• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Swamedikasi Analgetik Antipiretik Kelas A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Swamedikasi Analgetik Antipiretik Kelas A"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

ANALGETIK DAN ANTIPIRETIK

OLEH KELOMPOK VI KELAS APOTEKER A

Nur Ekayani Syam N211 15 892

Reski Wahyu N211 15 899

Ayu Fitrianita N211 15 902

Musdalifa N211 15 810

SEMESTER AKHIR 2015/2016 PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2016

(2)

DAFTAR ISI Halaman Sampul... i Daftar Isi ... ii BAB I PENDAHULUAN... 1... BAB II TINJAUAN PUSTAKA... ANALGETIK... 3... ANTIPIRETIK... 33... BAB III PEMBAHASAN... 47 ... BAB IV KESIMPULAN...

49

DAFTAR PUSTAKA... 54

(3)

BAB I PENDAHULUAN

Hampir seluruh anggota masyarakat pernah mengobati diri sendiri sebelum mengunjungi puskesmas atau dokter. Hal ini berkat tersedianya obat bebas yang dapat diperoleh diberbagai toko obat atau apotik tanpa resep dokter. Swamedikasi adalah upaya masyarakat untuk melakukan pengobatan terhadap dirinya sendiri, umumnya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat. Swamedikasi menjadi salah satu alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan terhadap keluhan ataupun penyakit yang dialami masyarakat.

Tujuan swamedikasi adalah untuk menanggulangi secara cepat dan efektif keluhan yang tidak memerlukan konsultasi medis sehingga mengurangi beban pelayanan kesehatan pada keterbatasan sumber daya dan tenaga, serta meningkatkan keterjangkauan masyarakat yang jauh dari pelayanan kesehatan. Alasan pengobatan sendiri adalah kepraktisan waktu, kepercayaan pada obat tradisional, masalah privasi, biaya, jarak, dan kepuasan terhadap pelayanan kesehatan

Keluhan-keluhan ringan yang dapat ditangani dengan swamedikasi, misalnya sakit kepala, demam, sakit gigi, diare, konstipasi, wasir, influenza, dan sebagainya dapat diswamedikasi dengan menggunakan obat-obat yang di rumah atau membeli langsung ke toko obat atau ke apotek. Jadi, kalau merasa pusing atau demam, pasien bisa langsung meminum parasetamol yang ada di kotak obat di rumahnya, tentunya setelah mengetahui aturan pakainya. Keluhan ini sangat

(4)

sering dialami masyarakat sehingga dalam melakukan upaya swamedikasi dan untuk memperoleh keamanan serta mendapatkan efektivitas obat secara optimal, masyarakat sebaiknya mencari tahu mengenai informasi obat yang digunakan. Informasi dapat diperoleh dari media seperti internet, koran, buku ataupun dari apoteker tempat obat dibeli.

Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai swamedikasi yang dapat dilakukan untuk keluhan nyeri dan demam baik dengan menggunakan terapi farmakologi dan juga terapi nonfarmakologi.

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Analgetik

1. Defenisi Analgetik

Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan anestetika umum) (Tjay, 2007).

Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindarkan sensasi rangsangan nyeri. Nyeri merupakan suatu perasaan subjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada 44-45oC (Tjay, 2007).

2. Patofisiologi Nyeri

Proses rangsangan yang menimbulkan nyeri bersifat destruktif terhadap jaringan yang dilengkapi dengan serabut saraf penghantar impuls nyeri. Reseptor untuk stimulus nyeri disebut nosiseptor. Terdapat tiga reseptor nyeri yaitu Nosiseptor mekanis yang berespon terhadap kerusakan mekanis, misalnya tusukan, benturan, atau cubitan. Nosiseptor termal yang berespon terhadap suhu berlebihan terutama panas. Nosiseptor polimodal yang berespon setara terhadap semua jenis rangsangan yang merusak, termasuk iritasi zat kimia yang dikeluarkan dari jaringan yang cedera. Distribusi nosiseptor bervariasi di seluruh tubuh dengan jumlah terbesar terdapat di kulit. Nosiseptor terletak di jaringan subkutis, otot rangka, dan sendi. Nosiseptor yang terangsang oleh stimulus yang

(6)

potensial dapat menimbulkan kerusakan jaringan. Rangsangan atau stimulus tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri antara lain histamin, bradikin, leukotrien, dan prostaglandin.

Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi (Price, 2005).

a. Transduksi nyeri adalah proses rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan aktivitas listrik di reseptor nyeri.

b. Transmisi nyeri melibatkan proses penyaluran impuls nyeri dan tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal di medula spinalis dan jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dan medula spinalis ke otak. c. Modulasi nyeri melibatkan aktivitas saraf melalui jalur-jalur saraf desendens

dan otak yang dapat memengaruhi transmisi nyeri setinggi medula spinalis. Modulasi juga melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan atau meningkatkan aktivitas di reseptor nyeri aferen primer.

d. Persepsi nyeri adalah pengalaman subjektif nyeri yang bagaimanapun juga dihasilkan oleh aktivitas transrnisi nyeri oleh saraf.

3. Mekanisme Nyeri Perifer

Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan jaringan. Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksius yang diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini berjalan mulai dari perifer melalui medulla spinalis, batang otak, thalamus dan korteks serebri. Apabila telah terjadi kerusakan jaringan, maka sistem nosiseptif akan bergeser fungsinya dari fungsi protektif menjadi fungsi yang membantu perbaikan jaringan yang rusak.

Cidera atau inflamasi jaringan akan menyebabkan munculnya perubahan lingkungan kimiawi pada akhir nosiseptor. Sel yang rusak akan melepaskan komponen intraselulernya seperti adenosine trifosfat, ion K+, pH menurun, sel inflamasi akan menghasilkan sitokin, chemokine dan growth factor. Beberapa komponen diatas akan langsung merangsang nosiseptor (nociceptor activators) dan komponen lainnya akan menyebabkan nosiseptor menjadi lebih hipersensitif terhadap rangsangan berikutnya (nociceptor sensitizers).

(7)

Komponen sensitisasi, misalnya prostaglandin E2 akan mereduksi ambang

aktivasi nosiseptor dan meningkatkan kepekaan ujung saraf dengan cara berikatan pada reseptor spesifik di nosiseptor. Berbagai komponen yang menyebabkan sensitisasi akan muncul secara bersamaan, penghambatan hanya pada salah satu substansi kimia tersebut tidak akan menghilangkan sensitisasi perifer. Sensitisasi perifer akan menurunkan ambang rangsang dan berperan dalam meningkatkan sensitifitas nyeri di tempat cedera atau inflamasi.

Gambar 1. Mekanisme nyeri Sumber: Avidan M, 2003

4. Klasifikasi Nyeri

Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengklasifikasi nyeri adalah berdasarkan durasi (akut, kronik), patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) (Benzon et al, 2005):

a. Akut dan Kronik

Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul mendadak dan berlangsung sementara. Nyeri ini ditandai dengan adanya aktivitas saraf otonom seperti; takikardi, hipertensi, hiperhidrosis, pucat dan midriosis. Nyeri akut dapat berupa:

(8)

 Nyeri somatik dalam; nyeri tumpul pada otot rangka, sendi dan jaringan ikat

 Nyeri viseral: nyeri akibat disfungsi organ viseral

Sedangkan nyeri kronik merupakan nyeri yang berkepanjangan dapat berbulan-bulan tanpa ditandai aktivitas otonom kecuali serangan akut. Nyeri tersebut dapat berupa nyeri yang tetap bertahan sesudah penyembuhan luka (penyakit/operasi) atau awalnya berupa nyeri akut lalu menetap sampai melebihi tiga bulan. Nyeri ini disebabkan oleh:

 Kanker akibat tekanan atau rusaknya serabut syaraf  Nonkanker akibat trauma, degenerasi, dll.

b. Nosiseptif dan neuropatik

Nyeri nosiseptif karena kerusakan jaringan baik somatik maupun viseral. Stimulasi nosiseptor baik secara langsung maupun tidak langsung akan mengakibatkan pengeluaran mediator inflamasi dari jaringan, sel imun dan ujung saraf sensorik dan simpatik.

Sedangkan nyeri neuropati merupakan nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada saraf perifer. Hal ini disebabkan oleh cedera pada jalur serat saraf perifer, infiltrasi sel kanker pada serabut saraf, dan terpotongnya saraf perifer. Sensasi yang dirasakan adalah rasa panas seperti ditusuk-tusuk dan kadang disertai hilangnya rasa atau adanya rasa tidak enak pada perabaan.

5. Penatalaksanaan Terapi a) Terapi Farmakologi

Penatalaksanaan nyeri secara farmakologi melibatkan penggunaan analgesik AINS (anti inflamasi nonsteroid), analgesik opioid dan obat-obat adjuvans atau koanalgesik.

Obat analgesia dibagi dalam 2 golongan utama, yaitu yang bekerja di perifer dan yang bekerja di sentral. Golongan obat AINS bekerja di perifer dengan cara menghambat pelepasan mediator sehingga aktifitas enzim siklooksigenase terhambat dan sintesa prostaglandin tidak terjadi. Pada golongan analgetik opioid bekerja di sentral dengan cara menempati reseptor di kornu dorsalis medula spinalis sehingga terjadi penghambatan pelepasan transmiter dan perangsangan ke saraf spinal tidak terjadi.

(9)

1) Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) (Analgesik Non-Opioid) Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi non steroid (oains) merupakan salah satu kelompok obat yang banyak diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dokter.

Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin terganggu.

Penggolongan obat AINS berdasarkan struktur kimianya.

Gambar 2. Penggolongan obat AINS

a. Salisilat, Salisilamid Dan Diflunisal Salisilat

Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah analgesik antipiretik dan anti-inflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongankan dalam obat bebas (Wilmana Freddy, Dan Sulistia Gan. 2007; 234).

Salisilat diindikasikan sebagai antipiretik, analgesik, demam reumatik akut, artritis reumatoid, dan digunakan untuk mencegah trombus koroner dan trombus vena dalam berdasarkan efek penghambatan agregasi trombosit. Laporan menunjukkan bahwa dosis

(10)

aspirin kecil yang diminum tiap hari dapat mengurangi insiden infark miokard akut, stroke, dan kematian pada pasien angina tidak stabil (Wilmana freddy, dan Sulistia Gan. 2007; 236)

Aspirin (asam asetil salisilat) dan natrium salisilat merupakan sediaan yang paling banyak digunakan. Aspirin tersedia dalam bentuk tablet 100 mg untuk anak dan tablet 500 mg untuk dewasa. Metil salisilat hanya digunakan sebagai obat luar dalam bentuk salep dan linimen dan dimaksudkan sebagai counter irritant bagi kulit. Asam salisilat berbentuk bubuk, digunakan sebagai keratolitik dengan dosis tergantung dari penyakit yang akan diobati (Wilmana Freddy, dan Sulistia Gan. 2007; 237).

Dosis dan sediaan :

Dosis salisilat untuk dewasa ialah 325 mg-650 mg, diberikan secara oral tiap 3 atau 4 jam. Untuk anak 15-20 mg/kgBB, diberikan tiap 4-6 jam dengan dosis total tidak melebihi 3,6 gram/hari. Aspirin tersedia dalam bentuk tablet 100 mg untuk anak dan tablet 500 mg untuk dewasa. Metilsalisilat (minyak wintergreen) hanya digunakan sebagai obat luar dalam bentuk salep atau linimen dan dimaksudkan sebagai counter irritant bagi kulit. Asam salisilat berbentuk bubuk, digunakan sebagai keratolitik. Dengan dosis tergantung dari penyakit yang diobati.

Contoh sediaan: Aptor®, Aspilets®, Aspirin®, Bodrexin®, Cafenol®, Farmasal®, Naspro®.

Salisilamid

Salisilamid adalah amida asam salisilat yang memperlihatkan efek analgesik dan antipiretik mirip asetosal, walaupun dalam badan salisilamid tidak diubah menjadi salisilat. Efek analgesik antipiretik salisilamid lebih lemah dari salisilat, karena salisilamid dalam mukosa usus mengalami metabolisme lintas pertama, sehingga hanya sebagian salisilamid yang diberikan masuk sirkulasi sebagai zat aktif. Obat ini mudah diabsorpsi usus dan cepat didistribusi ke jaringan. Salisilamid dijual bebas dalam bentuk obat tunggal atau kombinasi tetap. Dosis

(11)

analgesik antipiretik untuk orang dewasa 3-4 kali 300-600 mg sehari, untuk anak 65 mg/kgbb/hari diberikan 6 kali/hari. Untuk febris reumatik diperlukan dosis oral 3-6 kali 2 g sehari (Wilmana freddy, dan Sulistia Gan. 2007; 237).

Diflunisal

Obat ini merupaka derivat difluorofenil dari asam salisilat, tetapi in vivo tidak diubah menjadi asam salisilat. Bersifat analgetik dan antiinflamasi tetapi hampir tidak bersifat antipiretik. Setelah pemberian oral, kadar puncak dicapai dalam 2-3 jam. Indikasi diflunisal hanya sebagai analgesik ringan sampai sedang dengan dosis awal 500 mg disusul 250-500 mg tiap 8-12 jam (Wilmana freddy, dan Sulistia Gan. 2007; 237).

b. Para Amino Fenol

Derivat para amino fenol yaitu fenasetin dan asetaminofen. Asetaminofen (parasetamol) merupakan metaboli fenasetin dengan efek antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Efek analgesik parasetamol dan fenasetin serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu parasetamol dan feasentin tidak digunakan sebagai antireumatik (Wilmana freddy, dan Sulistia Gan. 2007; 237).

Indikasi :

Di Indonesia penggunaan parasetamaol sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik lainnya, parasetamol sebaliknya tidak diberikan terlalu lama karena kemungkinan menimbulkan nefropati analgesik. Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Karena hampir tidak mengiritasi lambung, parasetamol sering dikombinasi dengan OAINS untuk efek analgesik.

(12)

Parasetamol tersedia sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500 mg atau sirup yang mengandung 120 mg/5 mL. Selain itu parasetamol terdapat sebagai sediaan kombinasi tetap, dalam bentuk tablet maupun cairan. Dosis parasetamol untuk dewasa 300 mg-1 g per kali, dengan maksimum 4 gram per hari, untuk anak 6-12 tahun 150-300 mg/kali, dengan maksimum 1,2 gram/hari. Untuk anak 1-6 tahun 60-120 mg/kali dan bayi dibawah 1 tahun 60 mg/kali, pada keduanya diberikan maksimum 6 kali sehari (16).

Contoh sediaan : Alphagesic®, Alphamol®, Analpim®, Betamol®, Biogesic®, Bobotan®, Calapol®, Citomol®, Cupanol®, Cymacold®, Dapyrin®, Nalgesik®, Naprex®, Nasamol®, Novagesic®, Nufadol® dan lain-lain.

c. Pirazolon Dan Derivat

Dalam kelompok ini termasuk dipiron, fenilbutazon, oksifenbutazon, antipirin dan aminopirin (Wilmana freddy, dan Sulistia Gan. 2007; 239).

Saat ini dipiron hanya digunakan sebagai analgesik-antipiretik karena efek anti-inflamasinya lemah. Sedangkan antipirin dan aminopirin tidak dianjurkan digunakan lagi karena lebih toksik daripada dipiron. Karena keamanan obat ini diragukan, sebaiknya dipiron hanya diberikan bila dibutuhkan analgesik-antipiretik suntikan atau bila pasien tidak tahan analgesik-antipiretik yang lebih aman (Wilmana freddy, dan Sulistia Gan. 2007; 239).

Indikasi :

Saat ini dipiron hanya digunakan sebagai analgesic-antipiretik karena efek anti-inflamasinya lebih lemah. Sedangkan antipirin dan aminopirin tidak dianjurkan digunakan lagi karena lebih toksik daripada dipiron. Karena keamanan obat ini diragukan, sebaiknya dipiron hanya diberikan bila pasien tidak tahan analgesik –antipiretik yang lebih aman. Pada beberapa kasus penyakit Hodgkin dan periarteritis nodusa,

(13)

dipiron merupakan obat yang masih dapat digunakan untuk meredakan demam yang sukar diatasi denan obat lain. Dosis untuk dipiron ialah 3 kali 0,3-1 gram/hari. Dipiron tersedia dalam bentuk tablet 500 mg dan larutan obat suntik yang mengandung 500 mg/mL (16).

Fenilbutazon dan Oksifenbutazon

Fenilbutazon adalah 3,5-diokso-1, 2-difenil-4-butilpirazolidin dan oksifenbutazon adalah derivate oksifenilnya. Dengan adanya AINS yang lebih aman, fenilbutazon dan oksifenibutazon tidak lagi dianjurkan dan digunakan sebagai anti-inflamasi kecuali obat lain tidak efektif (16).

Contoh sediaan : Akrofen®, Bitrasone®, Erphazon®, Etacyl®, Gracylo®, Ifirema®, Novason®, Pehazon®, Phenylbutazon Berlico®, Phenylbutazon Molex Ayus®, Redalin®, Selesfen®, Sendilin®, Zenzon®, Zerion®, dan Zonifar®.

d. Analgesik Anti-Inflamasi Non Steroid Lainnya Asam Mefenamat Dan Meklofenat

Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik, sebagai anti inflamasi, asam mefenamat kurang efektif dibandingkan aspirin. Meklofenamat digunakan sebagai anti-inflamasi pada terapi artritis reumatoid dan osteoartritis (Wilmana freddy, dan Sulistia Gan. 2007; 239).

Dosis Asam mefenamat adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari. Asam mafenamat merupakan obat keras yang termasuk dalam obat wajib apotek. Sedangkan dosis meklofenamat untuk terpakai penyakit sendi adalah 200-400 mg sehari. Karena efek toksiknya maka di Amerika Serikat obat ini tidak dianjurkan untuk diberikan kepada anak di bawah 14 tahun dan wanita hamil, dan pemberiannya tidak melebihi 7 hari. Penelitian klinis menyimpulkan bahwa penggunaan selama haid mengurangi kehilangan darah secara bermakna.

Contoh sediaan: Allogon®, Alpain®, Altran®, Analspec®,Anastan Forte®, Argesid®, Asimat®, Benostan®, Bimastan®, Bonapons®, Cargesik®, Cetalmic®, Citostan®,

(14)

Corstanal®, Costan Forte®, Datan®, Dentacid®, Dogesic®, Dolfenal®, Dolodon®, Dolorstan®, Dolos®, Dystan®, Etafenin®, Fargetix®, Femisix®, Fenamin®, Fensik®, Mefinal®, Omestan®, Ponstan® dan lain-lain.

Diklofenak

Diklofenak adalah turunan asam fenilasetat sederhana yang mempunyai flurbiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan efek anti-inflamasi, analgesik, dan antipiretik (Payan DG, Katzung BG, 1998).

Contoh sediaan : Dicloflam®, Diclomec®, Dolofenac®, Elithris®, Fenaren®, Fenavel®, Valto®, Abdiflam®, Arthrotec®, Atranac®, Berifen®, Deflamat®, Flamar®, Flamenac®, Neurofenac®, Proklaf®, Valto Gel®, Voltaren®, Xepathritis®, Zegeren® dan lain-lain.

Fenbufen

Berbeda dengan obat AINS lainnya, fenbufen merupakan suatu pro-drug. Jadi fenbufen sendiri bersifat inaktif dan metabolit aktifnya adalah asam 4-bifenil-asetat. zat ini memiliki waktu paruh 10 jam sehingga cukup diberikan satu atau dua kali sehari. Absorpsi obat melalui lambung baik, dan kadar puncak metabolit aktif dicapai dalam waktu 7,5 jam (Wilmana freddy, dan Sulistia Gan. 2007; 240).

Ibuprofen

Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan pertama kali di banyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama seperti aspirin. Obat ains derivat asam propionat hampir seluruhnya terikat pada protein plasma, efek interaksi misalnya penggeseran obat warfarin obat warfarin dan hipoglikemik hampir tidak ada (Wilmana freddy, dan Sulistia Gan. 2007; 240)

(15)

Derivat asam propionat ini memiliki efektivitas seperti ibuprofen dengan sifat anti-inflamasi sedang. Absorpsi berlangsung baik dari lambung dan waktu paruh plasma sekitar 2 jam. Efek samping sama dengan ains lain terutama menyebabkan gangguan saluran cerna, dan reaksi hipersensitivitas. Dosis 2 kali sehari 100 mg sehari, tetapi sebaiknya ditentukan secara individual (Wilmana freddy, dan Sulistia Gan. 2007; 240).

Naproksen

Merupakan salah satu derivat asam propionat yang efektif dan insiden efek samping obat ini lebih dibandingkan derivat asam propionat yang lain. Absorpsi obat ini berlangsung baik melalui lambung dan kadar puncak plasma dicapai dalam 2-4 jam. Bila diberikan dalam bentuk garam natrium naproksen, kadar puncak plasma dicapai lebih cepat. Waktu paruh obat ini 14 jam, sehingga cukup diberikan dua kali sehari (Wilmana freddy, dan Sulistia Gan. 2007; 241) Asam Tiaprofenat

Asam tiaprofenat memperlihatkan sifat sama seperti derivate asam propionate lainnya. Waktu paruh dalam plasma kira-kira 2 jam dan ekskresi terutama melalui ginjal sebagai konjugat asilglukuronida. Efek samping sama seperti obat AINS lainnya. Dosis 3 kali 200 mg sehari (Wilmana freddy, dan Sulistia Gan. 2007; 241).

Indometasin

Merupakan derivate indol-asam asetat. Obat ini sudah dikenal sejak 1963 untuk pengobatan artritis reumatoid dan sejenisnya. Walaupun obat ini efektif tetapi karena toksik maka penggunaan obat ini dibatasi. Indometasin memiliki efek anti-inflamasi dan analgesik-antipiretik yang kira-kira sebanding dengan aspirin. Telah terbukti bahwa indometasin memiliki efek analgesik perifer maupun sentral. In vitro indometasin menghambat siklooksigenase. Seperti kolkisin, indometasin menghambat motilitas leukosit polimorfonuklear (Wilmana freddy, dan Sulistia Gan. 2007; 241).

(16)

Piroksikam dan Meloksikam

Piroksikam merupakan salah satu AINS dengan struktur baru yaitu oksikam, derivat asam enolat. Waktu paruh dalam plasma lebih dari 45 jam sehingga dapat diberikan hanya sekali sehari. absorpsi berlangsung cepat di lambung; terikat 99% pada protein plasma. Obat ini menjalani siklus enterohepatik (Wilmana freddy, dan Sulistia Gan. 2007; 242).

Meloksikam cenderung menghambat KOKS-2 lebih dari KOKS-1 tetapi penghambatan KOKS-1 pada dosis terapi tetap nyata. Penelitian terbatas menyimpulkan efek samping meloksikam 7,5 mg sehari terhadap saluran cerna kurang dari piroksikam 20 mg sehari (Wilmana freddy, dan Sulistia Gan. 2007; 242).

Nabumeton

Nabumeton merupakan pro-drug. Data pada hewan coba menunjukkan bahwa nabumeton memperlihatkan sifat selektif menghambat iso-enzim prostaglandin untuk peradangan tetapi kurang menghambat prostasiklin yang bersifat sitoprotektif (Wilmana freddy, dan Sulistia Gan. 2007; 242).

KOKS-2 Selektif

Refekoksib terbukti kurang menyebabkan gangguan gastrointestinal dibanding naproksen. Selekoksib tidak terbukti lebih aman dari AINSt. Tidak ada koksib yang klinis terbukti lebih efektif dari AINSt. Obat ini memperlihatkan t1/2 yang panjang sehingga cukup diberikan sekali sehari 60 mg (Wilmana freddy, dan Sulistia Gan. 2007; 242).

2) Analgesik Opioid

Analgesik opiod merupakan kelompok obat yang memiliki sifat seperti opium. Opium yang berasal dari getah papaver somniferum mengandung sekitar 20 jenis alkaloid diantaranya morfin, kodein, tebain, dan papaverin. Analgesik opiod terutama digunakan untuk meredakan atau menghilagkan rasa nyeri, meskipun juga memperlihatkan berbagai efek farmakodinamik yang lain.

(17)

Dari beberapa mekanisme kerja opioid maka dapat diketahui bahwa opioid bekerja dengan mengaktifkan reseptor opioid di midbrain dan mengaktifkan sistem descending, bekerja pada reseptor opioid di transmisi second-order untuk menghambat sinyal nyeri dari sistem ascending, mengaktifkan reseptor opioid terminal sentral serat C di medulla spinalis untuk menghambat keluarnya neurotransmiter nyeri, mengaktifkan reseptor nyeri di perifer untuk menginhibisi aktivasi dari nosiseptor yang juga menghambat sel yang menghasilkan efek inflamasi.

Yang termasuk golongan opiod adalah alkaloid opium, derivat semisintetik alkaloid opium, senyawa sintetik dengan sifat farmakologik menyerupai morfin.

a. Morfin dan Alkaloid Opium

Opium atau candu adalah getah Papaver somniferum L yang telah dikeringkan. Alkaloid asal opium secara kimia dibagi dalam dua golongan; 1) golongan fenantren, misalnya morfin dan kodein dan 2) golongan benzilisokinolin, misalnyanoskapin dan papaverin (Dewoto, Hedi R. 2007; 211).

Efek morfin pada susunan saraf pusat dan usus terutama ditimbulkan karena morfin bekerja sebagai agonis para reseptor µ. Selain itu morfin juga mempunyai afinitas yang lebih lemah terhadap reseptor delta dan k (Dewoto, Hedi R. 2007; 211).

Morfin dan opioid lain terutama diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat dan tidak dapat diobati dengan analgesik non opioid. Lebih hebat nyerinya makin besar dosis yang diperlukan (Dewoto, Hedi R. 2007; 211).

Morfin sering diperlukan untuk nyeri yang menyertai infark miokard, neoplasma, kolik renal atau kolik empedu, oklusio akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner, perikarditis akut, pleuritis dan pneumotoraks spontan, dan nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri pasca bedah (Dewoto, Hedi R. 2007; 211).

(18)

Sediaan yang mengandung campuran alkaloid dalam bentuk kasar beraneka ragam dan masih dipakai.

b. Meperidin dan Derivat Fenilpiperidin Lain

Efek farmakodinamik meperidin dan derivat fenilpiperidin lain serupa satu dengan yang lain. Meperidin terutama bekerja sebagai agonis reseptor µ. Meperidin menimbulkan analgesia, sedasi, euforia, depresi napas dan efek sentral lain. Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan klinis, meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada morfin. Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat praanastetik (Dewoto, Hedi R. 2007; 218).

Fentanil dan derivatnya; sulfentanil. Alfentanil, dan remifentanil merupakan opiod sintetik dari kelompok fenilpiperidin dan bekerja sebagai reseptor µ. Fentanil banyak digunakan sebagai anastetik karena waktu untuk mencapai puncak analgesia lebih singkat dibandingkan morfin dan meperidin (sekitar 5 menit), efeknya cepat berakhir setelah dosis kecil yang diberikan secara bolus, dan relatif kurang mempengaruhi kardiovaskular (Dewoto, Hedi R. 2007; 222).

c. Metadon dan Opioid Lain

Efek analgetik 7,5-10 mg metadon sama kuat dengan afek 10 mg morfin. Dalam dosis tunggal, metadon tidak menimbulkan hipnosis sekuat morfin. Setelah pemberian metadon berulang kali timbul efek sedasi yang jelas, mungkin karena adanya akumulasi (Dewoto, Hedi R. 2007; 222).

Jenis nyeri yang dapat dipengaruhi metadon sama dengan morfin. Dosis ekuianalgetik metadon kira-kira sama dengan morfin. Efek analgetik mulai timbul 10-20 menit setelah pemberian parenteral atau 30-60 menit setelah pemberian oral metadon (Dewoto, Hedi R. 2007; 223).

Propoksifen bekerja analgetik karena kerja sentralnya. Proksifen terutama terikat pada reseptor µ meskipun kurang selektif dibandingkan morfin. Proksifen hanya digunakan untuk mengobati

(19)

nyeri ringan hingga sedang, yang tidak cukup baik diredakan oleh asetosal (Dewoto, Hedi R. 2007; 210).

d. Agonis Parsial

Pentazosin diindikasikan untuk mengatasi nyeri sedang, tetapi kurang efektif dibandingkan morfin untuk nyeri berat. Obat ini juga digunakan untuk mediasi preanestetik (Dewoto, Hedi R. 2007; 227).

Buprenofrin, suatu agonis parsial reseptor µ, merupakan derivat fenantren yang poten dan sangat lipofilik. Buprenofrin menimbulkan analgesia dan efek lain pada SSP seperti morfin. Masa kerjanya meskipun bervariasi umumnya lebih panjang daripada morfin, karena lambat dilepaskan dari reseptor µ (Dewoto, Hedi R. 2007; 227).

Tramadol adalah analog kodein sintetik yang merupakan agonis reseptor µ yang lemah. Sebagian dari efek analgetiknya ditimbulkan oleh inhibisi ambilan norepinefrin dan noradrenalin. Tramadol sama efektif dengan morfin atau meperidin untuk nyeri ringan sampai sedang, tetapi untuk nyeri berat atau kronik lebih lemah. Untuk nyeri persalinan tramadol sama efektif dengan meperidin dan kurang menyebabkan depresi pernafasan pada neonatus (Dewoto, Hedi R. 2007; 228).

3) Analgesik Adjuvant

Analgesik adjuvan adalah obat yang mempunyai sifat analgesik lemah atau tidak ada sifat analgesik sama sekali apabila diberikan sendiri, namun dapat meningkatkan efek agen analgesik lain. Obat ini dapat dikombinasikan dengan analgesik primer sesuai dengan sistem WHO untuk mengurangi rasa nyeri. Analgesik adjuvant biasanya diberikan kepada pasien yang menggunakan berbagai obat sehingga keputusan mengenai administrasi dan dosis obat harus dibuat dengan pemahaman yang jelas dari tahap penyakit dan tujuan perawatan.

Sebagian analgesik adjuvant mempunyai efek yang bagus pada beberapa situasi nyeri sehingga diberikan nama multipurpose adjuvant analgesics (antidepressants, kortikosteroid, agonis alfa-2 drenergik, neuroleptik). Ada juga yang spesifik pada kondisi tertentu saja, seperti

(20)

pada nyeri neuropatik, nyeri tulang, nyeri otot, atau nyeri pada obstruksi usus.

Antidepresant

Kedua jenis tertiary amines (amitriptiline, imipramine dan clomiperamine) dan secondary amines (nortriptyline dan desipramine) bersifat analgesik.

Kortikosteroid

Kortikosteroid mempunyai sifat analgesik untuk banyak kondisi nyeri seperti nyeri kanker, nyeri tulang, nyeri neuropatik (kompresi pada struktur saraf), nyeri kepala (peningkatan tekanan intrakranial), nyeri sendi (arthalgia) dan nyeri dalam rongga abdomen.

Obat yang sering dipakai adalah dexametason, prednison dan metilprednisolone.

Antikejang, seperti karbamazepin (Tegretol®) atau fenitoin (Dilantin®), telah terbukti efektif untuk mengatasi nyeri menyayat yang berkaitan dengan kerusakan saraf. Nyeri menyayat (menusuk atau menembus secara singkat) adalah khas untuk neuralgia trigeminus, neuropati diabetes, dan neuralgia pascaherpes serta sering terjadi setelah l aminektomi dan amputasi ekstremiias. Antikejang efektif untuk nyeri neuropatik karena obat golongan ini menstabilkan membran sel saraf dan menekan respons akhir di saraf. Gabapentin, yang terutama efektif untuk nyeri menyayat, memiliki mekanisme kerja yang belum jelas, walaupun obat ini berikatan dengan reseptor spesifik di otak, menghambat arus natrium yang bergantung pada voltase, dan mungkin meningkatkan pelepasan GABA. Antikejang zonisamid (Zonegran®), menimbulkan efek antiepilepsi melalui blokade saluran natriurn dan kalsium, serta melalui aktivitas dopaminergik dan serotonergik. Pada hewan percobaan, redanya nyeri melalui mekanisme serupa terbukti bermarifaat.

Antidepresan trisiklik, seperti amitriptilin (Elavil®) atau imipramin (Tofranil®), adalah analgetik yang sangat efektif untuk nyeri

(21)

neuropatik, serta berbagai penyakit lain yang menimbulkan nyeri. Aplikasi-aplikasi spesifik adalah terapi untuk neuralgia pascaherpes, invasi struktur saraf oleh karsinoma, nyeri pascabedah, dan artritis rematoid. Pada pengobatan untuk nyeri, antidepresan trisiklik tampaknya memiliki efek analgetik yang independen dan aktivitas antidepresannya. Diperkirakan bahwa antidèpresan trisiklik menghilangkan nyeri dengan menghambat penyerapan ulang amina-amina biogenik di SSP. Seperti telah disinggung, neuron-neuron serotonergik dan adrenergik di batang otak berproyeksi ke dan menghambat transmisi nyeri sel-sel di kornu dorsalis medula spinalis dan merupakan bagian dari sistem modulasi-nyeri desendens. Antidepresan trisiklik diperkirakan meningkatkan efek inhibitorik serotonin dan norepinefrin pada neuron-neuron untuk transnisi nyeri spinal (adjuvantanalgesic.pdf).

Obat adjuvan lain yang berrnanfaat dalam pengobatan nyeri adalah hidroksizin (Vistaril®), yang memiiki efek analgetik pada beberapa penyakit dan efek aditif apabila diberikan bersama morfin; pelemas otot misalnya diazepam (Valium®), yang digunakan untuk mengobati kejang otot yang berkaitan dengan nyeri; dan steroid misalnya deksametason (Decad ron), yang telah digunakan untuk mengendalikan gejala yang berkaitan dengan kompresi medula spinalis atau metastasis tulang pada pasien kanker (adjuvantanalgesic.pdf).

Adjuvan lain untuk analgesia adalah agonis reseptor adrenergik-alfa (misalnya, agonis adrenergik-alfa-2, klonidin), yang sering diberikan secara intraspinal bersama dengan opioid atau anestetik lokal; obat ini juga memiliki efek analgetik apabila diberikan secara sistemis karena memulihkan respons adrenergik simpatis yang berlebihan di reseptor sentral dan perifer. Antagonis alfa-1, prazosin, juga pernah digunakan dalam penatalaksanaan nyeri yang disebabkan oleh sistem simpatis. Efek samping utama dan obat-obat ini adalah hipotensi dan potensiasi depresi pernapasan yang diinduksi oleh opioid (adjuvantanalgesic.pdf).

(22)

b) Terapi Non-Farmakologi

1) Stimulasi dan masase kutaneus.

Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor tidak nyeri pada bagian yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem kontrol desenden. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena menyebabkan relaksasi otot (Smeltzer dan Bare, 2002).

2) Terapi es dan panas

Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Baik terapi es maupun terapi panas harus digunakan dengan hati-hati dan dipantau dengan cermat untuk menghindari cedera kulit (Smeltzer dan Bare, 2002).

3) Trancutaneus electric nerve stimulation

Trancutaneus electric nerve stimulation (TENS) menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung pada area nyeri. TENS dapat digunakan baik untuk nyeri akut maupun nyeri kronis (Smeltzer dan Bare, 2002).

4) Distraksi

Distraksi yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri dapat menjadi strategi yang berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap teknik kognitif efektif lainnya. Seseorang yang kurang menyadari adanya nyeri atau memberikan sedikit perhatian pada nyeri akan sedikit terganggu oleh nyeri dan lebih toleransi terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden,

(23)

yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak (Smeltzer dan Bare, 2002).

5) Teknik relaksasi

Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Hampir semua orang dengan nyeri kronis mendapatkan manfaat dari metode relaksasi. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri (Smeltzer dan Bare, 2002).

6) Imajinasi terbimbing

Imajinasi terbimbing adalah mengggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Sebagai contoh, imajinasi terbimbing untuk relaksasi dan meredakan nyeri dapat terdiri atas menggabungkan napas berirama lambat dengan suatu bayangan mental relaksasi dan kenyamanan (Smeltzer dan Bare, 2002).

7) Hipnosis

Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis. Keefektifan hipnosis tergantung pada kemudahan hipnotik individu.

6. Swamedikasi

Obat-Obat Sintetis (MIMS Petunjuk Konsultasi. 2014/2015) 1) Asam asetilsalisilat / asetosal

(24)

Gambar 3. Aspirin

Nama Sediaan : Aspirin (Produsen : Bayer consumer care) Bentuk sediaan : Tablet kunyah Asam asetilsalisilat/aspirin 500 mg

Indikasi : Untuk menurunkan demam, meringankan sakit kepala, sakit gigi dan nyeri otot.

Dosis : Dewasa 1-2 tablet. Anak > 5 tahun ½ - 1 tablet. Semua dosis diberikan 2 – 3 kali per hari.

Aturan pakai : berikan segera sesudah makan

Efek samping : Kadang-kadang dapat terjadi: iritasi lambung, mual, muntah. Pemakaian jangka panjang dapat terjadi: perdarahan lambung, tukak lambung.

Kontraindikasi : Penderita hipersensitif (termasuk asma). Penderita tukak lambung (maag), pernah atau sering mengalami perdarahan di bawah kulit (konsultasikan dengan dokter). Penderita hemofilia dan trombositopenia, karena dapat meningkatkan risiko terjadinya perdarahan. Penderita yang sedang terapi dengan antikoagulan (konsultasikan dengan dokter).

Golongan : obat bebas

2) Metamizole Na/Metampiron

Gambar 4. Novalgin

(25)

Bentuk sediaan : Tablet (Metamizole Na 500 mg) dan sirup (Metamizole Na 50mg/ml)

Indikasi : nyeri hebat yang berhubungan dengan sakit kepala, sakit gigi, post op, nyeri akut dan kronik karena spasem otot polos

Dosis : tab dewasa dan remaja ≥ 15 tahun 1 tab, sir dewasa dan remaja ≥ 15 tahun 2-4 sdt. Anak 13-14 tahun 1 3/4 – 3 ½ sdm. 10-12 tahun ½ - 3 sdm.

Aturan pakai : berikan sesudah makan

Efek samping : jarang ; reaksi anafilaksis / anafilaktoid dan gejala-gejala pada mukosa, dispnea. Angioedema berat, bronkospasme, aritmia jantung, penurunan TD secara drastis, syok sirkulasi. Jarang; ruam kulit

Kontraindikasi : alergi pirazolon, porfiria hepatik atau defisiensi G6PD kongenital. Hamil dan laktasi. Gangguang fungsi sumsum tulang dan penyakit sistem hematopoetik. Pasien yang diketahui mengalami bronkospasme atau reaksi anafilaksis lain terhadap analgetik.

Golongan : obat keras (obat wajib apotek) Maksimal 20 tablet, sirup 1 botol

3) Asam Mefenamat

Gambar 5. Mefinal Nama Sediaan : Mefinal (Produsen : Sanbe) Bentuk sediaan : kapsul (asam mefenamat 500 mg)

(26)

Indikasi : nyeri pada reumatik akut, dan kronis, luka jaringan lunak, pegal otot dan sendi, dismenore, sakit kepala, gigi, nyeri pasca bedah

Dosis : dewasa dan anak > 14 tahun awal 500 mg, kemudian 250 mg/jam. Anak > 6 bln 3-6,5 mg/kg BB tiap 6 jam. Maks 7 hari

Aturan pakai : berikan segera sesudah makan

Efek samping : gangguan dan perdarahan GI, tukak peptik. Kontraindikasi : tukak peptic atau usus, gangguan ginjal atau hati

Golongan : obat keras (obat wajib apotek) Maksimal 20 tablet, sirup 1 botol

4) Ibuprofen

Gambar 6. Farsifen Nama Sediaan : Farsifen (Produsen : Ifars)

Bentuk sediaan : kapsul salut selaput (ibuprofen 400 mg)

Indikasi : meredakan gejala rematik pada tulang, sendi dan non sendi; trauma pada otot dan muskuloskeletal, menurunkan demam dan meredakan nyeri ringan s/d sedang misalnya pasca ekstraksi gigi dan nyeri pasca operasi, sakit kepala. Dismenore primer

Dosis : kapsul dewasa inflamasi dan analgesik 400 mg 3-4 kali/hari. Analgesik 200-400 mg 3-4 kali/hari. Maks; 2400 mg/hr. Anak 8-12 tahun 200 mg 3-5 kali/hari . 3-7 tahun 100 mg 3-4 kali/hari, 1-2 tahun 50 mg 3-4 kali/hari.

(27)

Aturan pakai : berikan segera sesudah makan

Efek samping : mual, muntah, gangguan pencernaan, diare, konstipasi, nyeri lambung, ruam kulit, bronkospasme, trombositopenia, limfopenia, penurunan ketajaman penglihatan, buta warna

Kontraindikasi : tukak peptic berat dan aktif, polip hidung, angioedema. Asma, rinitis atau urtikaria sesudah menggunakan aspirin atau OAINS lain. Hamil trimester 1.

Golongan : obat keras (obat wajib apotek) maksimal 10 tablet.

b) Sediaan Obat herbal 1) Brotowali

Komposisi : Simplisia Tinospora tuberculata 500 mg No. Registrasi : DEPKES RI P-IRT 207340101181

Khasiat : Brotowali merupakan tanaman asli Indonesia. Secara tradisional brotowali dikenal memiliki efek farmokologi sanalgesik (mengurangi rasa sakit), antipiretik (menurunkan demam), antiinflamasi (anti radang), dan hipoglikemik (menurunkan kadar gula darah)

Sediaan : 50 kapsul @ 500mg

Aturan Pakai : 3 x 1-3 kapsul sehari. Diminum 1 jam sebelum makan. Produsen : Bina Syifa Mandiri

Gambar 7. Brotowali 2) Herbal untuk Rasa Sakit

(28)

Komposisi : Tiap kapsul mengandung : Sida rhombifolia (Sidaguri) 20%, Cinnamomum burmani (Kayu manis) 20%, Plantago major (daun sendok) 20%, Murraya paniculata (Kemuning) 20%, Caesalpinia sappan (Secang) 20% Khasiat : Sida rhombifolia mengatasi berbagai rasa sakit

(analgesik) / antinyeri serta melancarkan aliran darah. Aturan Pakai : Minum obat penghilang rasa sakit 2 x 3 kapsul/hari, 30

menit sebelum makan atau 1 jam setelah makan. No. Reg. : 002600275401004

Isi : 30 kapsul @250 mg

Gambar 8. Herbal untuk rasa sakit c) Tanaman (Aserani: 2010)

1. Brotowali

Nama Latin : Tinospora tuberculata Beumee

Kandungan kimia : Alkaloid, damar lunak, pati, glikosida pikroretosid, zat pahit pikroetin, harsa, berberin, palmatin, kolumbin (akar), kokulin (pikrotoksin), dan tinokrisposid.

Khasiat ; Tanaman ini banyak digunakan sebagai bahan dasar pembuatan jamu oleh industri farmasi tradisional. Batangnya yang segar dapat mengatasi nyeri (besifat analgetik), menurunkan gula darah, peredam panas tubuh (antipretik), serta menambah nafsu makan. Daun brotowali bermanfaat untuk pencahar apabila

(29)

mengalami kesulitan BAB, obat diabetes, dan obat luka (http://www.cara-obat.com/2013/09/manfaat-khasiat-daun-brotowali-untuk-kesehatan.html)

Bagian tanaman : Bagian batang dan daun

Cara Pemakaian : 1-2 jari batang brotowali (10-15 g) dicuci dan potong-potong, direbus dengan 3 gelas air sampai menjadi 1½ gelas (20 menit). Setelah dingin disaring, dan minum ½ gelas sebanyak 2 kali sehari sebelum makan.

Gambar 9. Brotowali 2. Kembang Sepatu

Nama Latin : Hibiscus rosa sinensis L.

Kandungan kimia : pada bagian daunnya mengandung saponin dan polifenol, bagian bunga juga mengandung polifenol, pada bagian akar terdapat saponin, tannin, skopoletin, cleomiscosin A dan cleomiscosin C.

Khasiat ; antiviral, anti-radang, menormalkan siklus haid dan meluruhkan dahak (Hariana. 2013:165).

Bagian tanaman : bagian akar. Cara Pemakaian :

(30)

Gambar 10. Kembang Sepatu 3. Jahe Merah

Nama Latin : Zingiber officinale Rosc.

Kandungan Kimia : Jahe kering mengandung minyak atsiri, oleoresin, amilum, air, dan abu. Aroma yang dimiliki jahe disebabkan oleh komponen minyak atsiri, sedangkan rasa pedas ditimbulkan oleh komponen oleoresin. Khasiat : merangsang ereksi, penghambat keluarnya enzim

5-lipooksigenase dan siklooksigenase serta meningkatkan aktivitas kelenjar endokrin (Hariana. 2013:129).

Bagian tanaman : Rimpang.

Cara Pemakaian : Jahe merah segar 20 gram, daun dewa segar 30 gram, irisan kering mahkota dewa 20 gram, daun meniran segar 30 gram, daun sendok 30 gram. iris halus semua bahan direbus dalam air mendidih dalam takaran air 400 ml atau setara dengan 1 gelas = 100 ml, rebus hingga tersisa air 2 gelas kemudian saring. Diminum ketika hangat 2 x sehari pada pagi dan sore hari.

(31)

Gambar 11. Jahe Merah 4. Beluntas

Nama Latin : Plucea indica L

Kandungan Kimia : Tanaman beluntas bagian daun mengandung alkaloid, flavonoid, tannin, minyak atsiri, asam klorogenik, natrium, kalium, magnesium, dan fosfor.

Khasiat : gangguan pencernaan pada anak, menghilangkan bau badan, penurun panas, rematik dan nyeri pada persendian (Hariana. 2013:58).

Bagian tanaman : Akar

Cara Pemakaian : Akar beluntas segar 5 g; Rimpang kencur segar 7 g; Rimpang temu lawak segar 6 g; Rimpang kunyit segar 6 g; Air 120 ml, Dipipis, Diminum sehari 1 kali 100 ml.

Gambar 12. Beluntas

5. Temulawak

Nama Latin : Curcuma xanthorhiza

Kandungan Kimia : Daging buah (rimpang) temulawak mempunyai beberapa kandungan senyawa kimia antara lain berupa fellandrean

(32)

dan turmerol atau yang sering disebut minyak menguap. Kemudian minyak atsiri, kamfer, glukosida, foluymetik karbinol. Dan kurkumin yang terdapat pada rimpang tumbuhan ini bermanfaat sebagai acnevulgaris, disamping sebagai anti inflamasi (anti radang) dan anti hepototoksik (anti keracunan empedu).

Khasiat : peluruh haid, perangsang asi, menguatkan, peluruh kemih, penurun kolesterol. Pemicu regenerasi atas kerusakan sel-sel hati, anti radang, dan memperlancar pengeluaran empedu ke usus (Hariana. 2013:384).

Bagian tanaman : Rimpang

Cara Pemakaian : 1 rimpang temulawak, 1 rimpang kunyit sebesar ibu jari, 1 genggam daun kumis kucing. semua bahan tersebut direbus dengan 1 liter air, dan disaring.

Gambar 13. Temulawak

6. Alang-Alang

Nama Latin : Imperata cylindrical L.

Kandungan Kimia : Akar: metabolit yang telah ditemukan pada akar alang-alang terdiri dari arundoin, fernenol, isoarborinol, silindrin, simiarenol, kampesterol, stigmasterol, ßsitosterol, skopoletin, skopolin, p-hidroksibenzaladehida, katekol, asam klorogenat, asam isoklorogenat, asam pkumarat, asam neoklorogenat, asam asetat, asam oksalat, asam d-malat, asam sitrat,

(33)

potassium (0,75% dari berat kering), sejumlah besar kalsium dan 5- hidroksitriptamin.

Khasiat : penurun panas, peluruh kencing, menghentikan perdarahan, menghilangkan haus. (Hariana. 2013:32). Bagian tanaman : Rimpang

Cara Pemakaian : Dibuat infusa rimpang Alang-alang 6 gram, daun sendok segar 6 gram, daun Andong segar 2 helai dengan air 110 ml. Diminum 2 kali sehari, pagi dan sore.

Gambar 14. Alang-Alang 7. Kemuning

Nama Latin : Murraya paniculata L.

Kandungan Kimia : Glukosida murayin; Minyak atsiri; Kadinena

Khasiat : mematikan rasa, sedatif, anti-radang, antirematik, anti swelling/pembengkakan, antitiroida dan pelancar peredaran darah (Hariana. 2013:172).

Bagian tanaman : Rimpang

Cara Pemakaian : Daun kemuning 3 g ; Akar tembelekan 6 g; Air 110 ml, dibuat infus, Diminum 1 kali sehari 100 ml.

Gambar 15. Kemuning

B. Antipiretik

(34)

Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus (Dinarello & Gelfand, 2005). Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,2°C. Derajat suhu yang dapat dikatakan demam adalah rectal temperature ≥38,0°C atau oral temperature ≥37,5°C atau axillary temperature ≥37,2°C (Kaneshiro & Zieve, 2010).

Istilah lain yang berhubungan dengan demam adalah hiperpireksia. Hiperpireksia adalah suatu keadaan demam dengan suhu >41,5°C yang dapat terjadi pada pasien dengan infeksi yang parah tetapi paling sering terjadi pada pasien dengan perdarahan sistem saraf pusat (Dinarello & Gelfand, 2005).

Demam terbagi atas beberapa tingkatan :

1. Demam ringan = suhu badan berkisar antara 37o-38 oC

2. Demam sedang = suhu badan berkisar antara 38o -39o C

3. Demam = suhu badan berkisar antara 39o -40o C

4. Demam tinggi = suhu badan di atas 40oC

2. Patofisiologi Demam

Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005).

(35)

Gambar 16. Patofisiologi Demam

Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan (Dalal & Zhukovsky, 2006).

3. Mekanisme Demam

Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005). Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001).

4. Klasifikasi

Tipe-tipe demam bergantung pada suhu tubuh penderita yang berubah-ubah setiap hari. Penyakit-penyakit tertentu yang diawali dari demam, dapat

(36)

dikarakteristikkan dengan kurva temperatur yang spesifik. Berdasarkan hal di atas demam dibagi atas delapan tipe (Sulustia. 1995):

1. Continued fever (febris continua): suhu tubuh terus-menerus di atas normal. Gejala ini ditemukan pada lobar pnemonia, typhus dan lain-lain.

2. Remittent fever (febris remittens): suhu tubuh tiap hari turun naik tanpa kembali ke normal. Gejala ini ditemukan pada penyakit purulent, kadang-kadang pada TBC paru-paru.

3. Intermittent fever (febris intermittens): suhu tubuh tiap hari kembali ke (bawah) normal, kemudian naik lagi. Gejala ini ditemukan pada penyakit malaria.

4. Hectic fever (febris hectica), memiliki fluktuasi temperatur yang jauh lebih besar daripada remittent fever, mencapai 2o C – 4o C. Hal ini ditandai dengan

menurunnya temperatur dengan cepat ke normal atau di bawah normal, biasanya disertai dengan pengeluaran keringat yang berlebihan. Gejala ini ditemukan pada TBC paru-paru dan sepsis.

5. Recurrent fever (febris recurrens) merupakan demam yang mengambuh. 6. Undulant fever (febris undulans), ditandai dengan kenaikan suhu tubuh secara

berangsur yang diikuti dengan penurunan suhu tubuh secara berangsur pula sampai normal. Gejala ini ditemukan pada penyakit bruselosis.

7. Irreguler fever (febris irregularis), ditandai dengan variasi diurnal yang tidak teratur dalam selang waktu yang berbeda. Gejala ini ditemukan pada demam rematik, disentri, influenza, sepsis, rheumocarditis dan lain-lain.

8. Inverted fever (febris inversa), dalam hal ini suhu tubuh pagi hari lebih tinggi daripada malam hari. Gejala ini ditemukan pada TBC paru-paru, sepsis dan bruselosis.

5. Penatalaksanaan Terapi a) Terapi Farmakologi

Analgetik adalah adalah obat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi.Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi.Umumnya cara kerja analgetik-antipiretik adalah dengan menghambat sintesa neurotransmitter tertentu yang dapat menimbulkan

(37)

rasa nyeri & demam. Contoh obat-obat analgesik antipiretik yang beredar di Indonesia (Inarno. 2013) :

1) Paracetamol

Paracetamol merupakan analgesik-antipiretik dan anti-inflamasi non-steroid (AINS) yang memiliki efek analgetik (menghilangkan rasa nyeri), antipiretik (menurunkan demam), dan anti-inflamasi (mengurangi proses peradangan). Paracetamol paling aman jika diberikan selama kehamilan. Parasetamol dalam dosis tinggi dan jangka waktu pemberian yang lama bisa menyebabkan toksisitas atau keracunan pada ginjal. sehingga dikategorikan sebagai analgetik-antipiretik. Golongan analgetik-antipiretik adalah golongan analgetik ringan. Parasetamol merupakan contoh obat dalam golongan ini. Beberapa macam merk dagang, contohnya Parasetamol (obat penurun panas atau penghilang nyeri) bisa diperdagangkan dengan merk Bodrex, Panadol, Paramex. (Inarno. 2013).

Parasetamol tersedia sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500 mg atau sirup yang mengandung 120 mg/5 ml. Selain itu parasetamol terdapat sebagai sediaan kombinasi tetap, dalam bentuk tablet maupun cairan. Dosis parasetamol untuk dewasa 300 mg - 1 g per kali, dengan maksimum 4 g/hari.

2) Ibuprofen

Ibuprofen adalah salah satu jenis anti-inflamasi non-steroid (AINS) yang diindikasikan untuk meredakan nyeri ringan sampai sedang, nyeri setelah operasi, nyeri pada penyakit sendi (seperti pengapuran sendi atau rematik), nyeri otot, nyeri haid, serta menurunkan demam. Ibuprofen juga memiliki efek anti-radang dan anti-pembekuan darah yang lemah. (Yolanda. 2013).

Dosis untuk demam yakni 200-400 mg tiap 4 sampai 6 jam dengan dosis maksimum 1200 mg sehari. martindalle, hal;65.

3) Aspirin

Aspirin adalah obat menghambat produksi prostaglandin (sebuah zat spesifik yang menyebabkan rasa sakit dan demam) untuk mengurangi

(38)

respons tubuh terhadap serangkaian proses kimia yang akhirnya menuju terbentuknya rasa sakit.Obat ini di indikasikan untuk meringankan rasa sakit, nyeri otot dan sendi, demam, nyeri karena haid, migren, sakit kepala dan sakit gigi tingkat ringan hingga agak berat. (Bayer. 2005).

Dosis 300-900 mg diberikan tiap 4 sampai 6 jam, dengan dosis maksimum 4000 mg sehari.

b) Terapi Non-Farmakologi

Adapun yang termasuk dalam terapi non-farmakologi dari penatalaksanaan demam:

1) Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi dan beristirahat yang cukup.

2) Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan pada saat menggigil. Kita lepaskan pakaian dan selimut yang terlalu berlebihan. Memakai satu lapis pakaian dan satu lapis selimut sudah dapat memberikan rasa nyaman kepada penderita.

3) Memberikan kompres hangat pada penderita. Pemberian kompres hangat efektif terutama setelah pemberian obat. Jangan berikan kompres dingin karena akan menyebabkan keadaan menggigil dan meningkatkan kembali suhu inti (Kaneshiro & Zieve. 2010).

6. Swamedikasi

a) Obat Sintetis (MIMS Petunjuk Konsultasi. 2014/2015) 1) Asam asetilsalisilat /asetosal/aspirin

Gambar 17. Aspirin

Nama Sediaan : ASPIRIN (Produsen : Bayer consumer care) Bentuk sediaan : Tablet Asam asetilsalisilat/aspirin 500 mg

Indikasi : Untuk menurunkan panas demam dan meringankan rasa sakit seperti sakit kepala dan nyeri otot.

(39)

Dosis : Dewasa 1-2 tablet. Anak > 5 tahun ½ - 1 tablet. Semua dosis diberikan 2 – 3 kali per hari.

Aturan pakai : berikan sesudah makan

Efek samping : Iritasi lambung, pendarahan lambung / tukak lambung (terutama pemakaian lama), mual, muntah, reaksi hipersensivitas (sesak napas, reaksi kulit), dapat terjadi berkurangnya jumlah trombosit(trombositopenia).

Kontraindikasi : Penderita yang sedang diterapi anti koagulan (konsultasikan dengan dokter). Penderita hemofilia, trombositopenia, varicella / cacar air / chickenpox dan gejala flu, hipersensitif terhadap salisilat. Penderita alergi (termasuk asma), tukak lambung (maag), pernah atau sering mengalami pendarahan di bawah kulit (konsultasikan dengan dokter).

Golongan : obat bebas

2) Ibuprofen

Gambar 18. Ibuprofen Nama sediaan : PRORIS (Produsen ; Pharos)

Bentuk sediaan : kapsul (ibuprofen 200 mg), tablet kunyah (ibuprofen 100 mg) dan syrup (ibuprofen 100 mg/5 ml).

Indikasi : meredakan demam, mengurangi rasa nyeri pada sakit gigi, sakit kepala, nyeri otot, nyeri pasca operasi setelah cabut gigi dan peny reumatik.

(40)

Dosis : dewasa 200 mg 3-4 kali/hari. Anak 1-12 tahun untuk mengurangi demam suhu < 39ºC; 5 mg/kg BB, suhu > 39ºC; 10mg/kg BB. Diberikan 3-4 kali/hari

Aturan pakai : berikan segera sesudah makan

Kontraindikasi : tukak peptik, penderita dengan riwayat asama, rinitis atau urtikaria karena menggunakan aspirin atau ains lain Golongan : obat bebas terbatas

3) Parasetamol

Gambar 19. Sanmol

Nama sediaan

: sanmol (produsen; sanbe)

Bentuk sediaan : tablet (parasetamol 500 mg), syrup (120 mg/5 mL) Indikasi : Meredakan nyeri termasuk sakit kepala dan sakit gigi.

Meredakan demam akibat flu & setelah imunisasi.

Dosis : Dewasa 1-2 tablet, anak ½-1 tablet, syrup anak 1-2 tahun 5 mL, 2-6 tahun 5-10 mL, 6-9 tahun 10-15 mL, 9-12 tahun 15-20 mL. Semua dosis diberikan 3-4 kali/hari. Aturan pakai : Dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau tidak Kontraindikasi : Hipersensitivitas. Gangguan fungsi hati berat Golongan : Obat bebas terbatas

b) Obat herbal 1) Herbamed Antipe

Komposisi : Centella asiatica Herba (Pegagan) 55 mg Andrographis paniculata Herba (Sambiloto) 35 mg

(41)

Piper retrofractum Fructus (Cabai Jawa) 40 mg Zingiber officinale Rhizoma (Jahe) 30 mg Oldenlandia corymbosa Herba (Rumput Mutiara) 50 mg Curcuma domestica Rhizoma (Kunnyit) 40 mg No. Registrasi : BPOM RI TI 114645721

Khasiat : Herbal Demam & Sakit Kepala. Membantu menurunkan demam/panas, sakit kepala, mengatasi mual dan muntah. Sediaan : 50 kapsul @250 gr

Aturan Pakai : Minum Herbamed Antipe 3 x 2 kapsul/hari. Baik diminum 30 menit sebelum makan.

Produsen : PT. Unique Herbamed Indonesia

Gambar 20. Herbamed Antipe

2) Syamilah for Kids

Komposisi : Tiap sendok 5 ml mengandung:

Morinda citrifolia Fructus (Mengkudu) 50 mg Hedyotis corymbosa Herba (Rumput mutiara) 50 mg Selaginella doederlinii Herba ((Cakar ayam) 50 mg Laranthus sp. Herba (Benalu) 50 mg Andrographis paniculata Herba (Sambiloto) 50 mg Curcuma xanthorriza rhizoma (Temulawak) 50 mg Mel depuratum (Madu)

No. Registrasi : POM TR 143 677 641

Khasiat : Temulawak berkhasiat untuk mengatasi demam atau panas. Temulawak mengandung germakron (golongan kurkumin), suatu zat aktif yang memberi efek

(42)

menurunkan suhu tubuh atau mengatasi demam/panas, dimana aktivitasnya menekan sistem saraf pusat.

Sediaan : sirup @ 125 ml

Aturan Pakai : 3 x sehari 1 sendok takar Produsen : Herbal Indo Utama Magelang

Gambar 21. Syamilah for Kids 3) Tanaman (Aserani: 2010)

1. Jeruk Nipis

Nama Latin : Citrus aurantifolia

Kandungan Kimia : Asam sitral; Minyak atsiri; Linna; Lisasetat; d-limonen; L-linaliol; Dihidrokumarin alkohol; Terpenool; Pinen; Kamfen

Khasiat : Batuk, demam, nyeri haid, nyeri tenggorokan Bagian tanaman : Daun

Cara Pemakaian : Dibuat seduhan campuran daun jeruk nipis segar 5 helai; daun sembung segar 3 helai; Daun prasman segar 5 helai; Air 115 ml. Diminum 1 hari sekali 100 ml.

(43)

Gambar 22. Daun Jeruk Nipis 2. Kesumba

Nama Latin : Bixa orellana L.

Kandungan Kimia : Tannin; Kalsium oksalat; Saponin; Lemak; Glukosida; Damar.

Bagian tanaman : Daun

Khasiat : Diuretik, antipiretik, masuk angina.

Cara Pemakaian : Daun kesumba 10 g; Air 400 ml, Direbus sampai mendidih selama 15 menit, Diminum 3-4 kali sehari.

Gambar 23. Kesumba 3. Asam Jawa

Nama Latin : Tamarindus indica Linn.

Kandungan Kimia : Buah mengandung vitamin A; zat gula; selulosa; asam-asam yang terikat oleh kalium; tartrat; gula invart; pektin.

Khasiat : Laksan, analgesik dan antipiretik, diaforitik, laksatif. Bagian tanaman : Daun

Cara Pemakaian : Daun asam 2 ruas ibu jari; Air mendidih 100 ml, Diseduh, diminum 1 kali sehari 100 ml.

(44)

Gambar 24. Asam Jawa 4. Pepaya

Nama Latin : Carica papaya L.

Kandungan Kimia : Alkaloid papaina; Karpaina; Pseudokarpaina; Glikosida karposid; Saponin; Karisina; Papaina; Papayatimina; Fitoklimasa; Karatinoid; Pektin; Galaktosa; Asam galakturonat.

Khasiat ; Stomakik, emenagog, antelmintik, anti inflamasi, antipiretik, antielmintik, diuretik, demam dan mulas, haid yang disebabkan karena kecapaian, malaria, nyeri sendi.

Bagian tanaman : Daun

Cara Pemakaian : Daun pepaya muda segar 1 helai; Daging buah asam secukupnya; Air 100 ml, Direbus sampai mendidih, Diminum 2 kali sehari; tiap kali minum 100 ml.

Gambar 25. Pepaya 5. Cocor Bebek

Nama Latin : Kalanchoe pinnata

Kandungan Kimia : Glikosida; Briofilin; Lendir; Magnesium malat; Damar Khasiat : nyeri lambung dan diare, muntah darah, rematik, disentri,

demam, radang amandel (Hariana. 2013:356). Bagian tanaman : Daun

Cara Pemakaian : Daun cocor bebek sebanyak kurang lebih 20 g. daun segar dilumatkan dan ditempelkan pada dahi.

(45)

Gambar 26. Cocor bebek

6. Teratai

Nama Latin : Nelumbium nelumbo Druce.

Kandungan Kimia : Bunga: Quercetin, luteolin, isoquercitrin, kaempferol. Benangsari: Quercetin, luteolin, isoquercitrin, galuteolin, juga terdapat alkaloid. Penyangga bunga (reseptacle): Protein, lemak, karbohidrat, caroten, asam nikotinat, vitamin B1, B2, C dan sedikit mengandung nelumbine. Biji: Kaya akan pati, juga mengandung raffinose, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, phosphor dan besi. Kulit biji teratai mengandung nuciferine, oxoushinsunine, N-norarmepavine. Rimpang: Pati, protein, asparagine, vitamin C. Selain itu juga mengandung catechol, d-gallocatechol, neoch- lorogenic acid, leucocyanidin, leucodelphinidin, peroxidase, dll. Akar: Zat tannic dan asparagine. Daun: Roemerine, nuciferine, nornuciferine, armepavine, pronuciferine, Nnornuciferine, D-N-methylcoclaurine, anonaine, liriodenine, quercetin, isoquercitrin, nelumboside, citric acid, tartaric acid, malic acid, gluconic acid, oxalic acid, succinic acid, zat tannic, dll. Dasar daun teratai: Roemerine, nuciferine dan nornuciferine. Tangkai daun: Roemerine, nornuciferine, resin dan zat tannic.

(46)

Khasiat : Diare, disentri, keputihan, kanker nasopharynx, demam, insomnia, hipertensi, muntah darah, mimisan, batuk darah, sakit jantung, beri-beri, sakit kepala, berak dan kencing darah, anemia, ejakulasi

Bagian tanaman : Rimpang

Cara Pemakaian : 100 g rimpang teratai dan 50 g rimpang segar alang-alang, dicuci lalu dipotong - potong secukupnya. Rebus dengan 500 cc air bersih sampai tersisa 250 cc. Setelah dingin disaring, minum seperti teh.

Gambar 27. Teratai

BAB III PEMBAHASAN

Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindarkan sensasi rangsangan nyeri.

(47)

Untuk penatalaksanaan nyeri dapat digunakan terapi farmakologi (menggunakan obat-obatan) dan terapi non-farmakologi (tanpa obat). Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan anestetika umum.

Penatalaksanaan nyeri secara farmakologi melibatkan penggunaan analgesik AINS (anti inflamasi nonsteroid), analgesik opiod dan obat-obat adjuvans atau koanalgesik.

Yang termasuk ke dalam golongan AINS yakni diantaranya salisilamid (asam asetilsalisilat/asetosal/aspirin), asam mefenamat, diklofenak, ibuprofen, ketoprofen, naproksen, indomatesin, piroksikam, meloksikam dan celekoksib.

Golongan analgesik opioid yakni diantaranya morfin dan alkaloid opium, meperidin dan derivat fenilpiperidin, fentanil dan derivatnya, metadon dan proksifen.

Sedangkan untuk analgesik adjuvant biasanya diberikan kepada pasien yang menggunakan berbagai obat sehingga keputusan mengenai administrasi dan dosis obat harus dibuat dengan pemahaman yang jelas dari tahap penyakit dan tujuan perawatan. Contoh obatnya yakni antidepresant (amitriptiline dan despiramine), kortikosteroid (dexametasone, metil prednisolone).

Dalam penggunaannya tidak semua obat-obatan tersebut dapat dibeli bebas tanpa resep dokter. Untuk swamedikasi (pengobatan sendiri) dapat digunakan obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek. Asetosal/aspirin merupakan contoh obat bebas terbatas untuk nyeri. Sedangkan asam mefenamat, metampiron dan ibuprofen termasuk ke dalam golongan obat wajib apotek (obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker yang disertai dengan penjelasan).

Selain obat sintetis, dapat pula digunakan obat herbal untuk mengatasi nyeri. Sediaan jadi herbal yang tersedia yakni Brotowali dan Herbal untuk Rasa Sakit. Tamanan yaitu brotowali, kembang sepatu, jahe merah, beluntas, temulawak, alang-alang dan kemuning.

(48)

Terapi non-farmakologi untuk nyeri yakni stimulasi dan masase kutaneus, terapi es dan panas, trancutaneus electric nerve stimulation, distraksi, teknik relaksasi, imajinasi terbimbing dan hipnosis.

Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus (Dinarello & Gelfand, 2005). Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,2°C. Derajat suhu yang dapat dikatakan demam adalah rectal temperature ≥38,0°C atau oral temperature ≥37,5°C atau axillary temperature ≥37,2°C.

Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Terapi farmakologi untuk demam yakni penggunaan parasetamol, antalgin, ibuprofen dan aspirin. Parasetamol, aspirin dan ibuprofen (proris) dapat diperoleh bebas tanpa resep dokter.

Untuk terapi non-farmakologinya yakni dengan memberikan cairan dalam jumlah banyak, tidak menggunakan pakaian panas yang berlebihan saat menggigil dan kompres hangat.

Sediaan jadi herbal yakni Herbamed Antipe dan Syamilah for Kids. Tanaman herbal yaitu jeruk nipis, kesumba, mengkudu, asam jawa, katuk, pepaya, cocor bebek dan teratai.

BAB IV KESIMPULAN

Berdasarkan dari tinjauan pustaka dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut;

(49)

1. Pengobatan sendiri atau swamedikasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan dengan menggunakan obat-obatan yang dapat dikonsumsi tanpa pengawasan dari dokter.

2. Obat analgetik yang dapat digunakan untuk swamedikasi yaitu asam mefenamat, metampiron dan ibuprofen. Sedangkan sebagai antipiretik dapat digunakan parasetamol dan ibuprofen.

3. Tanaman herbal yang berkhasiat analgetik yakni brotowali, kembang sepatu, jahe merah, beluntas, temulawak, alang-alang dan kemuning. Adapun tanaman herbal untuk antipiretik yakni jeruk nipis, kesumba, mengkudu, asam jawa, katuk, pepaya, cocor bebek dan teratai.

PERTANYAAN KELAS 1. Apriani Sima (N211 15 873)

Bagaimana mekanisme hipnotis sehingga dapat digunakan sebagai terapi non-farmakologi pada pasien yang mengalami nyeri?

Gambar

Gambar 1. Mekanisme nyeri Sumber: Avidan M, 2003
Gambar 2. Penggolongan obat AINS
Gambar 3. Aspirin
Gambar 9. Brotowali 2. Kembang Sepatu
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat untuk tujuan pengobatan sakit tanpa resep atau nasehat dokter.Obat yang paling banyak digunakan untuk menyembuhkan

memiliki sifat yang dapat menghambat nyeri yang memiliki mekanisme yang. sama dengan analgesik kimiawi (Cui

Alasan : Antalgin merupakan golongan obat anti inflamasi non-steroid ( AINS ), Obat ini digunakan untuk meredakan nyeri, salah satu efek samping obat AINS yaitu meningkatkan

Antiansietas merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan ansietas ialah sedatif, atau obat yang secara umum memiliki sifat yang sama dengan sedatif.. Ansietas yang terutama

Obat analgetika yang bertujuan untuk meminimalkan nyeri dan demam yang banyak digunakan adalah parasetamol yang memiliki keuntungan yaitu dapat mengurangi rasa

Morfin termasuk obat analgetik jenis opioid kuat yang dapat digunakan untuk mengurangi rasa nyeri hebat setelah operasi yang tidak dapat diobati dengan analgetik

Analgesik adalah obat untuk menghilangkan rasa nyeri dengan cara meningkatkan nilai ambang nyeri di sistem syaraf pusat tanpa menekan kesadaran, sedangkan antipiretik merupakan

Kompres es adalah salah satu metode yang umum digunakan untuk meredakan rasa nyeri pada berbagai kondisi medis atau cedera.. Kompres es juga membantu meredakan peradangan seperti area