005); Azolay et al (2009)
membagi konflik menjadi dua jenis, yaitu:
a. Konflik fungsional (functional conflict)
Suatu konfrontasi antarkelompok yang dapat meningkatkan dan
akan timbul kesadaran akan masalah, mencari solusi, perubahan adaptasi dan
inovasi.
b. Konflik Disfungsional (dysfunctional conflict)
Setiap konfrontasi atau interaksi antar kelompok yang membahayakan
organisasi atau menghambat organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya.
Timbulnya kejenuhan mengakibatkan tingginya turnover pada tenaga dokter dan
perawat.
Menurut Azoulay et al (2009); Edwards et al. (2012) Savel & Cindy
(2013), jenis-jenis konflik di ruangan ICU antara lain:
a. Konflik antara tim ICU dengan tim lain
Emosi yang tinggi dan keadaan lingkungan ICU dapat menjadi lahan yang
subur untuk tumbuhnya konflik. Konflik dapat timbul akibat ketidaksamaan
persepsi mengenai terapi dan ketepatan waktu pelaksanaan tindakan.
b. Konflik antara tim ICU dan Pelayanan konsultasi
Tim konsultasi merasa dihina apabila tim ICU tidak melakukan
rekomendasi yang diberikan sementara tim ICU memiliki pertimbangan berbeda
dengan rekomendasi yang telah diberikan oleh tim konsultan sehingga tim ICU
sering tidak melakukan rekomendasi dari konsultan. Hal ini sering menimbulkan
kesalahpahaman dan masalah dalam komunikasi yang harus segera diselesaikan
c. Konflik dalam tim ICU
Dalam tim ICU konflik yang sering terjadi adalah konflik antara dokter
dengan perawat dan konflik antar perawat. Konflik antara perawat dengan dokter
d. Konflik tim ICU dengan pasien dan keluarga
Pasien ICU merasa harapannya mengenai perawatan akhir kehidupan sering tidak dipenuhi oleh tim ICU, sementara menurut tim ICU hal tersebut
mustahil karena pada umumnya pasien-pasien ICU mempunyai gangguan
kesadaran dan disamping itu keputusan mengenai kesehatan mereka juga banyak
dipengaruhi oleh keluarga (Kinoshita, 2007)
2.1.4 Proses Konflik
Menurut Marquis & Huston (2010); Guerra et al (2011) ada proses yang
terjadi pada konflik yang berkembang secara dinamis, sebelum berupaya atau
mencoba mengatasi konflik ,
seorang manajer harus mampu mengkaji 5 tahap konflik secara akurat,yaitu:
a. Konflik laten
Secara tidak langsung berisi tentang kondisi yang menyebabkan konflik,
misalnya kurangnya tenaga perawat dan perubahan yang cepat. Dalam tahap ini,
kondisi tersebut siap berkembang menjadi konflik, walaupun belum ada konflik
yang benar-benar terjadi dan mungkin tidak akan pernah terjadi. Akan ada lebih
banyak konflik yang tidak perlu terjadi karena dapat dicegah atau dikurangi jika
manajer dapat mengkaji secara lebih seksama adanya kondisi yang dapat
menyebabkan terjadinya konflik.
b. Konflik yang dipersepsikan( Substantif)
Konflik intelektual dan sering melibatkan isu serta peran. Konflik ini
dikenal secara logis dan tidak melibatkan perasaan orang yang terlibat konflik.
c. Konflik yang dirasakan
Terjadi ketika konflik melibatkan emosi. Emosi yang dirasakan antara lain
rasa bermusuhan, takut, tidak percaya dan marah. Konflik ini mungkin juga
dipersepsikan bukan dirasakan ( yaitu tidak ada emosi yang terkait dengan konflik
dan orang yang terlibat hanya memandangnya sebagai masalah yang perlu
diselesaikan). Orang juga dapat merasakan konflik, tetapi tidak mengetahui
masalahnya (yaitu mereka tidak mampu mengidentifikasi penyebab konflik yang
dirasakan.
d. Konflik yang dimanifestasikan ( Konflik jelas)
Konflik yang memerlukan tindakan berupa menarik diri, berdebat,
bersaing atau mencari penyelesaian konflik. Jika konflik mencapai tahap ini akan
sulit mencari penyelesaian tanpa menggunakan sumber lain
e. Akibat konflik
Akibat yang ditimbulkan oleh konflik mungkin lebih terlihat daripada
konflik itu sendiri jika konflik itu tidak ditangani secara konstruktif. Konflik akan
selalu menimbulkan dampak positif ataupun dampak negatif. Jika konflik dikelola
secara baik, orang yang terlibat konflik akan percaya bahwa ia akan diperlakukan
secara adil. Jika konflik dikelola secara buruk, isu konflik seringkali tetap ada dan
Gambar 2.1 Proses konflik Sumber Marquis & Huston ( 2010 )
Menurut Pondy (1967 dalam Huber, 2000); Guerra et al. (2011) proses
konflik terdiri dari 5 tahap yaitu:
a. Kondisi Laten
Proses dimulai dari kondisi anteseden seperti aturan yang tidak jelas,
kompetisi untuk mencari sumber-sumber yang langka atau menjadi satu bagian
dengan tujuan yang berbeda. Proses berbentuk siklus searah yang mana keadaan
atau situasi setelah konflik dapat menjadi konflik yang laten untuk konflik yang
akan datang.
b. Konflik yang dipersepsikan (Kognisi)
Konflik sudah mulai dipersepsikan atau disadari
Konflik yang dirasakan Konflik yang dipersepsikan
Penyelesaian konflik atau manajemen konflik
c. Konflik yang dirasakan
Konflik sudah dirasakan dan mempengaruhi emosi
d. Konflik yang dimanifestasikan
Ketegangan dalam konflik menyebabkan timbulnya suatu tindakan. Tahap
ini individu mungkin dengan kata-kata negatif , menyerang orang lain , atau
mencoba untuk mengubah situasi atau lingkungan sebagai cara untuk mengurangi
ketegangan
e. Setelah penyelesaian konflik
Setelah konflik dapat timbul dampak positif atau konstruktif apabila hasil
konflik menghasilkan resolusi yang positif atau berdampak negatif apabila
resolusi bersifat destruktif. Ingatan dan perasaan akan proses dari konflik dapat
menjadi konflik laten dan kemudian akan mengikuti siklus seperti Gambar 2.2
---
Gambar 2.2 Tahapan proses konflik menurut Pondy (1967 dalam Huber, 2000) Kondisi laten konflik mereka oleh karena adanya kekurangan staf
2.1.5 Dampak konflik
Menurut Henkin et al (1991 dalam Huber 2000) ; Hendel (2005) ; Brinkert
(2010) konflik dapat berdampak negatif ketika konflik menghasilkan ketakutan,
permusuhan, ancaman dan kurangnya rasa percaya, rasa jenuh, juga biaya
langsung dan biaya tidak langsung yang tinggi. Konflik juga dapat berdampak
positif karena menghasilkan unifikasi, integrasi, kreativitas, perubahan,
pemecahan masalah dan pertumbuhan serta kemampuan dalam mengelola konflik.
Konflik juga dapat memberi dampak konstruktif dan desktruktif. Dampak
konstruktif seperti meredakan konflik lebih lanjut, meningkatkan efektivitas,
meningkatkan keterikatan, menghasilkan pemimpin dan menguji basis kekuatan.
Dampak destruktif dari konflik adalah menurunkan kinerja, perkelahian dan
adanya stereotip negatif ( Huber, 2000)
2.1.6 Mengelola Konflik
Mengelola konflik mengacu pada model atau gaya yang digunakan oleh
salah satu atau kedua belah pihak untuk mengatasi konflik (Hendel et al, 2005)
Adapun gaya manajemen konflik berdasarkan beberapa pendapat ahli
yaitu:
.
Manajer perawat harus mempunyai tehnik atau keterampilan dalam mengelola
konflik yang bertujuan untuk memperluas pengertian tentang masalah-masalah
dan meningkatkan sejumlah kemungkinan alternatif dalam pemecahan konflik.
a. Menurut Marquis & Huston ( 2010 )
1. Kompromi atau negosiasi
Setiap pihak melepaskan salah satu tuntutannya. Walaupun banyak orang
melihat kompromi sebagai strategi penyelesaian masalah yang terbaik, pihak
yang menentang akan merasakan itu sebagai situasi kalah-kalah karena pihak
tersebut atau kedua belah pihak merasa bahwa mereka telah melepaskan tuntutan
lebih dari orang lain dan oleh karena itu mereka merasa dikalahkan. Agar
kompromi tidak menghasilkan situasi yang kalah-kalah, kedua belah pihak tidak
boleh melakukan kompromi lebih awal jika kolaborasi masih memungkinkan
dapat dilakukan.
2. Kompetisi
Digunakan ketika satu pihak memaksakan kehendaknya walaupun
mengorbankan orang lain. Hanya ada satu pihak yang menang, sehingga pihak
yang berkompetisi mencari jalan agar menang tanpa peduli akibatnya pada pihak
lain (Al-Hamdan, 2011) Strategi penyelesaian konflik menang-kalah membuat
pihak yang kalah menjadi marah, frustasi dan ingin membalas dendam di waktu
yang akan datang. Manajer dapat menggunakan kompetisi jika satu pihak
memiliki lebih banyak informasi atau pengetahuan tentang situasi daripada pihak
lain
3. Bekerja sama
Strategi ini merupakan win-win solution. Dalam kolaborasi kedua pihak yang terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu
tujuan. Karena keduanya yakin akan tercapainya suatu tujuan yang telah
sebagai bagian dari situasi tersebut
4. Smoothing
Digunakan untuk mengatur situasi konflik. Seseorang menarik hati orang
lain yang terlibat dalam konflik untuk mengurangi komponen emosional dalam
konflik itu. Smoothing sering digunakan manajer agar seseorang mengakomodasi atau bekerja sama dengan pihak lain. Smoothing terjadi ketika satu pihak dalam konflik berupaya untuk memuji pihak lain atau berfokus pada hal yang disetujui
bersama, bukan pada perbedaan. Smoothing ini tepat digunakan pada konflik yang ringan
5. Menghindar
Pihak yang terlibat menyadari adanya konflik, tetapi memilih untuk tidak
mengakuinya atau berupaya menyelesaikannya. Strategi ini dipilih biasanya bila
ketidaksepakatan membahayakan kedua pihak, biaya penyelesaian lebih besar
daripada menghindar atau perlu orang ketiga dalam menyelesaikannya, atau jika
masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya
6. Berkolaborasi
Berkolaborasi adalah cara penyelesaian masalah yang asertif dan
kooperatif yang menghasilkan penyelesaian menang-menang. Dalam kolaborasi
semua pihak mengesampingkan tujuan awalnya dan bekerja sama untuk
menentukan tujuan umum prioritas atau supraordinat. Untuk mencapai hal itu,
semua pihak menerima tanggung jawab supraordinat untuk mencapai tujuan supra
ordinat walaupun sangat sulit bagi semua pihak untuk mengesampingkan tujuan
perawat yang tidak senang karena tidak dapat cuti dihari yang diinginkannya
mungkin menemui penyelianya dan bersama menentukan tujuan supraordinat,
yaitu jumlah staf yang adekuat untuk memenuhi kriteria keamanan pasien. Jika
tujuan yang baru adalah tujuan yang ditetapkan bersama, setiap pihak akan
mempersepsikan bahwa mereka telah mencapai tujuan penting dan tujuan
supraordinant adalah tujuan yang paling penting. Untuk itu, fokus tetap pada
menyelesaikan masalah dan bukan pada mengalahkan (pihak lain).
b. Menurut Swansburg (2000); Hendel et al. (2005); Al-Hamdan et al. (2011); Kaitelidou et al. (2012)
Gaya dalam manajemen konflik yang dapat dilakukan manajer
keperawatan ada 5, antara lain:
1. Menghindar
Menghindar adalah suatu strategi yang memungkinkan kelompok konflik
menjadi dingin. Kepala ruangan melakukan pendekatan kepada pihak yang
mengalami konflik agar mengumpulkan informasi. Menghindar dapat digunakan
apabila isu tidak gawat atau bila kerusakan yang potensial tidak akan terjadi dan
lebih banyak menguntungkan. Pada akhirnya manajer perawat sebagai pihak
ketiga perlu dilibatkan dalam mengumpulkan informasi.
2. Akomodasi
Manajer perawat yang merupakan kelompok dari konflik dapat
memungkinkan kelompok yang lain menghasilkan dan menempatkan
kebutuhan-kebutuhan lainnya terlebih dulu. Hal ini terutama merupakan strategi yang baik
secara harmonis dan mengembangkan bawahan dengan memungkinkan mereka
untuk membuat keputusan.
3. Kompetisi
Seorang manajer perawat sebagai penyelia dapat menunjukkan kekuasaan
posisinya pada bawahan. Hal ini memperkuat aturan-aturan disiplin. Ini adalah
posisi asertif yang tidak membantu mengembangkan tanggung jawab pada
pemecahan konflik pada kelompok bawahan
4. Kompromi
Mengambil jalan tengah dapat memecahkan konflik. Hal ini merupakan
strategi sementara bila memerlukan waktu untuk mendapatkan posisi permanen
yang memuaskan. Suatu kompromi yang menimbulkan ketidakpuasan pada kedua
kelompok adalah bukan sesuatu yang baik.
5. Kerja sama
Apabila kedua kelompok bekerja sama untuk memecahkan konflik, maka
keduanya akan merasa puas (Kaitelidou et al. 2012). Hal ini membutuhkan waktu
dan tenaga. Kerja sama menimbulkan kepuasan diantara perawat. Kerja sama
dapat dicapai dengan lebih baik melalui faktor kepemimpinan dan
faktor-faktor organisasional daripada faktor-faktor-faktor-faktor pribadi
c. Menurut Huber (2000)
Strategi resolusi Konflik antara lain:
1. Menghindar
atau kelompok tidak mengakui adanya konflik, mereka beranggapan bahwa
sselama mereka tidak mengakui ada masalah maka tidak ada masalah.
2. Menarik diri
Menarik diri dari situasi konflik. Strategi ini tidak menyelesaikan konflik,
namun dapat memberi kesempatan kepada manajer untuk memenangkan diri atau
menghindari konfrontasi
3. Smoothing
Strategi ini mengatakan semuanya akan beres. Strategi ini menggunakan
komunikasi verbal untuk meredakan emosi yang kuat.
4. Akomodatif
Strategi ini digunakan ketika ada kekuatan yang besar. Partai lebih kuat
ditampung untuk mempertahankan keharmonisan atau membangun hubungan
sosial.
5. Memaksa
Tehnik ini adalah langkah dominasi dan cara yang sewenang–wenang
untuk memanajemen konflik
6. Bersaing
Merupakan strategi yang dengan tegas mengatakan bahwa pihak yang satu
puas sementara yang lain
7. Kompromi
Strategi ini disebut membagi perbedaan. Strategi ini dipakai ketika
8. Kolaborasi
Para pihak yang terlibat konflik bekerja sama menemukan solusi yang
saling memuaskan
9. Tawar menawar dan negosiasi
Strategi ini merupakan upaya untuk membagi penghargaan kekuasaan atau
manfaat sehingga semua pihak mendapat sesuatu
10. Pemecahan masalah
Tujuan dari strategi ini adalah mencaba mendapat penerimaan solusi yang
menguntungkan bagi semua pihak. Proses pemecahan masalah digunakan untuk
mencapai solusi yang telah disetujui bersama
Keterampilan Mengelola Konflik
Penyelesaian konflik membutuhkan keterampilan kepemimpinan dan
fungsi manajemen yang tepat di seluruh tingkat hierarki organisasi (Marquis &
Huston, 2003) Pengetahuan mengenai mengelola konflik seharusnya mulai
diperoleh perawat selama dalam pendidikan (Hendel et al. 2005). Calon kepala
ruangan harus sudah mendapat pelatihan mengenai mengelola konflik dan setelah
menjadi kepala ruangan sebaiknya terus mendapat pelatihan dan bimbingan
mengenai mengelola konflik (Abubakar, 2008).
Menurut Judkins, Reid & Furlow (2006) pelatihan ketahanan pada manajer
perawat dapat mengurangi stress pada manajer keperawatan dan dapat membantu
manajer keperawatan dalam menciptakan lingkungan kerja yang nyaman bagi staf
tetap kuat berada dibawah tekanan, tidak menyerah dan mempunyai kemampuan
untuk mencari jalan keluar dalam mengatasi stress.
Menurut Marquis & Huston (2010) Keterampilan kepemimpinan dan fungsi
manajemen tingkat unit antara lain:
TABEL 2.1 Keterampilan Kepemimpinan dan Fungsi Manajemen Tingkat Unit Peran kepemimpinan dan fungsi manajemen Terkait dengan Penyelesaian Konflik
Peran Kepemimpinan
1. Sadar diri dan bekerja dengan sungguh-sungguh dalam menyelesaikan konflik intrapersonal
2. Mengatasi konflik segera setelah pertama kali dirasakan dan sebelum termanifestasikan.
3. Mencari penyelesaian menang-menang(win-win solution) jika memungkinkan 4. Memperkecil perbedaan persepsi antara pihak yang mengalami konflik dan
memperluas pengertian kedua belah pihak tentang masalah
5. Membantu pegawai mengidentifikasi alternatif penyelesaian konflik 6. Mengenali dan menerima perbedaan individual yang dimiliki staf
7.Menggunakan keterampilan komunikasi asertif untuk meningkatkan cara persuasif dan membantu komunikasi terbuka
8. Menjadi model peran yang jujur dan mengupayakan negosiasi kolaboratif
Fungsi Manajemen
1. Menciptakan lingkungan kerja yang meminimalkan kondisi pencetus konflik. 2. Secara tepat menggunakan wewenang sah jika harus membuat keputusan yang
tidak popular atau cepat
3. Jika perlu, secara formal memfasilitasi penyelesaian konflik yang melibatkan pegawai
4. Menerima tanggung jawab secara mutual untuk mencapai tujuan supraordinat yang telah ditentukan sebelumnya.
5. Mendapatkan sumber yang dibutuhkan unit melalui strategi negosiasi yang efektif
6. Mengompromikan kebutuhan unit jika kebutuhan tersebut tidak kritis untuk menjalankan fungsi unit dan jika manajemen yang lebih tinggi melepaskan sesuatu yang sama berharganya
7. Mempersiapkan segalanya untuk melakukan negosiasi untuk mendapatkan sumber unit, termasuk penentuan lanjutan total biaya dan kemungkinan pertukaran sumber unit.
Menurut Swansburg (2000) manajemen konflik dapat dilakukan dengan:
a. Disiplin
Disiplin digunakan untuk mengelola atau mencegah konflik. Kepala
ruangan harus mengetahui peraturan dan ketetapan rumah sakit. Disiplin adalah
usaha terakhir dalam perbaikan prilaku personel yang tidak diinginkan. Peraturan
dan ketetapan harus beralasan dan berhubungan dengan pekerjaan. Peraturan-
peraturan yang tidak beralasan atau menunjukkan bias pribadi mengundang
pelanggaran.
b. Mempertimbangkan Tahap Kehidupan
Kebanyakan dari organisasi akan melibatkan perawat-perawat pada semua
tingkat kehidupan. Konflik dapat dikelola dengan mendukung individu perawat
dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam hidupnya. Ada tiga
tahap perkembangan yaitu:
1. Tahap dewasa muda.
Ini adalah tahap dimana seorang perawat membangun kariernya. Manusia
pada tingkaan ini mengejar pengetahuan, keterampilan dan bergerak kearah
kemajuan. Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan mempermudah pencapaian
karir.
2. Setengah Baya.
Individu telah menerima dengan apa yang telah dicapai dalam hidupnya.
Perawat pada tahap ini membantu untuk mengembangkan karier perawat-perawat
3. Setelah umur 55 tahun, orang dewasa mengintegrasikan ide ego dengan
pencapaian mereka. Pada tahap ini perawat berpikir dalam upaya menyelesaikan
pekerjaan dan pensiun.
c. Komunikasi
Komunikasi adalah suatu seni yang penting untuk memelihara suatu
lingkungan terapeutik dalam keperawatan ( Brinkert, 2010). Komunikasi
diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dan mengatasi isu-isu sosial
emosional. Peningkatan komunikasi dapat mencegah konflik yaitu dengan:
1. Ajarkan staf keperawatan tentang komunikasi efektif dan peran mereka
didalamnya.
2. Berikan informasi yang jelas pada setiap orang secara utuh, tidak terpisah-pisah
3. Pertimbangkan semua aspek situasi emosi, pertimbangan lingkungan, pesan
verbal dan nonverbal.
4. Mengembangkan keterampilan dasar dalam: Orientasi realitas, ketenangan
emosi dan fisik, mempunyai harapan-harapan positif untuk membangkitkan
respon positif, mendengarkan dengan aktif, memberi dan menerima informasi.
Mendengarkan dengan Aktif
Mendengarkan secara aktif atau asertif sering disebut stress listening,
penting untuk mengelola konflik. Tehnik-tehnik stress listening antara lain:
1. Jangan sama-sama marah, hanya akan menambah masalah. Tetap tenang dan
tidak berbelit-belit dalam berbicara.
nonverbal. Ramah, tenang,pelihara kontak mata serta jangan melakukan interupsi.
Usahakan masalah dapat terbuka. Buat personel menjadi senang. Bertindak secara
serius, ramah dan hormat.
3. Berikan pertanyaan-pertanyaan dan dengarkan jawaban-jawabannya. Tetapkan
alasan-alasan yang menimbulkan kemarahan.
4. Pisahkan fakta dari pendapat, termasuk pendapat anda sendiri.
5. Jangan memberi respons yang tergesa-gesa, rencanakan dengan baik.
6. Pertimbangkan pandangan personel terlebih dahulu.
7. Bantu personel dalam memecahkan masalah. Tanya dan dengarkan respons
yang diberikan
d. Lingkaran Kualitas
Lingkaran kualitas telah digunakan untuk mengurangi stress dengan
meningkatkan motivasi personel. Pelatihan ketahanan pada manajer perawat dapat
mengurangi stress pada manajer keperawatan dan dapat membantu manajer
keperawatan dalam menciptakan lingkungan kerja yang nyaman bagi staf
keperawatan. Pelatihan ketahanan ini mengajarkan para manajer keperawatan agar
tetap kuat berada dibawah tekanan, tidak menyerah dan mempunyai kemampuan
untuk mencari jalan keluar dalam mengatasi stress ( Judkins et al. 2006)
e. Latihan Keasertifan
Perawat asertif mengetahui mereka bertanggung jawab hanya terhadap
pemikiran yang dimilikinya, perasaan dan tindakannya. Mereka dapat membantu
persoalan orang lain dengan baik sehingga mencegah konflik. Mereka mengetahui
perawat asertif. Manajer perawat sebaiknya mengkaji, bekerja sama, memberi
dukungan, tetap netral dan tidak memberi ancaman.
Sifat asertif dapat diajarkan melalui program-program pengembangan staf.
Pada program ini perawat diajarkan bagaimana cara belajar melalui respon-respon
yang baik. Mereka belajar untuk menerima tanggung jawab daripada
menyalahkan orang lain. Perawat asertif terpusat pada data dan isu-isu kapan
memberikan kritik yang membangun kepada manajer atau umpan balik yang
positif kepada staf.
e. Keterampilan khusus .
Manajer keperawatan harus memiliki keterampilan khusus dalam
mengelola konflik Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Keterampilan Khusus dalam Mengelola Konflik Keterampilan khusus manajer perawat
2
Buat aturan atau pedoman yang jelas dan harus diketahui oleh semua Ciptakan suasana yang mendukung dengan banyak pilihan. Hal ini membuat orang senang untuk membuat usulan. Memberikan kekuatan bagi mereka meningkatkan pemikiran kreatif dan memungkinkan pemecahan masalah yang lebih baik
Katakan bahwa mereka dihargai. Pujian dan penegasan tentang nilai-nilai adalah penting untuk setiap orang dalam bekerja.
Tekankan pemecahan masalah secara damai daripada konfrontasi. Bangun jembatan pengertian
Hadapi bila diperlukan untuk mempersiapkan perdamaian. Berikan pendidikan tentang prilaku. Katakan pada mereka tentang perilaku yang dirasakan, apa yang salah dan bagaimana cara memperbaikinya.
Mainkan peran yang tidak menimbulkan stress dan konflik. Jangan berperan sebagai orang yang bermuka dua dan berprilaku tidak menentu, yang dapat menimbulkan kebingungan diantara pekerja
Pertimbangkan waktu terbaik untuk semuanya. Jangan menunda waktu yang tidak menentu.
Fokuskan pada isu dan bukan pada kepribadian
10.
Tekankan pada persamaan kepentingan
Pisahkan isu-isu dan hadapi hal-hal yang penting untuk kedua kelompok. Periksa semua pemecahan masalah dan bila memilih salah satu harus dapat diterima oleh kedua kelompok.
Hindari penolakan yang berlebihan terhadap penilaian, bersikap melawan, menegur individu, memotong pernyataan perasaan dan memonopoli pembicaraan. Respon ini dapat meningkatkan frustasi dan tehnik manajemen yang tidak efektif
Bila konflik terjadi pada saat pengambilan keputusan atau tahap pelaksanaan, usahakan untuk mencapai kesepakatan. Persetujuan terhadap jalan yang ditempuh memberikan beberapa minat dari semua pihak. Cari kesepakatan daripada pertentangan
Ketahui hambatan-hambatan untuk kerja sama atau pemecahan, fokuskan terhadap dinamika konflik untuk pemecahannya.
Bedakan antara prilaku yang menantang dengan perilaku yang normal dalam kesalahan-kesalahan kerja. Menentang biasanya adalah perilaku individu. Tentukan siapa yang menentang dan siapkan untuk menghadapi secara emosional dan intelektual. Berjanji dengan seorang penentang pada suatu waktu. Bentuk kewibawaan dan kemampuan . Wawancarai secara pribadi: ajari, evaluasi, pecahkan, bombing dan buat perjanjian dengan penentang. Kerjakan dengan segera dan tindak lanjuti dalam 1-2 hari
Kuat dalam menghadapi orang marah.
Tetapkan siapa yang memiliki masalah. Bertanggung jawab sebagaimana kita memilikinya dan ucapkan terima kasih
Tetapkan kebutuhan-kebutuhan yang terlalaikan atau frustasi dan kebutuhan terhadap pengenalan dan pemeliharaan.
Bantu membedakan kebutuhan dan mimpi
Bangun kepercayaan dengan mendengarkan, mengklarifikasi dan memungkinkan tantangan dikeluarkan secara lengkap. Berilah umpan balik untuk meyakinkan bahwa anda mengerti. Biarkan orang tahu bahwa Anda memperhatikan dan mempercayai mereka. Tunjukkan pengenalan terhadap sudut pandang yang lain dan kemauan untuk bekerja memperbaiki hubungan. Lihat kenyataan. Minta umpan balik. Bila seorang staf perawat atau petugas lain mempunyai pandangan yang valid, kenali, maafkan bila perlu dan bersikap ikhlas.
Rundingkan kembali prosedur pemecahan masalah untuk mencegah kegusaran lebih lanjut, ketidakpercayaan dan sifat melawan.
Semua jenis konflik dalam unit dapat mengganggu hubungan kerja dan
dalam unit dan mengatasinya sesuai kebutuhan untuk meningkatkan penyelesaian
konflik secara kooperatif, jika tidak kolaboratif (Edward et al., 2012; Al-Hamdan
et al., 2010; Azoulay et al., 2009).
Berikut adalah daftar strategi yang dapat digunakan oleh manajer untuk
menangani konflik dalam unit secara efektif (Marquis & Huston, 2010).
a. Mendorong terjadinya konfrontasi.
Pegawai secara tidak tepat sering sekali mengharapkan manajer untuk
mengatasi konflik interpersonal mereka. Manajer seharusnya mendorong pegawai
untuk mengatasi masalah mereka sendiri
b. Konsultasi pihak ketiga
Manajer kadang kala dapat digunakan sebagai pihak yang netral untuk
membantu orang lain menyelesaikan konflik secara konstruktif. Ini seharusnya
dilakukan jika kedua belah pihak termotivasi untuk menyesaikan masalah dan jika
tidak ada perbedaan dalam kekuasaan atau status kedua pihak
c. Pemetaan tanggung jawab
Ketika ambiguitas timbul akibat peran yang tidak jelas atau peran baru,
sering kali semua pihak perlu berkumpul untuk memperjelas fungsi dan tanggung
jawab peran. Jika terbentuk area tanggung jawab bersama, manajer harus
benar-benar memperjelas area itu sebagai tanggung jawab terpenting, mekanisme yang
disetujui, layanan pendukung dan tanggung jawab untuk menginformasikan. Ini
teknik yang sangat berguna untuk konflik yurisdik dasar. Contoh konflik dapat
pada pendidik pelatihan dan manajer unit dalam menentukan dan merencanakan
kebutuhan program pendidikan untuk unit.
d. Perubahan Struktur
Kepala ruangan kadangkala perlu terlibat pada konflik yang terjadi dalam
unit dengan memindahkan atau memberhentikan pegawai. Perubahan struktur
lainnya adalah memindahkan pihak terkait ke departemen lain di bawah tanggung
jawab manajer lain, menambahkan penilik atau melakukan prosedur pencari
penyebab keluhan. Seringkali meningkatkan batas kewenangan untuk satu pihak
yang terlibat konflik akan bermakna sebagai perubahan struktur yang penting
dalam menyelesaikan konflik dalam unit.
e. Menunjuk satu pihak
Merupakan penyelesaian sementara yang harus digunakan dalam krisis
ketika tidak ada waktu untuk mengatasi konflik secara efektif. Manajer sementara
menunjuk satu pihak sehingga kerja sama akan terjadi sampai krisis berakhir.
Manajer harus membahas masalah pokoknya nanti, atau teknik ini akan menjadi
tidak berfungsi.
f. Menjadi Negosiator yang Ahli
Negosiasi dalam bentuk yang paling kreatif akan sama seperti kolaborasi
dan dalam bentuk yang dikelola dengan buruk akan mirip pendekatan kompetisi.
Negosiasi sering mirip dengan pendekatan kompromi. Tujuan utama negosiasi
yang efektif adalah membuat pihak lain merasa puas dengan hasilnya. Fokus
Kepala ruangan yang ingin berhasil dalam negosiasi harus siap, mampu
menggunakan strategi negosiasi yang tepat dan menerapkan penutupan dan tindak
lanjut yang tepat. Hal- hal yang perlu dilakukan kepala ruangan agar berhasil
dalam negosiasi antara lain:
1. Sebelum Negosiasi
Manajer harus siap secara sistematis untuk negosiasi. Informasi sebanyak
mungkin tentang isu yang akan dinegosiasikan perlu dikumpulkan oleh manajer
karena semakin banyak informasi yang dimiliki negosiator, semakin besar
kekuatannya dalam tawar menawar. Manajer juga memutuskan waktu memulai
negosiasi, Mempersiapkan tuntutan dan beberapa pilihan lain dan membuat suatu
agenda tersembunyi.
2. Selama Negosiasi
Negosiator yang efektif selalu tampak tenang dan yakin akan dirinya.
Negosiator harus berkomunikasi dengan jelas, asertif, memiliki keterampilan
mendengarkan yang baik, kemampuan untuk mengelompokkan kembali dan
fleksibilitas.
3. Setelah Negosiasi
Mengakhiri pertemuan jika salah satu pihak menjadi marah atau lelah.
Taktik Negosiasi Destruktif
Beberapa negosiator menang dengan menggunakan taktik manipulasi atau
intimidasi tertentu. Manajer yang sukses tidak menggunakan jenis taktik ini
namun mereka harus bersiap untuk menghadapi taktik ini. Taktik ini antara lain:
g. Mencari Konsensus
Konsensus berarti bahwa pihak yang bernegosiasi mampu mencapai kesepakatan yang dapat didukung semua pihak, atau setidaknya tidak ada yang
menentang. Pengambilan keputusan konsensus sebagai keputusan penyelesaian
konflik yang disepakati pada awalnya tidak memberikan kepuasan kepada setiap
orang yang terlibat dalam negosiasi tetapi mengindikasikan keinginan setiap pihak
untuk menerima kesepakatan kondisi itu.
Tantangan terbesar dalam menggunakan konsensus adalah menghabiskan
banyak waktu. Keputusan konsensus juga mengharuskan semua pihak yang
terlibat dalam negosiasi untuk memiliki keterampilan komunikasi yang baik dan
berpikiran terbuka serta fleksibel.
Menurut Hendel et al. (2005) Keterampilan yang harus dikuasai manajer
dalam mengatasi konflik dalam suatu unit adalah dengan komunikasi yang baik,
keterampilan konseling, hubungan interpersonal yang baik dan adanya prilaku
yang mendorong pemberian feedback dari staf.
2.2 Kepala Ruangan
2.2.1 Pengertian Kepala ruangan
Menurut Gillies (1994) ; McCarthy & Fitzpatrick ( 2009); Sitorus (2011),
kepala ruangan adalah manajer lini pertama ( first line ) dalam suatu unit rawat pasien.
2.2.2 Tanggung jawab kepala ruangan
Menurut Sitorus (2011) kepala ruangan bertanggung jawab atas
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu ruang rawat/unit dengan
memberdayakan staf perawat dibawah tanggung jawabnya. Kepala ruangan
diharapkan sebagai manajer dan pemimpin yang efektif.
a. Kepala Ruangan sebagai Manajer yang efektif.
Komponen manajer yang efektif meliputi :
1. Kepemimpinan
Manajer bekerja melalui orang lain, oleh karena itu keterampilan
kepemimpinan mereka menjadi sangat penting. Seseorang tidak dapat menjadi
manajer ( kepala ruangan ) yang efektif tanpa mempunyai keterampilan yang
efektif Tappen (1995 dalam Sitorus 2011). Tanpa keterampilan kepemimpinan
manajer dapat membuat perencanaan, tetapi masih sulit melibatkan semua staf
untuk bekerja dengan baik karena manajer melupakan aspek hubungan
interpersonal. Manajer yang menjadi pemimpin yang efektif berarti meningkatkan
kesadaran diri, meningkatkan pengetahuan, kritis, menggunakan komunikasi yang
baik, menyadari perbedaan tujuan dan bersemangat dalam melakukan tugasnya.
2. Perencanaan
Perencanaan merupakan komponen manajemen yang efektif dan paling
sukar dilakukan serta paling sering diabaikan. Perencanaan merupakan hal yang
sangat essensial, menajer akan membuat perencanaan yang baik yang akan
menjadi petunjuk dalam mencapai tujuan. Terdapat beberapa jenis perencanaan
3. Pengarahan
Manajer yang efektif member pengarahan pada stafnya. Staf perlu
mengetahui apa yang diharapkan dari mereka dan bagaimana melakukannya.
Pengarahan berarti memberi penugasan yang jelas, menetapkan deskripsi tugas
dan menetapkan ketenagaan yang dibutuhkan.
4. Monitoring.
Manajer yang efektif akan memonitorong stafnya secara regular. Kepala
ruangan bertanggung jawab terhadap pasien, staf dan administrator. Manajer perlu
memonitor stafnya secara individual tentang performa mereka.
5. Penghargaan
Manajer yang efektif menggunakan penghargaan untuk memotivasi
stafnya. Penghargaan bermacam-macam dari yang sederhana misalnya memberi
umpan balik yang positif sampai pemberian bonus.
6. Pengembangan
Manajer yang efektif berpandangan bahwa staf merupakan aset yang
berharga atau mahal bagi organisasi, oleh karena itu perlu dikembangkan. Hal ini
berarti menajer memberi kesempatan kepada staf untuk mengembangkan diri
melalui pelatihan, simposium atau mengikuti pendidikan yang lebih tinggi.
7. Representasi
Manajer yang efektif akan mewakili staf atau membawa suara staf pada
diskusi atau rapat dengan manajer tingkat puncak (direktur). Manajer yang efektif
b. Kepala Ruangan sebagai Pemimpin yang efektif.
Komponen pemimpin yang efektif meliputi :
1. Pengetahuan
Pemimpin memahami tentang kepemimpinan antara lain pengertian, gaya
kepemimpinan, bagaimana menjadi pemimpin yang efektif termasuk dalam
memanajemen konflik dan pengetahuan tentang bidang kepakarannya. Pemimpin
cenderung menjadi tempat bertanya bagi orang lain. Pengetahuan yang baik ini
juga menjadi modal utama dalam mempengaruhi orang lain karena ia mampu
menghasilkan ide-ide baru. Calon kepala ruangan sebaiknya sudah mendapat
pelatihan mengenai manajemen konflik dan setelah menjadi kepala ruangan
sebaiknya secara berkesinambungan mendapat pelatihan dan bimbingan
mengenai manajemen konflik (Abubakar, 2008)
2. Kesadaran diri
Pemimpin mempunyai kesadaran diri yang baik. Dia menyadari
kelebihannya tetapi juga kelemahannya. Karena ia menyadari kelebihan dan
kekurangannya ia menjadi fleksibel, lebih mandiri dan tidak tergantung pada
orang lain. Dia dapat mengekspresikan perasaan senang dan penghargaan kepada
orang lain. Kesadaran diri ini penting karena bila seseorang menyukai dirinya,
orang tersebut akan lebih disukai orang lain. Kalau seseorang merasa dirinya
seorang pemimpin, dia akan cenderung menjadi pemimpin.
3. komunikasi
Untuk menjadi pemimpin yang efektif, seseorang harus menjadi pendengar
persepsi(Azolay et a.l, 2009; Brinkert, 2010; Hendel et al., 2005; Savel & Munro,
2013). Pemimpin juga memberikan umpan balik kepada orang lain atau staf tanpa
menyalahkan. Pemimpin juga akan menerima umpan balik tantang dirinya dengan
baik. Salah satu pengaruh yang besar dari pemimpin ialah saat
mengkomunikasikan visinya tentang kelompok atau ruangan.
4. Bersemangat
Pemimpin yang bersemangat dapat meningkatkan efektivitas pekerjaan
saat berinteraksi semangat pemimpin dapat menular kepada stafnya.
5. Tujuan atau sasaran
Pemimpin akan menetapkan tujuan dan sasaran yang dapat diterima
kelompok. Oleh karena itu, pemimpin akan mencari masukan dari stafnya dalam
menetapkan tujuan yangingin dicapai.
6. Melakukan secara konkrit (action)
Pemimpin tidak hanya berangan-angan tetapi melakukan secara konkrit.
Pemimpin mempunyai ide-ide baru dan tidak menunggu instruksi. Pemimpin akan
mengerahkan orang lain, memberdayakan orang lain dan berani bertanggung
jawab.
2.3 Ruang Perawatan Intensif (Intensive Care Unit)
2.3.1 Pengertian Ruang Perawatan Intensif (Intensive Care Unit)
Menurut Depkes RI (2006) ruang perawatan intensif adalah unit perawatan
penyulit yang mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga kesehatan terlatih,
serta didukung dengan kelengkapan peralatan khusus.
2.3.2 Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan perawatan intensif meliputi:
1. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang
mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit
sampai beberapa hari.
2. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan
pelaksanaan spesifik pemenuhan kebutuhan dasar
3. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang
ditimbulkan oleh penyakit dan kondisi pasien yang menjadi buruk karena
pengobatan/ therapy (iatrogenik).
4. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang bergantung pada fungsi
alat/mesin dan orang lain
2.3.3 Klasifikasi Pelayanan ICU
Pelayanan ICU dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu:
a. ICU Primer
Ruang perawatan intensif primer memberikan pelayanan pada pasien yang
memerlukan perawatan ketat (high care). ICU primer mampu melakukan
resusitasi jantung paru dan memberikan ventilasi bantu 24 -48 jam. Kekhususan
a. Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan
ruang rawat pasien lain
b. Memiliki kebijakan / kriteria pasien yang masuk dan yang keluar
c. Memiliki seorang anestesiologi sebagai kepala
d. Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan resusitasi jantung paru
e. Konsulen yang membantu harus siap dipanggil
f. Memiliki 25% jumlah perawat yang cukup telah mempunyai sertifikat pelatihan
perawatan intensif, minimal satu orang per shift
g. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen
untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi
b. ICU Sekunder
Pelayanan ICU sekunder pelayanan yang khusus mampu memberikan
ventilasi bantu lebih lama, mampu melakukan bantuan hidup lain tetapi tidak
terlalu kompleks. Kekhususan yang dimiliki ICU sekunder adalah:
a. Ruangan tersendiri, berdekatan dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruang
rawat lain
b. Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar dan rujukan
c. Tersedia dokter spesialis sebagai konsultan yang dapat menanggulangi setiap
saat bila diperlukan
d. Memiliki seorang kepala ICU yaitu seorang dokter konsultan intensif care atau
bila tidak tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi, yang bertanggung jawab
secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan resusitasi
e. Memiliki tenaga keperawatan lebih dari 50% bersertifikat ICU dan minimal
berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama 3 tahun
f. Kemampuan memberikan bantuan ventilasi mekanis beberapa lama dan dalam
batas tertentu, melakukan pemantauan invasif dan usaha- usaha penunjang hidup
g. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, rontgen
untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi
h. Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi
c. ICU Tersier
Ruang perawatan ini mampu melaksanakan semua aspek intensif, mampu
memberikan pelayanan yang tinggi termasuk dukungan atau bantuan hidup multi
sistem yang kompleks dalam jangka waktu yang tidak terbatas serta mampu
melakukan bantuan renal ekstrakorporal dan pemantauan kardiovaskuler invasif
dalam jangka waktu yang terbatas. Kekhususan yang dimiliki ICU tersier adalah:
a. Tempat khusus tersendiri di dalam rumah sakit
b. Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar dan rujukan
c. Memiliki dokter spesialis dan sub spesialis yang dapat dipanggil setiap saat bila
diperlukan
d. Dikelola oleh seorang ahli anastesiologi konsultan intensif care atau dokter ahli
konsultan intensif care yang lain, yang bertanggung jawab secara keseluruhan.
Dan dokter jaga yang minimal mampu resusitasi jantung paru (bantuan hidup
e. Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat ICU dan minimal berpengalaman
kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama 3 tahun
f. Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan intensif baik
invasif maupun non invasif
g. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen
untuk kemudahan diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi
h. Memiliki paling sedikit seorang yang mampu mendidik medik dan perawat agar
dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien
i. Memiliki staf tambahan yang lain misalnya tenaga administrasi, tenaga rekam
medik, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian
2.3.4 Standar Pelayanan Keperawatan Intensif a. Falsafah dan Tujuan
Pelayanan keperawatan intensif disediakan dan diberikan kepada pasien
dalam keadaan kegawatan dan kedaruratan yang perlu ditanggulangi dan diawasi
secara ketat dan terus menerus serta tindakan segera ditujukan untuk observasi,
perawatan dan terapi. Pelayanan keperawatan intensif tersebut diberikan melalui
pendekatan multi disiplin secara komprehensif. Tim keperawatan intensif
meyakini bahwa:
a. Setiap pasien mempunyai kebutuhan individual dan berhak mendapatkan
pelayanan keperawatan terbaik, sehingga mampu berfungsi secara maksimal
b. Kepedulian dan perhatian (caring) dari tim keperawatan mendorong rasa
percaya diri pasien dan mempercepat proses kesembuhannya
c. Kualitas hidup pasien optimal dapat dicapai dalam pelayanan keperawatan
didukung oleh lingkungan internal maupun eksternal, fisik dan psikologis yang
dapat memberikan rasa aman dan nyaman.
d. Lingkungan kerja yang kondusif meliputi lingkungan fisik dan psikologis yang
didukung fasilitas dan peralatan yang memadai.
e. Kualifikasi tenaga keperawatan yang bekerja di ICU dituntut memiliki sertifikat
khusus yang diakui secara professional.
f. Pelayanan intensif diberikan melalui pendekatan multi disiplin yang bertujuan
untuk memberikan pelayanan yang koprehensif untuk menanggulangi berbagai
masalah pasien kritis secara cepat dan tepat sehingga menghasilkan pelayanan
yang efektif dan efesien
b. Tujuan keperawatan intensif adalah:
1. Menyelamatkan kehidupan
2. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan
monitoring yang ketat disertai kemampuan menginterpretasikan setiap data
yang didapat, dan melakukan tindak lanjut.
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mempertahankan kehidupan
4. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien
5. Mengurangi angka kematian dan kecatatan pasien kritis dan mempercepat
proses penyembuhan pasien.
Pengorganisasian dalam unit perawatan intensif bertujuan untuk
menciptakan kelancaran pemberian pelayanan keperawatan, pelayanan medic dan
pelayanan kesehatan lain. Struktur organisasi tergantung luasnya unit pelayanan
dan kompleksitas kegiatan yang dikelola sertaa model asuhan keperawatan yang
diberikan. Untuk mewujudkan terlaksananya tujuan tersebut, diperlukan
pengelolaan keperawatan di unit pelayanan keperawataan intensif seperti tabel 2.3
Tabel 2.3 Pengelolaan Keperawatan di Unit Perawatan Intensif
No Jenis ketenagaan
Pelayanan ICU
Primer Sekunder Tersier
A pengalaman > 5 tahun di ICU atau S1
sertifikat ACLS* rawat inap 2 tahun
Sertifikat BLS/BTLS Sertifikat ICU *
Minimal lulus D3 keperawatan
Pengalaman di ruang rawat inap 3 tahun
Sertifikat BLS/BTLS rawat inap 3 tahun/
high care
Kualifikasi ketenagaan perawatan juga tergantung dari klasifikasi
pelayanan perawatan intensif (primer, sekunder dan primer). Staf perawat intensif
adalah staf perawat professional yang diberikan kewenangan sebagai seorang
perawat yang mampu memberikan asuhan keperawatan yang kompeten pada
pasien dalam kondisi kritis melalui integrasi kemampuan ilmiah dan keterampilan
khusus serta diikuti oleh nilai-nilai kemanusiaan.
Staf yang bekerja di unit perawatan intensif perlu dikelola dengan baik dan
benar sehingga masing-masing mempunyai peran, tanggung jawab serta tugas
meliputi: 1) kelompok dokter 2) perawat. 3) tenaga penunjang terdiri dari elektro
medik, laboratorium, fisioterapis, farmasi, ahli gizi, radiographer dan pekerja
sosial. 4) tenaga administrasi
Kolaborasi dokter-perawat di ICU, harus terjalin sebagai mitra yang
interdependennya tinggi (docter-nurse team concept). Perubahan yang terjadi pada kondisi pasien langsung didiskusikan bersama tim, sehingga keputusan
medik maupun keperawatan dapat ditettapkan secara tepat. Selai itu komunikasi
antara manajemen klinik dengan berbagai disiplin dilakukan melalui pertemuan
secara regular
e. Karakteristik perawat ICU
Karakteristik perawat yang bekerja di lingkungan keperawatan intensif
meliputi:
1. Mengelola pasien mengacu pada standar keperawatan intensif dengan konsisten
2. Menghormati sesama sejawat dan tim lainnya
3. Mengintegrasikan kemampuan ilmiah dan keterampilan khusus serta diikuti
oleh nilai etik dan legal dalam memberikan asuhan keperawatan
4. Berespon secara terus-menerus dengan perubahan lingkungan
5. Menerapkan ketrampilan komunikasi secara efektif
6. Mendemonstrasikan kemampuan ketrampilan klinis yang tinggi
7. Menginterpretasikan analisa situasi yang komplek
8. Mengembangkan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga
9. Berpikir kritis
11. Mengembangkan pengetahuan dan penelitian
12. Berfikir ke depan (Visionary)
13. Inovatif
f. Penetapan jumlah tenaga
Penetapan jumlah dan kualifikasi tenaga keperawatan di unit perawatan
intensif direkomendasikan formulasi ketenagaan sebagai berikut:
A x B x C x D x E
F x G
Keterangan:
A = Jumlah shift perhari
B = Jumlah tempat tidur
C = Jumlah hari di unit yang dipakai dalam satu minggu
D = Jumlah pasien yang menginap
E = Tenaga tambahan untuk libur, sakit ( dalam %) biasanya 20-25%
F = Jumlah pasien yang dibantu oleh perawat ( rasio pasien: perawat)
G = Jumlah hari dari setiap perawat yang bekerja dalam satu minggu. Rasio
perawat pasien tergantung kompleksitas kondisi pasien (1 : 1, 1: 2, 1 : 3 atau 2 : 1)
( Sumber : Management of intensive care, Guidelines for better Use of Resources,
2000 dalam Depkes RI 2006)
g. Kompetensi Perawat Intensif
Untuk dapat memberikan pelayanan sesuai dengan kompleksitas pasien di
Tabel 2.4 Kompetensi Perawat ICU
KOMPETENSI DASAR MINIMAL KOMPETENSI KHUSUS/LANJUT 1. Memahami konsep keperawatan intensif
2. Memahami issue etik dan hokum pada perawatan intensif
3. Mempergunakan ketrampilan komunikasi yang efektif untuk mencapai asuhan yang optimal
4. Melakukan pengkajian dan menganalisa data yang didapat khususnya mengenai : henti nafas dan jantung, status hemodinamik pasien dan status kesadaran pasien
5. Mempertahankan bersihan jalan nafas pada pasien yang terpasang Endo Tracheal Tube 6. Mempertahankan potensi jalan nafas dengan
menggunakan ETT 7. Melakukan fisioterapi dada 8. Memberikan terapi inhalasi
9. Mengukur saturasi oksigen dengan berbagai metode
10. Memberikan terapi oksigen dengan berbagai metode
11. Melakukan monitoring hemodinamik non invasive
12. Memberikan BLS ( Basic life support) dan ALS (advanced life support)
13. Melakukan perekaman Elektro Kardiogram 14. Melakukan interprestasi hasil rekaman
EKG:
a. Gangguan system konduksi b. Gangguan irama
c. Pasien dengan gangguan miocard (iskemik, injury dan infark)
15. Melakukan pengambilan contoh darah untuk pemeriksaan analisa gas darah (AGD) 16. Melakukan interpretasi hasil pemeriksaan
AGD
17. Melakukan pengambilan terhadap hasil analisa untuk pemeriksaan elektrolit
18. Mengetahui koreksi terhadap hasil analisa gas darah yang tidak normal
19. Melakukan interpretasi hasil foto thorax 20. Melakukan persiapan pemasangan Water
Seal Drainage (WSD)
21. Mempersiapkan pemberian terapi melalui syringe pum dan infuse pump
22. Melakukan pengelolaan pasien dengan nutrisi parenteral
23. Melakukan pengelolaan pasien dengan terapi cairan intra vena
24.Melakukan pengelolaan pasien dengan sindroma koroner akut
25.Melakukan penanggulangan infeksi nosokomial
1. Seluruh kompetensi dasar no 1 s/d 23
2. Mengelola pasien yang menggunakan ventilasi mekanik
3. Mempersiapkan pemasangan kateter arteri 4. Mempersiapkan pemasangan kateter vena
sentral
5. Mempersiapkan pemasangan kateter arteri pulmonal
6. Melakukan pengukuran curah jantung 7. Melakukan pengukuran tekanan vena sentral 8. Melakukan persiapan pemasangan intra
Aortic Baloon Pump (IABP)
9. Melakukan pengelolaan asuhan keperawatan pasien yang terpasang IABP
10.Melakukan persiapan pemasangan alat hemodialisis, hemofitrasi (ContinousArterial Venous Hemofiltration)
11.Melakukan pengelolaan pengukuran tekanan intracranial
12.Melakukan pengelolaan pasien yangterpasang kateter invasive (Arteri line, cup line, kateter Swan Ganz
13. Melakukan pengelolaan pasien yang menggunakan terapi trombolitik
2.4. Konsep Rumah Sakit
2.4.1 Pengertian Rumah Sakit
Menurut Undang-undang RI Nomor 44 (2009) Rumah Sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakanpelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat.
2.4.2 Asas dan Tujuan
Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada
nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak
dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta
mempunyai fungsi sosial.
Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan:
a. mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan
d. memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya
Tugas Rumah Sakit
a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit;
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan
d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan;
2.4.3. Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit Jenis Rumah Sakit
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan,rumah sakit dikategorikan
dalam rumah sakit umum dan rumah sakit khusus.
a. Rumah Sakit Umum: memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan
jenis penyakit
b. Rumah Sakit Khusus : memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu
jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis
penyakit atau kekhususan lainnya.
Berdasarkan pengelolaannya Rumah Sakit dapat dibagi menjadi rumah
a. Rumah sakit publik : dapat dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah dan
badan hukum yang bersifat nirlaba diselenggarakan berdasarkan pengelolaan
Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai ketentuan
perundang-undangan.
b. Rumah Sakit privat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang
berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
Klasifikasi Rumah Sakit
Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit umum
terdiri atas :
a. Kelas A mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik
luas dan sub-spesialistik luas.
b. Kelas B mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik
luas dan sub-spesialistik terbatas.
c. Kelas C mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik
sekurang-kurangnya spesialistik 4 dasar lengkap.
d. Kelas D mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan
medik dasar.
2.5. Konsep Studi Fenomenologi 2.5.1. Pengertian Fenomenologi
Fenomenologi adalah metode penelitian kualitatif dimana peneliti mencoba untuk menemukan dan mengeksplorasi pengalaman hidup manusia.
Fenomenologi berakar dari philosofi tradisional yang dikembangkan oleh Husserl
dan Heidegger Mereka memandang fenomena subjektif dengan keyakinan bahwa
makna dan dialami secara sadar. Fenomenologi telah menjadi bidang yang tidak
terpisahkan dari penelitian keperawatan karena banyak digunakan untuk
mempelajari fenomena penting dalam dunia keperawatan (Husserl, 1965; Merleau
& Ponty, 1956 dalam Chamberlain, 2009: Edward & Welch, 2011 ).
Pengalaman manusia dipelajari oleh peneliti untuk mengetahui dan
memahami makna dari pengalaman tersebut melalui berbagai cara. Peneliti
berusaha mengeksplorasi pengalaman informan melalui pengumpulan data dan
peneliti berusaha masuk kedalam dunia informan, dengan demikian peneliti dapat
merasakan pengalaman informan dengan cara yang sama (Edward & Welch,
2011).
2.5.2. Metoda dan Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara wawancara mendalam
(indepth interview), observasi, focus groups discusion, dan partisipation observation dan diaries (Polit & Hungler, 1999) sedangkan alat pengumpulan data utama adalah peneliti sendiri, dan alat bantu lainnya seperti panduan
wawancara, panduan observasi, catatan lapangan, dan alat perekam suara atau
gambar (Polit & Beck, 2008 ; Denzin & Lincoln, 2009 )
2.5.3 Klasifikasi Fenomenologi
a. Fenomenologi deskriptif
Jenis penelitian ini difokuskan pada deskripsi pengalaman yang dialami
oleh manusia. Husserl ( dalam Denzin dan Lincoln, 2009) berpendapat bahwa
hubungan antara persepsi dan objek-objeknya tidaklah pasif dan kesadaran
manusia secara aktif mengandung objek-objek pengalaman.
Menurut Beck (1994), fenomenologist dalam proses analisa data pada fenomenologi deskriptif adalah Collaizi (1998), Giorgi (1985), dan Van Kaam
(1959). Perbedaan antara ketiga fenomenologist tersebut yaitu : Collaizi menganjurkan kembali kepada partisipan untuk memvalidasi hasil yang sudah
diperoleh peneliti dari informan, Giorgi berpendapat bahwa memvalidasi hasil
hanya mengandalkan peneliti saja, tidak perlu kembali kepada informan untuk
memvalidasi hasil temuan, sedangkan menurut Van Kaam bahwa kesepakatan
hasil analisis data diperoleh dengan menggunakan bantuan dari ahlinya.
b. Fenomenologi interpretif-hermeneutik
Fenomenologi interpretif-hermeneutik dikembangkan oleh Heidegger pada
tahun 1962. Inti dari fenomenologi ini adalah pemahaman dan penafsiran, bukan
sekedar deskripsi dari pengalaman manusia tetapi menemukan pemahaman
dengan cara masuk kedalam dunia partisipan (Sosha, 2012). Menurut Beck
2.5.4. Keabsahan Data
Keabsahan data penelitian kualitatif dilakukan melalui empat kriteria yaitu
credibility, transferability, dependability, dan confirmability (Streubert & Carpenter, 1994 ; Polit & Beck, 2008).
Tabel 2.5 Keabsahan Penelitian Kualitatif
No Strategi Dep Conf Trans Cred
Data
1. Perpanjangan pengamatan X
2. Ketelitian dalam melakukan observasi X
3. Catatan lapangan yang menyeluruh X X
4. Hasil rekaman X
5. Triangulasi (Data & Metoda) X
6. Saturasi Data X X
7. Membercheck X X
Analisa Data
1. Transkrip wawancara X
2. Triangulasi (Peneliti,teori dan analisa) X X
3. Diskusi dengan teman sejawat X X
4. Analisis Kasus negatif X X
5. Penilaian auditor X X
Keterangan:
Dep: Dependability, Conf: Confirmability, Trans: Transferability Cred: Credibility, Auth: Authenticity Sumber : Polit & Beck, 2008
a. Credibility
Menjamin credibility merupakan salah satu yang paling penting dilakukan.
ketika peneliti dapat mengembangkan dan menginterpretasikan pengalaman
informan yang sedang ditelitinya, dalam hal ini kesadaran peneliti merupakan
suatu hal yang esensial. Kredibilitas dapat dicapai dengan prolonged engagement,
catatan lapangan yang komprehensif, hasil rekaman dan transkrip, triangulasi data
dan member checking.
b. Transferability
Transferability merupakan validitas eksternal yang berarti sejauhmana penelitian ini dapat dilakukan pada situasi dan di tempat yang berbeda. Seorang
peneliti harus dapat menyediakan deskripsi data yang baik pada laporan
penelitiannya sehingga orang lain dapat mengaplikasikannya ke dalam konteks
yang berbeda. Transferability diperoleh dengan catatan lapangan yang menyeluruh dan saturasi data.
c. Dependability
Keabsahan data pada dependability harus menunjukkan bahwa jika penelitian ini diulang dengan konteks, metode dan peserta yang sama maka akan
diperoleh hasil yang sama, oleh karena itu dependability sangat bergantung pada
credibility. Hal ini berarti proses dari penelitian tersebut dapat diaudit.
Auditability menjadi kriteria kepadatan data ketika menghadapi konsistensi data.
d. Confirmability
Confirmability merupakan salah satu kriteria yang menunjukkan interpretasi telah didapat pada saat penelitian. Confirmability dipertahankan ketika
makna yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, hal ini dapat dilakukan dengan
cara audit trial. Dalam penelitian audit trial dilakukan oleh pembimbing.
2.6 Landasan Teori
Model yang paling komprehensif yang digunakan dalam manajemen
konflik kepala ruangan di ruang perawatan intensif adalah dengan
mengaplikasikan Model Adaptasi Roy. Menurut Roy & Andrews ( 1999 dalam
Tomey, 2006) . Adaptasi mengacu kepada proses dan hasil akhir dimana pikiran
dan perasaan manusia sebagai individu atau kelompok secara sadar memilih dan
menciptakan integrasi antara manusia dan lingkungannya. Keperawatan secara
luas didefenisikan sebagai profesi kesehatan yang berpusat pada proses kehidupan
dan menekankan promosi kesehatan bagi individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat sebagai suatu kesatuan. Roy secara khusus mengartikan keperawatan
berdasarkan modelnya sebagai suatu ilmu dan praktek yang mengembangkan
kemampuan beradaptasi dan meningkatkan perubahan pada manusia dan
lingkungan.
Manusia secara terus menerus mendapat pengalaman dari lingkungannya,
sehingga pada akhirnya sebuah respon terbentuk dan terjadi adaptasi. Respon
adaptasi dapat adaptif dan tidak efektif. Respon adaptif meningkatkan integritas
dan menolong manusia untuk mencapai tujuan-tujuan dari adaptasi yaitu
kelangsungan hidup, pertumbuhan, reproduksi, keahlian dan perubahan sedangkan
respon yang tidak efektif gagal mencapai tujuan adaptif ( Fitzpatrick & Whall,