• Tidak ada hasil yang ditemukan

02.Jurnal KEPEMIMPINAN SPIRITUAL KEPAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "02.Jurnal KEPEMIMPINAN SPIRITUAL KEPAL"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KEPEMIMPINAN SPIRITUAL KEPALA SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN PROFESIONALISME GURU

Mochamad Fadlani Salam

Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung Program Magister Manajemen Pendidikan Islam

Kampus II, Jl. Cimencrang - Panyileukan, Bandung, Jawa Barat 40292, Indonesia

elfadlan@gmail.com

ABSTRACT

One of the causes of the declining quality of education is the lack of professionalism of principals. Components in improving the quality of education are professional teachers. Professionalism will be realized one of them with the support of principals who have substantive spiritual leadership and instrumental. This research uses descriptive qualitative approach. This research is to know the concept of spiritual leadership at educational institution. The three supporters of spiritual power are the quality of human resources (jism al-salim), the quality of spirituallity (aql al-salim), and the moral quality (nafs al-mutmainnah). Three materiality buffers are qalbun maridl, qalbun mayyit and nafs lawwamah. The principal's effort to develop teacher professionalism is not only to work on the competencies, and not only to influence the teacher to practice his competence, but to have spiritual leadership based on religious ethics inspired by God's ethical behavior in leading his creatures, carrying humanization mission (amar ma'kruf), liberalization (nahi munkar), and transcendence (evoking faith). The key terms of the spiritual leader are; leader as a shepherd (murrabi), purifier and inspiration, prosperity, entrepreneur, and empowerment.

Keywords: Spiritual Leadership, Headmaster, Teacher Professionalism PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kepemimpinan telah banyak diperbincangkan sebagai salah satu faktor yang menentukan keberhasilan perusahaan atau organisasi, maka dari itu kepemimpinan bukanlah konsep atau fenomena baru dalam kehidupan kerja dan usaha, melainkan pemahamannya sangat bervariasi. Orang masih sering menginterpretasikan kepemimpinan secara berbeda-beda. Hal ini dapat dipahami karena kepemimpinan itu bersifat kontekstual.

(2)

dan kapabilitas kepemimpinan, namun disamping itu, organisasi lembaga pendidikan harus menjadi sebuah wahana untuk pengembangan diri seseorang agar menjadi manusia yang lebih baik. Profesionalitas guru, ketertiban dalam urusan administrasi, kemampuan manajerial guru dan kepala sekolah, masih menjadi problem yang cukup sering kita temui di organisasi lembaga pendidikan. Padahal kapabilitas seorang pemimpin sangat dituntut agar memiliki kemampuan menggerakkan seluruh stakeholder di satuan pendidikan dalam melaksanakan aktivitas lembaganya, sehingga dapat tercapai tujuan lembaganya sesuai dengan apa yang menjadi tujuan pendidikan itu sendiri.

Menurut Ahmad kepemimpinan kepala sekolah merupakan bagian terpenting dalam pelaksanaan pengelolaan sekolah. Pengelolaan sekolah yang dipimpin oleh kepala sekolah akan tergambar atau tercermin dari hasil belajar siswa. Ada berapa hal yang dapat mempengaruhi kepemimpinan kepala sekolah antara lain; 1) harus memiliki pengetahuan tentang manajemen, 2) memiliki ketahanmalangan dalam melaksanakan tugas lain, (3) memiliki budaya organisasi (Syarwani, 2016, p. 101). Sedangkan menurut Mulyasa, dari laporan Bank Dunia menyatakan bahwa salah satu penyebab makin menurunnya mutu pendidikan persekolahan di Indonesia adalah kurangnya profesionalisme kepala sekolah sebagai manajer pendidikan di tingkat lapangan (Mulyasa, 2005, p. 42).

(3)

upaya untuk meningkatkannya, salah satunya dengan adanya dukungan dari kepala sekolah yang merupakan pihak yang mempunyai peran penting dalam hal ini, karena kepala sekolah berhubungan langsung dengan pelaksanaan program pendidikan di sekolah.

Guru profesional tidak hanya menguasai bidang ilmu dan cara pengajaran, akan tetapi mampu memotivasi siswa dan membelajarkan siswa secara efektif serta memiliki keterampilan tinggi dan wawasan luas terhadap dunia pendidikan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005, bahwa kompetensi guru sebagai agen pembelajaran meliputi: 1) kompetensi pedagogik, 2) kompetensi kepribadian, 3) kompetensi profesional dan 4) kompetensi sosial. Profesionalisme guru sangat didukung oleh kepemimpinan kepala sekolah yang efektif.

Tulisan ini mencoba mengemukakan gaya kepemimpinan spiritual kepala sekolah dalam mengembangkan profesionalisme guru di lembaga pendidikan dasar dan menengah. Kepemimpinan spiritual adalah kepemimpinan yang membawa dimensi keduniawian kepada dimensi spiritual (keilahian). Spiritulitas oleh para futurolog seperti Aburdene dan Fukuyama dikatakan sebagai abad nilai (the value age). Dalam perspektif sejarah Agama Islam, spiritualitas telah terbukti menjadi kekuatan yang luar biasa untuk menciptakan individu-individu yang memiliki integritas dan akhlaqul karimah, yang keberadaannya bermanfaat (membawa kegembiraan) kepada yang lain.

Rumusan Masalah

Sesuai latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Apakah kepemimpinan spritual itu?

2. Bagaimanakah konsep dasar kepemimpinan dalam lembaga pendidikan? 3. Bagaimanakah kepemimpinan spiritual kepala sekolah dalam

mengembangkan profesionalisme guru?

Tujuan Penulisan

(4)

konsep kepemipinan spiritual secara teoritis dalam organisasi lembaga pendidikan.

KAJIAN PUSTAKA

Pemimpin dan Kepemimpinan

Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan pada satu bidang, sehingga ia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan (Kartono, 1994, p. 33).

Adapun kepemimpinan, para peneliti biasanya mendefinisikan “kepemimpinan” menurut pandangan pribadi mereka, serta aspek-aspek fenomena dari kepentingan yang paling baik bagi para pakar yang bersangkutan. Bahkan stogdil membuat kesimpulan, bahwa: There are almost as many definitions of leadership as there are persons who have attempted to define the concept. (Yukl, 1981, p. 5).

Model Kepemimpinan Spiritual Kepala Sekolah

Kepempinan spiritual dapat dikategorikan dalam dua model; a) kepemimpinan spritual substantif dan b) kepemimpinan spiritual instrumental. Kepemimpinan spirritual substantif, yaitu kepemimpinan spiritual yang lahir dari penghayatan spiritual sang pemimpin dan kedekatan pemimpin dengan realitas Ilahi dan dunia ruh. Model kepemimpinan spiritualnya muncul dengan sendirinya dan menyatu (built in) dalam kepribadian dan perilaku kesehariannya dan karena itu bersifat tetap. Weber menyebut tindakan kepemimpinan spiritual substantif sebagai tindakan rasionalitas yang berorientasi nilai (wertrationalitat), yaitu tindakan rasional yang berdasar dan berorientasi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya secara absolut. Pelaku memiliki komitmen dan dedikasi sedemikian rupa terhadap nilai itu dengan tanpa mempertimbangkan apakah nilai-nilai itu benar-benar absolut atau ada nilai-nilai alternatif lainnya (Johnson, 1994, p. 221).

(5)

alat atau media untuk mengefektifkan perilaku kepemimpinannya. Kepemimpinan spiritual instrumental bersifat tidak abadi dan sekiranya konteks kepemimpinannya berubah, maka model kepemimpinanya berubah pula. Weber berpendapat bahwa sebuah tindakan (gaya kepemimpinan spiritual) yang lahir dari sebua pertimbangan dan pilihan yang sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan alat yang digunakan untuk mencapainya merupakan tindakan rasionalitas instrumental (zweckrationalitat) dan merupakan tindakan rasionalitas yang paling tinggi (Tobroni, 2010, p. 177).

Profesionalisme Guru

Profesionalisme berasal dari kata profesi. Mc Cully dalam Yusutria mengartikan profesi adalah “a vocation in which professed knowledge ofsome departement of learning or science isused in its aplication to the affairs of others or in the practice of an art founded upon it”. (Yusutria, 2017, p. 41).

Profesionalisme guru sering dikaitkan dengan tiga faktor yang cukup penting yang diatur dalam UU Tentang Guru dan Dosen Pasal 7 dan 8, yaitu kompetensi guru (kompetensi profesional), sertifikasi guru, dan tunjangan profesi guru. Ketiga faktor tersebut, disinyalir berkaitan erat dengan maju-mundurnya kualitas pendidikan di Indonesia.

Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang kepemimpinan spiritual dilakukan oleh Gay Hendricks dan Kate Ludeman yang mewawancarai sejumlah mistikus korporate yang merupakan direktur dan CEO dari perusahaan-perusahaan terkemuka di Amerika Serikat. Hendrick dan Ludman menyimpulkan bahwa para direktur dan CEO adalah orang-orang suci, mitikus atau sufi yang sangat etis dalam mengembangkan perusahaannya. (Hendricks Gay & Ludeman, 1996, p. 8).

(6)

pemenuhan syarat-syarat guru professional, penciptaan karakteristik guru profesional yang dibuktikan dengan adanya implementasi administrasi pembelajaran serta didukung oleh adanya sarana dan prasaran pembelajaran yang memadai. Bahwa dengan pemberdayaan kompetensi guru merupakan gambaran tentang apa yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan pekerjaannya, terkait kompetensi pedagogik, kompetensi personal, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional (Anizah & Fitri Maretta, 2017, p. 104).

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode pendekatan kualitatif dan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Arikunto penelitian deskriptif merupakan penelitian bukan eksperimen karena tidak dimaksudkan untuk mengetahui akibat dari suatu perlakuan, tetapi bermaksud menggambarkan atau menerangkan gejala “apa adanya” tentang suatu variabel (Arikunto, 2010, p. 250).

PEMBAHASAN

Konsep Dasar Kepemimpinan Pendidikan

Kepemimpinan pendidikan adalah kepemimpinan yang berdasarkan ketentuan peraturan perundangan dan standar pendidikan. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa.” Ketentuan tersebut kemudian dijabarkan dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945. Pasal tersebut secara operasional dijabarkan dalam Undang-UndangNomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang kemudian dirinci pelaksanaannya dalam Peraturan Pemcrintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Pengelolaan dan penyelenggaran pendidikan dilaksanakan berdasarkan standar pendidikan yang diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Wirawan, 2013, p. 531). (Lihat Gambar.1).

(7)

dan teknologi, kebenaran ilmu, manfaat ilmu dan penerapan pengetahuan dalam semua bidang kehidupan manusia. Apa yang dipikirkan, dirancang dan dilaksanakan oleh pemimpin pendidikan tidak boleh bertentangan dengan norma dan nilai-nilai ilmu pengetahuan. Cakupan dari ilmu kepemimpinan pendidikan meliputi kepemimpinan pendidikan formal dari taman kanak-kanak, kepemimpinan pendidikan dasardan menengah sampai kepemimpinan pendidikan di perguruan tinggi – kepemimpinan pendidikan di pendidikan nonformal dan pendidikan informal (Wirawan, 2013, p. 532).

Gambar 1. Dasar Kepemimpinan Pendidikan Sumber: Wirawan (2013:532) Hakikat Spiritualitas dalam Kepemimpinan Pendidikan

Istilah kepemimpinan spiritual (spiritual leadership) adalah istilah yang bisa menimbulkan banyak arti. Istilah kepemimpinan telah banyak dikenal secara akademik. Ketika kata kepemimpinan dirangkai dengan kata “spiritual” menjadi

UUD 1945

 Pembukaan: mencerdaskan kehidupan Bangsa  Pasal 31

UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan penyyelenggaraan Pendidikan

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Ilmu Pengetahuan dan

(8)

“kepemimpinan spiritual” istilah itu memiliki spektrum pengertian yang sangat luas (Hosein Nasr, 2002, pp. xxii–iii).

Makna inti dari kata spirit berikut kata jadiannya, seperti spiritual dan spiritualitas adalah bermuara kepada kehakikian, keabadian dan ruh; bukan yang sifatnya sementara dan tiruan. Dalam perspektif islam, dimensi spiritualitas senantiasa berkaitan secara langsung dengan realitas Ilahi, Tuhan yang Maha Esa (tauhid). Spiritualitas bukan sesuatu yang asing bagi manusia, karena merupakan inti kemanusiaan itu sendiri. Manusia terdiri dari unsur material dan spiritual atau unsur jasmani dan rohani. Perilaku manusia merupakan produk tarik menarik antara energi spiritual dan material atau antara dimensi ruhaniah dan jasmaniah (Tobroni, 2010, p. 16).

Kepemimpinan spiritual identik dengan kepemimpinan profetik, meminjam istilahnya Kuntowijoyo, yaitu kepemimpinan yang mengemban visi dan misi suci sebagai sebuah panggilan kedalaman religius (ketuhanan) mengandung tiga komponen: humanisasi/emansipasi, liberalisasi, dan transendensi atau pencerahan, pembebasan, dan spiritualisasi (Kuntowijoyo, 1991, p. 288).

Kepemimpinan spiritual juga bisa diartikan sebagai kepemimpinan yang bisa menjaga nilai-nilai etis dan menjunjung tinggi nilai-nilai spritual. Mereka melakukan pekerjaan dengan cara memuaskan hati lewat pemberdayaan, memulihkan dan menguntungkan siapa saja yang berhubungan dengannya. Mereka tidak hanya mampu menghadirkan uang, tetapi juga hati dan jiwa mereka dalam bekerja. Mereka terlibat sepenuhnya (involve) dalam aktivitas organisasi pendidikan yang dipimpinnya sebagai bentuk komitennya yang paling dalam yaitu komitmen spiritualitas (Tobroni, 2010, p. 17).

Kepemimpinan Pendidikan Dasar dan Menengah a. Kepala Sekolah

(9)

Kepala sekolah juga memiliki fungsi sebagai seorang pemimpin sekolah dan manager sekolah atau administrator sekolah. Fungsi tersebut antara lain adalah: a) menentukan visi, misi dan strategi sekolah, b) budaya organisasi sekolah, c) iklim yang kondusif, d) kurikulum, e) proses pembelajaran, f) mengembangkan fasilitas pendidikan, g) mengembangkan manajemen sekolah, h) peran manajerial, i) mengembangkan sumber daya sekolah.

Standar kompetensi kepala sekolah/madrasah diatur oleh keputusan menteri pendidikan nasional republik indonesia nomor 13 tahun 2007 tentang standar kepala sekolah/madarasah. Standar kompetensi tersebut diantaranya adalah: a) kompetensi kepribadian, b) kompetensi manajerial, c) kompetensi kewirausahaan, d) kompetensi supervisi dan e) kompetensi sosial.

b. Guru

Undang-undang tentang guru dan dosen nomor 14 tahun 2005 menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan fornal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Guru minimal harus memiliki empat kompentensi. Komptensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai guru dalam melaksanakan tugasnya. Keempat kompetensi tersebut yaitu: a) kompetensi profesional, b) kompetensi pedagogik, c) kompetensi sosial, dan d) kompetensi kepribadian. Dalam tulisan ini yang akan diuraikan hanya terkait komptensi profesional.

Kompetensi profesional guru yang diatur dalam pasal 7 dan 8 UUTG mengacu kepada prinsip sebagai berikut: (Wirawan, 2013, p. 555)

1) Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme

2) Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia

3) Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugasnya

(10)

5) Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan

6) Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya 7) Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesioanalan secara

berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat

8) Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam rnelaksanakan tugas keprofesionalan

9) Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan dan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru

10) Kompetensi profesional diperoleh melalui pendidikan formal di universitas dan program pengembangan sumber daya manusia. Untuk pendidikan formal keguruan, untuk semua level pendidikan dasar diperlukan guru minimal tamatan diploma IV atau sarjana S-1. Para guru juga harus mengikuti berbagai program pengembangan sumber daya manusia sesuai dengan mata pelajaran yang di ampunya.

Gaya Kepemimpinan Spiritual Kepala Sekolah Terhadap Profesionalisme Guru

Diantara standar kompetensi kepala sekolah yang telah diatur oleh undang-undang, model gaya kepemimpinan spiritual substantif kepala sekolah ini dapat dikategorikan ke dalam kompetensi kepbribadiannya, adapaun kompetensi yang lainnya seperti kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial, merupakan model gaya kepemimpinan spiritual instrumental. Model dua gaya kepemimpinan spiritual ini tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.

(11)

No

. Dimensi Kompetensi

Kepemimpinan Spiritual Substantif Instrumental

1. Kompetensi Kepribadian 

2. Kompetensi Kepribadian 

3. Kompetensi Manajerial 

4. Kompetensi Kewirausahaan 

5. Kompetensi Sosial 

Gambar 2. Tabel Standar Kompetensi Kepala Sekolah dan Dua Model Gaya Kepemimpinan Spiritual

(Sumber: Dianalisis oleh Penulis)

Pada gambar diatas, standar kompetensi kepribadian dan standar kompetensi supervisi yang berkaitan dengan kepemimpinan dua model gaya kepemimpinan spiritual kepala sekolah, dan sangat berperan terhadap pengembangan profesionalisme guru. Standar kompetensi kepribadian kepala sekolah meliputi; (Wirawan, 2013, p. 551)

1) Berakhlak Mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia, bagi komunitas di sekolah/madrasah.

2) Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin.

3) Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah.

4) Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi.

5) Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/madrasah.

6) Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan

Adapun yang termasuk kedalam stnadar kompetensi supervisi kepala sekolah yaitu; (Wirawan, 2013, p. 552)

1) Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru

(12)

3) Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru

4) Terkait dengan kedua standar kompetensi diatas dalam prosesnya di setiap lembaga pendidikan, Rusdiana menyimpulkan bahwa peran dan tanggung jawab kepala sekolah berkaitan erat dengan administrasi atau manajemen pendidikan, kepemimpinan pendidikan, dan supervisi pendidikan, adalah; a) Kepala Sekolah sebagai Pemimpin (Leader) Pendidikan; b) Kepala Sekolah sebagai Administrator dan Manajer Pendidikan; c) Kepala Sekolah sebagai Supervisior; d) Kepala Sekolah sebagai Pendidik (Rusdiana, 2016, p. 163).

(13)

Upaya kepala sekolah untuk mengembangkan profesionalisme guru yang telah dijelaskan diatas, bukan hanya mengerjakan kompetensi yang ada, dan bukan hanya mempengaruhi para guru, akan tetapi kepemimpinannya harus lebih dari itu, yaitu berbasis etika religius, kepemimpinan yang terilhami oleh perilaku etis Tuhan dalam memimpin makhluk-makhlukNya. Ia harus mengemban misi humanisasi (amar ma’kruf), liberalisasi (nahi munkar), dan transendensi (membangkitkan iman).

Berikut pokok-pokok karakteristik kepemimpinan spiritual yang berbasis pada etika religius: kejujuran sejati, fairness, pengenalan diri sendiri, fokus pada amal shaleh, spiritualisme yang tidak dofmatis, bekerja lebih efisien, membangkitkan yang terbaik dalam diri sendiri dan orang lain, keterbukaan menerima perubahan, visioner tetapi ffokus pada persoalan di depan mata, doing the right think, disiplin tetapi tetap fleksibel, santai dan cerdas, dan kerendahan hati (Tobroni, 2010, p. 20).

Selanjutnya kekuatan spiritualitas memiliki tiga pilar penyangga: pertama, kualitas sumber daya manusia. Manusia yang berkualitas adalah manusia yang badannya sehat dan kuat (jism al-salim), akalnya sehat, jernih dan cerdas (aql al-salim) yang kesemuanya itu akan melahirkan kualitas pribadi yang tenang dan memiliki integritas (nafs al-mutmainnah). Kedua, kekuatan spiritualitas. Kekuatan spiritualitas seseorang ditentukan oleh kekuatan iman, ihsan, dan taqwa. Dan ketiga, kualitas moral. Kualitas moral adalah nilai-nilai moral yang menuntun dan mengarahkan perilaku seseorang yang meliputi prinsip-prinsip: istiqomah, ikhlash, jihad, dan ‘amal shalih (Tobroni, 2010, pp. 125–126).

Sebagaimana spiritualitas, materialitas juga memiliki tiga pilar penyangga, pertama, kualitas sumber daya manusia, yaitu manusia yang berpola pikir jahiliyah, manusia yang hatinya sakit, kotor (qolbun maridl) dan manusia yang hatinya mati, tidak memiliki hati nurani (qalbun mayyit) yang kesemuanya itu akan melahirkan manusia yang tidak tenang, tidak memiliki integritas (nafsu ‘llawwamah).

(14)

profesionalismenya dari yang sakit menjadi sehat, yang kotor menjadi suci, yang tidak memilki integritas kemudian menjadi memiliki integritas. Maka dari itu, terdapat istilah-istilah kunci yang menggambarkan peran dan prilaku yang dilakukan oleh pemimpin spiritual yaitu; pemimpin sebagai penggembala (murrabi), penjernih dan pengilham, pemakmur, entrepreneur, dan pemberdaya. (Tobroni, 2010, p. 126) Tidak hanya sekedar sebagai pemimpin (leader) pendidikan, sebagai administrator dan manajer pendidikan, sebagai supervisior, dan tidak hanya sekedar sebagai pendidik.

SIMPULAN

Kepemimpinan spiritual bisa diartikan sebagai kepemimpinan yang bisa menjaga nilai-nilai etis dan menjunjung tinggi nilai-nilai spritual. Kekuatan spiritual memiliki tiga penyangga yaitu kualitas sumber daya manusia (jism al-salim), kualitas spirituallitas (aql al-salim), dan kualitas moral (nafs al-mutmainnah). Begitupun dengan materialitas memiliki tiga penyangga qalbun maridl, qalbun mayyit dan nafsu lawwamah.

Kepemimpinan dalam lembaga pendidikan merupakan kepemimpinan yang berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Konsep dasar kepemimpinan dalam lembaga pendidikan secara operasional dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang kemudian dirinci pelaksanaannya dalam Peraturan Pemcrintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Pengelolaan dan penyelenggaran pendidikan dilaksanakan berdasarkan standar pendidikan yang diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

(15)

(membangkitkan iman).Adapun istilah-istilah kunci yang menggambarkan peran dan prilaku yang dilakukan oleh pemimpin spiritual yaitu; pemimpin sebagai penggembala (murrabi), penjernih dan pengilham, pemakmur, entrepreneur, dan pemberdaya.

DAFTAR PUSTAKA

Andayani. (2008). Materi Pokok Pemantapan Kemampuan Profesional 1-12. Jakarta: Universitas Terbuka.

Anizah, & Fitri Maretta, W. (2017). Kepemimpinan Efektif Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Profesionalisme Guru. JMKSP; Jurnal Manajemen, Kepemimpinan, dan Supervisi Pendidikan, 2, 9.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Hendricks Gay, & Ludeman, K. (1996). The Corporate Mystic: A Guide Book for Visionarities with Their Feet on the Ground terjemahan oleh Tobroni. New York: Bantam Books.

Hosein Nasr, S. (2002). Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam. Bandung: Mizan. Johnson, D. P. (1994). Sociological Theory Classical Founders and

Contemporary Perspectives, terjemahan oleh Robert M.Z. Lawang. Jakarta: Gramedia.

Kartono, K. (1994). Psikologi untuk Manajemen, Perusahaan dan Industri. Jakarta: Grafindo Persada.

Kuntowijoyo. (1991). Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi. Bandung: Mizan.

Mulyasa, E. (2005). Menjadi Kepala Sekolah Profesional dalam Konteks Mensukseskan MBS dan KBK. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rusdiana, A. (2016). Pengembangan Organisasi Lembaga Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Syarwani, A. (2016). Ketahanmalangan Kepemimpinan Kepala Sekolah; Salah Satu Faktor Penentu Keberhasilan Kepala Sekolah. Yogyakarta: Deepublish.

(16)

Wirawan. (2013). KEPEMIMPINAN Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi, Aplikasi dan Penelitian Contoh Aplikasi untuk Kepemimpinan Wanita, Organisasi Bisnis, Pendidikan, dan Militer. Jakarta: Rajawali Pers.

Yukl, G. A. (1981). Leadership In Organizations. Prentice. Hall-Inc: Englewood Cliffs N.J 07632.

Gambar

Gambar 1. Dasar Kepemimpinan Pendidikan
Gambar 2. Tabel Standar Kompetensi Kepala Sekolah dan Dua Model GayaKepemimpinan Spiritual(Sumber: Dianalisis oleh Penulis)

Referensi

Dokumen terkait

Pada saat orang sudah memiliki pandangan tentang sesuatu yang baik berarti yang bersangkutan sudah mulai menentukan tujuan dalam kualitas pendidikan (sekolah merupakan

Sesuai dengan temuan penelitian, maka hal-hal yang menjadi perekat organisasi di lembaga pendidikan ini perlu untuk terus dilestarikan dalam rangka untuk meningkatkan

DI SMK NEGERI 5 YOGYAKARTA MISALNYA / MENDAPATKAN 89 SISWA DARI WARGA BER- KMS / DARI 101 SISWA YANG MENDAFTAR // KESULITAN MUNCUL BAGI PIHAK SEKOLAH UNTUK MENGANGKAT

1 Lembaga pendidikan adalah merupakan salah satu dari sekian banyak organisasi, yang dalam kegiatan sehari-hari tidak lepas dari fungsi dan peran seorang pemimpin untuk

Sudah banyak kejadian serangan keamanan sistem informasi baik itu dari dalam organisasi kita sendiri ataupun dari luar organisasi, terjadi karena perubahan teknologi yang begitu pesat

Berbicara tentang modernisasi pendidikan pesantren, maka harus kita ketahui kenapa pendidikan pesantren memerlukan modernisasi, sebagai sebuah lembaga yang mempunyai sejarah panjang

Jika kita mau cermati, berdasarkan yang penulis alami dan lihat, saat ini sudah banyak bahkan begitu banyak lembaga pendidikan yang membantu para pelajar dalam

Banyak pemimpin yang berhasil bukan karena dia menguasai ilmu pengetahuan, yang banyak kita jumpai pada organisasi-organisasi yang tradisional tetapi bisa juga berhasil karena dia