• Tidak ada hasil yang ditemukan

s pgsd kelas 1105371 chapter4

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "s pgsd kelas 1105371 chapter4"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Pada bagian ini akan dibahas hasil penelitian dengan analisis data yang diperoleh, perbedaan keterampilan proses sains siswa sekolah dasar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, peningkatan keterampilan proses sains pada kedua kelas, pembahasan mengenai gambaran pembelajaran pada kedua kelas, dan pemaparan mengenai temuan-temuan pada penelitian yang dilakukan. Berikut ini penjelasan mengenai hal-hal di atas.

1. Gambaran Pembelajaran Konvensional

Gambaran pembelajaran konvensional merupakan tahapan yang digunakan untuk meringkas data yang telah dikumpulkan secara akurat. Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini terbagi ke dalam dua kelas, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil observasi siswa dan guru. Adapun data kuantitatif diperoleh dari tes keterampilan proses sains baik itu pretes maupun postes. Berikut ini dijelaskan pengolahan dan analisis data kuantitafif dan kualitatif.

a. Data Kuantitatif

Untuk melihat penerapan pembelajaran konvensional terhadap keterampilan proses sains siswa sekolah dasar pada sifat-sifat cahaya diperlukan adanya analisis dan interpretasi data. Data yang dimaksud diantaranya adalah data mengenai kemampuan awal siswa yang didapat dari hasil pretes dan data mengenai kemampuan akhir keterampilan proses sains yang didapat dari hasil postes. Pembahasan ini juga sekaligus membahas bunyi hipotesis 1 yaitu pembelajaran konvesional meningkatkan kemampuan keterampilan proses sains siswa secara signifikan pada mata pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya.

1) Analisis Data Hasil Pretes dan Postes

Data hasil pretes dan postes pada kelas kontrol diperlukan untuk melihat sejauh mana kemampuan awal dan akhir keterampilan proses sains siswa sebelum dan sesudah diberikan pembelajaran. Analisis data mengenai kemampuan awal ini diperoleh melalui pretes. Soal yang digunakan pada pretes adalah soal yang sudah diujicobakan terlebih dahulu. Data yang dianalisis dari hasil pretes dan postes ini

(2)

di antaranya adalah normalitas kelas kontrol, jika normal dilanjutkan kepada uji homogenitas varians, dan yang terakhir dilakukan uji perbedaan rata-rata dari kedua tes.

Hasil pretes kelas kontrol dan pada Tabel 4.1 Tabel 4.1

Data Hasil Pretes dan Postes Kelas Kontrol

No Identitas Siswa Nilai Pretes Nilai Postes

1 Siswa 1 20 30

2 Siswa 2 30 43

3 Siswa 3 3 7

4 Siswa 4 10 23

5 Siswa 5 20 47

6 Siswa 6 27 40

7 Siswa 7 17 33

8 Siswa 8 0 10

9 Siswa 9 33 40

10 Siswa 10 13 40

11 Siswa 11 37 67

12 Siswa 12 40 50

13 Siswa 13 20 63

14 Siswa 14 13 57

15 Siswa 15 7 23

16 Siswa 16 23 37

17 Siswa 17 20 43

18 Siswa 18 17 37

19 Siswa 19 33 73

20 Siswa 20 27 33

21 Siswa 21 13 27

22 Siswa 22 20 43

23 Siswa 23 23 37

24 Siswa 24 33 60

25 Siswa 25 37 63

26 Siswa 26 30 63

27 Siswa 27 23 33

28 Siswa 28 3 20

29 Siswa 29 53 73

30 Siswa 30 47 53

Jumlah 692 1268

(3)

Setelah dilaksanakan pretes dan postes, diperoleh hasil kemampuan awal dan akhir keterampilan proses sains siswa sekolah dasar pada materi sifat-sifat cahaya. Kemampuan awal dan akhir siswa pada kelas kontrol dapat dilihat dari nilai tertinggi, nilai terendah dan rata-rata nilai pada masing-masing kelas yang terlihat pada Tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.2

Statistik Deskriptif Nilai Pretes dan Postes Kelas Kontrol Tes Nilai

Berdasarkan Tabel 4,2, diperoleh rata-rata nilai pretes 23,06 dengan nilai terendah 0 dan rata-rata nilai postes diperoleh rata-rata 42,26 dengan nilai terendah 7. Dari deskripsi data tersebut terlihat bahwa rata-rata nilai pretes dan postes kelas kontrol terdapat perbedaan. Selisih dari nilai rata-rata kedua tes adalah 19,2. Namun, untuk mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan kemampuan awal dan akhir, dilakukan analisis uji normalitas, uji homogenitas dan uji perbedaan rata-rata dua sampel.

a) Uji Normalitas Data

Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui normalitas data hasil pretes dan postes kelas kontrol. Analisis data ini dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov pada taraf signifikansi α = 0,05. Penghitungan uji

normalitas data ini menggunakan bantuan software SPSS v.16 for Windows. Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut ini.

H0 = data berasal dari sampel yang berdistribusi normal H1 = data berasal dari sampel yang berdistribusi tidak normal

Hasil uji normalitas data tes kelas kontrol dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.3

Hasil Uji Normalitas Data Pretes dan Postes Kelas Kontrol

(4)

Berdasarkan Tabel 4.3, diketahui bahwa hasil uji normalitas data pretes dan postes kelas kontrol memiliki P-value (Sig.) senilai 0,200 untuk uji normalitas

Kolmogorov-Smirnov. Dengan demikian, untuk uji normalitas Kolmogorov-Smirnov data pretes dan postes lebih besar nilainya dari α = 0,05, sehingga H0 yang menyatakan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal diterima. Artinya, data postes dan pretes untuk kelas kontrol berdistribusi normal. Karena kedua tes berdistribusi normal, maka dapat diketahui bahwa kedua tes homogen, sehingga perlu dilakukan uji homogenitas.

b) Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas antara pretes dan postes di kelas kontrol dilakukan untuk mengetahui apakah varians kedua kelas tes sama atau berbeda. Penghitungan uji homogenitas data ini menggunakan bantuan software SPSS v.16 for Windows. Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut ini.

H0 = tidak terdapat perbedaan variansi tes antara kedua kelas sampel H1 = terdapat perbedaan variansi antara tes kedua kelas sampel

Hasil uji homogenitas data tes kelas kontrol dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.4

Hasil Uji Homogenitas Data Pretes dan Postes Kelas Kontrol

Test of Homogeneity of Variances

Kelas_Kontrol

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.500 1 58 .119

Berdasarkan Tabel 4.4, diketahui bahwa hasil uji homogenitas memiliki memiliki P-value (Sig.) senilai 0,119 lebih besar nilainya dari α = 0,05, kondisi demikian menunjukan H0 diterima. Dengan demikian, tidak terdapat perbedaan variansi tes antara kedua kelas sampel.

c) Uji Perbedaan Rata-rata

(5)

H0 = pembelajaran konvensional tidak dapat meningkatkan kemampuan keterampilan proses sains siswa secara signifikan pada mata pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya.

H1 = pembelajaran konvensional meningkatkan kemampuan keterampilan proses sains siswa secara signifikan pada mata pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya.

Hasil uji perbedaan rata-rata data tes kelas kontrol dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.5

Hasil Uji Beda Rata-rata Data Pretes dan Postes Kelas Kontrol

Paired Samples Test

t df Sig. (2-tailed)

Pair 1 kelas_kontrol - tes 13.224 59 .000

Dari Tabel 4.5, didapatkan nilai P-value (Sig.2-tailed) senilai 0,000. Karena dibutuhkan P-value (Sig.1-tailed) maka P-value (Sig.2-tailed) dibagi dua.

P-value (Sig.2-tailed) 0,000/2 = 0,000 lebih kecil nilainya dari 0,05. Kondisi demikian menunjukkan bahwa H0 ditolak. Dengan demikian, pembelajaran konvensional meningkatkan kemampuan keterampilan proses sains siswa secara signifikan pada mata pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya.

b. Data Kualitatif

1) Analisis Hasil Observasi Kinerja Guru

Pada kegiatan ini, format observasi terdiri dari tiga aspek utama yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Ketiga aspek tersebut terdiri dari beberapa bagian yang harus dinilai oleh observer. Observer dalam penelitian ini adalah guru kelas V.

(6)

Tabel 4.6

Persentase Observasi Guru di Kelas Kontrol

Pertemuan

Rata-rata

Interpretasi

1 2 3

93,1% 93,5% 96% 94,2% Sangat Baik

Kinerja guru di Kelas kontrol pada pertemuan ke-1 mencapai 93,1%. Selama melaksanakan pembelajaran, kekurangan dari kinerja guru pada pertemuan ke-1, yaitu terletak pada aspek apersepsi dan penggunaan media. Dalam melakukan apersepsi guru tidak memberikan arahan pembelajaran yang jelas kepada siswa, sehingga siswa merasa kurang memahami pembelajaran yang akan disampaikan. Dalam penggunaan media siswa tidak dilibatkan dalam penyiapannya, pengerjaannya semuannya dilakukan oleh guru.

Kinerja guru pertemuan ke-2 mencapai 93,5%. Kekurangan dari kinerja guru pada pertemuan ke-2, yaitu terletak pada aspek keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Guru kurang mampu menarik perhatian siswa secara keseluruhan, sehingga beberapa kali kelas menjadi gaduh. Kekurangan lainnya yaitu terletak pada kemampuan guru dalam menyimpulkan pembelajaran. Guru kurang melibatkan siswa dalam menyimpulkan pembelajaran yang telah dilakukan.

Pada pertemuan ke-3 mencapai 96%, kekurangan dari kinerja guru pada pertemuan ke-3, yaitu terletak pada aspek kemampuan guru dalam melakukan evaluasi pembelajaran. Guru tidak menyampaikan aturan pengerjaan soal secara jelas dan terperinci. Selanjutnya, kekurangan guru pada pertemuan terakhir ini terletak pada kemampuan menutup pembelajaran. Guru tidak melakukan refleksi secara langsung kepada siswa, padahal melakukan refleksi penting dilakukan agar guru dapat mengetahui bagian mana yang masih dianggap sulit oleh siswa dan perlu diberi penguatan kembali, meskipun pada pertemuan terakhir.

2) Analisis Aktivitas Siswa

(7)

Tabel 4.7

Persentase Observasi Aktivitas Siswa di Kelas Kontrol

Pertemuan

Rata-rata

Interpretasi

1 2 3

50,2% 63,3% 70% 61,1% Baik

Berdasarkan Tabel 4.7, aktivitas siswa di kelas kontrol pada pertemuan ke-1 sampai ke-3 semakin meningkat. Pada pertemuan ke-ke-1 siswa masih dalam tahap pengenalan, akibatnya saat melakukan percobaan dan diskusi kelas siswa masih bekerja sendiri bahkan ada yang bercanda dan mengganggu temannya. Pertemuan ke-2 sebagian siswa masih belum terbiasa dalam bertanya dan masih terlihat malu-malu ketika di beri pertanyaan oleh guru. Pertemuan ke-3, siswa mulai terbiasa berdiskusi dan bekerja sama dengan kelasnya. Hal ini terlihat pada saat pembelajaran yang berlangsung suasana kelas cukup hidup dan penuh semangat. Berdasarkan hasil observasi siswa di kelas kontrol, terjadi peningkatan aktivitas siswa selama pembelajaran. Hal ini berdampak pada peningkatan kemampuan keterampilan proses sains siswa.

c. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data kuantitatif dan kualitatif di kelas kontrol dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan keterampilan proses sains siswa secara signifikan pada mata pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya. Peningkatan keterampilan proses sains siswa dapat dilihat dari aktivitas siswa selama pembelajaran. Dengan demikian, aktivitas siswa selama pembelajaran merupakan salahsatu faktor yang mendukung peningkatan keterampilan proses sains. Kinerja guru dalam menyampaikan pembelajaran juga sangat berpengaruh besar dalam menentukan keberhasilan siswanya dalam belajar.

2. Gambaran Pembelajaran Kontekstual

(8)

yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Empat pilihan ini digunakan untuk menghindari pilihan ragu-ragu siswa terhadap pertanyaan yang diberikan dan menghindari pertanyaan yang membuat ragu-ragu kepada siswa dalam menjawab. Siswa harus membubuhkan tanda contreng () pada salahsatu kolom isian. Wawancara dilakukan di kelas eksperimen, karena wawancara ini bertujuan untuk menggali lebih jauh lagi mengenai respon siswa terhadap pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual. Adapun data kuantitatif diperoleh dari tes keterampilan proses sains baik itu pretes maupun postes. Berikut ini dijelaskan pengolahan dan analisis data kuantitafif dan kualitatif.

a. Data Kuantitatif

Untuk melihat penerapan pembelajaran kontekstual terhadap keterampilan proses sains siswa sekolah dasar pada sifat-sifat cahaya diperlukan adanya analisis dan interpretasi data. Data yang dimaksud di antaranya adalah data mengenai kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen yang didapat dari hasil pretes dan data mengenai kemampuan akhir keterampilan proses sains pada kelas eksperimen yang didapat dari hasil postes. Pembahasan ini juga sekaligus membahas bunyi hipotesis 2 yaitu pembelajaran kontekstual meningkatkan kemampuan keterampilan proses sains siswa secara signifikan pada mata pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya.

1) Analisis Data Hasil Pretes dan Postes

(9)

Hasil pretes kelas eksperimen dan pada Tabel 4.8 Tabel 4.8

Data Hasil Pretes dan Postes Kelas Eksperimen No Nama Siswa Nilai Pretes Nilai Postes

1 siswa 1 17 50

2 siswa 2 40 47

3 siswa 3 20 67

4 siswa 4 40 50

5 siswa 5 20 57

6 siswa 6 23 40

7 siswa 7 10 43

8 siswa 8 13 40

9 siswa 9 13 30

10 siswa 10 37 43

11 siswa 11 13 50

12 siswa 12 63 77

13 siswa 13 7 33

14 siswa 14 7 30

15 siswa 15 33 57

16 siswa 16 20 40

17 siswa 17 20 20

18 siswa 18 23 37

19 siswa 19 10 40

20 siswa 20 0 37

21 siswa 21 40 60

22 siswa 22 30 63

23 siswa 23 23 67

24 siswa 24 13 23

25 siswa 25 30 47

26 siswa 26 27 57

27 siswa 27 47 73

28 siswa 28 27 70

29 siswa 29 30 43

30 siswa 30 27 40

Jumlah 723 1431

Rata-rata 24,10 47,70

(10)

tertinggi, nilai terendah, dan rata-rata nilai pada masing-masing kelas adalah sebagai berikut.

Tabel 4.9

Statistik Deskriptif Nilai Pretes dan Postes Kelas Eksperimen Tes Nilai

Ideal

Nilai Tertinggi

Nilai Terendah

Rata-rata

Pretes 100 63 0 24,10

Postes 100 77 20 47,70

Berdasarkan Tabel 4.9, diperoleh rata-rata nilai pretes 24,10 dengan nilai terendah 0 dan rata-rata nilai postes diperoleh rata-rata 47,70 dengan nilai terendah 20. Dari deskripsi data tersebut terlihat bahwa rata-rata nilai pretes dan postes kelas eksperimen terdapat perbedaan. Selisih dari nilai rata-rata kedua tes adalah 23,6. Namun, untuk mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan kemampuan awal dan akhir, dilakukan analisis uji normalitas, uji homogenitas dan uji perbedaan rata-rata dua sampel. Perhitungan data ini menggunakan bantuan software SPSS v.16 for Windows.

a) Uji Normalitas Data

Uji normalitas data tes dilakukan untuk mengetahui normalitas data hasil pretes dan postes pada kelas eksperimen. Analisis data ini dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov pada taraf signifikansi α = 0,05.

Penghitungan uji normalitas data ini menggunakan bantuan software SPSS v.16 for Windows. Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut ini.

H0 = data berasal dari sampel yang berdistribusi normal H1 = data berasal dari sampel yang berdistribusi tidak normal

Hasil uji normalitas data tes kelas eksperimen dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.10

Hasil Uji Normalitas Data Pretes dan Postes Kelas Eksperimen

Tests of Normality

tes

Kolmogorov-Smirnova

Statistic df Sig.

kelas_eksperimen postes .154 30 .068

(11)

Berdasarkan Tabel 4.10, diketahui bahwa hasil uji normalitas data postes memiliki P-value (Sig.) senilai 0,068 Dengan demikian, uji normalitas

Kolmogorov-Smirnov data postes lebih besar nilainya dari α = 0,05, sehingga yang menyatakan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal diterima. Artinya, data postes untuk kelas eksperimen berdistribusi normal.

Sedangkan, untuk data pretes memiliki P-value (Sig.) senilai 0,200. Dengan demikian, uji normalitas Kolmogorov-Smirnov data pretes nilainya lebih besar dari α = 0,05, sehingga yang menyatakan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal diterima. Artinya, data pretes untuk kelas eksperimen berdistribusi normal. Karena kedua data tes berdistribusi normal, maka dapat diketahui bahwa kedua tes homogen, sehingga perlu dilakukan uji homogenitas.

b. Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas antara pretes dan postes di kelas eksperimen dilakukan untuk mengetahui apakah varians kedua kelas tes sama atau berbeda. Penghitungan uji homogenitas data ini menggunakan bantuan software SPSS v.16 for Windows. Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut ini.

H0 = tidak terdapat perbedaan variansi tes antara kedua kelas sampel H1 = terdapat perbedaan variansi antara tes kedua kelas sampel

Hasil uji homogenitas data tes kelas kontrol dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.11

Hasil Uji Homogenitas Data Pretes dan Postes Kelas Eksperimen

Test of Homogeneity of Variances

kelas_eksperimen

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.648 1 58 .424

Berdasarkan Tabel 4.11, diketahui bahwa hasil uji homogenitas memiliki memiliki P-value (Sig.) senilai 0,424 lebih besar nilainya dari α = 0,05, kondisi demikian menunjukan H0 diterima. Dengan demikian, tidak terdapat perbedaan variansi tes antara kedua kelas sampel.

c) Uji Perbedaan Rata-rata

(12)

(Paired- Samples T Test) pada taraf signifikansi α = 0,05. Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut ini.

H0 = pembelajaran kontekstual tidak dapat meningkatkan kemampuan keterampilan proses sains siswa secara signifikan pada mata pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya.

H1 = pembelajaran kontekstual meningkatkan kemampuan keterampilan proses sains siswa secara signifikan pada mata pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya.

Hasil uji perbedaan rata-rata data tes kelas eksperimen dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.12

Hasil Uji Beda Rata-rata Data Pretes dan Postes Kelas Eksperimen

Paired Samples Test

t df Sig. (2-tailed)

Pair 1 kelas_eksperimen - tes 14.233 59 .000

Dari Tabel 4.12, didapatkan nilai P-value (Sig.2-tailed) senilai 0,000. Karena dibutuhkan P-value (Sig.1-tailed) maka P-value (Sig.2-tailed) dibagi dua.

P-value (Sig.2-tailed) 0,000/2 = 0,000 lebih kecil nilainya dari 0,05. Kondisi demikian menunjukkan bahwa H0 ditolak. Dengan demikian, pembelajaran kontekstual meningkatkan kemampuan keterampilan proses sains siswa secara signifikan pada mata pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya.

b. Data Kualitatif

1) Analisis Hasil Observasi Kinerja Guru

Pada kegiatan ini, format observasi terdiri dari tiga aspek utama yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Ketiga aspek tersebut terdiri dari beberapa bagian yang harus dinilai oleh observer. Observer dalam penelitian ini adalah guru kelas V.

(13)

Tabel 4.13

Persentase Observasi Guru di Kelas Eksperimen

Pertemuan

Rata-rata

Interpretasi

1 2 3

94,5% 98,75% 100% 97,75% Sangat Baik

Kinerja guru di kelas eksperimen pada pertemuan ke-1 mencapai 94,5%. Selama melaksanakan pembelajaran, kekurangan dari kinerja guru pada pertemuan ke-1, yaitu terletak pada aspek menjelaskan proses pembelajaran. Guru tidak memberikan arahan pembelajaran yang jelas kepada siswa, sehingga siswa merasa kurang memahami pembelajaran yang akan disampaikan. Dalam penyampaian pembelajaranpun guru kurang bisa menggunakan bahasa yanng mudah dipahami siswa.

Kinerja guru pertemuan ke-2 mencapai 98,75%. Kekurangan dari kinerja guru pada pertemuan ke-2, yaitu terletak pada aspek pengkondisian siswa. Guru kurang mampu menarik perhatian siswa secara keseluruhan, sehingga beberapa kali kelas menjadi gaduh. Sedangkan, pada pertemuan ke-3 mencapai 100%, hal ini karena guru belajar dari kekurangan sebelumnya, sehingga pada pembelajaran terakhir semua aspek yang di targetkan guru dapat tercapai.

2) Analisis Aktivitas Siswa

Seperti halnya kelas kontrol, untuk aktivitas siswa dikelas eksperimen juga diamati oleh observer. Adapun aspek yang diamati pada format observasi ini yaitu aspek mengajukan pendapat, partisipasi, kerjasama dan kps. Adapun rekapitulasi hasil observasi aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung dari pertemuan pertama hingga ketiga yaitu sebagai berikut.

Tabel 4.14

Persentase Observasi Aktivitas Siswa di Kelas Eksperimen

Pertemuan

Rata-rata

Interpretasi

1 2 3

52,5% 68,3% 71,1% 64% Baik

(14)

bekerja sendiri. Pertemuan ke-2 sebagian siswa masih belum terbiasa dalam bertanya dan masih terlihat malu-malu ketika diberi pertanyaan oleh guru. Pertemuan ke-3, siswa mulai terbiasa berdiskusi dan bekerja sama dengan kelasnya. Hal ini terlihat pada saat pembelajaran yang berlangsung suasana kelas cukup hidup dan penuh semangat.

Berdasarkan hasil observasi siswa di kelas eksperimen, terjadi peningkatan aktivitas siswa selama pembelajaran. Hal ini berdampak pada peningkatan kemampuan keterampilan proses sains siswa yang awalnya rendah menjadi sedang.

3) Angket

Angket diberikan kepada siswa setelah pembelajaran di kelas eksperimen. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran kontekstual yang diberikan pada tanggal 27 Mei 2015. Angket yang diberikan berisi 20 pernyataan, masing-masing pernyataan berisi empat buah respon, yaitu berupa kata-kata SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), dan STS (sangat tidak setuju). Sebagai keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu diberi skor sebagai berikut.

SS (sangat setuju) = 5 S (setuju) = 4 TS (tidak setuju) = 2 STS (sangat tidak setuju) = 1

Berikut akan dipaparkan angket yang diberikan di kelas eksperimen berdasarkan indikatornya.

Tabel 4.15

Rekapitulasi Hasil Angket Indikator 1 pada Kelas Eksperimen Indikator : Minat Siswa terhadap Pembelajaran IPA

No. Pertanyaan Jenis Respon

SS S TS STS

1. Saya menyenangi pelajaran IPA.

+ 10 20 0 0

33,3% 66,7% 0 0

3. Saya merasa bosan mengikuti

pembelajaran IPA.

- 0 0 20 10

(15)

Berdasarkan Tabel 4.15, mengenai minat siswa terhadap pembelajaran IPA pada pernyataan no. 1, dapat diketahui, sekitar 66,7 % siswa menjawab setuju dan 33,3% menjawab sangat setuju. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh siswa menyukai pelajaran IPA. Pernyataan no. 3, paling banyak 66,7% memilih tidak setuju, sementara 33,3% memilih sangat tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh siswa menunjukan respon positif terhadap pembelajaran IPA. Berdasarkan hasil uraian kedua pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa memiliki respon positif terhadap pembelajaran IPA

Indikator selanjutnya yaitu mengenai perasaan suka terhadap pembelajaran IPA. Indikator ini memuat 1 pernyataan positif. Berikut rekapitulasi hasil angket indikator 2 dapat dilihat pada Tabel 4.16

Tabel 4.16

Rekapitulasi Hasil Angket Indikator 2 pada Kelas Eksperimen Indikator : Menunjukkan Perasaan Suka terhadap Pembelajaran IPA

No. Pertanyaan Jenis Respon

SS S TS STS

2. Saya merasa waktu begitu cepat saat sedang mengikuti pembelajaran IPA.

+

2 15 12 1

6,7% 50% 40% 3,3%

Berdasarkan tabel di atas mengenai minat siswa terhadap pembelajaran IPA pada pernyataan no. 2, dapat diketahui, sekitar 6,7 % siswa menjawab setuju dan 33,3% menjawab sangat setuju. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh siswa menyukai pelajaran IPA. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa memiliki respon positif terhadap pembelajaran IPA. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa memiliki respon positif terhadap pembelajaran IPA. Kondisi tersebut dapat mendukung peningkatan keterampilan proses sainssiswa.

(16)

Tabel 4.17

Rekapitulasi Hasil Angket Indikator 3 pada Kelas Eksperimen Indikator : Menunjukkan Rasa Penasaran Siswa terhadap Pembelajaran IPA.

No. Pertanyaan Jenis Respon

Berdasarkan tabel di atas, pertanyaan no. 20, dapat diketahui sekitar 60% siswa memilih sangat setuju, 20% memilih setuju, 16,7% memilih tidak setuju dan 3,3% memilih sangat tidak setuju. Hal ini menunjukan bahwa seluruh siswa menunjukan rasa penasaran yang besar terhadap pembelajaran IPA. Rasa penasaran yang besar dapat menstimulasi siswa untuk terus menemukan jawaban yang diinginkan. Sehingga ketercapaian pembelajaran akan lebih mudah, hal ini disebabkan karena rasa ingin tahu yang besar dari siswa. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa memiliki respon positif terhadap pembelajaran IPA.

Selanjutnya, indikator mengenai perhatian siswa terhadap pembelajaran. Berikut rekapitulasi hasil angket indikator 4 dapat dilihat pada tabel 4.18.

Tabel 4.18

Rekapitulasi Hasil Angket Indikator 4 pada Kelas Eksperimen Indikator : Perhatian siswa terhadap pembelajaran.

No. Pertanyaan Jenis Respon

(17)

menyenangi pembelajaran IPA dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Berdasarkan hasil uraian kedua pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa memiliki perhatian lebih terhadap pembelajaran IPA menggunakan pendekatan kontekstual.

Indikator selanjutnya yaitu minat siswa terhadap pengerjaan LKS baik individu maupun kelas. Indikator ini memuat 3 pertanyaan positif. Berikut rekapitulasi hasil angket indikator 5 dapat dilihat pada tabel 4.19.

Tabel 4.19

Rekapitulasi Hasil Angket Indikator 5 pada Kelas Eksperimen Indikator : Minat siswa terhadap pengerjaan LKS baik individu maupun kelas

No. Pertanyaan Jenis Respon

Berdasarkan tebel di atas, pertanyaan no. 9, dapat diketahui, sekitar 36,7% siswa memilih sangat setuju, 53,3% memilih setuju, 3,3% memilih tidak setuju dan 6,7% memilih sangat tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa siswa lebih memahami materi dengan cara mencobanya sendiri. Untuk pertanyaan no. 10, 16,7% siswa memilih sangat setuju, 56,7% memilih setuju, 16,7% memilih tidak setuju dan 10% memilih sangat tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa lebih senang pembelajaran dengan menemukan sendiri konsepnya. Pertanyaan no. 14, 33,3% siswa memilih sangat setuju, 50% memilih setuju, 13,4% memilih tidak setuju dan 3,3% memilih sangat tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa lebih senang pembelajaran dengan LKS. Berdasarkan hasil uraian ketiga pertanyaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar minat siswa terhadap pengerjaan LKS baik individu maupun kelompok sangat positif.

(18)

Tabel 4.20

Rekapitulasi Hasil Angket Indikator 6 pada Kelas Eksperimen Indikator : Antusiasme siswa mencari strategi alternatif.

No. Pertanyaan Jenis Respon

Berdasarkan tabel di atas, pertanyaan no. 5, dapat diketahui, sekitar 3,3% siswa memilih sangat setuju, 16,7% memilih setuju, 50% memilih tidak setuju dan 30% memilih sangat tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa siswa lebih aktif dan melakukan sesuatu ketika memahami materi. Pada saat pembelajaran yang dilakukan siswa sangat bersemangat mengikutinya. Hal ini terlihat dari hasil pertanyaan no. 11, 60% siswa memilih sangat setuju, 36,7% memilih setuju dan 3,3 % memilih tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa merespon positif terhadap pembelajaran IPA. Pertanyaan no. 12, 53,3% memilih sangat setuju dan 46,7% memilih setuju. Hal ini menunjukkan bahwa siswa, baik bekerja secara kelas atau individu akan tetap membuat mereka bersemangat. Sedangkan, pertanyaan no. 13, tentang sebagian besar siswa merasa senang saat mengutarakan pendapat. Adapun hasilnya sebagai berikut, 46,7% memilih sangat setuju, 50% memilih setuju dan 3,3% memilih tidak setuju. Berdasarkan hasil urain keempat pertanyaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa antusiasme siswa mencari strategi alternatif sangat baik.

(19)

Tabel 4.21

Rekapitulasi Hasil Angket Indikator 7 pada Kelas Eksperimen Indikator : Motivasi siswa saat pengerjaan tugas-tugas dari guru.

No. Pertanyaan Jenis Respon

SS S TS STS

4. Jika ada materi yang belum dipahami, saya akan bertanya kepada guru atau teman sampai

6. Jika saya menemukan cara yang berbeda dengan guru atau teman dalam menyelesaikan soal, saya akan menceritakan pada guru dan teman-teman.

+

10 17 2 1

33,3 % 53,3 % 6,7 % 3,3 %

15. Ketika saya tidak bisa

mengerjakan tugas dari guru, saya menjadi tidak bersemangat. bertanya dan menggali lebih dalam pembelajaran yang diajarkan. Pada saat pembelajaran yang dilakukan siswa menemukan cara yang berbeda, mereka akan menceritakannya. Hal ini terlihat dari hasil pertanyaan no. 6, 33,3% siswa memilih sangat setuju, 53,3% memilih setuju, 6,7% memilih tidak setuju dan 3,3% memilih sangat tidak setuju. Pertanyaan no. 15, 6,7% siswa memilih sangat setuju, 16,7% memilih setuju, 56,6% memilih tidak setuju dan 20% memilih sangat tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa siswa memiliki motivasi tinggi untuk belajar. Dari pertanyaan no.13, dapat terlihat respon yang tinggi terhadap pembelajaran, 16,7% siswa memilih sangat setuju, 20% memilih setuju, 50% memilih tidak setuju dan 13,3% memilih sangat tidak setuju. Berdasarkan hasil uraian keempat pertanyaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa motivasi siswa dalam menjalankan tugas yang diberikan guru sangat positif.

(20)

Tabel 4.22

Rekapitulasi Hasil Angket Indikator 8 pada Kelas Eksperimen Indikator : Pengaruh pembelajaran terhadap hasil belajar.

No. Pertanyaan Jenis Respon

SS S TS STS

8. Saya mengalami kesulitan

dalam menjelaskan materi sifat sifat cahaya.

namun memahami materi sifat-sifat cahaya.

Berdasarkan tabel di atas, pertanyaan no. 8, dapat diketahui, sekitar 6,7% siswa memilih sangat setuju, 10% memilih setuju, 66,7% memilih tidak setuju dan 16,7% memilih sangat tidak setuju. Hal ini menunjukan bahwa siswa tidak mengalami kesulitan dalam menjelaskan materi. Selain mengetahui, siswa juga memahami materi yang diberikan. Hal ini terlihat dari pertanyaan no. 16, 33,3% siswa memilih sangat setuju, 43,4% memilih setuju dan 23,3% memilih tidak

Wawancara dilakukan di kelas eksperimen, karena wawancara ini bertujuan untuk menggali lebih jauh lagi mengenai respon siswa terhadap pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual. Alat yang digunakan berupa pedoman wawancara. Agar hasilnya lebih maksimal, maka dalam melakukan wawancara akan dibantu menggunakan alat perekam. Selain itu, dari beberapa informasi yang diberikan siswa, kemungkinan besar dapat menjawab faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pendekatan kontekstual. Namun karena

(21)

wawancara menjadi sedikit tidak jelas. Kesimpulan dari semua jawaban siswa ketika diwawancarai dapat terlihat jelas pada tabel 4.23.

Tabel 4.23

Rangkuman Hasil Wawancara

No Pertanyaan Jawaban

1. Bagaimana pendapatmu tentang

pembelajaran IPA selama ini ?

Siswa berpendapat bahwa pembelajaran IPA selama ini menyenangkan tetapi jarang ada praktek.

2. Bagaimana pendapatmu tentang

pembelajaran IPA hari ini

khususnya pada materi sifat-sifat cahaya ?

Seluruh siswa menjawab bahwa

pembelajaran yang baru diikuti sangat

menyenangkan, mudah dipelajari,

mudah diingat dan dipahami.

3. Bagaimana perasaanmu saat

melakukan diskusi bersama kelas mengerjakan LKS ?

Sebagian besar siswa menjawab senang.

4. Bagaimana pendapatmu saat guru melakukan pembelajaran ini ?

Baik, sopan, pengajar yang baik dan Lucu, kreatif.

5. Hal apa saja yang kurang kamu sukai dalam pembelajaran ini ?

Jika teman kelas tidak mau membantu.

6. Bagaimana pendapatmu mengenai

tugas dan soal yang diberikan guru ?

Lumayan sulit, menyenangkan, agak mudah.

7. Apakah dengan pembelajaran

seperti hari ini, kamu lebih bisa memahami materi pelajaran ?

Hampir seluruh siswa menjawab bahwa pembelajaran yang baru diikuti sangat

menyenangkan, mudah dipelajari,

mudah dipahami.

8. Apakah kamu memahami materi

sifat-sifat cahaya yang diajarkan hari ini ?

Hampir seluruh siswa menjawab ya

9. Bagaimana pendapatmu mengenai

soal-soal yang diberikan ?

Menurut siswa ada yang menjawab gampang, sulit, dan lumayan.

10. Apa saja manfaat yang dapat kamu rasakan dengan adanya LKS ?

Sangat mudah untuk mengerjakannya.

11. Apa saja yang mendukungmu

dalam mengikuti pembelajaran IPA yang sudah dilakukan ?

Menurut siswa ada yang menjawab percobaannya, bekerja berkelompok dan LKS.

12. Apa saja yang menjadi penghambat saat kamu mengikuti pembelajaran IPA hari ini ?

Waktu yang sedikit dan harus lebih jelas menjelaskannya.

(22)

pembelajaran ini pemodelan menggunakan alat peraga yang dapat menarik siswa, sehingga menjadi antusias mengikuti pembelajaran. Dengan adanya alat peraga dapat membantu siswa dalam mengongkretkan konsep yang sedang dipelajari. Sehingga akan tercipta kebermaknaan suatu proses belajar yang dialami.

c. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data kuantitatif dan kualitatif di kelas eksperimen dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan keterampilan proses sains siswa secara signifikan pada mata pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya. Peningkatan keterampilan proses sains siswa dapat dilihat dari aktivitas siswa selama pembelajaran. Dengan demikian, aktivitas siswa selama pembelajaran merupakan salahsatu faktor yang mendukung peningkatan keterampilan proses sains. Kinerja guru dalam menyampaikan pembelajaran juga sangat berpengaruh besar dalam menentukan keberhasilan siswanya dalam belajar. Kinerja guru dalam mengajar di kelas eksperimen tergolong sangat baik, selain di dukung data hasil kinerja guru di kelas eksperimen, didukung juga oleh data angket yang di sebarkan kepada siswa. Sebagian siswa merasa puas dan senang terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. Selain itu dari hasil wawancara dapat siswa secara keseluruhan sangat senang belajar IPA dengan pendekatan kontekstual.

3. Signifikasi Peningkatan dan Keterampilan Proses Sains

Signifikasi peningkatan dan keterampilan proses sains merupakan tahapan yang digunakan untuk meringkas data yang telah dikumpulkan secara akurat. Data yang diperoleh dari kelas kontrol dan kelas eksperimen disatukan. Hal ini untuk melihat sejauh mana perkembangan keterampilan proses sains siswa. Berikut ini dijelaskan pengolahan dan analisis data kuantitafif tentang hasil belajar, uji pendahuluan kedua kelas dan uji gain normal.

a. Uji Awal Kedua Kelas

(23)

normalitas, homogenitas, dan uji beda rata-rata pada kedua kelas. Adapun hasil postes kedua kelas dapat dilihat pada Tabel 4.24.

Tabel 4.24

Data Pretes Kelas Eksperimen dan Kontrol

No

(24)

Kemampuan akhir siswa pada kedua kelas dapat dilihat dari nilai tertinggi, nilai terendah dan rata-rata nilai pada masing-masing kelas yang terlihat pada Tabel 4.28 berikut ini.

Tabel 4.25

Statistik Deskriptif Pretes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kelas Nilai

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh rata-rata nilai pretes kelas kontrol 23,06 dengan nilai terendah 0 dan rata-rata nilai pretes kelas eksperimen diperoleh rata-rata 24,10 dengan nilai terendah 0. Dari deskripsi data tersebut terlihat bahwa rata-rata pretes kelas kontrol dan kelas ekperimen terdapat perbedaan. Selisih dari nilai rata-rata kedua tes adalah 1,04. Namun, Untuk melihat apakah kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen dan kontrol sama atau berbeda, dilakukanlah uji normalitas, uji homogenitas dan uji beda rata-yang diperoleh oleh kedua kelas. Berikut ini hasil pengujian pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

1) Uji Normalitas Data

Uji normalitas data pretes kedua kelompok dilakukan untuk mengetahui normalitas data hasil pretes pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Analisis data ini dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov pada taraf signifikansi a = 0,05. Penghitungan uji normalitas data ini menggunakan bantuan software SPSS v.16 for Windows. Bentuk hipotesis dari uji normalitas data ini adalah sebagai berikut ini.

H0 = data berasal dari sampel yang berdistribusi normal H1 = data berasal dari sampel yang berdistribusi tidak normal

Hasil uji normalitas data tes kelas eksperimen dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.26

Hasil Uji Normalitas Data Pretes Kelas Eksperimen dan Kontrol

(25)

Berdasarkan Tabel 4.26, diketahui bahwa hasil uji normalitas data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki P-value (Sig.) senilai 0,200 untuk uji normalitas Kolmogorov-Smirnov. Dengan demikian, untuk uji normalitas

Kolmogorov-Smirnov data pretes kedua kelas lebih besar nilainya dari α = 0,05, sehingga H0 yang menyatakan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal diterima. Artinya, data pretes untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal. Karena kedua kelas berdistribusi normal, maka dapat diketahui bahwa keduanya homogen, sehingga perlu dilakukan uji homogenitas.

2) Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas antara pretes dan postes di kelas kontrol dilakukan untuk mengetahui apakah varians kedua kelas tes sama atau berbeda. Penghitungan uji homogenitas data ini menggunakan bantuan software SPSS v.16 for Windows. Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut ini.

H0 = tidak terdapat perbedaan variansi pretes antara kedua kelas sampel H1 = terdapat perbedaan variansi pretes antara kedua kelas sampel

Hasil uji homogenitas data tes kelas kontrol dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.27

Hasil Uji Homogenitas Data Pretes Kelas Eksperimen dan Kontrol

Test of Homogeneity of Variances

pretes

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.609 1 58 .438

Berdasarkan tabel 4.27, diketahui bahwa hasil uji homogenitas memiliki memiliki P-value (Sig.) senilai 0,438 lebih besar nilainya dari α = 0,05, kondisi demikian menunjukan H0 diterima. Dengan demikian, tidak terdapat perbedaan variansi pretes antara kedua kelas sampel.

3) Uji Perbedaan Rata-rata

Uji perbedaan rata-rata dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal dan akhir kelas kontrol. Uji perbedaan rata-rata yang digunakan adalah uji-t pada taraf

signifikansi α = 0,05. Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut ini.

(26)

H1 = terdapat perbedaan kemampuan awal antara siswa pada kelompok eksperimen dengan kemampuan awal siswa pada kelompok kontrol Hasil uji perbedaan rata-rata data tes kelas kontrol dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 4.28

Hasil Uji Beda Rata-rata Data Pretes Kelas Eksperimen dan Kontrol

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

t df Sig. (2-tailed)

Pretes Equal variances assumed 1.309 58 .196

Equal variances not assumed 1.309 56.346 .196

Karena pada uji sebelumnya data berdistribusi normal dan homogen, maka data yang dipakai pada Dari tabel 4.28 adalah Equal variances assumed.

Didapatkan nilai P-value (Sig.2-tailed) senilai 0,196. Karena dibutuhkan P-value

(Sig.1-tailed) maka P-value (Sig.2-tailed) dibagi dua. P-value (Sig.2-tailed) 0,196/2 = 0,098 lebih besar nilainya dari 0,05. Kondisi demikian menunjukkan bahwa H0 diterima. Dengan demikian, tidak terdapat perbedaan kemampuan awal antara siswa pada kelompok eksperimen dengan kemampuan awal siswa pada kelompok kontrol.

(27)

Adapun hasil postes kedua kelas dapat dilihat pada Tabel 4.29. Tabel 4.29

Data Data Postes Kelas Eksperimen dan Kontrol

(28)

Setelah dilaksanakan postes di kedua kelas, diperoleh hasil kemampuan akhir keterampilan proses sains siswa sekolah dasar pada materi sifat-sifat cahaya. Kemampuan akhir siswa pada kedua kelas dapat dilihat dari nilai tertinggi, nilai terendah dan rata-rata nilai pada masing-masing kelas yang terlihat pada Tabel 4.30 berikut ini.

Tabel 4.30

Statistik Deskriptif Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kelas Nilai

Ideal

Nilai Tertinggi

Nilai Terendah

Rata-rata

Kontrol 100 73 7 42,26

Eksperimen 100 77 20 47,70

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh rata-rata nilai postes kelas kontrol 42,26 dengan nilai terendah 7 dan rata-rata nilai postes kelas eksperimen diperoleh rata-rata 47,70 dengan nilai terendah 20. Dari deskripsi data tersebut terlihat bahwa rata-rata postes kelas kontrol dan ekperimen terdapat perbedaan. Selisih dari nilai rata-rata kedua tes adalah 5,44. Namun, Untuk melihat perlakuan di kelas mana yang lebih baik dalam meningkatkan kemampuan keterampilan proses sains siswa, dilakukanlah uji normalitas, uji homogenitas dan uji beda rata-yang diperoleh oleh kedua kelas. Berikut ini hasil pengujian pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

1) Uji Normalitas Data

Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui normalitas data hasil pretes dan postes kelas kontrol. Analisis data ini dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov pada taraf signifikansi α = 0,05. Penghitungan uji

normalitas data ini menggunakan bantuan software SPSS v.16 for Windows. Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut ini.

H0 = data berasal dari sampel yang berdistribusi normal H1 = data berasal dari sampel yang berdistribusi tidak normal

(29)

Tabel 4.31

Hasil Uji Normalitas Postes Kelas Eksperimen dan Kontrol Tests of Normality

postes

Kolmogorov-Smirnova

Statistic df Sig.

kelas eksperimen .154 30 .068

kontrol .117 30 .200*

Berdasarkan Tabel 4.31, diketahui bahwa hasil uji normalitas kelas eksperimen memiliki P-value (Sig.) senilai 0,68. Dengan demikian, uji normalitas postes lebih besar nilainya dari α = 0,05, sehingga yang menyatakan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal diterima. Artinya, data postes untuk kelas eksperimen berdistribusi normal.

Sedangkan, untuk uji normalitas kelas kontrol memiliki P-value (Sig.) senilai 0,200. Dengan demikian, uji normalitas Kolmogorov-Smirnov data pretes nilainya lebih besar dari α = 0,05, sehingga yang menyatakan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal diterima. Artinya, data pretes untuk kelas eksperimen berdistribusi normal. Karena kedua postes berdistribusi normal, maka dapat diketahui bahwa kedua tes homogen, sehingga perlu dilakukan uji homogenitas.

2) Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas postes di kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan untuk mengetahui apakah varians kedua kelas sama atau berbeda. Penghitungan uji homogenitas data ini menggunakan bantuan software SPSS v.16 for Windows. Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut ini.

H0 = tidak terdapat perbedaan variansi postes antara kedua kelas sampel H1 = terdapat perbedaan variansi antara postes kedua kelas sampel

(30)

Tabel 4.32

Hasil Uji Homogenitas Postes Kelas Eksperimen dan Kontrol Test of Homogeneity of Variances

kelas

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

.395 1 58 .532

Berdasarkan Tabel 4.32, diketahui bahwa hasil uji homogenitas memiliki memiliki P-value (Sig.) senilai 0,532 lebih besar nilainya dari α = 0,05, kondisi demikian menunjukan H0 diterima. Dengan demikian, tidak terdapat perbedaan variansi tes antara kedua kelas sampel.

3) Uji Perbedaan Rata-rata

Uji perbedaan rata-rata yang digunakan adalah uji-t pada taraf signifikansi

α = 0,05. Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut ini.

H0 = peningkatan kemampuan keterampilan proses sains siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual tidak lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional secara signifikan.

H1 = peningkatan kemampuan keterampilan proses sains siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional secara signifikan.

Tabel 4.33

Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Postes Kelas Eksperimen dan Kontrol Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

t df Sig. (2-tailed)

kelas Equal variances assumed 1.195 58 .237

Equal variances not

assumed 1.195 56.657 .237

Karena pada uji sebelumnya data berdistribusi normal dan homogen, maka data yang dipakai pada Dari Tabel 4.33 adalah Equal variances assumed.

(31)

(Sig.1-tailed) maka P-value (Sig.2-tailed) dibagi dua. P-value (Sig.1-tailed) = 0,237/2 = 0,118. Kondisi demikian menunjukkan bahwa H0 diterima. Hal ini karena nilai P-value (Sig.1-tailed) yang didapat nilainya lebih dari α = 0,05, H0 diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan keterampilan proses sains siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual tidak lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional secara signifikan.

c. Kesimpulan

Berdasarkan Analisis data diatas dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan keterampilan proses sains siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual tidak lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional secara signifikan. Walaupun hasil data menunjukan kelas eksperimen memiliki kenaikan yang lebih tinggi di bandingkan kelas kontrol. Namun, hasil uji data postes kedua kelas melalui bantuan software SPSS v.16 for Windows nilai P-value (Sig.1-tailed) = 0,196/2 = 0,098. Kondisi demikian menunjukkan bahwa H0 diterima. Hal ini karena nilai P-value (Sig.1-tailed) yang didapat nilainya lebih dari α = 0,05.

4. Hasil Belajar

(32)

Adapun hasil belajar kedua kelas dapat dilihat pada Tabel 4.34. Tabel 4.34

Data Hasil Belajar Kelas Eksperimen dan Kontrol

No

(33)

Tabel 4.35

Statistik Deskriptif Hasil Belajar Eksperimen dan Kelas Kontrol Kelas Nilai

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh rata-rata nilai evaluasi kelas kontrol 60,33 dengan nilai terendah 35 dan rata-rata nilai evaluasi kelas eksperimen diperoleh rata-rata 73,70 dengan nilai terendah 45. Dari deskripsi data tersebut terlihat bahwa rata-rata evaluasi kelas kontrol dan kelas ekperimen terdapat perbedaan. Selisih dari nilai rata-rata kedua tes adalah 13,37. Namun, Untuk melihat apakah hasil belajar pada kelas eksperimen dan kontrol sama atau berbeda, dilakukanlah uji normalitas, uji homogenitas dan uji beda rata- yang diperoleh oleh kedua kelas. Berikut ini hasil pengujian pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

1) Uji Normalitas Data

Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui normalitas data hasil belajar kedua kelas. Analisis data ini dilakukan dengan menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov pada taraf signifikansi α = 0,05. Penghitungan uji normalitas data ini menggunakan bantuan software SPSS v.16 for Windows. Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut ini.

H0 = data berasal dari sampel yang berdistribusi normal H1 = data berasal dari sampel yang berdistribusi tidak normal

Hasil uji normalitas data tes hasil belajar kedua kelas dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.36

Hasil Uji Normalitas Data Tes Hasil Belajar Kedua Kelas

Tests of Normality

Kelas

Kolmogorov-Smirnova

Statistic df Sig.

hasil_belajar Eksperimen .176 30 .018

kontrol .138 30 .151

(34)

uji normalitas Kolmogorov-Smirnov data postes lebih kecil nilainya dari α = 0,05, sehingga yang menyatakan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal ditolak. Artinya, data postes untuk kelas eksperimen berdistribusi tidak normal. Sedangkan, untuk data tes hasil belajar kelas kontrol memiliki P-value

(Sig.) senilai 0,151. Dengan demikian, uji normalitas Kolmogorov-Smirnov data tes kelas kontrol nilainya lebih besar dari α = 0,05, sehingga yang menyatakan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal diterima. Artinya, data tes hasil belajar kelas kontrol berdistribusi normal. Karena salahsatu data tes berdistribusi tidak normal, maka dapat diketahui bahwa kedua tes tidak homogen, sehingga tidak perlu dilakukan uji homogenitas.

2) Uji Perbedaan Rata-rata

Uji perbedaan rata-rata dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal dan akhir kelas eksperimen. Uji perbedaan rata-rata yang digunakan adalah uji-U dari

Mann Whitney pada taraf signifikansi α = 0,05. Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut ini.

H0 = rata-rata hasil belajar kelas eksperimen sama dengan kelas kontrol. H1 = rata-rata hasil belajar eksperimen tidak sama dengan kelas kontrol.

Hasil uji perbedaan rata-rata data tes kelas eksperimen dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.37

Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Data Tes Hasil Belajar Kedua Kelas

Test Statisticsa

hasil_belajar

Mann-Whitney U 321.000

Wilcoxon W 786.000

Z -1.927

Asymp. Sig. (2-tailed) .054

Dari tabel 4.37, didapatkan nilai P-value (Sig.2-tailed) senilai 0,054. Karena dibutuhkan P-value (Sig.1-tailed) maka P-value (Sig.2-tailed) dibagi dua.

(35)

B. PEMBAHASAN

Perlakuan yang diberikan pada kelas kontrol dan kelas eksperimen sebanyak 3 kali pertemuan dengan alokasi waktu 2×35 menit. Pembelajaran IPA di kelas eksperimen menggunakan pendekatan kontekstual sedangkan di kelas kontrol menggunakan pendekatan konvensional. Selanjutnya dilakukan postes untuk mengetahui adanya peningkatan yang terjadi setelah diberikan perlakuan. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang dirumuskan.

Pembelajaran konvensional yang digunakan adalah metode ceramah. Secara umum pembelajaran konvensional yang telah dilaksanakan dapat diuraikan sebagai berikut. Pada kegiatan awal, guru mengondisikan siswa agar siap belajar, memimpin berdoa dan membagikan nomor absen. Nomor absen yang diberikan bertujuan untuk mempermudah observer dalam menilai aktivitas siswa. Di kegiatan inti guru menjelaskan materi dengan bantuan media pembelajaran. Media yang digunakan benda-benda konkret lain yang ada di dalam kelas yang berhubungan dengan sifat-sifat cahaya. Piaget (dalam Syah, 2010) berpandangan bahwa perkembangan mental setiap pribadi melewati empat tahapan, diantaranya yaitu tahap konkret-operasional. Pada tahap ini, anak baru mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang kongkret. Dengan demikian, untuk memahami konsep-konsep sifat-sifat cahaya yang bersifat abstrak, maka dibutuhkan bantuan benda-benda konkret agar diperoleh pengalaman langsung yang bermakna. Berdasarkan hal tersebut, dalam pembelajaran konvensional pun menggunakan media yang dapat membantu siswa dalam memahami materi yang disampaikan.

(36)

rata-rata 42,26 dengan nilai terendah 7. Terlihat kenaikan nilai sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Namun, untuk mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan kemampuan awal dan akhir, dilakukan analisis uji normalitas, uji homogenitas dan uji perbedaan rata-rata dua sampel. Perhitungan data ini menggunakan bantuan software SPSS v.16 for Windows. Hasil analisis uji normalitas untuk pembelajaran konvensional adalah data postes dan pretes untuk kelas kontrol berdistribusi normal. Karena kedua tes berdistribusi normal, maka dapat diketahui bahwa kedua tes homogen, sehingga perlu dilakukan uji homogenitas. Hasil uji homogenitas memiliki memiliki P-value (Sig.) senilai 0,119 lebih besar nilainya dari α = 0,05, kondisi demikian menunjukan H0 diterima. Dengan demikian, tidak terdapat perbedaan variansi antara kedua kelas sampel. Sedangkan, hasil uji perbedaan rata-rata didapatkan nilai P-value

(Sig.2-tailed) senilai 0,000. Karena dibutuhkan P-value (Sig.1-tailed) maka P-value

(Sig.2-tailed) dibagi dua. P-value (Sig.2-tailed) 0,000/2 = 0,000 lebih kecil nilainnya dari 0,05. Kondisi demikian menunjukkan bahwa H0 ditolak. Dengan demikian, pembelajaran konvensional meningkatkan kemampuan keterampilan proses sains siswa secara signifikan pada mata pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya.

Berdasarkan hasil observasi di kelas kontrol, guru sudah menunjukkan kinerjanya dengan baik pada setiap pertemuannya. Hal ini karena guru merencanakan dan mempersiapkan pembelajaran dengan matang meskipun pada pelaksanaannya masih terdapat kekurangan. Sejalan dengan pendapat Fil’ardhi (2013) yaitu hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran konvensional yang optimal yaitu perencanaan yang matang. Dengan perencanaan yang matang, proses pembelajaran pun akan optimal. Dalam pembelajaran konvensional, yang harus direncanakan oleh guru adalah RPP yang di dalamnya terdapat tujuan, metode, media, langkah-langkah, dan evaluasi pembelajaran.

(37)

pertanyaan oleh guru. Pertemuan ke-3, siswa mulai terbiasa berdiskusi dan bekerja sama dengan kelasnya. Hal ini terlihat pada saat pembelajaran yang berlangsung suasana kelas cukup hidup dan penuh semangat. Berdasarkan hasil observasi siswa di kelas kontrol, terjadi peningkatan aktivitas siswa selama pembelajaran. Hal ini berdampak pada peningkatan kemampuan keterampilan proses sains siswa.

Sedangkan pada pembelajaran kontekstual, kegiatan awalnya tidak jauh berbeda dengan pembelajaran di kelas kontrol. Guru mengondisikan siswa agar siap belajar, memimpin berdoa dan membagikan nomor absen. Nomor absen yang diberikan bertujuan untuk mempermudah observer dalam menilai aktivitas siswa. Selanjutnya guru melakukan kegiatan komponen konstruktivisme melalui kegiatan apersepsi. Sebagaimana menurut Bruner (dalam Widodo, dkk., 2010, Hlm 35) bahwa orang mengkontruksikan pengetahuannya dengan menghubungkan informasi masuk dengan informasi yang diperoleh sebelumnnya. Dengan cara mengaitkan materi sifat-sifat cahaya dengan kehidupan nyata siswa, diharapkan siswa terdorong untuk mempelajari materi yang akan disampaikan. Salahsatu contoh komponen kontruktivisme di kelas eksperimen adalah pemberian konteksyang dekat dengan kehidupan siswa seperti pengenalan konsep cahaya yang dilakukan dengan pemodelan nyala senter. Kemudian, siswa dibimbing untuk mengkonstruksi pengetahuannya dengan materi yang akan disampaikan. Hal tersebut sesuai dengan teori belajar Piaget (Sanjaya, 2006) bahwa setiap siswa memiliki skemata yang merupakan hasil pengalamannya. Penggunaan konteks tersebut dapat membantu siswa lebih memahami materi.

Pada kegiatan inti, guru melakukan pemodelan dan komponen inkuiri. Dalam pembelajaran kontekstual, inkuiri digunakan untuk melatih siswa dalam berpikir secara sistematis. Berfikir sistematis merupakan salahsatu kemampuan berfikir tingkat tinggi. Selain itu pembelajaran sains sangat berkaitan erat dengan proses inkuiri. Pembelajaran sains bukan hanya difokuskan kepada kompetensi yang berkaitan dengan potensi kognitif saja, melainkan ada komponen lainnya yang harus diperhatikan. Sejalan dengan Bundu (2006, hlm. 49), kurikulum KTSP dalam pembelajaran sains sebaiknya memuat tiga komponen, diantaranya:

(38)

dalam kegiatan praktikum/percobaan tentang hakikat sains. Ketiga, sains disekolah dasar seharunya: 1) merangsang dang mendorong sikap ilmiah, 2) mengembangkan kemampuan penggunaan keterampilan proses sains, (3) mengetahui pola dasar pengetahuan sains, 4) merangsang tumbuhnya sikap berpikir kritis dan rasional.

Dalam proses perencanaan, guru merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Hal ini untuk memahamkan konsep cahaya yang bersifat abstrak dan agar siswa diperoleh pengalaman langsung yang bermakna. Hal ini sejalan dengan William Brownell (dalam Pitajeng, 2006, hlm. 37) yang menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan suatu proses yang bermakna.

Salahsatu komponen masyarakat belajar dalam penelitian ini dirancang melalui kegiatan percobaan dan pengerjaan LKS. Guru membuat kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa. Kemudian guru mengawasi dan membimbing jalannya diskusi kelompok dan pengerjaan percobaan. Percobaan yang dilakukan siswa dimaksudkan untuk memberikan pengalaman pribadi. Sehingga setiap siswa yang terlibat dalam proses pembelajaran ini akan mendapatkan manfaatnya. Sejalan dengan itu, prinsip belajar Glaser (dalam Abidin, hlm 227) menyebutkan bahwa:

Kita belajar 10% dari yang kita baca, kita belajar 20% dari yang kita dengar, kita belajar 30% dari yang kita lihat, kita belajar 50% dari yang kita dengar dan lihat, kita belajar 70% dari yang kita diskusikan dengan orang lain, kita belajar 80% dari yang kita alami sendiri, kita belajar 95% dari yang kita ajarkan kepada orang lain.

Pada dasarnya siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi untuk menemukan sesuatu. Melalui percobaan siswa dirangsang untuk mempraktikan sendiri, sehingga pembelajaran terasa lebih bermakna dan konsep yang diperoleh akan lebih lama diingat oleh siswa.

(39)

Setelah waktu untuk berdiskusi habis, guru memberi kesempatan kepada perwakilan kelompok untuk menyajikan hasil diskusinya di depan kelas. Guru membimbing siswa untuk mengomunikasikan pendapat terhadap jawaban kelompok lain dan memberi kesempatan kelompok lain untuk aktif bertanya atau mengungkapkan pendapat dalam diskusi kelas.

Pada kegiatan akhir, guru bersama siswa melakukan refleksi dan menyimpulkan pembelajaran. Melalui proses refleksi, siswa diingatkan kembali mengenai hal-hal yang telah mereka pelajari sehingga dapat memaknai konsep sifat-sifat cahaya lebih baik. Setelah keseluruhan pembelajaran dilaksanakan, siswa mengerjakan postes pada pembelajaran kontekstual terlihat kenaikan nilai sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Sebelum diberi perlakuan diperoleh nilai pretes rata-rata 24,10 dengan nilai terendah 0. Setelah diberi pelakuan diperoleh rata-rata nilai postes rata-rata 47,70 dengan nilai terendah 20. Namun, untuk mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan kemampuan awal dan akhir, dilakukan analisis uji normalitas, uji homogenitas dan uji perbedaan rata-rata dua sampel. Perhitungan data ini menggunakan bantuan software SPSS v.16 for Windows. Diketahui bahwa hasil uji normalitas data postes memiliki P-value

(Sig.) senilai 0,063 Dengan demikian, uji normalitas Kolmogorov-Smirnov data postes lebih besar nilainya dari α = 0,05, sehingga yang menyatakan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal diterima. Artinya, data postes untuk kelas eksperimen berdistribusi normal. Sedangkan, untuk data pretes memiliki P-value (Sig.) senilai 0,200. Dengan demikian, uji normalitas

Kolmogorov-Smirnov data pretes nilainya lebih besar dari α = 0,05, sehingga yang

menyatakan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal diterima. Artinya, data pretes untuk kelas eksperimen berdistribusi normal. Karena kedua data tes berdistribusi normal, maka dapat diketahui bahwa kedua tes homogen, sehingga perlu dilakukan uji homogenitas. hasil uji homogenitas memiliki memiliki P-value (Sig.) senilai 0,424 lebih besar nilainya dari α = 0,05, kondisi demikian menunjukan H0 diterima. Dengan demikian, tidak terdapat perbedaan

variansi tes antara kedua kelas sampel. Hasil uji beda rata-rata didapatkan nilai didapatkan nilai P-value (Sig.2-tailed) senilai 0,000. Karena dibutuhkan P-value

(40)

0,000/2 = 0,000 lebih kecil nilainya dari 0,05. Kondisi demikian menunjukkan bahwa H0 ditolak. Dengan demikian, pembelajaran kontekstual meningkatkan

kemampuan keterampilan proses sains siswa secara signifikan pada mata pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya.

Peningkatan kemampuan keterampilan proses sains siswa secara signifikan pada mata pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya membuktikan bahwa pembelajaran kontekstual terbukti memiliki beragam keunggulan. Hal ini Sejalan dengan Sutardi dan Sudirjo (2007, hlm. 99) beberapa keunggulan dari pembelajaran kontekstual sebagai berikut:

Real world learning; mengutamakan dunia nyata; berpikir tingkat tinggi; pembelajaran berpusat pada siswa; siswa aktif, kritis, dan kreatif; pengetahuan bermakna pada kehidupan; pekat dengan kehidupan nyata; adanya perubahan perilaku; pengetahuan diberi makna; kegiatannya bukan mengajar tetapi belajar; kegiatannya lebih kepada pendidikan bukan pengajaran sebagai pembentukan manusia; memecahkan masalah; siswa aktif guru hanya mengarahkan; hasil belajar diukur dengan berbagai alat ukur tidak hanya tes saja.

Hasil observasi di kelas eksperimen, menunjukkan kinerja guru yang sangat baik pada setiap pertemuannya. Hal ini karena guru merencanakan dan mempersiapkan pembelajaran dengan matang. Kinerja guru di kelas eksperimen pada pertemuan ke-1 mencapai 94,5%. Selama melaksanakan pembelajaran, kekurangan dari kinerja guru pada pertemuan ke-1, yaitu terletak pada aspek menjelaskan proses pembelajaran. Guru tidak memberikan arahan pembelajaran yang jelas kepada siswa, sehingga siswa merasa kurang memahami pembelajaran yang akan disampaikan. Dalam penyampaian pembelajaranpun guru kurang bisa menggunakan bahasa yanng mudah dipahami siswa. Kinerja guru pertemuan ke-2 mencapai 98,75%. Kekurangan dari kinerja guru pada pertemuan ke-2, yaitu terletak pada aspek pengkondisian siswa. Guru kurang mampu menarik perhatian siswa secara keseluruhan, sehingga beberapa kali kelas menjadi gaduh. Sedangkan, pada pertemuan ke-3 mencapai 100%, hal ini karena guru belajar dari kekurangan sebelumnya, sehingga pada pembelajaran terakhir semua aspek yang di targetkan guru dapat tercapai.

(41)

pembelajaran. Hal ini berdampak pada peningkatan kemampuan keterampilan proses sains siswa yang awalnya rendah menjadi sedang.

Berdasarkan hasil angket terhadap pembelajaran kontekstual, respon positif yang diberikan siswa terhadap pembelajaran. Sebagian besar siswa menunjukkan kepercayaan dirinya dalam belajar dan mengerjakan soal-soal IPA meskipun ada sebagian yang mengalami kesulitan dalam mengerjakannya. Selain itu, siswa merasa senang dengan IPA dan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan baik yang menggunakan pendekatan kontekstual. Hasil angket tersebut didukung dengan adanya wawancara siswa. Berdasarkan hasil wawancara siswa, diperoleh bahwa secara keseluruhan siswa menunjukkan respon positif terhadap pembelajaran IPA yang menggunakan pendekatan kontekstual. Hal ini karena siswa merasa senang dengan belajar secara berkelas dan melakukan percobaan. Selain terdapat faktor-faktor pendukung terlaksananya pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, terdapat pula faktor-faktor penghambat terlaksananya pembelajaran kontekstual. Adapun faktor penghambat terlaksananya proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah sulitnya membuat siswa aktif secara keseluruhan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sutardi dan Sudirjo (2007, hlm. 100) mengenai kelemahan pendekatan kontekstual bagi guru harus memiliki kemampuan untuk memahami secara mendalam dan

komprehensif tentang: “Konsep pembelajaran kontekstual; potensi perbedaan individual siswa di kelas; beberapa pembelajaran yang berorientasi kepada aktivitas siswa, dan sarana, media, alat bantu, kelengkapan pembelajaran yang

menunjang aktivitas siswa dalam pembelajaran”.

(42)

pada kelompok eksperimen dengan kemampuan awal siswa pada kelompok kontrol. Selanjutnya, untuk melihat sejauh mana peningkatan keterampilan proses sains pada kelas kontrol dan kelas eksperimen setelah memperoleh pembelajaran, perlu dilakukan uji beda rata-rata postes kedua kelas. Adapun hasil postes kedua kelas didapatkan P-value (Sig.1-tailed) maka P-value (Sig.2-tailed) dibagi dua. P-value (Sig.1-tailed) = 0,237/2 = 0,118. Kondisi demikian menunjukkan bahwa H0 diterima. Hal ini karena nilai P-value (Sig.1-tailed) yang didapat nilainya lebih

dari α = 0,05, H0 diterima. Dengan demikian, Dengan demikian, kemampuan keterampilan proses sains siswa yang mendapat pembelajaran kontekstual dan konvensional tidak ada perbedaan.

Ada beberapa hal yang kemungkinan membuat kemampuan keterampilan proses sains siswa yang mendapat pembelajaran kontekstual dan konvensional tidak ada perbedaan, diantaranya :

1. Desain pembelajaran antara kelas kontrol dan eksperimen hampir sama, yaitu percobaan. Perbedaannya hanya pada tahapan tujuh tahapan pada pembelajaran kontekstual sedangkan pembelajaran konvensional tidak ada.

2. Pada kelas eksperimen sudah terbiasa dengan pembelajaran kontekstual, sehingga saat melakukkan penelitian hasilnya akan bias. Dalam KBBI (1992) Istilah konvensional artinya kebiasaan atau tradisional. Jadi pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru.

3. Dalam penelitian ini, untuk melatih keterampilan proses sains lebih menonjol pada penggunaan LKS. Karakteristik LKS yang digunakan pada kedua kelas hampir sama, hal ini disebabkan karena kedua kelas sama-sama mengujikan keterampilan proses sains.

4. Soal keterampilan proses sains yang di ujikan lebih sulit dibandingkan soal hasil belajar. Hal ini karena soal-soal keterampilan proses sains merupakan soal berfikir tingkat tinggi. Sehingga siswa mengalami kesulitan ketika mengerjakannya.

(43)

Karena dibutuhkan P-value (Sig.1-tailed) maka P-value (Sig.2-tailed) dibagi dua.

Gambar

Tabel 4.1 Data Hasil Pretes dan Postes Kelas Kontrol
Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Data Pretes dan Postes Kelas Kontrol
Tabel 4.8 Data Hasil Pretes dan Postes Kelas Eksperimen
Tabel 4.10 Hasil Uji Normalitas Data Pretes dan Postes Kelas Eksperimen
+7

Referensi

Dokumen terkait

“Anak -anak, pembelajaran membaca nyaring dengan lafal dan intonasi yang tepat sudah selesai, maka pembelajaran dengan ibu dicukupkan sampai di sini, pertemuan

a. Perencanaan pada siklus I mencapai persentase 88% dengan kategori baik, sehingga perencanaan kinerja guru siklus II mengalami peningkatan sebesar 9%. Akan

Dengan demikian, dapa t disimpulkan bahwa panjang lengan dan power lenganmemiliki hubungan yang signifikan terhadap hasil servis bawah pada siswa yang mengikuti

a) Menghubungkan situasi permasalahan dengan pengalaman yang sebenarnya terjadi dan masalah-masalah mutkhir. b) Menelusuri prinsip prilaku secara umum. Selama melakukan

Pelaksanaan pembelajaran dilakukan sesuai dengan langkah-langkah model learning Cycle. Pembelajaran diawali dengan guru masuk kedalam kelas dan mengkodisikan siswa kedalam

Setelah melaksanakan pembelajaran sifat-sifat cahaya dengan menggunakan model Brain Based Learning peneliti dan observer berdiskusi untuk melakukan analisis terhadap

Dalam tahap perencanaan siklus II ini yaitu melakukan perbaikan perencanaan sesuai dengan data hasil refleksi siklus I dimana dengan.. mempersiapkan kembali segala

1. Memberikan kesempatan terjadinya belajar berdemokrasi. Meningkatkan penghargaan peserta didik pada pembelajaran akademik dan mengubah norma-norma yang terkait