• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEORI WADIAH DAN TEORI RIBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TEORI WADIAH DAN TEORI RIBA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TEORI WADI’AH DAN TEORI RIBA

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : FIQIH MUAMALAH

Dosen Pengampu : Hasanain Haikal Hadining,SH.MH

Disusun Oleh:

Disusun oleh :

1. Muhammad Sadam (1420220016) 2. Fitri Aditya Susanti (1420220017) 3. Mutiafaroh (1420220018)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM

PROGAM STUDI EKONOMI SYARI’AH TAHUN 2015/2016

(2)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, kami telah dapat menyelesaikan tugas makalah kami dengan judul “ TEORI WADI’AH DAN TEORI RIBA ”.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah selanjutnya.

Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan pengarahan-pengarahan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Kudus, 28 Oktober 2015

Penyusun

(3)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Muamalah merupakan suatu kegiatan yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan tata cara hidup sesama umat manusia untuk memenuhi keperluannya sehari-hari yang bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam melengkapi kebutuhan hidup, untuk saling memahami antara penjual dan pembeli, untuk saling tolong menolong (ta’awul), serta untuk mempererat silaturahmi karena merupakan proses ta’aruf (perkenalan).

Namun dari beberapa tujuan muamalah tersebut, tidak sepenuhnya terlaksana. Masih banyak masalah-masalah yang terjadi karena proses muamalah tersebut. Diantaranya masih banyak orang yang dirugikan dalam suatu proses muamalah tersebut. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka pedoman dan tatanannya pun perlu dipelajari dan diketahui dengan baik, sehingga tidak terjadi penyimpangan dan pelanggaran yang merusak kehidupan ekonomi dan hubungan sesama manusia.

Kesadaran bermuamalah hendaknya tertanam lebih dahulu dalam diri masing-masing, sebelum orang terjun ke dalam kegiatan muamalah itu. Pemahaman agama, pengendalian diri, pengalaman, akhlaqul-karimah dan pengetahuan tentang seluk-beluk muamalah hendaknya dikuasai sehingga menyatu dalam diri pelaku (pelaksana) muamalah itu.

Pengetahuan tentang seluk-beluk muamalah memiliki maksud yaitu bahwa kita selaku umat muslim hendaknya mengetahui apa-apa yang bersangkutan dengan muamalah. Seperti dalam rukun muamalah-jual beli harus ada akad (ijab dan qabul). Dalam akad muamalah terdapat beberapa transaksi atau akad yang ada, diantaranya adalah akad Al-Wadi’ah, akad Al-Wakalah, dan Al-Kafalah, dsb.

Pada mulanya riba merupakan suatu tradisi bangsa Arab pada jual beli maupun pinjaman dimana pembeli atau penjual, yang meminjam atau yang memeberi pinjaman suatu barang atau jasa dipungut atau memungut nilai yang jauh lebih dari semula, yakni tambahan (persenan) yang dirasakan memberatkan.

(4)

akan memusuhi dan memeranginya apabila tetap melanggarnya, yang demikian itu dimaksudkan untuk kemaslahatan dan juga kebaikan umat manusia.

Dalam hal ini pemakalah mencoba menjelaskan bagian dari mumalah tersebut yaitu tentang teori Wadi’ah dan teori Riba.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Wadi’ah? 2. Apa saja dasar hukum Wadi’ah? 3. Apa syarat dan rukun Wadi’ah? 4. Apa saja jenis-jenis Wadi’ah? 5. Apa pengertian Riba?

6. Apa saja macam-macam Riba?

7. Bagaimana Al-Qur’an dan Hadits memandang Riba? 8. Apa saja dampak akibat praktek dari Riba?

C. Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui tentang pengertian Wadi’ah. 2. Mengetahui apa saja dasar hukum Wadi’ah. 3. Dapat mengetahui syarat dan rukun Wadi’ah. 4. Mengetahui jenis-jenis Wadi’ah.

5. Untuk mengetahui tentang pengertian Riba. 6. Dapat mengetahui macam-macam Riba.

7. Mampu memahami Ayat dan Hadits yang melarang Riba. 8. Untuk mengetahui dampak akibat praktek dari Riba.

(5)

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN WADI’AH

Secara bahasa ada 2 makna :

1. Ma wudi’a ‘inda ghair malikihi layahfadzahu : Sesuatu yang ditempatkan bukan pada pemiliknya supaya dijaganya, berarti bahwa al-wadi’ah ialah memberikan. 2. Qabiltu minhu dzalika al-mal liyakuna wadi’ah ‘indi : seperti seseorang berkata

“auda’tuhu” artinya aku menerima harta tersebut darinya.

Maka secara bahasa al-wadi’ah memiliki 2 makna yaitu memberikan harta untuk dijaganya dan pada penerimaannya.

Dan Secara istilah (fiqih) adalah :

a. Menurut Syafi’iyah : Akad yang dilaksanakan untuk menjaga sesuatu yang dititipkan.

b. Menurut Hanabilah : Titipan, perwakilan dalam pemeliharaan sesuatu secara bebas (tabarru).

Maka secara istilah wadi’ah adalah penitipan yaitu akad seseorang kepada yang lain dengan menitipkan suatu benda untuk dijaganya secara layak. Apabila ada kerusakan pada benda titipan, padahal benda tersebut sudah dijaga sebagaimana mestinya maka penerima titipan tidak wajib menggantinya tetapi bila kerusakan itu disebabkan oleh kelalaiannya maka ia wajib menggantinya.1

B. DASAR HUKUM WADI’AH

Para ulama sepakat bahwa wadi’ah adalah salah satu akad dalam rangka tolong-menolong antara sesama manusia. Dasar-dasar hukum wadi’ah yaitu :

1. Al-Qur’an

Al-Wadi’ah adalah amanat bagi orang yang menerima titipan dan ia wajib mengembalikannya pada waktu pemilik memintanya kembali.

(6)

Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya” (Qs. An-Nisa 4:58)

2. As-Sunnah

Ibnu Qudamah rh menyatakan bahwa sejak zaman Rasulullah Saw sampai generasi berikutnya, wadi’ah telah menjadi ijma’ ‘amali yaitu konsensus dalam praktek bagi umat Islam dan tidak ada orang yang mengingkarinya.

C. SYARAT DAN RUKUN WADI’AH

Syarat-syaratnya meliputi : 1. Orang yang berakad harus :

 Baligh

 Berakal

 Cerdas (‘alim) 2. Barang titipan

 Jelas (dapat diketahui jenis atau identitasnya)

 Dapat dipegang

 Dapat dikuasai untuk dipelihara

Jumhur ulama mengatakan bahwa rukun wadi’ah ada 3 : 1. Orang yang berakad, yaitu terdiri dari :

a. Pemilik barang/penitip (Muwaddi’)

b. Pihak yang menyimpan/dititipi (Mustauda’) 2. Barang/uang yang disimpan (Wadi’ah)

3. Ijab qobul/kata sepakat (Sighat)2

(7)

D. JENIS-JENIS WADI`AH

Transaksi wadi`ah termasuk akad Wakalah (diwakilkan) yaitu penitip aset (barang/jasa) mewakilkan kepada penerima titipan untuk menjaganya ia tidak diperbolehkan untuk memanfaatkan barang/uang tersebut untuk keperluan pribadi baik konsumtif maupun produktif, karena itu adalah pelanggaran sebab barang/uang itu masih milik mudi` (penitip). Dilihat dari segi prakteknya ada beberapa bentuk wadi`ah yaitu :

1. WADI`AH YAD AL AMANAH

Adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima tidak diperkenankan penggunakan barang/uang tersebut dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kelalaian yang bukan disebabkan atas kelalaian penerima titipan dan faktor-faktor diluar batas kemampuannya.

2. WADI`AH TAD ADH-DHAMANAH

Adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa ijin pemilik barang/uang, dapat memanfaatkannya dan bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan tersebut.

Dalam kehidupan kita masa sekarang ini bahkan mungkin sejak adanya bank kompensional kita mungkin hanya mengenal tabungan/wadi`ah itu hanya berbentuk uang, tapi sebenarnya tidak, masih banyak lagi barang yang bisa kita wadi`ahkan seperti :

a. Harta benda, yaitu biasanya harta yang bergerak, dalam bank konvensional tempat penyimpanannya dikenal dengan Safety Box = suatu tempat/kotak dimana nasabah bisa menyimpan barang apa saja ke dalam kotak tersebut. b. Uang, jelas sebagaimana yang telah kita lakukan pada umumnya.

c. Dokumen (Saham, Obligasi, Bilyet giro, Surat perjanjian Mudhorobah dll) d. Barang berharga lainnya (surat tanah, surat wasiat dll yang dianggap

berharga mempunyai nilai uang)3

(8)

E. PENGERTIAN RIBA

Asal makna riba menurut bahasa Arab (raba-yarbu) atau dalam bahasa Inggrisnya

usury/interest ialah lebih atau bertambah (ziyadah/addition) pada suatu zat, seperti tambahan pembayaran atas uang pokok pinjaman. Misalnya si A memberi pinjaman kepada si B, dengan Syarat si B harus mengembalikan uang pokok pinjaman beserta sekian persen tambahannya. Riba dapat diartikan juga dengan segala jual beli yang haram. Adapun yang dimaksud disini menurut istilah syara’ adalah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidaknya menurut syara’, atau terlambat menerimanya.4

F. MACAM-MACAM RIBA

Secara umum riba terbagi menjadi dua bagian, yakni riba nasi’ah dan riba al-fadhl.

1. Riba Nasi’ah

Riba nasi’ah (riba yang jelas, diharamkan karena keadaanya sendiri) diambil dari kata an-nasu’, yang berarti menunda, jadi riba ini terjadi karena adanya penundaan pembayaran hutang. Penjelasannya sebagai berikut.

Misalnya, si A meminjam satu juta rupiah kepada si B dengan janji waktu setahun pengembalian hutangnya. Setelah jatuh temponya, si A belum bisa mengembalikan hutangnya kepada si B, maka si A menyanggupi untuk memberi tambahan dalam pembayaran hutangnya.jika si B mau menambah/menunda jangka waktunya. atau si B menawarkan kepada si A, “apakah engkau akan membayarnya atau menundanya kembali dengan menanggung bunga?” Jika si B membayarnya, maka ia tidak dikenakan tambahan. Sedangkan jika tidak dapat membayarnya, maka ia menambahkan tangguh pembayaran dengan syarat bahwa ia nantinya harus membayarnya dengan tambahan. Sehingga, akhirnya harta yang menjadi tanggungan hutang orang tersebut pun menjadi terlipat ganda. Hal ini merupakan praktek/kebiasaan Jahiliyah, Oleh karena itu, Allah mengharamkan hal itu, dengan firmannya:

(9)

“ Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan.” (al-Baqarah: 280)

2. Riba Fadhl

Riba fadhl (riba yang samara, diharamkan karena sebab lain) berasal dari kata al-fadhl, yang berarti tambahan dalam salah satu barang yang dipertukarkan. Riba ini terjadi karena adanya tambahan pada jual beli benda/barang yang sejenis.

Jadi syariat telah menetapkan keharamannya dalam enam hal, yakni diantaranya adalah emas, perak, gandum, kurma, garam. Dan jika salah satu barang-barang ini diperjual belikan dengan jenis yang sama, maka hal itu diharamkan jika disertai dengan adanya tambahan antara keduanya. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Sayid Sabiq bahwa riba fadhl ialah jual beli emas/perak atau jual beli bahan makanan dengan bahan makanan (yang sejenis) dengan ada tambahan.

Hal ini berdasarkan dari hadist Nabi yang disampaikan Abu Said al-Khudri (yang juga hampir senada dengan hadist yang disampaikan oleh ‘Ubadah bin al-Shamit ) :

Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandunm, kurma dengan kurma dan garam dengan garam harus sama dan tunai. Maka barang siapa yang meminta tambahan maka sesungguhnya ia memungut riba. Orang yang mengambil dan memberikan riba itu sama dosanya.” (H.R. Ahmad, Muslim dan Nasa’i)5

G. AYAT DAN HADITS YANG MELARANG RIBA

1. Firman Allah SWT :

(10)

3. Firman Allah SWT :

Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya (Al-Baqarah : 278-279)”

4. Firman Allah SWT

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa ” (Al-Baqarah : 276)

5. Firman Allah SWT

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)” (Ar-Rum : 39)

6. Sabda Nabi SAW

Dari Jabir : Rasulullah SAW telah melaknat (mengutuk) orang yang memakan riba, wakilnya, penulisnya dan dua saksinya” (HR. Muslim)6

H. DAMPAK AKIBAT PRAKTEK RIBA

Adapun dampak akibat praktek dari riba itu sendiri diantaranya adalah sebagai berikut: 1 Menyebabkan eksploitasi (pemerasan) oleh si kaya terhadap si miskin, sehingga

menjadiakan si kaya semakin berjaya dan si miskin tambah sengsara

2 Dapat menyebabkan kebangkrutan usaha bila tidak disalurkan pada kegiatan-kegiatan yang produktif, karena kebanyakan modal yang dikuasai oleh the haves

(pengelola) justru disalurkan dalam perkreditan berbunga yang belum produktif. 3 Menyebabkan kesenjangan ekonomi, yang pada gilirannya bisa mengakibatkan

kekacauan sosial.7

(11)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Wadi’ah adalah penitipan yaitu akad seseorang kepada yang lain dengan menitipkan suatu benda untuk dijaganya secara layak. Apabila ada kerusakan pada benda titipan, padahal benda tersebut sudah dijaga sebagaimana mestinya maka penerima titipan tidak wajib menggantinya tetapi bila kerusakan itu disebabkan oleh kelalaiannya maka ia wajib menggantinya.

2. Dasar Hukum Wadi’ah terdiri dari Al-Qur’an, As-sunnah dan Ijma.

3. Syarat-syarat Wadi’ah harus ada orang yang berakad dan adanya barang titipan. Sedangkan rukun Wadi’ah meliputi : 1. Orang yang berakad, 2. Barang/uang yang disimpan (Wadi’ah). 3. Ijab qobul/kata sepakat (Sighat). 4. Jenis Wadi’ah ada 2 yaitu Wadi’ah Yad Al Amanah dan Wadi’ah Tad

Adh-Dhamanah.

5. Riba ialah lebih atau bertambah (ziyadah/addition) pada suatu zat, seperti tambahan pembayaran atas uang pokok pinjaman.

6. Riba ada 2 macam yaitu Riba Nasi’ah dan Riba Fadhl.

7. Ada beberapa firman dan hadits yang menjelaskan tentang larangan Riba. 8. Beberapa dampak akibat praktek Riba yaitu menyebabkan eksploitasi,

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Suhendi Hendi, Fikih Muamalah, PT Raja Grafindo, Jakarta : 2002.

Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta : 2008. http : // Rifaiekis.blogspot.com/2012/05/Kuliahku-Makalah Wadi’ah.html.

Maulana Muhammad Ali, The Religion of Islam, Lahore, The Ahmadiyah Anjuman Isha’at Islam : 1950.

Referensi

Dokumen terkait

“Konsep dan Pengembangan Pendidikan Berbasis Masyarakat” dalam Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (Eds.), Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah..

Dalam tafsir ibnu katsir menjelaskan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar tetap bertakwa kepada-Nya dan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: seberapa besar pengaruh pelayanan Islami terhadap ketidakpatuhan masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Desa

Berdasarkan hasil pemeriksaan, Dalam setiap kemasan produk hasil produksi Auditee yang akan dipasarkan untuk ekspor telah dibubuhi Tand V Legal dengan

Hal tersebut nang terhadap ngan model belajaran IPA an materinya mi dan pada sih memiliki mengatakan dalam angket memberikan ebut sebagai elas, sehingga iatan belajar

Data Primer diperoleh langsung dari 38 responden melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan, dan observasi di lapangan untuk memperoleh data tentang

Setiap candi utama memiliki satu candi pendamping yang menghadap ke barat, yaitu Nandini untuk Siwa, Angsa untuk Brahma, dan Garuda untuk Wisnu, tiga candi itu disebut

Terkait dengan fenomena adanya kemiripan alur dan tema dalam beberapa novel, penelitian ini akan melihat sejauh mana keterkaitan cerita dalam novel Senja, Hujan, dan