• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bulletin Warta NTT Hal.7

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bulletin Warta NTT Hal.7"

Copied!
1
0
0

Teks penuh

(1)

TRIWULAN I/TAHUN 2014

7

Utama

berikutnya, Demikianlah kurang lebihnya gambaran singkat makna perayaan “Rebah” ini dikisahkan oleh beberapa peserta yang sempat hadir ketika itu.

Dalam perayaan “Reba” kali ini yang diselenggarakan oleh keluarga besar Warga Ngada di Jakarta sempat di hadiri oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Drs. Frans Lebu Raya

bersama rombongan pemerintah provinsi antara lain Kepala Dinas Kehutanan, Kepal Dinas Pertanian, kepala Biro humas setda Provinsi NTT beserta staf. Perayaan budaya “Reba” (syukuran tahun baru Suku Ngada) yang bertempat di Anjungan NTT, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta itu dinilai sebagai sebuah fenomena keagamaan dan merupakan sebuah ritus agama asli yang dirayakan setiap tahun oleh Suku Ngada. Secara tekstual, “Reba” setidaknya memiliki 5 arti yaitu: kaju (kayu) reba, adat reba, larangan, sikap tidak konsisten dan situasi sulit yang tak terduga. Ritus “Reba” tidak dilaksanakan secara serempak karena adat ini tergantung petunjuk pemegang adat istiadat (mori kepo vesu) dan disesuaikan dengan kalender adat yang disebut paki sobhi (tahun sisir). Biasanya oleh Suku Ngada, rentang waktu pelaksanaannya dimulai pada akhir Bulan Desember hingga akhir Bulan Pebruari. Secara singkat, makna perayaan ini adalah bentuk dari ujud syukur atas penyelengaraan Tuhan (dewa zeta nitu zale) pada tahun silam dan mohon penyertaan-Nya lagi pada tahun yang akan datang.

Dalam sambutannya, Gubernur NTT menyampaikan turut

berbahagia atas pelaksanaan ritual adat “Reba” yang menghadirkan hampir seluruh masyarakat NTT, khususnya warga asal Ngada di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang maupun Bekasi (jabodetabek). Dalam perayaan syukur yang dimeriahkan oleh Koor Gabungan Ngada sejabodetabek itu, Frans Lebu Raya berharap agar pelaksanaan acara ini dapat terus diselenggarakan untuk memperkenalkan budaya NTT kepada dunia. Tidak saja ritual dari bajawa, hendaknya juga diikuti dengan perayaan budaya dari daerah-daerah lainnya di NTT. “Mari kita kenalkan potensi budaya NTT yang beragam dalam setiap even nasional maupun

internasional, agar orang dapat lebih mengenal kita. Kita memiliki begitu banyak potensi wisata yang juga hampir dilupakan oleh masyarakat NTT sendiri” demikian pesan Gubernur NTT. Lebih lanjut Gubernur berpesan agar tetap menjaga kebersamaan dan terus berbuat untuk NTT.

Seremonial ritual adat ini sekaligus dirangkai dengan perayaan misa syukur inkulturasi yang dipimpin langsung oleh Uskup Agung Ende sebagai celebran Utama Mgr. Vincentius Sensi Potokota,Pr. Dalam Kotbahnya, Uskup Agung Ende mengingatkan kembali akan pentingnya hidup bersama dalam kedamaian, bersatu dalam kegotong-royongan, tekun bekerja tanpa mengenal lelah serta terhindar dari rasa iri, dengki dan egois. “Reba merupakan momentum pengucapan syukur, memantapkan persaudaraan dan perdamaian sejati dalam kehidupan keluarga, menggereja dan bermasyarakat. Inilah pesan nilai yang mesti kita aplikasikan dalam konteks hidup abad ini, sehingga semua persoalan dapat kita atasi, semua tujuan dapat kita capai.” Demikian kata Uskup agung Ende.

Referensi

Dokumen terkait

Lens Haning (sapaan Bupati terpilih) mengatakan “saya memegang teguh prinsip kepemimpinan yang berakar budaya.” Untuk itu, sebelum perayaan kenegaraan (pelantikan), akan

Rakernas Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) yang diselenggarakan di Batam Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) ditindak lanjuti secara operasional dalam

bertempat di Anjungan Taman Mini Indonesia diselenggarakan perayaan Tahun Baru ala orang bajawa atau yang lebih akrab dikenal dengan sebutan “Reba”..

Pada sela-sela acara tersebut Gubernur Frans Lebu Raya juga menyerahkan penghargaan kepada Pengelola Lingkungan Hidup Tingkat Provinsi NTT dan Tingkat Kabupaten Sumba