BAB I PENDAHULUAN
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral yang menjadi penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak, sehingga penanganannya memerlukan perhatian yang mendalam. Meskipun penyebab glomerulonefritis belum jelas, tetapi penyakit ini diduga melibatkan mekanisme imunologis. Mekanisme imunologis tersebut dapat mengakibatkan reaksi peradangan akut yang berat, serta meningkatkan terbentuknya jaringan fibrosis.1,2
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%). 2
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.2
Glomerulonefritis akut adalah kumpulan manifestasi klinis akibat perubahan struktur dan faal dari peradangan akut glomerulus pasca infeksi Streptococcus.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Glomerulonefritis akut adalah suatu proses radang non supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik ditempat lain. Penyakit ini sring mengenai anak-anak. Gejala klnik muncul 1-2 minggu setelah faringitis akibat Streptococcus atau 3-6 minggu setelah infeksi pioderma.3,4
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis.5
B. Epidemiologi
Insidensi GNA adalah 10% sebelumnya menderita faringitis, 25% sebelumnya menderita impetigo. Pada suatu studi di Amerika Serikat didapatkan penyebab GNAPS yang lebih dominan adalah faringitis.4
GNAPS banyak terjadi pada negara-negara berkembang seperti Afrika, India Barat, dan Timur Tengah, dipengaruhi oleh status nutrisi, penggunaan antibiotik profilaksis, dan potensi dari Streptokokus.4
Mortalitas pada penderita GNA pada anak sangat jarang (<1%). Tidak ada predileksi rasial. Pada laki-laki dua kali lebih sering daripada pada wanita. GNAPS sering terjadi pada anak usia 2-12 tahun. 5% terjadi pada usia kurang dari 5 tahun.4
C. Etiologi
Sebagian besar (75%), glomerulonefritis akut pasca streptokokus pasca streptoccocus timbul setelah infeksi saluran nafas atas, yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemolitikus grup A tipe 1,3,4,12,18,25,49 sedangkan tipe 2,49,55,56,57,60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptococcus,
mempunyai resiko terhadinya glomerulaonefritis akut pasca streptococcus berkisar 10-15%. 6
Bagian luar streptokokus grup A dibungkus oleh kapsul asam hyaluronat untuk bertahan terhadap fagositosis dan sebagai alat untuk melekatkan diri pada asel epitel. Selain itu pada permukaan kuman juga terdapat polimer karbohirat grup A, mukopeptide, dan protein M. Protein M adalah suatu alpha-helical coiled-coil dimer yang terlihat sebagai rambut-rambut pada permukaan kuman. Protein M menentukan apakah strain kuman tersebut bersifat rematogenik atau nefritogenik.5
Kuman Streptococcus
Sistem penentuan serotipe grup A streptokokus dibuat menurut abjad berdasarkan jenis polisakarida dinding sel (Lancefield group) atas dasar reaksi presipitin protein M atau reaksi aglutinin protein T dinding sel. Disebut sebagai streptokokus grup A karena dinding sel terdiri dari polisakarida polimer l-ramnose dan N-asetil-D-glukosamin dengan rasio 2:1. 5
Polisakarida grup A ini mengadakan ikatan ke peptidoglikan yang disusun dari N-asetil-D-glukosamin, N-asetil-Dmuraminic acid, dan tetrapeptida asam d-glutamat, serta d- dan l-lisin pada dinding sel. Streptokokus grup A, B, C, D, dan G merupakan grup yang paling sering ditemukan pada manusia. Streptococcus beta haemolyticus grup A merupakan bentuk yang paling virulen. 5
Streptokokus grup A disebut juga dengan Streptokokus piogenes, dan termasuk kelompok Streptococcus beta haemolyticus yang dapat menyebabkan GNAPS dan demam reumatik. Pada kuman streptokokus grup A ini, telah diidentifikasi sejumlah konsituen somatic dan produk ekstraselular, namun peranannya dalam patogenesis GNAPS belum semuanya diketahui. 5
Gambar 2.1. Diagram skematik Streptococcus pyogenes (Dikutip dan modifikasi dari Killian, 2005) 5
D. Patofisiologi
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus merupakan penyakit immune-mediated yang berhubungan dengan infeksi saluran nafas akut dan infeksi kulit oleh kuman Streptokokus grup A strain nefritogenik. Berbagai macam kandungan streptokokus atau produknya bersifat antigenik dan dapat menyebabkan proses imunopatologis yang menimbulkan glomerulonefritis, tetapi mekanisme yang pasti sebagai penyebab kerusakan ginjal masih diperdebatkan5
Apabila pasien yang terinfeksi Streptococcus beta haemolyticus grup A nefritogenik memberikan reaksi terhadap antigen streptokokus dengan membuat antibodi. Reaksi antigen antibodi ini terjadi dalam sirkulasi atau in situ dalam glomerulus, menyebabkan reaksi inflamasi yang menimbulkan kerusakan ginjal. Reaksi ini dipicu oleh aktivasi plasminogen menjadi plasmin oleh streptokinase dan diikuti oleh aktivasi komplemen, pengendapan kompleks antigen-antibodi dalam glomerulus, dan ikatan antibodi antistreptokokus dengan molekul protein ginjal (mimicry protein) yang mirip antigen streptokokus.5
Terdapat dua dasar mekanisme terjadinya glomerulonefritis. Pertama, antibodi dapat mengikat baik ke struktural komponen glomerulus atau materi yang tidak intrinsik untuk glomerulus tetapi ada karena karakteristik fisikokimia. Contoh antigen nephritogenic struktural adalah Goodpasture autoantigen, yang telah diidentifikasi di membran basal glomerulus sebagai dua diskontinyu epitop dalam domain noncollagenous dari sebuah 3 rantai kolagen tipe IV. Pada pasien dengan lupus eritematosus sistemik, histone-DNA kompleks, yang dapat mengikat permukaan sel glomerulus dan membran basement, adalah antigen yang bisa menjadi target anti-DNA antibodi.2,5
Kedua, kompleks antigen-antibodi yang terbentuk disimpan di glomerulus. Sejumlah antigen eksogen dan endogen telah diidentifikasi dalam sirkulasi kompleks imun dan terlibat dalam patogenesis glomerulonefritis.2,5
GNAPS berawal apabila host rentan yang terpapar kuman Streptokokus grup A strain nefritogenik bereaksi untuk membentuk antibodi terhadap antigen yang menyerang. GNAPS merupakan kelainan kompleks imun, namun mekanisme interaksi antara antigen dan antibodi tidak diketahui. Kompleks imun yang mengandung antigen streptokokus ini mengendap pada glomerulus. Ukuran komplek streptokokus-imunoglobulin adalah 15 nm (streptokokus 10 nm dan imunoglobulin 5 nm). Sedangkan ukuran pore membrana basalis pada anak dan dewasa adalah 2-3 nm dan 4-4,5 nm. Oleh karena itu GNAPS banyak terjadi pada anak-anak daripada dewasa.5
Semua bentuk GNAPS dimediasi oleh proses imunologis. Baik imunitas humoral maupun imunitas seluler. Imunitas seluler GNAPS dimediasi oleh pembentukan kompleks antigen-antibodi streptkokus yang bersifat nefritogenik dan imun kompleks yang bersirkulasi. Proses terjadinya adalah stretokokus yang bersifat nefritogenik memproduksi protein dengan antigen determinan khas. Antigen deteriminan ini memiliki afinitas spesifik terhadap glomerulus normal.5
Antigen ini kemudian akan berikatan pada glomerulus. Sekali berikatan antigen ini akan mengaktifkan komplemen secara lansung melalui interaksi dengan properdin. Komplemen yang telah teraktivasi ini akan menyebabkan timbul mediator inflamasi dan kemudian timbul inflamasi.5
E. Bentuk klinis
1. SNA dengan hipokomplemenemia, dapat asimptomatis atau simptomatis. Termasuk kelompok ini antara lain7
a) Glomerulonefritis akut paska infeksi stretokokus
b) Glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi sistemik (endokarditis bakterialis akut dan shunt nephritis).
c) Glomerulonefritis proliferatif membranosa d) Nefritis yang berhubungan dengan SLE
2. SNA dengan normokomplemenemia, dapat asimptomatis atau simptomatis. Termasuk kelompok ini antara lain7
a) Nefritis yang berhubungan dengan Purpura Henoch Schonlein. b)Nefropati IgA.
F. Manifestasi klinis
Glomerulonefritis paska streptokokus biasanya didahui oleh infeksi saluran napas atas atau kulit oleh kuman streptokokus dari strain nefritogenik. Masa laten antara faringitis dan timbulnya glomerulonefritis paska streptokokus biasanya 10 hari dan pada penyakit kulit dalam waktu 21 hari. Sebagian besar pasien biasanya tidak ingat kejadian faringitis atau impetigo sebelumnya dan orangtua pasien biasanya juga tidak memperhatikan adanya penyakit tersebut karena mereka tidak menganggapnya penting. Oleh karena itu, sebaiknya carilah lesi pada kulit yang mungkin dapat merupakan petunjuk.2
Umumnya anak dengan glomerulonefritis akut paska streptokokus datang dengan keluhan hematuria yang nyata disertai sembab mata. Pasien kadang datang dengan gejala gagal jantung kongestif atau sembab paru. Hipertensi sering dijumpai, oliguria serta anuria tidak jarang dikeluhkan.2
G. Penegakan diagnosis
Diagnosis glomerulonefritis akut paska streptokokus perlu dicurigai pada pasien dengan gejala klinis berupa hematuria yang nyata yang timbul mendadak, sembab, dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus. Pada anamnesis dijumpai riwayat kontak dengan keluarga yang menderita GNAPS, ditemukan riwayat ISPA atau infeksi kulit. Hasil urinalisis menunjukkan hematuria, proteinuria (+2) dan silinderuria. Pada uji ASTO ditemukan > 200 IU dan titer C3 rendah (< 80 mg/dl). Gambaran kimia darah menunjukkan kreatinin serum dapat normal atau meningkat, elektrolit darah dapat normal atau terganggu,. Kadar kolesterol biasanya normal sedangkan kadar protein total dan albumin dapat normal atau sedikit rendah, kadar globulin biasanya normal.7
H. Diagnosis banding2
1. Sindrom Nefrotik 2. Nefropati IgA 3. Nefritis lupus
4. Nefritis Henoch Schonlein
I. Penatalaksanaan
Semua Sindrom Nefritis Akut (SNA) perlu mendapat perawatan. Pengobatan ditujukan terhadap penyakit yang mendasarinya dan komplikasi yang ditimbulkannya.7
a) Istirahat di tempat tidur sampai gejala-gejala edema, kongesti vaskuler (dispnu, edema paru, kardiomegali, hipertensi) menghilang.
b) Diet
c) Masukkan garam (0,5-1 g/hari) dan cairan dibatasi selama edema, oliguria atau gejala kongesti vaskuler dijumpai. Protein dibatasi (0,5 g/kgBB/hari) bila kadar ureum diatas 50 gr/dl
1. Pengobatan terhadap penyakit penyebab GNAPS tanpa komplikasi berat
a) Diuretika
Untuk penanggulangan edema dan hipertensi ringan disamping diet rendah garam, diberikan furosemide 1-2 mg/kgBB/hari oral dibagi atas 2 dosis sampai edema dan tekanan darah turun.
b) Antihipertensif
Bila hipertensi dalam derajat sedang sampai berat disamping pemberian diuretika ditambahkan obat antihipertensif oral, diberikan captopril 0,3-0,5 mg/kgBB/kali diberikan 2-3x/hari.
c) Antibiotika
Penicillin Prokain (PP) 50.000 IU/kgBB/hari atau eritromisin oral 50 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari untuk eradikasi kuman.
J. Prognosis
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% diantaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk. Prognosis baik 95% sembuh sempurna, 3% meninggal karena komplikasi dan 2% berkembang menjadi GGK.2
Diuresis akan normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi
normal dalam 3-4 minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urine akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.2
BAB III LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN Identitas penderita
Nama : An. M.R
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 7 tahun
Alamat : Jl. Abikusno Cokro Suyoso Rt 18 Rw. 04 Kel. Kemang Agung Kec. Kertapati, Palembang.
Agama : Islam No. RM : 09.61.52 Pav/kelas : Anak / III MRS Tanggal : 24 Juni 2013
B. ANAMNESIS (Alloanamnesis)
Keluhan utama : Terdapat benjolan pada leher sebelah kiri Keluhan tambahan : Bengkak pada kedua mata dan pipi Riwayat perjalanan penyakit
± 1 minggu yang lalu, pasien mengeluh demam (+), batuk (-), pilek (-),sakit kepala (-), sesak nafas (-), nyeri tenggorokan (+), nyeri saat pasien menoleh. Pasien kemudian berobat ke bidan dan keluhan nyeri saat menoleh berkurang. Pasien lupa obat nama obat yang diberikan oleh bidan tersebut.
Sejak ± 2 hari yang lalu, pasien mengeluh terdapat benjolan pada leher sebelah kirinya dan bengkak di wajah. Bengkak pertama kali muncul di kelopak mata saat pasien bangun tidur serta muncul pada pipinya, kemudian bengkak di pipi dan lama kelamaan menjalar ke perut dan tungkai. Perut terasa nyeri dan terasa kembung. Orang tua pasien juga mengaku urine anaknya berwarna merah dan pekat. Mual (-), muntah (-), Pasien kemudian berobat kebidan lagi dan bidan tersebut menyarankan untuk berobat kedokter.
± 1 hari setelahnya pasien berobat ke dokter, setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter yaitu dilakukan pemeriksaan urin dan tekanan darah, dari hasil yang didapatkan, dokter mengatakan bahwa pasien tersebut menderita radang ginjal dan dianjurkan untuk di rawat di RS.
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit serupa sebelumnya (-), riwayat batuk dan pilek berulang (+) dan nyeri tenggorokan (+), riwayat hipertensi (-).
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.
Riwayat kehamilan dan persalinan Riwayat Antenatal
Ibu rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan dan ke dokter kandungan setiap bulan.
Riwayat Natal
Pasien lahir cukup bulan, berat badan 2700 gram. Riwayat Neonatal
Pasien lahir langsung menangis, tidak ada kebiruan pada bibir, kuku, dan badan.
Riwayat perkembangan Tiarap : (ibu lupa) Merangkak : (ibu lupa) Duduk : (ibu lupa) Berdiri : 1 tahun Berjalan : 1,5 tahun
Riwayat imunisasi
Riwayat imunisasi diakui ibu lengkap
Riwayat makanan
Umur 0 – 3 bulan : anak mendapat ASI sesuai kemauan anak
Umur 7-12 bulan : anak mendapat makanan pendamping ASI banyak sesuai keinginan anak tiga kali sehari
Umur 1-2 tahun : anak mendapat nasi lembek sesuai keinginan anak Umur 3-sekarang : anak mendapatkan makanan seperti nasi dan lauk-pauk
Kesimpulan : kualitas dan kuantitas makanan cukup
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal pemeriksaan : 24 Juni2013 Keadaan Umum
Kesadaran : kompos mentis
Tekanan darah : 130/100 mmHg
Nadi : 94 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 32 x/menit Suhu : 36,8 °c Berat Badan : 20 kg Tinggi Badan : 112 cm Status Gizi BB/U : 20/23 x 100% = 86% TB/U : 112/121 x 100% = 92% BB/TB : 20/19 x 100% = 105%
Kesan : gizi baik
Keadaan Spesifik - Kepala
Bentuk : Normoensefali, simetris
Mata : Cekung (-), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema palpebra inferior (+/+)
Hidung : Sekret (-), napas cuping hidung (-) Mulut : mulut dan bibir kering (-), sianosis (-)
Tenggorokan : tonsil T1-T1 hiperemis (-), faring hiperemis (-) Leher : pembesaran KGB (+)
Inspeksi : Statis, dinamis simetris, retraksi (-/-) Palpasi : Stemfremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-) Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Thrill tidak teraba, iktus tidak teraba Perkusi : Dalam batas normal
Auskultasi : HR: 94 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : cembung
Palpasi : lemas, hepar teraba 3 cm di bawah arcus costae, shifting dullness (+) dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
- Ekstremitas: akral dingin (-), sianosis (-), edema pretibial (+) minimal.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Hasil 25/6/2013 27/6/2013 Urine rutin Warna Kejernihan Merah Keruh Kuning Agak keruh BJ 1,025 1,030 pH 6,5 6,0 Glukosa (-) (-) Keton (-) (-) Darah +3 +1
Protein (+3) (+3) Urobilinogen +1 +1 Nitrit (-) (-) Sedimen Leukosit Eritrosit Silinder Epitel Kristal Bakteri 3-5/LPB 25-30 (-) (+) (-) (-) 4-6/LPB 6-8 Granuler (+) (+) (-) (-) Nilai 25/6/2013 Hematologi Hb 10,5 g/dl Leukosit 13.400/ul Trombosit 401.000/ul Hematokrit 33% Diff. count 0/3/3/62/26/6 ASTO (-) CRP (-) Kimia Kolesterol total 153 mg/dl Fungsi Ginjal Protein total 6,4 g/dl Albumin 3,3 g/dl Globulin 3,1 g/dl Ureum 28 mg/dl Kreatinin 0,56mg/dl Natrium 138 mmol/l Kalium 4,19 mmol/l E. FOLLOW UP Pemeriksaan 25/6/2013 26/6/2013 27/6/2013
Subyektif BAK berwarna
merah, keruh
BAK berwarna merah, keruh
BAK berwarna kuning, agak keruh, batuk, pilek
Obyektif Tanda vital TD N RR T 140/100 mmHg 100 x/m 30 x/m 36,9 oC 140/110 mmHg 120 x/m 28 x/m 36,8 oC 120/80 mmHg 120 x/m 26 x/m 37,0 oC
Pemeriksaan fisik - Kepala Mata Hidung Mulut Tenggorokan - Leher - Thoraks Cor Pulmo - Abdomen - Ekstremitas Normosefali Cekung (-/-), Konj. anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (+/+) Sekret (-/-), NCH (-/-) Sianosis (-) Tonsil hiperemis (-), faring hiperemis (-) Pemb KGB (-) Simetris, retraksi (-) BJ I/II normal, murmur (-), gallop (-) Ves (+) normal, wheezing (-), rhonki (-) cembung, lemas, hepar teraba 3 cm di bawah arcus costae, dan lien tdk teraba, shifting dullness (+), nyeri tekan di atas umbilicus , BU (+) normal Akral hangat, sianosis (-), edema pretibial (-) Normosefali Cekung (-/-), Konj. anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-) Sekret (-/-), NCH (-/-) Sianosis (-) Tonsil hiperemis (-), faring hiperemis (-) Pemb KGB (-) Simetris, retraksi (-) BJ I/II normal, murmur (-), gallop (-) Ves (+) normal, wheezing (-), rhonki (-)
datar, lemas, hepar dan lien tdk teraba, nyeri tekan di atas umbilicus, BU (+) normal Akral hangat, sianosis (-), edema pretibial (-) Normosefali Cekung (-/-), Konj. anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-) Sekret (-/-), NCH (-/-) Sianosis (-) Tonsil hiperemis (-), faring hiperemis (-) Pemb KGB (-) Simetris, retraksi (-) BJ I/II normal, murmur (-), gallop (-) Ves (+) normal, wheezing (-/-), rhonki (-/-) datar, kembung, hepar dan lien tdk teraba, nyeri tekan di atas umbilicus, BU (+) normal
Akral hangat, sianosis (-), edema pretibial (-)
Assessment GNAPS DD/ SNA + Hipertensi
krisis urgency
SNA + Hipertensi grade II
- SN
Planning - Tirah baring
- Diet rendah garam 1-2 gr/hari - Balance cairan - Furosemide 2x20mg - Captopril 3x625mg - PP 1.000.000 IU (IV) - Observasi TD - Inj. Ranitidin 2x1/2 amp - Tirah baring - Diet rendah garam 1-2 gr/hari - Balance cairan - Furosemide 2x20mg - Captopril 2x12,5mg - PP 1.000.000 IU (IV) - Observasi TD - Inj. Ranitidin 2x1/2 amp - Tirah baring - Diet rendah garam 1-2 gr/hari - Balance cairan/ 6 jam - Furosemide 2x20mg - Captopril 2x12,5mg - PP 1.000.000 IU (IV) - Observasi TD - Inj. Ranitidin 2x1/2 amp - Cek urine Balance cairan I : 400 cc O : 130 cc IWL : 43,3 cc 225,7 Diuresis = 1,2 I : 500 cc O : 300 cc IWL : 43, 3 cc 156,7 cc Diuresis = 2,9 I : 200 cc O : 200 cc IWL : 84,38 cc 84,38 cc Diuresis = 1,96 Pemeriksaan 28/6/2013 29/6/2013
Subyektif BAK berwarna
kuning, batuk, pilek BAK berwarna merah, batuk Obyektif Tanda vital TD 120/80 mmHg 120/80mmHg
N RR T BB Pemeriksaan fisik - Kepala Mata Hidung Mulut Tenggorokan - Leher - Thoraks Cor Pulmo - Abdomen - Ekstremitas 115 x/m 31 x/m 36,9 oC 17 kg Normosefali Cekung (-/-), Konj. anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra inf. (-/-) Sekret (-/-), NCH (-/-) Sianosis (-) Tonsil hiperemis (-), faring hiperemis (-) Pemb KGB (+) Simetris, retraksi (-) BJ I/II normal, murmur (-), gallop (-) Ves (+/+) normal, wheezing (-/-), rhonki (-/-)
datar, lemas, hepar dan lien tdk teraba, nyeri tekan di atas umbilicus, BU (+) normal Akral hangat, sianosis (-), edema pretibial (-) 120 x/m 28 x/m 36,8 oC 17 kg Normosefali Cekung (-/-), Konj. anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra inf. (-/-) Sekret (-/-), NCH (-/-) Sianosis (-) Tonsil hiperemis (-), faring hiperemis (-) Pemb KGB (+) Simetris, retraksi (-) BJ I/II normal, murmur (-), gallop (-) Ves (+/+) normal, wheezing (-/-), rhonki (-/-)
datar, lemas, hepar dan lien tdk teraba, nyeri tekan di atas umbilicus, BU (+) normal Akral hangat, sianosis (-), edema pretibial (-)
Assessment SNA + Hipertensi
grade II
SNA + Hipertensi grade II
Planning - Tirah baring - Diet rendah garam 1-2 gr/hari - Balance cairan/6 jam - Furosemide 2x20mg - Captopril 3x625mg - Eritromicyn tab 3x 250 mg - Observasi TD/6jam - Inj. Ranitidin 2x1/2 amp - Nebu salbutamol - Tirah baring - Diet rendah garam 1-2 gr/hari - Balance cairan/6 jam - Furosemide 2x20mg - Captopril 3x625mg - Eritromicyn tab 3x 250 mg - Observasi TD/6jam - Inj. Ranitidin 3x1/2 tab Balance cairan I : 300 cc O : 100 cc IWL : 87,5 cc 112,5 cc Diuresis= 0,92 I : 300 cc O : 150 cc IWL : 81,2 cc 68,8 cc Diuresis = 1,5 F. RESUME
An. M.R, laki-laki 7 tahun, datang dengan keluhan terdapat bejolan pada leher sebelah kirinya. ± 1 minggu yang lalu, pasien mengeluh demam (+), batuk (-), pilek (-),sakit kepala (-), sesak nafas (-), nyeri tenggorokan (+), nyeri saat pasien menoleh. Pasien kemudian berobat ke bidan dan keluhan nyeri saat menoleh berkurang. Pasien lupa obat nama obat yang diberikan oleh bidan tersebut.
Sejak ± 2 hari yang lalu, pasien mengeluh bengkak di wajah. Bengkak pertama kali muncul di kelopak mata saat pasien bangun tidur, kemudian bengkak di pipi dan lama kelamaan menjalar ke perut dan tungkai. Perut terasa nyeri dan terasa kembung. Mual (-), muntah (-), Pasien kemudian
± 1 hari setelahnya pasien berobat ke dokter, setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter yaitu dilakukan pemeriksaan urin dan tekanan darah, dan dokter mengatakan bahwa pasien tersebut menderita radang ginjal dan dianjurkan untuk masuk RS.
Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum
Kesadaran : kompos mentis
Tekanan darah : 130/100 mmHg
Nadi : 94 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 32 x/menit Suhu : 36,8 °c Berat Badan : 20 kg Tinggi Badan : 112 cm Status Gizi BB/U : 20/23 x 100% = 86% TB/U : 112/121 x 100% = 92% BB/TB : 20/19 x 100% = 105%
Kesan : gizi baik
Keadaan Spesifik - Kepala
Bentuk : Normoensefali, simetris
Mata : Cekung (-), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema palpebra inferior (+/+)
Hidung : Sekret (-), napas cuping hidung (-) Mulut : mulut dan bibir kering (-), sianosis (-)
Tenggorokan : tonsil T1-T1 hiperemis (-), faring hiperemis (-) Leher : pembesaran KGB (+)
- Thoraks Paru-paru
Inspeksi : Statis, dinamis simetris, retraksi (-/-) Palpasi : Stemfremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-) Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Thrill tidak teraba, iktus tidak teraba Perkusi : Dalam batas normal
Auskultasi : HR: 94 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : cembung
Palpasi : lemas, hepar teraba 3 cm di bawah arcus costae, shifting dullness (+) dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
- Ekstremitas: akral dingin (-), sianosis (-), edema pretibial (+) minimal.
G. DIAGNOSIS
Diagnosis banding
1. Glomerulonefritis akut paska infeksi streptokokus 2. Sindrom nefrotik
Glomerulonefritis akut paska infeksi streptokokus
H. PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa
1. Istirahat di tempat tidur sampai gejala edema menghilang
2. Diet, masukan garam (0,5-1 g/hari) dan cairan dibatasi selama edema.
Medikamentosa 1. Diuretika
Furosemide 1-2 mg/kgBB/hari oral dibagi atas 2 dosis furosemide 2 x 20 mg
2. Antihipertensi
Captopril 0,3-0,5 mg/kgBB/hari diberikan 2-3 kali/hari captopril 2 x 12,5 mg
3. Antibiotika
PP 50.000 IU/kgBB/hari selama 10 hari untuk eradikasi kuman PP 1 x 1000.000 IU
I. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam Quo ad functionam : bonam
BAB IV
PEMBAHASAN & KESIMPULAN
Dilaporkan seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dengan berat badan 20 kg dan panjang badan 112 cm yang dirawat di ruang anak RSUD PLG BARI dengan diagnosa Glomerulonefritis akut paska Streptokokus (GNAPS). Diagnosis GNAPS didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis, berdasarkan teori glomerulonefritis paska streptokokus biasanya didahui oleh infeksi saluran napas atas atau kulit oleh kuman streptokokus dari strain nefritogenik. Masa laten antara faringitis dan timbulnya glomerulonefritis paska streptokokus biasanya 10 hari dan pada penyakit kulit dalam waktu 21 hari. Umumnya anak dengan glomerulonefritis akut paska streptokokus datang dengan keluhan hematuria yang nyata disertai sembab mata.2
Pada pasien keluhan utama datang ke RS adalah terdapat benjolan pada leher sebelah kirinya dan bengkak pada wajah 2 hari yang lalu sebelum masuk ke RS. Terdapat riwayat ± 1minggu yang lalu demam, nyeri tenggorokan dan sakit ketika menoleh.
Dari pemeriksaan fisik, berdasarkan teori ditemukannya tekanan darah yang tinggi. Bila disertai dengan hipertensi, dapat timbul nyeri kepala, demam kadang ditemukan, dan ditemukannya edema pada wajah yang diawali dari kelopak mata pada saat bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
1. Anatomi palpebra tersusun oleh jaringan kulit yang tipis dan longgar sehingga cairan mudah terakumulasi disana
Salah satu gejala klinis GNAPS adalah edema. Edema adalah penimbunan cairan yang berlebihan di antara sel-sel tubuh atau dalam berbagai rongga tubuh yang disebabkan oleh perpindahan cairan ekstrasel ke kompartemen cairan interstitial.
Pada pengukuran tekanan darah pasien 130/100 mmHg, berada pada persentil 95-99 yang menunjukkan bahwa pasien tersebut hipertensi grade II. Pasien juga mengeluh demam. Edema ditemukan hanya pada kelopak mata dan seluruh wajah. BAK tampak merah segar.
Pada uji ASTO ditemukan negatif. Gambaran kimia darah menunjukkan kreatinin serum dapat normal atau meningkat, elektrolit darah dapat normal atau terganggu. Kadar kolesterol biasanya normal sedangkan kadar protein total dan albumin dapat normal atau sedikit rendah, kadar globulin biasanya normal.
Pada kasus dilakukan uji serologis terhadap antigen streptokokus yaitu ASTO. ASTO pada pasien (-) kemungkinan obat yang diberikan kepada pasien saat berobat adalah antimikroba atau infeksi streptococcus yang mendahuluinya hanya mengenai kulit saja sehingga biakan dapat menjadi negatif. Pada pemeriksaan sedimen urine tanggal 25 Juni 2013 ditemukan eritrosit 25-30.. Hematuria pada pasien terjadi karena adanya kerusakan pada membran basalis ginjal. Ginjal merupakan salah satu organ paling vital dimana fungsi ginjal sebagai tempat membersihkan darah dari berbagai zat hasil metabolisme tubuh dan berbagai racun yang tidak diperlukan tubuh serta dikeluarkan sebagai urine dengan jumlah setiap hari berkisar antara 1-2 liter. Selain fungsi tersebut, ginjal berfungsi antara lain mempertahankan kadar cairan tubuh dan elektrolit (ion-ion), mengatur produksi sel-darah merah. Beberapa ahli mengajukan hipotesis sebagai berikut:2
Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
1. Proses autoimun kuman streptokokus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan kompleks autoimun yang merusak glomerulus.
2. Streptokokus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrane basalis ginjal.
Melalui patogenesis tersebut akan terjadi kebocoran protein dan kebocoran eritrosit sehingga pada pemeriksaan urin didapatkan jumlah eritrosit yang banyak.
Diagnosis banding pada pasien ini adalah Sindrom Nefrotik. Pada sindroma nefrotik, edema yang terjadi generalisata dan tidak ada riwayat infeksi streptokokus sebelumnya. Terdapat proteinuria masif (≥ 40 mg/m2/jam atau proteinuria +3 atau lebih), hipoalbuminemia (≤ 2,5 mg), hiperkolesterolemia ≥ 200 mg/dl.
Penataksanaan non medikamentosa pada kasus, yaitu istirahat di tempat tidur sampai gejala edema menghilang dan masukan garam (1-2 g/hari) dan cairan dibatasi selama edema. Untuk penatalaksanaan medikamentosa diberikan diuretika (furosemide 2 x 20 mg), antihipertensi (captopril 2 x 12,5 mg), dan antibiotika PP 1000.000 IU/kgBB/hari selama 10 hari untuk eradikasi kuman (PP 1 x 850.000 IU).
Prognosis GNAPS bonam, 95% sembuh sempurna, 3% meninggal karena komplikasi dan hanya 2% yang berkembang menjadi GGK.