• Tidak ada hasil yang ditemukan

s pek 0707701 chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "s pek 0707701 chapter1"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang terkenal dengan keanekaragaman kesenian

dan budaya. Salah satu yang populer diantaranya, berasal dari bidang fashion

adalah batik. Daerah penghasil batik banyak terdapat di pulau Jawa dan tersebar di

daerah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada awalnya batik hanya

dikenal oleh kalangan keraton yang digunakan untuk upacara keagamaan maupun

acara-acara kerajaan, sehingga pada waktu itu batik hanya digunakan oleh para

raja, bangsawan dan abdi kerajaan. Namun begitu kini batik telah berkembang

menjadi ikon pakaian nasional Indonesia.

Batik mulai digunakan oleh masyarakat umum pada awal abad ke-19 dan

jenis batik yang dikenal berupa batik tulis, kemudian berkembang menjadi batik

cap dan printing bermotif batik. Selain masyarakat lokal, turis mancanegara juga

sudah menggunakan batik. Hal itu dikarenakan keindahan dari berbagai motif

serta mutu warna alami yang menarik.

Salah satu daerah penghasil batik terbesar yang ada di Jawa Barat terdapat

di daerah Cirebon. Sentra pembuatan batik Cirebon berada di Desa Trusmi Wetan

dan Trusmi Kulon, Kecamatan Plered. Batik Cirebon disebut juga batik Trusmi

(2)

batik. Produk batik Cirebon antara lain adalah batik pesisiran, batik mega

mendung, batik sawat penganten, batik urang jejer, dan lain-lain.

Bagi sebagian besar masyarakat disana, industri batik Trusmi adalah salah

satu mata pencaharian utama. Industri kerajinan batik Trusmi tergolong kedalam

industri padat karya, karena membutuhkan cukup banyak tenaga kerja manusia

dengan beberapa keahlian khusus, telah memberikan kontribusi bagi Kabupaten

Cirebon dengan membuka lapangan pekerjaan dan kesempatan kerja bagi

penduduk angkatan kerja dari dalam desa tempat industri itu berada, maupun

angkatan kerja dari luar daerah.

Tabel 1.1

Data Jumlah Tenaga Kerja Di Industri Batik Trusmi

Tahun Jumlah Tenaga Kerja (Orang) Prosentase Pertumbuhan (%)

2007 1.210 -

2008 1.197 -0,010 %

2009 1.189 -0,006 %

2010 998 -0,160 %

2011 1.102 0,104 %

Sumber : Desperindag Kabupaten Cirebon, 2012

Berdasarkan tabel 1.1 di atas, dapat dilihat bahwa dengan adanya industri

batik Trusmi cukup membantu penyerapan tenaga kerja, walaupun dari data relatif

ada penurunan sebanyak -0,010%, -0,006%, dan -0,160% yang terjadi seperti pada

tahun 2008, 2009 dan 2010. Namun begitu, pada tahun 2011 adanya peningkatan

sebesar 0,104% atau sejumlah 1.102 orang dari tahun 2010 yang hanya sebesar

998 orang, membuktikan bahwasanya industri batik Trusmi masih berperan baik

(3)

Usaha yang bermula dari skala rumahan lama-kelamaan menjadi industri

kerajinan yang berorientasi bisnis. Produk batik Trusmi kini bukan sekedar

memenuhi kebutuhan lokal, tetapi sebagian pengrajin mengekspor ke Jepang,

Amerika, Australia dan Belanda. Karenanya, industri batik Trusmi merupakan

salah satu sektor penyumbang pendapatan bagi Kabupaten Cirebon sekaligus

penghasil devisa bagi Indonesia.

Selain berguna bagi aspek perekonomian, batik Trusmi juga penting

sebagai salah satu aset kekayaan budaya daerah khususnya bagi Kabupaten

Cirebon dan bangsa Indonesia pada umumnya. Oleh karena itu harus dijaga

kelestariannya agar tidak sampai menghilang seiring berjalannya waktu.

Daerah produksi batik Cirebon terdapat di lima wilayah desa yang

berbeda, diantaranya desa Gamel, Kaliwulu, Wotgali, Kalitengnah dan

Panembahan. Pertumbuhan batik Trusmi semakin bergerak cepat mulai dari tahun

2000-an, hal ini bisa dilihat dari banyaknya bermunculan showroom-showroom

batik yang berada di sekitar jalan utama Desa Trusmi dan Panembahan.

Namun begitu tidak selamanya pertumbuhan batik Trusmi dapat

berlangsung baik. Batik Trusmi yang semula sedang berkembang, menjadi

terganggu kelangsungan usahanya, pada saat krisis perekonomian dan arus

globalisasi, serta beredarnya batik ilegal ke pasar Indonesia pada tahun 2008.

Produk selundupan yang sebagian besar berasal dari China itu diperkirakan

mencapai 290 miliar rupiah. Kedatangan batik asing ini langsung mengambil alih

pangsa pasar batik yang selama ini menjadi tumpuan penghasilan pengusaha

(4)

Industri Kecil dan Menengah Departemen Perindustrian Fauzi Aziz

(www.indonesia.go.id, 11 November 2011).

Kemunduran industri batik juga semakin menjadi dengan adanya

perjanjian ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA), sejak 1 Januari 2010.

Sebagaimana isi penggalan artikel Pikiran Rakyat (www.pikiranrakyat.com)

tertanggal 29 Oktober 2009 berikut ini :

… Dan pada awal tahun 2010 adalah saat diberlakukan CAFTA (China-ASEAN Free Trade Agreement) di Indonesia dan negara peserta CAFTA lainnya. Diberitakan melalui berbagai media informasi, akhir-akhir ini produk China mendominasi pasar Indonesia, bahkan ke pelosok daerah. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan terutama bagi usaha kecil dan menengah yang sedang berkembang akan kalah bersaing denga produk-produk China sehingga ditakutkan akan mengalami kebangkrutan.

Melalui artikel di atas, dapat dikatakan bahwa ACFTA telah membuat

produsen lokal, tak terkecuali pengusaha batik Trusmi, mulai terganggu,

sebagaimana pendapat Buchori dan H. Abed, pengusaha batik Trusmi di

Kabupaten Cirebon yang terlihat dalam artikel Pengusaha Cemas Terhadap

Membanjirnya Batik China pada http://nasional .kompas.com tertanggal 1

Oktober 2008 berikut ini :

“Masuknya batik impor dari China dipastikaan akan menjadi gejolak bagi pengusaha dan pengrajin setelah Lebaran 2008 usai. Kedatangan batik China tersebut akan mempengaruhi usaha kerajinan batik asal Cirebon karena mereka mempunyai keunggulan dalam bidang modal, teknologi, dan menguasai bahan baku batik sehingga dipastikan akan mengancam kelangsungan usaha batik lokal”.

Selain itu terganggu usaha batik lokal juga terlihat dari omset mereka yang

menurun akibat pasar lokal semakin dipenuhi oleh produk-produk asing, terutama

(5)

Maret 2010. Penurunan omset/pendapatan pengusaha tersebut dapat dilihat dari

data penjualan produk batik Trusmi dibawah yang pertumbuhannya relatif

semakin menurun.

Tabel 1.2

Data Penjualan Batik Trusmi Di Cirebon

Tahun Data Penjualan(RP) Prosentase Pertumbuhan

2007 447.178.200 -

2008 307.738.000 -0,31%

2009 228.360.600 -0,26%

2010 208.280.200 -0,09%

2011 198.260.800 -0,04%

Sumber : Desperindag Kabupaten Cirebon, 2011

Berdasarkan tabel 1.2 diatas, tampak bahwa volume dan nilai penjualan

batik Trusmi mengalami kondisi yang tidak tetap, bahkan cenderung menurun.

Pada tahun 2007, volume batik mencapai 447.178.200 dan mengalami penurunan

-0,31% pada tahun 2008 menjadi 307.738.000. Voume batik pada tahun 2009 pun

mengalami penurunan lagi -0,26% atau sebesar 228.360.600. Pertumbuhan batik

pun semakin menurun pada tahun 2010 dan 2011 hingga sebesar 0,09% dan

-0,04% atau sebesar 208.280.200 dan 198.260.800. Menurut sumber dari

Disperindag Kabupaten Cirebon, kondisi pertumbuhan penjualan yang buruk ini

dipengaruhi oleh adanya krisis ekonomi, kenaikan harga bahan bakar, kenaikan

tarif dasar listrik, dan masuknya produk-produk batik asing, seperti dari China.

(6)

dianggap lebih menampilkan model-model terkini, warna yang bervariatif dan

harga yang relatif lebih terjangkau dari batik lokal.

Meskipun demikian, keberadaan industri batik Cirebon tetap harus

dipertahankan mengingat batik merupakan ciri khas produk Indonesia.

Perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri batik harus tetap didorong

sehingga memiliki keunggulan bersaing yang kuat.

Ada beberapa faktor yang diduga memberikan pengaruh terhadap

keunggulan bersaing para pengusaha/produsen batik agar produknya tidak kalah

saing dibandingkan batik asing lainnya, sebagaimana disampaikan oleh Ketua

Laboratorium Studi Kebijakan Ekonomi yang juga Guru Besar Fakultas Ekonomi

Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, FXSugiyanto (www.kompas.co.id)

Saya pikir produsen lokal ( batik Trusmi) akan melakukan penyesuaian-penyesuaian menghadapi serbuan produk China ini, misalnya perbaikan mutu dan kualitas produk, penginovasian produk, serta standardisasi produk. Sejumlah produsen lokal, tampaknya melakukan pembelajaran atas implikasi membanjirnya produk China selama satu tahun pertama. Kemudian melakukan penyesuaian-penyesuaian agar mampu merebut pasar.

Dari pernyataan FXSugiyanto tersebut, penulis pun menduga bahwasanya

beberapa faktor yang mungkin dapat meningkatkan keunggulan bersaing bagi

pengusaha/produsen batik Trusmi diantaranya adalah inovasi produk dan kualitas

produk.

Inovasi produk batik dilakukan untuk menarik perhatian dan minat para

konsumen, sekaligus membuktikan bahwa batik Indonesia, khususnya batik

(7)

jaman. Adanya inovasi produk juga bermanfaat untuk memenuhi keinginan para

konsumen atau pelanggan masa kini yang selalu menginginkan produk-produk

inovatif.

Selain inovasi produk, faktor lain yang diduga dapat berpengaruh pada

keunggulan bersaing yaitu kualitas produk. Kualitas akan menentukan eksistensi

produk dan pembeda yang paling efektif dengan produk lain sejenis. Semakin

baik kualitas produk, kepuasan dan loyalitas konsumen atau pelanggan pun dapat

terus dipertahankan.

Berdasarkan paparan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka

penulis akan mencoba melakukan penelitian yang berjudul “PENGARUH

INOVASI PRODUK DAN KUALITAS PRODUK TERHADAP

KEUNGGULAN BERSAING PENGUSAHA BATIK TRUSMI DI KABUPATEN CIREBON.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di dalam latar belakang,

maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1) Bagaimana gambaran keunggulan bersaing, inovasi produk dan

kualitas produk pengusaha batik Trusmi di Kabupaten Cirebon ?

2) Bagaimana pengaruh inovasi produk terhadap keunggulan bersaing

(8)

3) Bagaimana pengaruh kualitas produk terhadap keunggulan bersaing

pengusaha batik Trusmi di Kabupaten Cirebon ?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan penulis untuk mengetahui dan mempelajari:

1) Mengetahui bagaimana gambaran keuunggulan bersaing, inovasi

produk dan kualitas produk pengusaha batik Trusmi di Kabupaten

Cirebon.

2) Mengetahui bagaimana pengaruh inovasi produk terhadap keunggulan

bersaing pengusaha batik Trusmi di Kabupaten Cirebon.

3) Mengetahui bagaimana pengaruh kualitas produk terhadap keunggulan

bersaing pengusaha batik Trusmi di Kabupaten Cirebon.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan didapat dari penelitian yang akan dilakukan

(9)

1) Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah

ilmu pengetahuan dan memberikan sumbangan pemikiran bagi

perkembangan ilmu ekonomi mikro terkait dengan keunggulan bersaing

pengusaha.

2) Secara Praktis, penelitian ini diharapkan :

a. Dapat memberikan informasi tambahan dan gambaran tentang

inovasi produk dan kualitas produk serta pengaruhnya terhadap

keunggulan bersaing pengusaha batik di Desa Trusmi Kabupaten

Cirebon.

b. Bagi pelaku usaha dapat dimanfaatkan sebagai acuan atau bahan

untuk kemajuan, keberhasilan usahanya dan meningkatkan

keunggulan bersaingnya.

c. Dapat memberikan informasi, sumber pengetahuan, dan bahan

kepustakaan atau bahan penelitian bagi penelitian-penelitian

Gambar

Tabel 1.1 Data Jumlah Tenaga Kerja Di Industri Batik Trusmi
Tabel 1.2 Data Penjualan Batik Trusmi Di Cirebon

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimana pengaruh harga jual dan modal kerja terhadap pendapatan

Tabel 4.1 Distribusi Responden Pengusaha Showroom Batik Trusmi di Kabupaten Cirebon Berdasarkan Jenis Kelamin ………

Untuk mengetahui apakah penggunaan faktor produksi modal, tenaga kerja, bibit dan pakan pada produksi ikan mas kolam jaring apung di Waduk Cirata Kabupaten Cianjur

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan mengenai penggunaan model yang akan mempengaruhi kemampuan analisis siswa, juga

“ Kearifan Lokal Pada Jenis dan Motif Batik Trusmi Berdasarkan Nilai-nilai Filosofis Masyarakat Cirebon ”. Generasi muda dan tua di Cirebon peduli

Analisis Pengaruh Orientasi Pasar Dan Inovasi Produk Terhadap Keunggulan Bersaing Untuk Meningkatkan Kinerja Pemasaran (Studi Pada Industry Batik Di Kota Dan Kabupaten

Tabel 4.12 Modal Kerja pada Industri Kerajinan Rotan di Kabupaten Cirebon

Adapun judul dari penelitian ini adalah Pengaruh Modal Dan Diversifikasi Produk Terhadap Laba Pengusaha Industri Mebel (Survey Pada Pengusaha. Mebel Kursi di